NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Anokoro ii Kanjidatta Joshi-tachi to Onaji Kurasu ni Narimashita Jilid 1 Epilog

 


EPILOG

"Heh~, jadi beneran bisa jadian, ya! Yoshiki, lo gila juga, gue jadi lihat lo dengan cara berbeda!"

"Iya, gila banget, kan!"

Aku menjawab dengan penuh semangat.

Malam setelah aku berhasil menyatakan perasaanku, aku menelepon Yuzuha.

Awalnya, aku berniat memberi tahu dia secara langsung pada hari Senin besok, tapi dia terus-menerus mengirimi pesan mendesakku untuk segera melaporkan hasilnya. Tapi sekarang, aku merasa bersyukur telah memberi tahu lebih cepat karena Yuzuha tampak benar-benar senang untukku.

"Ya~ namanya juga teman gue. Udah sewajarnya lo melakukan hal kayak gini, tahu!"

"Jangan sok ngomong gitu! Awalnya kan gara-gara akting jelek lo, semuanya hampir gagal!"

"Fufufu~ Lo tidak ngerti juga ya, Yoshiki."

"Hah?"

"Lo pernah kepikiran gak, kalau semua ini cuma kebetulan yang terjadi satu demi satu?"

Pertanyaannya membuatku berpikir.

Waktu, cuaca, dan terutama kondisi hati Hanazono—kalau saja dia dalam suasana hati seburuk Yuzuha di pagi hari, mungkin semuanya tidak akan berjalan seperti ini.

Ditambah lagi, kencanku dengan Remi juga punya pengaruh besar.

Keberanian yang kudapat pada hari itu, mungkin karena kondisiku juga sedang dalam keadaan terbaik.

"Iya, sih. Sekarang kalau dipikir-pikir, gue emang banyak beruntung juga."

"Nah, kalau begitu, lo tidak kepikiran kalau akting gue yang katanya 'jelek' itu juga bagian penting dari semua ini?"

"…Iya juga, ya?"

"Ini dia, Nice Recovery! Yoshiki Ryouta yang takluk di bawah lidah ajaib gue!"

"Jangan nyimpulin dengan cara aneh gitu!?"

Saat aku menyela, Yuzuha tertawa terbahak-bahak.

Memang benar, dia banyak membantuku kali ini juga. Kalau dipikir-pikir, memberi tahunya tentang hasil ini memang sudah jadi kewajibanku.

Saat aku sedang merenung, tiba-tiba suara Yuzuha berubah menjadi lebih lembut.

"Yoshiki."

"…Apa?"

Dari ujung telepon, aku bisa mendengar dia menarik napas dalam.

"…Selamat, ya."

"…Iya. Makasih buat semuanya."

Aku mengucapkan terima kasih, lalu menutup telepon.

Di layar ponselku, sebuah pesan baru dari Hanazono muncul.

Yuuka: 'Sampai besok. Ketemu di sekolah, ya.'

Aku tidak bisa melihat wajahnya dari pesan ini.

Seperti apa ekspresinya saat ini?

Dengan pakaian apa, dan dalam posisi seperti apa dia sedang menulis ini?

── Hari-hari baru akan segera dimulai.

Dengan hati yang berdebar, aku mengarahkan pandanganku ke luar jendela.

Di langit malam yang gelap, sebagian besar bintang tertutup oleh cahaya lampu jalan.

Tapi di antara mereka, ada beberapa yang tetap bersinar dengan jelas.

Mungkin, cinta juga seperti itu—mencari dan menemukan cahaya yang bersinar di antara kegelapan.

…Semoga malam ini cepat berlalu.

Sudah lama aku tidak berharap seperti ini.

***

Di bawah langit yang mendung.

Di atap sekolah, dua bayangan tampak melayang perlahan tertiup angin.

Remi Nikaido dan Yuuka Hanazono.

Keduanya adalah gadis cantik dari kelas 1-2 SMA Nishidai Kita, yang sering disebut sebagai kebanggaan kelas.

Biasanya, mereka hampir tidak pernah berinteraksi. Namun, hari ini, mereka duduk berdampingan di atap yang sepi, tanpa membawa barang apa pun. Seakan tempat ini dipilih semata-mata untuk menghindari pandangan orang lain.

"Boleh aku tanya sesuatu?"

Saat Remi membuka pembicaraan, Yuuka sedikit membuka mulutnya.

"Kenapa kamu mau berpacaran dengan Ryouta?"

Mendengar pertanyaan itu, Yuuka menjawab dengan suara pelan.

"Karena dia bilang… kalau aku tidak mau menunjukkan sisi diriku yang tidak ingin diperlihatkan, aku boleh menyimpannya sendiri selamanya."

"Oh… itu kata-kata dari Ryouta?"



Nada Remi terdengar sedikit terkesan.

Dia terkejut mendengar bahwa sahabat masa kecilnya, yang dulu begitu ia kenal, kini telah tumbuh dewasa tanpa ia sadari.

Remi teringat bagaimana dirinya sendiri telah berubah, dan bagaimana hal itu membuat sahabat kecilnya terlihat sedikit kesepian.

Kini, dia merasa seperti bisa memahami sedikit perasaan Ryouta.

"Jadi kamu juga punya sisi yang tidak mau diperlihatkan?"

"Tentu saja. Banyak sekali. Tergantung pada orangnya, ada bagian dari diri kita yang tidak ingin kita tunjukkan."

"Boleh aku tahu apa itu?"

"Kenapa? Dengan alur pembicaraan seperti ini, rasanya aneh kalau aku malah memberitahumu, kan?"

Nada Yuuka terdengar sedikit waspada.

Namun, Remi tampak sudah terbiasa dengan reaksi semacam itu. Dia hanya mengangkat bahunya dengan santai.

"Aku cuma khawatir kalau dia bakal menyusahkanmu nantinya."

Sebaliknya, Yuuka tetap mempertahankan senyum lembutnya.

Mereka berdua tidak saling menatap.

Seakan-akan, jika tatapan mereka bertemu, sesuatu akan terjadi.

Yuuka kemudian mengarahkan pandangannya ke anting yang dikenakan Remi.

"Anting itu… kebetulan sama dengan milik dia, ya?"

"Hah?"

"Mungkin dia cuma lupa. Aku pernah lihat sesuatu yang mirip di rumahnya."

Kali ini, giliran Remi yang mengernyitkan alisnya.

"Lalu kenapa? Aku tidak akan bilang apa-apa soal hubungan kalian, karena itu pilihanmu. Tapi—"

"Bukan cuma tidak bisa bilang apa-apa. Aku juga tidak akan membiarkanmu berkata apa pun."

Yuuka bangkit berdiri, mengakhiri pembicaraan begitu saja.

Seakan tidak ingin memberi ruang untuk perlawanan.

Seakan ingin menegaskan bahwa kendali ada di tangannya.

"Karena Yoshiki-kun adalah pacarku."

Yuuka tersenyum.

Namun, di mata Remi, dia sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang bisa dipercaya.


 Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0
close