Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Chapter 2: Mimpi Buruk dan Kekhawatiran
Aku bermimpi. Mimpi tentang ibu kota kekaisaran yang terbakar, mimpi tentang akhir dunia.
Langit yang memerah karena api. Teriakan dan raungan. Pemburu, kesatria, pedagang, penduduk kota—semuanya sama saja, berlari seakan kehilangan akal. Jalanan yang lebar dipenuhi lautan manusia, semuanya berusaha keras melarikan diri keluar dari ibu kota.
TLN: aku bingung mau pake “hunter” apa “pemburu” aku pake “pemburu” ae lah, chap kedepan aku bakal pake “pemburu”
Namun—mereka terhalang oleh tembok yang seharusnya melindungi kota.
Aku sendirian, di sebuah ruangan yang sepi—mengamati semuanya dari langit di atas ibu kota.
Lebih tinggi dari ruang kepala klan di lantai atas markas klan Jejak, tempatku biasanya menghabiskan waktu.
Dari atas, aku bisa melihat seluruh ibu kota, memahami dengan jelas situasi yang terjadi. Dan, aku juga mengerti alasan mengapa langit terbakar.
Ibu kota kekaisaran, Zebrudia, kota yang akan segera mencapai usia tiga ratus tahun.
Kawasan kota yang tertata rapi itu sekarang tertutup oleh cairan merah menyala yang membakar segalanya.
Cairan itu kental dan pekat.
Terlihat seperti gelombang tsunami besar yang mencoba menghancurkan kota, tapi ibu kota ini tidak dekat dengan laut. Dari atas, terlihat bahwa aliran cairan itu mengikuti pola tertentu yang berbeda dari aliran air biasa.
Cairan itu—jelas-jelas memburu kehidupan.
Bangunan, kereta kosong, gerobak dagang tanpa pemilik, semuanya diabaikan. Cairan itu lebih dulu mengejar anak-anak dan orang tua yang berlari ketakutan, serta para ksatria yang mencoba mengendalikan kekacauan.
Makhluk hidup yang tersentuh cairan itu tanpa terkecuali langsung menyala seperti obor dan lenyap tanpa jejak dalam hitungan detik.
Hanya baju zirah kosong, pakaian, dan pedang yang tertinggal di jalanan. Udara panas terasa membakar kulitku.
Tembok besar yang telah melindungi ibu kota dari monster dan phantom selama tiga ratus tahun kini justru menghalangi orang-orang yang berusaha melarikan diri.
Ibu kota Zebrudia dikelilingi oleh tembok, dan pintu keluar yang tersedia terlalu kecil untuk jumlah penduduknya. Orang-orang meluap di pintu keluar, membuat evakuasi berjalan lambat.
Istana yang terlihat di kejauhan sudah tidak menunjukkan tanda kehidupan.
Setengah bagian kota telah menjadi reruntuhan. Kawasan tanpa kerusakan pada bangunan, tanpa jasad manusia—hanya kehidupan yang bersih terhapus dari keberadaan—terlihat menyeramkan. Mungkin ada yang masih hidup di dalam bangunan-bangunan tersebut, tapi dengan keadaan dikelilingi cairan itu, harapan untuk melarikan diri sangatlah kecil.
Volume cairan itu tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang. Sebaliknya, tampaknya semakin bertambah.
Cairan itu pada akhirnya akan meluap, tidak hanya menenggelamkan ibu kota, tetapi juga keluar dari tembok dan menenggelamkan seluruh dunia.
Tidak, cairan itu—bukan air. Aku tahu itu.
Itu adalah makhluk hidup.
Makhluk paling lemah yang secara alami ada di dunia ini.
Makhluk itu menjadi dasar untuk menciptakan sebuah ciptaan yang seharusnya tidak pernah ada, produk kegilaan yang melampaui batas.
Makhluk itu adalah sesuatu yang telah diberi peringatan untuk ditangani dengan hati-hati, tapi mungkin aku secara ceroboh melepaskannya.
Tanpa kusadari, seorang gadis telah berdiri di sampingku, memandangi pemandangan yang sama dari atas sini.
Mata sedikit menurun yang memberikan kesan lembut, rambut pirang muda pendek yang dipotong rapi.
Jubah abu-abu polos yang dikenakannya bukanlah pakaian para penyihir (magus) yang dilengkapi berbagai sihir untuk menembus ruang harta karun, melainkan pakaian kerja yang didesain untuk eksperimen yang berpotensi kotor.
Dia mengangkat wajahnya, menatapku seolah baru menyadari keberadaanku.
Mata gadis itu melebar, dan meskipun sedang berada dalam situasi darurat, dia tersenyum. Dengan suara lembut, seolah hanya berbicara santai, dia berkata sesuatu.
Suaranya kabur. Aku tidak bisa memahami apa yang dia katakan, tapi dari matanya yang berkilau, aku bisa melihat bahwa dia bersemangat.
Aku berusaha keras menghentikannya, tapi suaraku tidak keluar. Keputusasaan dan rasa panik menjalari tubuhku.
Aku meraih bahunya, tapi dia hanya tersenyum malu-malu dan memelukku.
Tidak, itu bukan pujian! Itu bukan maksudku!
Aku mencengkeram kedua bahunya, mendorongnya menjauh.
Dan saat aku mengguncang bahunya, mencoba menghentikannya dari kepuasan terhadap ciptaannya yang berwujud cairan itu—aku terbangun.
Dalam gelapnya kamar, aku duduk di tempat tidur, menggigil ketakutan.
Punggungku basah oleh keringat dingin. Jantungku masih berdegup kencang.
Mimpi buruk yang mengerikan. Rasanya nyata, terutama saat dia memelukku.
Sebagai orang yang mudah khawatir, aku cukup sering bermimpi buruk, tapi ini jelas yang terburuk dalam beberapa waktu terakhir.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Aku berkata pada diriku sendiri,
“Tidak apa-apa. Ibu kota tidak akan hancur semudah itu.”
Zebrudia adalah negara yang kuat. Pasukan ksatria yang tak terkalahkan, pasukan magus yang terdiri dari ratusan penyihir, para pemburu veteran, dan mantan pemburu yang berbasis di ibu kota.
Bukan hanya kekuatan militer, pengetahuan, teknologi, dan penelitian negara ini juga memimpin di garis terdepan.
Dari semua negara di sekitarnya, Zebrudia adalah yang terkuat. Dan sebagai ibu kota, dengan berbagai ruang harta karun yang menyimpan bahaya di sekitarnya, kemampuan pertahanan kota ini tak tertandingi.
Jika bencana besar yang mampu menghancurkan ibu kota itu benar-benar terjadi, negara lain pun tidak akan mampu menanganinya.
...Tunggu, apa ini benar-benar gawat?
Bayangan mimpi itu kembali jelas di kepalaku. Aku menggeleng keras.
“Tidak, tidak, tidak! Mimpiku tidak pernah menjadi kenyataan!”
“Mm... ada apa?”
Suara lembut terdengar dari sebelah kiriku.
Aku menoleh, dan di sana, dengan santai, Liz mulai duduk.
Melihat wajahnya yang mirip dengan gadis di mimpiku—Sitri, aku mengerutkan dahi.
Liz dan Sitri adalah saudara kandung, dan mereka sangat mirip.
Meskipun ada banyak perbedaan—panjang rambut, ekspresi mata, tinggi badan, ukuran dada, dan warna kulit—jika Liz berusaha menyamar dengan serius, aku tidak bisa membedakan mereka.
Bahkan, aku pernah tertipu sebelumnya.
Liz menatapku dengan senyum polos.
“Selamat pagi, Krai-chan. Apa kau tidur dengan nyenyak?”
Dengan gaun tidur longgar berbahan tipis, dia meregangkan tubuhnya, lalu memeluk lenganku.
Tubuh Liz yang penuh energi terasa jauh lebih panas daripada tubuhku. Pelukannya membuatku mulai berkeringat lagi. Ini pasti penyebab mimpi burukku. Dia tidak ada di sini sebelum aku tidur, kan?
Liz punya kebiasaan buruk menyelinap ke tempat tidurku sejak dulu.
Aku ragu apakah aku harus memarahinya, tapi rasanya tidak ada gunanya mengeluh soal mimpi buruk ini.
Tidak ada jawaban dariku, tapi kakinya mulai melilit kakiku. Cincin yang terpasang di pergelangan kakinya bergesekan, terasa sedikit dingin.
Itu adalah bentuk siaga Highiest Roots, alat suci milik Liz. Biasanya berbentuk sepatu, tetapi saat tidak digunakan, berubah menjadi cincin logam. Liz, yang memiliki moto selalu siap bertempur, bahkan tidak melepas alat sucinya saat mandi atau tidur. Hanya di beberapa momen singkat setiap hari dia tidak mengenakan alat itu.
Aroma manis samar menguar dari tubuh Liz yang menempel erat.
Lengan yang memelukku, dada yang menekan, serta kaki lentur yang melilitku—semuanya terasa lembut dan hangat. Gesekan kulit yang halus ini menimbulkan sensasi menggoda, perlahan menjalar dari dalam pikiranku.
Ketika ia diam saja, dia tampak seperti gadis biasa.
Namun, daya tarik ini hanyalah jebakan bagi mereka yang terpesona. Begitu ada yang terpikat, Liz akan menghancurkan mereka tanpa ampun—itu adalah hobinya.
Saat aku mencoba menenangkan napas, Liz bertanya dengan suara yang manja, seolah-olah seekor kucing sedang merengek.
“Hei, Krai-chan, hari ini apa kau punya waktu luang?”
“Bagaimana dengan latihan Tino?” tanyaku balik.
“Mmhh… Kalau terlalu sering, dia bisa rusak, jadi hari ini libur,” jawabnya sambil tersenyum lebar.
“Latihanmu sendiri bagaimana?” tanyaku lagi.
Liz adalah pekerja keras. Meskipun sudah mendapat gelar Zetsuei dari mentornya, dia tetap terus berlatih. Bahkan di tengah kesibukannya melatih Tino, ia tak pernah lalai melatih dirinya sendiri.
Namun, kali ini dia menjawab sambil tersenyum.
“Hari ini aku juga libur~”
Aku sempat ragu, tetapi akhirnya aku mengiyakan.
Liz sudah beberapa kali menyeretku keluar untuk menemaninya bersenang-senang.
Sebagai pemimpin, aku merasa sudah sewajarnya menemani mereka untuk melepas penat, meski aku tidak banyak membantu dalam perburuan di ruang harta karun. Selain itu, selama Liz berada di sisiku, aku merasa aman untuk keluar rumah.
Aku memutuskan untuk melupakan mimpi buruk tadi.
Itu hanya mimpi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Penyebabnya pasti Liz dan kakaknya, Sitri, yang terus membuat tidurku tidak nyaman. Mereka benar-benar saudara yang merepotkan.
“Baiklah, aku akan menemaninya.”
“Kyaaa! Terima kasih, Krai-chan!” seru Liz gembira sambil memelukku erat-erat.
Aku hanya bisa menghela napas sambil mengusap kepalanya.
Setelah selesai bersiap-siap, aku turun ke lantai bawah bersama Liz. Kebetulan, seseorang yang aku kenal masuk ke ruang depan.
Seorang pria besar dengan kepala plontos—Gark-san, kepala cabang Asosiasi Penjelajah. Seragam asosiasi yang dikenakannya tampak sangat tidak cocok dengan tubuh kekarnya. Begitu melihatku, matanya membelalak lebar.
Tanda-tanda masalah besar langsung terlintas di pikiranku.
Berdasarkan pengalaman, Gark-san hanya mencariku saat terjadi insiden besar, aku membuat kesalahan fatal, atau saat aku menolak panggilannya. Apa pun alasannya, itu jarang membawa kabar baik untukku.
Dia bahkan membawa Kaina-san dan dua staf asosiasi lainnya. Kali ini, sepertinya dia tidak datang hanya untuk memarahiku.
Namun, sebelum aku sempat bicara, Liz yang berada di sampingku sudah mendahului dengan nada kasar.
“Hari ini Krai-chan sibuk, tahu? Jangan ganggu kami dengan hal-hal sepele! Kami tidak punya waktu untuk menyelesaikan masalah kecil kalian, jadi minggirlah!”
Tatapan Liz tajam seperti akan membunuh. Entah itu bangsawan, ksatria, prajurit veteran, kenalan, atau bahkan atasan di Asosiasi Penjelajah, sikap Liz tidak pernah berubah.
Hari ini Liz tidak mengenakan pakaian perangnya. Pakaian kasual serba hitam yang dikenakannya terdiri dari rok, bukan celana pendek seperti biasanya. Rambutnya yang biasanya diikat juga dibiarkan tergerai.
Satu-satunya yang tidak berubah adalah artefaknya, yang sekarang ia hentakkan ke lantai dengan irama kesal.
Liz benar-benar sulit diprediksi. Baru saja ia begitu ceria, sekarang ia sudah marah-marah.
“Liz...? Kau sudah kembali? Lalu bagaimana dengan Night Palace? Kau tahu bahwa kami mewajibkan laporan setelah penyelesaian treasure hall/ruang harta level 7 ke atas, kan?” ujar Gark-san sambil mengerutkan dahi.
“Sudah selesai! Ini kencan, jadi jangan ganggu kami! Pergilah!” balas Liz dengan kasar.
Tanpa peringatan, Liz melayangkan tendangan ke arah Gark-san, membuat pria besar itu terpental hingga menghantam dinding.
Melihat itu, aku hanya bisa tertawa kecil, menyerah untuk menghentikannya.
Gerakannya lembut, tetapi ekspresinya mengingatkan pada julukan lamanya, seperti iblis.
Melawan serangan dari makhluk yang berani mendatangi ruang harta Level 8 dan masih berdiri tegak—benar-benar luar biasa.
Dan sekarang, ia benar-benar bersemangat. Tidak mungkin seorang kepala cabang asosiasi penjelajah hanya diam setelah dipukul.
Ia menghunus sebuah pisau kecil yang mungkin digunakan untuk perlindungan diri. Namun, karena tubuhnya yang besar, pisau kecil itu bagi orang seperti Liz mungkin tampak seperti pedang pendek.
“Liz, kau tahu apa yang baru saja kau lakukan, kan? Sekalipun aku dikenal sabar, aku juga punya batas...”
Siapa yang sabar?
Melihat kepala cabang yang siap bertarung, Liz menyeringai.
Kulitnya yang terbakar matahari mulai memerah, dan matanya menyala penuh semangat. Mesin yang tadinya hampir mati kini kembali menyala.
Hei, tolong berhenti. Kenapa kalian begitu suka kekerasan?
Rumah klan kita akan hancur lagi. Dan aku yang akan kena omel dari Eva nanti.
Kaina dan dua anggota asosiasi lainnya tampaknya bingung kapan harus turun tangan. Tapi, aku tahu mereka mungkin tidak akan bisa menghentikannya.
Pertarungan antara dua monster seperti mereka tidak akan bisa dihentikan oleh orang biasa seperti kami, bahkan jika kami membawa bala bantuan. Anggota klan lain yang berada di pintu masuk sudah melarikan diri entah ke mana.
Aku memalingkan pandangan dari dua orang yang saling memandang dengan penuh api permusuhan, lalu memberi saran kepada Kaina dan dua rekannya, yang terlihat malang karena memiliki atasan yang suka bertengkar.
“...Yah, bagaimana kalau kita naik ke atas dan minum teh dulu?”
Liz, yang hari ini awalnya hanya ingin berjalan-jalan di ibu kota, tidak membawa senjata apa pun.
Lagipula, aku rasa mereka tidak benar-benar berniat untuk membunuh satu sama lain.
Namun, suara dari bawah tak kunjung reda. Getaran kaca terasa hingga ke sini.
Sambil berpikir bahwa belakangan ini sering sekali terjadi gempa bumi, aku menikmati obrolan santai bersama Kaina dan yang lainnya.
Sebenarnya, aku merasa sangat bersimpati pada Kaina, yang tampaknya menderita karena harus bekerja di bawah kepala cabang yang menakutkan dan suka bertengkar, seperti aku. Maka, aku berbicara dengan nada yang lebih santai.
“Hei, resepsionis di sini cantik banget, ya? Gimana caranya kalian merekrut? Aku juga pengen punya karyawan seperti itu di tempatku.”
Sebenarnya, struktur organisasi kami, Foot Step, terinspirasi dari Asosiasi Penjelajah. Ketika aku menemukan Eva, aku mencarinya dengan mati-matian dan bahkan memohon untuk merekrutnya.
Langkah selanjutnya adalah mencari resepsionis yang cantik.
Resepsionis di cabang Zebrudia adalah semacam ikon. Ceria, ramah, dan tetap sopan meskipun harus menghadapi pemburu yang menyeramkan dan kotor. Bahkan, saat aku yang selalu dipanggil karena masalah muncul, ia tetap bersikap profesional.
Aku yakin gadis itu adalah kunci kelancaran operasi organisasi.
Lelaki pada dasarnya lemah terhadap wanita cantik, termasuk pemburu.
Kata-kataku yang setengah bercanda itu membuat Kaina tersenyum masam.
“Ah, maksud Anda Chloe? Dia itu… keponakan Kepala Cabang Gark.”
“Wah, genetikanya tidak kelihatan, ya.”
Bagaimana mungkin seseorang yang berkerabat dengan Iblis Tempur bisa menjadi gadis yang begitu baik? Atau mungkin karena terbiasa dengan Gark, kepribadiannya jadi seperti itu.
Sambil berbicara hal-hal remeh, suasana perlahan mencair. Kemudian, Kaina mulai membahas alasan kedatangan mereka.
Namun, setelah mendengar penjelasan Kaina dan yang lain, aku hanya bisa menghela napas.
Ternyata, Gark salah paham besar dan mengira aku memiliki informasi mengenai anomali di Sarang Serigala Putih.
Sayangnya, aku tidak tahu apa-apa. Tidak ada ide, dan tidak punya rencana untuk mencarinya.
Karena masalah di Sarang Serigala Putih itu bukan salahku. Memang, aku sempat sedikit terlibat, tapi hukuman yang diberikan sudah selesai. Sisanya adalah urusan asosiasi penjelajah dan pemerintah.
Aku sudah sepenuhnya memosisikan diri sebagai orang luar.
Orang-orang terlalu melebih-lebihkan kemampuanku. Aku hanya menjadi Pemburu Level 8 karena keberuntungan.
Memangnya wajar jika aku, yang tidak punya pengetahuan atau keahlian, bisa lebih tahu daripada hasil penyelidikan para ahli?
“Hei, kedengarannya merepotkan, ya. Jadi, tidak ada masalah di aliran energi bumi (Leylines)?”
Mendengar jawabanku yang santai, Kaina terlihat kecewa.
Aliran energi bumi, seperti aliran darah di tubuh, adalah sesuatu yang mudah dikenali jika ada gangguan. Itu saja yang aku tahu. Tapi selebihnya? Tidak.
Hal seperti ini lebih cocok ditanyakan pada Sitri.
Sitri, adik Liz, adalah seorang Alkemis.
Mari kita berpikir positif.
Kalau dipikir-pikir, mungkin melontarkan kata-kata itu malah keputusan yang tepat. Itu bisa menjadi alasan untuk menolak permintaan kerja sama dari Gark-san.
Tentu saja, keanehan di dalam Ruang Harta Karun itu berdampak pada aktivitas para pemburu harta. Sebagai Foot Step, kami akan membantu semampu mungkin, tetapi secara pribadi, aku punya alasan untuk tidak bergerak.
Dengan begitu, aku tidak perlu menghadapi bahaya atau merasa kelelahan mental. Beruntungnya diriku.
Gark-san dan yang lain juga tidak perlu termakan oleh kata-kata orang yang tidak berguna sepertiku, dan Liz akan menjadi lebih tenang. Beruntung untuk mereka.
Mungkin inilah yang disebut hubungan yang saling menguntungkan?
“Meski aku tidak bisa bergerak sendiri, klan kami akan membantu semampu kami. Oh, ya. Ark pasti orang yang tepat. Begitu dia kembali, aku akan memintanya untuk membantu kalian.”
“Terima kasih atas kerja samanya.”
Kaina-san menunduk sedikit dan mengucapkan terima kasih.
Maafkan aku, Kaina-san. Ini salahku. Aku memang tidak berguna. Hal yang aku tahu hanyalah toko es krim enak di ibu kota.
Maafkan aku karena menjadi pemburu harta level 8 seperti ini. Tapi kalian sendiri yang menjadikanku level 8.
Aku akan meminjamkan Ark kepada kalian, jadi tolong maafkan aku. Dia serba bisa dan pintar, jadi dia pasti bisa menyelesaikan kebanyakan masalah.
Tentu saja, nanti aku akan memintanya kembali.
Walaupun begitu, kepada Kaina-san dan yang lainnya yang masih terlihat kecewa, aku mencoba menghibur mereka.
Akumulasi Mana Material atau evolusi Phantom adalah fenomena alami. Kita, manusia kecil, tidak bisa berbuat banyak terhadap hal semacam itu.
“Menurutku kalian tidak perlu terlalu khawatir. Kalau aliran energi bumi tidak terpengaruh, semuanya pasti akan kembali seperti semula.”
…
Gerakan itu seperti sihir. Dalam konsentrasi ekstrem, kesadaranku terasa meregang.
Satu detik terasa menjadi dua atau tiga detik. Namun, meskipun begitu, aku tetap tidak bisa menganalisis dengan cepat. Aku tidak bisa menghindar, dan yang bisa aku lakukan hanyalah mencoba menangkis dengan seluruh kemampuanku.
Liz Smart tidak bisa menggunakan sihir. Dia juga tidak menggunakan senjata.
Serangannya hanya berupa tusukan dan tendangan sederhana. Namun, semua itu secara sederhana terlalu cepat.
Sebagai seorang Thief, Liz memang sudah unggul dalam hal kecepatan. Tetapi bahkan Gark, yang pernah bertemu dengan banyak pemburu harta di masa aktifnya dan sekarang menjadi kepala cabang asosiasi eksplorasi di Zebrudia, merasa bahwa kecepatan itu benar-benar di luar kebiasaan.
…
“Duka Janggal (Strange Grief)” memiliki banyak musuh.
Sebagian besar ini karena Luke dan Liz yang terus-menerus memulai atau menerima perkelahian di mana saja. Jika mendengar ada pendekar pedang hebat di barat, mereka akan pergi untuk menguji kemampuan.
Jika mendengar tentang kelompok bandit kejam yang mengalahkan pasukan kesatria di timur, mereka akan menempuh perjalanan berhari-hari hanya untuk bertarung hingga mati. Ditambah lagi, mereka sama sekali tidak tunduk pada kekuasaan, jadi mudah dibayangkan betapa banyak kebencian yang mereka terima.
Reputasi kami memang sudah tidak terlalu baik, dan jika para pemburu tidak memiliki kecenderungan menghormati yang kuat, mungkin kami sudah lama diusir dari ibu kota kekaisaran.
Apalagi, nama kelompok kami yang menyeramkan sering kali menimbulkan salah paham. Dulu, kami kerap dianggap sebagai kelompok bandit atau tim kriminal yang hanya menerima misi-misi ilegal, hingga kami diserang beberapa kali.
Kini, kesalahpahaman seperti itu sudah jarang terjadi di ibu kota, meski saat ekspedisi ke luar, kami masih sering dipandang dengan tatapan curiga.
“Gark benar-benar sudah menurun, ya. Usia memang kejam sekali.”
Di sebelahku, Liz yang baru saja memulai keributan lagi dengan Asosiasi Penjelajah berkata dengan lirih. Nada suaranya tidak mengandung ejekan. Melihat betapa marahnya Gark tadi, sudah jelas dia sengaja memprovokasinya, tetapi suaranya terdengar lebih seperti seseorang yang kehilangan teman berkelahi.
“...Aku rasa dia tidak menjadi lebih lemah. Tapi, jangan bandingkan orang lain dengan dirimu yang masih aktif.”
“Baiklah.”
Gark tidak selemah yang dikatakan. Hingga kini, dia masih sering menengahi perkelahian antara pemburu yang mabuk, lalu mengalahkan keduanya. Wajahnya pun tetap mengerikan seperti saat pertama kami bertemu. Namun, jelas tidak adil membandingkannya dengan Liz yang masih berada di garis depan.
Di dunia para pemburu, berhenti aktif berarti melemah, tak bisa dihindari. Liz yang kini berjalan dengan penuh percaya diri suatu saat juga akan kehilangan kekuatannya. Karena itu, banyak pemburu yang memutuskan pindah dari kota asalnya saat pensiun.
Sebagian pemburu harta karun juga bekerja sampingan sebagai tentara bayaran atau pemburu hadiah. Banyak dari mereka memiliki dendam dengan orang lain. Selama masih kuat, mereka bisa melawan ancaman. Namun, jika mereka diserang setelah melemah, situasinya bisa menjadi bencana.
Lalu, bagaimana jika seseorang secara sukarela melompat ke dalam api? Liz dan yang lainnya belum berencana pensiun, tetapi aku diam-diam sudah menyiapkan beberapa tempat untuk pindah saat waktunya tiba.
Meski begitu, ekspresi Gark tadi menunjukkan bahwa dia bukan sekadar tersinggung. Meski memahami sifat Liz, sepertinya dia sangat tersulut. Sebagai orang yang cukup kompetitif, dia mungkin akan menyerbu Ruang Harta seorang diri.
Kami terus berjalan melalui ibu kota sambil berbincang. Meskipun Serikat Penjelajah sedang gaduh, suasana kota tetap damai seperti biasa. Liz yang mengenakan pakaian minim dan perangkat mekanik di kakinya menarik perhatian orang-orang, tetapi dia tetap tersenyum riang tanpa peduli.
> “Kalau dia selalu setenang ini, hidupku pasti lebih damai.”
Pembicaraan kami berputar di sekitar perburuan Liz dan timnya yang baru saja selesai: Kastel Sepuluh Ribu Iblis (Night Palace).
Ini adalah salah satu Ruang Harta yang sangat jarang dikunjungi pemburu karena berbagai alasan: lokasinya jauh, medan sulit, penjagaannya kuat, atau jenis artefaknya terlalu spesifik. Ruang Harta yang lama tidak disentuh biasanya menjadi lebih kuat karena penumpukan mana dan material sihir.
Night Palace adalah salah satu Ruang Harta dengan tingkat kesulitan tertinggi. Serikat Penjelajah menilainya di Level 8, berbentuk kastel, dan dijaga oleh berbagai phantom yang menjadikannya benteng tak tertembus. Kabarnya, kastel ini terinspirasi dari mitologi dan dikenal karena keragaman phantom yang muncul serta lokasi terpencil yang jauh dari pemukiman manusia.
Aku sempat ragu ketika Ruang Harta ini dijadikan target berikutnya. Tapi, mata Luke dan yang lainnya begitu bersinar ketika membicarakannya sehingga aku tidak tega menghentikan mereka. Meski aku pemimpin dan punya hak veto, bagaimana mungkin aku, seorang teman, menghalangi perjalanan heroik mereka?
Liz mulai menceritakan petualangan mereka dengan penuh semangat, menyebut berbagai phantom yang sulit kubayangkan. Dari naga dan griffon hingga nama-nama aneh seperti Squonk dan Yaklus. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
> “Jadi, kuat, ya?”
“Mungkin yang paling kuat yang pernah kami hadapi. Benar-benar Level 8.”
Mendengar penjelasan Liz, aku semakin yakin bahwa petualangan mereka adalah sesuatu yang tak bisa kuikuti lagi.
《Zetsuei》— Nama panggilan bagi thief tercepat yang pernah berkuasa di ibu kota.
Ketika aku pertama kali mendengar bahwa nama itu diwariskan hanya dalam beberapa tahun, aku mengira itu hanya lelucon. Namun, gerakan gadis di depanku sekarang sama sekali tidak berbeda dengan teknik 《Zetsuei》, yang dikenal dengan kecepatan hingga “Tanpa Bayangan.”
Suara gesekan logam dengan lantai terdengar, diiringi asap yang mengepul akibat gesekan.
Liz, yang tiba-tiba berhenti dari kecepatan maksimalnya, berbicara dengan nada santai tanpa jejak kemarahan yang tadi terlihat.
“Eh? Gark-chan, kamu jadi lemah, ya? Kebanyakan duduk di meja, sih.”
“…Jangan bicara omong kosong!”
Aku ingin membalas bahwa ini bukan karena aku yang menjadi lemah, tetapi karena dia yang semakin kuat. Namun, aku menahan diri.
Tubuhku membutuhkan udara segar. Menyamarkan napas yang mulai memburu, aku melotot tajam ke arah Liz, yang bersikap santai dan meremehkanku.
Meski bukan senjata yang biasa kugunakan, aku punya cukup kemampuan dalam seni pedang pendek. Namun, pisau yang kuhunus bahkan tidak menyentuhnya—bahkan tidak cukup untuk menjadi ancaman. Liz memperlakukan pisauku seolah itu tidak ada.
Tangan dan kakiku yang menangkis serangan terasa sakit. Pukulan berat itu, yang tak terlihat mungkin keluar dari lengan kurusnya, berhasil menembus otot tebalku dan terasa hingga ke tulang. Jika dia menyerang titik vitalku, aku mungkin akan pingsan.
Jika kepala cabang Asosiasi Eksplorasi—yang bertanggung jawab mengawasi para pemburu harta—terlihat kalah dengan memalukan di depan seorang pemburu harta, itu akan menjadi aib besar bagi nama Gark. Aku harus menghindari hal itu bagaimanapun caranya.
Namun, perbedaan kekuatan terlalu jelas.
Liz memiliki tubuh kecil. Dibandingkan denganku, dia seperti anak kecil.
Meskipun kaki dan tangannya panjang, jangkauanku tetap lebih luas. Namun, tubuhnya memancarkan energi khas seorang pemburu harta yang rajin menjelajahi Ruang harta.
Ruang Harta Level 8: [Kastil Sepuluh Ribu Iblis (Night Palace)].
Liz baru saja kembali dari Ruang harta yang dipenuhi Mana Material tingkat tinggi, sehingga dia berada dalam kondisi paling kuat sekarang. Sebaliknya, aku sudah lama tidak menyentuh Ruang harta.
Sementara aku berada dalam posisi siap tempur, Liz tetap dalam posisi alami. Baru setelah bertarung dengannya, aku menyadari bahwa bahkan jika aku mencoba melancarkan serangan balik dengan menerima satu pukulan, aku tidak akan bisa mengenainya sama sekali.
Gerakannya lebih cepat daripada aku bisa menjulurkan tangan dan mengayunkan pisau.
Perbedaan kekuatan yang sangat besar, seperti saat lima tahun lalu ketika Liz pertama kali datang ke ibu kota, kini telah berbalik. Aku tahu dia semakin kuat dari level Ruang harta yang dia selesaikan, tapi melihatnya langsung membuat jantungku terasa seperti terbakar.
Di hadapanku, mantan Iblis Petarung, gadis itu mengetuk-ngetukkan sepatu anehnya seperti sedang mengejek.
“Gark-chan, sesekali kamu harus olahraga, dong. Eh, jangan-jangan kau terlalu gendut, ya? Kalau begini, pemburu harta biasa lebih kuat darimu.”
“Tutup mulutmu!”
Sebanyak apa pun pemburu seperti dia, itu terlalu berlebihan!
Memang benar aku menjadi lamban. Tapi meski lamban, aku masih setidaknya lebih dari level 5!
Melihat ekspresi Liz, yang seperti sedang mengasihani orang tua, membuatku menggertakkan gigi hingga nyaris retak.
Aku tahu aku menurun, tapi mendengarnya langsung seperti ini membuat darahku mendidih. Bahkan sempat terlintas di pikiranku untuk menurunkan levelnya, meskipun aku tahu itu tidak mungkin dilakukan hanya karena dendam pribadi.
Tanpa peduli pikiranku, Liz tersenyum lebar dan berkata:
“Jalan keluarnya ada di belakang. Kau sudah terlalu tua dan lemah, jadi kasihan banget. Karena kita teman lama, aku maafin kali ini. Aku baik, kan?”
Aku tidak mengerti apa yang dia maksud pada awalnya, tetapi kemudian pandanganku berubah menjadi merah karena marah.
Amarah yang mendidih keluar dari dasar perutku. Rasanya sudah lama sekali aku merasa seperti ini.
Aku memegang pisau terlalu kuat hingga gagangnya retak.
Sebagai seorang Warrior, aku menguasai berbagai jenis senjata. Salah satu teknikku adalah mengubah amarah menjadi kekuatan dengan melepas batasan tubuhku. Teknik inilah yang membuatku dikenal sebagai Battle Ogre/Iblis Petarung ketika aku masih seorang pemburu harta level 7.
Sudah lama aku tidak menggunakan teknik ini, tetapi tubuhku tampaknya masih mengingatnya.
“Sepertinya kau perlu diajari sopan santun, dasar bocah kurang ajar.”
“Ah, jangan, ah. Aku tidak jago mengurus orang tua. Biar Kaina-chan aja, ya?”
Suaraku yang berat seperti bergema dari dasar neraka, namun Liz hanya mendengus mengejek.
Para pemburu harta dari Foot Step menyaksikan kami dengan penuh minat, sementara para penonton di luar pintu mengintip dengan cemas.
Meskipun perbedaan kekuatan sangat besar, aku tidak bisa membiarkan ini berakhir dengan diriku diremehkan. Aku harus setidaknya membalas satu pukulan.
Namun, saat aku hendak maju meski gagang pisaunya pecah, suara malas terdengar, seolah memilih waktu yang tepat.
“Kalian masih ribut, ya? Lihat, kotor sekali di sini. Urusannya sudah selesai, kok. Gark-san, jadi tenanglah…”
Aku tidak menyadari dia pergi.
Krai, yang kembali menuruni tangga sambil membawa Kaina, menghela napas saat melihat kekacauan di hadapannya.
Liz, yang tadi tidak pernah lengah terhadapku, langsung menghilangkan auranya dan melompat ke arah Krai.
“Krai-chan, selamat datang. Gark-chan ini sangat keras kepala.”
“Kita harus memanggil tukang bersih-bersih, nih.”
Melihat Kaina mendekatiku dengan wajah cemas, aku akhirnya menurunkan senjataku.
Setelah menarik napas dalam, rasa sakit di tubuhku yang sebelumnya tertutupi mulai terasa kembali. Meskipun tidak ada luka fatal, mungkin ada retakan kecil di tulangku.
Sepertinya mereka telah menyelesaikan tujuan mereka sementara aku sibuk bertarung.
Dengan wajah masam, aku bertekad untuk melatih diriku lagi agar bocah pemburu harta yang sombong itu tidak pernah berani meremehkanku lagi.
…
POV: Krai
“Duka Janggal (Strange Grief)” memiliki banyak musuh.
Sebagian besar ini karena Luke dan Liz yang terus-menerus memulai atau menerima perkelahian di mana saja. Jika mendengar ada pendekar pedang hebat di barat, mereka akan pergi untuk menguji kemampuan.
Jika mendengar tentang kelompok bandit kejam yang mengalahkan pasukan kesatria di timur, mereka akan menempuh perjalanan berhari-hari hanya untuk bertarung hingga mati.
Ditambah lagi, mereka sama sekali tidak tunduk pada kekuasaan, jadi mudah dibayangkan betapa banyak kebencian yang mereka terima. Reputasi kami memang sudah tidak terlalu baik, dan jika para pemburu tidak memiliki kecenderungan menghormati yang kuat, mungkin kami sudah lama diusir dari ibu kota kekaisaran.
Apalagi, nama kelompok kami yang menyeramkan sering kali menimbulkan salah paham. Dulu, kami kerap dianggap sebagai kelompok bandit atau tim kriminal yang hanya menerima misi-misi ilegal, hingga kami diserang beberapa kali. Kini, kesalahpahaman seperti itu sudah jarang terjadi di ibu kota, meski saat ekspedisi ke luar, kami masih sering dipandang dengan tatapan curiga.
“Gark benar-benar sudah menurun, ya. Usia memang kejam sekali.”
Di sebelahku, Liz yang baru saja memulai keributan lagi dengan Serikat Penjelajah berkata lirih. Nada suaranya tidak mengandung ejekan. Melihat betapa marahnya Gark tadi, sudah jelas dia sengaja memprovokasinya, tetapi suaranya terdengar lebih seperti seseorang yang kehilangan teman berkelahi.
“...Aku rasa dia tidak menjadi lebih lemah kau saja yang lebih kuat. Tapi, jangan bandingkan orang lain dengan dirimu yang masih aktif.”
“Baiklah.”
Gark tidak selemah yang dikatakan. Hingga kini, dia masih sering menengahi perkelahian antara pemburu yang mabuk, lalu mengalahkan keduanya. Wajahnya pun tetap mengerikan seperti saat pertama kami bertemu. Namun, jelas tidak adil membandingkannya dengan Liz yang masih berada di garis depan.
Di dunia para pemburu, berhenti aktif berarti melemah, tak bisa dihindari. Liz yang kini berjalan dengan penuh percaya diri suatu saat juga akan kehilangan kekuatannya. Karena itu, banyak pemburu yang memutuskan pindah dari kota asalnya saat pensiun.
Sebagian pemburu harta karun juga bekerja sampingan sebagai tentara bayaran atau pemburu hadiah. Banyak dari mereka yang memiliki dendam dengan orang lain. Selama masih kuat, mereka bisa melawan ancaman. Namun, jika mereka diserang setelah melemah, situasinya bisa menjadi bencana.
Lalu, bagaimana jika seseorang secara sukarela melompat ke dalam api? Liz dan yang lainnya belum berencana pensiun, tetapi aku diam-diam sudah menyiapkan beberapa tempat untuk pindah saat waktunya tiba.
Meski begitu, ekspresi Gark tadi menunjukkan bahwa dia bukan sekadar tersinggung. Meski memahami sifat Liz, sepertinya dia sangat tersulut. Sebagai orang yang cukup kompetitif, dia mungkin akan menyerbu Ruang Harta seorang diri.
Kami terus berjalan melalui ibu kota sambil berbincang. Meskipun Asosiasi Penjelajah sedang gaduh, suasana kota tetap damai seperti biasa. Liz yang mengenakan pakaian minim dan perangkat mekanik di kakinya menarik perhatian orang-orang, tetapi dia tetap tersenyum riang tanpa peduli.
“Kalau dia selalu setenang ini, hidupku pasti akan lebih damai.”
Pembicaraan kami berputar di sekitar perburuan Liz dan timnya yang baru saja menyelesaikan: Kastil Sepuluh Ribu Iblis (Night Palace).
Ini adalah salah satu Ruang Harta yang sangat jarang dikunjungi pemburu karena berbagai alasan: lokasinya jauh, medan sulit, penjagaannya kuat, atau jenis artefaknya terlalu spesifik. Ruang Harta yang lama tidak disentuh biasanya menjadi lebih kuat karena penumpukan mana dan material sihir.
Night Palace adalah salah satu Ruang Harta dengan tingkat kesulitan tertinggi. Asosiasi Penjelajah menilainya di Level 8, berbentuk kastil, dan dijaga oleh berbagai phantom yang menjadikannya benteng tak tertembus. Kabarnya, kastil ini terinspirasi dari mitologi dan dikenal karena keragaman phantom yang muncul serta lokasi terpencil yang jauh dari pemukiman manusia.
Aku sempat ragu ketika Ruang Harta ini dijadikan target berikutnya. Tapi, mata Luke dan yang lainnya begitu bersinar ketika membicarakannya sehingga aku tidak tega menghentikan mereka. Meski aku pemimpin dan punya hak veto, bagaimana mungkin aku, seorang teman, menghalangi perjalanan heroik mereka?
Liz mulai menceritakan petualangan mereka dengan penuh semangat, menyebut berbagai phantom yang sulit kubayangkan. Dari naga dan griffon hingga nama-nama aneh seperti Squonk dan Yaklus. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Jadi, apa monster atau Phantomnya kuat-kuat?”
“Mungkin yang paling kuat yang pernah kami hadapi. Benar-benar Level 8.”
Mendengar penjelasan Liz, aku semakin yakin bahwa petualangan mereka adalah sesuatu yang tak bisa kuikuti lagi.
“Bagaimana dibandingkan dengan bos di Sarang Serigala Putih?”
Liz tiba-tiba berhenti, terlihat berpikir keras. Beberapa saat kemudian, dia berkata dengan nada meminta maaf,
“…Apa ada bos di sana?”
“…Oh, ya, benar,” jawabku pasrah.
“Maaf, maaf! Kalau kau bilang ada, pasti memang ada, sih. Tapi aku tidak ingat. Soalnya, kalau terlalu lemah, aku memang suka lupa, hahaha!”
Sepertinya bos itu terlalu tidak penting baginya dibandingkan phantom di tingkat 8. Kesimpulannya, aku tidak akan pernah ikut berburu dengan Duka Janggal lagi.
Tidak, aku tidak merasa menyesal. Aku juga tidak menyesali keputusanku untuk mundur dari garis depan dan membentuk klan. Namun, saat melihat perbedaan pemahaman yang sejauh ini, rasanya ada sedikit rasa kesepian.
Mungkin merasakan perubahan ekspresiku, Liz tiba-tiba menggenggam tanganku dan berkata dengan nada tergesa,
“Ah, tapi tahu tidak! Memang musuhnya lemah seperti sampah, tapi mereka muncul dengan berbagai senjata. Aku rasa cocok untuk ‘latihan’! Walaupun mereka cuma punya senjata fisik, aku pikir itu pas untuk Ti, kan?”
Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan itu.
“Ya, kau benar,” jawabku dengan singkat.
“Kan? Nanti kita bawa saja Ti ke sana! Soalnya kalau lawan manusia, dia sering mengalah. Rasanya kurang menantang, ya. Latihan itu harus benar-benar melibatkan hidup dan mati, baru terasa manfaatnya!”
Astaga, sepertinya aku membuat kesalahan dengan tidak menghentikannya. Sekarang Ti harus menjalani latihan hidup-mati lagi. Nanti aku akan membawa Ti ke toko es krim sebagai ganti.
Berjalan-jalan di kota sambil menggandeng tangan Liz membuatku merasa tenang untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Kali ini, agenda jalan-jalan kami sepenuhnya ditentukan oleh Liz.
Liz adalah orang yang intens dan sangat menyukai pertempuran. Sebagai seorang pemburu harta karun, rasa ingin tahunya juga sangat besar.
Namun, setiap kali berjalan-jalan bersamaku di kota, dia lebih memilih rute seperti kencan biasa—mengunjungi butik, toko perhiasan, atau menikmati teh di kafe. Dia tidak pernah mengunjungi bar, toko senjata, atau dengan sengaja berjalan di gang sempit untuk mencari masalah dengan preman lokal.
Penampilan Liz yang mencolok mungkin membuat orang lain melihat kami seperti pasangan yang sedang berkencan. Tapi, aku tahu ini adalah cara Liz untuk sejenak menjauh dari tekanan kehidupan pemburu.
Dompet kulit kecil Liz yang menggantung di pinggangnya tampak penuh. Berbeda denganku yang sering menghabiskan uang untuk membeli artefak, Liz jarang memiliki keinginan materi. Akibatnya, dia selalu punya banyak uang.
Saat ini, di dompetku hanya ada lima koin emas besar dari Kekaisaran—sekitar lima puluh ribu gil—yang disiapkan oleh Eva untuk keadaan darurat, dan tabungan pribadiku yang tinggal sepuluh ribu gil. Perbedaannya sangat jauh.
Liz menghabiskan uangnya di butik dan toko perhiasan yang mahal. Melihat dia berbelanja seperti itu, aku merasa lega sekaligus terhibur. Hanya saja, setiap kali dia mencoba baju atau perhiasan, dia selalu bertanya apakah itu cocok untuknya, dan itu sedikit merepotkan.
“Cocok sekali. Sangat cocok. Kau harus membelinya,” jawabku. Aku berharap bisa membelikannya, tapi barang-barang itu terlalu mahal.
Di sela-sela waktu, aku diam-diam memantau situasi kota untuk memastikan tidak ada kekacauan yang disebabkan oleh Sitri slime. Untungnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran slime itu. Meski ada desas-desus tentang penutupan jalan di utara, itu mungkin tidak terkait dengan slime karena kejadiannya terjadi sebelum slime menghilang.
“Eh, Krai, ada apa? Kau terlihat murung,” Liz tiba-tiba bertanya dengan nada khawatir.
Aku tidak menyangka Liz akan menyadarinya. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk mengajukan pertanyaan.
“Liz, ini Cuma hipotesis... tapi kalau Zebrudia benar akan hancur, apa yang akan kau lakukan?”
Pertanyaanku yang tiba-tiba tidak membuat Liz terkejut. Dia tetap tersenyum dan menjawab dengan ringan,
“Kita kabur saja, yuk?”
“…Tidak, kita tidak bisa begitu saja kabur,” balasku.
“Kalau begitu, kita pindah ke tempat yang hangat. Aku ingin sekali melihat laut. Belum pernah, lho. Sepertinya indah.”
Bahkan saat berbicara tentang kehancuran sebuah negara, Liz tetap optimis dan penuh semangat. Melihat matanya yang berbinar-binar, aku merasa sedikit terhibur.
Mungkin Liz benar. Kalau semua usahaku gagal, kabur bersama Liz juga bukan ide buruk.
Laut, ya? Sepertinya menarik.
“Di bawah air kamu tidak bisa berlari,” candaku.
“Ehh, mana tahu kalau belum dicoba?” balas Liz santai.
Tolong jangan langgar hukum fisika.
Liz kemudian mulai mengoceh tentang keinginan melihat istana bawah laut dan langit biru. Meski ringan, pembicaraan itu terdengar seperti perencanaan liburan.
Saat sedang berjalan, tiba-tiba ekspresi Liz berubah serius. Dalam sekejap, dia menjauh dariku, menjatuhkan kantong belanjaannya, dan berlari ke arah seorang pria. Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, pria itu sudah terbaring di tanah dengan tangan terikat dan punggungnya diinjak Liz.
Pria itu tampak seperti orang biasa, bukan pemburu. Dari penampilannya, tidak ada yang mencurigakan. Aku berlari mendekat, panik.
“Liz! Apa yang kau lakukan?” tanyaku dengan nada tinggi.
Liz tidak menjawab dan tetap memandang pria itu dengan tatapan tajam. Akhirnya, suara rintihan mulai terdengar dari pria yang terbaring.
“Orang ini tadi melihat Liz-chan dan yang lainnya.”
... Jadi kenapa? Apakah dia tipe orang yang menyerang begitu bertemu pandang?
Liz memang mencolok karena berisik. Bahkan aku sendiri merasakan banyak tatapan.
Apa bedanya tatapan pria ini dengan tatapan lainnya?
Pria yang ditahan tanpa alasan jelas itu mengerang. Aku meraih lengan Liz dari belakang dan menariknya.
“Ya, ya, lepaskan dulu, oke?”
“......”
Liz melepaskan pegangannya.
Pria yang terjatuh itu terbatuk sambil mengubah posisinya, lalu menatap Liz dan aku dengan wajah pucat.
Dia tidak memiliki luka di pipinya, juga bukan tipe yang punya tubuh terlatih seperti pemburu. Dia hanyalah pria paruh baya biasa dengan tubuh sedang, tidak ada yang mencolok.
Tidak bersenjata, hanya warga sipil baik-baik yang bisa ditemui di mana saja. Ini sepenuhnya sebuah pelanggaran.
Meskipun ibu kota kekaisaran mendukung pemburu, mereka tidak akan memaafkan pemburu yang menggunakan kekerasan pada warga sipil.
Aku mengulurkan tangan untuk membantu pria yang jatuh terduduk itu berdiri.
“Maaf, anak ini sedang tidak stabil secara emosional. Apakah Anda baik-baik saja?”
“A-aaaah...!”
Pria itu tidak meraih tanganku, malah mengeluarkan pekikan kecil dan melarikan diri dengan panik.
Jejak langkahnya terlihat di punggungnya.
... Sepertinya dia tidak terluka. Syukurlah... atau mungkin tidak.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan memicu masalah. Ini membuatku cemas.
Liz mengerutkan alisnya, menatap pria yang kabur dengan ekspresi tidak puas.
Apa? Apa yang mengganggumu? Bukankah kamu belakangan ini lebih baik?
... Mari kita pergi sebelum orang datang. Aku tidak mau mendapatkan tatapan “lagi-lagi kau” dari mereka.
Saat aku panik, Liz tampak memikirkan sesuatu lalu sedikit memiringkan kepalanya.
“Eh? Apa mungkin... kau sengaja membiarkan dia pergi?”
Apa yang dia bicarakan? Sengaja membiarkannya? Siapa peduli jika seseorang melihat?
Apa itu membawa masalah bagiku? Kamu mencolok karena selalu mengenakan artefak yang mencuri perhatian, kan?
“Liz, nanti aku akan menasehatimu.”
“Huh... aktingnmu terlalu bagus Krai-chan! Aku sendiri merasa yakin, tapi aku sama sekali tidak menyadarinya... Aku akan lebih hati-hati lain kali!”
Suasana hati Liz kembali ceria.
Meskipun aku bilang akan menasehatinya, dia malah memeluk lenganku erat-erat tanpa sedikit pun rasa bersalah.
Dengan Liz yang tampak sangat senang menempel padaku, aku mempercepat langkah menjauh dari tempat kejadian.
Jadi, Liz bisa melakukan sesuatu seperti penyerangan mendadak jika tidak hati-hati, ya... Sebelum melatih Tino, kurasa Liz perlu belajar etika dasar dari Tino dulu.
…
Aku berlari sekuat tenaga. Selama napasku masih sanggup, aku terus berlari. Tak seorang pun menghentikan pria dengan sikap mencurigakan seperti itu.
Kota kekaisaran Zebrudia adalah tempat yang seperti taman bermain bagi pria itu. Dari jalan besar yang dipenuhi wisatawan dan pedagang hingga lorong-lorong yang dihindari warga biasa, dia tahu semuanya.
Namun, saat ini tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu.
Seperti hewan kecil yang dikejar oleh pemangsa, dia terus melarikan diri. Bayangan tajam yang menakutkan itu terngiang di benaknya yang kekurangan oksigen.
Akhirnya, dia berhenti setelah berlari selama beberapa puluh menit, di bagian barat daya kota kekaisaran — di distrik yang dikenal sebagai “Distrik Dekaden,” sebuah area dengan reputasi buruk.
Dengan napas terengah-engah, dia akhirnya menoleh ke belakang. Tidak ada tanda-tanda pengejarnya. Setelah memastikan itu, dia mulai tenang, menyadari bahwa dia telah lolos dari bahaya.
Jika wanita itu benar-benar serius, dia pasti sudah tertangkap. Bahkan pada awalnya, dia tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman itu. Tangan ramping wanita itu memiliki kekuatan seperti tang yang membatasi semua gerakannya, membuatnya merasa seperti tubuhnya diikat sepenuhnya.
Hanya sinar matahari redup yang menerobos celah bangunan, menerangi pandangan buramnya yang kelelahan.
“Haa... haa... Apa itu tadi...?”
Dia menahan gemetar yang tak berhenti dengan memegang kedua lengannya.
Tidak mungkin keberadaannya diketahui.
Targetnya adalah pemburu level 8 dan level 6. Dia sudah cukup siap untuk menghadapi mereka.
Tatapan mereka selalu menarik perhatian banyak orang. Mereka berjalan di jalan yang ramai. Tidak mungkin ada yang bisa membedakan tatapannya dari tatapan orang lain.
Misinya kali ini hanyalah mengamati. Prioritasnya adalah tidak ketahuan.
Dia sangat percaya diri. Penampilannya tidak mencolok, dia bukan pemburu, dan gerakannya alami. Dia tidak terlalu lama memperhatikan mereka, juga tidak memiliki niat membunuh.
Dia selalu menjaga diri tetap di titik buta, berusaha agar tidak terlihat.
Dia juga menguasai keterampilan pencuri. Tidak ada kesalahan.
Namun, sampai dia dijatuhkan ke tanah, dia sama sekali tidak menduga bahwa dia telah ketahuan.
Lengan yang dicekik dengan kuat masih terasa sakit. Dia menahannya sambil mengatur napas.
Ini kebetulan, bukan? Tapi jelas sekali bahwa Zetsuei (Tanpa Bayangan) menyadari tatapannya.
Lalu, pertanyaan berikutnya adalah: mengapa Senpen Banka (Seribu Trik) membiarkannya pergi setelah ditahan?
Tidak masuk akal untuk melepas seseorang yang jelas-jelas mengikuti mereka tanpa alasan apa pun. Jika memang ingin membiarkannya, mengapa dia harus ditahan dulu oleh Zetsuei?
Kata-kata permintaan maaf yang diucapkan itu jelas tidak tulus.
Bahkan jika dia diinterogasi, dia tidak akan mengungkapkan informasi apa pun. Tapi tanpa interogasi, dilepaskan begitu saja, situasinya jadi terasa berbeda.
Tujuannya... mungkin sebuah peringatan? Sial, sejauh mana mereka tahu?
Dia mengepalkan giginya, tak bersuara.
Tidak ada kebocoran informasi. Rencana mereka seharusnya sempurna.
Ketika perintah dari Noctus Cochlear datang untuk memantau Senpen Banka, dia berpikir itu terlalu berlebihan, tapi ini...
Mengingat wajah pemuda yang meminta maaf tadi, pria itu membuka matanya lebar-lebar dan bahunya gemetar.
Dia baru mulai bergerak lagi menjelang senja.
“Sarang Serigala Putih” sudah tidak aman. Bahkan, keberadaan mereka mungkin sudah sepenuhnya terungkap.
Apapun niatnya, situasinya sudah mendekati bencana. Rencana harus diubah.
Tak ada yang memperhatikan pria yang berjalan terhuyung-huyung itu.
Post a Comment