NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Nageki no Bourei wa Intai Shitai V3 Chapter 2

Penerjemah: Sena

Proffreader: Sena 


Chapter 2: Penantang dan Yang Melampaui


Itu adalah teknik pedang yang terasa seperti sihir.


Pemuda yang berdiri di hadapannya masih bisa disebut seorang remaja. Meskipun lebih tua sedikit dari Chloe, dia terlalu muda untuk disebut pemburu berpengalaman. Tubuhnya kecil untuk ukuran pemburu, yang biasanya berbadan besar. Bahkan, mungkin di masa depan Chloe akan tumbuh lebih besar darinya. Mengenakan mantel hitam pekat berkerudung, pemuda itu menutupi wajahnya dengan tudung yang dalam, hanya menyisakan sepasang mata tajam dan tenang yang memandang seperti pedang.


Namun, keahliannya dalam pedang sudah melampaui orang dewasa mana pun, bahkan membuat Chloe, yang sebelumnya bangga dengan kemampuan pedangnya, merasa tak berdaya.


Chloe tidak bisa melawan. Lawannya hanya menggunakan pedang kayu yang sering dipakai anak-anak untuk latihan—ringan dan tanpa mata pedang. Di sisi lain, Chloe memegang pedang sungguhan, senjata tajam berkualitas tinggi yang mampu memotong kayu dengan mudah dalam sekali tebas.


Ini adalah ujian. Lawannya adalah salah satu anggota aktif dari Duka Janggal—party pemburu terkenal. Chloe sudah tahu bahwa dia tidak akan menang, tetapi perbedaan kekuatan yang luar biasa ini menghancurkan semua kepercayaan dirinya dalam sekejap.


Gaya pedang pemuda itu tidak pernah dilihat Chloe sebelumnya. Namun, di setiap gerakan—dari posisi tubuh, langkah kaki, cara memegang pedang, hingga postur menyerang—ada kesan familiar. Pemuda itu menggunakan berbagai elemen dari berbagai aliran pedang yang berbeda, termasuk yang Chloe pelajari.


Chloe akhirnya menyadari bahwa ini adalah “pedang campuran”—sebuah gabungan dari banyak gaya pedang yang saling bertentangan hingga tidak lagi menyerupai gaya aslinya.


Ide ini tampak konyol dan tidak efisien. Tapi pemuda itu, sambil mengangkat pedang kayunya ke posisi siaga, berkata dengan lantang:


“Kaulah yang hanya belajar satu aliran pedang. Tapi aku? Aku telah menguasai 23 aliran pedang dan terus mencari lebih banyak. Itu sebabnya aku lebih kuat darimu. Pedang terkuat di dunia adalah pedang yang menggabungkan semua gaya dan teknik menjadi satu! Bukan begitu, Krai!?”


“...Iya, iya, benar sekali,” jawab seseorang dengan nada malas.


Chloe ingin menyanggah, karena ini terdengar seperti omong kosong. Gaya pedang biasanya adalah hasil dari bertahun-tahun penelitian dan penyempurnaan. Mencampur terlalu banyak gaya hanya akan menciptakan kekacauan.


Namun, kenyataannya adalah pedang kayu pemuda itu dengan mudah menahan pedang Chloe dan bahkan mengalahkannya.


Setiap kali Chloe bertarung, rasa percaya dirinya semakin terkikis.


Dia merasa takut. Kekalahan sudah dia duga. Tapi, untuk pertama kalinya, dia merasakan ketakutan yang berasal dari penyangkalan total atas semua kerja kerasnya selama ini.


Pedangnya gemetar. Namun, lawannya tidak tertawa mengejek.


“Kekuatan seorang pendekar tidak bergantung pada pedangnya. Pendekar sejati dapat menggunakan senjata apa pun. Kekalahan hanya menunjukkan kurangnya latihan. Jadi, aku lebih kuat darimu karena aku telah berlatih lebih keras—itu saja. Bukan begitu, Krai!?”


“Ya, ya, benar,” jawab suara malas lagi.


Semua orang yang mendengarnya pasti akan berkata bahwa ini omong kosong. Tapi pemuda itu benar-benar serius.


Dan dengan keseriusan itulah, dia terus-menerus belajar dan berlatih hingga suatu hari dijuluki sebagai salah satu pendekar pedang terbaik di ibu kota.


Chloe akhirnya menyadari: pemuda ini benar-benar berbeda. Suatu hari nanti, dia tidak akan hanya disebut sebagai salah satu pendekar terbaik di ibu kota, tetapi mungkin sebagai yang terkuat di dunia.


Dan dia pasti akan mendapatkan julukan. Chloe bertanya-tanya, apa nama julukan itu kelak?


“Dan kekuatan sejati adalah hasil dari akumulasi. Mungkin kamu merasa kalah dalam segala hal hari ini, tapi itu tidak benar! Aku sangat bersyukur bisa bertarung melawanmu hari ini. Karena pedangmu, aku menjadi lebih kuat dari diriku yang kemarin. Rasa syukur membuat seseorang lebih kuat! Bukan begitu, Krai!?”


“Kalimatnya bagus, tapi... Luke, kamu ingat ini Cuma ujian, kan?”


Kata-kata ketua klan itu, penuh rasa heran, membuat Chloe terkejut. Lawannya yang kuat ini, yang seharusnya jauh lebih unggul darinya, tetap menganggap pertarungan ini sebagai pelajaran berharga untuk dirinya sendiri.


Dengan mata bersinar penuh keyakinan, pemuda itu berkata:


“Namaku adalah Luke. Orang-orang memanggilku... Luke, the Testament Blade/Zettai Shinken (Pedang Mutlak)!”


Pertemuan ini menjadi awal Chloe berinteraksi dengan Duka Janggal.


Namun, ujian ini berakhir dengan Chloe dinyatakan gagal bergabung dengan party itu. Setelah banyak merenung, dia memutuskan untuk meninggalkan jalur sebagai pemburu dan bekerja sebagai resepsionis, diam-diam memantau aktivitas party aneh ini.


Ketertarikan Chloe tumbuh, bukan hanya karena pendekar pedang aneh seperti Luke, tetapi juga kepada ketua party Krai Andrey, yang dengan tenang dan tegas menyatakan Chloe tidak lulus—meskipun dia dikenal sebagai seseorang yang pandai menemukan bakat.


Dan ketika akhirnya Luke menerima julukan resminya, itu bukan Testament Blade seperti keinginannya, tetapi Seribu Pedang (Thousand Swords)/Senken—nama yang dipilih oleh Chloe sebagai bentuk balas dendam kecil.



Setelah Pesta Neraka Semalam


Keesokan paginya setelah malam yang terasa seperti pesta di neraka, aku mendengarkan laporan dari Eva di ruang Master Klan.


Secara umum, klan yang dibentuk oleh pemburu harta biasanya merupakan organisasi yang cukup asal-asalan. Awalnya, klan-klan ini dibentuk oleh para pemburu sebagai sarana saling membantu, tetapi karena prosedur dan persyaratan pendiriannya sangat sedikit, banyak klan yang hanya ada sebagai nama tanpa fungsi yang nyata.


Meski begitu, keberadaan mereka tidak sepenuhnya tanpa arti. Bagi para pemburu yang berkecimpung di dunia penuh kekerasan, keberadaan mereka dalam sebuah organisasi memiliki makna tersendiri. Namun pada dasarnya, mengharapkan sekumpulan pemburu yang keras kepala untuk membentuk organisasi yang terstruktur dengan baik adalah sesuatu yang mustahil.


Namun, berbeda halnya dengan klan First Step.


Saat mendirikan klan ini, aku mempekerjakan para profesional seperti Eva dan staf administrasi lainnya untuk menangani semua hal, dan aku menyerahkan segalanya kepada mereka.


Pada saat itu, aku benar-benar berada di ambang keputusasaan, hampir menyerah menjadi seorang pemburu. Itu terjadi ketika aku mulai melewati Level 5 dari Ruang Harta Karun, dan rasa tidak bergunaku sendiri mulai sulit untuk kuterima.


Sejujurnya, aku tidak pernah membayangkan klan ini akan tumbuh sebesar ini. Jika ditanya apa yang membuatnya berhasil, sampai sekarang aku pun tidak benar-benar tahu. Mungkin karena aku, yang tidak kompeten ini, tidak ikut campur sama sekali, itulah yang membuat semuanya berjalan dengan baik.


Sementara aku hanya mengangguk tanpa benar-benar mendengarkan, para staf administrasi yang cakap membangun First Step menjadi salah satu klan yang paling terorganisir di ibu kota. Terlepas dari ukurannya, klan ini memiliki fasilitas kelas atas: markas yang bersih dan mencolok, tunjangan seperti makanan dan minuman di lounge, layanan perantara untuk pengisian kembali item atau penjualan barang, bahkan tempat pelatihan khusus.


Salah satu aset utama klan ini adalah jaringan informasi yang dapat dipercaya. Aku tidak pernah memberikan perintah untuk membuatnya, dan aku tidak tahu bagaimana tepatnya itu terbentuk, tetapi sekarang First Step telah menjadi pusat informasi dengan data yang segar dan akurat.


Eva mulai memberikan laporan.


“Tampaknya ini benar adanya... Arnold Hale, Level 7. Dia adalah seorang pemburu yang naik pangkat setelah mengalahkan Naga Petir. Sertifikasinya dilakukan oleh Asosiasi Penjelajah dari Negeri Kabut, ‘Nebranubes.’ Meski cabangnya tergolong lemah, mungkin ada sedikit keberpihakan...”


Aku benar-benar beruntung memiliki wakil secerdas Eva. Bahkan, aku merasa tidak masalah jika dia dianggap sebagai pemimpin sebenarnya dari klan ini. Selama dia tidak meninggalkanku sebelum aku pensiun, aku tidak keberatan jika dia memperkaya diri dari uang iuran anggota.


“Jadi itu memang benar...,” gumamku dengan desahan panjang.


Aku sempat berpikir ada kemungkinan bahwa Level 7 itu palsu, tetapi ternyata dia bukan hanya sekadar penipu.


Ah, tunggu. Arnold ini... Bukankah Gark-san sudah memperingatkanku soal dia? Kalau aku ingat sebelumnya, aku pasti akan lebih hati-hati menangani ini. Memori burukku benar-benar menyusahkan.


Percakapan antara aku dan Eva berlanjut, diselingi humor kecil soal daging Naga Petir yang pernah kami santap setelah perburuan. Meski terlihat santai, sebenarnya ini masalah serius. Aku tahu ada banyak bahaya yang akan datang, terutama mengingat Arnold Hale tampaknya adalah lawan yang tangguh. Namun, aku juga tahu bahwa aku tidak bisa menangani semuanya sendirian.


“Yah, pada akhirnya, aku akan meminta Gark-san untuk menangani ini. Setelah itu... mungkin aku akan pergi makan teriyaki.”


Eva, meski masih menunjukkan kekhawatirannya, akhirnya tersenyum kecil mendengar leluconku. Aku hanya bisa berharap semuanya akan selesai dengan baik tanpa terlalu banyak masalah.



Sudah lama sejak terakhir kali aku mengalami kegagalan sepahit ini.


Di markas kami, Negeri Kabut—Nebranubes, tak ada lagi yang berani melawan kami.


Nebranubes adalah negara yang memiliki sedikit pemburu harta karun. Terutama, pemburu tingkat tinggi hanya bisa dihitung dengan jari. Di antara mereka, Arnold Hale dan partynya, “Petir Kabut” (Falling Mist), dikenal sebagai party terkuat karena berhasil mengalahkan bencana yang menyerang negeri itu—seekor naga petir, setelah pertempuran sengit.


Arnold dan partynya dihormati, bahkan oleh pihak berwenang di Negeri Kabut.


Namun, mereka meninggalkan negeri yang nyaman itu demi mengincar puncak yang lebih tinggi.

Nebranubes hanya memiliki lima ruang harta karun di sekitarnya, dan itu menjadi batas bagi seorang pemburu untuk berkembang.


Untuk menaklukkan ruang harta tingkat tinggi, pemburu perlu meningkatkan level mereka secara bertahap, menyerap Mana dan Material, hingga menjadi lebih kuat. Sayangnya, Nebranubes tidak memiliki medan pertempuran yang cukup untuk itu.


Arnold percaya diri. Di negara kecil seperti Nebranubes, hanya segelintir pemburu yang diakui sebagai level 7. Arnold, yang memiliki spesialisasi dalam pertempuran, dan anggota party lainnya yang juga tangguh, adalah kumpulan individu luar biasa. Ditambah lagi, party ini memiliki lebih banyak anggota dibanding party pada umumnya. Dengan kombinasi itu, sulit bagi siapa pun untuk mengalahkan mereka.


Tentu mereka tahu bahwa Zebrudia, tujuan mereka sekarang, adalah negara besar yang tak bisa dibandingkan dengan Nebranubes.


Namun, kekalahan bukanlah sesuatu yang mereka pikirkan.


“Sialan! Perempuan itu... Berani-beraninya menyerang dari belakang. Aku tidak bisa memaafkan ini!”


Eli Ralier, wakil pemimpin party Arnold, menggerutu dengan nada marah sambil mengobati luka-lukanya dengan ramuan mahal yang mereka simpan. Pakaiannya kini hanya kain sederhana karena baju besinya rusak dalam perkelahian di bar. Anggota lainnya setuju dengan ungkapan marah sekaligus takut di wajah Eli.


Berbeda dengan Eli, Arnold tetap tenang.


“Serangan mendadak,” gumamnya. Itu benar, serangan perempuan itu memang kejutan total. Tetapi, seorang pemburu level 7 tidak akan tumbang begitu saja hanya karena kejutan. Di medan perang, tak ada istilah “curang”.


Namun, berbeda dengan dirinya yang diserang tiba-tiba, kekalahan Eli terjadi dalam kondisi yang hampir setara. Perempuan itu jelas memiliki kemampuan teknik luar biasa. Mengalahkan Eli, yang hanya tinggal selangkah lagi untuk mengikuti ujian pengakuan level 6, dengan begitu mudah menunjukkan betapa tingginya tingkat kemampuannya.


Eli pasti memahami hal itu, tetapi tetap menunjukkan kemarahannya dengan sengaja untuk membangkitkan semangat para anggota. Jika pemimpin mereka kalah begitu saja, moral kelompok akan terpengaruh. Sebagai wakil, tugas Eli adalah menjaga kekompakan party.


Malam berlalu setelah perkelahian di bar. Dengan kemarahan dan semangat bertarung yang ditekan, party Falling Mist kembali mengunjungi asosiasi pencari harta.


Wajah perempuan yang menyerang Arnold dengan senyuman polos tanpa rasa bersalah terpatri di pikirannya.


Sebagai sesama pemburu berpengalaman, Arnold tahu lawannya bukan orang sembarangan.


Berbeda dengan bertarung melawan monster atau ilusi, perkelahian antar manusia membutuhkan keahlian dan kebiasaan. Perempuan itu jelas terbiasa bertarung dengan manusia.


Serangan cepat tanpa keraguan, tepat ketika Arnold kehilangan kesadaran akibat siraman minuman keras. Meski Zebrudia memiliki banyak pemburu berbakat, tak banyak yang mampu membuat Arnold pingsan dengan mudah. Dia mungkin pemburu terkenal di ibukota ini.


Arnold tak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja. Insiden di bar disaksikan banyak pemburu. Jika mereka mundur setelah dikalahkan, nama baik Falling Mist akan tercoreng.


Sebagai seorang pemburu yang ingin mengukir nama di ibukota ini, Arnold tak boleh diremehkan.


“Jika bertarung satu lawan satu, Arnold pasti menang!”


Anggota termuda party mereka, Jaster, berkata dengan suara lantang. Namun, ada ketakutan terselubung dalam nadanya.


Menurutnya, perempuan itu terus memukuli Arnold yang sudah tak sadarkan diri sambil tertawa terbahak-bahak.


Sebagai anggota baru yang bergabung setelah nama Falling Mist terkenal, Jaster tak pernah membayangkan party mereka bisa dikalahkan sedemikian rupa. Pengalaman ini mengguncang kepercayaan dirinya.


Arnold tahu bahwa dia dihormati karena kekuatannya. Satu kekalahan mungkin tak akan menghapus kepercayaan itu, tetapi retakan kecil yang dibiarkan bisa menjadi bencana di masa depan.


“Aku tak tahu siapa dia, tapi dia harus bertanggung jawab.”


Deklarasi Arnold membuat seluruh anggota menahan napas.


Pedang besar berwarna emas di punggungnya terasa lebih berat dari biasanya. Itu adalah senjata yang dibuat dari material naga petir yang pernah mereka kalahkan, mengandung kekuatan petir. Pedang inilah yang menjadi sumber julukannya, “Petir Penghancur” (Thunder Breaker).


“Ini kesempatan. Jika aku mengalahkan perempuan itu, namaku akan lebih dikenal. Kebetulan yang sempurna untuk mengasah insting bertarungku.”


Arnold menyeringai, menahan rasa sakit di kepalanya—sebuah rasa sakit hantu yang hanya akan hilang setelah dia menang melawan perempuan itu.


Dengan semangat baru, Arnold dan partynya melangkah ke meja resepsionis asosiasi, tempat Chloe, resepsionis yang pernah melayani mereka, menyambut mereka dengan senyuman cerah.


“Ah, sudah kami tunggu. Kemarin Anda mengalami kesulitan, ya, Arnold?”


“Apa maksudmu...?”


“Bar itu melaporkan insiden tersebut. Tapi syukurlah, luka Anda tampaknya tak terlalu parah.”


Arnold membelalakkan matanya. Kecepatan informasi di ibukota ini benar-benar luar biasa.


Dan, yang lebih mengejutkan lagi, Chloe menyatukan tangannya dengan sikap meminta maaf dan berkata:


"Saya memahami situasinya. Pengaduan bisa diterima di kantor ini. Bagaimanapun, dia memang seorang yang kasar—"


"Apa!? Aduan, katamu!?"


"Um... iya. Bukankah Anda datang ke sini untuk mengajukan keluhan karena dipukul pingsan?"


Arnold yang hampir meledak marah mendapati Chloe sama sekali tidak gentar, bahkan tampak bingung.


Keluhan karena dipukul? Itu tak pernah terlintas dalam pikirannya. Mengadu karena kalah bertarung adalah tindakan yang sangat memalukan bagi seorang pemburu yang menjunjung tinggi kehormatan.


Terlebih lagi, Arnold adalah seorang pemburu berlevel 7 dengan gelar kehormatan.


Dia merasa diremehkan. Wajahnya berubah tegang karena kemarahan.


Melawan asosiasi eksplorasi adalah tindakan bodoh. Namun, bisakah dia tetap diam setelah direndahkan sejauh ini?


Namun, sebelum kemarahannya mencapai puncaknya, Eli segera masuk untuk menengahi.


"Anak muda, berhenti bermain-main sejauh itu. Arnold ini memang sabar, tapi kesabarannya ada batasnya. Kau tampaknya cukup terampil, tapi tidak mungkin kau bisa mengalahkan seorang level 7."


Dengan suara rendah yang mengancam, Chloe hanya sedikit menurunkan sudut matanya dan meminta maaf.


"Tidak mungkin... Saya hanya seorang pegawai biasa. Dan lagi, saya tidak bermaksud merendahkan Anda. Jika Anda merasa demikian, saya minta maaf. Tetapi sebenarnya, orang yang Anda bentrokkan adalah seorang pemburu yang cukup terkenal di ibu kota ini... dia itu memang sering mendapat keluhan."


"...Namanya. Aku datang untuk mengetahui namanya."


Seorang yang sering mendapat keluhan? Dengan serangan mendadak yang terlatih dan pukulan yang begitu menghancurkan, itu tidak mengherankan.


Dia memang kuat. Namun, diputuskan sebagai pihak yang kalah hanya dari satu pertempuran membuat Arnold merasa sangat tidak puas.


Wajah Chloe tampak ragu. Dia sepertinya sedang mempertimbangkan apakah boleh mengatakannya atau tidak.


Saat itu, terdengar suara rendah yang penuh wibawa dari belakang.


"Tanpa Bayangan, kecepatan ilahi. Zetsuei, Liz Smart."


"Tuan Kep... eh, Kepala Cabang!"


Arnold berbalik. Orang yang memanggil mereka dari belakang adalah seorang raksasa yang tak kalah besar dari dirinya.


Eli terbelalak, sementara Jaster mundur selangkah seolah terintimidasi.


Meski berseragam, otot-ototnya yang luar biasa besar terlihat jelas, dipenuhi luka yang dalam di lengan dan kakinya. Wajahnya dihiasi tato besar, dan matanya yang tajam memandang rendah Arnold dan partynya. Usianya tampaknya sekitar satu dekade lebih tua dari Arnold, tetapi dari sikapnya, energi luar biasa yang tersimpan dalam tubuhnya terasa sangat nyata.


"Itulah nama gadis liar itu. Dan kau, yang datang dari Nebranubes sebagai level 7, Gorai Wasen, kan?"


Kepala cabang ibu kota dikabarkan adalah mantan pemburu kelas atas. Rumornya memang pernah terdengar, tetapi dia ternyata jauh melampaui ekspektasi.


Arnold tak bisa menahan senyum. Kepala cabang Asosiasi Penjelajah di negerinya hanya seorang pria gemuk tanpa nilai sebagai seorang petarung, meski mungkin cukup kompeten sebagai pemimpin.


Saat bertemu Arnold, pria itu selalu menunjukkan sedikit ketakutan di matanya. Tapi bagaimana dengan pria di hadapannya sekarang?


Tangan yang diulurkan disambut dengan genggaman. Arnold mencoba menekan tangan itu dengan kekuatan, tetapi tangan itu justru menggenggam lebih kuat lagi.


Kuat. Meski telah mundur dari garis depan, kekuatannya masih luar biasa!


"Oh, jadi kau kepala cabangnya, ya? Aku Arnold Hale, level 7. Aku akan berada di sini untuk sementara."


"Jauh-jauh datang ke sini, ya? Katanya kau berhasil membunuh naga petir? Pemburu level tinggi selalu disambut baik."


Kata-kata Gark membuat anggota tim Arnold sedikit lebih santai. Namun, Gark tiba-tiba menambahkan dengan nada mencela:


"Tentu saja—selama mereka tidak suka membuat masalah."


Nada penuh makna itu membuat Eli mengerutkan kening, tetapi Gark hanya menyeringai dengan senyum buasnya.


"Oh, jangan salah paham. Ini bukan tentang kau. Ada banyak orang sulit di ibu kota ini, tahu?"


"Orang sulit?"


Masalah di antara pemburu adalah hal yang biasa. Bahkan, ada yang tak segan melanggar hukum.


Namun, jika kepala cabang menyebut mereka "orang sulit", orang-orang seperti apa yang dimaksud?


Gark menggaruk pipinya dan mendecak lidah.


"Ya, benar. Aku sudah memperingatkan mereka, tapi mereka adalah orang-orang yang memukul kalian di kedai minuman."


"Apa!?"


"Maaf, ya, terkejut? Liz itu—level 6, tapi dia benar-benar orang gila yang bahkan sering melawanku sebagai kepala cabang. Banyak yang jadi korban."


Arnold terbelalak, sementara Gark hanya terkekeh kecil dan mengangkat bahu.


Meskipun berkata "maaf", wajahnya sama sekali tak menunjukkan niat untuk meminta maaf. Tidak—Arnold bahkan merasa dia sedang diremehkan.


Pemburu dari kampung yang dipermalukan oleh seorang wanita level lebih rendah di kedai minuman.


Benarkah kemampuan mereka diakui di ibu kota ini?


Dengan pandangan Chloe dan sikap Gark, jelas bahwa kekuatan mereka diragukan. Bagi Arnold, itu adalah penghinaan besar.


Namun, alih-alih langsung meledak, dia menahan kemarahan yang membara dalam dirinya.


Rasa penasaran berubah menjadi tekad. 


"Aku akan membuktikan diriku, bahkan jika harus menghadapi orang yang mereka sebut Senpen Banka itu."



Arnold dan partynya pergi dengan pundak yang tegang karena kemarahan.


Chloe menunggu hingga bayangan mereka benar-benar hilang, lalu bertanya kepada pamannya yang berdiri tegak di belakangnya.


“Um... Kepala cabang, apa tidak masalah mengatakan hal seperti itu tadi?”


“Hm? Maksudmu apa? Aku hanya menyampaikan pesan dari Eva...”


Gark menyilangkan lengannya sambil menyeringai. Meski Arnold tidak mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata, perasaan yang dia pendam sudah sangat jelas. Tekanan yang dia tunjukkan juga sepadan dengan statusnya sebagai pemburu level tinggi.


Bahkan bagi seseorang seperti Senpen Banka, melawan pemburu level tinggi yang spesialis dalam pertarungan tampaknya akan menjadi tantangan besar.


“Ah, jangan khawatir. Kalau dia tidak bermaksud mencari masalah, dia tidak akan meminta maaf atas kesalahan memukuli seorang pemburu level tinggi yang penuh harga diri.”


“Itu... benar juga.”


Memang, meminta maaf kepada seorang pemburu yang sudah berniat untuk membalas dendam hanya akan menyulut api. Dengan insting luar biasa yang sudah memecahkan banyak masalah sebelumnya, pemuda itu tidak mungkin salah menilai sifat lawannya.


Lagipula, ini bukan pertama kalinya Senpen Banka terlibat masalah dengan pemburu luar.


“Menenangkan pemburu-pemburu muda yang penuh darah panas biasanya dilakukan oleh sesama pemburu. Itu mungkin bukan sesuatu yang patut dipuji, tapi tetap saja, hasilnya berguna. Kurasa dia juga menikmati melakukannya, jadi dukung saja dia.”


“Baik.”


Setelah melambaikan tangannya dengan santai, Gark pergi meninggalkan ruangan.


Chloe mengantarnya dengan pandangannya, lalu sekali lagi menatap ke arah di mana Gourai Wasen baru saja menghilang.


“Menjadi pemburu harta... ternyata jauh lebih dalam daripada yang aku bayangkan.”



Lantai tiga Klan House First Step. Salah satu bagiannya adalah ruang penelitian (lab) yang dikhususkan untuk alchemist.


Ruang penelitian itu mencakup 70% dari lantai tiga—sangat luas, terdiri dari beberapa ruangan yang saling terhubung, dilengkapi peralatan canggih dan bahan-bahan langka. Kemungkinan besar, ini adalah ruangan yang paling mahal di seluruh Klan House.


Awalnya, satu-satunya alchemist di First Step adalah Sitri. Kini, ada satu orang lagi yang bergabung, tetapi menggunakan hampir seluruh lantai hanya untuk alchemist sangatlah tidak biasa. Itu bisa terjadi karena saat pembangunan gedung ini, Sitri menyumbang dana besar dari uang pribadinya. Jumlah yang cukup besar untuk membuat Eva, yang berasal dari keluarga pedagang dan sangat hemat, tidak bisa membantah. Bahkan sampai sekarang, ekspresi tercengang Eva masih terpatri jelas dalam ingatan saya.


Ketika mendengar kata alchemist, mungkin ada yang membayangkan suasana yang aneh dan mencurigakan. Namun, laboratorium Sitri sangat bersih, mencerminkan kepribadiannya yang rapi. Dinding putih yang bersih, lantai yang mengkilap, rak kaca berisi peralatan kompleks, hingga rak buku yang dipenuhi buku-buku dengan tulisan yang tidak bisa saya baca. Meskipun peralatan dan barang-barang di dalamnya sangat alchemist, semuanya tersusun rapi sehingga tidak memberi kesan menyeramkan.


Saat pintu terbuka, salah satu dari dua sosok yang berdiri di depan meja besar di tengah ruangan—Sitri, yang mengenakan jubah abu-abu sederhana—berbalik ke arahku. Ketika melihat wajahku, ia menyatukan tangannya dan menyambut dengan senyum lebar.


“Selamat datang, Krai-san.”


“Apa sedang sibuk?”


“Tidak. Aku tadi sedang membuat ramuan untuk dijual... tapi aku sudah selesai mempersiapkannya, jadi tidak apa-apa.”


Di atas meja terdapat sebuah alat aneh besar yang mirip jam pasir. Bedanya, bagian atasnya tidak berisi pasir, melainkan sesuatu seperti pasta, sementara cairan terkumpul di bagian bawah. Mungkin alat ini digunakan untuk ekstraksi bahan, tetapi saya sama sekali tidak paham cara kerjanya.


Sitri membeli bahan dari monster yang dikalahkan Duka Janggal dengan harga lebih tinggi dari pasaran, lalu mengolahnya menjadi ramuan bernilai tinggi untuk dijual ke berbagai perusahaan dagang. Hasilnya, ia berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa. Meski hasil petualangan dibagi rata, Sitri tetap menjadi yang terkaya karena aktivitas ini. Eva, yang pernah membantu salah satu transaksi, mengatakan bahwa jumlah yang ia hasilkan sebagai individu sangat luar biasa.


“Maaf, Talia-chan. Tolong masukkan sisa ramuan ke dalam botol, lalu simpan ke kotak kayu.”


“Baik.”


Talia, seorang alchemist lain di First Step, menjawab sambil menyeka keringat di dahinya. Dia sedang menuangkan sesuatu seperti bubuk berwarna hijau muda dari sebuah wadah kaca besar. Melihat betapa sibuknya ia, saya merasa ini adalah pemandangan yang langka. Pembuatan ramuan biasanya hanya pekerjaan sampingan Sitri, dan membuat terlalu banyak bisa menyebabkan penurunan harga. Ini pertama kalinya saya melihatnya sampai memanfaatkan bantuan.


Setelah selesai, Talia melepas wadah kaca dari alat itu dan membawanya ke ruangan lain.


Mungkin karena melihat ekspresiku yang penuh pertanyaan, Sitri mulai menjelaskan.


“Beberapa waktu lalu, orang-orang yang membantu mengisi ulang artefakmu meminta bantuan. Katanya, kalau ada waktu, mereka ingin mencoba tantangan itu sendiri, jadi mereka meminta ramuan tambahan.”


Serius? Itu bukan latihan atau apa pun. Mereka bahkan pingsan sampai tidak sadarkan diri, tapi bukannya trauma, malah mau mencobanya lagi? Apa mereka masokis?


“Tentu saja, aku akan meminta mereka membayar biaya bahan... tetapi ini luar biasa. Itu artinya semangatmu benar-benar tersampaikan pada mereka. Aku juga merasa senang bisa memotivasi mereka.”


“Uh-huh... ya, begitu, ya.”


Meskipun lebih terlihat seperti provokasi daripada motivasi, saya tidak berniat mengoreksi Sitri yang terlihat sangat bersemangat.


Saat aku mengangguk setengah hati, ia melanjutkan dengan nada penuh semangat.


“Karena itu, aku berpikir untuk sedikit meningkatkan ramuan ini. Jarang sekali ada pemburu yang secara sukarela menjadi subjek percobaan setelah menyerap mana material dalam jumlah besar. Sebelumnya, eksperimenku dilakukan pada anak-anak yatim dari Distrik Terpuruk. Memang tidak ada yang keberatan, tetapi kondisi kesehatan mereka kurang ideal.”


“Ya, ya, begitu ya.”


“Jika aku bisa mengamati perkembangan mereka dan menemukan cara untuk meningkatkan pertumbuhan mana secara signifikan, itu akan menjadi terobosan besar. Aku bahkan bisa mengubah cara pelatihan para penyihir. Menyediakan ramuan murah untuk mereka sekarang akan membawa banyak keuntungan di masa depan! Bagaimana menurutmu, Krai-san?”


“Seperlunya saja.”


Seperlunya saja?


“Aku sempat berpikir untuk memberikan ramuan yang sama seperti yang digunakan Lucia-chan, tetapi itu terlalu rumit... biaya produksinya tinggi, dan efeknya terhadap kondisi mental—“


“Aku sebenarnya datang untuk mengembalikan uang, lho.”


“Eh?”


Sitri terlihat bingung. Meski aku tidak keberatan melihatnya senang, menurutku lebih baik ia menjelaskan hal ini pada Talia, sesama alchemist.


Uang yang ingin aku kembalikan adalah untuk biaya yang ia tanggung saat di kedai. Biasanya, akh yang membayar biaya pesta karena aku mendapatkan bagian tanpa berkontribusi dalam pekerjaan.


“Tidak apa-apa. Sudah lewat juga. Anggap saja sebagai utang.”


“Aku bahkan tidak ingat sudah meminjam berapa banyak...”


Meski aku selalu mencatat setiap kali meminjam, aku tidak pernah menghitung totalnya. Entah sudah berapa banyak aku meminjam karena artefak sangat mahal, dan aku tidak punya penghasilan lain selain dari pengelolaan klan.


Sitri pasti tahu jumlah pastinya, tetapi ia tidak pernah menagih.


Aku mendengar desas-desus tentang jumlahnya mencapai sepuluh digit... apa itu benar? Sepuluh miliar gil?


Sitri menyentuh pipinya dan tersenyum malu-malu.


“Aku juga sudah meminjam banyak... jadi, kembalikan saja nanti, kapan pun kamu bisa.”


“Kalau tidak mulai mengembalikan sekarang, aku tidak akan pernah bisa melunasinya.”


“Walaupun kamu mengembalikan satu atau dua juta, itu seperti meneteskan air ke batu yang panas. Pada saat itu, aku akan memintamu untuk membayar dengan tubuhmu.”


“Aku benar-benar dimanjakan, ya.”


Seharusnya aku sudah diusir dari party, tapi malah mendapat perlakuan seperti ini. Aku merasa sangat tidak nyaman.


Kalau jumlah utangku ini ketahuan, aku tidak tahu apa yang akan Eva katakan—sementara itu, Sitri, yang tidak tahu apa yang ada dalam pikiranku, pipinya merona.


“Aku akan memanjakanmu sebanyak mungkin. Sebagai gantinya, saat waktunya tiba, aku ingin kau memanjakanku juga, ya?”


Hmm? Jadi ini maksudnya jadi simpanan? Hidupku setelah pensiun pasti terjamin.


Aku memang sadar aku tidak punya banyak kemampuan, tapi aku pikir setidaknya aku masih punya akal sehat.


“Aku akan mengembalikan utangnya.”


“…Bagaimana caranya?”


“……Meminjam dari Lucia?”


“Itu tetap saja berarti kamu menambah utang...”


“Sebetulnya aku berpikir untuk membuka kedai makanan manis setelah pensiun.”


“Luar biasa. Itu pasti akan sukses besar! Tapi, berapa tahun yang kamu perlukan untuk melunasi utang puluhan miliar itu?”


Sitri berkata sambil tersenyum lebar. Aku yakin dia tidak sedang menyindir, tapi ucapannya terdengar seperti sindiran. Ternyata jumlahnya memang sampai puluhan miliar… Aku harus siap dimarahi Eva dan meminta nasihat darinya nanti.


Oh, dan aku tidak berniat menjual artefak yang sudah kukumpulkan. Pertemuan dengan artefak itu hanya terjadi sekali seumur hidup. Beberapa di antaranya sangat langka dan hampir mustahil ditemukan lagi. Saat pensiun nanti, aku berencana menyumbangkan semua artefak itu sebagai aset bersama party. Itu adalah cara kecilku untuk menebus kesalahan karena meninggalkan party dengan tanggung jawab yang minim.


Untuk saat ini, aku mengembalikan uang yang Sitri bayarkan untuk pesta terakhir. Sitri menerimanya tanpa menghitung dan langsung menyimpannya di saku jubah longgarnya. Kemudian, seperti baru teringat sesuatu, dia berkata:


“Benar juga. Kalau kamu benar-benar tidak bisa melunasinya, ada tiga cara untuk menghapus utangmu.”


“…Katakan saja, sekadar untuk referensi. Tapi aku tidak mau utangku dihapus begitu saja.”


Aku ini sebenarnya cukup peduli soal urusan keuangan. Dengan pipi yang sedikit memerah, Sitri menjawab

:

“Cara pertama… adalah dengan menjadikanku istrimu. Kalau kita menikah, aset kita akan digabung, jadi utangmu akan hilang. Aku akan berusaha menyukai makanan manis juga. Onee-chan akan kutenangkan, dan aku tidak akan membiarkan dia menyentuhmu sekalipun.”


Candaan yang menarik. Bukan berarti aku benar-benar keberatan, tapi itu bukan cara yang tepat untuk melunasi utang.


“…Lalu, cara kedua?”


“Cara kedua… adalah dengan menjadi suamiku. Aku akan menerima utangmu bersamamu. Aku tahu segalanya tentang dirimu. Aku akan mengurus masakan, cucian, semua pekerjaan rumah, dan aku akan mengizinkanmu membuka kedai makanan manis sebagai hobi. Aku akan berusaha keras menenangkan Onee-chan.”


…Sepertinya selera humor Sitri tidak kalah dengan Eva.


Aku sendiri tidak yakin, apa bedanya ini dengan cara pertama?


Dengan sedikit rasa letih yang tidak kutunjukkan, aku mengangguk pura-pura serius dan bertanya:


“Itu tawaran yang menarik. Lalu, cara ketiga?”


Sitri menjawab tanpa ragu.


“Melaporkanku dan memasukkanku ke penjara. Tapi kalau begitu, aku akan kesepian, jadi aku ingin Onee-chan juga ikut masuk penjara bersamaku.”


Jangan katakan itu dengan senyum lebar seperti itu. Aku harus lebih berhati-hati agar tidak menambah utang lagi…


Lagipula, memasukkanmu ke penjara? Bukannya kau tidak melakukan sesuatu yang buruk, kan?


Aku menghela napas sekali dan memutuskan untuk mengganti topik.


“Ngomong-ngomong, teriyaki naga petir yang kamu buat waktu itu rasanya luar biasa enak.”


“Ah… itu, bumbunya memang khusus, jadi… kurasa daging ayam akan lebih sesuai dengan selera Krai-san. Naga memang rasanya kurang jika dibandingkan dengan hewan ternak. Tapi aku masih ingat resepnya. Apa aku buatkan malam ini?”


Sitri langsung mengikuti alur pembicaraan yang jelas-jelas kuubah ini.


Sekarang, bagaimana aku bisa mendapatkan uang tambahan…? Oh, aku ingat, lelang akan segera diadakan. Tahun lalu, aku terlalu memanfaatkan kebaikan Sitri untuk membeli banyak artefak. Tidak banyak waktu tersisa sampai lelang berikutnya.


Aku menarik napas panjang dan memutuskan untuk berkonsultasi dengan Eva, satu-satunya orang yang bisa kuandalkan dalam situasi seperti ini.



Bagian pusat ibu kota kekaisaran. Sebuah kamar mewah di penginapan khusus pemburu harta karun kelas atas.


Arnold memandangi anggota partynya satu per satu, lalu dengan suara rendah yang hampir seperti ancaman, dia memastikan:


“Informasinya sudah terkumpul?”


“Sudah, bos. Kabarnya, dia adalah pemburu terkenal di daerah ini—namanya juga ada di daftar pertama yang kita terima.”


Eli mulai menjelaskan sambil menatap rekan-rekan partynya.


“Senpen Banka.”


Itulah julukan pemburu yang disebut Kepala Cabang Gark sebelumnya, sekaligus pemilik Zetsuei, yang dengan bercanda (atau mungkin serius?) meminta Arnold dan partynya membunuh naga petir hanya karena “ingin memakannya.”


Itu penghinaan. Pada dasarnya, orang ini sudah layak menjadi musuh hanya karena menjadi pemimpin party yang beranggotakan wanita yang secara sepihak menyerang Arnold. Namun, menghadapi musuh tanpa informasi adalah risiko yang terlalu besar.


Penaklukan naga petir adalah salah satu pencapaian terbesar dalam rekam jejak Arnold dan partynya.


Naga yang meneror Negeri Kabut itu adalah makhluk yang benar-benar memiliki kekuatan untuk menghancurkan sebuah kerajaan. Sebelum Arnold dan partynya, banyak pemburu tingkat tinggi gagal menaklukkannya. Naga ini adalah ancaman mutlak.


Arnold diakui sebagai pemburu level 7 dan diberi julukan setelah berhasil menaklukkan makhluk ini, yang menjadi bukti atas kehebatan pencapaiannya.


Naga petir itu memiliki tubuh raksasa, sisik sekuat baja, kemampuan terbang di langit yang luas, napas petir yang sulit dihindari, dan ekor panjang yang tajam seperti pedang, melebihi kekuatan pedang biasa. Sebagai salah satu jenis naga yang paling tangguh, ia dianggap sebagai makhluk yang nyaris tak tertandingi.


Arnold dan partynya, “Falling Mist”, berhasil mengalahkannya hanya karena kerja sama dengan banyak pemburu lainnya. Mereka mempersiapkan arena, mencari celah, membawa perlengkapan terbaik, dan memanfaatkan jebakan.


Pertarungan yang menentukan nasib sebuah kerajaan ini dilakukan dengan persiapan yang sangat matang dan berlangsung selama berjam-jam. Asosiasi Pemburu merekomendasikan level 7 untuk naga ini, tetapi menurut Arnold, rekomendasi itu terlalu rendah.


Beruntung, mereka berhasil menaklukkannya. Namun, andai sedikit saja salah langkah, mereka semua pasti tewas.


Bahkan sekarang, setelah bertahun-tahun menggunakan senjata yang dibuat dari bahan naga tersebut dan melewati berbagai pertempuran maut, Arnold yakin mereka tidak akan bisa menang lagi jika harus bertarung melawan naga itu.


Tubuh naga tersebut dibongkar, dan Negeri Kabut kembali makmur. Semua pemburu yang terlibat mendapat bagian besar dari hasilnya. Naga adalah harta karun hidup. Tulang, sisik, batu permata dalam tubuhnya, bahkan darah dan dagingnya, semuanya memiliki nilai tinggi sebagai bahan obat.


Namun, ide menggunakan bahan-bahan itu sebagai makanan adalah kegilaan. Jika pemburu lain mendengar hal ini, mereka akan menertawakannya. Namun, jika yang berbicara adalah pemburu tingkat tinggi, maka ceritanya akan berbeda.


“Di daerah Zebrudia, pemburu yang terkenal adalah Rodin, tapi… sial, level 8, katanya…”


Level 8.


Seorang pemburu dengan level lebih tinggi dari Arnold si pembunuh naga. Ini adalah tingkat yang tidak pernah ada di Nebranubes.


Seorang yang benar-benar di luar nalar.


Pemburu harta karun yang mendapat peningkatan kekuatan dari Mana Material memiliki perbedaan kekuatan yang sangat besar. Antara Arnold dan pemburu rata-rata saja terdapat jurang perbedaan seperti langit dan bumi. Sama halnya dengan perbedaan kekuatan antara Arnold dan pemburu level di atasnya.


Nebranubes hanya memiliki lima ruang harta karun. Itu masih lebih baik dibandingkan negara-negara sekitar, tetapi jauh berbeda dengan ibu kota kekaisaran ini yang memiliki semua jenis ruang harta karun dari berbagai level.


Arnold yakin dengan kekuatannya sebagai yang terkuat. Tapi masalahnya adalah ketakutan yang mulai muncul di antara anggota partynya.


“Falling Mist” mungkin tidak akan cukup di kota ini.


Kekuatan sebuah party tergantung pada kepercayaan dan persatuan mereka. Para anggota mengikuti seorang pemimpin yang kuat. Arnold, sebagai pemimpin, harus membuktikan kekuatan dan harga dirinya.


Namun, bayangan mengejek Gark masih melekat di benaknya.


Tatapan itu—seperti mengatakan bahwa “Senpen Banka” berada di atas “Gourai Wasei”.


Awalnya, mereka berencana untuk menunjukkan eksistensi mereka kepada para pemburu di ibu kota, menjual barang-barang berharga yang mereka dapatkan di Nebranubes dengan harga tinggi, lalu perlahan-lahan menaklukkan ruang-ruang harta karun di sini.


Namun, rencana itu kini terasa tidak realistis.


Informasi tentang “Senpen Banka” yang diperoleh Eli dan lainnya sangat sulit dipercaya.


Katanya, dia memiliki mata yang dapat melihat masa depan.


Katanya, dia mencapai level 8 tanpa satu kesalahan pun.


Katanya, dia adalah pemimpin kelompok pemburu yang semua anggotanya memiliki julukan, dan dia mengalahkan Rodin.


Namanya dikenal semua orang, tetapi kekuatannya tetap misteri. Pemburu ini penuh teka-teki. Bahkan ada anggota klannya yang berkata, “Master adalah dewa.”


Hanya dari sedikit penyelidikan, reputasinya sudah luar biasa. Kini, Arnold memahami alasannya begitu arogan.


Namun, semakin lama mendengar informasi itu, ekspresi Arnold berubah menjadi penuh kecurigaan.

Dari semua informasi yang mereka dapatkan, ada satu hal yang terasa janggal.


“…Tidak ada rumor apa pun soal kemampuannya dalam bertarung?”


“Benar, bos. Ada cerita bahwa dia mengalahkan golem raksasa hanya dengan semangat, tapi…”


“Itu omong kosong.”


Pemburu memiliki keahlian masing-masing, tetapi kemampuan bertarung adalah yang paling penting. Bahkan mereka yang bukan petarung ulung pasti lebih kuat dari orang biasa. Itu adalah syarat menjadi pemburu.


Jika seseorang telah diakui sebagai level 8, kekuatannya pasti di luar manusia biasa. Fakta bahwa tidak ada informasi tentang kemampuannya bertarung adalah sesuatu yang sangat aneh.


Biasanya, kekurangan informasi seperti ini akan membuat seseorang ragu. Namun, reputasi yang begitu tinggi sering kali menutupi kejanggalan kecil semacam itu.


Namun, Arnold berbeda. Dengan informasi yang telah terkumpul, ia mampu membuat penilaian yang akurat. “Gourai Wasei” tidak mencapai level 7 hanya dengan kekuatan fisik semata. Naluri Arnold sebagai pemburu memberitahunya sesuatu.


Dengan alis yang mengerut, ia mulai menyusun potongan informasi di dalam pikirannya. Setelah mencapai kesimpulan, senyumnya berubah menjadi menyeringai aneh.


Tidak salah lagi, “Senpen Banka”—lemah.


Atau, lebih tepatnya, mungkin bukan lemah, tetapi ia tidak memiliki kemampuan bertarung yang sesuai dengan levelnya. Kalau dilihat dari jenis profesinya, dia mungkin seorang thief atau penyembuh (healer)—profesi non-tempur.


Bagaimanapun juga, dia bukanlah ancaman bagi Arnold yang berfokus pada kemampuan bertarung.


Kurangnya informasi tentang kemampuan bertarung “Seribu Wajah” mungkin karena ia sengaja menyembunyikannya.


“Mata yang dapat melihat masa depan, ya? Menarik—“


Mengaku bisa melihat masa depan hanyalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh penipu atau pahlawan dalam legenda.


Mungkin permintaan konyolnya untuk menyerahkan bahan naga petir hanyalah untuk membuat Arnold ragu. Semakin Arnold memikirkannya, semakin terlihat betapa dangkalnya strategi itu. Mungkin, bahkan kata-kata kepala cabang asosiasi pemburu dan staf penerimaan hanyalah jebakan belaka.


Sungguh konyol. Inilah yang disebut strategi yang justru menjebak pembuatnya sendiri. Para pemburu di ibu kota mungkin bisa dibohongi, tetapi “Gourai Wasei” tidak semudah itu dikelabui.


“Katanya, ‘Zetsuei’ itu teman masa kecilnya.”


Kata-kata Eli menghilangkan keraguan kecil yang masih ada.


Normalnya, seorang petarung sehebat itu tidak akan tunduk pada orang yang lebih lemah. Tapi jika mereka sudah saling mengenal sejak lama, itu masuk akal.


Mungkin, itu pun bagian dari taktik untuk menyembunyikan fakta sebenarnya.


Mata Arnold bersinar penuh semangat. Lawannya mungkin bukan orang lemah, tetapi—ia yakin bisa menang.


Arnold memang masih belum dikenal di ibu kota ini, berbeda dengan “Senpei Banka” yang namanya sudah tersebar luas.


Popularitas memiliki kelebihan dan kekurangan. Di kota ini, Arnold memulai sebagai penantang. Langkah pertamanya mungkin tersandung, tetapi jika ia berhasil mengalahkan “Senpei Banka”, reputasinya akan melonjak drastis.


Tentu saja, lawan pasti akan melawan sekuat tenaga. Bahkan “Zetsuei” juga pasti akan menghalangi jalannya. Tapi justru mengalahkan mereka semua adalah bukti dari gelar—yang terkuat.


Tubuh Arnold bergetar. Itu bukan rasa takut, melainkan adrenalin. Dengan senyum yang dalam, ia membuat keputusan.


“Sudah lama aku tidak berada di posisi sebagai penantang. Baiklah, biarkan ‘senior’ itu menunjukkan level kota ini padaku.”


Party yang seluruh anggotanya memiliki julukan memang kuat. Namun, secara individu, mereka tidak selalu yang terkuat.


Arnold bukanlah seorang ksatria yang menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran. Ia adalah pemburu. Jika ada kelemahan, ia akan mengeksploitasinya.


Salah satu anggota partynya merinding mendengar semangat membara dalam suara Arnold.


“Um, lalu… bagaimana dengan permintaan soal naga petir itu?”


“Biarkan saja. Kita tidak secara resmi menerima permintaan itu. Aku akan membuat mereka menyesali telah meremehkanku.”


Mata emas Arnold bersinar gelap, seperti seorang pemburu yang menemukan mangsa besar untuk pertama kalinya sejak naga petir.


Di kamar yang luas itu, suasana menjadi semakin panas, penuh dengan semangat bertarung.



“Kenapa... kenapa ini bisa sampai begini...?”


Dengan suara gemetar yang tidak biasa untuk dirinya yang biasanya selalu tenang dan cerdas, Eva memeriksa memo hutang satu per satu.


Bahkan aku, yang biasanya bersikap santai dan duduk bersandar di kursi, tidak bisa menemukan kenyamanan. Aku hanya menyilangkan tangan, berpura-pura berpikir serius.


Dalam party “Duka Janggal”, pendapatan dibagi rata, tetapi ada aturan bahwa anggota yang menginginkan barang seperti artefak atau bahan dari monster bisa membelinya dengan harga yang sedikit lebih rendah dari harga pasar.


Karena kami semua sudah saling mengenal dengan baik dan tidak ada yang terlalu rakus, hal itu selalu berjalan dengan santai. Namun, jumlah hutang yang membengkak sekarang adalah hasil dari aku yang terus membeli hampir semua artefak.


Karena aku tidak punya uang, setiap kali membeli, itu berarti aku meminjam uang dari semua orang. Mulai dari saat Eliza bergabung sebagai anggota baru, Sitri, yang punya kelebihan dana, mulai membayar terlebih dahulu untukku.


Dengan kata lain, aku benar-benar bergantung padanya. Selama ini aku selalu mengabaikannya, tetapi sekarang aku sadar betapa berbahayanya situasi ini.


“Ya... aku hanya terlalu banyak ingin memiliki artefak...”


“...Jumlahnya terlalu besar, bahkan pemburu papan atas tidak akan bisa mendapatkan uang sebanyak itu dengan mudah. Aku selalu heran kenapa artefak terus berdatangan, tapi...”


“Ya, benar... Seiring dengan meningkatnya tingkat kesulitan ruang harta karun yang kita jelajahi, nilai artefak yang kita bawa pulang juga semakin tinggi. Itu membuat hutangku terus membengkak...”


Aneh bahwa tidak ada yang menunjukkannya sampai sekarang. Jumlah yang terlampau besar membuatku tidak merasakan realitasnya sama sekali. Benar-benar mengejutkan.


Eva menyibakkan poni dan menekan dahinya. Ekspresinya jauh lebih serius dibandingkan aku, si pelaku utama.


“...Aku tahu kadang-kadang kamu menarik uang operasional klan untuk membeli artefak, tapi karena kamu segera mengembalikannya, aku jadi lengah.”


Benar sekali... Sitri selalu menutupinya. Apakah aku harus menikah dengannya saja?


Meskipun aku menyukai Sitri, aku tidak bisa membayangkan menikah hanya karena alasan itu.


“Aku ingin memastikan satu hal... Kamu tidak meminjam dari orang luar, kan?”


“Hanya dari Sitri.”


Sebenarnya, aku sempat meminjam dari orang lain, tetapi Sitri sudah melunasinya untukku.


Artefak adalah sumber hidupku. Karena itu, aku tidak pernah berkompromi dalam membelinya. Tapi mungkin aku harus lebih mempertimbangkan tindakanku. Ataukah aku harus menikah saja?


Ekspresi berpikir di wajah Eva hanya bertahan sekejap sebelum dia menghela napas panjang.


“...Yah. Kalau ini ‘Duka Janggal’, mungkin kita bisa menyelesaikan semuanya dalam satu atau dua tahun... selama tidak ada bunga.”


Dalam kondisi sekarang saja aku sudah kewalahan. Apa aku bisa bertahan sebagai pemburu selama satu atau dua tahun lagi?


“Bagaimana kalau kita buka kedai manisan untuk membantu?”


“Aku tidak paham apa yang sedang kamu katakan.”


“Baiklah, aku sudah memutuskan! Sampai hutangku lunas... aku akan berhenti membeli artefak.”


Aku mengatakannya dengan penuh keyakinan, tetapi Eva hanya memandangku dengan skeptis. Itu wajar, karena selama ini aku selalu membeli artefak baru dan memamerkannya. Aku hanya bisa membuktikan keseriusanku lewat tindakan.


Mungkin aku juga harus menunjukkan semangatku.


“Lalu... bagaimana kalau aku cari pekerjaan sampingan? Atau... ya, pekerjaan paruh waktu mungkin cukup?”


“Tolong jangan.”


“Bagaimana kalau jadi peramal? Rasanya aku bisa melakukannya walaupun hanya menebak-nebak?”


“JANGAN, TOLONG!”


Separuh bercanda, tetapi suara Eva terdengar sangat serius, bahkan lebih serius dibanding saat dia melihat jumlah hutangku.


Baiklah, aku mengerti. Jika seorang pemimpin klan mulai membuka layanan ramalan palsu, dia pasti akan menghentikannya mati-matian. Lagipula, di ibu kota ini ada peramal asli yang sangat akurat. Aku tidak akan bertahan lama sebelum ketahuan.


“Bagaimana kalau aku bekerja sebagai penjaga toko?”


“Jangan.”


“Atau membersihkan jalan? Ada pekerjaan seperti itu di Asosiasi Penjelajah, bukan? Orang jarang mau melakukannya, jadi selalu ada kekurangan tenaga.”


“Tolong jangan. Sungguh, kumohon... Apakah kamu sadar dengan posisimu?”


“Pemburu itu bebas. Tidak ada pekerjaan yang hina. Bahkan pemburu level 8 boleh membersihkan jalan, bukan begitu?”


“Tidak. Liz akan mengamuk, jadi jangan.”


Benar juga, itu mungkin saja terjadi. Tapi kalau begitu, aku harus melakukan apa?


Aku tidak punya keterampilan khusus. Kemampuan fisikku biasa saja, tetapi levelku terlalu tinggi untuk itu. Aku seperti barang cacat yang sulit digunakan.


Mungkin aku tidak lebih dari seorang sampah yang hanya bisa membuat Liz, Sitri, Tina, dan Luke terus memberiku sesuatu.


Eva menatapku dengan ekspresi kesal.


“Bagaimana kalau kamu masuk ke ruang harta karun sendirian? Bukankah kamu pemburu?”


Itu seperti menyuruhku mati.


Aku hanya bisa tersenyum pahit, tetapi Eva malah menghela napas panjang seperti kehabisan energi.


“Dengar. Beruntung kita masih punya sedikit dana. Kalau kita hati-hati, kita bisa mengumpulkan modal dan melunasi hutang. Tapi kumohon... jangan lakukan apa-apa, ya? Jangan tambah hutang lagi. Masalah keuangan adalah penyebab utama kehancuran klan.”


Itu berarti aku benar-benar tidak melakukan apa-apa, kan?


...Apakah aku tidak lebih dari beban bagi Eva? Bukankah ini sama saja seperti dengan Sitri?


Walaupun aku merasa terbantu, Eva juga punya pekerjaannya sendiri. Ditambah lagi, dia harus menyelesaikan masalah hutangku. Sungguh tidak pantas.


Bagaimanapun, aku hanya bisa menghela napas panjang dan menatap kursi besar yang tidak sesuai untukku sebagai pemimpin klan.


Eva yang memintaku untuk hanya duduk diam ternyata bukan bercanda.


Karena tidak ada hal yang bisa kulakukan, aku mengeluarkan kain lembut dan mulai memoles satu per satu artefak dengan hati-hati seperti biasa. Namun, karena ini adalah kebiasaanku sehari-hari, artefak-artefak itu tidak terlalu kotor, sehingga pekerjaan ini segera selesai.


Tak ada pilihan lain, aku pun berjalan mondar-mandir di sekitar meja, membolak-balik ensiklopedia artefak lama di rak buku, atau bahkan melakukan senam di tempat. Setelah mengetahui jumlah utangku, aku merasa gelisah entah kenapa.


Sambil melakukan berbagai aktivitas kecil itu, aku mencoba memikirkan cara melunasi utang, tetapi tak ada ide yang muncul. Alasannya sederhana: aku terlalu tidak kompeten. Tidak memiliki pengetahuan maupun kemampuan bertarung—sungguh tak jelas mengapa aku masih menjadi seorang pemburu.


Semakin kupikirkan, semakin aku merasa depresi, sehingga aku akhirnya memutuskan untuk berhenti memikirkannya.


Lagipula, sekalipun aku memiliki sedikit kemampuan, melunasi utang yang jumlahnya mencapai belasan digit itu terasa mustahil.


Untuk mengalihkan perhatian, aku membuka jendela besar di belakang kursiku. Di luar, cuaca sangat cerah. Sinar matahari dan angin sepoi-sepoi yang masuk membuatku tersenyum tanpa sadar.


Dari jendela, aku bisa melihat jalan utama yang ramai di depan markas klan. Banyak orang yang sibuk berlalu-lalang di sana, menandakan kehidupan yang semarak.


Jika dibandingkan dengan luasnya dunia ini, apa artinya utang belasan digit?


Dengan pemikiran seperti itu, aku mulai merasa lebih ringan.


Namun, itu hanyalah pelarian dari kenyataan.


Setelah merasa puas dengan distraksi ini, aku menutup jendela dan kembali duduk di kursi. Baru saja aku menghela napas panjang, suara ketukan yang agak keras terdengar. Sebelum aku sempat menjawab, pintu sudah terbuka.


“Master! Apakah ada sesuatu yang ingin kamu perintahkan kepadaku?”


Yang masuk ternyata bukan Eva atau Sitri, melainkan Tino.


Seperti biasa, dia mengenakan pakaian serba hitam dengan kaki putih yang terekspos, terlihat mencolok. Pipi Tino agak memerah, mungkin karena berlari ke sini. Jarang sekali dia datang ke ruang Master Klan yang seharusnya terlarang tanpa dipanggil.


…Atau, apakah aku benar-benar memanggilnya?


Ingatan burukku membuatku cemas. Sambil tersenyum kikuk, aku mencoba mengingat-ingat sambil menjawab dengan asal.


“Eh… iya, benar.”


“Seperti yang aku pikir! Karena Master jarang-jarang tersenyum ke arahku dari jendela, aku mengira pasti ada sesuatu yang penting!”


“Oh? …Eh, iya, benar.”


Sambil merendahkan pandangannya dan memainkan ujung jarinya, Tino berbicara dengan ekspresi berbinar. Rupanya dia memperhatikanku dari jalanan. Aku sama sekali tidak menyadarinya...


Senyuman itu hanyalah ekspresi spontan saat aku mengobrol dengan diriku sendiri, dan pandanganku pun tak pernah bertemu dengannya. Tingkat kesetiaan Tino ini benar-benar di luar batas.


Aku, yang malas dan tidak bersemangat, hanya bisa mendukung dagu sambil memandangnya. Namun, senyum di wajah Tino sama sekali tidak memudar.


“Sitri Onee-chan memintaku untuk mengantarkan makanan cair untukmu, Master. Jadi, ini waktu yang tepat.”


“?? Makanan cair? Maksudnya minuman?”


“Eh…? Sitri Onee-chan sangat senang karena Master bersedia memelihara makhluk itu—”


“Oh...”


Yang dia maksud pasti si makhluk chimera itu. Nama “makanan cair” (Malice Eater) benar-benar kejam… Jangan ungkit-ungkit itu lagi.


Selain itu, Tino tampaknya sering disuruh oleh Sitri, sama seperti aku. Tino benar-benar pekerja keras, jauh berbeda dariku.


Meski terasa memalukan, aku memutuskan untuk bercerita soal utangku kepadanya. Siapa tahu dia punya ide bagus.


“Ngomong-ngomong, aku sebenarnya mau minta saran. Tino, tahukah kau? Aku punya utang yang sangat besar…”


Sambil tersenyum, aku menyampaikan fakta mengejutkan itu kepada Tino.


“Lagi-lagi aku tertipu... Sebenarnya, Master menganggapku apa sih?”


“Aku tidak menipumu, kok.”


Sambil bertukar kata, kami menuruni tangga di dalam markas klan.


Nada suara Tino jelas-jelas menunjukkan kalau dia sedang ngambek.


“Kau membuatku berharap lalu menjatuhkannya. Sejujurnya, tadi aku sempat mengira Master akan memberiku cokelat atau semacamnya.”


“Aku tidak membuatmu berharap dan juga tidak menjatuhkanmu.”


Tino menatapku seperti anak anjing yang baru saja dirampas cemilannya. Rasanya belum lama ini kami melakukan percakapan serupa.


Tino, sebenarnya kau menganggapku ini apa, sih? Apa aku terlalu sering memberimu makanan?


“Tino, padahal kau sering sekali mengalami hal yang buruk, tapi kenapa tidak pernah kapok, ya?”


“Itu karena... karena aku tahu. Pada akhirnya, semua ini adalah demi aku, hasil dari pemikiran Master, kan?”


“Iya, iya. Benar begitu.”


Tino bertanya sambil memandangku penuh harap, seolah ingin memastikan, dan tanpa pikir panjang aku mengangguk.


Aku memang peduli pada Tino. Aku sungguh berharap dia bisa hidup bahagia suatu hari nanti.


Hanya saja... perasaan itu belum terwujud dalam tindakan nyata, ya.


……Liz dan Sitri sudah cukup merepotkan dia. Aku harus lebih baik lagi pada Tino.


“Hari ini kau tidak bersama Liz, ya?”


“... Onee-chan saat ini... sedang berlatih bersama Sitri Onee-chan. Sebelumnya, dia gagal menghancurkan lapisan pelindung golem, jadi dia bilang, ‘Kali ini aku pasti bisa!’ dan menyeret Sitri Onee-chan pergi. Kurasa mereka sekarang sedang berada di tempat pelatihan.”


Oh, pantas saja aku tidak melihat Sitri dan Liz. Jadi Tino sendirian, ya.


Melihat kejadian di bar kemarin, rasanya Liz memperlakukan Tino terlalu kasar. Haruskah aku menegurnya?


“Haruskah aku memberitahu Liz dan Sitri agar mereka bersikap lebih baik padamu?”


“Eh...?”


Mungkin dia tidak menyangka, karena Tino langsung membelalakkan mata. Sepertinya dia sudah terlalu terbiasa diperlakukan tidak baik.


Liz sebenarnya tidak membenci Tino, tapi karena sifatnya, dia cenderung mengabaikannya.


Mendengar ucapanku, Tino celingukan, wajahnya sedikit memerah, lalu dia menjawab dengan canggung.


“Tidak... Terima kasih, Master. Tapi, tidak apa-apa. Berada di sisi Master saat Onee-chan tidak ada juga adalah perintah dari Onee-chan.”


Loyalitasnya benar-benar tak tertandingi. Entah wejangan seperti apa yang diberikan Liz pada Tino.


Dia tidak terlihat keberatan, jadi kalau Tino tidak masalah, ya sudah.


“Lagipula, dari sisi pribadi, aku... sangat suka berada bersama Master.”


“Ah, terima kasih, ya. Ngomong-ngomong, kembali ke soal utangku tadi—”


“!?!”


Sebaliknya, kalau Tino sebenarnya tidak suka, aku mungkin akan mengalami krisis kepercayaan pada orang lain. Aku menepuk kepala Tino yang terlihat terkejut dengan mata yang hampir menangis. Memang, ini bukan sikap yang pantas dilakukan pada seorang pemburu, tapi Tino sudah seperti adik perempuanku sendiri.


Tino menarik napas panjang, seolah-olah mencoba menenangkan dirinya, lalu berkata pelan.


“Master, aku juga butuh uang untuk membeli perlengkapan dan memperbaiki peralatan. Apalagi aku sudah banyak dimanfaatkan oleh Onee-chan, dan artefak-artefak juga sudah kuberikan pada Master. Kalau aku diminta lebih banyak lagi... aku bisa kering kerontang.”


“Iya, iya, benar sekali.”


Sejujurnya, aku sama sekali tidak berpikir untuk meminjam uang dari Tino.


“Ugh... me-memang, aku pernah bilang akan membantu Master semampuku, tapi, ada batasnya... e-eh, seberapa banyak yang diperlukan?”


“Aku tidak berniat meminjam. Lagi pula, jumlahnya sepuluh digit, jadi Tino juga tidak akan bisa membantu.”


“Se-sepuluh... digit...?”


Dengan ekspresi linglung, Tino mulai menghitung digit-digit itu dengan jari-jarinya. Ekspresi itu mirip dengan yang Eva tunjukkan saat diberitahu tentang jumlah utangku.


Seperti yang sudah kuduga, bahkan bagi seorang Hunter yang biasa menghabiskan uang dengan boros, utang sepuluh digit bukanlah jumlah yang wajar.


Tino tertawa getir dan berkata dengan suara gemetar.


“...Se-seperti yang diharapkan dari Master. Luar biasa, Master bahkan bisa menemukan tempat yang mau meminjamkan uang sebanyak itu. Memang benar, Master adalah seorang Level 8 yang ditakuti semua orang.”


Aku baru pertama kali dipuji hanya karena memiliki utang. Dipuji? Atau sedang dipermainkan?


...Yah, benar juga, aku memang bodoh. Tak ada alasan lagi.


Dengar, soal uang itu, kau hanya boleh meminjam sebanyak yang bisa kau kembalikan.


“Hahaha, tenang saja. Aku meminjamnya dari Sitri. Kalau ada apa-apa, dia bilang utangnya akan hangus kalau aku menikah dengannya.”


“...Eh?”


Tino mengeluarkan suara linglung yang lebih parah daripada saat dia mendengar jumlah digit utangnya. Itu hanya bercanda, hanya bercanda.


Di lounge, para pemburu yang juga punya utang pada Sitri tampak seperti mau mati, memberi makan Malice Eater dengan wajah putus asa. Ketika mata kami bertemu, aku pura-pura tidak melihat mereka, menutup pintu, dan turun tangga.


Meskipun Malice Eater bersikap manis padaku (meskipun aku hampir dibunuh olehnya), ternyata ia cukup buas pada para pemburu lain. Pemandangan beberapa orang berusaha menahan tubuhnya sambil memberi makan lebih mirip pelatihan daripada sekadar memberi makan. Wajar saja, warisan keras kepala Relic Institute itu bisa melepas benda itu begitu saja.


“U-uh, Master, apakah itu baik-baik saja?”


“Ya, tak masalah. Tidak ada yang mati, kan?”


Kalau aku yang memberi makan, mungkin malah ada korban jiwa. Jelas, korban jiwa itu adalah aku.


Walaupun sudah diisi ulang, Safe Ring itu tidak memiliki energi yang tak terbatas. Jadi, meskipun aku merasa kasihan pada para pemburu yang kebagian tugas itu, ini adalah hasil negosiasi dengan Sitri. Mereka harus menerimanya.


Membawa Tino bersamaku, aku melarikan diri dari markas klan.


Sebenarnya, aku tidak ada rencana keluar, tapi kalau kembali, pasti aku akan disuruh memberi makan lagi. Itu jelas bukan sesuatu yang kuinginkan.


Untungnya, aku memiliki Tino sebagai pendamping. Selain jadi pengawal yang bisa diandalkan, kami berdua juga sama-sama pecinta makanan manis. Kurasa ini saat yang tepat untuk mencoba kencan kecil-kecilan.


Melihat Tino yang masih tampak ingin kembali ke markas klan, aku mengajaknya.


“Karena kita sudah keluar, bagaimana kalau makan sesuatu yang manis-manis? Aku traktir.”


Biasanya, Tino tak pernah menolak undangan semacam ini. Jadi, kupikir kali ini pun dia akan menunjukkan senyum cerah yang memikat seperti biasa. Namun, jawaban yang kudapat benar-benar di luar dugaan.


“Itu... aku sangat senang, tapi... Master... bukankah kamu punya utang?”


...Komentarnya begitu tepat hingga aku tak bisa berkata apa-apa.


Ekspresi Tino penuh kekhawatiran. Wajahnya bahkan terlihat lebih serius daripada diriku sendiri yang menjadi pihak yang berutang.


“Itu... aku merasa tidak enak mengatakannya, tapi... bukankah sebaiknya kita berhemat sedikit? Aku tentu akan membantu sepenuhnya, tapi jumlahnya... sangat besar...”


“Te-tenang saja... Lagipula aku meminjamnya dari Sitri...”


Mungkin, kalau aku meminjam dari rentenir biasa, aku pasti tidak akan setenang ini.


Namun, mendengar jawabanku, Tino tiba-tiba berkata dengan nada yang jarang kudengar darinya.


“Tidak boleh, Master! Menikahi Sitri Onee-chan demi melunasi utang itu adalah cara yang paling buruk!”


Aku benar-benar tak bisa membantahnya.


Tino menatapku dengan mata besar yang berlinang air mata dan berkata dengan nada berubah.


“Selain itu, kalau Sitri Onee-chan menikahi Master... aku tidak akan bisa berjalan-jalan seperti ini lagi...”


“Aku rasa tidak akan seperti itu.”


“Akan! Kalau Sitri Onee-chan menikah dengan Master, dia pasti akan mencoba untuk sepenuhnya memilikimu!”


Begitu putus asa suaranya. Apa yang sebenarnya dia bayangkan? Lagipula, apa yang menarik dari diriku sehingga ada yang mau memilikinya?


Namun, aku pun tak ada niat menikah demi melunasi utang. Sebelum Tino sempat memandang rendah diriku, Lucia, adikku, pasti sudah mencegahnya. Bagaimanapun, dia punya misi untuk membuatku jadi manusia yang benar.


Tino tampak bergumam serius, mungkin sedang membuat rencana matang.


“Jual barang-barang di rumah, ambil semua tabungan, kerja sama dengan Eva Onee-chan... kalau begitu, mungkin kita bisa melunasi sepuluh digit itu...”


...Aku tidak ingin mendengarnya lagi. Biarkan aku menghadapi neraka ini sendiri.


Aku menghela napas kecil dan mengajukan saran baru pada Tino.


“Yah, bagaimana kalau kita makan sesuatu yang manis untuk merayakan lebih awal? Meskipun tingkat keberhasilan artefak Cuma 50%, soal makanan aku tak pernah meleset.”



Yang menyadari itu pertama kali adalah pihak lawan. Tempat itu adalah jalan kecil yang biasa kugunakan sebagai jalan pintas menuju kafe favoritku, jauh dari keramaian jalan utama. Jalan itu terlalu sempit untuk dilewati kereta kuda, dan jarang ada orang lewat.


Sosok kurus berambut panjang yang familiar—anak buah Arnold, menatapku dengan kaget.


“Ha!? Kau—“


“Oh... aku benar-benar lupa.”


Sosok yang kini berdiri di depanku adalah pria yang, dalam situasi apa pun, tak ingin kutemui saat ini.


Arnold Hale, penyusup dari negeri kabut, Nebranubes, bersama partynya.


Baru saja aku memutuskan untuk tidak keluar agar terhindar dari situasi seperti ini, tetapi entah kenapa aku lupa. Dan yang lebih buruk, meskipun aku melupakan mereka, mereka tampaknya tahu persis siapa aku.


Mungkin mereka mendapatkan informasi dariku lewat Liz. Bahkan peringatan Gark-san lewat Eva ternyata tak mempan. Mengapa segalanya selalu berjalan bertentangan dengan kehendakku?


Padahal aku sudah membayangkan momen menyenangkan menikmati teh sore bersama Tino...


“Lupa, kau bilang!?”


“Sial, berani-beraninya meremehkan kami—padahal kau Cuma lebih kuat satu level!”


Bukan begitu, kepalaku hanya kosong, sungguh.


Anak buah Arnold mulai berteriak dengan suara keras, sementara Arnold melangkah maju. Tidak ada sedikit pun niat damai di raut wajahnya.


Tubuhnya yang kekar seperti Gark-san, pedang raksasa di punggungnya, serta mata emasnya yang tajam dan memancarkan kilauan liar—semua itu memancarkan aura menyeramkan yang hampir tak manusiawi. Bahkan dibandingkan anggota partynya yang lain, tekanan dari dirinya begitu luar biasa.


Pemburu pemula yang tak terbiasa pasti takkan mampu bergerak di bawah tekanan ini.


Aku masih bisa bergerak bukan karena aku hebat, tapi karena aku sudah terlalu sering diancam, baik oleh manusia maupun monster. Lagipula, tubuhku sudah tahu bahwa pukulan mematikan sekalipun akan dipantulkan oleh Safe Ring.


Arnold berbicara dengan suara rendah yang mengintimidasi.


“Senpen Banka... kau punya nyali datang sendiri ke sini.”


Tampaknya dugaanku benar. Target mereka adalah aku.


Motifnya jelas balas dendam. Aku sudah memprediksi ini. Karena itulah aku meminta Eva menghubungi Gark-san untuk memperingatkan mereka.


Tapi, karena kebiasaan burukku, aku malah terseret dalam situasi ini.


Kehadiran pemburu yang memancarkan tekanan kuat ini segera membuat jalan kecil yang sudah sepi jadi benar-benar kosong.


Warga ibu kota memang tahu cara melindungi diri. Namun, ini gawat.


Bahkan Tino, dengan kemampuan analisisnya, tampak cemas menghadapi party level 7 ini.


“Jangan bilang... mereka mau bertarung di sini?”


“Keluarkan senjatamu, Senpen Banka! Jangan kira kami akan membiarkanmu pergi tanpa perlawanan!”


Aku tidak punya senjata! Jalan sempit ini bahkan tidak memungkinkan penjaga kota datang tepat waktu.


Arnold melanjutkan dengan suara keras.


“Aku dengar, Senpen Banka, kau berhasil menghancurkan golem dengan kekuatanmu sendiri. Kalau itu benar, buktikan pada kami!”


Mereka pasti membicarakan insiden golem Akasha. Padahal aku sudah menjelaskan semuanya...


“Kau salah paham! Golem itu bukan aku yang menghancurkan, dia meledak sendiri!”


“Ap-...!? Omong kosong apa itu!? Mana ada golem yang meledak sendiri!”


Anak buahnya berteriak dengan wajah memerah. Tapi, sungguh, itu kenyataannya.


Aku yakin, kalau bicara baik-baik, mereka akan mengerti. Aku tak punya pilihan selain mencoba membujuk.


Dengan napas panjang, aku memulai.


“Baiklah, aku mengerti kalian marah. Siapa yang tidak? Diserang di depan umum, tentu saja kalian marah. Bahkan kalau alasan awalnya kesalahan kalian, aku bisa paham kenapa kalian datang untuk membalas dendam.”


“.....”


“Tapi... memukuliku di jalan sempit seperti ini? Bukankah itu kurang elegan? Bagaimana kalau aku minta maaf saja? Aku bahkan mau berlutut, lho.”


“.....”


Arnold tetap diam. Mereka jelas tidak tahu kekuatan permintaan maafku. Aku mencoba cara lain.


“Kalian lihat sendiri, kan? Aku sedang berkencan dengan Tino. Kalian pasti mengerti, kan, betapa pentingnya ini bagi seorang pria?”


“Master! Jangan merendahkan diri seperti ini untukku! Kalau Master serius, kalian semua pasti kalah dalam satu pukulan!”


Tino berseru dengan suara gemetar sambil menatap Arnold dengan tajam. Tolong ajari aku cara serius seperti itu...


Aku menahan Tino yang maju ke depan, memeluknya erat, dan menutup mulutnya dengan tanganku. Dia kaku dengan wajah merah padam. Aku membisikkan kata-kata lembut di telinganya.


“Tenang, Tino. Aku ingin menyelesaikan ini secara damai.”


Aku menunggu dia mengangguk sebelum melepaskannya. Kembali menghadap Arnold, aku mencoba pendekatan terakhir.


“Jadi... bisakah kalian menerima permintaan maafku?”


“Fuh... dasar bajingan—“


Sial. Ini tidak akan berhasil. Aku tidak pandai negosiasi. Sebelum Arnold benar-benar murka, aku memutuskan.


“Baiklah! Kita akan bertarung... tapi tidak di sini! Ayo ke jalan yang lebih luas!”



“Sial, apa yang dipikirkan pria ini?”


Arnold menahan amarah yang membara dalam dadanya sambil memandangi punggung pemuda yang berjalan dengan santai di depannya.


Pertemuan ini terjadi secara tiba-tiba. Informasi yang didapat sebelumnya mengatakan bahwa Senpen Banka hampir tidak pernah keluar dari markas klannya, sehingga Arnold berpikir harus menyusun rencana matang untuk bertindak. Dia awalnya hanya berniat melakukan pengintaian, tetapi tak disangka-sangka malah bertemu langsung dengannya.


Namun, jika sudah bertemu, itu bukanlah masalah. Arnold adalah seorang pemburu, dan pemburu tidak pernah lengah dalam persenjataan. Tapi yang lebih mencurigakan adalah sikap Senpen Banka. Penampilannya tidak menunjukkan persiapan untuk bertarung. Pakaian yang dikenakannya santai, dan tidak terlihat membawa senjata. Meskipun banyak cara untuk menyembunyikan senjata, tindak-tanduknya tampak terlalu ceroboh.


“Apa dia sengaja menciptakan celah? Atau ini hanya jebakan?”


Namun, jika ini benar-benar jebakan, ini terlalu mencolok.


Pertemuan ini juga hampir tidak mungkin kebetulan. Bertemu di jalan kecil yang sepi, bukan di jalan besar, membuat Arnold lebih percaya bahwa ini adalah hasil dari kemampuan prediksi Senpen Banka.


Jawaban atas pertanyaan itu tidak muncul. Pemuda itu berjalan dengan ringan tanpa menunjukkan niat bertarung, tapi sesekali ia melontarkan pernyataan provokatif, seolah-olah ingin mengulur waktu. Ketika Arnold mencoba menanggapi, pemuda itu malah dengan santai mengarahkan mereka ke jalan besar.


Arnold tidak bisa memahami maksudnya. Tidak ada penjelasan yang masuk akal. Sesuai namanya, ia adalah Senpen Banka.


Secara jumlah, pihak Arnold memiliki keunggulan. Gadis yang menemani Senpen Banka memang terlihat cukup kuat (malah tampak lebih kuat daripada dia), tetapi dibandingkan dengan Arnold atau Eli, kemampuannya masih jauh di bawah.


Keluar ke jalan besar justru menguntungkan Arnold yang memiliki lebih banyak anggota. Apa ini strategi, atau justru kepercayaan diri yang berlebihan?


Arnold sendiri sudah hampir yakin akan menang. Dari penampilannya, Senpen Banka tidak lebih dari orang lemah. Kalau Eli tidak memberitahunya tentang target, mungkin dia sudah melewati pemuda itu tanpa menyadarinya. Gerakannya pun seperti amatir.


Meskipun ia adalah Level 8, Arnold tidak bisa membayangkan kalah darinya.


Ini adalah situasi yang aneh. Jika targetnya adalah seseorang yang tidak bisa ditebak kekuatannya, Arnold masih bisa memahaminya. Tapi kelemahan Senpen Banka terlalu mencolok.


“Arnold-san, jangan lengah. Orang itu dipercaya oleh kepala cabang Asosiasi Penjelajah.”


“Tentu saja, aku tahu.”


Arnold mengepalkan giginya kuat-kuat, menatap punggung pemuda itu dengan intensitas membara. Tapi Senpen Banka tetap berjalan santai, tanpa ada perubahan dalam gerakannya.


Itu hal yang aneh. Menurut penilaian Arnold, Senpen Banka tampak selevel dengan orang biasa yang diambil sembarangan dari jalan. Namun, orang biasa tidak akan bisa menahan intimidasi Arnold dengan sikap setenang itu.


“Ini benar-benar tidak masuk akal. Apa aku akan tahu jawabannya jika bertarung dengannya?”


Akhirnya, Senpen Banka berhenti di tengah jalan besar yang ramai. Di kiri dan kanan berdiri kios-kios pedagang. Jumlah orang di sini sangat banyak, jauh berbeda dengan jalan-jalan yang sepi di negeri kabut.


Ini tindakan gila. Jika mereka bertarung di sini, pasukan penjaga kota pasti akan datang, dan jika Senpen Banka kalah di depan banyak saksi, reputasinya akan hancur.


Saat itu, Krai Andrey, alias Senpen Banka, perlahan berbalik. Gerakannya tidak menunjukkan semangat, tetapi matanya seolah berkata kepada Arnold, “Kalau kau takut, lebih baik kita berhenti saja.”


“Hmph… omong kosong.”


Arnold tidak perlu ditanya dua kali. Ia tidak pernah sekalipun merasa gentar sejak menjadi pemburu.


Dengan tenang, ia mengangkat pedang besar di punggungnya—senjata yang dibuat dari material naga petir yang pernah ia buru. Anggota timnya juga segera bersiap, dengan Eli maju perlahan sambil mengeluarkan provokasi.


“Aku ingin tahu siapa yang lebih kuat, kau atau Arnold-san. Tapi kali ini kami juga ingin balas dendam. Kau kan Level 8, pasti bisa melawan kami semua sekaligus, bukan?”


“Eh… aku tidak mau, sih. Wah, ini repot sekali, ya…”


Hingga saat ini, sikap Senpen Banka masih belum berubah. Ia tampak kebingungan, melirik sekelilingnya, membuat semua orang semakin jengkel.


Pria itu adalah Level 8. Seharusnya, ia menunjukkan kewibawaan yang sesuai. Tapi sikapnya yang tidak serius ini membuat Arnold merasa dihina.


“Hmph… seorang bodoh yang hanya bisa naik berkat keberuntungan dan bantuan orang lain. Nama Duka Janggal tidak ada artinya.”


Krai menatap Arnold dengan mata membesar, tetapi ia tidak marah. Ketika Arnold maju, gadis yang menyertai Krai tiba-tiba berdiri di depannya.


“Apa maksudmu? Menyingkirlah.”


Gadis itu adalah seorang thief. Pakaiannya serba hitam untuk mendukung kelincahan, dengan sarung tangan cokelat untuk melindungi tangan. Pandangannya tajam, dan tubuhnya penuh dengan semangat bertarung yang membara.


Meski demikian, thief bukanlah kelas petarung murni, dan melawan seorang pendekar berat seperti Arnold jelas bukan tandingan. Bahkan jika gadis itu cukup berbakat, dia tidak mungkin bisa mengalahkan Arnold atau Eli.


Namun, meskipun menghadapi intimidasi Arnold, gadis yang tadi disebut Krai sebagai Tino ini tidak mundur sedikit pun.


“Aku tidak bisa tinggal diam mendengar penghinaan terhadap Master-ku!”


Dengan napas yang pelan tapi mantap, dia berdiri teguh di tempatnya, matanya dipenuhi kemarahan dingin tapi terkendali.


Arnold terkejut melihat tekad itu. Meski tahu dia tidak sebanding, gadis itu tetap maju.


“Hei, nona, kau tidak akan menang. Kami tidak ingin mencabut nyawa muda yang berbakat seperti dirimu.” Eli mencoba memperingatkan.


Namun, Tino tidak menjawab. Sebaliknya, dia menoleh ke belakang untuk meminta izin.


“Master, izinkan aku melawan mereka! Aku akan membuat mereka menyesal telah menghina Anda!”


Krai, yang sejak tadi diam, justru tersenyum santai.


“Ah, baiklah. Tapi hati-hati, ya.”


“!? Apa!?”


Semua orang, termasuk Arnold, hanya bisa ternganga mendengar jawabannya.



Entah bagaimana, sepertinya situasinya cukup berbahaya.


Sambil menyaksikan pertarungan antara Tino dan kelompok Arnold, aku melirik ke sekeliling mencari rekan-rekanku.


Klan First Step tempatku bergabung memiliki banyak ciri khas. Salah satunya adalah jumlah anggota yang cukup besar dibandingkan klan lain.


Singkatnya, klan kami memiliki lebih dari seratus anggota, sementara tim Arnold hanya delapan orang. Kalau separuh dari anggota kami datang, meskipun lawannya level 7, mereka tidak akan ada apa-apanya.


Aku sudah terkenal sebagai orang yang paling ahli memanggil bantuan di kaln ini. Para anggota kami juga sudah terbiasa dengan permintaanku.


“!? Hei, Senpen Banka! Seriuslah! Gadis itu bertarung demi kau, tahu!?”


Saat aku sedang melirik-lirik mencari bantuan, tiba-tiba ejekan datang dari pihak lawan. Itu dari salah satu pengikut Arnold, sebut saja dia A.


“Oh, maaf, maaf, A. Aku juga sibuk, jadi...”


Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke pertempuran. Tapi sejujurnya, aku benar-benar tidak mengerti.


Pertarungan antara Tino dan Arnold terlihat seimbang.


Tino bertarung dengan tangan kosong, dan Arnold juga membuang pedangnya untuk bertarung dengan tangan kosong. Benar-benar seperti perkelahian jalanan.


Meski Arnold didukung oleh rekan-rekannya, mereka tampaknya tidak berniat ikut campur.


Pengikut A tiba-tiba membelalakkan matanya dan mundur beberapa langkah.


“...Kau, kenapa kau tahu namaku—!?”


“Hah...? Eh? ...Oh, jadi namamu memang A? Wah, mengejutkan.”


Aku hanya mengutarakan pikiran jujurku, tetapi wajah A berubah merah seketika.


“Master!? Tolong seriuslah!”


Tino berteriak.


Tino kecil yang berani melawan Arnold yang bertubuh besar mengingatkanku pada gurunya, Liz.


Di sisi lain, Arnold tampak seperti iblis. Dia menghindari tendangan berputar Tino dengan mundur sedikit, lalu menghentikan serangan tusukan Tino dengan telapak tangannya.


Aku tidak terlalu paham teknik bertarung, tetapi ini sangat mengesankan.


Kapan Tino menjadi cukup kuat untuk melawan pria level 7 seperti ini?


Pada saat itu, di kejauhan, aku melihat seseorang yang kukenal—Sven.


Sven, seorang petarung sejati dengan gelar “Pembunuh Naga”. Betapa beruntungnya! Aku tersenyum dan melambaikan tangan padanya.


“Apa yang kau lakukan, dasar idiot!?”


“Oh, maaf, aku melihat kenalan—”


Arnold menatapku dengan marah, tapi aku sudah yakin, hidupnya hanya tinggal beberapa menit lagi.


Jika Sven bergabung, kami pasti menang.


Sven memperhatikanku melambai padanya, lalu mengacungkan jempol padaku.


Namun, alih-alih mendekat, dia pergi ke arah lain bersama rekan-rekannya. Sungguh keterlaluan.


“Master! Master! Tolong seriuslah!”


Tino berkata terengah-engah sambil terus bertarung.


Aku sebenarnya sudah serius. Aku sudah mencoba yang terbaik, tetapi... Sven sungguh tidak bisa diandalkan.


Aku duduk di kotak kayu di dekat sana, merasa sedikit lelah.


Tino terlihat cukup tangguh, dan mungkin bisa menang tanpa bantuan. Atau setidaknya, mungkin penjaga kota akan segera datang.


Serangan Tino sangat cepat. Tendangan, tusukan, dan gerakannya yang mengalir mengingatkan pada Liz.


“Ayo, Tino! Kau bisa! Kau yang terbaik di dunia!”


“Master! Tolong hentikan sorakan aneh itu—”


“Hampir menang! Arnold, sedikit lagi dan dia akan kalah!”


“Apa!?”


Arnold tiba-tiba berhenti. Di celah pertahanannya, tendangan dan tusukan Tino mengenai sasaran.


Tapi Arnold tidak roboh. Dia hanya bergoyang sedikit sebelum menatapku dengan amarah.


“Kalah... hampir kalah... katamu...!?”


Tunggu, apa tadi aku bilang sesuatu yang salah?


Arnold meraung, wajahnya penuh kemarahan, dan menyerang Tino dengan kekuatan besar.


Tino berusaha menghindar, tetapi tidak cukup cepat. Dia dipukul dengan keras, tubuhnya terlempar, lalu diangkat dan dibanting ke tanah.


“Dasar sombong! Kau pikir kau ini raja!? Senpen Banka! Aku akan menghancurkanmu!”


Ini buruk. Tino terluka, dan aku sendirian. Tidak ada bantuan, tidak ada Sven.


Tapi, aku tidak punya pilihan lagi.


“Aku bukan raja, tapi... baiklah.”


Aku berdiri dari kotak kayu, berusaha terlihat tenang.


Meskipun aku adalah pemburu paling lemah di kota ini, bahkan tikus terpojok pun bisa menggigit kucing.


Aku masih punya satu kartu as terakhir yang bisa kugunakan.


Aku mengeluarkan sebuah liontin berbentuk pentagram dari balik pakaianku, sebuah artefak yang tersembunyi di balik leherku. Pentagram itu terbuat dari emas, dengan kristal bening terpasang di tengahnya. Di dalam kristal tersebut, terlihat pusaran hitam legam yang menyerupai langit malam yang berputar.


“Realisasi Dunia Lain (Realize Outer).”


Ini adalah salah satu garis hidupku, sejajar dengan Safe Ring, yang bahkan tidak kugunakan saat berada dalam bahaya besar di Sarang Serigala Putih.


Artefak ini berasal dari alat buatan seorang teknisi yang dulunya memiliki kekaguman mendalam terhadap sihir. Alat ini, dengan biaya sihir (mana) yang seratus kali lipat dari yang biasanya diperlukan, mampu menyimpan satu sihir dan melepaskannya sesuka hati. Sebuah kemampuan yang sederhana, namun sangat berharga.


Seluruh kekuatanku berasal dari kekayaan yang dikumpulkan oleh Duka Janggal. Namun, di antara semua itu, benda ini bisa disebut sebagai yang terhebat.


Sihir yang tersimpan di dalamnya adalah salah satu jenis sihir gravitasi, yang dikenal memiliki tingkat kesulitan yang setara dengan sihir petir. Dan orang yang mengisinya bukanlah sembarang orang. Dia adalah Lucia, seorang penyihir agung yang memiliki daya serang terkuat dalam Duka Janggal, meskipun selalu mengeluh setiap kali mengisi artefak ini dengan mana-nya.


Dia adalah anak emas dunia sihir, mampu mengendalikan segala fenomena.


Lucia Roger, “Penguasa Segala Fenomena (Bansho Jizai)”. Dia juga adalah adikku.


Karena sifatnya yang mampu menyimpan sihir, artefak ini memiliki tingkat konsumsi sihir yang sangat rendah. Lucia membuatnya sebagai kartu as untukku, jika suatu hari dia harus berada jauh dariku dalam waktu yang lama.


Dia memerintahkanku untuk hanya menggunakannya saat hidupku benar-benar dalam bahaya. Aku tidak tahu apakah saat ini adalah waktu yang dimaksud. Namun, jika aku tidak menggunakannya sekarang untuk menyelamatkan Tino, kapan lagi? Dia telah berjuang demi diriku. Jika aku tidak membalas pengorbanannya, maka bahkan jika aku selamat dari situasi ini, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri.


Mungkin karena perubahan sikapku, para pengikut Arnold mulai berpencar, perlahan mengitari aku dari segala sisi.


Namun, aku tidak merasa gentar sama sekali.


Arnold tetap menahan Tino di tanah, sementara di tangannya yang lain kini tergenggam sebuah pedang besar.


Ini adalah sihir yang diisi oleh adikku yang luar biasa. Aku berdiri tegak, berusaha terlihat seanggun dan sekeren mungkin.


“Tenang saja. Aku tidak akan mengambil nyawamu.”


Para pengikut Arnold mulai mengangkat senjata mereka. Arnold sendiri melepaskan Tino, lalu melangkah maju dengan kekuatan besar.


Dan aku, dengan tenang, melepaskan sihir yang tersegel di dalam artefak itu.



"Hah? Pemimpin, apa yang kau pikirkan?"


"Non-mematikan? Bisa melumpuhkan pemburu level tinggi? Luas jangkauannya lebar? Dan tidak menyebabkan kerusakan pada sekitarnya? Kau terlalu banyak meminta."


"Seperti yang kau tahu, sihir gravitasi itu sudah sulit, ditambah lagi itu sihir yang jarang digunakan. Konsumsi mana meningkat seiring luas jangkauan, dan jika kau ingin memperkuat efeknya sekaligus menambahkan syarat-syarat khusus, maka itu membutuhkan konstruksi formula yang sangat rumit dan jumlah mana yang luar biasa besar—tunggu, sihir seperti itu... tidak mungkin dibuat? Tidak, kita harus menyelidiki dulu sebelum mengambil kesimpulan."


"Maaf, bisakah kau ambilkan semua ramuan pemulihan mana dari Sit?"


"Dan bawalah semua itu keluar. Inilah yang kau minta. ...Hah? Mana mungkin ada sihir semudah itu! Aku membuatnya! Aku meneliti semua sihir gravitasi, membongkar mekanismenya... Membunuh jauh lebih mudah, tapi karena kau ngotot—aku akhirnya membuat sihir ini, meski membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk mengucapkannya. Itu sihir yang sepenuhnya buang-buang waktu, dengan mana yang hampir tidak cukup... aku tidak ingin melihat wajahmu untuk sementara waktu. Sudahlah, keluar! Aku begadang untuk ini! ...Eh? Mengisi artefak yang lain juga!?"



Kristal dari kerja keras Lucia dilepaskan, dan pertempuran pun berakhir dalam sekejap.


Para pengikut Arnold, yang sebelumnya mengelilingiku, ambruk ke tanah tanpa sempat melawan. Suara dentingan armor yang menghantam tanah dan senjata yang terlepas dari tangan mereka memenuhi udara.


"A-apa ini... sihir!? Sihir macam apa ini—?"


Arnold, meski masih bertahan dengan menancapkan pedang besarnya ke tanah, sudah berlutut dengan tubuh bergetar. Kepalanya terhuyung-huyung, kulitnya memerah akibat tekanan luar biasa. Walaupun sempat khawatir, tampaknya ia tak memiliki kekuatan untuk melancarkan serangan.


Aku duduk kembali di atas peti kayu, menyilangkan kaki, dan menyimpan artefak yang telah kehilangan cahayanya sambil berkata, "‘Hak Tirani (Tyrant Order)’—ini adalah sihir original. Kurasa aku terlalu menahan kekuatannya, tapi tetap saja mengagumkan, bukan?"


Adikku, Lucia, telah menciptakan sihir ini setelah melewati malam-malam tanpa tidur. Tentu saja itu luar biasa.


Mata Arnold berkelana di antara rekan-rekannya yang terjatuh, lalu melihat rumah-rumah yang masih berdiri kokoh tanpa kerusakan, serta warga yang menatap ke arah kami dengan ekspresi bingung. Suaranya bergetar.


"Apa... mustahil... i-ini... sihir gravitasi? Tidak, tapi—"


"Formula yang revolusioner, bukan? Tak melukai manusia ataupun bangunan sama sekali. Aku tahu aku terdengar sombong, tapi ini luar biasa, kan?"


Lucia telah menciptakan ini dengan segala usaha dan eksperimen. Bagaimana mungkin ini tidak luar biasa? Bahkan permukaan jalan tidak retak sedikit pun. Keunggulan sihir ini adalah kekuatannya yang tinggi serta syarat-syarat detail yang diterapkan.


‘Hak Tirani’ adalah sihir yang sepenuhnya non-mematikan, yang tidak melukai orang atau benda selain targetnya. Namun, ia cukup kuat untuk melumpuhkan pemburu level 7 sepenuhnya. Sihir ini adalah puncak dari harmoni antara kekuatan dan presisi.


Tentu saja, aku tidak bisa menyombongkan diri karena sihir ini bukan hasil kerjaku sendiri.


"Kau... penyihir ... dasar... bajingan!"


Arnold menggeram, namun dari posisi berlutut, geramannya tidak mengintimidasi sama sekali.


Saat aku menikmati kemenangan ini, suara lemah yang menyedihkan tiba-tiba sampai ke telingaku.


"Mas...ter... tolong..."


Aku menoleh dan melihat Tino terbaring di tanah, tertindih oleh gravitasi. Suaranya terputus-putus, dan tangan serta kakinya yang menempel di tanah tampak berkedut. Ini sama sekali di luar dugaanku.


Salah satu pengikut Arnold yang juga tertindih gravitasi berkata dengan suara serak, 


"Kau... melibatkan temanmu juga...!? Dasar... keparat..."


"Tunggu, tunggu! Maaf! Maaf!"


Aku buru-buru menyentuh Tino yang menangis di tanah.


Faktanya, ‘Hak Tirani’ menentukan targetnya berdasarkan kekuatan mana yang terserap. Aku, sebagai pengguna, serta apa pun yang kusentuh tidak terpengaruh, tetapi siapa pun dengan level tertentu di sekitarnya akan menjadi target tanpa pandang bulu.


Karena luas jangkauan sihir ini, mungkin ada beberapa pemburu di tempat lain yang juga terkena. Maafkan aku. Kalian tidak akan mati, jadi harap maklum.


Tino akhirnya bangkit dengan tubuh gemetar setelah terbebas dari gravitasi. Sebagai permintaan maaf, aku menawarkan bahuku untuk membantunya berdiri.


Meskipun tampak lemah dan kelelahan, dia tidak mengalami cedera serius. Batuknya mungkin disebabkan oleh serangan Arnold sebelumnya. Aku akan membelikannya makanan manis nanti untuk sedikit menghiburnya, meskipun aku tahu itu mungkin tidak cukup.


Akhirnya, aku melihat Arnold, yang masih berlutut namun dengan penuh perjuangan mempertahankan posisinya.


Menerima tatapannya yang penuh kebencian, aku hanya tersenyum.


“Nah, Arnold-san. Sudah tenang sekarang?”


“Sial... ini tidak masuk akal... Mengapa ada penyihir sehebat ini...”


“Aku bukan penyihir, tapi... yah, lupakan saja.”


“!?"


Baiklah, ini masalahnya. Aku telah melumpuhkan gerakan Arnold, tapi hanya itu saja. Sihir gravitasi yang Lucia masukkan memang luar biasa dalam hal kekuatan, presisi, dan jangkauan, tetapi sayangnya durasinya tidak begitu lama.


Dalam waktu singkat itu, aku harus mencabut semangat juang Arnold dan kelompoknya, tapi...


Baik Arnold maupun anak buahnya, meskipun tergeletak di tanah, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Mereka semua menatapku dengan mata yang berkilau seperti binatang buas.


“Sepertinya kalian belum menyerah, ya.”


“Sungguh keras kepala... Uhuk-uhuk, Tidak bisa memahami perbedaan kekuatan... Master... terima kasih sudah meminjamkan pundakmu. Aku sudah baik-baik saja sekarang.”


“Ah, tak apa. Kau sudah bekerja keras, jadi bersandarlah sedikit lebih lama.”


Jika aku tidak menyentuhnya, dia akan kembali terkena gravitasi. Aku hanya bisa menggunakan artefak untuk melepaskan sihir itu begitu saja. Kalau Lucia yang ada di sini, dia mungkin bisa menyesuaikan sihirnya langsung di tempat dan mengecualikan individu tertentu, tapi aku tidak bisa.


Mungkin merasa tak apa-apa bergantung padaku, Tino dengan pelan meminta maaf dan berterima kasih sebelum menyandarkan tubuhnya padaku.


Tubuhnya yang kecil terasa sangat ringan, sulit dipercaya dia baru saja bertarung melawan Arnold. Sekarang aku merasa sedikit mual. Menjatuhkan gadis seperti ini ke tanah... sungguh perbuatan menjijikkan untuk seorang Level 7.


Aku mendesah panjang, memandang Arnold dengan muak. Aku tidak akan memanggilnya dengan sebutan “san” lagi.


“Dengar, Arnold. Aku sibuk, kau tahu? Masih ada persiapan lelang yang harus aku urus. Jujur saja, aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian. Maaf, kau paham kan?”


“...Tch...”


Arnold menggeram dengan wajah seperti iblis. Darah menetes dari dagunya, mungkin karena dia menggigit lidahnya sendiri.


Aku memang tidak punya waktu untuk meladeni mereka, dan lebih buruknya lagi, aku sudah kehabisan “Tyrant Order”. Lucia tidak ada untuk mengisi ulang sihirnya. Sial, andai saja Sven atau Ark ada di sini...


Lalu, ide cemerlang terlintas di pikiranku.


Meski aku telah banyak merepotkan Tino, sepertinya keberuntunganku belum habis.


“Tapi begini, kalau kalian benar-benar ingin bertarung denganku setelah semua ini... aku akan memberikan syarat.”


“Syarat... katamu!?”


Arnold mengulang kata-kataku seperti mengunyahnya. Meskipun dia jelas tidak dalam posisi untuk meminta syarat, ini bisa berhasil. 


Aku memasang ekspresi serius, memandang semua anggota “Falling Mist” yang tergeletak, dan dengan percaya diri berkata:


“Aku adalah master dari klan First Step. Tidak masuk akal untuk langsung menantang pemimpin tertingginya. Jika kalian ingin bertarung denganku, ada tahap-tahap yang harus kalian lalui. Dengarkan baik-baik! Jika kalian ingin berduel denganku, kalahkan dulu party-party utama dari klanku—Black Steel Cross, Starlight, Ark Brave, dan Torch Knights. Jika kalian berhasil melakukannya, baiklah, aku akan mempertimbangkan untuk bertarung secara adil dengan kalian!”


Sebelum Arnold dan kelompoknya bisa bangkit kembali, aku menggandeng tangan Tino dan meninggalkan tempat itu.


Aku memang lemah, tapi aku Level 8 dan sudah menjadi pemburu selama lima tahun. Aku tahu cara menghadapi orang-orang seperti mereka. Mereka kuat, gagah berani, tidak peduli pada kerugian yang ditimbulkan, dan—yang terpenting—mereka menyukai tantangan sulit.


Saat kami sudah cukup jauh, Tino menatapku ragu dan bertanya dengan hati-hati.


“Ma-Master... apakah itu tidak apa-apa? Mengatakan hal seperti itu...”


“Tentu saja tidak apa-apa. Omong-omong, kau baik-baik saja setelah diserang Arnold tadi?”


“Ah, ya, aku baik-baik saja, Master. Tapi... maafkan aku... aku tidak bisa memenuhi harapanmu.”


“Ah, jangan khawatir soal itu. Itu hanya kesalahanku menilai situasi...”


Tino tampak menahan tangis, menggigit bibirnya untuk menenangkan diri. Apakah dia merasa sedih karena memiliki master yang bodoh sepertiku?


Arnold memang akar masalahnya, tapi aku tetap kecewa pada Sven karena meninggalkan kami. Meski sebenarnya dia tidak punya kewajiban untuk membantu... tetap saja, jangan sakiti Tino-ku!


“Jangan khawatir, Sven akan dengan senang hati menghadapi mereka...


Bagaimanapun, mereka tidak akan pernah sampai padaku. Party kami terlalu kuat untuk itu.


Bahkan jika mereka berhasil mengalahkan semuanya... yah, aku hanya bilang aku akan “mempertimbangkan” untuk bertarung. Tidak ada yang bilang aku akan benar-benar melakukannya!


Lalu, Tino menunjuk sesuatu.


“Master... party Torch Knights sedang ekspedisi jauh. Mereka tidak ada di ibu kota sekarang, bukan?”


“Ah, benar juga? Aku lupa soal itu!”


“Master...”


Tino menatapku dengan ekspresi lelah.


Tentu saja aku tahu mereka tidak ada di sini! Kalau mereka ingin melawan Torch Knights, biar saja mereka mencarinya sendiri.


Kami akhirnya tiba di tempat aman. Aku melepas tangan Tino, melambai dengan gerakan dramatis.


“Oke, kita sudah selesai dengan mereka. Sekarang, ayo makan sesuatu yang manis!”


“!? M-Master...”


Tino tampak terkejut tapi tidak menolak. Makanan manis memang obat terbaik setelah hari yang merepotkan!


“Mas...Master, aku... aku tidak bisa pergi makan makanan manis bersamamu setelah menunjukkan diriku dalam keadaan memalukan seperti ini!”


Ekspresi Tino tampak penuh penderitaan. Bahunya yang terbuka dan tangan serta kakinya yang mungil bergetar.


Aku tertegun melihat Tino, yang kini benar-benar memancarkan aura gadis malang. Kalau dia merasa seperti itu, aku, yang telah mengirim junior ini untuk menghadapi seorang pemburu level 7 tanpa banyak rasa bersalah, sama sekali tak punya tempat untuk berdalih.


“T-Tidak perlu merasa seperti itu—“


“Tidak, Master! Tidak bisa! Aku... aku tidak boleh terus-menerus bergantung pada kebaikan hati Master seperti ini!”


Dan di sinilah aku, yang saat ini, tanpa ragu-ragu, sepenuhnya tenggelam dalam kemalasan berkat kebaikan hati orang-orang di sekitarku.


“Master, kumohon! Berikan aku kesempatan untuk menebus kehormatanku!”


Meski sudah menjauh dari jalan utama, masih ada beberapa orang yang lewat di sini. Suara Tino yang lantang menarik perhatian mereka, membuat banyak tatapan tertuju ke arah kami.


“T-Tolong kecilkan suaramu...”


“Katakan saja harta karun apa yang Master inginkan! Apa pun yang terjadi, aku akan membawanya kembali, dan aku akan membantu Master melunasi semua hutangmu!”


Tino berteriak dengan air mata menggenang di sudut matanya. Wajahnya memerah karena emosi yang meluap. Jelas, dia sama sekali tidak tenang. Apakah kekalahannya dari Arnold di depanku benar-benar membuatnya sangat terpukul?


“Baiklah, baiklah! Aku mengerti, jadi tenanglah!”


Kalau dia terus berteriak seperti itu, orang-orang akan mengira aku punya hutang yang sangat besar... meskipun, ya, aku memang punya.


Mendengar kata-kataku, semangat Tino sedikit mereda. Dia melangkah lebih dekat, menggenggam kedua tanganku, lalu dengan wajah memerah karena gugup, dia berkata dengan suara ragu-ragu.


“Dan, Master... kalau saja aku bisa memenuhi harapan Master dan membawa kembali harta karun itu... bisa, bisa kah aku meminta... hadiah darimu?”


Hadiah... Apakah dia menginginkan sesuatu?


Wajah Tino memerah hingga ke telinganya karena tegang. Dari genggamannya, aku bisa merasakan detak jantungnya yang berpacu.


Kalau dipikir-pikir, selama ini dia sudah sering membantuku, tapi ini pertama kalinya Tino meminta hadiah.


Jika menimbang semua jasanya sejauh ini, memberinya hadiah atau dua sudah pasti pantas. Tapi aku tahu, jika aku langsung memberinya sesuatu tanpa usaha dari pihaknya, Tino tidak akan puas.


Aku menatap wajah Tino sejenak, berpikir, lalu mengangguk pelan.



Panas membara memenuhi tubuhku. Gelombang panas luar biasa mengalir dari jantungku, menyebar ke seluruh tubuh dan mengisi keempat anggota gerakku dengan kekuatan eksplosif.


Zetsuei adalah nama teknik bertarung yang diciptakan oleh seorang thief di masa lampau. Teknik ini lahir sebagai langkah putus asa dari seorang tgied yang lemah, yang bahkan dalam menghadapi phantom hanya bisa berperan sebagai pendukung (supporter).


Dengan pelatihan fisik yang intensif, meditasi mendalam, dan teknik pernapasan khusus, pencuri yang menguasai seni ini mendapatkan “kecepatan” yang seolah membakar nyawa mereka sendiri. Kecepatan adalah kekuatan, dan esensinya tidak hanya terbatas pada kemampuan menghindar. Dengan percepatan yang meninggalkan suara dan keseimbangan yang luar biasa, pukulan yang dilepaskan mampu menghancurkan phantom dan monster dengan mudah.


Teknik ini seperti badai hitam yang melanda. Di ruang pelatihan bawah tanah klan yang luas, hanya terdengar suara gemuruh dari angin yang ditembus oleh anggota tubuh yang ramping serta dentingan benda keras yang menghantam logam tanpa henti.


Di satu sisi, ada pengguna Zetsuei, mengenakan pakaian yang tidak menghalangi pergerakan tubuhnya sedikit pun, dengan sepatu perak mencolok yang menutupi setengah kakinya. Di sisi lain, berdiri sebuah boneka logam hitam yang hanya dirancang untuk bergerak pada bagian sendi.


Membungkus tubuhnya dengan panas yang membara, Liz melancarkan serangan bertubi-tubi tanpa berkata apa-apa. Ia menjatuhkan boneka itu dengan kakinya, menginjaknya, kemudian mengangkat tubuh boneka itu dengan telapak tangannya hanya untuk membantingnya kembali ke lantai. Gesekan dari pergerakannya membuat asap mengepul dari lantai, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti.


Serangkaian serangan yang mengalir tanpa henti itu akan dengan mudah menghentikan napas lawan jika yang dihadapinya adalah makhluk hidup.


Namun, boneka logam itu hanyalah boneka biasa. Tidak seperti golem, boneka ini tidak dapat dikendalikan atau memiliki pemikiran mandiri. Ia hanyalah segumpal logam yang dipenuhi material logam hingga ke intinya, dengan permukaan yang dilapisi paduan khusus sehingga sangat berat dan memiliki daya tahan luar biasa.


Lapisan pelindungnya memberikan resistensi tinggi terhadap serangan fisik maupun sihir. Boneka ini merupakan tiruan dari golem legendaris yang disebut “Akasha”. Meskipun tidak memiliki mekanisme untuk menggerakkan diri seperti Akasha, daya tahan boneka ini setara dengannya.


Setiap serangan yang diluncurkan oleh Liz penuh dengan niat membunuh. Boneka itu menerima pukulan dan tendangan tanpa ampun, berulang kali terlempar ke lantai dan dinding.


Di tempat yang agak jauh dari arena pertarungan, Sitri, adik Liz, mengamati kegilaan kakaknya sambil memegang buku catatan di tangannya.


“Onee-chan, sudah kubilang tidak mungkin! Berhentilah! Boneka itu sudah disesuaikan agar tahan terhadap seranganmu!”


“Diam, Sit! Aku sedang latihan! Persiapkan tahap berikutnya!” teriak Liz dengan napas terengah-engah.


“Huh! Aku juga punya pekerjaan, tahu!” 


Sitri mengembuskan napas kesal sambil mengerucutkan bibirnya, tapi Liz bahkan tidak meliriknya sedikit pun.


Boneka “Akasha” dirancang dengan filosofi sederhana: mengalahkan Duka Janggal.


Diciptakan berdasarkan data yang luas, boneka ini adalah hasil penelitian panjang yang dilakukan oleh asosiasi sihir Menara Akasha dengan menggunakan teknologi, dana, dan jaringan mereka. Tidak ada jalan pintas dalam prosesnya. Boneka itu adalah hasil akumulasi, pengujian, dan penyempurnaan tanpa henti. Dengan obsesi yang hampir gila, mereka berhasil menciptakan sesuatu yang jauh melampaui teknologi golem pada umumnya.


Tujuan utamanya adalah menjadikannya sebagai musuh alami bagi Duka Janggal. Pelindungnya dirancang untuk menahan serangan dari Lucia, yang memiliki jangkauan serangan luar biasa, serta Liz, yang kecepatannya membuat perisai sulit bertahan melawan serangannya. Demi tujuan itu, Sitri menginvestasikan sumber daya yang besar untuk pengembangan bodi logam boneka tersebut.


“Keras sekali! Sial! Aku bahkan tidak punya teknik rahasia untuk menembus pelindung ini!”


“…Seorang thief tidak mungkin punya teknik sehebat itu.”


Sitri hanya bisa menggelengkan kepala. Berusaha melawan boneka itu sendirian dan dengan tangan kosong jelas bukan cara yang tepat. Namun, ia tetap mencatat semua pergerakan Liz dengan hati-hati.


Sebagai seorang alkemis, keunggulan Sitri adalah pada penyempurnaan. Latihan Liz merupakan peluang berharga untuk mendapatkan data baru.


Meski begitu, ia tahu bahwa keunggulan boneka Akasha tidak akan bertahan selamanya. Duka Janggal adalah party yang terus berkembang, dan ia harus selalu siap dengan rencana baru ketika pelindung Akasha suatu hari ditembus.


Saat itu, gerakan Liz yang tak menunjukkan tanda-tanda melemah tiba-tiba terhenti.


Boneka yang dibuat kewalahan oleh serangannya jatuh terpuruk ke lantai seolah baru saja mengingat kelelahannya.


Sambil terengah-engah, Liz menatap Sitri.


Matanya memerah, wajahnya memanas seperti terbakar, dan keringat mengucur deras, tetapi langkahnya tetap kokoh.


“Sit, ini rusak. Yang berikutnya!”


“……”


Sitri menghela napas panjang dan berjalan menuju boneka yang telah dibiarkan begitu saja.


Boneka itu tidak memiliki kerusakan yang mencolok. Logam campuran yang menjadi kebanggaannya ternoda oleh darah Liz, tetapi hampir tidak ada goresan. Meski begitu, jika diamati dengan cermat, ada retakan kecil di bagian sendi lengan kanan—tepatnya pada siku.


Karena sendi dibuat bergerak, bagian ini cenderung lebih rapuh dibandingkan yang lain. Untuk Akasha yang asli, lapisan pelindung berlapis-lapis dipasang agar tidak mengganggu pergerakan, tetapi upaya seperti itu terlalu berlebihan untuk sebuah mainan seperti ini.


“Bisakah ini dibuat sedikit lebih tahan lama?”


“Jangan mengeluh! Hanya untuk menyediakan logam yang sama saja sudah sangat sulit!”


Penelitian tentang golem di Menara Akasha telah lama selesai.


Bahan-bahan pun sebagian besar habis, dan golem seperti itu hanya bisa dibuat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Menara Akasha pada masa kejayaannya.


Sitri mengeluarkan ramuan untuk memperbaiki logam dari tasnya dan dengan hati-hati menuangkannya ke retakan. Asap kecil muncul, dan retakan yang ada sebelumnya menghilang, meskipun dengan sedikit ketidaksempurnaan. Meski kekuatannya sedikit berkurang, tidak ada yang bisa dilakukan lagi.


Lagipula, meskipun sendinya patah, ini hanya boneka. Tidak akan memengaruhi latihan, kan...?


Entah Liz menyadari pikiran Sitri atau tidak, ia berteriak,


“Ini tidak cukup untuk latihan! Hei, bawa si besar yang menyebalkan itu ke sini! Sekarang juga!”


“Tidak bisa begitu. Peneliti Barang Relik itu terlalu kolot.”


Sitri sendiri juga merasa sangat menyesal. Itu adalah karya terbaiknya, sebuah bukti persaingan sehat antar teman-temannya.


Ia awalnya berencana membawa benda itu saat meninggalkan Menara Akasha dengan damai. Namun, dengan hasil yang terjadi, pilihannya menjadi terbatas.


Tidak bisa dibiarkan, tetapi untuk memengaruhi organisasi milik negara itu, nama “Deep Black” (Saitei Saiaku) terlalu berisiko.


“Bahkan Tuan Krai tidak bisa melakukan apa-apa, jadi ya sudahlah.”


Begitu Sitri menghela napas dan mengatakan itu, kemarahan Liz tiba-tiba mereda.


“...Jadi, berapa biayanya kalau kita bikin lagi? Aku mungkin bisa bantu sedikit.”


Emosi Liz yang berubah-ubah adalah salah satu ciri khasnya. Ia egois dan mudah marah, tetapi Liz bukan orang bodoh.


Dengan jengkel, ia menyibakkan poni yang basah oleh keringat dan menghela napas berat.


“Kalau begini, Krai akan berpikir aku meninggalkan kelemahan yang tidak bisa kuatasi! Mengerti?! Ini masalah harga diri! Tidak bisa dibiarkan!”


“Rancangannya ada di kepala, tapi aku sedang tidak punya uang. Lagi pula, aku juga menyediakan ramuan dengan harga pokok untuk urusan lain, jadi mungkin butuh waktu…”


Sitri bukanlah pedagang. Sebagian besar asetnya berupa peralatan dan material berharga.


Ramuan yang ia miliki hanya bisa dijual dalam jumlah kecil dalam satu waktu, sehingga likuidasi aset memerlukan waktu.


Sitri tidak menolak untuk mereplikasi Akasha. Dengan tidak adanya Noctus dan yang lainnya, jika ia tidak melanjutkan penelitian, golem itu tidak akan berkembang lebih jauh. Sebagai pencipta, itu adalah hal yang sangat disayangkan.


Namun, ia juga menyadari batasannya.


Alasan sebenarnya Akasha diciptakan adalah untuk pelatihan “Duka Janggal”, meski tujuan itu akhirnya tidak tercapai.


Akasha adalah produk luar biasa dari teknologi golem modern, tetapi dibandingkan dengan party saat ini, itu hanya mainan.


Lawan seperti Liz, yang memiliki kekuatan serangan rendah, bisa bertahan melawannya, tetapi tidak sampai mampu memberikan pukulan akhir.


Sementara itu, Luke atau Lucia, yang memiliki kemampuan serangan tinggi, mungkin bisa menembus lapisan pelindung yang dirancang untuk mengantisipasi perkembangan mereka.


Kelemahan fatal Akasha adalah bahwa ia bukan makhluk hidup. Berbeda dengan manusia atau monster, ia tidak bisa menyerap mana atau material untuk tumbuh.

Itu adalah sesuatu yang hanya bisa menjadi yang terkuat jika terus ditingkatkan dengan pengetahuan dan teknik terbaik.


Bagi individu seperti Sitri, ada batasan yang tidak bisa diatasi. Lagipula, ia adalah seorang petualang, bukan seorang peneliti.


Mungkin sudah waktunya untuk menggunakan material biologis.


Meskipun KilKil adalah karya terbaik, dengan kemampuannya saat ini, ia yakin bisa menciptakan makhluk ajaib yang lebih kuat.


Sebagai seorang alkemis dalam party “Duka Janggal”, ia harus terus mengejar puncak. Membiarkan dirinya menjadi beban bagi party adalah sesuatu yang tidak bisa ia terima.


Secara alami, pikirannya melayang pada material langka yang baru saja dibawa dari luar negeri. Saat itu, ia teringat apa yang dikatakan para pemburu “First Step” sebelumnya.


“Ngomong-ngomong, Arnold-san katanya menyerang Krai. Tapi Tino berdiri di depannya.”


“Eh…? Apa-apaan itu? Krai keras banget. Bukannya Tino belum bisa menang?”


Liz melotot kaget, tetapi segera berbicara dengan nada sedikit bersemangat.


Pria itu memang memiliki kemampuan luar biasa sebagai pemburu. Setiap pemburu pasti mengenali itu dalam sekejap mata. Tapi di luar itu, kegembiraan Liz berasal dari fakta bahwa Tino, yang ia latih, benar-benar melawan musuh yang kuat seperti yang ia harapkan.


“Duka Janggal” selalu menghadapi lawan yang tangguh.


Melihat sedikit kemajuan pada adik kecilnya yang lucu adalah hal yang membanggakan.


Meskipun hasilnya adalah kekalahan—itu tidak masalah. Kekalahan bisa memacu pertumbuhan.


“Lalu, bagaimana hasilnya?”


“Dia dihajar habis-habisan… lalu Krai menyelesaikan semuanya dengan sihir gravitasi.”


“Oh, itu pasti ‘Tyrant Order’ milik Lucia. Meskipun banyak pemborosan, itu sangat luar biasa.”


Liz segera memahami maksudnya dan berbicara dengan nada penuh kekaguman.


Lucia Roger adalah seorang pekerja keras. Ia tidak hanya menangani pengisian daya untuk alat sihir, tetapi sejak mendapatkan “Realize Outer”, ia telah menguasai berbagai sihir untuk memenuhi tuntutan yang tak masuk akal.


Dari sihir yang dikenal luas hingga mantra yang terlupakan karena tidak berguna, Lucia mempelajari segalanya. Ia bahkan melampaui para peneliti khusus dalam menguasai berbagai sihir.


Terlebih lagi, mantra orisinalnya sulit dipahami oleh lawan. Berkat “Realize Outer”, sihir itu dilepaskan tanpa perlu mantra.


Latihan tidak mungkin dilanjutkan lagi.


Sitri memberi instruksi pada KilKil untuk membereskan boneka golem itu dan bertanya pada Liz.


“Bagaimana menurutmu, Onee-chan? Haruskah kita menghancurkan Arnold dan kawan-kawannya?”


Kekuatan “Falling Mist” memang nyata. Jika seluruh party mereka berkumpul, Arnold bukanlah ancaman. Namun, pada saat ini, ada kemungkinan kecil ia bisa menjadi ancaman.


Namun, Liz menjawab tanpa ragu.


“Hmm, kurasa tidak perlu. Kalau Krai bilang harus membunuh, aku akan lakukan. Tapi Tino kalah dari mereka, kan? Kalau kita membunuh mereka sebelum Tino bisa membalas, itu tidak akan baik untuknya.”


“Duh, Onee-chan! Cuma karena Tino berhasil, bukan berarti Onee-chan bisa bersikap seperti guru!”


Jika Tino memilih mundur, Liz pasti sudah membunuh Arnold tanpa ragu dan mematahkan semangat Tino.


Mendengar nada kesal Sitri, Liz tersenyum penuh kemenangan.


“Poin untukku! Aku akan meminta pujian nanti!”


“Yang berusaha keras itu Tino! Justru Onee-chan yang harus memujinya!”


“Prestasi Tino adalah prestasiku! Kalau tidak setuju, bilang saja pada Krai yang menjadikan dia muridku!”


Kata-kata penuh ejekan dari Liz membuat Sitri cemberut.


“Tyrant Order” adalah kartu as yang hanya bisa digunakan sekali. Itu tidak akan tersedia untuk serangan berikutnya.


Sitri tahu ini, tetapi ia tidak khawatir, Liz juga.


Ini adalah “kepercayaan.” Memang benar bahwa Arnold sangat kuat, dan Krai tidak memiliki kemampuan yang begitu luar biasa. Namun, hal itu sama sekali tidak relevan. Krai Andrey tidak akan pernah kalah.


Sebagai teman masa kecilnya, Sitri sangat memahami hal itu.


Ini adalah ibu kota kekaisaran, Zebrudia. Ini adalah wilayah Krai Andrey.


“Gourai Wasen” akan segera menyadari esensi sejati dari “Senpen Banka”.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close