NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Heroin 100-ri Sukini Shite? Volume 1 Chapter 2

Penerjemah: Rion Sangek 

Proffreader: Rion Sangek 


Chapter 2

Kartu As Hati 


Itu adalah rekaman dengan sudut pandang yang sering terlihat di siaran televisi pertandingan baseball profesional, di mana batter (pemukul) dan pitcher (pelempar) ditampilkan dalam satu frame.

Di atas mound (gundukan), seorang pitcher berdiri dengan punggung menghadap kamera. Di seragamnya tertera nama 'FUJIKAWA', sementara rambutnya yang diikat dengan bentuk ponytail kecil tampak berayun-ayun mengiringinya. Nomor punggung '1', nomor seorang ace, terlihat menonjol di punggungnya yang tegap.

Dia mengayunkan kedua tangannya tinggi-tinggi, mengangkat kaki kirinya dengan rileks, dan berhenti dalam posisi yang mantap---

Diikuti gerakan tubuh yang lentur, dia melemparkan lengan kanan seakan hendak menghempaskan seluruh tubuhnya. Bola yang terlempar, melesat cepat seperti anak panah.

"-----Strike! Batter out!"

"Yoshha-----!"

"...Uooh. Keren!"

Aku terpukau menyaksikan rekaman yang diproyeksikan dengan sihir di udara ruang sains kedua.

Mengenai baseball, aku hanya tahu aturan dasar, serta beberapa pemain terkenal. Meski begitu, aku bisa merasakan dengan jelas betapa hebatnya dia hanya dari melihat rekaman ini.

"Nama <Heroine> ini adalah Fujikawa Kasumi. Siswi kelas 2-D di SMA Seiran, teman seangkatan Yakou-sama. Seperti yang baru saja Anda lihat, dia anggota tim baseball wanita. Sejak masuk sekolah, dia telah aktif sebagai ace yang luar biasa.”

“Begitu. Seorang ace, ya."

Melihat lemparannya yang penuh semangat dan gerak-geriknya yang percaya diri, aku cuman bisa terkesima. Senyum yang dia tunjukkan di atas mound itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak takut pada apa pun.

"Dia sangat terkenal. Nah, Yakou-sama, coba lihat ini.”

Bell menjentikkan jarinya, dan rekaman berganti ke pertandingan melawan tim yang berbeda.

Dengan gerakan yang anggun, dia meluncurkan bola pertama. Dari ujung jarinya, bola itu melesat lurus seolah ditarik oleh benang tak kasat mata.

*Swoosh* Ketika bola berhasil membuat batter lawan mengayunkan tongkatnya pada udara kosong, layar menampilkan kecepatan bola.

[ 140km/jam ]

"Heh!? Cepat sekali.... 140km?"

“Rekor tercepat dunia baseball wanita sebelumnya adalah 137 km/jam. Rekor Jepang sekitar 126 km/jam. Rata-rata kecepatan lemparan di liga profesional putri yang kini sudah tidak ada adalah sekitar 110 km/jam… Begitulah menurut penyelidikanku.”

"Eh!? Jadi dia yang tercepat di dunia!?"

“Benar. Kalau dikonversikan ke standar baseball pria SMA, itu setara dengan lebih dari 160 km/jam. Dia benar-benar jenius.”

Aku tercengang. Ini terlalu gila.

Bisakah aku, seorang pria cupu berkacamata seperti ini, benar-benar menaklukkan hati gadis jenius nan atletis seperti dia…?

"Membayangkan gadis yang kelihatannya hanya tahu soal baseball ini akan belajar tentang cinta dan jatuh hati mulai sekarang membuat saya sangat bersemangat."

"Oi, oi, dari mana rasa percaya dirimu itu muncul!?"

"Dari Yakou-sama. Kita pasti bisa."

Bell dengan riangnya memeluk lenganku

"Lagi pula, Anda saja bisa membuat saya jatuh cinta. Tidak mungkin gadis lain tidak akan jatuh cinta juga."

"…B-bodoh! Sudahlah, ayo pergi. Kali ini kita harus melihatnya secara langsung."

"Oke. Tunggu. Saya akan menyamar."

Setelah berkata begitu, Bell melepaskan pelukannya, mengepalkan kedua tangannya, dan berpose seperti kucing.

Dia memutar pergelangan tangan, bergumam, "Nyaa~"

Seketika itu, asap kecil muncul dan menyelimuti Bell, mengubahnya menjadi seekor kucing kecil yang sangat imut.

"Oh, hebat! ...Tapi, kenapa harus kucing?"

"Supaya tidak terlalu mencolok. Selama penyelamatan <Heroine>, saya akan menemani Yakou-sama dalam wujud ini. Biasakan-nyaa~."

"Kau bahkan tak bisa mengucapkan 'nya' dengan benar… Baiklah, tapi... tidak bisakah kau tetap dalam wujud manusia saja?"

"Mana bisa begitu. Mustahil bisa menaklukkan seorang gadis jika ditemani oleh gadis lainnya. Intinya, Yakou-sama harus selalu berdua dengan <Heroine>."

"…Be-benar juga."

Memang masuk akal. Meskipun masih pemula, dia benar-benar seorang profesional.

Jika aku memiliki sekutu yang bisa diandalkan seperti ini, mungkin saja aku memang bisa melakukannya.

"Baik, ayo kita pergi. Tapi karena kau masih terlihat mencolok, bisa masuk ke dalam tas saja?"

"Dimengerti, nyaa."

Dengan begitu, aku mengenakan ransel yang berisi Bell dan berjalan menuju kelas 2-D, tempat target kami berada.

Rasanya tidak sopan jika langsung masuk ke kelas orang lain, aku mengintip situasi dari sudut pintu.

Targetku, Fujikawa Kasumi-san…

"...Itu dia. Pasti dia."

Dia benar-benar berada di pusat kelas, terlihat mencolok seolah memancarkan cahayanya sendiri.

"-----Ahahaha! Serius itu beneran!?"

Suara keras sekali… ini menakutkan bagi orang sepertiku…!

Dia bahkan dengan santainya duduk di atas meja yang jelas-jelas bukan miliknya, tertawa sambil mengobrol riang bersama kelompok campuran antara laki-laki dan perempuan yang masing-masingnya terlihat keren.

"Dia terlalu extrovert… Benarkah ada <Penyihir Bayangan> yang merasukinya?"

"Itulah yang biasanya terjadi. <Heroine> seperti ini sekilas tidak akan menunjukkan tanda-tanda nya. Dan justru karena mereka tidak menunjukkan kegelapan hati itulah, mereka menyimpan energi gelap yang lebih dari cukup untuk menjadi ladang subur bagi <Penyihir Bayangan>."

Begitu ya. Tapi tetap saja, ini mengejutkan. Dia benar-benar terlihat seperti gadis atletis yang penuh semangat. Tertawa dengan begitu ceria, serta punya dua atribut terkuat---'ramah' dan 'mudah didekati'.

"…Sepertinya dia sangat populer. Dan juga imut," Bell berbisik. Aku setuju seratus persen.

Kalau-kalau ada gadis seperti ini yang bicara padaku setiap hari, aku pasti langsung jatuh cinta.

"Jadi, Yakou-sama, bagaimana? Sudah tahu solusinya?"

"T-tidak, aku belum sampai tahap itu. Pertama-tama, aku harus memastikan apa masalahnya dulu."

"Benar. …Kalau begitu, pertama-tama, Yakou-sama harus coba mendekatinya."

*Deg!* Jantungku berdetak kencang.

Benar. Pada akhirnya, akulah yang harus bertindak. Astaga, kenapa aku mendadak merasa sangat gugup…!

"J-jadi, bagaimana aku melakukannya? Seperti yang kukatakan, aku ini benar-benar buta soal cinta."

"Serahkan itu pada saya. Saya sudah punya rencana."


Meskipun dalam wujud kucing, suara Bell tetap terdengar tenang seperti biasanya. Itu membuatku merasa sedikit lebih yakin.

"Dari kelihatannya, <Heroine> ini sangat tidak paham soal cinta. Pendekatan perlahan dengan konsep 'cinta berawal dari persahabatan' hanya akan membuat Anda terjebak dari zona pertemanan. Itu strategi buruk yang wajib dihindari."

"Y-ya.... Lagipula, kita tidak punya banyak waktu untuk bersantai."

Bell pernah berkata, waktu yang tersisa sebelum dia benar-benar ditelan oleh <Penyihir Bayangan> kurang dari satu bulan.

Artinya, harus ada solusi cepat untuk masalah ini.

"Yakou-sama harus langsung dianggap sebagai sosok yang potensial untuk cinta sedari awal."

"Ugh… Aku paham logikanya, tapi apakah itu mungkin?"

"Tentu. Kita bisa memanfaatkan fakta bahwa dia sangat percaya diri dalam baseball hingga menyebut dirinya 'jenius'."

Bell berkata, "Dengarkan," jadi aku mendekatkan ranselku yang berisi dirinya ke telingaku.

Di situ dia membisikkan rencana yang sangat gila, aku spontan menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Tidak, tidak, tidak…! Itu mustahil! Mana mungki aku bisa melakukannya!"

"Kenapa tidak? Rencananya masuk akal."

Aku tahu itu masuk akal. Tapi untuk yang satu ini, aku benar-benar tidak bisa. Ini adalah tembok yang sudah sering membuatku menyerah.

"Aku tidak bisa melakukannya secara mental! Kalau aku bisa melakukannya sejak awal, aku takkan jadi perjaka yang menyedihkan seperti sekarang ini!"

"Ya, benar. Karena itu…"

Dalam wujud kucing, mata Bell berkilauan tajam.

"Masalah seperti itu bisa diatasi dengan sihir."

Dia memintaku membawanya ke tempat mana pun di mana kami bisa berdua saja. Tanpa pikir panjang, aku mengikuti perintahnya dan masuk ke bilik toilet terdekat, lalu mengunci pintunya.

"Bagaimana kalau di sini?"

"Hmm. Sedikit bau, tapi tidak apa-apa. …Nyaaan~"

Bell keluar dari ransel, mengambil pose kucing, dan dalam sekejap... asap kecil muncul, mengikuti penyamarannya yang terlepas.

Seperti biasanya, sosok gadis cantik tiba-tiba muncul---membuatku berdebar-debar tidak peduli berapa kali melihatnya.

Dia perlahan mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Fufu~ Yakou-sama, saya sangat menyukai Anda…♪"

"Eh, e-eh! Tunggu, kau terlalu dekat…!"

Apa ini? Dia berniat menciumku lagi? Tidak mungkin, kan?

------*deg!*

Aku tak percaya itu benar-benar terjadi!?

Bibir Bell yang lembut menyentuhku selama tiga detik---dan saat dia melepaskan ciumannya, perubahan pada diriku dimulai.

Darahku terasa panas seperti magma. Cahaya seperti aura biru muncul dan berpendar dari seluruh tubuhku.

"Ap-apa ini? Apa yang kau lakukan!?"

"Saya telah memberikan mantra sihir cahaya ke dalam hati Yakou-sama. Dengan kata lain, suntikan cintað–¹­."

Degup jantungku terasa kuat, berdetak penuh semangat. Apa ini? Perasaan seperti apa ini? Jika harus diungkapkan dengan kata-kata… ya, tepat sekali-----

"Fu, Fuhaha.... Sekarang, aku merasa bisa melakukan apa saja!"

"Benar. Dengan ini, Yakou-sama akan menjadi sosok yang tak terkalahkan untuk sementara waktu. Rasa percaya diri Anda juga akan meningkat drastis."

Bell mengulurkan tangannya, melepas kacamataku.

Biasanya, penglihatanku akan kabur tanpa kacamata. Tapi kali ini, segalanya terlihat jelas, bahkan dunia terlihat lebih bersinar.

"Kalau begitu, selamat berjuang, Yakou-sama!"


🔸◆🔸


"Permisi!"

Bagaikan penantang dojo, aku melangkah masuk ke kelas Fujikawa Kasumi dengan penuh keyakinan.

Para siswa mulai berbisik-bisik, seperti riak kecil di permukaan air.

"Itu Utsugi."

"Heh, si jenius itu?"

"Si alien?"

"Mau apa dia?"

"Di kelas kita...?"

Hoo hoo, bagus bagus. Lihatlah, diri yang agung ini ditakuti oleh orang-orang biasa. Bagus sekali!

Aku melangkah percaya diri di antara kerumunan yang terbagi ke kiri dan kanan, lalu berhenti tepat di depan Fujikawa Kasumi sambil berdiri tegap seperti raja.

"Selamat pagi, Fujikawa Kasumi-san."

"Hah? ...Oh, orang yang mengambilkan bola kemarin! Selamat pagi!"

Fujikawa Natsumi menyambutku dengan senyum cerah, menampilkan gigi taringnya yang bersinar.

Hoo, reaksi ini… dia pasti punya perasaan padaku!

"Ini pertama kalinya kita berbicara, ya. Aku Utsugi Yakou," ucapku memperkenalkan diri.

"Utsugi Yakou-san... Oh! Aku tahu! Kamu itu, kan, orang jenius yang sangat pintar, ya?"

"Tepat sekali. Aku memanglah orang jenius yang sangat pintar~"

"Wow, penuh percaya diri, ya! Benar-benar kelihatan seperti jenius sejati!"

Dia tertawa, menyenggolku dengan sikunya. 

"Senang bertemu denganmu, Yakou-san. Panggil saja aku Kasumi!"

…Hmph. Cara dia mempersingkat jarak terasa sangat mengesankan.

Tapi entah kenapa, aku tak merasa terganggu. Rasanya seperti sedang diajak bermain oleh anjing yang penuh energi.

"Baiklah kalau begitu. Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Kasumi."

"Ya, tentu! Jadi, ada perlu apa Yakou-san menemuiku?"

"Yah, memang ada. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihatmu melempar bola. Tolong jadilah pacarku."

"Hah?"

Kasumi terdiam, suaranya tercekat. Seisi kelas pun berubah menjadi hening, seperti air yang tergenang. 

Setelah beberapa saat, Kasumi tertawa dengan wajah memerah.

"A-ah! Mungkin maksudmu ingin mengajakku bermain lempar-tangkap denganku atau semacamnya ya? Astaga, aku sampai salah paham!"

"Tidak, kau bukannya salah paham. Aku menyukaimu. Aku ingin kau menjadi pacarku."

"~~~~~~~!?"

Bagaikan gunung berapi yang meletus, wajah Kasumi berubah menjadi merah padam.

Sementara itu, seisi kelas berseru serempak, 

" " " "Eeeeeeehhhhhhhh-------!?" " " "

Kelas menjadi sangat gaduh.

Aku mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi untuk menarik perhatian dan membuat mereka diam.

"Tapi! Tentu saja, aku takkan meminta hal ini secara cuma-cuma. Fujikawa Kasumi!"

"E-eh, ya!?"

"Mari kita adakan satu pertandingan satu babak. Jika aku berhasil memukul bola lemparanmu, kau harus menerimaku. Oke?"

Mata Kasumi, yang sebelumnya tercengang, kini berbinar dengan api semangat. Wajahnya yang merah padam perlahan kembali tenang.

"Apa kamu percaya diri dalam bermain baseball?" 

"Fuh. Aku tahu aturannya."

"Uh, lalu? Pengalamanmu?"

"Belum pernah sekalipun memegang tongkat pemukul."

"U-uh… itu sih, rasanya agak…."

"Tapi aku punya rasa percaya diri mutlak. Karena aku seorang jenius."

Aku menyeringai, mencoba memprovokasinya.

Mendengar itu, dia membalas dengan senyum tajam seperti predator yang baru saja menemukan mangsanya, siap untuk menyerang.

"-----Baiklah. Tantangan itu… aku terima!"


🔸◆🔸


Dan begitulah, saat istirahat siang, kami akhirnya memutuskan untuk bertanding di lapangan.

Dikarenakan pengakuan yang kubuat itu terlalu terang-terangan, kejadian ini jadi luar biasa heboh. Lapangan sampai penuh sesak oleh penonton, seakan pertandingan baseball profesional akan dimulai.

Di tengah-tengah semua itu, aku, yang menjadi pihak terkait, hanya bisa berkata...

"-----Hiii...!? Kenapa orang-orangnya sebanyak ini!? M-menakutkan...!"

Aku berdiri pucat, gemetar di dalam Next batter's circle (lingkaran tunggu pemukul berikutnya dalam baseball).

Benar juga. Sekarang masih menjelang siang. Mantra sihir Bell sudah lama menghilang, dan perasaan mahakuasa itu pun hilang!

"Kalau dipikir-pikir lagi, pengakuan cinta secara terbuka di siang bolong itu terlalu gila..."

Mulai besok aku mungkin tidak akan berani datang ke sekolah lagi karena malu. Seriusan, bagaimana ini?

"---Tenang saja. Biarkan saya mengurus sisanya."

Saat aku sedang meratap, seorang penyelamat datang mengenakan masker seorang catcher (penangkap bola).

Dia adalah Belka, wasit pertandingan. Dengan sihirnya, dia benar-benar menyatu dengan situasi ini.

"Segala yang terjadi selama <Pawai Malam Seratus Putri>, akan dihapus dari ingatan semua orang menggunakan sihir. Tepatnya setelah <Heroine> terselamatkan."

"Eh, serius!?"

"Serius. Saya akan memanipulasi persepsi mereka dengan baik. Jadi, Anda tak perlu khawatir tentang apa yang terjadi setelah semuanya selesai."

"Itu... benar-benar kabar baik!"

Melihatku girang, Bell melepas masker catcher-nya dan melanjutkan, "Selain itu, sama seperti yang lain, setelah penyelamatan selesai, persepsi <Heroine> juga akan diubah."

"…Ah. Jadi begitu, maksudmu…"

"Tepat. Setelah semuanya selesai, Kasumi akan melupakan perasaannya pada Yakou-sama dan juga segala yang terjadi selama penyelamatan."

Bell menjelaskan bahwa hanya persepsi yang akan diubah, jadi tidak benar-benar menghapus semuanya.

Begitu ya. Bahkan jika semuanya berjalan lancar, tidak akan ada masa depan di mana aku bisa bersama dengan Kasumi setelah ini...

"-----Aku mengerti. Kalau begitu, setidaknya selama penyelamatan ini, aku akan menghadapi Kasumi sepenuh hati."

Aku berdiri dan mulai memutar-mutar tongkat pemukul. Semangatku memuncak.

Namun, melihatku seperti itu, Bell memicingkan mata dengan ekspresi dingin.

"…Kenapa Anda... terlihat senang?"

"Eh!?"

"Yakou-sama, Anda biasanya begitu peduli dengan fakta bahwa Anda tidak punya pacar, atau... Anda tahu... tentang hal itu.... Tapi sekarang, reaksi Anda sangat mencurigakan!"

Guh, tajam sekali...!? Tapi di saat seperti ini, aku harus mengelak secerdik mungkin!

"A-apapun itu, aku takkan mau memanfaatkan kelemahan seseorang. Mengambil kesempatan saat mereka sedang rapuh dan membuat mereka jatuh cinta, itu pengecut sekali, kan? Aku ingin mereka melupakan semuanya dan bahagia. Ini adalah semangatku sebagai seorang ksatria."

"Tiba-tiba saja, Anda jadi banyak bicara, ya."

"Kejam sekali, sih!? Aku serius!"

...Meskipun itu bukan semua alasannya.

Tapi, sepertinya aku berhasil lolos dari situasi ini. Begitulah pikirku, saat Bell mengangkat bahunya.

"Yah, lagipula pasangan Yakou-sama hanya saya seorang. Bahkan jika ada hukum atau aturan yang mengizinkan Anda bersama yang lain, saya yang tidak akan pernah memaafkannya."

"...Tentang itu, bagaimana dengan kenyataan tentang aku sekarang yang sedang mencoba mendekati gadis lain?"

"Itu pekerjaan, jadi terpaksa. Saya akan menerapkan batasan hanya sampai pelukan dan ciuman."

Bell menjentikkan jarinya, lalu merampas tongkat pemukul dari tanganku.

"Seperti yang saya bilang, batasannya cuman sampai di situ saja. ...Jika Anda berani melakukan hal-hal mesum dengan wanita selain saya..."

"J-Jika aku berani melakukannya?"

Bel menjentikkan jari.

Tongkat pemukul yang terbuat dari besi itu hancur berkeping-keping.

"...'Tongkat Pemukul (penis)' milik Yakou-sama juga bisa berakhir seperti ini, tahu?"

"T-Tidak akan kulakukan! Tidak!! Lagipula, aku memang tak bisa melakukannya!!"

"Baguslah jika Anda sudah paham."

Dia menjentikkan jarinya sekali lagi, dan tongkat pemukul itu langsung kembali seperti semula. Betapa menakutkannya.....

"-----Yakou-saaan! Aku sudah siap, nih! Mau mulai saja?"

Saat itu, Katsumi yang sedang berlatih melempar bola di atas mound melambai ke arahku.

"Ah! Selesaikan latihanmu!"

"Baik!" Setelah mengangkat tangannya penuh semangat, Kasumi melemparkan satu bola terakhir kearah catcher.

Fastball secepat jet itu menghantam sarung tangan catcher dengan suara khas.


TL/N:

Fastball, jenis lemparan bola dalam baseball yang mengutamakan kecepatan tinggi.


"...Yakou-sama, serius tidak mau pakai sihir? Seperti tongkat pemukul yang bisa mengikuti sasaran, atau sihir peniru kemampuan?"

Saat aku mengarahkan tongkat pemukul di depan tubuhku, bayangan wajahku yang menyeringai terpancar di permukaannya.

"Tidak perlu. Dengan ini saja sudah cukup!"

"Baiklah. Kalau begitu, ayo mulai."

Aku melangkah ke batter's box (kotak pemukul) di sisi kanan dan mengarahkan tongkat pemukulku ke arah Kasumi.

"Baiklah, Kasumi, mari bertanding. Jangan ingkari janjimu, oke? Kalau kau kalah, kau harus berpacaran denganku, suka atau tidak suka!"

"Aku tahu, kok! Kamu juga tak lupa, kan?

Dia juga mengarahkan bola ke arahku, tersenyum sambil memamerkan giginya.

"Kalau Yakou-san kalah, selama satu bulan, kamu akan menjadi anjingku dan melakukan semua pekerjaan di klub baseball wanita!"

"Baiklah! Seorang pria takkan menarik kembali kata-katanya!"

Bell, yang menjadi wasit, mengangkat tangannya. Dengan tenang, ianmengumumkan:

"-----Play ball."

"Aku mulai, ya, Yakou-san!"

"Fuhahahaha! Mari bertanding, Fujikawa Kasumi! Dunia ini tak butuh dua orang jenius-----!"


TL/N:

Play ball, tanda dimulainya pertandingan.


🔸◆🔸


*Swoohs!*

"Strike batter out! Pertandingan selesai! Bubar!"

Ya... tiga bola tiga strike...

Yang bisa kulakukan hanyalah mengayunkan tongkat seperti kipas angin, dan di akhir, aku malah jatuh terduduk.

Para penonton tertawa kecil, berkata "Ah, sudah kuduga," dan semacamnya, lalu mereka pergi satu per satu.

Di tengah situasi itu, aku tetap duduk di batter's box , membetulkan kacamataku yang miring, dan tertawa.

"Fuh... sesuai rencana..."

Lagipula, dari awal aku memang tak punya niatan untuk menang.

Tujuan awalku adalah menyelesaikan masalah Kasumi, bukan untuk menjalin hubungan dengannya.

Itulah kenapa hadiah yang benar-benar aku inginkan adalah 'hak untuk menjadi pesuruh klub baseball wanita selama satu bulan'.

Dengan ini, aku bisa mendekati Kasumi setiap hari dan mengamati masalah apa yang sedang dia hadapi.

Jadi, bisa dibilang ini adalah kekalahan yang disengaja, atau sebuah kekalahan strategis, bukan?

"Aku... aku takkan kesal atau apapun, silakan tertawa sepuasnya..."

"Yakou-sama, suara Anda gemetaran, loh."

"Diam kau! Mulai sekarang, sepulang sekolah, kita ke batting center setiap hari!"


TL/N:

Batting center itu tempat yang didesain khusus buat latihan memukul bola. Biasanya buat latihan baseball atau softball.


Argh, sialan! Meskipun tahu bakal begini, tetap saja aku sangat kesal!

Karena aku ini punya harga diri yang cukup tinggi, aku sebenarnya sangat benci kekalahan.

"-----Yakou-san, Yakou-san, Yakou-saaaan! Bagaimana? Kamu menyerah?"

Seperti anjing yang menemukan pemiliknya, Kasumi berlari dari mound dengan senyum lebar di wajahnya. Memandangku yang masih terjatuh, dia meletakkan kedua tangannya di pinggul, dan membusungkan dada dengan bangga.

"Hebat kan? Pertandingan ini dimenangkan olehku!"

Hoo..... Aku tak memperhatikannya sebelumnya, tapi dengan pose itu, dadanya terlihat cukup.....

Arhg, bukan itu! Aku menopang tubuhku dengan tongkat pemukul untuk berdiri.

"Kasumi..."

"A-apa?! Jangan tiba-tiba bilang tidak sah ya! Aku tidak akan mau berpacaran denganmu!"

Kasumi terkejut, mundur selangkah sedikit takut. Melihatnya seperti itu..... dia terlihat mungil, yah itu wajar karena dia memanglah seorang gadis.

"-----Tidak. Aku mengaku kalah. Aku menyerah. Ini kekalahan telak."

Dia memang seorang gadis mungil, tapi dia berlatih keras sampai bisa melempar sekuat itu. Sungguh mengagumkan.....

Saat aku menatapnya dengan pandangan kagum, Kasumi malah mundur lebih jauh.

"A-a-apa?! Apa-apaan ini, memuji lawan!? Apa kamu tak merasa sedikitpun?"

"Tadi mungkin ada, tapi sudah hilang sepenuhnya. Kau sungguh hebat. Aku merasa tidak mungkin bisa memukul bolanya."

"Tentu saja!"

Kasumi mendengus, mengangkat sudut hidungnya.

"Aku memang luar biasa! Aku ini jenius!"

"Itu mungkin benar, tapi semuanya ada karena kerja kerasmu, Kasumi."

Aku tak suka ketika seseorang disebut jenius begitu saja.

Makanya, kecuali benar-benar diperlukan..... aku hampir tidak pernah menggunakan kata itu dan lebih memilih memuji usaha orang itu sendiri.

"-----Orang yang bekerja keras itu indah. Kasumi, kau sungguh cantik."

Ketika aku menyampaikan perasaan jujurku, Kasumi menarik topinya dalam-dalam untuk menyembunyikan wajahnya.

"~~~Aah! A-apa-apaan, sih! Meskipun kamu memujiku begitu, aku takkan membatalkan tentan tugas g jadi pesuruh itu, ya!?"

"Oh, tentu saja. Aku pasti menepati janjinya."

Akan repot kalau tugas itu dibatalkan. Itu tujuan utamaku, bagaimanapun juga. Tapi aku juga tidak bisa terus-terusan mengaku kalah begitu saja.

"Jadi pesuruh selama satu bulan, kan? Selama itu, aku akan mempelajari Kasumi, untuk persiapan berikutnya."

"…Eh. Berikutnya?"

"Kau tahu, kan? Katanya, seorang batter sudah cukup hebat jika berhasil memukul sekali setiap tiga giliran. Selain itu, di giliran pertama, pitcher memiliki keuntungan besar."

Aku sudah mempersiapkan diri dengan belajar hal-hal ini sebelumnya.

Selain itu, aku adalah tipe orang yang akan semakin kuat jika punya waktu untuk belajar dan meneliti.

"Satu bulan dari sekarang, ayo bertanding lagi. …Dan, itu…"

…S-sial, mengatakan ini tanpa basa-basi terasa sangat memalukan…!

Tapi aku harus berjuang. Kalau aku tidak bisa menghadapi ini dengan jujur, aku takkan bisa menyentuh hati Kasumi!

"Aku tak bisa menyerah padamu, Kasumi. Beri aku satu kesempatan lagi!"

"…Ahaha."

Tertawa, Kasumi melepas topinya. Gigi taringnya yang bersinar tampak menggemaskan.

"Boleh saja. Aku suka orang yang pantang menyerah."

"O-ooh… Terima kasih!"

"Tapi, janji tetaplah janji, jadi kamu harus bekerja dengan baik, ya!"

Kasumi yang tadinya menjaga jarak, tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Keringat menetes di wajahnya yang terbakar matahari, terlihat sangat cantik, membuat jantungku berdegup kencang.

"-----Mulai hari ini, Yakou-san adalah anjing peliharaanku~"


🔸◆🔸


Dengan begitu, sepulang sekolah, aku mulai ikut latihan klub baseball wanita.

Kupikir akan ada komentar buruk jika seorang laki-laki bergabung di tengah-tengah para perempuan, tapi mengejutkannya, para anggota klub sama sekali tidak berkata apa-apa. Sebaliknya, mereka malah bilang, “Ini sangat membantu,” atau, “Semangat, ya…” sambil menepuk pundakku. Awalnya, aku mengira itu pasti karena mereka begitu percaya kepada Kasumi, yang merupakan ace mereka. Tapi setelah beberapa waktu ikut latihan, aku mulai menyadari kalau ternyata bukan itu alasannya.

Gadis itu... dia sangat kasar dalam memperlakukan orang.

“-----Yakou-san, Yakou-san, Yakou-saaaan! Aku bawakan lagi yang baru!”

“Apa!? Lagi!?”

Kasumi datang dengan membawa kotak penuh bola ke arahku yang sedang duduk di bangku, sibuk menggosok bola.

Berapa kali lagi ini akan berulang…? Aku merasa mulai hilang akal…

“H-hey. Bagaimana kalau istirahat sebentar?”

“Hah? Istirahat?”

“Itu sudah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan! Manusia harus beristirahat setelah bekerja terlalu lama!”

Di samping aku yang sedang menuntut hak-hak pekerja, Kasumi duduk dengan wajah tersenyum.

Dengan jari telunjuknya, dia mengangkat daguku.

“Sekarang, Yakou-san itu apa? Apa kamu manusia?”

“Ugh… Aku… anjingnya Kasumi-san…”

“Begitu? Jadi, hukum undang-undang tidak berlaku untuk anjing, kan?”

“T-tidak, tunggu! Ada juga yang namanya hukum perlindungan hewan!"

“Hee? Tapi kenapa dari tadi aku dengarnya suara manusia ya?”

“...Woof!”

Kasumi terkikik, lalu mengacak-acak rambutku dengan tangannya.

Martabatku sebagai manusia hancur. Tapi jujur saja, aku mulai merasa itu tidak masalah.

Kasumi melepas topinya, mengenakannya di kepalaku.

Itu adalah pertanda bahwa kami akan beristirahat. Saat aku memberikan minuman energi yang sudah disiapkan di dekat kami, Kasumi menyipitkan matanya. Dia terlihat senang seperti anjing yang sedang dibelai.

“Proses pelatihannya berjalan lancar, ya? Mau kita lanjutkan bukan cuma sebulan, tapi selamanya saja?”

“Woof, woof… (menggelengkan kepala)”

“Ahaha. Sudah, cukup. Ayo istirahat bersama.”

Kalau begitu, bilang begitu dari awal dong, woof…

Aku menerima ajakannya, memutuskan untuk mengamati latihan untuk sementara waktu. Di saat itu, Kasumi tiba-tiba berbisik pelan,

"Anu... bagaimana menurutmu, tentang baseball wanita?"

"Bagaimana apanya?"

"...Apa kelihatan membosankan?"

Kasumi menatapku cemas.

Ini sangat mengejutkan, mengingat dia biasanya begitu percaya diri.

“Membosankan? Sama sekali tidak. Aku merasa ini menarik. Aku tak pernah punya hubungan dengan baseball sebelumnya, jadi ini semua terasa begitu segar untukku.”

“B-benarkah? …Aku senang, kalau kamu memang menikmatinya.”

Kasumi menghela napas lega, lalu menunjukkan senyum dengan alisnya yang sedikit mengerut, tampak malu-malu.

"Baseball wanita itu tak populer, ya. Pokoknya, tidak punya pemikat," kata Kasumi dengan nada santai.

“Pemikat?”

“Kalau mau lihat permainan yang keren dan hebat, cukup dengan baseball pria, kan? Kalau mau suasana remaja yang penuh semangat dan bersinar, jadi manajer di tim baseball pria yang sudah diakui kebanyakan orang juga bisa. Dan, meskipun aku benci mengatakan ini, kalau orang-orang cuma mau lihat dengan niatan mesum, mereka pasti lebih memilih tim atletik putri.”

Kasumi menyipitkan matanya dengan dingin.

“Intinya, tidak ada alasan kuat yang membuat 'baseball wanita itu harus ada', kan? Untuk saat ini.”

“Kasumi…”

“Ehehe. Karena itulah, aku harus menjadi alasan itu!”

Kasumi berdiri dari bangku.

Menyembunyikan suaranya di antara suara pukulan tongkat pemukul dan suara bola yang ditangkap sarung tangan, dia bergumam pelan,

“…Aku tak bisa... tersandung di tempat seperti ini…”

Aku berpura-pura tidak mendengar dan mengembalikan topi yang diberikan padaku kepada Katsumi.

“Mau latihan melempar lagi?”

“Iya! Hari ini pun aku akan mengerahkan seluruh kemampuanku! ...Yakou-san juga, semangat ya!"

“Aku tahu. Lagipula aku memang sudah kerja keras setiap hari, kan?”

“Bukan itu, tapi tentang penelitianmu. Lain kali, kamu pasti bisa memukul dengan benar, kan?”

Dengan senyum menantang, Kasumi mendekatkan wajahnya lagi.

Dia menempelkan sarung tangan ke samping wajahnya, kemudian berbisik seolah ingin mengatakan rahasia dengan nada menggoda.

“-----Kalau kamu menang, kamu boleh menjadikanku anjingmu, lho?”

“~~~!?”

“Ehehe, bodoh. Meskipun itu tak mungkin terjadi!”


Setelah menjulurkan lidahnya, Kasumi berlari kembali ke tempat latihan.

Aku yang tertegun hanya bisa menatap punggungnya, lalu bergumam pelan...

"Aku ingin memeliharanya..."

"Yakou-sama, Anda ini cukup 'S', ya. Di komputer Anda juga banyak hal-hal seperti itu.”

“……Kenapa kau tahu itu!?”

“Mengetahui preferensi ksatria juga merupakan tugas seorang penyihir.”

Tidak adakah privasi di dunia penyihir? Selalu saja tiba-tiba…

“Penyelidikan saya berjalan lancar. Yakou-sama sendiri, bagaimana soal masalah itu?”

Aku mengangguk.

“Sebenarnya, hampir semuanya sudah teridentifikasi. Tinggal memastikannya sekali lagi dengan informasi dari Bell.”

“Eh…? Benarkah?”

Aku menunjuk Kasumi, yang sedang berlatih di bullpen.


TL/N:

Bullpen ialah area di lapangan tempat para pelempar cadangan (relief pitchers) melakukan pemanasan sebelum mereka masuk ke pertandingan. 


Wajah imutnya yang tadi sama sekali tidak terlihat sekarang, berganti menjadi ekspresi tegang bak seekor anjing penjaga, begitu serius nan indah.

Desahan kecil yang keluar saat dia melempar dan suara keras dari sarung tangan, menandakan betapa seriusnya dia melempar bola itu.

"Bisakah kau ukur kecepatan bola Kasumi dengan sihir?"

“Bisa. Saya akan menambahkan pengukur kecepatan ke kacamata Yakou-sama… Sudah selesai. Saya juga akan melihatnya.”

Angka penghitungan mulai muncul sesaat setelah fastball itu mengenai sarung tangan dengan keras.

[ 110 km/jam ]

"...Eh? Melambat...?"

"Dia cedera."

Mendengar itu, wajah Bell langsung berseri-seri.

“Kalau begitu, mudah saja. Jika disembuhkan dengan sihir, masalahnya pasti terpecahkan!"

“……Tidak. Masalahnya tak sesederhana itu.”

Aku menaikkan kacamataku, menjepitnya di antara jari tengah dan ibu jari, lensa kacamataku berkilau di tengah bayangan malam yang mulai merayap.

“──Cederanya jauh lebih dalam dari itu. Ini masalah yang lebih serius.”


🔸◆🔸


Beberapa hari kemudian, informasi yang dikumpulkan Bell akhirnya membuat masalah Kasumi menjadi jelas.

Aku dan Bell duduk di bangku untuk mengamati latihan Kasumi, guna melakukan konfirmasi terakhir.

'Cedera' yang dikhawatirkan tetap saja muncul hari itu.

*Swoosh!* Fastball Kasumi yang dilempar dari gundukan pitcher tersedot ke dalam sarung tangan catcher.

【138km/jam】

Sangat cepat. Hampir mendekati kecepatan maksimumnya, benar-benar lemparan sekuat tenaga.

Batter lawan tidak sempat mengayunkan tongkatnya ke arah bola itu, bahkan tidak bergerak sedikit pun.

......Yah, karena sejak awal itu memang tidak diperlukan.

"-----Ball! Four ball!"

Latihan yang sedang berlangsung adalah latihan total yang mensimulasikan pertandingan, sehingga lawan mendapatkan base gratis.

"Yakou-sama. Four ball lagi ya."

"......Begitulah. Cukup banyak. Apalagi yang tadi itu four ball dari lemparan fastball."

Four ball membuat pelari maju ke base secara cuma-cuma tanpa campur tangan pemain bertahan.

Sepertinya pada dasarnya itu dianggap sebagai hal yang paling buruk, kecuali jika kamu ingin menghindari konfrontasi dengan lawan.

"Kasumi tidak seperti ini dari awal, kan?"

"Benar. Berdasarkan hasil penyelidikan, memang kontrol lemparannya dianggap sebagai tantangan sejak dulu. Tapi dia memiliki kekuatan luar biasa yang membuat semua lawan tumbang tanpa peduli kontrol. Pada upacara penghargaan liga tim wanita baseball SMA bulan lalu, dia bahkan terpilih sebagai pitcher terbaik tahun ini."

"…Jadi, semua ini baru terjadi sejak awal tahun ajaran baru, musim semi ini."


TL/N:

Buat yang bingung, berikut penjelasan singkat soal istilah dan situasi di sini:

Ball: Lemparan pitcher yang tidak masuk zona strike dan tidak dipukul oleh batter.

Zona Strike: Area target lemparan pitcher, terletak di atas home plate, dengan ketinggian antara lutut hingga dada batter.

Four Ball: Terjadi ketika pitcher melempar 4 ball (gagal masuk zona strike) secara berturut-turut. Setelah itu, batter berhak maju ke base pertama tanpa memukul (disebut sebagai 'walk').

Base: Titik-titik yang harus disentuh seorang pemain saat berlari mengelilingi lapangan. Setelah menyentuh semua base dan kembali ke home plate, tim mendapat skor.

Di adegan ini, batter lawan tidak memukul lemparan Kasumi karena dianggap 'Ball'. Setelah Kasumi melempar 4 kali 'Ball' berturut-turut, itu menjadi 'Four Ball', sehingga batter lawan maju ke base pertama tanpa perlu memukul.

Masalahnya, meski dulu Kasumi memiliki kontrol bola yang kurang, ia tetap bisa mengandalkan kekuatan lemparannya untuk menaklukkan lawan. Namun sekarang, kontrol dan akurasi Kasumi memburuk, membuat situasi lebih sulit untuknya.


*Crack!* 

Suara pukulan yang menyegarkan memotong pembicaraanku dan Bell.

Bola Kasumi melesat dengan indah melalui celah antara base ketiga dan shortstop, menghasilkan hit ke arah lapangan kiri.

Kasumi, dengan wajah tegang, terus melempar ke pemukul berikutnya seolah-olah ingin membalas dendam.

......Namun-----

*Crack!*

*Crack!*

*CRACK!*

"...Sudah mulai kebobolan, ya, Bell?"

"Hm. Kecepatan bola, konfirmasi."

【110km/jam】

"...Turun 30km dari kecepatan maksimal. Meski begitu, masih kecepatan luar biasa untuk seorang perempuan."

Namun, dalam kasus Kasumi, ceritanya benar-benar berbeda.

"Karena mereka biasanya melihat lemparan bola 140km/jam, para anggota klub yang lain bilang bola itu jadi terasa mudah dipukul."

"Klub ini memang kuat. Bola yang dilempar asal masuk zona strike tidak akan berhasil."

Disisi lain, Kasumi belum menguasai teknik kontrol yang cermat sambil mempertahankan kekuatan.

Mereka bilang dia seorang jenius, tapi sebenarnya dia masih punya banyak masalah untuk diatasi.

"Kontrolnya kacau saat melempar dengan sekuat tenaga. Sedangkan saat kekuatan lemparannya diturunkan, bolanya jadi setengah-setengah dan tidak berguna. Lingkaran setan ini terkadang terjadi seperti penyakit kambuhan. Kondisi terjadinya hal itu adalah-----"

"Hmm... Saat giliran anak itu sebagai batter semakin dekat."

Seorang gadis besar dengan bahu lebar di lapangan shortstop berdiri dari area batter selanjutnya.

Tinggi tubuhnya mungkin lebih dari 170 cm.

Hanya dengan sedikit ayunan ringan, kekuatan luar biasa terpancar dari bentuk ayunannya yang lentur.

Pada saat yang sama ketika aku menelan ludah, semua pemain pemain outfield mundur.

"Namanya Yoshikawa Hanaki-san, kan?"

"Hmn, dia masih seorang siswa yang baru masuk pada bulan April."

Itu terjadi bersamaan dengan waktu ketika Kasumi mulai kehilangan ritmenya.

Yoshikawa-san masuk ke kotak pemukul kiri, melakukan rutinitas mengayunkan tongkat pemukulnya dari bawah ke atas dalam gerakan besar, lalu menegakkannya seperti menarik busur.

"Itu rutinitas Ichiro, kan? ......Ah, Bell tak tahu?"

"Tak apa. Itu cukup terkenal di internet. Orangnya memang sehebat itu, kan?"


TL/N:

Rutinitas Ichiro disini merujuk pada gaya khas yang dilakukan oleh Ichiro Suzuki, seorang pemain baseball legendaris asal Jepang, sebelum memukul bola. Rutinitas ini mencakup gerakan unik di mana dia memegang tongkat pemukul dengan satu tangan, mengayunkannya secara perlahan dari bawah, lalu mengangkatnya seperti menarik busur panah sebelum mengambil posisi siap memukul.


"Y-ya, meski pemahamanmu agak asal, itu sudah cukup. Jadi, ada info apa soal Yoshikawa-san?"

"Dia seorang berbakat lainnya. Sejak SMP, dia sudah terkenal di level yang sama dengan Kasumi."

Bell menjelaskan dengan tenang tanpa emosi.

"Katanya dia merupakan seorang ‘jenius’."

"…Cukup untuk membuat Kasumi tertantang, ya."

Itu menjadi jelas, segera setelah aku mengkonfirmasinya.

Semenjak Yoshikawa-san bergabung dengan klub, Kasumi langsung menantangnya satu lawan satu di siang bolong.

-----Tidak ada tempat untuk dua jenius di sini. Ayo bertanding, kita lihat siapa yang lebih kuat!

Dan, hasilnya adalah-----

"-----Ball!"

Suara keras tangkapan bola di sarung tangan catcher memutuskan pikiranku.

Wajah Katsumi yang seperti anjing liar menatap tajam Yoshikawa-san yang tetap tenang sambil memegang tongkatnya.

Atmosfer tegang dari pertandingan serius itu sampai ke tempatku meskipun dari kejauhan.

---Ball!

---Ball!

---Ball! Three ball!

【139km/jam】

"......Tidak bisa ya."

Ini adalah pola di mana lemparannya cepat, tapi meleset. Dalam sekejap, Kasumi hampir menghancurkan kontrolnya sendiri, itu semua terlihat dari seberapa banyak ia menyeka keringat.

Jika dia melakukan four ball lagi, satu poin akan masuk karena walk. Dia pasti tidak ingin dipermalukan seperti itu.

Lalu, apakah dia akan melempar bola lambat lagi untuk bisa masuk zona strike? ......Tidak, tidak bisa. Itu pasti takkan berguna melawan orang itu.

-----Aku harus bagaimana...? Ah, tapi... bagaimanapun juga, aku harus melemparnya sekarang-----

Itu sebuah lemparan setengah hati, yang meneriakkan keraguannya.

Pada saat bola dilepaskan, aku sudah bisa menebak hasil akhirnya, dan tanpa sadar aku memejamkan mata.

Aku tak tahu sebelumnya.

Ternyata suara pukulan sempurna, yang mengenai bola dengan tepat di tengah, bisa terdengar begitu tajam, seolah menghancurkan hati seseorang.

"---------------------"

Bagaikan menyaksikan meteor jatuh yang hendak mengakhiri dunia, semua orang tertegun, memandang bola putih yang menghilang di langit senja.

"......Luar biasa. Benar-benar jenius."

Bahkan Bell, yang mana seorang penyihir, hanya bisa bergumam seperti itu.

Kasumi pun, seharusnya pernah mendapatkan pujian yang sama saat dia masuk sekolah.

Namun, sekarang-----

"......Kasumi."

Tanpa bayangan dirinya yang dulu, dia menunduk dengan ekspresi gelap, memegangi dada kirinya. Berusaha menyembunyikan hati yang hancur agar tak seorang pun bisa melihatnya........


🔸◆🔸


-----Yips.

Suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat bergerak dengan baik karena trauma atau tekanan tertentu, sehingga memengaruhi performa dalam bermain.

Dalam dunia olahraga, hal ini kadang disebut sebagai 'gangguan mental'.

Lalu, kenapa Kasumi bisa terjebak dalam kondisi ini?

Itu sudah terungkap melalui investigasi.

-----Dia dihancurkan secara sempurna oleh Yoshikawa-san, seorang jenius baru, dan itu menjadi trauma psikologis baginya.

Membuatnya jatuh cinta padaku adalah urusan lain, tetapi menyelesaikan masalah ini untuknya adalah tujuanku.

Untuk sekarang, solusi paling sederhana ala manga shounen langsung muncul di pikiranku.

Kasumi hanya perlu mengalahkan Yoshikawa-san, yang menjadi penyebab yips-nya, secara telak. …Namun, itu bukanlah solusi yang realistis, meskipun bukan juga sesuatu yang mustahil.

Melihat latihan hari ini saja sudah cukup untuk menjelaskan bahwa itu terlalu sulit. Yoshikawa-san berada di level yang jauh berbeda.

Kalaupun Kasumi berhasil mengalahkannya sesekali dalam beberapa kali percobaan, itu mungkin tidak akan menyembuhkan yips-nya secara mendalam.

Menggunakan sihir untuk berbuat curang dan memaksanya menang terus-menerus juga bukanlah ide yang tepat. Itu hanya akan menjadi solusi sementara.

Maka dari itu..... Hanya ada dua opsi untuk saat ini. Pilihan mana yang diambil, itu tergantung pada Kasumi.

Itu takkan berguna jika hanya aku yang memikirkannya. Setelah latihan berakhir, aku memutuskan untuk berbicara dengannya.

Di bawah langit yang mulai gelap, Kasumi duduk sendirian di bangku, membersihkan sarung tangannya.

Ekspresinya kosong, tampak menyedihkan seperti anjing yang ditelantarkan. Hanya melihatnya saja membuat dadaku terasa sakit.

Aku berpikir, apa yang bisa dikatakan oleh seseorang sepertiku? Aku tidak tahu jawaban pastinya.

Namun, aku tahu satu-satunya hal yang benar adalah berbicara dengannya dan tetap berada di sisinya.

"…..Kerja bagus hari ini, Kasumi."

Aku perlahan duduk di bangku sampingnya. Kasumi menoleh ke arahku.

Ekspresinya.......

"-----Kerja bagus juga, Yakou-san!"

Senyum cerah yang tak bisa dibedakan dari ekspresinya saat di kelas.

…Akh. Gadis ini bukan sekadar gadis yang ceria penuh semangat.

Itu adalah poker face-----sebuah ekspresi wajah yang sengaja ia pasang menyembunyikan kelemahannya.

Bahkan setelah turun dari mound, Fujikawa Kasumi tetaplah seorang ace yang tak terkalahkan.

"…Kenapa? Kenapa wajahmu kelihatan seperti hampir menangis? Kalau mau, aku bisa mendengarkan ceritamu!"

"Bukan apa-apa..."

Aku berhasil menahan sesuatu yang hampir meluap dari dalam diriku.

Aku harus berusaha. Kalau aku tak bisa membuatnya menurunkan poker face itu, Kasumi akan terus memendam semuanya sendirian.

"Kasumi, kau selalu sendirian, ya. Tidak pernah ikut mampir atau jalan-jalan dengan yang lain?"

"Hmm, tidak pernah, sih. Buang-buang waktu saja."

"…Buang-buang waktu?"

"Ya! Soalnya aku ingin latihan atau belajar lagi setelah ini. Menghabiskan waktu untuk hal selain baseball, itu menurutku sia-sia!"

"…Begitu, ya."

Tak ada siapa pun di sisi Kasumi.

Apa yang membuatnya sulit didekati itu, sebagian karena kemampuan dan rekornya yang luar biasa. Tapi sebagian lagi karena kepribadiannya sendiri.

"Menurutmu, tidak ada yang bisa kau dapatkan dari teman-temanmu?"

"Bukannya tidak ada, tapi pada akhirnya, di atas mound aku tetap sendirian. Bahkan dalam keadaan terdesak, sekalipun aku bilang ‘tolong aku' ke yang lain, mereka tidak bisa melempar bola menggantikan aku. Pada akhirnya, yang bisa diandalkan hanyalah diriku sendiri."

"Tapi kalau kau biasanya akrab dengan mereka, bukankah mungkin jika mereka bisa memberimu saran yang tidak terduga?"

"…Entahlah. Mungkin aku akan mendengarkan kalau mereka hebat dalam baseball, melebihi diriku."

------Mmn, dia memang keras kepala.

Walaupun dia menggunakan bahasa sopan yang terasa manis dan menunjukkan sisi cerianya di kelas, ketika menyangkut baseball, sifat arogan ala 'aku-bisa-segalanya' itu menjadi jelas.

Aku takkan mengatakan bahwa sifat seperti itu sepenuhnya buruk.

Karena kepercayaan diri itulah, Kasumi bisa mencapai level setinggi ini. Tapi sifat itu juga yang membuatnya tak bisa meminta bantuan siapa pun pada saat dia terjatuh. Semuanya adalah dua sisi dari koin yang sama.

"Tugas dan masalahku, akan kuselesaikan sendiri... Selama ini aku selalu melakukannya begitu. Jadi, aku akan terus melakukannya. …Aku baik-baik saja. Aku pasti baik-baik saja."

"Karena aku…" lanjutnya, mencoba tersenyum seperti biasa.

"…Aku ini seorang jenius."

Tapi, bahkan ace yang tak terkalahkan pun tidak bisa melawan rasa lelah itu.

Perbedaan antara senyuman ini dengan senyumannya yang biasanya sangat jelas---Kasumi benar-benar terlihat lelah.

…Sudah saatnya bertindak.

Meski hatiku terasa perih, kalau ada saat di mana aku bisa menghancurkan pertahanannya, itu adalah sekarang.

“Kasumi, menurutmu jadi seorang ‘jenius’ seperti ini sudah cukup?”

Kasumi tetap mempertahankan senyum yang sama.

“Tentu saja. Sebagai sesama jenius, Yakou-san pasti paham, kan?”

“Tidak. Maaf, tapi aku sama sekali tidak mengerti.”

Aku memotongnya dengan tajam.

Kasumi tercengang. Aku sudah membulatkan tekad, jadi tidak ada lagi ruang untuk keraguan.

“Aku pikir, ini tidak akan berakhir baik. Kasumi, kau harus berubah.”

"...Eh, a-apa...?"

“Kenyataannya, semuanya tidak berjalan dengan baik, kan? Kalau begini terus, Kasumi, kau pasti tamat.”

Kata-kataku yang tegas menusuknya. Aku bisa mendengar napasnya yang berat, seolah paru-parunya terbakar.

Sebagian dari diriku bertanya-tanya, memangnya orang luar seperti aku ini bisa apa sampai berani bicara seperti itu? Tapi aku menekan pemikiran itu dan tetap berbicara.

“Kau mengalami yips, kan?”

“-----Tidak! Ini bukan yips! Aku tak mengalaminya!”

Kasumi membanting sarung tangannya ke tanah, berdiri tiba-tiba seolah terpental.

Melihatnya memperlakukan peralatan yang biasanya dia jaga dengan hati-hati seperti itu, hanya membuktikan kalau kata-kataku tepat sasaran.

“Aku… Aku ini seorang jenius! Tak mungkin bagiku mengalami hal seperti itu!”

Kasumi mencengkeram bahuku kuat-kuat. Sorot matanya yang terbuka lebar terlihat seperti mata mayat, kehilangan cahaya di dalamnya.

"Makanya, aku benci orang awam! Hanya karena sedikit lemparanku sempat kebobolan! …Dengar baik-baik. Aku kebobolan itu sengaja. Aku sedang mencari melakukan penelitian, memaksa diriku untuk terus maju. Aku mengubah cara melempar, mengubah bentuk tubuhku, mencoba sesuatu yang baru meski tahu risikonya. Wajar kalau awalnya berantakan. Ini bukan yips. Tak peduli jika Hanaki mencetak beberapa pun poin dariku---itu takkan mengubah apa pun. Tidak ada yang salah denganku. Aku tahu, semakin banyak aku gagal, semakin jauh aku melangkah. Itu adalah harga untuk pertumbuhan. Setiap kegagalan adalah langkah maju. Aku ini tidak berubah. Aku tidak kena yips. Tidak... tidak... TIDAK!"

Dari luka yang terbuka lebar oleh kata-kataku, kegelapan pekat seperti lumpur kotor mengalir keluar.

Tapi, itulah yang kuinginkan. Aku ingin menerima semuanya.

Kasumi tidak akan bisa maju kalau dia tidak mengeluarkan semua ini dulu terlebih dahulu.

"-----Apa kamu mendengarku, Yakou-san!?"

"Aku mendengarkan. Tapi kata-katamu tidak menyentuhku. Kasumi, apa itu benar-benar sesuatu yang kau sendiri rasakan dari lubuk hatimu?"

"…..!"

Sama seperti Kasumi mencengkeram kedua bahuku, aku juga mencengkeram kedua bahunya.

Kami saling berhadapan, tanpa mundur sedikit pun.

"Kau menyangkal perubahan karena kau takut. Kau tidak ingin bersusah payah mempelajari sesuatu yang baru. Benar, kan?"

"Itu salah besar! Kalau itu demi bisa jadi lebih baik dalam baseball, aku tidak takut pada apa pun!"

"Benarkah? Kau tidak akan lari?"

"Tentu saja! Mana mungkin aku lari!"

"Kalau begitu, apa kau berani menjalani ‘latihan khusus untuk berubah’ yang akan kuusulkan tanpa melarikan diri?"

Kasumi menatap bingung. Aku mendesaknya dengan lebih tegas.

"Ini latihan khusus yang dibuat oleh aku, si jenius. Kalau menu ini berhasil membuat Kasumi berubah, aku akan sangat senang. Tapi kalau ternyata tidak cocok, kau bisa melupakannya setelah mencoba.

Aku memberikan satu dorongan terakhir.

"Tapi kalau kau mau melakukannya, aku ingin kau melakukannya tanpa alasan, dengan sepenuh tenaga. Bagaimana?"

"Ba-baik! Kalau kamu sudah menantangku sampai sejauh itu, aku akan melakukannya! Lihat saja nanti!"

*Duk!* Kasumi menubrukkan dahinya ke dahiku.

"Lagipula siapa yang mau kabur, hah!? Aku ini seorang jenius, tahu!"

...Dasar bodoh. Cepat sekali dia terpancing emosi dan menerima tantangan.

Tapi justru karena itulah dia sering kena batunya-----dan juga karena itu juga, dia seorang ace sejati.

"Lalu, latihan khususnya itu seperti apa?"

"Eh, yah... soal itu..."

Aku menarik napas dalam-dalam beberapa kali, lalu dengan wajah yang memerah padam, aku berteriak.

"M-minggu ini, aku ingin kau pergi kencan denganku!"

"A... Apa-----------!? K-k-kencan!?"


🔸◆🔸


Dan tibalah hari Minggu menjelang siang.

Aku mengenakan pakaian yang cukup modis dan menunggu di depan Stasiun Pusat Distrik Hiburan Malam, tempat yang telah kami sepakati. Area ini merupakan pusat kota yang paling ramai, lengkap dengan restoran, bioskop, hingga tempat perbelanjaan. Karena ini adalah siang hari di akhir pekan, keramaian di depan stasiun sudah penuh sesak oleh orang-orang.

Sambil sesekali melirik jam tangan, aku memeriksa kerumunan orang, tapi.....

"…Belum datang juga. Jangan-jangan dia membatalkan sepihak…?"

"Tenang saja. Saya bisa merasakan reaksi <Penyihir Bayangan> di tubuh Kasumi sedang mendekat. Dia pasti segera sampai."

ujar Bell di sebelahku, memastikan keadaan. Mendengar itu, aku pun menghela napas lega.

...Tapi, itu berarti dia pasti akan datang sebentar lagi, dan aku kembali merasa gugup.

A-apa aku akan baik-baik saja? Bagaimana kalau dia berpikir pakaianku norak?

Selain itu, apa aku sudah menghafal rute kencan, termasuk rencana cadangannya, dengan sempurna!?

"Sial… i-ini gawat. Aku bahkan sampai meragukan hafalanku sendiri. Jangan-jangan, kencan itu sendiri memang tempat bersemayamnya iblis!?"

“Tidak ada. Yakou-saja saja yang bodoh.”

“Jangan bilang aku bodoh! Aku ini pintar, tahu!?”

“Orang yang sampai begadang semalaman supaya bisa menghafal setiap kemungkinan rute kencan dan pola percakapan… pintar, kata Anda?”

Ya… aku memang bodoh.

Tapi, mau bagaimana lagi? Aku ini hampir tidak punya pengalaman, jadi wajar kalau aku merasa gugup!


"-----Ma-maafkan aku, Yakou-saaaan! Aku terlambat-----!!"

Bell berubah menjadi kucing, menyelinap masuk ke dalam ranselku.

Gawat. Dia benar-benar datang! Padahal aku belum menyiapkan mental sama sekali!

Tidak, tenanglah. Cukup ikuti apa yang sudah kuhafalkan. Ini saatnya beraksi sebagai pria keren; balikkan badan dengan santai, katakan, 'Tidak apa-apa, jangan khawatir. Aku juga baru saja sampai,' dan tunjukkan sikap percaya diri.

"Tidak apa, jangan khawatir…………”

Begitu aku membalikkan badan, aku langsung membeku.

Berusaha bertahan selama beberapa detik, sampai akhirnya tidak bisa menahannya lagi, aku tertawa terbahak-bahak.

“Waaah!? Hei, Yakou-san! Tidak sopan menertawakan orang seperti itu!”

“Ma-maaf! Aku tak bermaksud begitu, tapi… ah... astaga…”

Aku gemetar, menahan tawa sambil menunjuk Kasumi.

"Dengan pakaian seperti itu, mustahil aku bisa menahan tawa…”

Penampilan Kasumi bukan hanya aneh, tapi benar-benar tidak masuk akal.

Ibaratnya, dia seperti ilmuwan gila yang menciptakan chimera fashion. Lagipula, kenapa dia bisa punya ide memakai tiga topi sekaligus? Dan di mana dia bisa menemukan kacamata hitam seajaib itu?

“Bagaimana bisa kau sampai terlihat seperti ini…?”

“Uuhhh…! Aku sendiri juga tak tahu!”

Kasumi memerah, wajahnya terlihat seperti apel. Dia membanting ketiga topinya ke tanah.

“Aku berpikir, berpikir, dan berpikir tentang apa yang harus kupakai. Dari tadi malam, aku terus memikirkannya sampai kepalaku pusing. Dan entah bagaimana... pagi tiba-tiba sudah datang! Saat aku sadar, waktunya juga sudah habis, jadi aku langsung keluar seperti ini!”

“E-eh… sebenarnya pakaian biasa saja sudah cukup, kok.”

“Ti-tidak boleh, kan… Itu… mana mungkin…”

Kasumi berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan menarik topinya lebih dalam.

Namun, karena topinya tadi sudah ia lempar, usahanya jadi sia-sia. Hal itu membuat wajahnya semakin merah karena malu.

“…A-aku bilang kalau akan serius melakukannya, kan? Jadi, itu… euh…”

“Ada apa?”

“…I-ini kencan pertama dalam hidupku! Salahkah kalau aku terlalu bersemangat!?”

"...Tidak. Tentu saja tidak."

Dia sangat manis sampai pipiku sendiri terasa panas. Aku merasa sangat bahagia.

-----Jadi... bukan hanya aku saja yang gugup.

“Baiklah, kalau begitu, pertama-tama... mari kita cari pakaian dulu!”


🔸◆🔸


"Ya-Yakou-san. Yakou-saaan.... Yakou-saaaan...... K-kamu masih di sana...?"

Suara pelan dan menyedihkan terdengar dari balik tirai ruang ganti.

"Aku di sini. Sudah selesai ganti bajunya?"

"Su-sudah, tapi.... Ya ampun, baju ini benar-benar tak cocok untukku...."

.....Aneh sekali. Kasumi biasanya tidak sepemalu ini.

Mau tidak mau, aku jadi ingin membalas semua perbuatannya selama ini.

"A-anu, Yakou-saaan.... Boleh aku pakai baju semula saja?"

"Tidak boleh. Aku buka ya~ Tiga, dua, satu---"

"Kyaa----------!? Tu-tunggu! Yakou-san c-cabul! Aku bisa buka sendiri!"

Saat Kasumi panik, cara bicaranya mulai tidak karuan.

Aku merasa puas, berniat untuk terus mengacaukan keadaan, tapi segera setelahnya... aku terkena serangan telak.

Kasumi dengan malu-malu membuka tirai.

"...Uhh.... B-bagaimana menurutmu...?"

Kesadaranku terhempas ke luar angkasa.

Kasumi mengenakan pakaian berwarna pastel yang terlihat seperti musim semi dan rok modis tampak sangat berbeda, ia jadi lebih feminin dan imut. Rambut yang biasanya ia ikat kini dilepas agar sesuai dengan pakaiannya, dan itu membuatnya terlihat sangat dewasa, daya tariknya luar biasa...!

"A-ahaha... Ya ampun, benar-benar aneh untukku, ya..."

"Ti-tidak, sedikitpun!!!"

Sial. Aku membuatnya merasa cemas! Aku harus melontarkan pujian, tapi... Apa yang harus kukatakan? Dia terlalu imut!?

Aku bahkan tidak bisa menatap matanya, dan hanya bisa mengeluarkan suara pelan seperti nyamuk.

"...Cocok. ... I-itu, i-i-imut... kurasa. ... Aku, tak bisa melihat langsung..."

Sialan. Kapan aku bisa bilang 'imut' dengan santai pada perempuan!?

Sewaktu aku meratapi ketidakberdayaan, Kasumi mengubah posisinya, mendekatkan wajahnya ke arahku yang sedang menunduk.

"Uwaaa!?" Aku melompat mundur seperti udang.

"Ahaha! Yakou-saan, wajahmu merah sekali~?"

Gawat. Dia menyeringai. Apakah keadaannya berbalik!?

"Daripada aku, Yakou-san sendiri lebih imut, ya~?"

"I-imut... tidak! Aku takkan senang dapat pujian seperti itu!"

"Reaksinya benar-benar imut. Ahaha~"

Kasumi tertawa polos sambil memamerkan gigi taringnya.

Meskipun sikapnya seperti biasa, penampilannya yang berbeda membuat kepalaku serasa mau meledak...!

"Yakou-san ternyata berbeda sekali dari bayanganku, ya~?"

"Eh... Aku?"

"Karena kamu sangat berbeda dengan orang yang tiba-tiba menyatakan cinta secara blak-blakan padaku. Lihat saja, cuman dengan begini, wajahmu sudah merah padam begitu."

"Ugh... Itu..."

Aku tidak bisa bilang kalau hari itu aku menggunakan mantra sihir untuk berbuat curang.

"I-itu, wajar saja bersikap kuat di saat-saat penting. Itu namanya poker face!"

"Oh ya? Jadi, yang asli itu yang seperti ini~?"

".....Begitulah."

Sial, kenapa aku memalukan sekali? Aku ingin terlihat lebih keren!

"Kalau begitu, syukurlah."

"Syukurlah? Apanya?"

"...Karena, aku lebih suka dirimu yang seperti ini."

Kasumi tersenyum malu-malu, melepas sikap formalnya.

"Bersikap seperti ini... tidak apa-apa, kan? ...Yakou-kun."

Aku tersenyum sebagai balasan.

"Tentu. Aku suka keduanya."

"Ahaha. Rakus sekali. ...Oh iya, aku benar-benar boleh ambil pakaian ini, kan?"

"Iya, kebetulan kau jadi pengunjung ke-10 ribu, jadi pilih saja sesukamu tanpa ragu."

Tentu saja, itu semua hasil sihir yang Bell atur.

Bagaimanapun, pakaian seperti ini terlalu mahal, dan kalau aku yang membayar, dia mungkin merasa tidak enak.

"Kalau begitu, aku mau yang ini. Aku akan langsung pakai sekarang!"

"Oke, tidak masalah. Sekarang, mau lanjut ke tempat berikutnya?"

"Yup! ...Oh iya, tapi kamu bilang hari ini ada latihan khusus. Apa yang akan kita lakukan?"

Tentu saja, ini bukan sekadar kencan biasa. Aku sudah memikirkan semuanya demi menyelamatkan Kasumi.

"Tema kencan hari ini adalah, ‘Bagaimana jika Fujikawa Kasumi tidak pernah mengenal baseball’."

"H-hah? Kalau aku tidak mengenal baseball?"

"Sekarang ini, Kasumi terlalu terobsesi dengan baseball hingga pandanganmu jadi sempit. Ini juga bertujuan untuk menyegarkan pikiranmu, jadi aku ingin kau menikmati hal lain selain baseball untuk sekali ini saha. Dari situ, kita bisa menemukan kemungkinan baru."

"...Pa-pandangan sempit... kemungkinan..."

"Ini langkah pertama untuk menerima perubahan. Kasumi, ada sesuatu yang tidak bisa kau lakukan karena baseball, tidak? Sesuatu yang kau tinggalkan karena tidak ada waktu? Hari ini, kita akan melakukan semuanya."

Kasumi mulai berpikir keras seolah-olah asap keluar dari kepalanya.

Setelah menghabiskan banyak waktu untuk merenung, dia menatap tangannya sendiri dan bergumam pelan.

"Kalau begitu... aku ingin mencoba... mengecat kuku... mungkin..."

"Oh, boleh juga. Memang sulit dilakukan kalau kau sibuk dengan baseball. Kalau begitu, ayo kita pergi ke salon kuku. …Ada yang lain? Misalnya, mencoba minuman baru di Starbucks?"

"Ah, ide bagus! Hal yang sering dilakukan semua orang!"

"Bagaimana kalau kita mengunggahnya ke media sosial juga? Atau, kita pergi makan di tempat yang instagramable?"

"Mmn, tidak. Aku lebih suka makan di tempat biasa, seperti restoran keluarga. McDonald's juga boleh. …Aku ingin mencoba sesuatu yang biasa, seperti tempat yang biasanya teman-temanku kunjungi setelah latihan."

Kasumi mengepalkan tangannya dengan semangat, tersenyum lebar penuh tekad.

"Aku... aku akan berusaha! Hari ini, aku benar-benar akan melupakan baseball sepenuhnya!"

"Ya. ... Kalau begitu, ayo kita pergi."


🔸◆🔸


Setelah itu, kami bermain untuk beberapa waktu.

Kalau boleh jujur, menurutku itu adalah kencan yang cukup bagus.

Setelah mengganti pakaian, Kasumi juga tampak menikmatinya, dan aku ingin percaya bahwa tidak ada kepalsuan dalam senyumannya.

"-----Yakou-sama. …Kita hampir sampai."

"Ah, terima kasih. Aku masih terjaga."

Dari kursi belakang taksi yang dikemudikan Bell, aku memandang keluar jendela. 

Di luar, malam telah sepenuhnya gelap, dan bintang-bintang indah mengalir menjauh bersama pemandangan malam yang menakjubkan.

"...Kasumi masih tertidur."

Saat aku menoleh, kepala Kasumi yang tertidur bersandar di pundakku, seperti kehabisan energi.

Meski aku merasa gugup dengan kehangatan dan aroma seorang gadis yang begitu nyata, rasa kasih sayang lebih mendominasi, berharap dia bisa beristirahat walau hanya sebentar.

"Kelihatannya, Anda cukup dipercaya, ya. …Mungkin kencan hari ini sebenarnya tidak diperlukan?"

"Tidak. Ini adalah waktu yang sangat penting."

Dengan penuh kasih, aku mengelus kepala Kasumi.

"Aku ingin Kasumi tahu, bahwa ada cara untuk merasa bahagia di luar lingkup baseball."

"Tapi... pada akhirnya kita tetap akan pergi ke sana, kan?"

"Semakin banyak penyelesaiannya, semakin baik. Tapi itu bukanlah yang terpenting."

Pada akhirnya, tidak ada solusi tunggal untuk masalah manusia.

Jika aku harus mendefinisikan 'cara penyelesaian yang benar', maka---

"Jawabannya adalah sesuatu yang kau pilih sendiri. Dan karena kau telah memilihnya, kau harus hidup untuk menjadikan pilihan itu sebagai jawaban yang benar. Hanya itu saja."

"...Benar juga. Yakou-sama, kita sudah sampai."

"Baiklah. Mantra sihir apa yang akan kau berikan padaku?"

"Sudah selesai. Silahkan pergi dan tentukan sendiri."

Mengangguk pada Bell, yang mengacungkan jempolnya, aku dengan lembut mengguncang bahu Kasumi.

"Kasumi. Bangun."

"…Hmn? Ah… Maaf, Yakou-kun. Ini di mana?"

Aku menyerahkan perlengkapan yang kusembunyikan kepada Kasumi sambil tersenyum.

"Ini... dunia asalmu."


🔸◆🔸


Cahaya putih dari lampu sorot malam menerangi tempat itu.

Di lapangan latihan klub baseball wanita SMA Seiran, hanya ada kami berdua.

Dengan sarung tangan dan bola di tangan, aku berdiri di posisi catcher dekat home base.

“Kasumi....."

Aku hendak memanggilnya, memberi tahu bahwa aku sudah siap, tapi suaraku terhenti di tengah jalan.

Karena untuk sementara, aku hanya ingin memperhatikannya.

".........."

Kasumi berdiri di atas mound, membelakangiku dalam diam.

Seolah mengenang perjalanan yang telah kami lalui, ia menatap jauh ke belakang.

Dia masih mengenakan pakaian baru yang kami beli hari ini.

Tapi hanya dengan berdiri di sana, nomor punggung '1' yang ia tanggung selama ini...

Kemandiriannya yang terus berjuang sendirian di tempat itu...

Entah kenapa, semua itu terasa jelas terlihat olehku.

"…Kalau aku yang dulu melihat diriku berdiri di atas mound dengan pakaian seperti ini, pasti aku akan marah."

Kasumi berbalik, membuka dan menutup sarung tangannya di depan dada. Atas dorongannya itu, aku melempar bola. 

Lemparanku sedikit melambung terlalu tinggi, melenceng dari sasaran.

Namun, Kasumi melompat dengan riang, seperti anjing yang penuh semangat, dan menangkapnya dengan senyum cerah.

"Ahaha, payah sekali.”

"Berisik. Yang penting sampai, kan?"

Sambil bercanda gurau, kami bermain lempar tangkap untuk sementara waktu.

*Pash* *Pash* *Pash* 

Suara tangkapan bola di sarung tangan terdengar menyenangkan dalam keheningan.

*Bash--* Aku meningkatkan kekuatanku, lalu membuka mulut.

“Bagaimana menurutm? Dunia di mana 'Fujikawa Kasumi tidak pernah mengenal baseball’ itu.”

"Membosankan."

Kasumi melempar bola,

"...Tadinya aku mau bilang begitu..."

Dia pura-pura melakukannya (pura-pura melempar bola).

Dia mengayunkan lengannya, tetapi masih memegang bolanya.

“Dasar yah, kamu ini. Sungguh menyenangkan. Hari ini jadi hari yang sangat istimewa.”

"...Begitu ya. Aku senang mendengarnya."

"Tidak ada yang namanya 'biasa' ya. Tanpa kusadari, aku meremehkan semua orang. Aku benar-benar jahat."

Kasumi meletakkan kedua tangannya di pinggang, tersenyum kecut seolah-olah bola andalannya baru saja dipukul.

"Yakou-kun. Aku, dulu punya mimpi untuk mengubah dunia."

"Mimpi?"

"Iya. Mimpi untuk melempar bola 160 km/jam dan melakukan pertandingan sempurna berulang kali."

Kasumi tersenyum lebar, menunjukkan giginya.

"Kalau aku bisa melakukannya, semua orang akan memperhatikanku, kan? Meskipun baseball wanita tidak populer, itu tetap akan menarik perhatian, kan? Lalu akan ada banyak anak perempuan yang ingin mencobanya, dan baseball wanita akan langsung populer karena itu."

"Benar. Itu bisa mengubah dunia, ya."

"Betul. Makanya aku ingin melakukannya. Aku yakin bisa dan itu sebenarnya sudah terjadi, kan? …Tapi…"

Ekspresi Kasumi berubah, senyumbdi wajahnya menghilang.

"Akhir-akhir ini, aku gagal..."

"...Ya."

"Baseball yang aku suka, sekarang jadi sangat berat. …Setiap kali bolaku dipukul, aku merasa ingin menghilang. Dan ketika aku menjauh dari baseball, aku merasa lega."

Kemudian, mata Kasumi berkaca-kaca.

"Kalau bersama Yakou-kun, aku merasa senang. …Aku jadi berpikir, mungkin semua cukup sampai disini saja..."

Dia menatap bola yang digenggamnya.

Ujung kukunya dicat warna pink yang manis.

"Sebenarnya aku sudah tahu. Bahwa yang aku anggap ‘istimewa’ itu hanya dunia kecilku, sementara orang lain hidup bahagia tanpa peduli tentang baseball wanita. Entah aku ‘jenius’ atau tidak, dunia ini tetap akan terus berputar."

"Benar..."

"…Mungkin aku akan lebih bahagia kalau aku melupakan semua itu."

Aku menutup mataku dalam-dalam.

Begitu ya. Kalau itu adalah pilihan Kasumi, jawaban yang memang ia pilih.

Aku akan menerima semuanya dan memeluknya-----

"----Tapi..."

Merasakan perubahan atmosfer, aku membuka mata dengan terkejut.

Gerakan wind-up-----kedua tangan Kasumi digerakkan dengan hati-hati seolah sedang berdoa terangkat ke atas, dan dalam sekejap, sarung tanganku terlempar ke belakang oleh bola yang terhempas sangat cepat.

Saking cepatnya, aku sampai tidak yakin apakah dia benar-benar melempar.

Namun, aku jelas ingat bahwa sebuah fastball yang luar biasa sudah dilemparkan, dengan formasi yang sama persis seperti yang sudah berkali-kali membuatku terpana, setelah dia mengerahkan seluruh tenaganya.

"-----Aku mengingatnya kembali, Yakou-san."

Ace berwajah poker itu tersenyum.

Segelap apapun keadaannya, Fujikawa Kasumi tetap akan berdiri di atas mound dan terus melempar.

"Ternyata, aku memang tak bisa melupakan ini. Apa yang paling aku sukai adalah baseball."

"…Kau ini benar-benar orang yang bisa membuatku tidak bahagia, ya?"

"Benar. Meskipun, kalau aku pacaran dengan Yakou-san, aku yakin aku pasti akan lebih bahagia."

"Kalau begitu----"

"---Tapi, itu tidak akan membuatku seberdebar seperti saat berada di sini."

Ia memegangi dadanya.

Kasumi tersenyum cerah, menunjukkan jawabannya.

"Aku tidak bisa hidup tanpa baseball. Karena... di sinilah tempatku!"

"...Begitu ya."

Kasumi telah memilih jawabannya. Jadi sekarang giliranku.

--Aku pasti akan menyelamatkannya.

"Kasumi. Maukah kau bertanding denganku sekali lagi?"

"Eh...?"

"Kalau aku kalah, aku akan menyerah. Aku takkan pernah memintamu untuk untuk berpacaran denganku lagi."

"…Kalau aku yang kalah?"

"Kalau kau kalah, berhentilah bermain baseball, dan jadilah pacarku."

Seperti menghunus pedang asli, aku menantangnya untuk pertandingan terakhir.

Tidak ada jalan untuk kembali.

"Jika kau sampai bisa dipukul oleh amatir sepertiku, maka selesailah sudah untukmu, Kasumi. Akhiri saja dan carilah kebahagiaanmu."

"............Baiklah."

Angin kencang berhembus, menggulung debu pasir.

"-----Aku menerima tantangan itu."

Atmosfer menegangkan menyelimuti malam.


🔸◆🔸


Tidak ada latihan melempar.

Dengan tekad yang tenang namun membara di hati, Kasumi bersiap di atas mound.

Namun---kali ini aku masuk ke sisi yang berbeda dari pertandingan sebelumnya, yaitu sisi kiri.

"...Eh...?"

"---Ayo, Kasumi. Tunjukkan bahwa kau bisa mengatasinya."

Tubuhku yang di bawah pengaruh sihir, meniru gerakan itu.

Setelah mengayunkan tongkat dari bawah ke atas dengan kuat, aku mengangkat dan membidik layaknya menarik busur panah---

Rutinitas milik Yoshikawa-san, penyebab utama trauma Kasumi.

Ini bukan sekadar meniru. Ini adalah penyalinan kemampuan sempurna berkat sihir Bell.

Secara logika, hal seperti ini seharusnya mustahil terjadi.

Tapi tubuh Kasumi, seorang pitcher kelas atas, memahaminya secara naluriah.

"...Uh... Ah..."

Wajah Kasumi seketika memucat, keringat bercucuran meskipun belum ada satu bola pun yang dilempar.

Sesuai rencana, gejala yips muncul.

Namun Kasumi berusaha mengatur napas dan memasuki gerakan wind-up.

Lengannya yang lentur, melontarkan bola bagai peluru.

"---Sial!"

Bola meleset keluar zona strike.

Ini bukan masalah kontrol. Kasumi hanya... ketakutan dan menghindar.

Tapi aku tak akan mengampuni. Meskipun bolanya meleset, aku tetap melangkah maju dengan paksa dan mengayunkan tongkat-ku dengan kekuatan penuh.

"---------------------"

Dengan mulus, aku mengayunkan tongkat.

Bagaikan seorang ahli pedang yang menebas dengan katana. Tajam, hening, dan tanpa beban.

Namun, tebasan itu jelas mematikan.

Bola yang terhantam, melukis garis parabola indah dan melambung jauh melewati pagar.

"......Meleset ya. Karena foul, jadi tidak terhitung."

Bola yang terpukul terbawa angin, melengkung dari zona fair di garis kanan dan keluar.


TL/N:

Bola yang dipukul oleh batter (pemain pemukul) namun tidak mengenai zona fair. Zona fair adalah area di lapangan yang dibatasi oleh garis-garis tertentu.


Semua terjadi sesuai perhitungan. Tongkat ajaib yang disiapkan Bell memang tidak salah.

---Jika Kasumi mencoba melarikan diri, benda ini akan memotong habis semuanya dengan cara yang kejam.

"Lempar bola berikutnya, Kasumi."

"...A, a, a... uh..."

"Lemparkan strike sekuat tenaga! Kalau tidak, kau akan berakhir di sini!"

Tempat di mana seluruh kemampuannya dipertaruhkan, di mana bolanya mungkin akan dihancurkan.

Selama dia tidak bisa melangkah keluar dari tempat itu dan melempar dengan segenap kekuatannya, masalah Kasumi tidak akan terselesaikan!

"U, a, a, a, aaaaaaaa-----------!"

Berkali-kali, dia melempar bola dengan liar.

Tapi semuanya meleset jauh dari sasaran. Dan jika itu berada dalam jarak jangkauanku, akan kupotong dengan kejam.

Waktu neraka yang terus berulang tanpa henti.

Napas Kasumi menjadi sesak, pupil matanya membesar. Dia seperti orang yang tenggelam di atas mound.

Meski begitu, aku tidak akan menolongnya. Meskipun darah merembes dari bibirnya yang terkatup rapat, aku tidak akan mengatakan apa pun.

Hanya diam dan menunggu. Percaya dan terus menunggu----

"---Akh...!? "

Saat bola kembali terlepas dari ujung jari Kasumi, terdengar jeritan seakan kulitnya terkelupas.

Peluru mematikan itu meluncur cepat ke arahku-----

"Menghindarlah!!"

Aku tidak menghindar. Tanpa bergerak sedikit pun, dengan mata terbuka lebar, aku menerimanya.

Suara daging terkoyak dan benturan keras menembus bahu kananku.

Menahan rasa sakit yang luar biasa, aku memegangi bahuku dan terduduk di tempat, tak bersuara.

"Yakou-kun!"

Kasumi berlari dari mound seperti anak panah yang terlepas dari busurnya.

"---Jangan turun!"

Aku menatap tajam dan berteriak.

"...Jangan turun. Kalau kau turun, kau kalah!"

Rasa sakit yang tumpul berubah menjadi panas membakar yang semakin kuat.

Keringat dingin mengucur di sekujur tubuhku, aku ingin mengerang dan jatuh pingsan.

Tapi---memangnya kenapa?

"Ini bukan apa-apa dibandingkan dengan rasa sakit yang Kasumi rasakan!"

"...Yakou-kun..."

"Apa kau takut? Ingin melarikan diri? ...Itu sah-sah saja. Itu adalah arti dari perjuangan. Kasumi hanya tidak tahu, tapi memang begitulah adanya!"

Kasumi masih bermimpi tentang masa-masa jayanya yang tak tergoyahkan.

Karena itulah dia selalu merasa sesak. Tapi, aku berpikir.

"---Karena Kasumi tidak mengerti itu, selama ini levelmu jadi rendah!"

Orang bodoh yang berpuas diri di puncak gunung, tidak tahu betapa dalamnya jurang keputusasaan. Itu bukan ace yang tak terkalahkan. Hanya seorang raja di gunung kecil.

"Kasumi, itu bukan yips. Penyebab sebenarnya dari keterpurukanmu itu, hanya karena kau memang payah!"

"...!"

Aku melemparkan fastball seperti bola api.

Namun, Kasumi,

"Aku sudah tahu itu!"

Tanpa berlari sedikitpun, dia menghadangnya langsung dari depan.

"Tapi aku takkan berhenti!"

"……Kalau begitu, lempar bola berikutnya, jenius. Bahkan jika kau harus merangkak sekalipun."

Aku tersenyum licik dan mengarahkan tongkat pemukul ke arahnya.

"Perjuangkan dan menangkan. Kalau tidak, aku yang akan merebut tempat itu!"

"……Tidak, aku takkan memberikannya."

Kasumi menyatukan kedua tangannya di depan dada, seolah memastikan tempat hatinya.

Lalu dengan senyuman, dia menunjukkan genggaman bola lurus yang akan dia lemparkan dengan seluruh tubuh dan jiwa.

"-----Tempat ini, adalah milikku!"

"……Ayo, datanglah!"

Kasumi mengambil ancang-ancang dengan formasi yang indah.

Tanpa perlu melihat, aku tersenyum dan menutup mata.

Dengan cahaya lampu stadion yang terbakar di kelopak mata, aku melihat mimpi.

Panggungnya adalah stadion yang penuh sesak.

Di punggung pitcher yang berdiri di atas mound, tertera nama 'FUJIKAWA' dan ayunan rambut yang diikat dengan gaya ponytail kecil.

Mengenakan nomor punggung '1', nomor seorang ace, dia melempar-----

【160 km/jam】

Dunia berubah.

Aku melihat mimpi yang indah... seperti itu.


"---Yakou-san, Yakou-san, Yakou-saaaaaan!!!"


Saat aku terlarut dalam mimpi itu, teriakan Kasumi semakin mendekat, membuatku membuka mata.

Kecepatannya seperti anjing yang menemukan pemiliknya, mustahil untuk dihindari.

Aku pasrah dan merentangkan tangan,

"Aku menyukaimu! Aku mencintaimu!"

Kasumi melompat ke pelukanku, dan aku memeluknya erat-erat.

Lalu pada saat itu---cahaya pucat muncul dari seluruh tubuh Kasumi yang kupeluk.

Dari bayangan Kasumi yang terpantul di lapangan,

"-----GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"

Biang keladi dari semua ini, <Penyihir Bayangan> muncul!

<Penyihir Bayangan> merentangkan kedua tangannya dan menerjang, mencoba menelan kami.

".....! Bell!"

"Baik. Yakou-sama, serahkan sisanya kepada saya!"

*Dug!* Diikuti suara tumpul, <Penyihir Bayangan> terhempas ke arah sebaliknya. Peluru sihir yang ditembakkan Bell, yang bersembunyi di balik net, mengenainya secara langsung.

Terbawa oleh momentum peluru sihir, <Penyihir Bayangan> terbang lurus ke belakang.

Dan di ujung lintasannya, Bell yang telah berpindah tempat dengan teleportasi, sudah menunggu dengan sapunya yang dipegang seperti sebuah tongkat pemukul,

"Sampaikan ke dunia penyihir. Ini dia, pukulan pertamaku-----!"

-----KRAK--------!

"---GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA………………!?"

<Penyihir Bayangan> yang terkena pukulan telak itu meledak, berubah menjadi bintang di langit malam dan menghilang.

Bell dengan santai melempar sapunya, membuat pose kemenangan.

Dia berjalan ke arahku dengan gaya keren, seolah-olah sedang mengelilingi berlian.

"Pemusnahan selesai. Yakou-sama, kerja bagus."

"Ah, ah... Kerja bagus..."

Jadi begini ya cara mengalahkan <Penyihir Bayangan>...

Yang sulit itu mengusirnya dari <Heroine>, setelahnya hanua seperti pertandingan hiburan saja...

"Hah!? Daripada itu Bell, Kasumi pingsan!"

"Tenang saja. Tidak apa-apa."

Bell meletakkan tangannya di dahi Kasumi dan mengangguk.

"Tubuhnya hanya terkejut dan tertidur karena pelepasan kekuatan sihir yang tiba-tiba. Dia tidak akan bangun sampai pagi, tapi tidak ada masalah dengan nyawanya. Semua <Heroine> yang diselamatkan akan mengalaminya."

"…Begitu. Itu benar-benar melegakan."

Dalam pelukanku, Kasumi tertidur lelap dengan tenang. Kini dia sudah baik-baik saja sekarang.

Sebagai buktinya, dia menggumamkan sesuatu dalam tidurnya dengan wajah rileks.

"Ehehehe... Yakou-kun, mari bekerja keras, dan membuat tim baseball dari anggota keluarga (anak), ya?"

"...Bodoh. Mimpi apa sih kau ini."

Mengelus kepala Kasumi, aku tak bisa menahan tawa getirku.

Selama itu, Bell hanya diam dan mengawasi, itu pasti bagian dari kebaikan hatinya.

"Yakou-sama... Sulit untuk mengatakannya, tapi ini sudah waktunya."

"Aku tahu. Kau akan menghapus ingatan Kasumi, kan?"

"...Mnn. Saya akan memanipulasi kesadarannya, bukan menghapus, tapi menggantinya."

Bohong kalau aku bilang tidak sedih.

Disaat yang sama, juga tidak ada rasa hampa. Meskipun tanpa balasan, dengan memberi, seseorang akan menerima.

"Aku baik-baik saja. Lakukanlah."

"Tidak. Sihir terakhir harus dilakukan oleh ksatria yang melindungi sang <Heroine>."

"Eh. Aku yang melakukan sihirnya?"

"Anda bisa menggunakannya karena sudah terikat kontrak. Lakukanlah seperti yang akan saya ajarkan."

Bell segera mengajariku caranya.

Itu memang tampak seperti ritual klasik dari seorang ksatria yang melindungi seorang <Heroine>.

Memang sedikit berlebihan dan memalukan, aku bahkan sempat berpikir apakah aku boleh melakukannya...

"...Yah, mungkin sedikit hak istimewa seperti ini masih bisa diterima."

Aku tersenyum kecut dan menarik napas dalam-dalam.

Lalu, dengan lembut, aku mencium bibir Kasumi yang sedang kupeluk.

"'Selamat malam, <Putri (Heroine)>. Semoga mimpimu indah.'"


TL/N: 

Ouh ya, lupa bilang. <Heroine> disini juga disebutkan sebagai <Putri> yak.

Terus, dalam beberapa situasi diatas, Kasumi pake honorifik yg berganti-gantian antara '-kun' dan '-san' buat manggil MC.


Saat aku merapalkan mantra, cahaya lembut menyelimuti Kasumi, membuatnya melayang perlahan.

Lalu, sapu Bell yang terbang dari langit malam, menopang punggungnya.

"Dengan ini tugasku selesai, kan?"

"Ya. Penyelamatan selesai. Apakah dia benar-benar bisa pulih setelah ini, tergantung pada usaha Kasumi sendiri."

"Tentu saja dia akan baik-baik saja."

---Aku yakin dia pasti akan bangkit kembali.

Seseorang yang membuat semua orang tanpa syarat menaruh harapan padanya.

Dengan penuh kasih sayang dan rasa hormat, orang-orang pasti akan memanggilnya seperti ini.

"---Karena, dia itu seorang jenius!"


Pada jam istirahat siang itu, Fujikawa Kasumi sedang dilanda kebimbangan di bangku pemain di lapangan.

Waktu pertandingan penting sudah semakin dekat. Namun, ia sama sekali belum memutuskan strategi apa yang akan digunakan.

"Uuu...!? Gawat...! Otakku tak berfungsi, kepalaku rasanya mau pecah...!"

Kasumi, yang tidak terbiasa berpikir keras, kini malah terjebak dalam kebingungan.

Padahal, ini adalah kali pertama baginya menghadapi situasi seperti ini. Namun entah kenapa, saat berada di sini, muncul perasaan nostalgia yang tidak masuk akal.

Dan kemudian, dadanya terasa sedikit sesak. Mengapa hal itu bisa terjadi...?

"-----Kasumi-senpai. Apa yang sedang kamu risaukan?"

Saat Kasumi memegang kepalanya, sebuah bayangan besar muncul menutupi dirinya.

Dalam seragam baseball, itu adalah juniornya yang garang, Yoshikawa Hanaki, yang sedang mengernyitkan alisnya.

"Apa kamu sedang memikirkan susunan lemparan untuk pertandingan? Kalau iya, apapun yang kamu pilih sekarang hasilnya akan sama saja."

Dengan tongkat pemukul yang disandangnya, dia menunjuk ke sekeliling lapangan.

Baik lapangan dalam maupun luar dipenuhi penonton yang tidak henti-hentinya memperhatikan Kasumi dan timnya.

"Yang akan menang adalah aku. Dan aku akan menunjukkan hal itu kepada semua orang yang ada di sini!"

"…Ah, ya."

Kasumi mengumpulkan semua orang untuk pertandingan ulang demi memulai langkah baru.

Ia benar-benar berterima kasih kepada Hanaki yang dengan senang hati menerima tantangan itu, meskipun sikap arogannya sedikit menyebalkan.

"Tapi, aku sekarang, sebenarnya bukan sedang memikirkan pertandingan atau apa..."

"Hah!?"

"Maksudku, saat ini itu bukan prioritas, atau lebih tepatnya... ada hal lain yang lebih penting."

"Ada hal lain yang lebih penting!? Itu tak masuk akal!"

Hanaki tersentak, seakan baru saja terkena pukulan keras.

Benar juga. Kalau sudah begini, memang lebih baik kalau Kasumi jujur saja.

"Dengar, Hanaki. Bisakah kau memberiku sedikit saran...?"

"Eh!? Kasumi-senpai meminta nasihat kepada kouhai-nya!?"

"Aku tak punya pilihan lain, kan? ...Menyebalkan sih, tapi aku masih belum berpengalaman. Aku akan melakukan apa saja."

Hanaki yang biasanya tanpa ekspresi, kini gemetar membuka mulutnya.

Melihat itu, Kasumi jadi sedikit sadar bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya selama ini, dan itu terasa menyakitkan.

Namun, ia tahu bahwa ia harus perlahan-lahan berubah.

"Jadi, apa masalahnya?"

"Umm... Jadi begini... sebenarnya... uh, ah, emn..."

"Apa-apaan itu! Cepat katakan saja!"

Tak ada pilihan lain. Dia harus mengatakannya!

"Ada seseorang yang entah kenapa terus membuatku penasaran... Bagaimana caranya agar aku bisa lebih akrab dengannya di masa depan?"

"Mana kutahu-----!"

Hanaki melemparkan topinya ke tanah.

Wajahnya memerah seperti air yang hampir mendidih.

"Pasti orang berkacamata yang kamu bawa tadi, kan!? Membawa laki-laki yang tidak ada hubungannya dengan pertandingan sakral ini... Kamu meremehkan kami!?"

"Ugh... Dia tidak sepenuhnya tak terkait, kok..."

Kami pernah bertemu sekali, waktu dia mengambilkan bola untukku, Bahkan sebelum Kasumi bisa memberikan alasan itu, Hanaki sudah menatapnya tajam.

"Tak bisa dimaafkan. Ini sebabnya aku benci orang jenius sepertimu, Senpai!"

"...Hah? Aku... jenius?"

"Tentu saja! Kau itu seperti monster, hebat bermain baseball, populer, dan juga cantik. Orang biasa sepertiku harus mengerahkan seluruh tenaga cuman untuk baseball, tapi kamu malah memikirkan soal laki-laki juga...!"

Hanaki menunjuk Kasumi dengan tongkat pemukulnya.

"Aku pasti akan mengalahkanmu... Dan Senpai, semoga kamu ditolak saja sama laki-laki itu!"

Dengan bahu gemetar penuh amarah, ia berjalan dengan langkah berat menuju batter box.

Kasumi, yang tadi melihatnya seperti raja iblis, kini mendadak melihat Hanaki sebagai junior yang sangat menggemaskan.

Setelah latihan hari ini selesai, mungkin aku akan mengajaknya makan bersama, pikir Kasumi.

"...Ternyata begitu."

-----Semua orang, dengan caranya masing-masing, selalu melihat 'jenius' dalam diri seseorang.

Padahal, hal seperti itu sebenarnya hanya sekadar kata-kata saja.

"Baiklah. Ayo mulai... Dia sudah menunggu."

Pada akhirnya, meskipun dia kebingungan, tidak ada gunanya bagi orang bodoh seperti dirinya untuk terlalu memikirkannya. Seperti biasa, dia hanya bisa bertindak langsung, mengikuti apa kata hatinya.

"-----Yakou-san, Yakou-saan, Yakou-saaaaaan!"

Dengan sarung tangan di tangan, Kasumi berlari menuju mound pitcher.

Pria yang telah mengenakan perlengkapan catcher itu, menyambutnya dengan senyum lembut.

"Sudah selesai bicaranya?"

"Iya! ...Um, terima kasih. Sudah mau jadi catcher-ku secara tiba-tiba."

"Tidak masalah. Tapi, seandainya aku menolak, apa yang akan kau lakukan?"

"Kamu tidak akan menolak. Yakou-san pasti tidak akan menolaknya."

Dia tak tahu kenapa bisa berkata begitu. Tapi hatinya mengatakan demikian.

"Kalau itu Yakou-san, aku merasa kamu pasti mau menerimanya."

"...Firasatmu bagus. Kau benar."

"Ehehe. Apa kamu percaya diri dengan kemampuan baseball-mu?"

"Fuh. Aku cuman tahu aturannya."

"Kamu pernah bermain?"

"Aku bahkan belum pernah memegang tongkat pemukul. Tapi, kurasa aku bisa melakukannya."

Yakou-san tersenyum.

"──Karena kau ini jenius, kan?"

"...Ya!"

"Baiklah. Kalau begitu, mari kita mulai. Tidak perlu tanda, kan?"

"Ya. Semua yang akan aku lempar adalah fastball dengan seluruh jiwa dan ragaku. Bahkan jika aku mati karenanya, aku takkan menyesal!"

Saat Kasumi menyatakan hal itu dengan tegas, dia tersenyum lebar, terlihat sangat-sangat bahagia.

Seolah menyerahkan harta yang berharga, dia mempercayakan bola itu padanya.

"-----Berjuanglah. Aku suka bola yang kau lempar, Kasumi!"

Dia membalikkan badan, berjalan menjauh dari mound pitcher.

Kasumi meletakkan tangan di dada kirinya.

Seiring dengan detak jantungnya yang bergemuruh, air mata yang entah dari mana asalnya mulai mengalir.

"Aku pasti menang."

Ia menghapus air matanya dengan lengan baju, menggenggam bola, dan menatap lurus ke depan.

Apa yang dihantarkan hatinya melalui aliran darah bukan hanya harapan, tetapi juga ketakutan.

Ketakutan itu datang tanpa pandang bulu.

Ia takut untuk melempar. Ia takut bola itu akan dipukul.

Ia takut pada kemungkinan hancur dan gagal setelah berusaha. Ketakutan itu sangat menakutkan hingga membuat tubuhnya gemetar.

"-----Ayo! Kalau bisa, pukul bolanya!"

Namun, meski begitu, ia tetap akan melempar dengan senyuman sampai akhir hayatnya.

Walaupun hancur berkeping-keping, ia akan mengumpulkannya lagi dan bangkit berkali-kali.

Selama ada seseorang yang mau menerima bola yang dilemparkannya, dan selama dirinya masih begitu mencintai melempar bola, bola dari Fujikawa Kasumi tidak akan pernah mati!

"-----Play ball!"

Pertandingan dimulai.

Dengan seorang pitcher, yang bangkit kembali dan lemparan pertama yang akhirnya-----Dilemparkan!


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close