NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V2 Chapter 4

Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena 


Chapter 4: Black Steel Cross dan First Step 


Di dalam gua sempit, suara benturan pedang bergema hebat. Terdengar pula lolongan serigala serta suara sesuatu yang runtuh.


Sejak insiden yang terjadi, Sarang Serigala Putih yang biasanya sepi mendadak dipenuhi pemburu dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Salah satu party yang hadir di sana adalah Black Steel Cross, salah satu dari party pendiri First Step.

TLN: lebih cocok pake First step daripada ashiat menurutku jadi yap fix pake itu kedepannya :v


Party ini beranggotakan enam orang, dengan rata-rata level anggotanya melampaui lima. Meskipun sebagian besar anggotanya masih berusia pertengahan dua puluhan, level mereka membuat mereka layak disebut sebagai pemburu berbakat di ibu kota kekaisaran.


Di antara mereka, pemimpin party Sven Anger, yang hampir mencapai level 7, dikenal sebagai salah satu pemanah terbaik di ibu kota kekaisaran dengan julukan Storm Archer.


Di kalangan pemburu, serangan jarak jauh biasanya dilakukan menggunakan sihir. Maka dari itu, profesi pemanah dianggap langka. Meskipun kekuatan serangan pemanah tinggi, keterbatasan jumlah anak panah membuat daya tahannya tergantung pada persediaan, sementara fleksibilitasnya tidak sebanding dengan penyihir (magus). Hal ini menjadikan profesi pemanah kurang cocok untuk eksplorasi treasure hall.


Namun, Sven tetap memilih busur sebagai senjatanya hingga mendapatkan julukan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas Black Steel Cross lebih terfokus pada pembasmian monster daripada eksplorasi treasure hall.


Sven berjalan di depan, diikuti rekan-rekannya yang mengenakan perlengkapan berat. Dua pendekar pedang dengan zirah hitam pekat, penyihir yang ahli sihir pelindung, penyihir yang bertugas menghancurkan musuh dalam skala luas, dan anggota baru mereka, Henrik, seorang ahli penyembuhan.


Meskipun lorong itu gelap, langkah mereka mantap tanpa ragu atau takut. Gelap, udara lembap, sensasi tajam yang khas medan perang, atau bahkan kemungkinan melawan musuh tangguh, semuanya adalah hal biasa bagi Black Gold Cross.


Tiba-tiba, Sven berhenti dan mengangkat busurnya. Anggota lainnya juga berhenti. Dengan gerakan alami, Sven mengambil sebuah panah panjang dari tabungnya, memasangnya ke tali busur, dan menariknya.


Busur panjang itu terbuat dari logam hitam yang tampak menyerap cahaya. Desainnya yang sederhana membuatnya terlihat kasar, namun memancarkan aura kekerasan yang menakutkan. Busur dan panahnya dirancang khusus untuk pemburu, dengan kekuatan dan ketahanan luar biasa. Busur itu begitu kuat hingga tidak dapat digunakan oleh orang biasa, sementara panahnya sangat besar, panjang, dan berat.


Saat busur ditarik hingga melengkung, terdengar suara berderit. Dari sudut lorong, muncul seekor Serigala Berzirah merah yang bergerak mendekat. Pada saat yang sama, Sven melepaskan panahnya.


Panah itu melesat seperti peluru, mengeluarkan suara angin yang berat. Tepat mengenai kepala Serigala Berzirah, menghancurkannya sepenuhnya. Tubuh monster itu sempat kejang beberapa saat sebelum lenyap ke udara, tanpa sempat mengeluarkan auman terakhir.


Sven mengambil kembali panah yang menancap di dinding tanpa berkata apa-apa dan melanjutkan langkahnya.


Jumlah phantom yang menghadang mereka tidak sedikit. Namun, setiap phantom, baik serigala merah maupun serigala berbulu perak, lenyap tanpa sempat melawan, terkena panah pertama Sven yang menghancurkan kepala mereka.


Black Steel Cross memang unggul dalam memburu monster, meskipun itu tidak berarti mereka buruk dalam mengeksplorasi treasure hall. Terlebih lagi, Sarang Serigala Putih bukanlah treasure hall yang dipenuhi jebakan berbahaya atau dikelilingi banyak phantom. Ini membuatnya menjadi medan yang relatif mudah bagi mereka.


Anggota party tampak santai meskipun berada di medan perang. Hanya Henrik, anggota baru mereka, yang masih terlihat tegang.


Saat mereka mencapai pertengahan peta, Sven berhenti dan berkata santai, 


“Hmm, levelnya memang naik, tapi sejauh ini tidak ada yang aneh.”


“Sepertinya pemburu lain yang datang lebih dulu juga tidak menemukan apa-apa,” sahut Marietta, penyihir party itu, dengan santai.


Ada sesuatu yang jelas tidak normal, tetapi penyebabnya belum diketahui. Tidak ada tanda-tanda keanehan yang mencolok.


Sebagai party yang spesialis dalam pertempuran, kemampuan investigasi Black Steel Cross tidak lebih baik dari party lainnya. Namun, eksplorasi mendetail seharusnya dilakukan oleh peneliti khusus, jika memang diperlukan.


Di tengah percakapan santai itu, Henrik dengan ragu menyela,


“Sven, bukankah seharusnya kita tidak perlu menerima misi ini?”


“Hmm… yah, karena kita sudah diminta...” jawab Sven sambil menggaruk pipinya.


Mereka menerima misi ini karena kebetulan berada di cabang Asosiasi Penjelajah di ibu kota kekaisaran. Tidak ada kewajiban untuk menerimanya, tetapi karena waktu memungkinkan dan permintaan datang langsung dari Gark, kepala cabang asosiasi, mereka tidak punya alasan untuk menolak.


Henrik tampak tidak puas, merasa bahwa partynya hanya dimanfaatkan. Sven mencoba menenangkannya.


“Anggap saja ini latihan eksplorasi. Lagi pula, aku sudah bilang sebelumnya, kau boleh tinggal di ibu kota kalau mau.”


“...Tidak mungkin. Aku kan juga bagian dari party ini,” jawab Henrik tegas.


Seorang pemuda meluruskan punggungnya, dan seorang swordsman pendiam yang menjaga bagian belakang memukul punggungnya.


Henrik yang terbatuk-batuk memicu tawa di antara anggota kelompok.


“—Ugh, ugh... tapi, rasanya seperti kita ini hanya membersihkan kekacauan sang Master...”


“Membersihkan kekacauan...? Hmm... yah, Henrik, kau akan mengerti suatu saat nanti.”


Sven menunjukkan senyum liar pada wajah Henrik yang tampak masih ingin mengatakan sesuatu.


Setelah itu, eksplorasi berjalan lancar tanpa banyak kesulitan. Jika dibandingkan dengan monster atau phantom yang biasanya mereka hadapi, musuh kali ini jauh lebih lemah. 


Satu-satunya yang perlu mereka waspadai hanyalah bos yang kabarnya telah mengalahkan seorang Pemburu level 5. Namun, tampaknya bos tersebut belum muncul, mungkin karena telah dikalahkan oleh Zetsuei.


Tidak ada yang aneh, ya... tetapi...


Performa party mereka sangat baik. Bahkan Marietta, yang memiliki kemampuan penghancuran area terbaik di party, masih bisa menahan diri. Tidak ada sinyal bahaya dari party lain yang bertugas menjelajahi jalur berbeda dalam ruang harta karun itu.


Namun, fakta bahwa situasi terlalu tenang membuat Sven merasa tidak nyaman.


Saat mereka terus melangkah dengan hati-hati dan mencapai separuh perjalanan menuju ruang bos, tas yang tergantung di pinggang Sven tiba-tiba bergetar. Dia segera berhenti, mengambil sebuah batu hitam dari dalam tasnya.


Foot Step adalah klan besar. Perbedaan paling mencolok antara klan ini dengan klan lainnya adalah struktur organisasinya yang sangat tinggi. Tidak seperti klan lain yang lebih mirip perkumpulan party-party independen, Foot Step mempekerjakan banyak staf administratif di samping para Pemburu. Ini adalah ciri yang jarang ditemui, mengingat kebanyakan Pemburu tidak suka diatur.


Batu hitam yang dipegang Sven disebut Kyōon-seki (Resonance Stone), sebuah artefak khusus. Batu ini ditemukan berpasangan, dan kata-kata yang diucapkan ke salah satu batu akan terdengar melalui pasangannya. Meski penggunaannya membutuhkan latihan khusus dan batu ini sangat mahal, alat ini luar biasa berguna sebagai alat komunikasi.


Batu yang dimiliki Sven adalah hasil konsultasi dengan Black Steel Cross dan telah diletakkan pasangannya di markas klan untuk komunikasi darurat. Batu ini sangat berharga, dan bahkan jika berhasil masuk ke pasar, batu semacam itu hampir selalu langsung terjual. Batu milik Sven diperoleh melalui berbagai koneksi.


Ketika Sven mendekatkan batu itu ke telinganya, ekspresinya perlahan mengerut. Percakapan yang terjadi hanya singkat.


“Baiklah, aku mengerti. Terima kasih.”


Dia menyimpan kembali batu yang kini kehilangan dayanya, lalu berbalik untuk melihat rekan-rekannya yang sedang berjaga.


“Kita akan keluar dari sini. Situasinya berubah. Sesuai instruksi Krai, Foot Step akan mengirim bala bantuan. Berhati-hatilah dengan slime. Beritahu party lainnya, dan tiup peluit evakuasi.”


“Eh? ...Eh?”


“Dimengerti.”


Salah satu swordsman meniup peluit tanpa memperhatikan kebingungan Henrik. Suara tajam yang menandakan keadaan darurat menggema di dalam gua.


“Heh, tolonglah, Black Steel, jangan bercanda...”


Seorang pria pemburu berambut cokelat dengan mata melotot memandang Sven dengan wajah masam. Dia adalah anggota party lain yang bertugas menyelidiki Sarang Serigala Putih dari jalur berbeda.


Sven mengenali pria itu dari perkenalan sebelumnya: Gain, seorang swordsman level 5. Meskipun kata-kata dan perilakunya tidak terlihat baik, fakta bahwa dia dipilih untuk misi ini menunjukkan kemampuan tempurnya yang luar biasa.


Di pintu masuk Sarang Serigala Putih, tempat phantom penjaga telah dimusnahkan, suasana tegang melingkupi ruang yang kosong. Ketegangan itu berasal dari para Pemburu yang telah keluar setelah mendengar tanda bahaya yang ditiup oleh Sven.


Gain berbicara lantang, 


“Jadi maksudmu apa? Kau memutuskan untuk meniup peluit darurat hanya berdasarkan pesan dari seseorang di kota, padahal tidak ada tanda bahaya di sini?”


“Ya.”


Tatapan penuh permusuhan, pengamatan, ejekan, bahkan kekaguman mengarah padanya. Meskipun mendapat banyak perhatian dari para pemburu yang bersenjata lengkap, ekspresi Sven tetap tidak tergoyahkan.


Jawabannya yang tegas membuat suasana gaduh. Gain yang menggertaknya bahkan ikut berkerut.


Black Steel Cross adalah party terkenal. Beberapa pemburu mungkin mengejek pendekatan mereka yang terlalu hati-hati karena setiap anggota memiliki kemampuan penyembuhan. Namun, hasil tidak bisa dibantah. Mereka mencapai level tinggi tanpa kehilangan satu anggota pun, sebuah pencapaian yang sangat dihormati.


Namun, hal ini tidak ada hubungannya dengan situasi saat ini. Dalam misi gabungan yang melibatkan party-party dengan level dan aliansi berbeda, tindakan yang bisa menyebabkan kekacauan harus dihindari sebisa mungkin.


Gain mendecakkan lidahnya, menatap Sven dengan tajam, lalu memandang para pemburu lainnya.


Melihat reaksi sekitarnya, Sven mengangkat bahu.


“Ya, kau benar.”


Gain tampak terkejut, matanya melebar. Wajahnya berubah merah marah. Dia maju selangkah, nyaris seperti hendak menyerang, tetapi Sven menghela napas dalam-dalam.


“Kasihan sekali.”


“Apa!? Apa maksudmu!?”


“Aku akan mengatakannya lebih dulu: kami meniup peluit ini karena belas kasihan.”


Melihat wajah-wajah marah di sekitarnya, Sven melanjutkan dengan suara tenang.


Dari kedalaman gua, suara lolongan serigala bergema. Apakah mereka mencoba mengintimidasi para penyusup—Sven dan kelompoknya—yang tiba-tiba menghilang? Bagi Sven, lolongan itu terasa seperti pertanda sesuatu yang akan datang.


“Kalau orang-orang dari anggota Duka Janggal, mereka tidak akan peduli. Krai pasti bakal bilang semuanya baik-baik saja. Liz atau Luke? Mereka bahkan tudak akan peduli. Kalau Sitri, malah mungkin bakal nyuruh kalian maju duluan. Tapi kami ini, walaupun bagaimana pun juga, seorang healer. Membiarkan korban jiwa dan luka-luka yang bisa diprediksi? Itu bertentangan dengan ‘prinsip’ kami.”


Bagi para pemburu, tanggung jawab ada pada masing-masing. Mereka biasanya bekerja sama dalam keadaan darurat, tapi memberikan peringatan sampai harus menerima cercaan? Itu bukan keharusan. Namun, Sven tetap melakukannya.


Dia sudah memprediksi situasi ini sebelumnya. Itulah sebabnya dia tetap tenang, bahkan saat dicerca. Bersandar pada pohon, menginjak rerumputan yang tumbuh di tanah, Sven melanjutkan:


“Anggota klan kami akan datang dalam jumlah besar sebentar lagi. Melanjutkan penyelidikan setelah itu tidak akan terlambat. Kalau kalian memang mau mati, silakan saja. Kami akan menunggu di sini.”


“...Tch.”


“Imbalan besar juga tidak ada gunanya kalau kalian mati. Informasi ini gratis untuk kalian. Beruntung sekali.”


Permintaan penyelidikan biasanya datang dengan imbalan tertentu, tapi informasi berharga bisa memberi tambahan imbalan besar. Situasi ini sering kali menciptakan persaingan di antara pemburu.


Gain menggigit bibirnya. Imbalan tambahan itu terlalu besar untuk diabaikan. Tapi sejak sebelum Black Steel datang, mereka belum mendapatkan informasi berharga apa pun. Melanjutkan penyelidikan mungkin tidak akan membuahkan hasil.


Meski begitu, jika mereka hanya menunggu di sini sementara party dari klan Foot Step datang dalam jumlah besar, tingkat persaingan akan semakin meningkat.


Sebagai pemburu, Gain juga memiliki keserakahan lebih dari rata-rata. Dan saat ini, dia tidak melihat risiko besar dalam situasi tersebut. Para pemburu lainnya saling berpandangan dengan ragu, berpikir hal yang sama.


Peringatan itu seharusnya cukup untuk ditertawakan. Tapi fakta bahwa yang memberi peringatan adalah anggota party terkenal membuat mereka ragu.


Salah satu pemburu, tak tahan dengan keheningan, akhirnya membuka mulut.


“Yang muncul di sini adalah serigala... Mana mungkin ada slime! Dan kalaupun ada, itu bukan masalah! Party kami punya mage!”


Kemungkinan slime muncul? Semua orang akan menjawab nol. Kalaupun bukan nol, kemungkinannya sangat kecil hingga nyaris mustahil. Seharusnya tidak perlu dipertimbangkan.


Mendengar itu, Sven menghela napas berat sebelum berbicara.


“Aku tidak akan lupa. Dulu, waktu First Step baru saja didirikan, ada kejadian ini. Krai... klan master kami... pernah mengajak kami melihat bunga di luar kota.”


Raut wajah serius Sven membuat suasana mendadak sunyi.


Gain, yang tadi menggertak sambil menggertakkan gigi, kini menatapnya. Di belakang Sven, anggota Black Steel Cross tampak menunjukkan ekspresi masam. Hanya Henrik, anggota baru, yang tampak bingung dan menatap wajah rekan-rekannya.


“Dia bilang, kalau kita pergi bersama-sama, kita tidak perlu menyewa pengawal. Karena di luar, dia Cuma bilang, ‘Jangan lupa bawa senjata.’”


“...? Apa maksudmu?”


“Dan sekarang tempat itu... berubah menjadi Treasure Palace.”


“!?”


“Mungkin ada yang ingat. Karena gempa bumi, ‘alur energi bumi’ bergeser sedikit. Pergeserannya kebetulan terjadi tepat di tempat kami melihat bunga. Kalian pernah lihat momen munculnya Treasure Palace? Pemandangannya luar biasa. Seperti neraka muncul di dunia ini. Yah, kalian mungkin tidak akan pernah melihatnya lagi.”


Tak ada yang bisa berkata apa pun.


Sebagai pemburu, mendapatkan informasi tentang Treasure Palace adalah hal mendasar. Kemunculan Treasure Palace itu pernah menjadi berita besar. Siapa pun yang mendapatkan permintaan penyelidikan pasti tahu tentang tempat itu.


Dekat ibu kota, Treasure Palace itu hampir mustahil ditaklukkan karena lingkungannya yang sangat buruk.


Gain, dengan wajah tercengang, bertanya terbata-bata.


“Jangan-jangan... Apa itu Garden of Flowers?”


Treasure Palace itu hanya butuh tiga tahun untuk diakui sebagai tingkat 7, yang terburuk di dekat ibu kota. Baru-baru ini, Ark Rodin berhasil menaklukkannya, dan itu menjadi berita besar. Tapi berapa banyak pemburu yang cukup mampu untuk mencobanya?


Seiring waktu, rumor menyebar di dalam klan. Awalnya, semua menganggapnya omong kosong. Tapi seiring bertambahnya prestasi mereka, rumor itu perlahan menjadi lebih dipercaya.


“Senepn Banka bisa... melihat masa depan.”


“Itu... omong kosong.”


Gain menatap Sven, tak percaya pada kata-katanya.


Kemampuan misterius untuk memprediksi hal yang tidak mungkin diperkirakan, dengan akurasi sempurna.


‘Ujian seribu cobaan’ yang tiba-tiba itu menjadi sesuatu yang ditakuti oleh para anggota klan.


“Katanya, dia punya Relic seperti itu. Meski hanya rumor, dan dia sendiri membantahnya... aku Cuma percaya pada apa yang kulihat. Itu sebabnya aku beli Resonant Stone dengan harga mahal. Demi mendapatkan informasi secepat mungkin. Informasi ini tidaklah murah.”


Sven tahu. Anggota Duka Janggal, yang begitu bebas, seenaknya, dan sering menyerang siapa pun, hanya mendengarkan Krai.


Itu alasan yang cukup untuk waspada.


“Keberanian saja tidak akan cukup untuk menjadi pemburu.”


Keheningan menyelimuti tempat itu. Sven tersenyum tipis dan berkata dengan nada lantang:


“Yah, aku sudah bilang alasannya. Ingat, Senpen Banka biasanya tidak akan ikut campur. Kalau masih mau maju, silakan saja.”


“...Tch. Berapa lama sampai bantuan datang? Kalau aku terlihat malas, itu akan jadi masalah.”


Gain mengumpat sambil duduk di tanah.



Waktu yang tenang mengalir di ruang Master Klan. Dengan banyak anggota yang telah pergi menuju ruang harta, suasana di rumah klan yang biasanya cukup ramai terasa lebih sunyi dari biasanya.


“Hei, Krai-chan? Kapan kita pergi? Apa sih urusannya? Aku sudah siap, loh! Ayo, cepat dong?”


Di tengah suasana itu, hanya Liz yang terlihat sibuk mondar-mandir di sekitarku. Dia menyelinap ke balik meja, menyeruput kopi yang diseduhkan Eva, memelukku dari belakang, dan terus saja menempel, tanpa bisa tenang.


Sementara itu, Tino duduk rapi di sofa, berusaha menjaga kesopanan, meskipun terlihat gelisah karena tingkah gurunya yang aneh.


Liz, yang menyadari tatapanku yang datar, tersenyum tanpa rasa bersalah dan berkata,


“Maaf ya? Soalnya sudah lama tidak keluar bareng Krai-chan.”


“Ah, tidak apa-apa.”


Aku tahu dia sangat menantikan ini, tapi sayangnya aku tak berniat memberikan Liz kesempatan untuk mengamuk.


Gaya bertarung Liz yang brutal bahkan jarang disukai oleh para pemburu berpengalaman. Jika sampai dia dilihat oleh pemburu lain saat operasi bersama, reputasi kami pasti akan makin hancur.


Liz sepertinya tak akan peduli, tapi aku tak mau memperburuk nama baik kami lebih jauh lagi.


Tanpa memedulikan isi kepalaku, Liz bersuara lembut sambil bergetar penuh semangat, matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.


“Aaah... waktu itu aku belum bisa menunjukkan kemampuan asliku. Rasanya menyenangkan bisa bertarung di depan Krai-chan. Lihat baik-baik, ya?”


“Iya, iya, aku pasti melihatnya kok.”


Aku sudah melihatnya. Itu lebih dari cukup.


Sejak masa pelatihan dulu, Liz punya kebiasaan memamerkan hasil latihannya kepadaku. Awalnya aku memuji dengan tulus, tapi lama-lama gerakannya begitu cepat hingga aku tak bisa melihat apa-apa lagi.


Kupikir dia sudah bosan melakukannya, ternyata aku salah.


“Te-tetapi, Nee-chan... apa benar ruang harta itu akan muncul lawan selevel denganmu? Maaf, maaf! Aku tak bermaksud mengganggu!”


Saat Tino mencoba menyela, tubuhnya langsung bergetar di bawah tatapan tajam Liz.


Liz benar-benar sulit diprediksi. Padahal aku tidak merasa terganggu.


Aku mengusap punggung tangannya untuk menenangkannya. Liz mendesah kecil, tampaknya puas.


“Tino, jangan bicara yang tidak-tidak, ya? Mana mungkin urusan Krai-chan itu remeh? Level ruang harta itu sama sekali tidak jadi masalah. Berhenti mengira-ngira maksudnya Krai-chan, oke?”


Entah kenapa, ekspektasi Liz makin lama makin tinggi. Ini mulai berbahaya.


Seperti yang kalian tahu, aku adalah penganut paham damai...


“Bagaimana kalau kita kencan saja?” tanyaku santai.


“!! Kencan!? Mau!! Itu bukan hal remeh, tahu!”


Hanya berjalan-jalan di kota, pantaskah itu disebut kencan?


Meskipun aku baru saja mengajaknya dua kali dalam waktu dekat, suara Liz begitu penuh semangat, wajahnya merona, dan matanya berkilauan seolah-olah dia baru saja memenangkan lotre.


Di sisi lain, Tino, yang terus-menerus diabaikan, tampak menunduk malu karena perbedaan perlakuan itu.


Liz yang suasana hatinya mudah berubah memang sering memperlakukan muridnya berbeda-beda. Yah, anggap saja ini jadi pelajaran buat Tino.


Sebagai teman masa kecil Liz, aku hanya bisa merasa bersalah atas kelakuannya.


“A-anu, Master... Bukankah Master punya urusan lain—eek!”


“Liz, jangan suka menakuti orang, dong. Kasihan Tino.”


“Aku tidak menakutinya, kok. Dia sendiri yang takut. Lagipula, Tino yang baik pasti tidak mungkin membuatku marah, kan? Benar, Tino?”


“……!!”


Jelas sekali dia takut. Liz, bisakah kau sedikit lebih tenang seperti Sitri?


Aku mengusap lengannya, mencoba menenangkan pikiranku.


Kata-kata Tino sebenarnya masuk akal. Aku mulai merasa malas, tapi karena sudah bilang akan pergi, aku harus menepatinya. Meski begitu, waktu keberangkatan yang tepat cukup sulit ditentukan.


Kulirik jam dinding. Masih terlalu pagi, rupanya.


Ada banyak hal yang perlu dilakukan, termasuk mencari slime. Rasanya seperti ingin muntah saat memikirkan semua pekerjaan yang tak bisa kuselesaikan sendiri.


Fakta bahwa semua ini akibat ulahku sendiri makin menambah kepahitannya. Mungkin aku harus jujur saja ke Eva soal Sitri Slime dan meminta bantuannya.


Pikiranku berputar-putar. Aku menyandarkan tubuh ke kursi, mencoba mengusir rasa frustrasi. Rasanya aku ingin sujud minta maaf pada semuanya.


Seandainya anggota Duka Janggal lainnya ada di sini, mungkin aku akan merasa sedikit lebih tenang.


“Kenapa? Krai-chan kelihatan cemas.”


“Ah, tidak apa-apa. Aku kelihatan cemas, ya?”


“Iya! Kalau mau, aku bisa mendengar keluhanmu.”


Sepertinya ekspresiku cukup parah sampai-sampai Liz merasa perlu memerhatikanku.


Sebagai pemimpin, aku harus bisa menjaga wibawa agar anggota lain merasa tenang.


“Ee.. tidak, aku Cuma mikir apa yang sedang dilakukan semua orang. Terutama Sitri. Dia jauh lebih lambat dari yang aku kira.”


Sitri dan slime-nya jadi masalah tersendiri. Untungnya, Liz sudah lebih dulu kembali dari eksplorasinya. Dengan adanya dia, pikiranku jadi sedikit lebih tenang.


“Hm~ Krai-chan memang baik. Tapi kalau menurutku, lebih baik mereka tidak cepat-cepat pulang, sih.”


Liz berbicara dengan nada genit, lalu tiba-tiba aku merasakan tekanan di belakang kepala, dan tangannya mulai menyelinap ke bawah kerahku.


“Sudah lama tidak bisa santai kayak gini. Aku mau menikmati waktu berduaan lebih lama, deh... Kalau Sitri ada, dia pasti akan mengganggu.”


Sebenarnya dia tidak pernah mengganggu, dan aku sudah menghabiskan banyak waktu dengan Liz. Tapi kalau itu membuatnya senang, aku tidak keberatan.


Namun, ini bukan sesuatu yang pantas dilakukan di depan murid.


Saat hendak menegur Liz, gerakan tangannya tiba-tiba terhenti.


“Hm? Apa ini? Apa sudah selesai? Dari tadi kamu sering lihat jam, ya?”


Liz bergumam hal-hal yang sulit dimengerti. Sudah selesai...?


Apakah dia merasakan sesuatu? Liz adalah seorang thief, dan mendeteksi keberadaan dari kejauhan adalah keahliannya.


Kalau "sudah selesai," mungkinkah itu berkaitan dengan investigasi? Tetapi, rasanya mustahil dia bisa mengetahui keadaan Sarang Serigala Putih dari sini. Lagi pula, tambahan anggota baru saja dikirim ke sana. Meski begitu, aku tidak dapat memikirkan hal lain yang masuk akal.


Tentu saja, kalau ini berarti salah satu kekhawatiranku berkurang, aku sangat bersyukur.


Anggota partyku benar-benar luar biasa. Dengan aku yang tidak berguna ini, kurasa kami menciptakan keseimbangan yang sempurna.


Sambil memikirkan hal-hal kecil seperti itu, aku tanpa sadar tersenyum. Namun, tepat pada saat itu, pintu terbuka perlahan.


“──Aku pulang.”


...Hah?


Suara yang terdengar adalah sesuatu yang sama sekali tidak aku duga.


Suaranya lembut, tenang, dan nyaman didengar. Liz mengerutkan alisnya dan menghela napas panjang dengan wajah jengkel.


"Cepat sekali. Kenapa kau pulang sendirian? Tidak perlu buru-buru. Lagi pula, tugasmu itu kan persiapan dan membereskan semuanya, bukan?”


"Sudahlah, Onee-chan tidak pantas bicara begitu. Onee-chan sendiri meninggalkan party dan pulang sendirian lebih dulu.”


Orang yang baru datang itu mengenakan mantel luar berukuran besar dengan warna polos yang menyembunyikan lekuk tubuhnya. Sebuah tas punggung abu-abu besar, yang dirancang agar tidak mudah terlihat kotor, tergantung di punggungnya. 


Rambutnya berwarna sama seperti Liz, dipotong rapi hingga sebatas bahu. Matanya yang sedikit sayu, dipadukan dengan poni yang menggantung ringan, memberikan kesan lembut dan ramah pada penampilannya.

Dia tidak membawa senjata karena perannya memang bukan untuk bertarung.

Bertingkat pengakuan Level 2. Seorang Alkemis.

Komandan party Wailing Phantom. Perannya adalah pengumpulan informasi, persiapan, dan penanganan akhir.

Namanya Sitri Smart.

Gadis yang selama ini aku nantikan akhirnya ada di hadapanku.


Jika Liz adalah matahari, maka Sitri adalah bulan. Dia tidak memiliki kecerahan mencolok seperti bunga yang sedang mekar, tetapi ada kecantikan yang tenang pada dirinya.


Sitri melepaskan tas punggung besarnya, menatapku, lalu tersenyum.


“Maaf merepotkanmu, Krai-san.”


“...Ah, selamat datang kembali, Sitri.”


Pikiranku mulai kembali bekerja. Untuk saat ini, aku meletakkan semua pertanyaan di samping dan, tanpa sadar, ikut tersenyum melihat senyumnya.


“Aku merasa ada firasat buruk…”


Sang intelektual dari party Duka Janggal menjawab pertanyaanku dengan suara kecil.


Sebagai seorang alkemis, Sitri Smart memiliki kecerdasan luar biasa. Tidak seperti kakaknya Liz, yang lebih suka bertindak daripada berpikir, Sitri selalu bertindak dengan perencanaan matang. Dialah yang selama ini menopang party Duka Janggal yang cenderung spontan dan sering tidak terencana.


Kemampuan tempurnya sendiri, memang, hanya sedikit lebih baik dariku—itu sudah merupakan takdir para alkemis. Namun, kecerdasannya lebih dari cukup untuk menutupi kekurangan itu.


Liz memandang Sitri dengan wajah tidak senang, sementara Tino bersembunyi di balik sofa.


“Aku merasa sesuatu yang besar akan terjadi. Sesuatu yang sangat buruk… Aku merasa kehadiranku dibutuhkan. Karena itu, aku meminta izin untuk pulang lebih dulu. Tapi ini bukan karena aku ingin bertemu denganmu seperti Onee-chan—eh, tentu saja aku juga ingin bertemu, tapi… itu bukan alasannya, Krai-san. Benar, kan?”


Sitri memang memiliki intuisi yang luar biasa tajam. Aku belum pernah bertemu orang lain dengan insting sebaik dia. Dunia yang dia lihat, tampaknya berbeda dari yang kulihat.


Pengetahuannya yang luas, dikombinasikan dengan pemikirannya yang unik, telah dipuji oleh banyak lembaga akademik. 


Kecepatan berpikirnya, yang tajam dalam arah berbeda dari kakaknya, membuatnya disebut sebagai jenius. Pernah suatu waktu, dia bahkan dianggap sebagai alkemis yang paling dekat dengan pencapaian tertinggi—Batu Filsuf.


Dan berdasarkan pengalamanku sejauh ini, firasat Sitri, terutama untuk hal-hal buruk, hampir selalu tepat.


Dia meremas lengan bajunya dengan kuat, sesekali melirik kakaknya dan Tino.


“Musuh yang kuat… musuhku. Kita harus menghancurkannya sebelum mereka semakin kuat. Krai-san.”


Apa ini… dia mengetahuinya? Tentang slime itu, dia tahu?


Namun, ini bagus. Sitri selalu datang di saat yang tepat. Sekarang, aku bisa meminta bantuannya lagi.


“...Liz, Tino. Maaf, tapi bisa kalian tinggalkan kami sebentar? Aku perlu bicara serius dengan Sitri.”


“Ehhh!? Tidak mau! Aku juga ingin mendengarnya!”


“Onee-chan, ayo kita tinggalkan mereka. Ini permintaan Master.”


Dengan keberanian Tino, Liz yang mendengus kesal akhirnya ditarik keluar ruangan. Nanti aku akan mentraktir mereka es krim.


Saat ini, hanya ada kami berdua di ruangan itu. Sitri, yang masih tersenyum dengan tenang meskipun sudah memahami situasi, membuatku merasa sedikit lega. Lalu aku mulai menjelaskan semua masalah rumit yang terjadi akhir-akhir ini.


Sitri memejamkan mata, tenggelam dalam pikirannya.


Dulu, dia adalah seorang gadis pendiam yang selalu sibuk membaca buku.


Meski warna rambut dan matanya sama seperti Liz, banyak perbedaan di antara mereka. Sitri sedikit lebih tinggi, dadanya lebih besar, kulitnya lebih cerah karena tidak pernah terbakar matahari, dan wajahnya terlihat lebih lembut. Meski begitu, mereka tetap terlihat seperti kakak-beradik.


Setelah beberapa menit diam, dia tampak menyusun pikirannya. Saat sudah selesai, dia tersenyum cerah sambil sedikit membungkukkan kepala. Tapi matanya bersinar tajam, seperti mata Liz.


“Maaf, ini di luar dugaanku. Tidak kusangka slime itu tumbuh sejauh ini… Padahal aku sudah menutupnya dengan kapsul dari logam terkuat…”


“Hm? Tumbuh?”


“Kecepatan evolusi slime—kemampuan adaptasi lingkungannya adalah salah satu yang terbaik di antara semua makhluk hidup. Slime yang kupercayakan padamu itu, seperti yang kau tahu, sudah dimodifikasi untuk mengembangkan kemampuan tersebut… meski itu hasil percobaan gagal.”


Seperti yang aku tahu? Aku tidak tahu apa-apa soal ini.


Seorang alkemis, pada dasarnya, adalah seorang ilmuwan. Keinginannya untuk mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahui jauh lebih kuat daripada Liz. Bahkan ketika aku mengungkapkan kesalahan fatal yang telah kulakukan, dia tetap tenang dan tersenyum lembut.


Mungkin, baginya, fakta bahwa aku membiarkan slime itu lolos masih dalam batas yang dia perkirakan.


“Jadi pertumbuhan itu memungkinkan slime keluar dari kapsul logam tertutup?”


“Ya. Kemungkinannya memang ada, tapi ini di luar ekspektasi…”


Kenapa dia memberiku sesuatu seperti itu? Bukannya menyimpannya sendiri? Aku berpikir begitu, tetapi memilih untuk tidak mengatakannya. Rasanya, slime itu lebih mungkin lolos karena kesalahanku sendiri daripada menembus kapsul itu.


Aku membawa Sitri ke kamar pribadiku. Di dalamnya, harta sihir tersusun rapi, begitu pula dengan tempat tidurku.


Alih-alih langsung memeriksa lemari penyimpanan tempat slime itu disimpan, Sitri justru memeriksa setiap sudut ruangan sambil berjalan perlahan.


Sebenarnya aku sudah memeriksa kamar ini dengan teliti, tapi…


Sambil memeriksa, dia bergumam dengan suara lembut. Itu tanda bahwa dia sedang berkonsentrasi.


“Meskipun kapsul itu ditembus, lemari penyimpanan Krai-san seharusnya tidak bisa dibuka oleh slime. Fort Space memiliki perbedaan fase ruang antara bagian dalam dan luar. Untuk mengatasi itu melalui evolusi fisik saja akan memakan waktu yang sangat lama. Lagi pula, slime itu tidak punya bahan yang cukup untuk meningkatkan kecerdasannya sehingga bisa membuka dari dalam. Untuk mendapatkan kemampuan menembus materi, slime itu juga membutuhkan waktu sangat lama untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Kemungkinan yang bisa kuterima adalah slime itu hanya dapat menembus logam kapsul yang terbuat dari Metalim Alloy.”


“...Singkatnya?”


“Kemungkinan besar, slime itu bersembunyi di luar kapsul saat Krai-san membuka lemari, lalu melarikan diri. Benar, kan?”


Sitri tersenyum manis sambil menyatukan kedua tangannya, seperti menunggu konfirmasi atas jawabannya.


Aku tidak tahu. Jangan tanyakan itu padaku…


Apa? Tunggu, apa maksudnya? Jadi, waktu aku mencoba mengambil kapsul itu dan memasukkan tangan ke dalam, isinya sudah bebas bergerak di dekatku? Memang benar, bagian dalam brankas itu gelap, dan saat itu aku panik. Tidak mustahil.


Sekarang, perasaan dingin yang aneh menjalar di punggungku.


Apa? Jadi slime yang bisa menghancurkan ibu kota, yang bahkan membuat phantom si makhluk bayangan waspada hanya karena keberadaannya, pernah ada di dekatku?


“Aku masih hidup... luar biasa.”


“?”


Sitri menoleh ke arahku dengan ekspresi bingung saat aku tak sengaja menggumamkan kata-kata itu.


“Slime itu sudah kuatur agar tidak menyerang Krai-san, jadi…”


Kau bilang itu dengan wajah penuh rasa ingin tahu, tapi kau hanya memberitahuku kalau benda itu berbahaya dan memintaku menjaganya, kan? Sekarang aku sadar penjelasannya benar-benar kurang.


“Oh… jadi, aman, kan?”


“???”


Sitri terlihat semakin bingung.


“Yah, aman untuk kita, tapi... mau kujelaskan dengan jelas? Meski aku sudah berusaha mengatur agar slime itu tidak memakan mangsa tertentu, maksimal hanya ada dua orang yang bisa dikecualikan. Krai-san, aku akan berbicara terus terang. Menggunakan itu sebagai ujian sangat berbahaya. Aku sangat tersanjung jika penelitianku digunakan, tetapi bagaimana jika itu diakui sebagai phantom oleh dunia?”


“???”


Apa yang dia bicarakan? Jadi slime itu tidak akan menyerangku dan dia, tapi selebihnya itu bebas menyerang siapa saja?


Tidak, tunggu. Mana mungkin seorang alkemis secerdas Sitri memberikan barang cacat seperti itu padaku. Tapi... mengingat rekam jejaknya, dia memang suka terlalu terfokus pada eksperimen.


Sitri berjalan sambil memeriksa lantai dan dinding, lalu berhenti di depan pintu di sudut ruangan. Itu adalah pintu ke kamar mandi.


“Ruangan ini tidak memiliki ventilasi atau pipa. Sebagai slime, ia cenderung secara naluriah menyukai kelembapan. Kemungkinan besar ia berada di kamar mandi. Ada kemungkinan besar ia keluar melalui saluran pembuangan... apa aku benar?”


“...Aku selalu menutup pintunya kalau tidak digunakan, tapi...”


“Di dalam Fort Space yang benar-benar terisolasi dari dunia luar, meningkatkan volumenya bukan hal yang mudah. Paling-paling, jika ada celah kecil di bawah pintu, itu sudah cukup untuk masuk... apa aku salah?”


“Iya, kamu benar.”


Aku hampir muntah. Benarkah begitu? Aku tak tahu. Tapi Sitr tampaknya menganggap aku cukup cerdas untuk memperkirakan semua ini.


Tunggu. Kalau kupikirkan dengan tenang, ini masalah besar, kan? Pipa kamar mandi terhubung ke saluran pembuangan, dan saluran pembuangan bawah tanah di ibu kota sangat luas.


Sitri menepuk-nepuk bagian depan jubahnya dan mengangguk kecil dengan kepala miring.


“Untuk slime biasa, mungkin sulit bertahan di saluran bawah tanah, tapi untuk slime itu, tidak ada masalah. Ada banyak makanan berupa serangga dan hewan kecil. Jika ia sudah terbiasa dengan gelapnya brankas, kemungkinan besar ia akan menyukai kegelapan. Kemungkinan besar tidak akan ada korban manusia… aku mengerti. Semuanya sudah dipertimbangkan.”


Aku sama sekali tidak mengerti, tapi menurut Sitri, semua ini masuk akal. Entah apa yang dia pikirkan, tapi untungnya risiko korban manusia tampaknya rendah.


Aku diam-diam menghela napas lega. Tampaknya skenario terburuk bisa dihindari.


Tapi bahkan dengan pemikiran orang awam, mencari sesuatu di saluran bawah tanah terdengar sangat sulit. Aku bahkan tak yakin slime itu masih hidup. Jika sudah masuk ke air limbah, bagaimana aku bisa mengenalinya? Tapi aku juga tidak bisa membiarkannya begitu saja.


Sitri menutup matanya sejenak, terlihat berpikir. Aku tidak ingin mengganggunya, jadi aku tetap diam. Tiba-tiba dia membuka matanya dan mengangguk, tampak senang.


“...Baiklah. Aku mengerti. Serahkan masalah ini padaku. Lalu, soal masalah lain…”


“Hmm? Kalau kau ingin aku menyerahkan ini padamu, aku senang sekali. Tapi… masalah lain?”


Aku senang dia menawarkan untuk mengurus slime itu, tapi apa maksudnya dengan masalah lain?


Sitri mendekat. Dia memang lebih tinggi dari Rhuda, tapi masih sedikit lebih pendek dari rata-rata, jadi ketika dia mendekat, aku melihatnya dari atas. Aroma manis seperti ramuan obat tercium samar dari tubuhnya yang ramping.


Namun, ekspresinya tidak manis. Sebaliknya, dia tampak serius.


Lalu, dia mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak pernah kupikirkan.


“Seperti yang sudah kau ketahui, soal Sarang Serigala Putih. Aku tahu penyebabnya. Itu adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Krai-san, jika dibiarkan, tim investigasi akan musnah.”



Sejumlah besar kereta besar dengan lambang jejak kaki tiba, menggetarkan tanah di bawahnya. Kuda-kuda berbadan besar, dilindungi oleh zirah logam, tetap tenang meski berada di udara khas Treasure Hall. Mereka adalah kuda terlatih.


Dari kereta-kereta itu turun para pemburu dari Foot Step. Penampilan mereka beragam dengan perlengkapan dan senjata masing-masing, tetapi semuanya mengenakan tag tanda keanggotaan Foot Step. Meski begitu, ekspresi serius dan gerakan efisien mereka lebih menyerupai tentara daripada pemburu bebas.


Pemburu dari Black Steel yang lebih dulu tiba di tempat ini menatap kedatangan bala bantuan itu dengan ekspresi terkejut. Baik karena perbedaan suasana maupun jumlah yang melebihi ekspektasi.


“Hei, berapa banyak orang yang dipanggil untuk tambahan kekuatan ini?”


Gain, yang terlihat gelisah sejak tadi, berkomentar dengan nada setengah heran dan setengah takut. Untuk Treasure Hall sebesar Sarang Serigala Putih, jumlah ini sangat tidak biasa.


“Apa mereka berniat menghancurkan Treasure Hall?”


Treasure Hall adalah sebuah area. Menghancurkan bangunannya saja tidak akan memusnahkannya. Untuk menghancurkannya sepenuhnya, seseorang perlu memanipulasi energi geomantik (ley lines), yang secara praktik hampir tidak mungkin dilakukan. Namun, atmosfer penuh tekad ini cukup membuat seseorang berpikir demikian.


Seorang pemburu muda turun dari kereta terdepan dan berlari menghampiri Sven. Ia adalah Lyle, pemburu dengan wajah tegas yang usianya setahun lebih muda dari Sven. Meski levelnya di bawah Sven, hubungan antar anggota Foot Step setara.


Sementara anggota lain segera menyebar untuk menjaga keamanan, Lyle bertanya langsung:


“Kerja bagus, Sven. Bagaimana situasinya?”


“Tidak ada yang terjadi sejauh ini. Apa ada yang memimpin? Bebas saja, tapi situasinya cukup serius.”


Sven memeriksa para bala bantuan. Biasanya, party pemburu bekerja independen, tetapi dengan skala sebesar ini, koordinasi diperlukan untuk mencegah kekacauan.


Lyle menjawab dengan senyum tipis:


“Black Steel akan memimpin. Tidak ada party level tinggi lainnya di sini. Krai meminta kami mengikuti arahan mereka.”


“Seperti biasa Krai tidak datang, tapi bagaimana dengan Liz? Dia pasti ingin datang, kan?”


Sven menyebut nama seorang thief yang terkenal suka mencari masalah. Meski kuat, Liz sulit diajak bekerja sama dan hanya party Duka Janggal yang bisa mengendalikannya.


“Krai membawa Liz dan Tino. Dia punya tugas lain untuk mereka.”


“Syukurlah...”


Sven menghela napas lega. Kehadiran Liz hanya akan membuat koordinasi semakin sulit.


Ia kemudian mengangkat suara kepada semua pemburu:


“Baik, kumpul. Kita akan mengadakan rapat taktik.”


Sven berbicara tentang Slime, makhluk lendir yang biasanya dianggap tidak berbahaya. Dalam pandangannya, slime bahkan tidak layak disebut monster. Mereka lemah terhadap semua jenis serangan, mudah dihancurkan, dan bahkan efek asamnya tidak cukup kuat untuk melukai manusia. Namun, kali ini mereka menghadapi Slime Variatif yang tidak diketahui kekuatannya.


“Ada yang pernah bertarung melawan slime sebelumnya?”


“Tidak.”


“Tidak pernah.”


“Itu kan bukan sesuatu yang layak dilawan...”


“Kalau menginjaknya tanpa sengaja, sih, pernah.”


Jawaban para pemburu membuat Sven menggaruk kepalanya dengan frustasi.


“Slime, ya... Aku lebih memilih melawan naga daripada ini.”


“Serius? Itu keterlaluan,” 


kata salah satu pemburu sambil tertawa.


Namun, Sven serius. Melawan naga, meski berbahaya, setidaknya ia tahu apa yang dihadapi. Tapi slime ini... semuanya tidak pasti.


“Ada yang membawa persiapan khusus untuk slime?”


Para pemburu menjawab dengan berbagai rencana: pedang untuk memotongnya, palu untuk menghancurkan inti (core), hingga semprotan pengusir slime seharga 700 gil.


Sven menghela napas panjang.

 

“Slime itu lemah terhadap segalanya.”


Namun, ketidakpastian tentang Slime Variatif ini membuat semuanya lebih sulit.


Panah Sven, yang merupakan serangan titik, tidak terlalu cocok untuk melawan target seperti ini. Namun, jika berhasil menembus inti Slime, itu tetap cukup untuk mengalahkannya. Dengan keahlian Sven, bahkan inti yang sangat kecil pun tidak akan luput dari bidikannya.


Tidak ada masalah. Seharusnya tidak ada masalah. Bahkan jika Slime itu muncul saat ini juga, ia pasti bisa dikalahkan dengan mudah.


“Apakah Krai mengatakan sesuatu yang lain?”


Namun, rasa cemas tak kunjung hilang. Terlalu sedikit informasi yang dimiliki. Lagi pula, Krai memiliki banyak rekam jejak buruk dalam memberikan informasi.


Menanggapi pertanyaan Sven, Lyle, yang duduk tiga tempat di sebelah kirinya, memasang ekspresi lesu dan berkata dengan nada memelas.


“Dia hanya bilang ini bukan Slime biasa…”


“Sial, itu aku juga tahu! Apa kebiasaan buruknya menahan informasi itu tidak bisa dihilangkan? Selalu saja begitu!”


“Setiap kali ditanya, dia hanya bilang tidak tahu…”


Masalahnya, Krai mengatakan hal itu dengan wajah yang benar-benar terlihat tidak tahu. Kepiawaian Krai dalam poker face memang tak tertandingi.


Keheningan melingkupi mereka. Dari luar lingkaran, Gain, yang telah mundur selangkah dan diam mendengarkan pembicaraan mereka, kembali menyela. Dengan nada mengejek, tampaknya ia merasa terganggu oleh sikap ragu-ragu para anggota tambahan.


“...Hah. Tidak ada gunanya. Pikirkan saja, itu tidak akan menyelesaikan apa-apa. Kita sudah punya lebih banyak orang sekarang. Entah kau bisa melihat masa depan atau apalah itu, kita harus segera melanjutkan eksplorasi. Kalau kau semua takut, aku saja yang akan mengurus Slime itu. Itu pun kalau dia muncul.”


Para pemburu dari klan First Step tidak berkata apa-apa. Mereka hanya menatap Gain dengan pandangan seperti melihat sesuatu yang menyedihkan.


Jika seseorang bangga dengan kemampuannya, biasanya mereka akan membalas kata-kata seperti itu. Namun, reaksi yang tidak terduga dari para pemburu ini membuat Gain tersentak.


“Ke-Kenapa kalian menatapku seperti itu!?”


“Kau tidak paham? Mereka semua berpikir kalau kau akan jadi korban pertama. Aku hanya ingin memastikan kau tahu. Aku sudah memperingatkan, oke? Jangan hantui kami setelah mati. Oh, dan jangan mati sia-sia. Setidaknya tinggalkan informasi yang bisa membantu kami membalas dendam.”


“Sial... Kalian semua gila! Kalau kita sudah sejauh ini dan ternyata tidak terjadi apa-apa, apa yang akan kalian lakukan!?”


Sven tidak menjawab. Ia hanya kembali menghadap anggota kelompoknya. Bagi seorang pemburu, kematian adalah tanggung jawab pribadi.


Meski korban sebaiknya diminimalkan, jika informasi terlalu sedikit, terkadang korban tak terhindarkan.


“Baiklah, aku mengerti. Tidak ada strategi efektif. Kalau begitu, selanjutnya—”


Tepat ketika ia hendak melanjutkan, Sven menyadari ada seseorang di luar lingkaran yang mengangkat tangannya dengan ragu.


Karena tubuh pemburu bertubuh besar yang duduk di depan orang itu menghalangi pandangan, ia tidak terlihat dengan jelas.


Ketika Sven memandanginya, pemburu itu bergeser sedikit ke samping.


Ternyata orang itu adalah seorang gadis yang terlihat lemah lembut. Dengan mata menunduk dan mengenakan tudung, ia memberikan kesan yang sederhana, tetapi rambut dan matanya yang sedikit terlihat berwarna merah menyala seperti api.


Hal yang jarang ditemukan pada pemburu, ia juga mengenakan kacamata berbingkai tebal. Ia tampaknya anggota klan mereka, tetapi Sven tidak mengenalnya.


“Ada apa?”


Ketika Sven bertanya, gadis itu tersentak kaget dan menjawab dengan suara pelan.


“Anuu, aku seorang alkemis... Namaku Talia—Talia Widman.”


“Alkemis!? Aku tidak tahu klan kami punya alkemis selain Sitri.”


Mendengar komentar Sven, gadis bernama Talia memasang ekspresi meminta maaf sambil mengecilkan tubuhnya.

Alkemis adalah profesi yang menggabungkan ilmu pengetahuan dan sihir, dengan keahlian utama dalam menciptakan berbagai macam material. Profesi ini sangat kuat, tetapi membutuhkan pengetahuan yang luar biasa banyak serta modal yang sangat besar untuk benar-benar efektif. 


Karena itu, jumlah alkemis sangat sedikit di kalangan pemburu—bahkan lebih sedikit dibandingkan pemanah—karena sebagian besar dari mereka bekerja di lembaga akademik negara atau perusahaan yang bergerak di bidang farmasi.


Salah satu anggota Duka Janggal, Sitri, terkenal sebagai seorang alkemis, meskipun itu merupakan pengecualian.


“Aku masih di level 3, tetapi di dalam First Step, hanya aku dan Sitri-chan yang berprofesi sebagai alkemis. Biasanya, aku selalu bersama Sitri-chan di laboratorium klan...”


Suara lemah tanpa percaya diri itu terdengar lebih cocok untuk seorang yang berada di perpustakaan daripada di ruang harta karun. Namun, dalam situasi seperti ini, seorang alkemis adalah sekutu paling berharga.


Slime berada dalam ranah alkimia, dan mungkin itulah alasan Talia akhirnya memberanikan diri untuk angkat bicara. Di sebelahnya, seorang gadis seusia yang tampaknya anggota partynya mencoba memberinya semangat dengan menepuk pundaknya. Meskipun tampak kurang dapat diandalkan, level 3 menandakan bahwa Talia setidaknya memiliki kemampuan dasar sebagai pemburu.


Namun, Sven bertanya-tanya, apakah semua alkemis itu memang orang aneh, seperti Sitri? Pikiran itu melintas sejenak, tetapi dalam situasi ini, bahkan bantuan kecil sekalipun sangat diperlukan.


“Alkimia adalah... kombinasi ilmu dan sihir... dengan cakupan yang luas dan mendalam. Slime—makhluk sihir—juga termasuk dalam ranah itu. Walaupun tidak populer sebagai bidang penelitian, aku dan Sitri-chan baru-baru ini menelitinya untuk mengeksplorasi potensinya...”


“Penelitian tentang slime, ya? Apakah kau menemukan kelemahannya?”


Dengan hati-hati agar tidak membuat Talia terlalu gugup, Sven bertanya dengan nada riang yang berlebihan. Keberuntungan seperti ini terasa terlalu kebetulan, membuat Sven sejenak berpikir apakah ini juga ulah Krai. Namun, bantuan adalah bantuan.


Talia mengeluarkan sebuah tabung kaca dari kantong di pinggangnya, yang ukurannya lebih besar dari kantong ramuan biasa. Dengan hati-hati, dia mengangkat tabung itu, yang berisi cairan gelap yang bergoyang perlahan.


“Ini adalah obat pembasmi slime—ramuan khusus yang dapat membunuh 99,9% makhluk yang tergolong slime. Obat ini tidak akan berpengaruh pada makhluk lain.”


Sorak kecil terdengar dari para pemburu. Obat ini adalah sesuatu yang mereka butuhkan sekarang. Sven juga terpana sesaat, tetapi segera memicingkan matanya, menatap cairan itu dengan cermat.


“Itu... luar biasa, tapi...”


Sven merasa skeptis. Ramuan pembasmi slime yang dirancang khusus? Itu sesuatu yang belum pernah dia lihat atau dengar sebelumnya. Lagi pula, slime biasanya adalah makhluk terlemah. Dengan informasi yang minim, terlalu berisiko mempercayai sesuatu yang begitu kebetulan. Dan yang paling penting, Talia hanya seorang level 3.


Membaca keraguan yang tersirat di wajah semua orang, Talia tersenyum lemah, lalu berkata dengan nada tegas yang tak terduga, berbeda dari sebelumnya:


“Tenang saja, Sven-san. Obat ini bukan buatanku... melainkan milik Sitri-chan. Aku hanya diberi untuk keperluan belajar. Dia bahkan mengatakan, jika ada slime yang tidak terpengaruh oleh ramuan ini dan berhasil ditangkap, dia akan membelinya dengan harga 10 miliar gil.”


Ketika terus berburu monster kuat dan phantom, para pemburu sering mendapat pujian atas keberanian mereka. Namun, Sven Anger percaya bahwa kekuatan utama partynya bukanlah dalam keberanian, melainkan dalam kehati-hatian mereka.


Party Black Steel Cross memang kuat, tetapi mereka memiliki saingan di generasi yang sama yang jelas lebih unggul. Sebuah party kelas satu selalu memiliki ciri khas masing-masing. Duka Janggal mengandalkan kekuatan anggotanya yang mengabaikan rasa takut terhadap kematian, sedangkan Ark Brave dipimpin oleh seorang pahlawan yang diakui semua orang.


Sementara itu, Black Steel Cross hanya mampu mengikuti mereka berkat strategi yang hati-hati. Dengan formasi stabil yang semua anggotanya memiliki kemampuan penyembuhan, informasi yang dikumpulkan dengan investasi besar, dan rencana yang matang dalam operasi gabungan, mereka berhasil mengalahkan banyak musuh kuat.


Sarang Serigala Putih adalah Treasure Hall berbentuk gua. Strateginya sederhana: membagi tim menjadi kelompok kecil, menyusun zona pencarian dengan cermat, dan berkomunikasi melalui peluit. Jika menemukan sesuatu, semua orang akan segera mundur dan berkumpul kembali di luar untuk bertarung bersama.


Di depan pintu masuk, Sven memandang gua itu dengan tatapan tajam.


“Ujian, ujian, ya... Krai, kau benar-benar menyusahkan. Setelah ini, aku akan memukulmu.”


“Bukankah kau takut dengan Zetsuei?”


“Diam! Mana mungkin panah biasa bisa mengenainya! Itu terlalu tidak mungkin!”


Anggota party yang menggoda dengan nada bercanda membuat Sven membentak mereka dengan nada marah dan napas terengah.


Talia, yang memegang kartu as berupa pembasmi slime, menunggu bersama anggota lainnya di tempat yang agak jauh dari pintu masuk ruang harta karun. Tampaknya gugup, dia terlihat berusaha keras untuk menenangkan napasnya.


Ramuan hanyalah langkah antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak terduga. Jika musuh mereka memang benar-benar slime, serangan dari para pemburu lainnya seharusnya cukup untuk mengalahkannya. Namun, jika tidak ada jalan lain, ramuan itu akan digunakan.


Seorang Alkemis memiliki kemampuan tempur yang lemah, tetapi dalam hal respons terhadap situasi yang telah dipersiapkan dengan matang, mereka mengungguli semua profesi lain.


Sven tahu betul mengenai Sitri, pembuat ramuan itu. Dia tidak meragukan efektivitas ramuan tersebut.


Pada saat itu, Henrik memanggilnya.


“Umm... siapa sebenarnya Sitri? Sepertinya semua orang di sini mengenalnya...”


“Oh, Henrik, kau belum pernah bertemu dengannya, ya...”


Henrik bergabung dengan Black Steel Cross sekitar setengah tahun yang lalu. Saat itu, Duka Janggal sudah menjadi salah satu party papan atas.


Di kalangan pemburu elit, banyak dari mereka memiliki identitas selain sebagai pemburu. Di antara mereka, Sitri dikenal juga sebagai seorang Alkemis yang sangat berbakat, dan jadwalnya sangat padat. Sekarang, dia jarang muncul di lounge, dan seiring berkurangnya kehadirannya, namanya pun perlahan-lahan tidak terdengar lagi.


“Belakangan ini dia hampir tidak pernah muncul di hadapan umum,” kata Marietta, sang penyihir dari kelompok itu, dengan tatapan mata yang tampak nostalgia.


Namun, di balik matanya yang penuh nostalgia, samar-samar terlihat rasa takut.


Orang-orang berbakat kerap membuat orang lain tidak hanya merasa kagum, tetapi juga takut. Sven sendiri sudah terbiasa menerima tatapan penuh rasa takut, dan kemungkinan besar Marietta maupun anggota lainnya juga pernah menjadi sasaran rasa iri orang lain.


Sitri Smart adalah salah satunya.


Dengan kecerdasan yang tajam dan rasa lapar yang tak terpuaskan akan pengetahuan, dia memiliki bakat alami yang membuat siapa pun iri, bahkan di ibu kota kekaisaran yang menjadi rumah bagi lembaga pendidikan terbaik dan para penyihir hebat.


Namun, yang membuatnya ditakuti bukan hanya kemampuannya itu.


Sven menatap Henrik, yang memberikan pandangan penuh rasa sungkan. Tatapan Henrik yang lembut mengingatkan Sven pada Alkemis itu.


Sven menghela napas panjang dan berkata dengan suara rendah yang keluar dari kerutan di dahinya.


“Kalau harus dijelaskan dalam satu kata... Sitri itu ‘lemah’ tapi juga ‘kuat’.”


“’Lemah’ tapi juga ‘kuat’?”


Dia kuat. Dia berbakat. Dia jenius.


Namun, yang paling menonjol adalah betapa “berbeda”-nya dia, sampai tak ada yang benar-benar memahaminya.


Pada dasarnya, dia adalah gadis yang ramah. Tetapi, siapa pun yang berinteraksi dengannya pasti akan merasakan ketidaknyamanan.


Karena itu, meskipun dulu namanya bersinar, sekarang itu hanyalah bagian dari masa lalu, dan namanya tidak lagi disebut-sebut.


Bukan karena ada yang membenci atau menghindarinya, melainkan karena secara alami orang-orang berhenti membicarakannya.


Seolah-olah, mereka ingin menghapusnya dari ingatan.


Kini, ada anggota seperti Henrik di dalam First Step yang bahkan tidak tahu siapa dia.


Sven mengangkat wajahnya, mengalihkan pandangannya dari Henrik ke arah Talia.


“Dan karena Sitri-lah, party kita, Black Steel Cross, bersama beberapa party lain, ikut mendirikan First Step. Sitri dulunya adalah Alkemis luar biasa di party Duka Janggal, kedua setelah Krai dalam hal level.”


“Sven, kami sudah siap.”


“Ah, baik. Maaf, Henrik, kita lanjutkan ceritanya nanti.”


Dipanggil oleh Lyle, Sven melangkah maju.


Semua sudah siap untuk bertempur. Tidak ada yang ketakutan.


First Step adalah kelompok yang hebat. Tingkat rata-rata mereka tinggi karena alasan yang jelas.


Mereka yang lemah sudah lama tersingkir. Pengecut telah meninggalkan klan ini sejak lama.


Yang tersisa di sini hanyalah mereka yang telah melewati ujian berat, orang-orang pilihan. Mereka adalah rekan seperjuangan.


Fakta itu menjadi sumber kepercayaan diri yang tinggi.


First Step itu kuat.


Dipimpin oleh party-party papan atas, dengan fasilitas dan sistem manajemen yang memadai. Namun, semua itu hanyalah bonus.


Kesatuan yang terjalin karena pernah bersama-sama melewati medan perang yang penuh darah dan kematian adalah inti dari kekuatan klan ini.


Simbol jejak melambangkan perjalanan yang telah mereka tempuh. Itu telah menjadi kebanggaan mereka.


Alasan yang cukup bagi seorang pemburu untuk mempertaruhkan nyawanya.


Sven menarik napas panjang dan berteriak dengan suara yang menggema seperti gemuruh angin di hutan.


Semangat tempur mereka semakin berkobar. Seolah-olah kegembiraan itu menular, ekspresi para pemburu berubah serius.


“Dengar, kalian semua! Berikan yang terbaik! Hancurkan mereka! Tinggalkan jejak kalian! Dan pastikan semua orang kembali hidup, lalu katakan pada si Master sialan itu—ini tidak seberapa!”


“Ooohhhhhh!”


Raungan mereka mengguncang hutan yang mengelilingi ruang harta karun.


Baik party dari klan First Step maupun party luar yang ikut serta, semua berteriak hingga suara mereka serak.


Lalu, dengan semangat menggebu-gebu yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata, para pemburu memulai invasi mereka.




“Waktunya telah tiba... Apakah kita sudah siap tepat waktu...”


Persiapan telah selesai. Di depan Noctus Cochlear, semua anggota, kecuali Sophia, sudah berkumpul.


Hasil penelitian yang sebelumnya tersebar di berbagai lokasi kini telah dipusatkan di sebuah markas berbentuk gua, menggantikan laboratorium yang dulu berada di bawah Sarang Serigala Putih. 


Markas ini dirancang untuk mudah dipertahankan dan memungkinkan pelarian jika keadaan mendesak. Dengan tambahan sihir penglihatan jarak jauh milik Noctus Cochlear yang mampu menampilkan situasi di lokasi jauh, kekalahan telak hampir mustahil terjadi.


Di atas meja, Resonance Stone menyampaikan suara Sophia yang penuh rasa percaya diri.


“Penelitian Guru sangatlah kuat. Dengan persiapan ini, kekalahan tidak mungkin terjadi, bahkan sekalipun hal yang terburuk terjadi.”


Sistem pertahanan yang dirancang oleh Noto dan Sofia adalah hasil penelitian mereka sendiri.


Semua komponennya merupakan inovasi mutakhir yang diciptakan dengan dukungan penuh organisasi, dan bahkan dinilai sebagai yang terbaik di Menara Akasha.


Keputusan untuk tidak menghentikan Sophia, yang memilih melawan, mencerminkan kepercayaan diri Noctus. Anggota lainnya yang mengikuti keputusan ini juga mengetahui betapa hebatnya kekuatan tersebut.


“Musuh berjumlah hampir seratus orang, termasuk para pemburu bergelar. Memang ada perbedaan jumlah, tetapi kita mampu memusnahkan mereka semua. Jika kita berhasil melawan lawan sebanyak itu, itu akan memberikan prestise besar pada penelitian kita. Ini adalah... sebuah kesempatan.”


Flick dan murid-murid lain memandang Resonance Stone dengan ekspresi tidak senang.


Noctus memeriksa dengan singkat, 


“Jadi, langkah awal apa yang akan kau gunakan?”


Di tengah perhatian semua orang, Sophia mulai menjelaskan rencana dengan nada tenang seperti biasanya.



Tanpa suara terompet darurat, hanya waktu yang berlalu.


Tidak ada yang ditemukan lebih dari yang diperkirakan.


Setelah mendengar laporan dari party yang kembali, Sven mencocokkan informasi dengan peta yang terbentang di tanah.


Sarang Serigala Putih bukanlah ruang harta yang sulit. Peta yang hampir sempurna sudah beredar.


Dengan peta yang akurat ini, mereka menandai area yang sudah diselidiki. Karena mereka mengambil pendekatan hati-hati, kemajuan memang lambat, namun sudah tujuh puluh persen dari jalan yang meluas telah diperiksa.


“Tak ada yang aneh, ya?”


“Sepertinya, level phantom yang muncul tetap tinggi...”


Kata-kata rekan-rekannya membuat Sven menyilangkan tangan.


Party yang masuk dengan tekad bulat hingga kini belum kehilangan seorang pun. Beberapa terluka parah, tapi tidak ada yang meninggal, dan yang terluka sudah sembuh.


Ruangan bos yang paling mungkin mengeluarkan slime sudah diperiksa. Meskipun mereka sangat hati-hati saat memeriksanya, tidak ada hal yang mencurigakan ditemukan.


Tiga puluh persen yang belum diperiksa adalah jalan buntu. Jika mereka melanjutkan beberapa jam lagi, semuanya akan selesai.


Kekhawatiran yang awalnya ada sudah mulai memudar. Tentu saja, karena Seribu Perubahan sering menggunakan momen kelelahan untuk melakukan aksi, mereka tetap tidak lengah, meski ketegangan tidak berlangsung lama.


“Apakah Mata Dewa Krai juga kabur?”


“Bagaimana jika tidak ada yang terjadi?”


“Berarti kita beruntung.”


Sven menjawab dengan nada bercanda atas kata-kata rekannya.


Seiring berjalannya penyelidikan, ada beberapa party yang mulai memandang Black Steel Cross dengan pandangan meremehkan. Jika setelah seluruh keributan ini tidak ada apa-apa, wajar jika mereka akan diejek.


Henrik terlihat sedikit marah dan memandang mereka, tapi hanya tersenyum sinis tanpa memulai masalah. Mungkin mereka menunggu sampai tiga puluh persen yang tersisa selesai untuk mengkritik mereka.


Talia dan partynya, yang belum pernah memasuki Sarang Serigala Putih karena mereka adalah party yang menangani masalah slime, juga terlihat tidak nyaman.


Meskipun sedikit merasa bersalah, Sven merasa keputusan mereka tidak salah.


“Penyelidikan belum selesai.”


“Seharusnya sudah selesai kalau bukan karena kalian!”


Sven mengangkat wajahnya mendengar nada sindiran dalam suara itu. Yang berbicara adalah party Gain, yang sering mengkritik Sven dan yang lainnya.


Dengan anting-anting di telinga dan rambut yang diwarnai dengan gaya mesh, mereka terlihat seperti preman, meskipun mereka adalah pemburu yang mengikuti rencana Sven meskipun tidak suka.


Anggota party yang lain tampaknya sepakat, dengan pandangan tidak ramah tertuju pada Sven dan yang lainnya.


“Keluhanmu akan kudengar nanti. Giliran kalian baru saja selesai, kan? Diam saja.”


“...Tch. Berdoalah pada master kalian yang tidak ada di sini.”


Mereka meninggalkan tempat itu setelah melontarkan kata-kata marah. Namun, Sven mengerti perasaan mereka. Jika mereka tidak berhati-hati, tiga puluh persen yang tersisa pasti sudah selesai, dan mereka sudah merayakan kemenangan di kedai minuman sekarang.


Tentunya, itu dengan asumsi tidak ada apa-apa terjadi dalam tiga puluh persen yang tersisa.


Tiba-tiba, Sven melihat Gain pergi dari partynya dan menuju ke semak-semak, lalu ia berteriak.


“Hei, jangan tinggalkan posmu!”


“Diam, aku Cuma mau pipis! Aku akan segera kembali, bawa senjata juga.”


Gain menepuk pedangnya di pinggang dan menghilang ke dalam pepohonan. Sven menghela nafas panjang.


Meskipun beberapa anggota party lainnya tetap di tempat, dia tidak benar-benar pergi ke Sarang Serigala Putih.


Mereka pasti tahu kalau ini adalah zona berbahaya. Jika dia segera kembali, tidak masalah.


“Orang itu akan mati.”


“Heh, jangan bicara macam-macam.”


Henrik bercanda, dan Sven hanya tersenyum pahit mendengar kata-kata itu.


Meskipun murid baru yang awalnya meragukan kata-kata Senpen Banka kini mulai lebih akrab seiring keadaan Sven yang semakin buruk. Henrik tertawa malu-malu ketika menyadari pandangan yang dia terima.


“Aku tidak tahu tentang Krai-san, tapi aku mempercayai kalian, Sven-san,” kata seseorang.


“…Kalau begitu, aku akan berdoa pada master supaya bisa membalas kepercayaan itu,” jawab Sven dengan nada datar.


Gain berjalan dengan langkah kasar di jalan yang dipenuhi semak belukar yang rimbun. Dia tidak menyangka bahwa kelompok Black Steel Cross yang memiliki julukan khusus itu begitu lemah dan tidak berdaya.


Gain telah menjadi pemburu harta selama bertahun-tahun. Meskipun dia tidak memiliki julukan khusus, dia sudah cukup terkenal di ibu kota yang dikenal sebagai tanah suci para pemburu harta. Oleh karena itu, kelompok Black Steel Cross, yang meskipun terlihat biasa namun berhasil menambah banyak pencapaian dan reputasi, adalah kelompok yang dia hormati.


Namun, melihat mereka mempercayai kata-kata pria yang bahkan belum setengah lama menjadi seorang pemburu, yang bahkan tidak pernah datang ke medan perang ini, membuat Gain merasa marah, bukan hanya kasihan. 


Terlebih lagi, jika yang mereka percayai adalah seorang keturunan langsung dari Rodin yang telah menghasilkan banyak legenda di ibu kota, mungkin bisa dipahami. Namun pria yang hampir tidak pernah mengunjungi ruang harta karun itu sama sekali. Tidak ada alasan untuk mempercayainya.


Memang benar dia menyebut dapat meramal kemunculan ruang harta karun? Secara logika, hal itu mustahil. Bahkan lebih masuk akal jika dia sedang berjalan-jalan dan kebetulan menemui ruang harta karun ini.


Gain tahu tentang aktivitas party Duka Janggal, tapi dia tidak bisa memahami mengapa pria yang tampak tidak kuat itu memimpin kelompok ini, bahkan dianggap setara dengan Rodan.


Segera, mereka sampai di dekat hutan yang lebat, jarak dari ruang harta karun. Ketika dia sedikit lebih jauh dari area itu, suasana menjadi lebih tenang. Tetapi, jika memang benar-benar tidak ada masalah di sini, hasil pengecekan ini akan sangat mengecewakan.


Saat itulah dia mendengar suara desisan pelan yang berasal dari dalam hutan. Sebuah suara kecil yang hampir tenggelam dalam gemerisik daun. Hanya seorang pemburu yang telah memodifikasi tubuhnya dengan mana material yang bisa merasakannya.


Suara itu datang dari Serigala berzirah. Gain berpikir sejenak apakah salah satu dari mereka ada yang melarikan diri. Ia pun memutuskan untuk menghadapinya.


Setelah memastikan alat daruratnya siap, Gain menarik pedangnya dan mendekati suara tersebut dengan hati-hati.


Namun, apa ini?


Dia mulai merasa ada yang aneh dengan suara itu, yang berbeda dari suara Serigala berzirah yang biasanya dia dengar. 


Ada sesuatu yang mencurigakan dalam suara itu—perasaan kemarahan, ketakutan, kesedihan, dan rasa sakit yang bercampur aduk. Ini bukan suara yang biasa.


Saat itu, pandangannya terbelalak. Di depannya muncul pemandangan yang mengejutkan.


Di belakang sebuah pohon besar, ia melihat seorang Serigala berzirah dengan bulu berwarna perak, yang lebih kuat dari jenis biasa yang berwarna merah. Fisiknya dibelenggu oleh rantai tebal yang mengikat leher dan kaki, serta sebuah alat pengikat pada rahangnya. Rantai di sekeliling tubuhnya tertanam di tanah, mencegahnya bergerak.


Di dekatnya, dua pria yang mengenakan jubah hitam berdiri memegang tongkat. Mereka adalah penyihir.


“Apakah ini langkah pertama yang benar?” 


salah satu dari mereka berkata. 


“Lawannya hampir seratus orang, bukan?”


“Orang gila itu. Tidak bisa menggunakan sihir dengan benar, dan bahkan tidak siap untuk kotoran tangannya sendiri, tapi hanya karena dia favorit guru, dia bertindak semena-mena! Dia bilang tidak akan gagal? Seperti yang kau katakan, kami akan menunjukkan hasilnya!”


Gain merasa bingung dengan percakapan mereka. Apa yang sedang terjadi di dekat harta karun ini?


Mungkinkah ini terkait dengan fenomena aneh yang terjadi di sini?


Gain tahu bahwa penyihir adalah kelas yang kuat, tetapi juga rentan. Sihir mereka membutuhkan waktu untuk dilepaskan, yang membuat mereka mudah diserang oleh pemburu terlatih.


Saat dia mengamati, satu penyihir mengambil jarum suntik besar dari kantong mereka dan memusatkan perhatian pada phantom itu. Itu adalah saat yang tepat. Gain, dengan cepat melompat keluar dari tempat persembunyiannya, melesat menuju mereka.


“Apa itu!?” 


salah satu penyihir berteriak, namun terlambat. Pedang Gain sudah berada di tangan, siap melibas.


Saat pedang itu bertemu tongkat sihir, sensasi benturan itu terasa. Gain segera mengarahkan tendangan ke tubuh penyihir yang terhuyung, membuatnya terjatuh ke tanah.


Menjauhkan diri dari pria yang berguling-guling setelah membentur tanah, aku mengarah ke penyihir (magus) yang lain. Penyihir (magus) yang tiba-tiba diserang oleh rekannya tampak panik, namun masih mengarahkan tongkatnya pada pria yang terguling. Lima anak panah yang membara berwarna merah menyala mengambang di sekitarnya.


Waktu yang diberikan hanya sekejap. Apakah dia mengaktifkan sihir dalam waktu sesingkat itu!?


Aku terkejut dengan keterampilannya. Sihir serangan berupa panah api ini adalah sihir tingkat dasar, namun untuk bisa melepaskannya dengan reflek seperti itu dibutuhkan latihan yang lama. Ternyata dia penyihir (magus) yang jauh lebih kuat dari yang kubayangkan.


Keputusan harus diambil dalam sekejap. Jika jarak dipertahankan, dan dia diberikan waktu, serangan sihir yang lebih kuat akan segera datang. Dalam kondisi seperti itu, aku yang akan berada dalam posisi yang merugikan.


Aku maju dengan lengan kiri sebagai perisai. Panah api yang terbang ke arah kepala mengenai lengan kiriku. Berkat pelindung tangan yang kupakai, aku tidak terbakar habis, namun rasa sakit yang luar biasa menyebar ke seluruh lengan kiriku.


Namun, aku menang dalam taruhan ini. Aku melancarkan serangan tubuh penuh dan pria itu terlempar jauh.


Teriakan terdengar. Aku menendang tubuh pria itu yang belum sempat bangkit setelah tendangan tadi.


Menggunakan sihir membutuhkan konsentrasi tinggi. Jika konsentrasi terganggu oleh rasa sakit atau benturan, meskipun sihir masih bisa dikeluarkan, kekuatannya akan berkurang drastis. Dengan daya tahan yang dimiliki oleh seorang swordsman seperti aku, aku bisa menahan rasa sakit tersebut.


“Hah… hah… Sialan, sakit sekali!! Tapi aku berhasil… aku berhasil melakukan ini!!”


Aku memeriksa pelindung tangan kiriku yang berubah warna. Aku selalu memperhatikan perlengkapan, dan pelindung tangan ini cukup tahan terhadap sihir, namun bahkan sihir tingkat dasar seperti ini bisa menyebabkan kerusakan sebesar itu, membuktikan bahwa penyihir (magus) ini sangat terampil.


“Hah… hah… Tapi sebagai petarung, kau hanya kelas tiga!!”


Meskipun luka yang kuterima lebih parah, aku yang keluar sebagai pemenang.


Aku menendang tongkat yang tergeletak di tanah dan menatap penyihir (magus) yang terjatuh di depanku. Mungkin beberapa tulang mereka patah, tetapi mereka masih bisa berbicara. Sekarang tinggal meminta bantuan Sven dan yang lain.


Melihat dari percakapan mereka, mereka pasti sudah tahu sesuatu. Ini adalah kemenangan besar bagiku.


“Aku akan membuatmu bicara. Semua informasi, sekarang juga!”


“...Anggota tim penyelidik, ya? Bagaimana kau tahu tempat ini? Apa ini semua rencana dari Senpen Banka?!”


“!! Apa-apaan itu, hah!? Ini tidak ada kaitannya dengan dia! Kalian berakhir di sini karena aku, semuanya karena aku!!”


Semua orang sibuk membicarakan Senpen Banka terus-menerus. Apa sebenarnya yang dimiliki pria itu!?


Aku menendang penyihir (magus) yang terjatuh ke tanah dan mengikat tubuh mereka dengan tali. Namun, meskipun keadaan mereka mengenaskan, penyihir (magus) itu tersenyum sinis.


Aku mendengar suara geraman dari belakang, sebuah suara penuh rasa sakit, dan buru-buru menoleh.


“Begitu ya… seperti yang dikatakan Sophia, dia memang tidak ada di sini. Kukukuk…”


Lengan besar dari Serigala berzirah yang hancur. Di antara celah pelindung tangan, jarum raksasa tertancap.


Cairan di dalamnya sudah hampir habis. Sebuah rasa ngeri menyusup ke punggungku.


Apa itu, sihir phantom? Apa yang sedang mereka suntikkan? Tidak, lebih pentingnya, eksperimen macam apa yang mereka lakukan!?


Aku menatap dua penyihir (magus) yang sudah kutaklukkan, namun tatapan mereka hanya menunjukkan senyuman dingin yang mencekam.


“Apakah yang kalian lakukan?!”


Suara keras terdengar, benda berat jatuh ke tanah.


Rantai yang mengikat Serigala berzirah terputus. Sepertinya penahan dagunya tidak mampu menahan kekuatan itu dan hancur. Kekuatan yang tak terlihat tampaknya memutuskan borgol dan rantai di tubuhnya.


Namun, apa yang paling menakutkan bagiku adalah penampilan makhluk itu.


Kepala yang mengenakan setengah tengkorak itu mencair. Tubuh besar yang tertutup pelindung baja itu juga mencair. Rambut seperti kawat kini sepenuhnya berubah menjadi cairan, permukaannya licin seperti kulit katak. Cairan daging yang mencair jatuh ke tanah.


Dan mata yang bersinar merah itu, hanya itu yang masih terlihat jelas menatapku. Lengan yang mencair itu diangkat tinggi.


Apa ini!? Makhluk apa ini…?


Bahkan setelah bertempur melawan monster-monster jelek selama ini, ini adalah pertama kalinya aku melihat phantom seperti ini.


“phantom yang tubuhnya dipaksa untuk terubah menjadi makhluk magis, ia mencari material mana dengan konsentrasi tinggi untuk menghindari penderitaannya. Kukukuk… kita dan kalian, siapa yang lebih banyak menyerap mana material, ya?!”


Namun, aku sudah tidak lagi mendengarkan kata-kata penyihir (magus) itu.


Di kepalaku hanya ada ketakutan dan kebingungan. Tubuh yang mencair meskipun dilapisi pelindung dan bulu. Makhluk ini… sepertinya bukanlah sesuatu yang harus ada di ruang harta ini.


Insting bertahan hidupku memaksa tubuhku bergerak. Aku mundur beberapa langkah di hadapan “mantan” Serigala berzirah yang kini berubah. Aku tiba-tiba menyadari bahwa aku memegang sebuah seruling.


“Tak mungkin… jika aku lebih cepat menyerang tadi—“


Suara peluit yang keras memecah keheningan hutan.


Sven Anger mendongak sejenak setelah mendengar suara tersebut yang hampir tidak terdengar.


“Suara peluit, ya?”


Indra Sven yang tajam, sebagai pembidik jarak jauh, selalu lebih peka dibandingkan pemburu lainnya. Mungkin hanya Sven yang mendengarnya karena dia merasa ada yang aneh dan tetap waspada.


“Eh, benar begitu?”


Kata-kata itu membuat Henrik terkejut. Sven segera bangkit sambil memegang busurnya.


Anggota tim lainnya yang sedang beristirahat di markas pun memperhatikan. Sven berteriak keras agar semua orang mendengarnya.


“Semua, waspada! Panggil kembali yang ada di dalam, keluar sekarang juga! Suara peluit itu tanda bahaya!”


Aksi cepatnya membuat semua tim lain ikut terpengaruh dan siap menghadapi ancaman.


Suara seruling yang pendek terdengar sekali. Ini adalah sinyal darurat.


Tidak ada keraguan. Sven mengerti betul bahwa satu keputusan keliru bisa berujung pada kematian.


Dia melihat Talia yang dengan cemas memegang botol pembunuh slime.


“Hei! Apa Gain sudah kembali?!”


“Belum, dia belum kembali!”


Anggota tim Gain menjawab dengan wajah pucat.


Sekarang, hanya satu anggota tim penyelidik yang berada di luar markas.


Apa yang sebenarnya terjadi? Seharusnya aku tidak mengirimkan seseorang sendirian keluar. Sven menggigit bibirnya. Tiba-tiba suara geraman aneh terdengar. Suara yang mirip dengan geraman Serigala berzirah, namun jelas berbeda, mengirimkan rasa takut ke seluruh tubuh.


Akhirnya, makhluk itu muncul.


Untungnya, karena sebagian besar pekerjaan penyelidikan sudah selesai, banyak pemburu yang tetap berada di markas. Dengan jumlah yang cukup banyak, seharusnya kita bisa mengusir makhluk itu.


“Kirimkan pengintai! Kita akan menyelamatkan Gain!”


Meskipun ada perselisihan sebelumnya, kali ini kami bekerja bersama sebagai rekan. Setelah Sven berkata begitu, para pengintai dari setiap tim yang biasanya bertugas di garis depan maju.


Suara peluit hanya terdengar oleh Sven, namun suara geraman itu cukup keras untuk didengar oleh semua orang, semakin dekat.


Tanah bergetar dengan halus. Suara pohon tumbang terdengar. Makhluk itu semakin dekat.


Saat Sven hendak memberikan perintah, wajah yang sepertinya akan pergi menyelamatkan mereka muncul dari hutan.


Wajah itu tampak pucat karena ketakutan. Matanya terbelalak, dan darah mengalir deras dari tangan kanannya yang ditekan seolah ingin menahan sesuatu. Tidak lama setelah Gain meninggalkan markas, apa yang terjadi dalam waktu singkat ini?


Wajah seperti mayat itu datang dari anggota tim thief Gain yang berlari menuju mereka.


“Makhluk itu… itu adalah slime!! Kata-kata dari Senpen Banka itu benar adanya!”


Dengan suara serak, Gain berteriak. Hampir bersamaan, pohon yang tumbuh di belakangnya patah.


Tanah bergetar hebat.


Yang muncul adalah makhluk yang benar-benar pantas disebut monster.


“Apa itu...?”


Marietta menggumam dengan bingung.


“Slime...?”


Bahkan bagi Sven dan yang lainnya yang telah bertarung melawan berbagai monster, bentuk makhluk itu sangat asing.


Gumpalan daging yang bercampur antara putih dan hitam. Tingginya lebih besar dari Sven, dan permukaannya meleleh. Meskipun terlihat ada anggota tubuh seperti kaki, gerakannya terhuyung-huyung, seolah-olah menarik kaki. Dua mata merah menyala, hanya itu yang menandakan bahwa itu adalah makhluk hidup.


Makhluk itu mengabaikan pohon-pohon yang tumbuh dan semak-semak yang lebat, mengejar Gain seolah-olah itu gelombang daging. Tidak sulit untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika seseorang tertelan oleh itu.


Slime!? Itu slime!?


Memang, jika dilihat dari ciri-ciri yang bisa dijelaskan dengan kata-kata, mungkin bisa disebut slime, tetapi itu terlalu buruk rupa untuk disebut demikian.


“Ap... Apa itu... meleleh?”


Talia menahan napas melihat bentuk yang aneh, mundur selangkah.


Sebuah tiruan kehidupan. Entah kenapa, kata-kata itu terlintas di pikiran Sven.


Apakah Senpen Banka menyebut makhluk mengerikan ini sebagai “Slime”?


Keheranan terhadap bentuk yang sangat tak terduga itu membuat langkah-langkah anggota party yang menuju untuk membantu Gain terhenti. Para penyihir yang memegang tongkat juga tampak terhenti seperti tertelan oleh makhluk itu.


Sven segera mengangkat busur bersama rekannya dan memarahi mereka.


“Jangan berhenti! Gerakan musuh lambat! Penyihir, beri serangan penghalang!”


Dalam sekejap, dia memfokuskan serangan. Sudah ribuan kali gerakan itu dilakukan. Dengan jarak hanya beberapa puluh meter, mustahil untuk meleset. Sven secara refleks menghitung jarak dan kecepatan musuh, kemudian menembakkan anak panah.


Anak panah hitam melesat di udara. Melewati tubuh si pencuri yang berlari untuk membantu, melesat di samping Gain yang berlari dengan terhuyung-huyung, dan tertancap di kaki slime palsu yang mengikutinya.


Serangan yang seperti tembakan merobek kaki slime palsu, membuatnya terguling besar. Pohon seukuran pelukan yang menyentuh tubuhnya patah dengan cara yang tak wajar, seolah diputar paksa.


Itu bukan serangan sihir atau fisik. Itu adalah “fenomena” yang tidak dapat dijelaskan. Sven terkejut dengan apa yang dia lihat.


Permukaan tubuhnya, yang sulit dikenali apakah itu darah atau daging, menggelembung dan berbusa. Slime palsu itu bangkit seperti tidak ada yang terjadi. Setelah itu, serangan sihir dari para penyihir jatuh ke tubuhnya. 


Peluru air yang meluncur cepat, bilah angin tak terlihat, anak panah cahaya yang terkompresi, dan bola api semuanya menghantam slime palsu secara bersamaan. Suara ledakan dan asap membumbung menutupi pandangan.


Sven memeriksa keadaan Gain yang kembali dengan bantuan pencuri.


Wajahnya pucat karena ketakutan, baju zirahnya kotor oleh debu tanah, dan napasnya terengah-engah seolah-olah dia hampir pingsan. Namun, yang lebih mengerikan, tangan kanannya... terputus di tengah-tengah.


“Henrik! Sembuhkan dia!”


“Y... Ya!”


Itu bukan luka karena tebasan pedang. Seolah-olah tangan itu dipatahkan dengan paksa. Luka itu tidak mematikan, tetapi jika dia terus kehilangan darah, dia bisa mati. 


Henrik buru-buru berlari mendekat dan mengobati luka itu dengan sihir penyembuhan. 


“Apa yang terjadi?”


“Hah... Hah... Penyihir... Penyihir memberi suntikan ke... Serigala... berzirah... Slime... Kata-kata ‘Senpen Banka’... itu benar...”


Cahaya hijau muda yang keluar dari telapak tangan Henrik meresap ke dalam luka, menghentikan pendarahan dan mengisi kembali daging yang hilang.


Setelah rasa sakitnya hilang, wajah Gain mulai pulih. Henrik menggigit bibirnya, menatap Sven.


“Sven-san! Sihir penyembuhanku tidak bisa... mengembalikan lengan yang hilang...”


“Tak ada pilihan lain. Lakukan apa yang bisa kau lakukan! Lengan yang hilang, kita cari nanti!”


Gain sudah tidak bisa bertarung lagi. Seorang pedang yang kehilangan tangan dominannya tidak bisa berfungsi.


Henrik adalah penyembuh ulung. Luka yang tak bisa disembuhkan olehnya tidak ada dalam party Sven.


Untuk menyembuhkan kehilangan anggota tubuh, hanya penyembuh tingkat tertinggi yang bisa melakukannya. Tetapi itu bukanlah masalah sekarang.


“Turun ke belakang!”


Dengan kata-kata Sven, Gain, yang memegang lengan kanannya, mundur. Banyak yang ingin ditanyakan, tetapi yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara keluar dari situasi ini...


Debu tanah mulai hilang. Raungan keras menggema di seluruh markas.


Salah satu penyihir yang melancarkan serangan terdiam sejenak.


“Mustahil... Setelah menerima serangan sebanyak itu... Tak... Tak terluka...?”


Slime palsu itu tidak bergerak sedikit pun. Serangan yang seharusnya mengenai tubuhnya tidak meninggalkan luka sedikit pun, dan tubuh yang meleleh tetap memantulkan cahaya sekitar.


Semua yang ada di markas terdiam. Mereka menatap makhluk aneh itu seolah-olah terhipnotis.


Senpen Banka telah mengirim pahlawan terkuat klan untuk menghadapi musuh ini.


Sven menepis pikiran itu dan menarik busurnya lebih besar, berteriak.


“Tak mungkin tidak terluka! Jangan takut! Jaga jarak dan serang dari jauh!”


Cahaya mulai redup. Semua serangan sihir diluncurkan dengan timing yang sempurna mengikuti perintah Sven.


Hunter yang harus menghadapi berbagai jebakan dan ilusi ini sangat tanggap dalam situasi darurat.


Mereka mampu menghadapi musuh tak terduga ini dengan baik.


Serangan yang lebih banyak dari sebelumnya mengenai kepala, lengan, dan tubuh slime palsu.


Serangan tersebut sekitar dua kali lebih banyak dari serangan penghalang sebelumnya. Slime palsu itu tidak menunjukkan tanda-tanda menghindar.


Suara aneh dari slime itu menggema.


Slime sangat lemah terhadap serangan sihir. Meskipun itu adalah sub-spesies, serangan kali ini pasti akan menghancurkannya tanpa sisa.


Tanpa perlu menargetkan inti, itu sudah cukup kuat untuk menghapusnya sepenuhnya.


Debu tanah yang terangkat menutupi tubuh besar slime palsu. Tanpa menunggu konfirmasi mengenai kehancurannya, serangan sihir kembali diluncurkan ke dalam debu. Cahaya membakar udara, dan dampak hebatnya terasa hingga sepuluh meter dari Sven..


Serangan beruntun yang berlebihan berhenti, dan keheningan kembali menyelimuti tempat itu.


“Oi, Gain. Tadi kamu bilang ‘Serigala berzirah’, kan?”


“Y... Ya! Itu... memang Serigala berzirah! Orang aneh itu menyuntikkan sesuatu, meleleh, dan... Sial!”


Gain yang terbaring di tanah menjawab dengan suara gemetar.


Kemudian, dari dalam asap, bayangan besar muncul perlahan. Slime palsu dengan bentuk yang terdistorsi. Meskipun menerima semua serangan itu, tubuhnya tetap tidak terluka.


Para penyihir yang sebelumnya yakin bahwa serangan gencar akan berhasil kini tampak terkejut. Marietta, seorang penyihir dari “Black Steel Cross”, juga tampak tidak percaya dengan apa yang dia lihat.


“Mustahil... Bahkan jika itu Serigala berzirah, serangan itu seharusnya bisa menghabisinya...”


Apa sebenarnya ini...?


Sven mengingat semua pengalaman dan ujian yang telah dihadapi bersama Foot Step, dan ini adalah makhluk yang belum pernah mereka temui. Anggota Foot Step mungkin bisa menghadapinya, tetapi party eksternal yang tidak terbiasa dengan kejadian tak terduga ini mundur dengan ketakutan.


Apakah itu karena ketahanan tinggi terhadap sihir...?


Sial. Ini tidak bagus. Jika semangat tempur mereka hancur sebelum pertarungan dimulai, kekalahan sudah pasti.


Dengan suara gemetar, Gain berbicara sambil mengangkat tangan kanannya yang hilang, seolah-olah masih ada di sana.


"Ja-jangan menyentuhnya! Itu... itu sangat kuat! Aku tidak tahu apa yang terjadi! Aku yakin aku menebasnya! Tapi tanganku... Tanganku bahkan terpotong tanpa aku disentuh olehnya!"


"!!"


Napasku terhenti sejenak saat angin kencang berhembus.


Itu adalah Sven, yang telah melepaskan anak panahnya.


Tak seorang pun bisa menangkapnya dengan mata. Panah hitam yang dilepaskan dalam sekejap mata meluncur seolah-olah sinar cahaya, langsung menuju kepala makhluk yang menyerupai slime.


Serangan itu adalah puncak dari keahlian seorang pemanah, hanya dimiliki oleh mereka yang telah mencapai batas tertinggi seni memanah.


Henrik, yang berdiri di belakang, yakin bahwa kemenangan sudah di tangan.


Itu adalah panah yang bahkan bisa menembus sisik naga. Tidak mungkin makhluk lembek seperti slime itu bisa menahan serangan ini.


Namun, saat panah yang penuh dengan kekuatan luar biasa itu hampir menusuk kepala makhluk slime, sesuatu yang tak terduga terjadi—panah itu terpental dengan keras.


Panah yang melenceng secara tidak wajar terus meluncur tanpa kehilangan momentum, menghancurkan pohon di dekatnya menjadi berkeping-keping.


Ekspresi semua orang berubah menjadi keterkejutan.


Namun, Sven tidak berhenti. Dengan gerakan cepat, ia memasang panah baru di busurnya.


“...!”


Hal yang mustahil tidak pernah ada.


Dulu, ia yakin pada setiap serangan tunggalnya. Tapi sekarang, ia tahu dunia ini penuh dengan makhluk yang berada di luar imajinasi manusia—seperti pencuri yang mampu menangkap lusinan panah terbang dengan tangan kosong, atau seorang paladin yang berdiri tanpa cedera meski terkena serangan langsung.


Jika dibandingkan dengan itu, panah yang terpental bukanlah sesuatu yang mustahil.


Otot-otot di lengannya menegang. Sepuluh panah hitam dilepaskan secara beruntun—panah yang cukup kuat untuk menghancurkan sekelompok phantom biasa sekaligus. Dengan kecepatan dan intensitas seperti badai, panah-panah itu menghujani makhluk yang menyerupai slime.


Sven Anger, yang dikenal sebagai "Storm Strike", menunjukkan keahlian yang menjadi dasar nama julukannya. Para pemburu yang menyaksikannya terpukau—namun hanya untuk sesaat.


Panah-panah itu, setiap satu di antaranya, terpental tepat di depan makhluk slime itu. Serpihan panah yang terpental menghancurkan tanah dan pepohonan di sekitarnya. Jika ada anggota kelompok yang berdiri terlalu dekat, mereka pasti akan terluka parah.


Makhluk slime itu tidak mengalami satu goresan pun. Dengan gerakan yang mirip seperti cairan kental, ia mengangkat kedua lengannya, seolah mengejek para pemburu yang mengelilinginya.


“Tidak mungkin… Apakah ini kekebalan fisik? Tapi sihir juga tidak mempan. Apakah ada semacam penghalang? Tidak, jika itu hanya penghalang biasa, panahnya tidak akan terpental seperti ini.”


Bukan dilindungi, tetapi semacam kekuatan memutarbalikkan serangan itu. Cara panah itu terpental membuatnya terlihat seperti sesuatu yang mustahil.


Sven tahu kekuatannya tidak terkalahkan dalam hal penetrasi. Namun, baik serangan fisik maupun sihir tidak membuahkan hasil, membuat situasi semakin tidak menguntungkan.


Makhluk slime itu melompat, mengarah ke salah satu sisi perimeter. Seorang pemburu yang menjaga sisi itu berteriak keras dan mundur dengan panik.


Dua lengannya menghantam tanah dengan keras, menciptakan ledakan yang mengangkat tanah dan puing-puing ke udara. 


Serangannya luar biasa kuat—bahkan seorang pemburu yang dilatih dengan bantuan mana material mungkin tidak akan bertahan jika terkena langsung.


Ini merepotkan. Jika serangan dari Sven, yang level 6 dan memiliki julukan, tidak berhasil, jumlah orang pun menjadi tidak berarti melawan makhluk phantom seperti ini.


“Apa yang harus kita lakukan, Sven!?”


“Kita tidak bisa lari begitu saja. Menurut Gain, ada seseorang yang menciptakan makhluk ini. Kita tidak bisa membiarkannya begitu saja.”


Sven menjawab tanpa ragu terhadap suara Lyle, yang berada di garis depan dan melindungi perimeter.


Sebagai seorang pemburu, Sven memiliki kebanggaan yang tidak bisa diabaikan.


Lyle, frustrasi, mengacak-acak rambutnya. 


“Sial! Krai bilang ini hanya slime sialan! Aku akan memarahi dia begitu kita kembali!”


Sven, dengan senyum masam di wajahnya, hanya mencemooh.


Misi ini benar-benar tidak sepadan dengan risikonya.


Makhluk slime itu kembali melompat, mengincar salah satu pemburu di dekatnya.


Untuk saat ini, yang bisa mereka lakukan hanyalah mengulur waktu.


“Jangan biarkan dia mendekat! Gerakannya tidak terlalu cepat! Jika kau menjadi targetnya, fokuslah untuk menghindar! Yang lainnya, ganggu gerakannya! Tidak ada makhluk yang tak terkalahkan, kita hanya perlu menemukan kelemahannya!”


Sven berteriak, memberikan arahan kepada semua orang, sambil berterima kasih dalam hati pada Eva yang memastikan kelompok ini cukup besar.


Krai sempat berkata setengah kelompok sudah cukup, tetapi kenyataannya tidak seperti itu.


Serangan sihir maupun fisik memang terpental, tetapi makhluk slime itu tetap terikat dengan tanah. Serangan yang diarahkan ke kakinya membuatnya terhenti sesaat. Selain itu, gerakannya juga tidak terlalu rumit, dan inderanya tidak sepeka itu. Meski tidak bisa dilukai, tampaknya makhluk itu tidak terlalu pintar.


Sven memanfaatkan temuan positif ini untuk memotivasi rekan-rekannya.


“Gerakannya sederhana! Dia menyerang siapa pun yang paling dekat! Serangannya hanya berupa hantaman atau sapuan—kecepatannya tidak terlalu mengancam. Ayo, berikan yang terbaik!”


Mendengar seruan Sven, para pemburu kembali melancarkan serangan untuk menghambat makhluk itu.


Namun, situasinya tetap buruk. Sihir tidak bisa ditembakkan tanpa batas, dan stamina mereka mulai terkuras. Para penyihir akan menjadi tidak berguna jika mana mereka habis.


Sven tahu ini adalah pertarungan ketahanan, dan waktu bukanlah sekutu mereka. Keringat dingin mengalir di pipinya saat ia menyadari bahwa serangannya benar-benar tidak efektif.


Namun, ada satu kartu truf: cairan pembunuh slime yang dibawa oleh Talia.


Pandangan Sven tertuju pada Talia, yang tampak kelelahan di barisan terluar.


Kesempatan hanya ada satu kali. Jika cairan itu dilempar tetapi gagal, mereka benar-benar tidak punya harapan lagi.


Sven mengambil keputusan. Dengan risiko besar di depan mata, ia yakin dirinya bisa melakukannya.


“Talia, berikan cairannya. Aku yang akan melakukannya.”


“B-baik!”


Talia, dengan langkah yang goyah, menyerahkan cairan itu kepadanya. Botol kaca berisi cairan cokelat tua yang rapuh tampak bergoyang-goyang di tangannya.


“Semprotkan cairan ini, dan makhluk itu akan hancur dari titik itu... seharusnya.”


“Baik, kalian semua! Bawa makhluk sialan itu mendekat ke sini!”


Sven maju dengan kecepatan yang telah dia perhitungkan. Makhluk slime itu mengalihkan targetnya dari pemburu yang sedang dikejarnya, kini berfokus pada Sven.


Mata mereka bertemu. Di wajahnya yang cair, hanya ada dua mata yang bersinar tajam tanpa hidung atau mulut. Tubuh besarnya menegang, seolah-olah sedang bersiap untuk menyerang.


Sven menyeringai.


Makhluk itu memang monster, makhluk yang sangat mengerikan. Tapi dia tidak melihat Sven dan kelompoknya sebagai musuh, hanya sebagai mangsa.


Itu adalah kelemahan makhluk ini.


Dan ketika makhluk slime itu meringkuk, ia melompat seperti pegas yang dilepaskan.


"Apa!?"

Slime itu melesat dengan kecepatan yang tak bisa dibandingkan dengan gerakan sebelumnya.


Para pemburu yang mengepung makhluk itu menahan napas mereka. Namun, menghadapi slime yang tiba-tiba meluncur dengan kecepatan luar biasa dari atas, Sven hanya mengejek dengan dingin.


Tentu saja aku sudah menduganya. Tidak ada gunanya melemparkan sesuatu ke makhluk itu. Panah, sihir, bahkan batu kecil sekalipun hanya akan terpental. Bahkan jika botol dilemparkan, hasilnya akan sama. Maka jawabannya sederhana.


"Jangan meremehkanku, 'Senpen Banka'!"


Itu memang cepat. Sangat cepat, tetapi hanya jika dibandingkan dengan gerakan sebelumnya. Dibandingkan dengan kecepatan phantom yang biasa dia lawan, gerakan itu mudah diantisipasi.


Party Black Steel Cross mungkin tampak sederhana, tetapi latihan dan pengalaman yang telah mereka kumpulkan tidak akan pernah mengkhianati mereka.


Ketika slime palsu meluncur dari atas, Sven membungkukkan tubuhnya dan meluncur ke samping dengan gesit.


Cakarnya yang besar gagal menangkap Sven, hanya menyapu udara kosong, dan akhirnya mendarat di tanah. Tepat di atas cairan pembunuh slime yang sebelumnya diletakkan Sven di tanah.


Suara kecil kaca pecah terdengar.


Meskipun dinding pelindung yang menyelimuti makhluk itu sangat kuat, ia tidaklah tak terkalahkan. Tidak ada penghalang yang mampu sepenuhnya menutup semua celah.


Bahkan 'Cincin Pelindung' yang terkenal karena menciptakan penghalang kuat masih memiliki titik lemah.


Makhluk itu menghancurkan botol cairan pembunuh slime, dan gerakannya terhenti sesaat.


"Mampus kau!"


Talia, Marietta, Lyle, Gain, dan pemburu lainnya menatap pergerakan slime palsu itu dengan penuh perhatian. Namun, ketika slime palsu itu mengulurkan lengannya ke arah Sven, dia dengan mudah mundur satu langkah dan menghindarinya.


Slime palsu itu bergerak lagi, tampak tidak terpengaruh. Meskipun tubuhnya masih mencair, gerakannya jauh lebih halus dibandingkan saat pertama kali muncul.


Talia, yang telah menyediakan cairan pembunuh slime, terjatuh ke tanah dengan gemetar, seolah-olah kakinya kehilangan kekuatan.


Sven menginjak tanah dengan frustrasi dan berteriak:


"Sialan! Jadi ini memang bukan slime, kan!?"


Teriakannya bergema di tengah malam.


Dia sudah menduganya. Sven telah lama mengenal Krai.

Makhluk ini jelas bukan tergolong slime. Dari kesaksian Gain saja sudah cukup jelas.


Lyle, yang tampak pucat setelah mengingat sesuatu, tiba-tiba berkata dengan suara gemetar:


"Ah, benar... Krai bilang itu bukan slime, tapi makhluk mirip slime..."


"Bajingan itu! Katakan informasi dengan jelas! Jangan ukur segalanya dengan kekuatan kalian, 'Duka Janggal!' Kau ingin membunuh kami berapa kali, hah!?"


Slime palsu itu menyerang dengan langkah ringan.


Sven merunduk dengan cepat dan berhasil menghindari serangan itu. Keringat dingin mengalir di wajahnya. Suara basah terdengar di belakangnya saat slime palsu itu menghantam tanah.


"Sial! Apa yang harus aku lakukan dengan ini, Krai!? Mati sajalah!"


"T-tapi Krai bilang, setengah saja sudah cukup..."


"Jangan bercanda! Kau sendiri saja yang menghadapinya!"


engar.


"Itu adalah penghalang sihir."


"...Apa?"


Suara itu terdengar seperti seorang dosen yang sedang mengajar, sangat kontras dengan situasi di medan pertempuran.


Keributan sebelumnya seakan lenyap, digantikan ketenangan yang dibawa oleh suara itu. Dari kerumunan, seorang wanita melangkah ke depan dengan langkah santai.


Dia mengenakan jubah hijau muda, sabuk berisi botol-botol besar, dan sebuah ransel besar di punggungnya. Rambut pirang merah mudanya berkilauan, bergoyang lembut tertiup angin.


Waktu seakan berhenti. Para pemburu dan bahkan slime palsu itu menghentikan gerakannya, mengarahkan perhatian mereka padanya.


Sven mengenali wanita itu. Dengan tatapan penuh percaya diri, dia tersenyum pada Sven.


"Sitri!? Kenapa kau ada di sini!?"


Sitri Smart, seorang alchemist level 2 dan anggota dari party 'Duka Janggal'.


Wanita itu menutup bibirnya dengan jari, seolah meminta mereka diam.


Meskipun berhadapan dengan makhluk asing yang jarang terlihat di tempat seperti 'Treasure Hall,' ekspresi Sitri tetap tak tergoyahkan.


Sven mendengus, merasa ada sesuatu yang salah. Namun, Sitri hanya berkata:


"Krai-san mengkhawatirkan situasi ini. Dia memintaku menggantikan tugas memimpin. Aku berpikir untuk tidak mengganggu, tetapi sepertinya aku tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut."


Dengan suara yang tenang namun penuh rasa ingin tahu, dia menatap slime palsu itu dan berkata:


"Ini penghalang sihir, bukan? Aku memiliki firasat tentang itu."


Kemungkinan besar, tidak ada seorang pun di tempat ini yang benar-benar memahami situasi saat ini.


Bagi seorang alkemis, senjata utamanya adalah pengetahuan. Sven pernah mendengar bahwa semua analisis mengenai Treasure Hall yang dieksplorasi oleh party Duka Janggal dilakukan oleh Sitri. Namun, sekalipun prinsip kerjanya dipahami, hal itu tidak ada artinya jika makhluk tersebut tidak bisa dikalahkan. Terlebih lagi, magic barrier (penghalang sihir) adalah kekuatan yang sangat kuat karena kesederhanaannya, yang justru membuatnya sulit untuk diatasi.


Sitri menghindari serangan mendadak dengan bergeser beberapa langkah. Kendati dia hampir tertabrak oleh makhluk yang jauh lebih besar, tidak ada rasa takut sedikit pun di wajahnya. Penjelasannya yang tenang pun tidak terhenti. Dengan santai, dia mengamati tubuh makhluk itu yang mencair, lalu mengitari sisinya dari jarak dekat. Dua mata slime tiruan itu terus mengikuti pergerakan Sitri.


“Sebagian besar organ tubuhnya sudah larut. Yang tersisa hanyalah insting... Apakah ia mencoba menggantikan tubuhnya yang mencair dengan menyerap mana material? Makhluk malang... Bahkan jika kau memakanku, tubuhmu tidak akan kembali seperti semula. Percobaan ini sudah gagal.”


“Sitri! Itu berbahaya, mundur sekarang juga!”


“Untuk mengalahkannya, kita memerlukan serangan fisik atau sihir dengan kekuatan yang cukup untuk menembus magic barrier secara paksa, atau... menunggu sampai tubuhnya tidak bisa lagi mempertahankan bentuknya karena seluruhnya berubah menjadi sihir. Oh, terima kasih atas perhatian Anda, Sven-san. Tapi bagaimana kalau kita mencoba ini?”


Seorang alkemis memiliki kemampuan fisik yang lemah. Di antara semua profesi, termasuk penyihir, mereka adalah yang paling lemah.


Sitri merespons peringatan Sven dengan mengulurkan tangannya ke punggungnya, lalu mengeluarkan sebuah tongkat kecil dari dasar tas yang dia bawa.


Tongkat logam berwarna abu-abu sepanjang sekitar tiga puluh sentimeter itu bahkan tidak layak disebut tongkat sihir.


Slime tiruan yang serangannya dihindari segera berbalik arah dan menyerang Sitri dengan kasar.

Namun, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, Sitri melemparkan tongkat logam itu ke arah makhluk tersebut.


“Ini adalah anti-mana metal.”


Tongkat logam itu berputar-putar di udara dan dengan mudah mengenai slime tiruan, seolah-olah penghalang kuat yang menahan semua serangan sebelumnya tidak pernah ada. Pergerakan slime tiruan itu langsung terhenti, tampaknya terkejut.


Sitri dengan tenang menghindar dari jalur serangan makhluk itu dan berkata,


“Silakan selesaikan, Sven-san.”


“…Hmph!”


Apakah dia sengaja mengatur posisi seperti itu? Dari tempat Sven berdiri, dia bisa melihat dengan jelas tubuh slime tiruan tersebut—termasuk tongkat logam anti-mana yang telah mengenai kepala makhluk itu.


Dalam gerakan yang mengalir mulus, Sven menarik busurnya dan melepaskan anak panah. Kelelahan yang dirasakannya sebelumnya seolah sudah lenyap.


Targetnya adalah tongkat logam anti-mana yang dilemparkan oleh Sitri. Meskipun sasarannya kecil, itu bukanlah masalah bagi Sven.


Busur itu berderit dengan keras, dan sebuah anak panah hitam dilepaskan. Dengan kekuatan penuh, panah hitam itu menghancurkan tongkat logam dan, seperti menghapus semua perjuangan sebelumnya, memusnahkan kepala slime tiruan dalam sekejap.


Makhluk itu, yang kehilangan kepalanya, lenyap seperti ilusi, seolah-olah tak pernah ada.


Penyelesaian yang begitu mudah setelah perjuangan panjang membuat semua orang terdiam.


Hanya Sitri, yang sejak awal tidak menunjukkan perubahan ekspresi sedikit pun, menghela napas lega.


“Syukurlah... Kalian semua selamat, dan aku berhasil tepat waktu.”


“Apa yang... sebenarnya terjadi di sini?”


Salah satu pemburu bertanya dengan ekspresi seperti tengah bermimpi.


Dari informasi yang sangat minim, seseorang berhasil mengungkap kelemahan musuh dan mengatasinya sendirian.


Meski Sitri sendiri tidak memberikan pukulan langsung kepada slime tiruan, tindakannya begitu luar biasa, hampir seperti keajaiban.


Tak lama kemudian, sebuah kereta kuda muncul dari dalam hutan. Kereta itu tak kalah megah dibandingkan yang digunakan oleh First Step.


Dari kereta itu, seseorang turun, dan mata Sven melebar saat melihatnya.


“Sudah selesai, Sitri?”


“!? Kepala cabang Gark!? Kenapa kamu ada di sini!? Dengan pakaian seperti itu──”


“Aku mendapat tumpangan. Aku, tidak seperti kakakmu, tidak bisa berlari secepat itu.”


Pakaian Gark bukanlah seragam asosiasi penjelajah yang biasa Sven lihat.


Dia mengenakan baju zirah merah yang dipoles hingga berkilauan, dengan helm berwarna merah serupa bertanduk di tangannya. Di samping itu, dia membawa halberd yang memancarkan cahaya unik. Penampilannya yang gagah dan kuat, seperti seorang veteran perang, membuat para pemburu terguncang.


Tubuhnya yang kokoh sama sekali tidak mencerminkan seseorang yang telah pensiun.


Di belakangnya, dua pria muda dengan seragam Relic Investigation Bureau Kekaisaran turun dari kereta dengan ragu-ragu, tampak gugup.


Melihat Sven yang masih kebingungan, Sitri berbicara dengan wajah serius.


“Gark-san sudah aku beri penjelasan sebelumnya, tapi izinkan aku menjelaskan lagi. Aku punya dugaan tentang fenomena yang baru saja terjadi... dan siapa yang melakukannya.”



Melalui mata dan telinga palsu, Noctus Cochlear terkejut melihat pemandangan yang sama sekali tak terduga.


“…Apa-apaan itu!? Mengatasi phantom yang telah dimodifikasi dengan begitu mudah…! Apakah itu yang dimaksud Sophia, orang yang mengejar kita!?”


Ramuan modifikasi itu adalah produk yang diciptakan Sophia secara tak sengaja selama eksperimen. Namun, substansi tersebut, yang memaksa perubahan pada mana material, adalah hal yang sangat berbahaya, setara dengan aspirasi terdalam Noto.


Meskipun pengujiannya belum sepenuhnya selesai, phantom yang diberikan ramuan itu akan mengubah mana material mereka menjadi energi sihir (mana) yang sangat besar, menghancurkan diri mereka sendiri sambil terus mencari mana material, berubah menjadi monster yang mengamuk.


Energi sihir yang terus-menerus diproduksi itu menciptakan penghalang alami karena besarnya energi tersebut, menjadi perisai mutlak yang memantulkan segala serangan. Kekuatan itu jauh melebihi kekuatan mereka saat tubuh mereka masih stabil. Sebagai senjata, itu sudah lebih dari cukup.


Namun, semua itu berhasil diungkap dan diatasi dengan begitu mudah. Bakat lawan benar-benar luar biasa.


Logam Anti-Mana Metal adalah logam khusus yang hampir tidak dipengaruhi oleh energi sihir. Kekuatannya memang rendah, sehingga tidak cocok digunakan sebagai senjata, dan tidak efektif melawan fenomena sihir yang sudah terjadi. Namun, dalam hal menembus penghalang energi sihir, logam ini sangat luar biasa. Itu adalah musuh alami dari phantom yang telah dimodifikasi.


Masih ada stok ramuan. Kehilangan phantom yang dilepaskan tadi bukanlah masalah besar.


Namun, hasilnya sungguh di luar dugaan. Meskipun Noto tidak mengira akan bisa memusnahkan seluruh pemburu, dia berharap dapat menyebabkan kerusakan besar. Karena itulah dia mengizinkan penggunaan ramuan, meskipun belum pernah diuji coba dalam pertempuran.


Hasilnya? Hanya satu pemburu yang kehilangan lengan kanannya, dan tak satu pun dari mereka tewas.


Lebih buruk lagi, dua murid cerobohnya berhasil dikalahkan.


“…Apa-apaan ini…? Bagaimana mereka bisa begitu tepat…? Apakah aku terlalu meremehkan para pemburu ini?”


Kekalahan satu phantom tidak akan mengguncang pasukan Noctus. Namun, dampak psikologisnya sangat besar.


“Ada apa, Tuan Noctus?”


“…Di mana Sophia sekarang?”


Dia bertanya kepada salah satu murid laki-lakinya yang biasa bertugas sebagai pelayan.


Ekspresi murid itu berubah menjadi masam.


“…Sophia bilang dia ingin mengumpulkan informasi dan memeriksa sistem pertahanan. Tapi, dia belum kembali.”


“…Gadis itu… apakah dia terlalu santai atau terlalu percaya diri…?”


“Jangan khawatir. Kami memiliki rencana. Kami akan memastikan para pemburu itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya.”


Noctus menggelengkan kepala dengan nada heran, sementara murid itu menundukkan kepalanya dengan ekspresi tidak puas.



“Menyerang secara bertahap!? Apa yang dipikirkan wanita itu!?”


Dengan tangan gemetar, Flick mencengkeram perintah tertulis di tangannya.


Di ruang taktis, semua murid Noctus yang tidak ditangkap—kecuali Sophia—berkumpul. Sebelumnya, posisi Flick memang berada di bawah Sophia sebagai murid. Namun, atas perintah sang guru, Sophia sekarang menjadi pemimpin mereka.


“Aku tidak bisa memahami ini sebagai taktik. Lawan kita memiliki kekuatan untuk mengalahkan phantom yang telah dimodifikasi! Jika kita menyerang satu per satu, mereka hanya akan dihancurkan secara terpisah! Dan ramuan itu jumlahnya tidak banyak! Apakah dia tidak menyadarinya!? Kita seharusnya menyerang mereka sekaligus!”


“Apa yang dia pikirkan…? Apakah ini mentalitas seorang peneliti belaka?”


Flick mengakui bahwa Sophia adalah seorang peneliti yang luar biasa. Dalam bidang itu, dia jauh melampaui Flick.


Namun, perintahnya benar-benar konyol. Sebagai seorang mage, Flick telah mempelajari seni bertempur. Memang, kepemimpinan bukan keahliannya, tetapi bahkan tanpa banyak berpikir, dia tahu perintah itu salah besar.


Bagi Flick, Sophia adalah duri dalam daging sebagai murid kedua. Namun, perintah untuk mengikutinya adalah kehendak sang guru. Dia tidak bermaksud melanggarnya.


Tentu saja, hanya jika perintah Sofia masuk akal.


“Adakah kontak dengan wanita itu?”


“…Tidak ada. Batu komunikasi juga tidak merespon.”


“Sialan! Apakah dia tidak memahami situasi kita sekarang!? Apakah dia sengaja membawa kita menuju kekalahan!?”


Lawan mereka adalah Senpen Banka dan anggota Duka Janggal. Tanpa pemimpin yang memahami situasi, bagaimana mereka bisa menang? Sekuat apa pun kartu yang mereka miliki, itu tidak ada artinya jika pemimpinnya tidak kompeten.


“…Flick, mungkin perintah itu dikeluarkan sebelum dia mengetahui situasi. Kita bisa bertindak sesuai keadaan. Yang penting adalah kemenangan. Jika kita tidak bisa memusnahkan mereka, kita masih punya senjata lain.”


Ucapan salah satu rekan membuat Flick mengerutkan kening sejenak. Dia mempertimbangkan antara menghormati perintah gurunya dan bertindak berdasarkan situasi saat ini.


Kesimpulannya datang dalam hitungan detik.


“…Kau benar. Jika kita kalah tanpa berbuat apa-apa, aku akan kehilangan kehormatanku di hadapan guru. Bawa semua ramuan. Kumpulkan semua phantom yang ditangkap. Kita akan menghancurkan mereka sekaligus!”


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close