NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Senchi kara Kaette kita Takashi Kun. Futsuu ni Koukou Seikatsu Okuritai V1 Extra Story 4

 Jangan lupa untuk Tonton video diatas ini 


Penerjemah: Dhee 

Proffreader: Tanaka Hinagizawa 


 



Extra Story Khusus Edisi Elektronik: - “Pertemuan Tak Terduga dengan Dia”


Pov Natalie

Ketika invasi Debris yang sebelumnya hanya terjadi di beberapa wilayah mulai menyebar secara global, muncul individu-individu yang disebut sebagai Spesies Terkuat, yang sangat sulit dipahami. Spesies Terkuat jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan Spesies Inferior atau Murni yang sebelumnya telah dilawan. Manusia yang sebelumnya masih mampu mempertahankan kemanusiaannya, kini harus melangkah keluar dari jalur untuk memburu Spesies Terkuat. Jika tidak mengubah arah, manusia pasti akan punah.

PBB mengumpulkan manusia dari seluruh dunia untuk menerapkan DOD. 

Sangat sulit untuk tidak tertawa sinis. Apa yang akan tersisa setelah perang ini berakhir? Berjuang untuk bertahan hidup adalah hal yang mulia. Melawan musuh untuk menjaga manusia agar tidak habis adalah tindakan yang wajar. Namun, meskipun secara logika hal itu dimengerti, manusia memiliki emosi yang secara naluriah menolak DOD. 

Menurut senior yang telah dimodifikasi hingga titik tanpa jalan kembali, bahkan jika mereka bertahan hidup di neraka ini, yang menanti mereka hanyalah neraka itu sendiri. Aku telah belajar hal ini dengan sangat baik selama setahun terakhir. 

Apa yang diperoleh setelah mengangkat panji-panji besar, mempercayai misi, dan berkorban diri adalah tubuh yang telah melampaui batas kemanusiaan dan kebanggaan yang diinjak-injak. Sekarang, PBB berusaha membentuk manusia-manusia kosong seperti ini di tingkat global. Situasi abnormal ini tampak sangat konyol bagi aku. 

Mungkin, manusia akan jatuh ke titik terendahnya. Mereka berusaha melepaskan semua kemanusiaan yang diperlukan untuk tetap menjadi manusia. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir begitu, dan jika kita memenangkan perang ini, semuanya akan dimaafkan. Aku tidak tahu…

Saat ini, aku hanya merasakan sedikit kesedihan karena bertambahnya rekan-rekan yang berada dalam keadaan yang sama seperti aku.

Sekitar dua bulan setelah PBB melakukan mobilisasi besar-besaran, para tentara dikirim ke pangkalan Angkatan Udara Winnipeg setelah Spesies Terkuat B jenis Bayonetta terdeteksi. Aku mendengar bahwa dalam mobilisasi ini, ratusan ribu orang dari seluruh dunia akan dikumpulkan, tetapi… melihat sekilas, hanya sekitar dua ratus orang yang hadir.

Apa yang sedang terjadi...? Dengan jumlah yang begitu sedikit, mencoba memburu Spesies Terkuat Bayonetta, rasanya tidak masuk akal. 

Mungkin kita benar-benar telah ditinggalkan... Ketika aku mendekati para tentara yang baru dikirim, aku menyadari sesuatu yang aneh. Semua orang telah menjalani banyak modifikasi DOD. Beberapa dari mereka, termasuk beberapa prajurit mekanis, dilengkapi dengan persenjataan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Selain itu, ada beberapa orang yang tampaknya adalah tentara bio-spesial. Meskipun tidak setinggi levelku, mereka juga mengalami modifikasi DOD yang hampir sama. 

Aku bertanya-tanya berapa banyak pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh PBB untuk mengumpulkan kekuatan tempur sebanyak ini... Rasanya sangat jelas bahwa PBB mengandalkan mobilisasi ini untuk menentukan nasib mereka.

“Uuu... Nona... Nona... Tubuhku... Tubuhku...”

“Tidak apa-apa, Emily... Rio akan... Melindungi Emily...”

Aku mengalihkan pandanganku ke arah sepasang wanita kembar yang sedang menangis. Mereka mungkin masih di awal usia dua puluhan. Mereka bergetar dan menggenggam anggota tubuh mereka. 

Kemungkinan besar, mereka belum bisa menyesuaikan diri dengan modifikasi DOD yang diterima. Emily, salah satu wanita tersebut, tampak hampir gila karena terus-menerus menangis. Aku sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini, tapi jika melihat dari perspektif orang biasa, situasi ini pasti sangat menyakitkan.

Modifikasi yang mereka jalani kemungkinan adalah mekanisasi. Anggota tubuh mereka dipotong dan digantikan dengan perlengkapan Debris. Jika seseorang memiliki perasaan normal, tidak akan ada yang menyetujui keputusan untuk memotong lengan mereka dan menggantinya dengan prostesis. Namun, mereka dipaksa menjalani proses tersebut.

Rasa sakit di dadaku semakin dalam. Melihat sekeliling, hanya ada orang-orang seperti kakak beradik ini yang tampak sangat menderita. Mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa tubuh mereka telah dimodifikasi dengan sangat parah. 

Pemandangan orang-orang dari segala usia dan jenis kelamin yang tenggelam dalam keputusasaan ini hanya tampak seperti neraka di dunia ini. Aku menggertakkan gigi dan mencoba mengingat setiap detail pemandangan tersebut.

Aku telah kehilangan segalanya. Aku telah ditinggalkan oleh orang-orang yang harus kupertahankan. Setidaknya, aku ingin melindungi rekan-rekanku yang mengalami nasib yang sama. Itu mungkin adalah misi terakhir yang tersisa bagiku. 

Saat aku berpikir begitu, aku terus memandang wajah-wajah mereka satu per satu.

Ada satu orang yang sangat aneh di tengah tangisan-tangisan tersebut.

Seorang pemuda yang tampaknya seusia denganku, dengan rambut hitam dan mata hitam, terlihat sedang mondar-mandir sambil memegang buku berjudul “Master in a Week! Ultimate English Textbook”. Dia berbicara dalam bahasa Inggris yang patah-patah, mengucapkan “Hello. Nice to meet you” di tengah suasana putus asa. Pemuda ini terlihat sangat santai, yang membuatku bertanya-tanya, “Apa yang dia lakukan?”

Tak bisa menahan rasa penasaranku, aku akhirnya berbicara padanya. 

“What are you doing?” (Apa yang kamu lakukan?)

“Hah? Umm... What are you doing itu... apa ya? What are you doing itu...” Pemuda itu dengan panik membolak-balik buku pelajarannya. 

Ternyata dia orang Jepang. Dia bisa berbahasa Jepang..

“Apa kamu orang Jepang? Aku bisa bahasa Jepang, jadi, kamu bicaralah pake bahasa Jepang saja. (君、日本人? 自分、日本語喋れるから日本語でいいよ)”

“Eh? Serius? Kamu bisa berbahasa Jepang? Syukurlah~ akhirnya ada yang bisa diajak bicara~”

Pemuda itu menutup bukunya dan berdiri menghadapku. Melihat senyum polosnya yang sudah lama tidak aku lihat membuatku merasa tidak nyaman. Sikapnya yang terlalu santai sepertinya menunjukkan bahwa dia tidak memahami kenyataan yang ada, dan itu membuatku kesal.

Atau mungkin, dia juga sudah rusak. Mungkin dia tidak ingin menerima kenyataan dan berpura-pura ceria.

“Eh, kalau kamu mau, bisakah kamu ajarin aku bahasa Inggris? Kemampuan bahasa Inggrisku tidak cukup untuk berkomunikasi.”

“Berkomunikasi? Di tengah situasi seperti ini, di mana kita tidak tahu apakah kita akan hidup sampai besok, kenapa harus belajar hal seperti itu? Kamu sadar dengan keadaanmu?”

“Sadar kok. Tapi, kalau bisa berbahasa Inggris, aku bisa lebih mudah bergaul dengan semua orang, kan? Jadi, ajarin aku ya.”

Aku membatalkan pendapatku sebelumnya. Ternyata dia Cuma bodoh. Dia tidak memahami situasi medan perang sama sekali. Ketidak tahuan dia yang ekstrem membuatku merasa kasihan padanya. 

Saat aku memandangnya dengan penuh rasa kasihan, pemuda itu malah tersenyum lebar tanpa menyadarinya.

“Ngomong-ngomong, kita belum saling memperkenalkan, ya.”

Dia mengatakan itu sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

“Aku, Shibusaki Takashi. Senang bertemu denganmu!”

“Natalie Taafeit Pinkstar. Baiklah, sampai jumpa saat kita mati nanti.”


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close