Jangan lupa untuk Tonton video diatas ini
Penerjemah: Ootman
Proffreader: Tanaka Hinagizawa
Chapter 1 – Kelas Seni Bersama Shimizu-san
“Oke, mari kita berbicara tentang cinta lagi.”
Ketika aku mencoba pergi dari kelas untuk pelajaran seni di ruangan seni, Toshiya menghentikanku. Berbeda denganku, Toshiya memilih musik untuk mata pelajaran seninya, jadi aku bertanya-tanya mengapa Toshiya menghentikanku, tapi rupanya dia membuat permintaan yang sama seperti sebelumnya.
“Apa yang bagus soal itu? Pelajaran seni sebentar lagi sudah mau mulai, jadi aku harus pergi ke ruangan seni secepatnya.”
Beberapa teman kelasku sudah siap untuk pergi, dan hanya beberapa orang saja yang tidak beranjak pergi yaitu aku, Toshiya, dan Shimizu-san, yang tertidur tepat di samping tempat dudukku.
“Jangan khawatir. Kelas kita selesai lebih cepat di banding sebelumnya, jadi masih ada waktu luang. Di samping itu, paling buruknya, kita bisa masuk ruangan seni jika kita berlari.”
Jika waktunya mepet, kita harus berlari. Menurutku, orang yang bisa masuk ruangan seni tepat waktu hanya Toshiya, karena kakinya cepat, dan aku tidak yakin bahwa aku bisa masuk ruangan seni tepat waktu.
Bagaimanapun juga, akan lebih cepat untuk melakukan percakapan tentang cinta agar Toshiya lebih puas daripada aku berdebat dengannya.
“Baiklah, jadi apa yang ingin kau bicarakan hari ini?”
“Aku bertanya-tanya. Topik apa yang cocok untuk dibicarakan tentang cinta buat hari ini?”
Kau menghentikanku dan tidak memiliki persiapan untuk topik hari ini. Yah, itulah Toshiya.
“Ruangan seni sedikit jauh, jadi, jika tidak ada yang ingin di bicarakan, aku akan pergi sekarang.”
“Tunggu sebentar, mood ku sedang bagus untuk membicarakan cinta, aku sedang memikirkan topiknya sebentar, jangan pergi dari tempat dudukmu.”
Aku melihat jam di dinding kelas. Seperti yang Toshiya katakan, masih ada sedikit waktu sebelum kelas seni di mulai, termasuk waktu yang dibutuhkan untuk ke ruangan seni.
“...Tapi jika kau tidak segera memikirkan topiknya, aku akan pergi.”
“Terima kasih, temanku!”
“Baiklah, mari kita mulai dengan percakapan normal dan setelah itu beralih ke percakapan tentang cinta.”
“Itu bagus. Aku selalu ingin bertanya padamu kenapa kamu memilih melukis untuk pelajaran seni.”
“Simpel, karena aku suka melukis. Ada 3 mata pelajaran seni, melukis, kaligrafi, dan musik. Mengapa kau memilih musik, Toshiya?”
“Alasan mengapa aku memilih musik itu simpel, karena Seto-san juga memilih musik.”
Untuk beberapa alasan, muka Toshiya terlihat sangat bangga ketika mengatakan hal itu.
“Benarkah? Hanya itu alasannya?”
“Ingin bersama dengan perempuan yang kau sukai itu normal, kau tahu? Bahkan menjadi komite perpustakaan, saat Seto-san mengatakan akan melakukannya lagi tahun ini, aku memutuskan untuk melakukannya juga.”
“Jadi, kamu sudah jatuh cinta pada Seto-san sejak bulan April? Mungkin itu cinta pada pandangan pertama?”
Toshiya juga merupakan anggota komite perpustakaan bersama dengan Seto-san tahun lalu. Jika yang ia katakan barusan itu benar, aku ingin tahu apakah Toshiya bergabung dengan komite perpustakaan agar dia bisa lebih sering melakukan kontak dengan Seto-san? Dan ketika aku mengatakan ‘mungkin itu adalah cinta pada pandangan pertama,’ aku merasa Shimizu-san yang seharusnya tidur, menggerakkan kepalanya sedikit.
“Itu tidak benar, setidaknya bulan April lalu, Seto-san hanya seorang teman sekelas bagiku. Aku menjadi anggota komite perpustakaan karena aku tidak ingin masuk ke komite lain yang merepotkan.”
“Jadi begitu, ku pikir kamu masuk komite perpustakaan karena jatuh cinta pada Seto-san.”
“Aku tidak sesimpel itu, aku terkadang berpikir dia terlihat imut, tapi itu tidak cukup untuk membuatku jatuh cinta pada nya.”
Nampaknya, Toshiya lebih keras kepala dari yang kukira. Aku melihat ke arah Shimizu-san dan tidak melihat gerakan apapun. Itu mungkin tadi hanya imajinasiku saat melihatnya menggerakkan kepalanya sedikit. Bagaimanapun juga, aku harus membangunkan Shimizu-san nanti saat meninggalkan kelas, karena kita harus ke kelas selanjutnya.
“Ah!”
“Ada apa, Toshiya?”
Ketika aku sedang memikirkan bagaimana caranya membangunkan Shimizu-san, Toshiya terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Aku ada ide, topik percakapan cinta. Tema hari ini adalah jam pelajaran dengan perempuan yang kamu suka.”
“Jam pelajaran dengan perempuan yang kamu suka?”
“Yap, bahkan jam pelajaran yang paling membosankan itu bisa menjadi ratusan kali lebih menyenangkan dengan perempuan yang kamu suka kan? Hari ini, mari berpikir tentang situasi di mana kamu bisa bersenang-senang di jam pelajaran dengan gadis yang kamu suka!”
“Sebelum berpikir untuk bersenang-senang, kamu harus belajar sedikit lebih serius.”
Mau tidak mau aku selalu berpikir ia terlihat tidak termotivasi di kelas, tapi ketika ujian di mulai, dia tidak hanya mendapat nilai yang lebih bagus dariku, tapi juga mendapat peringkat yang cukup tinggi.
“Jangan mengatakan itu Daiki, kamu harus menikmati semuanya dalam hidupmu kan? Uh, situasi ini, bisakah kamu mengatakan sesuatu?”
“Hmm, aku tidak tahu. Maksudku, tidak ada kesempatan berbicara saat jam pelajaran di mulai, jadi apa gunanya melakukan itu?”
“Itu benar, tapi aku berpikir jika ada sesuatu yang lain.”
“Toshiya, apakah ada sesuatu yang ingin kau lakukan dengan Seto-san pada saat waktu jam pelajaran?”
“Tentang itu, hmm...”
Toshiya menyilangkan tangannya dan mengerang. Aku yakin ia bisa menyelesaikan sesuatu yang luar biasa jika ia termotivasi untuk berpikir keras seperti ini untuk sesuatu yang lain. Meskipun gitu, kepribadian Toshiya yang membuatnya menjadi tidak mungkin.
“Aku mendapatkan situasi yang bagus! Dengarkan aku, Daiki.”
“Yap, katakan padaku.”
“Pada saat aku bosan di kelas, aku melirik pada Seto-san. Pada saat waktu yang sama, Seto-san juga melirik padaku, dan mata kita bertemu. Kami berdua gugup dan melihat ke arah yang lain dengan cepat, dan kami berdua mulai memikirkan satu sama lain! Bukankah kamu berpikir itu situasi yang bagus?”
“Itu terdengar bagus untuk ide yang dadakan.”
Itu seperti situasi yang kau pikirkan di manga romantis, itu membuatku bertanya-tanya apakah dia berpikir seperti ini di waktu senggang.
“Ya kan? Bagaimana menurutmu, Daiki? Apakah kamu menginginkan hal itu?”
“Menurutku itu bagus, itu membuatku berpikir bahwa dia peduli padamu.”
“Kau memahamiku kan? Situasi seperti itu benar-benar bagus.”
Kerugiannya adalah itu tidak akan bekerja jika dia benar-benar tidak peduli padamu, tapi itu bisa jadi cara yang menarik untuk menjadi gugup dan bersemangat saat waktu jam pelajaran.
“Oke, begitu kita mendapatkan yang pertama, sisanya akan berdatangan.”
“Apakah kita masih lanjut?”
Aku sudah terkesan bahwa dia bisa menemukan situasi di mana tindakan para siswa di batasi selama waktu jam pelajaran.
“Tentu saja. Kita masih punya waktu sedikit, jadi mari kita lakukan itu. Aku ingin mendengar ide Daiki tentang sesuatu yang seru kali ini!”
“Aku tidak bisa memikirkan hal itu.”
“Jangan khawatir, Daiki bisa melakukannya. Kamu adalah pria yang bisa melakukan segalanya, aku bisa menjamin hal itu!”
Jika memungkinkan, aku lebih suka mendengar kata-kata meyakinkan itu di sesuatu yang lain. Tidak seperti Toshiya, yang memiliki imajinasi yang jelas. Aku kesulitan mendapatkan ide. Aku bertanya-tanya jika ini adalah situasi yang berbeda antara orang yang sedang jatuh cinta dan tidak. Aku berpikir tentang itu lagi dan ada ide yang tidak begitu jelas tapi sepertinya cocok dengan situasi ini.
“Apakah tidak masalah jika ini sedikit kasar?”
“Tentu saja tidak masalah, jadi ada apa?”
“Aku tidak tahu apa kau bisa menyebut ini situasi yang buruk. Tapi, di beberapa mata pelajaran, kau harus bisa bekerja sama dengan teman sekelas. Aku berpikir itu akan bagus jika bisa melakukannya bersama dengan perempuan yang aku suka.”
Aku berpikir itu sedikit tidak jelas, tapi aku tidak bisa berpikir sesuatu yang lain, jadi itu tidak mungkin membantu. Toshiya mendengarkanku dan membuat gestur berpikir sebelum membuka mulutnya.
“Jadi, jika itu terjadi padaku, aku ingin Seto-san mengajarkanku bagaimana caranya menggunakan perekam (TL: bentuknya seperti seruling) pada saat latihan di mata pelajaran musik. Itu ide bagus! Aku ingin Seto-san mengajarkanku bagaimana caranya memainkan perekam.”
Itu adalah ide yang ambigu, tapi dia paham. Aku sedikit terkejut bagaimana dia bisa menerapkan ide itu padanya dengan cepat.
“Mendengar hal itu darimu, aku benar-benar termotivasi untuk kelas musik selanjutnya! Aku tidak bisa menahannya, aku akan pergi bertemu dengannya sekarang. Tunggu aku, Seto-san!”
“Tunggu! Tidak selalu memungkinkan Seto-san akan mengajarimu di mata pelajaran musik...”
Toshiya bergegas keluar dari kelas, dan dia tidak mendengarkanku.
“Ketika dia asyik dengan sesuatu, dia tidak pernah mendengarkan apa yang orang lain katakan.”
*
Saat aku berpikir untuk pergi ke ruangan seni setelah Toshiya pergi, aku mengingat sesuatu yang harus aku lakukan sebelumnya.
(Baiklah, aku harus membangunkan Shimizu-san)
Aku melihat ke kursi di sebelahku. Tapi Shimizu-san, yang seharusnya ada di sana beberapa saat lalu, sudah menghilang, dan hanya aku yang ada di kelas. Kapan Shimizu-san meninggalkan kelas? Aku melihat jam di dinding dan waktu kelas seni sudah dekat, dengan cepat aku meninggalkan kelas.
Ketika aku sampai di ruangan seni, hanya tersisa beberapa menit lagi kelas seni di mulai. Toshiya, meski tidak sengaja, dia mengakhiri pembicaraan kami tentang cinta tepat waktu. Saat aku duduk, para murid masih mengobrol, dan walaupun aku tidak fokus mendengarkan mereka, aku masih bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Shimizu-san benar-benar mewarnai rambutnya menjadi hitam ya.”
“Apakah kau tahu alasannya?”
“Entahlah, aku juga bertanya pada temanku tapi mereka tidak tahu.”
Kedengarannya Shimizu-san menjadi topik utama. Murid dari kelas lain juga masuk ke kelas ini karena kelas seni di adakan bersama dengan dua kelas lainnya. Kabar perubahan Shimizu-san, di mana kabar ini sudah mereda di kelas kami, tapi ini adalah kabar baru untuk murid di kelas lain.
(Aku bertanya-tanya apakah Shimizu-san baik-baik saja?)
Aku diam-diam melihat ke arah Shimizu-san. Tempat duduk di kelas seni, kursi Shimizu-san diagonal di belakangku, Shimizu-san nampaknya tahu kalau ia menjadi bahan pembicaraan di kelas, mood nya terlihat jelek. Tapi aku tidak bisa bertanya sekarang karena tempat duduk kami cukup jauh. Ketika aku berpikir apa yang ingin aku lakukan, pintu kelas terbuka dan guru seni masuk ke kelas.
“Kalian terlihat lebih semangat hari ini. Aku akan memulai kelas seni hari ini, jadi tolong untuk diam sedikit sekarang.”
Sensei terlihat tidak begitu paham mengapa para murid terlalu berisik. Dia memulai kelas tanpa peduli hal itu.
“Hari ini, kalian membaca buku terlebih dahulu, dan setelah itu kalian akan mulai melukis. Aku akan mengatakan apa yang kalian lukis nanti. Sekarang, buka buku halaman 23.”
Sensei mulai menjelaskan lukisan yang ada di buku. Di kelas seni, murid-murid jarang di tugasi untuk membaca buku, dan kita hanya mendengarkan yang sensei katakan. Saat aku kehilangan konsentrasi pada sensei yang sedang menjelaskan, aku merasakan suatu kehadiran dan tatapan yang tajam di belakang. Aku memutar badanku perlahan-lahan agar sensei tidak tahu dan aku menemukan sumbernya. Itu adalah Shimizu-san, yang menatap tepat ke arahku ketika murid lainnya melihat buku mereka.
Aku memutar kepalaku ke buku milikku dengan cepat. Kelihatannya perasaan yang barusan itu berasal dari Shimizu-san. Tapi, kenapa aku yang ditatap oleh Shimizu-san?
(Ku pikir dia tadi menatapku, tapi mungkinkah Shimizu-san kebetulan saja menatap ke arahku?)
Aku sedikit bosan sekarang karena hanya mendengarkan sensei, dan aku paham mengapa dia mengalihkan pandangannya dari buku, secara kebetulan aku menolehkan kepalaku ketika dia melihat sekeliling.
Aku melihat ke belakang lagi untuk mengonfirmasi. Shimizu-san masih melihat ke arahku dengan matanya yang tajam. Mataku bertemu dengan mata Shimizu-san, lalu mata Shimizu-san melebar dan melihat ke arah yang lain.
(Aku tidak memiliki kesalahan, tapi kenapa Shimizu-san menatapku?)
Aku mencoba berpikir beberapa alasan yang logis. Satu-satunya percakapan yang aku lakukan dengan Shimizu-san hanya tentang kehidupan sehari-hari, dan Shimizu-san terlihat tidak berubah tadi pagi ketika kami berbicara. Yang terlintas di pikiranku adalah ketika aku dan Toshiya membicarakan tentang cinta tadi...
Mungkinkah Shimizu-san terbangun karena percakapanku dan Toshiya yang berisik, dan dia menjadi kesal padaku. Yah, alasan itu cukup untuk menjelaskan mengapa dia menatapku tadi.
(Aku bertanya-tanya apakah Shimizu-san benar-benar marah padaku?)
Aku melihat lagi ke belakang dan Shimizu-san meletakkan kedua tangannya di pipinya. Matanya melihat ke bawah, dan wajahnya terlihat lebih merah dari sebelumnya. Aku bingung, apa yang terjadi pada Shimizu-san saat kedua mata kami bertemu. Saat aku memikirkan hal ini, aku merasakan sedikit ketukan di kepalaku. Aku memutar kepalaku dan melihat sensei berdiri di depanku.
“Hei, Hondo. Kamu terlalu banyak menengok ke belakang. Ini memang bukan ujian, tapi setidaknya kau harus memperhatikan apa yang aku jelaskan.”
“Maafkan aku.”
Mendadak, ruang seni penuh dengan tawa. Sepertinya ketukan kecil di kepalaku barusan karena sensei mengetuk kepalaku dengan buku. Untungnya, sensei tidak marah karena ia terlihat sedikit tersenyum.
“Tidak masalah jika kau paham apa yang aku katakan, tapi berhati-hatilah selanjutnya. Sekarang kita sudah selesai membaca buku dan waktunya membicarakan model kita untuk melukis.”
Sementara aku memperhatikan Shimizu-san, penjelasan tentang lukisan sudah selesai sebelum aku sadar. Sensei kembali ke depan dan mulai menjelaskan.
“Hari ini, kalian akan berpasangan untuk menggambar satu sama lain.”
Ketika sensei mengatakan itu, murid dari kelas lain mengangkat tangannya.
“Sensei, bolehkah aku bertanya?”
“Ya? Apa itu? Katakan padaku.”
“Sensei bilang kami akan melukis berpasangan, apakah berpasangan dengan orang yang duduk di samping kami?”
Itu benar, sensei belum menjelaskan hal itu. Berpasangan dengan orang duduk di sampingmu adalah cara yang paling mudah untuk berpasangan. Sensei menggaruk-garuk kepalanya, terlihat sedang memikirkan hal itu.
“Sensei?”
Murid yang bertanya barusan, menunggu sensei menjawabnya, dan bertanya lagi.
“Oke, aku sudah memutuskannya. Kalian bebas berpasangan hari ini. Itu bisa teman kalian atau murid dari kelas lain. Saat kalian sudah berpasangan, tolong untuk duduk bersebelahan, semuanya bisa berdiri.”
Setelah sensei selesai berbicara, semua murid di ruangan seni berdiri.
“Kalian hanya punya waktu lima menit. Tolong manfaatkan waktu itu untuk berpasangan. Siapa yang belum berpasangan akan di paksa untuk berpasangan. Jadi, pegang alat kalian dan mulai berpasangan satu sama lain.”
Dengan kalimat barusan, para murid mulai berdiri serempak. Beberapa dari mereka memiliki teman di kelas ini dan mulai berpasangan, dan beberapa yang tidak kenal siapa pun hanya melihat sekitar. Aku adalah yang terakhir dan tentunya dalam masalah karena aku tidak tahu siapa yang akan berpasangan denganku.
(Di situasi ini, aku akan di pasangkan oleh orang yang tidak aku kenal.)
Saat aku berpikir bahwa itu tidak masalah, aku mendengar langkah kaki di belakangku. Aku memutar badanku dan melihat Shimizu-san tepat di depanku.
“Hei, Shimizu-san menatap Hondo sekarang. Apa yang akan dia lakukan pada Hondo sekarang?”
“Bagaimana aku tahu semuanya tentang Shimizu-san? Sedangkan aku berada di kelas yang berbeda dengannya. Mari menjauh dari mereka agar kita tidak terlibat.”
“Kau benar, Hondo, semoga tuhan memberkatimu.”
Murid lain di sekitar kami mulai menjauh dari kami sambil membisikkan sesuatu. Shimizu-san sepertinya tidak akan membuka mulutnya, aku memutuskan untuk bertanya sendiri.
“Apakah kau masih marah denganku Shimizu-san?”
“Marah? Apa maksudmu?”
Tampaknya, alasan dia menatapku sebelumnya bukan karena dia kesal karena aku membangunkannya ketika dia sedang tidur. Lalu, mengapa tadi ia menatapku? Yah, itu tidak jadi masalah selama dia tidak marah.
“Mungkin aku salah, jadi ada apa Shimizu-san?”
“...Hondo, apakah kamu sudah berpasangan dengan seseorang?”
“Aku belum memutuskannya, bagaimana denganmu Shimizu-san?”
“Belum juga.”
Percakapan itu berhenti. Aku bertanya-tanya apa yang ingin Shimizu-san katakan padaku. Aku melihat ke arah Shimizu-san. Dia menatapku beberapa waktu yang lalu, tapi sekarang dia benar-benar menatap ke arah yang berbeda, dan mata kami tidak bertemu.
“Hanya tersisa dua menit, bagi kalian yang belum berpasangan, harap cepat temukan pasangannya.”
Sensei mengingatkan kami. Tampaknya aku memiliki waktu yang lebih sedikit dari yang aku kira. Saat aku bertanya-tanya apa yang akan aku lakukan, aku melihat ke arah Shimizu-san dan sebuah pikiran muncul di benakku.
“Jika kamu belum berpasangan dengan orang lain, mengapa tidak berpasangan denganku saja?”
Aku pikir itu tidak masalah jika aku berpasangan dengan siapapun. Tapi aku senang jika berpasangan dengan Shimizu-san, yang aku kenal.
“Mengapa aku harus berpasangan denganmu..?”
“Kamu tidak mau?”
Yah, aku tidak punya pilihan lain. Lagipula waktuku tidak banyak, tapi aku akan mencari teman kelas yang lain.
“Tunngu, aku tidak bilang tidak mau. Aku butuh beberapa saat untuk menyiapkan diriku...selain itu, aku lebih memilih berpasangan dengan orang yang aku kenal daripada tidak.”
“Jadi, kamu ingin berpasangan denganku?”
“Ya, jika kamu bersikeras seperti itu?”
Yap, akan lebih baik jika dia setuju, tapi aku tidak ingat pernah memintanya untuk berpasangan denganku.
“Terima kasih, Shimizu-san.”
“Iya.”
Aku duduk di sebelah Shimizu-san. Posisinya sama seperti di kelas, jadi agak nyaman.
“Waktu selesai.”
Sensei melihat sekeliling kelas seni. Aku juga melihat sekitar, tapi aku tidak melihat siapa pun yang belum berpasangan.
"Sepertinya semua orang sudah berpasangan. Mari kita mulai. Kalian dapat memutuskan yang mana salah satu dari kalian akan menggambar duluan. Jangan terlalu lama, lakukan dengan cepat. Kalian punya waktu 30 detik. "
Sensei menepuk tangannya dan melihat lagi ke jam tangannya.
(Tl: Versi rambut blonde)
*
“Shimizu-san, apakah kau ingin menggambar duluan? Atau nanti?”
“Yang mana pun tidak masalah. Kamu bisa memilih yang kamu mau.”
Jujur saja, aku tidak keberatan dengan urutannya. Tapi jika Shimizu-san berkata seperti itu. Aku akan memutuskannya.
“Kalau begitu, bolehkah aku melukis duluan?”
“Iya.”
Sensei mengalihkan pandangannya dari jam. Sepertinya sudah lewat dari 30 detik.
“Kalian sudah memutuskannya? Yang menggambar pertama harap menyiapkan sketchbook-nya. Siapa pun yang menggambar berikutnya, pindahkan kursi kalian sedikit jauh dari meja sehingga kalian berhadapan dengan orang pertama yang menggambar. Kalian memiliki waktu sepuluh menit untuk menggambar. Orang yang di gambar harus dalam posisi yang nyaman karena kalian harus diam selama sepuluh menit. Ketika kalian siap, kita akan mulai.”
Ketika sensei selesai berbicara, beberapa murid ada yang menyiapkan sketchbook dan pensil, beberapa yang lain memindahkan kursi ke depan orang yang berpasangan dengan mereka dan berpose.
Aku membuka halaman kosong sketchbook dan mengambil pensil gambarku dari kotak pensil. Aku melihat kearah Shimizu-san, yang sudah duduk di depanku. Murid yang lain menaruh tangannya di atas lutut, Shimizu-san menyilangkan tangannya. Sebagai tambahan, dia juga menyilangkan kaki nya.
“Shimizu-san, apakah tidak masalah tanganmu di posisi seperti itu?”
“Lebih mudah seperti ini...apakah aku harus menaruh tanganku di atas lutut?
Shimizu-san berbisik sedikit cemas dengan suara yang hanya bisa kudengar.
“Jika itu lebih mudah untukmu, maka tidak masalah.”
“Baiklah, itu tidak masalah.”
Shimizu-san terlihat lega, Meskipun hal itu tidak terdengar dari suaranya.
“Sepertinya semuanya sudah siap. Mari mulai.”
Dengan aba-aba sensei, murid-murid yang menggambar pertama, termasuk aku, mulai menggerakkan tangan.
*
Aku memutuskan untuk menggambar outline kasar terlebih dahulu. Aku menatap Shimizu-san, Dia memiliki rambut hitam panjang, berkilau, indah, lengan dan kaki yang ramping, dan dia juga lebih tinggi dari gadis-gadis lain. Kakinya menyilang, secara alami menarik perhatianku pada kakinya yang panjang.
“Hei Hondo, tanganmu berhenti.”
“Ah, maafkan aku.”
Aku terkejut karena mendengar suara Shimizu-san. Aku begitu asyik menatap Shimizu-san, sampai-sampai tanganku tidak bergerak. Aku merasakan tatapan tajam yang lain. Mungkinkah dia sadar aku menatap kakinya terlalu lama.
Aku buru-buru melanjutkan menggambar sketsa. Aku bisa menyelesaikan sketsa kasar Shimizu-san kurang dari setengah batas waktunya. Tetapi, aku kehilangan beberapa detail karena menggambarnya terlalu cepat. Untuk menggambar salah satu bagian yang hilang, wajahnya, aku mengalihkan mataku ke wajah Shimizu-san.
(Shimizu-san adalah gadis yang sangat cantik...)
Matanya sipit dan bulu matanya panjang. Hidungnya, bibirnya, dan bagian tubuh di wajahnya benar-benar cantik, dan ku pikir siapa pun yang melihat wajahnya akan langsung berpikir kalau ia cantik, faktanya, yang aku dengar dari Toshiya, banyak laki-laki yang ingin berpacaran dengannya jika Shimizu-san memiliki kepribadian yang lebih baik lagi.
Ketika aku menatap wajah Shimizu-san untuk menggambar sketsa, Shimizu-san tiba-tiba memutar kepalanya ke samping.
“Shimizu-san? Aku sedang menggambar wajahmu sekarang, jadi tolong jangan bergerak.”
“Karena...kamu barusan...”
Aku bisa mengetahui dari gerakan bibirnya bahwa Shimizu-san sedang mengatakan sesuatu, tapi suaranya terlalu pelan jadi aku tidak paham apa yang ia katakan.
“Maaf Shimizu-san, bisa kau ulang sekali lagi?”
“Muu.”
Shimizu-san memalingkan wajahnya ke arahku dan protes dengan matanya. Ku pikir itu bagus menggambarnya sekarang karena dia sedang menatapku, tapi menurutku, Shimizu-san akan marah nanti jika aku menggambar wajahnya yang sedang cemberut.
“Pokoknya, wajahku harus di gambar terakhir, kamu juga banyak memiliki bagian lain yang harus di gambar.”
“Baiklah, aku akan menggambar bagian lain lebih dulu.”
Aku tidak begitu paham apa yang sedang terjadi, tapi Shimizu-san pasti memiliki alasannya sendiri. Aku tidak punya pilihan lain selain menggambar dari leher ke bawah. Aku sedikit menurunkan mataku ke bawah. Lebih rendah lagi dari kepalanya adalah lehernya, dan lebih rendah lagi adalah payudaranya. Tatapanku secara alami menatap payudaranya. Lengan Shimizu-san saat ini terlipat, dan payudaranya, dengan kehadiran yang kuat, bahkan lebih menonjol di posisi itu.
“H-hey Hondo. Kemana kamu melihat dengan begitu serius!”
Shimizu-san sadar ke mana aku melihat dan berteriak.
“Ke mana...? Sedikit di bawah lehermu.”
Aku tidak punya nyali untuk mengatakan kepadanya secara langsung bahwa aku sedang melihat payudaranya. Kemudian, Shimizu-san menggerakkan tangannya untuk menutupi payudaranya.
“Kenapa kamu melihatku dengan seperti itu?”
“Shimizu-san kan yang mengatakan padaku untuk tidak menggambar wajah duluan, jadi aku berpikir untuk menggambar sedikit di bawah wajahmu. Aku tidak bermaksud melakukan apa pun! Maafkan aku!”
Aku meminta maaf, itu berarti mengakui kesalahanku, tapi aku tidak bisa memikirkan cara lain untuk menangani situasi ini selain dengan meminta maaf. Aku meminta maaf setulus yang aku bisa.
“Apa kamu yakin tidak ada maksud apa pun?”
“Iya.”
“Bisakah kamu mengatakan bahkan tidak ada maksud satu milimeter pun?”
“Iya...tidak ada.”
“Baiklah...”
Kenapa Shimizu-san terlihat kecewa? Bukankah kamu seharusnya tidak nyaman mendapat tatapan jahat dari lawan jenis? Coba pikir lagi. Apakah aku benar-benar tidak merasakan apa pun saat menatap payudara Shimizu-san? Maksudku, jujur saja, aku sedikit gugup, karena itu adalah hal yang tidak terduga.
“Maaf, Shimizu-san. Aku berbohong.”
“Huh?”
“Ku bilang tadi aku tidak memiliki maksud apa pun, tapi sebetulnya, aku memilikinya, satu milimeter... atau mungkin dua.”
Aku menundukkan kepalaku pada Shimizu-san. Aku tidak ingin menyesali hal ini, jadi aku ingin meminta maaf pada Shimizu-san sekarang, meskipun dia akan marah padaku. Perlahan-lahan, aku mengangkat kepalaku dan melihat bahwa Shimizu-san sedang menatapku.
“Kamu melihatku... dan memikirkannya sedikit.”
“Uh, iya.”
“Y-yah, aku akan memaafkanmu kali ini. Aku juga sedikit gugup... jika kamu tidak menatapku dengan tatapan mata 'itu', kamu bisa melihatnya saat menggambar. Tapi ada syaratnya.”
“Apa itu?”
“Aku tidak akan bergerak, jadi gambarlah aku dengan benar...”
Shimizu-san berkata kepadaku dengan suara yang sedikit lebih pelan.
“Baiklah, serahkan saja padaku.”
Aku memutuskan menggambar Shimizu-san lebih serius lagi dengan waktu yang tersisa.
*
“Tiga menit lagi. Masih ada waktu tersisa, tapi siapapun yang berpikir sedikit terlambat harap sedikit lebih cepat.”
Sensei mengatakan waktu yang tersisa. Setelah percakapan tadi, aku membuat kemajuan yang bagus dengan sketsaku karena Shimizu-san tetap diam seperti yang dia katakan. Akhirnya, bagian yang belum aku gambar tersisa wajahnya.
“Shimizu-san, bolehkah aku melihat wajahmu sekarang?”
Aku bertanya padanya untuk memastikan. Aku sudah menggambar sketsa wajahnya secara kasar, jadi bahkan jika aku tidak melihat wajahnya, hasilnya sudah cukup bagus jika aku menggunakan waktu yang tersisa untuk menggambar wajah detailnya.
“O-oke, ayo mulai!”
Kelihatannya, Shimizu-san sudah mengambil keputusan. Meskipun aku masih tidak tahu mengapa dia harus begitu bertekad.
“Kalau begitu, aku akan mulai menggambarnya.”
Aku menatap wajah Shimizu-san. Wajahnya tegang dan matanya terlihat sipit dan siap untuk membunuh siapa pun yang menatapnya.
“Tolong untuk santai sedikit, Shimizu-san.”
Jika aku tidak mengatakan ini, aku akan berakhir menggambar Shimizu-san dengan tatapannya yang ganas dan mengerikan.
“Apa-apaan itu! Kamu mengatakan aku gugup?”
“Aku berpikir seperti itu sih...”
Aku tidak tahu mengapa wajahmu begitu tegang jika kamu tidak gugup.
“Tunggu sebentar.”
“Oke.”
Shimizu-san menutup matanya sebentar, kemudian melebarkan matanya lagi.
“Bagaimana dengan ini?”
“Tidak banyak berubah...”
“...Apakah kamu serius?”
“Aku sedang tidak berbohong saat ini.”
“Grrr.”
Wajah Shimizu-san terlihat frustasi.
“Fufu.”
“Apanya yang lucu? Aku mencoba untuk serius saat ini.”
Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak tertawa, tapi tampaknya Shimizu-san mengartikan keseriusannya sebagai sesuatu yang aku tertawakan. Aku harus menyelesaikan kesalahpahaman ini secepatnya.
“Maksudku, pada saat pertama aku bertemu denganmu, aku tidak ber-ekspektasi bahwa Shimizu-san bisa membuat banyak ekspresi. Aku senang aku mulai berbicara dengan Shimizu-san.”
“Ugh. Kamu......”
Wajah Shimizu-san berubah menjadi merah. Aku sebenarnya tidak ada maksud untuk mengatakan sesuatu yang memalukan.
“...Apakah kamu selalu berbicara seperti ini pada semua orang?”
Shimizu-san menatapku. Dia bertanya-tanya menurut dia apakah aku orang yang seperti apa?
“Bagiku untuk mengatakan hal seperti itu, Shimizu-san adalah orang yang pertama.”
“...Kalau begitu tidak apa-apa. Ayo mulai lagi. Tidak banyak waktu yang tersisa, gambar aku dengan cepat.”
Ketegangan di wajah Shimizu-san sudah hilang. aku bergegas untuk menggerakkan pensil sebelum ekspresinya berubah.
***
“Ini sudah sepuluh menit. Siapa yang menginginkan waktu tambahan?”
Aku melihat sekeliling ruangan seni. Tidak ada yang mengangkat tangan.
“Baiklah, sepertinya semua orang menyelesaikannya tepat waktu. Kalau begitu kita akan beristirahat sebentar. Kalian boleh beristirahat sebelum aku menyuruh kalian untuk melanjutkan menggambar.”
Dengan kalimat barusan, mendadak se-isi kelas berisik. Itu karena banyak murid yang berpasangan dengan orang yang mereka kenal, mereka mulai berbicara dengan orang yang dekat dengan mereka lebih dari biasanya.
“Kerja bagus, Shimizu-san.”
“Iya.”
“Terima kasih sudah menjadi modelku.”
Ada beberapa insiden barusan, tapi berkat kerja sama Shimizu-san, aku dapat menyelesaikan sketsanya tanpa masalah.
“...Uuh.”
“Kamu tidak apa-apa, Shimizu-san?”
Shimizu-san terlihat lelah. Kelihatannya menjadi model untuk sketsa lebih sulit dari yang aku pikir.
“Tidak apa-apa. Tunjukkan padaku gambarmu.”
“Oke. Ini dia.”
Aku memberikan sketchbook-ku pada Shimizu-san. Shimizu-san mengambil sketchbook-nya dan melihat ke halaman yang aku gambar barusan.
“Bagaimana menurutmu?”
Aku suka menggambar, meskipun tidak sebanyak anggota klub seni, dan aku menggambar sebisaku dalam sepuluh menit, tapi aku penasaran bagaimana gambarku menurut Shimizu-san.
“...Menurutku ini bagus. Dari pandanganku, itu mudah menyadari bahwa ini adalah aku.”
Aku lega mendengar kata-katanya. Aku harus meminta maaf jika Shimizu-san mengatakan gambarku tidak mirip seperti Shimizu-san.
“Terima kasih ya Tuhan. Aku senang kamu mengatakan hal itu.”
“Tapi, bisakah aku mengatakan sesuatu?”
“Apakah ada sesuatu yang mengganggumu?”
“Mengapa kamu men-shading pipiku?”
(Tl: Mencorakkan/memberi bayangan/warna)
Aku takut dengan apa yang ingin ditanyakan, tetapi syukurlah, buat yang ini, aku bisa menjawabnya.
“Ketika aku menggambar wajah Shimizu-san, wajahmu terlihat selalu merah, jadi aku sedikit men-shading nya.”
“Ah!?”
Shimizu-san menyentuh pipinya dengan kedua tangannya. Rupanya, dia tidak menyadarinya.
“...Hondo, jangan katakan ini pada siapapun.”
“Iya? Baiklah, oke.”
Kelihatannya, Shimizu-san tidak ingin siapa pun tahu. Aku akan menyimpan ini di ingatanku. Lagi pula, pada awalnya aku memang tidak ingin memberitahu ini pada siapa pun.
“Istirahat selesai. Selanjutnya, kalian akan bertukar model dan yang menggambar, kalian ada waktu sepuluh menit untuk menggambar. Bersiap.”
Mendengar suara sensei, para murid di ruangan seni sudah siap.
“Sekarang adalah giliranku untuk menjadi model. Apkah ada pose yang kamu ingin aku lakukan?”
“Pose seperti apa pun tidak masalah.”
Tidak ada instruksi yang harus berpose seperti apa, aku duduk di hadapan Shimizu-san dengan tangan di atas lutut.
“Apakah kalian sudah siap? Mari mulai.”
Aku menatap lurus ke mata Shimizu-san ketika sensei mengumumkan sesinya di mulai. Shimizu-san sadar dengan tatapanku dan menyembunyikan wajahnya di balik sketchbooknya.
“Shimizu-san?”
“Jangan menatapku dengan mata serius seperti itu...”
“Kamu masih tidak biasa dengan tatapanku?”
Pada akhirnya, Shimizu-san mulai membuat sketsa wajahku setelah kurang dari separuh waktu yang tersisa.
Post a Comment