Edisi Ebook - Cerita Pendek Eksklusif
Akhir dari Pertengkaran Kakak-Adik
── Empat hari festival budaya telah berakhir, dan kehidupan sekolah pun kembali seperti biasa.
Sebagai kompensasi, mereka mendapat satu hari libur pengganti.
Sambil melipat pakaian yang baru dicuci, Kai berbicara kepada Sotomichi yang sedang tiduran di sofa.
"…Hei, Koa."
"Ada apa~?"
Hari ini pun, seperti biasa, adik perempuan ‘di atas kertas’ itu multitasking dalam kehancuran: bermain game, mengutak-atik ponsel, makan keripik kentang, dan menonton film di TV lewat layanan streaming, semuanya dilakukan dengan lihai secara bersamaan.
"…Aku kan udah bilang, jangan campur pakaian dalammu sama cucian punyaku."
"Onii-sama mesum. Onii-sama cabul. Onii-sama aneh. Itu pelecehan, tahu."
"Aku yang dilecehkan di sini?"
Satu helaan napas. Kai memilah pakaian itu agar yang bukan miliknya tidak masuk dalam pandangan, lalu melipat hanya miliknya sendiri.
"Aku taruh di sini, jadi lipat sendiri dan beresin ke tempatmu, ya."
Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya efek suara dari game, suara film, serta bunyi keripik kentang dikunyah, menggantikan keheningan.
Biasanya, di momen seperti ini, Kai akan menegur agar adiknya menjawab. Namun, ada sesuatu yang menahannya.
(Rasanya… canggung.)
Bukan karena pakaian dalam tadi.
Sejak kejadian di festival budaya dan perbincangan mereka, hubungan dengan adik perempuannya terasa sedikit kikuk.
Keheningan terus berlanjut. Kai menatap punggung kecilnya yang berbalut pakaian santai selama beberapa detik, lalu akhirnya memutuskan sesuatu.
"Hei, Koa."
"…Apa."
"Mau jalan bareng sebentar?"
"Eh?"
── Beberapa puluh menit kemudian.
Bersama Sotomichi yang hanya mengenakan kaos rumahan dan celana pendek, Kai tiba di sebuah taman besar satu stasiun dari rumah mereka.
"Wah, meriah juga, ya."
Dengan suara datar seolah tanpa minat, Sotomichi berkomentar.
Di taman itu, sedang berlangsung festival kuliner B-grade dari berbagai daerah di seluruh negeri. Beragam stan menjajakan makanan khas daerah masing-masing.
"Jarang-jarang, ya. Onii-sama ngajak aku keluar."
"Ya, sesekali nggak apa-apa, kan? Aku juga penasaran sih."
"Gitu ya."
Kai membeli seporsi yakisoba khas daerah yang penuh dengan telur mata sapi dan jahe merah.
Lalu, mereka berbagi sepiring dengan masing-masing sepasang sumpit.
"Panas… Rasanya lumayan. Aku lebih suka yang sausnya lebih kental sih."
"Menurutku enak. Aku suka rasa kayak gini."
Setelah selesai makan, Kai tanpa pikir panjang mengambil tisu basah yang diberikan bersama yakisoba dan menghapus remah ganggang hijau di sudut bibir Sotomichi. Gadis itu menyipitkan mata, tampak geli.
"Hei, ada yang mau kau coba lagi? Itu, misalnya yang di stan teppanyaki sana──"
"Onii-sama."
"Hm? Jangan-jangan… kau nggak enak badan? Kalau gitu duduk dulu di bangku──"
"Onii-sama sedang bersikap baik padaku, ya?"
Mata hitam itu menatap Kai dari bawah.
"Onii-sama… takut padaku?"
Kai tercekat, lalu ragu-ragu sebelum akhirnya menjawab.
"…Yah, gimana ya."
Begitu berkata jujur, Sotomichi menunduk dengan ekspresi bersalah.
"…Maaf, ya. Waktu itu, aku bikin Onii-sama takut."
Suara gadis itu terdengar lebih lemah dari yang pernah Kai dengar sebelumnya.
"Terima kasih, ya… Hari ini. Walaupun aku sempat bertindak seperti itu, aku benar-benar ingin tetap menjadi keluargamu."
Jadi…
"Bolehkah kita berdamai?"
Saat itu, barulah Kai menyadari ketakutan yang tersembunyi dalam mata hitam yang bergetar itu.
Ternyata, bukan hanya dirinya yang merasa canggung.
Setelah membeli beberapa makanan lagi dan berbagi, mereka pulang saat jam sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Di perjalanan pulang, Sotomichi sudah kembali ke sikap biasanya.
"Fuuuh~ Jalan-jalan itu melelahkan. Onii-sama, ambilin cola dong, cola!"
Merasa lega, tapi Kai tetap ingin menegaskan sesuatu.
"Hei, Koa."
"Apa?"
"Cuci tangan, kumur-kumur, terus lipat pakaian yang tadi kamu biarkan berantakan. Baru boleh minum cola."
Saat itu, pipi Sotomichi sedikit memerah.
Lalu, dengan senyum jahil, dia berkata,
"Onii-sama aja yang lipatin ya♡."
Previous Chapter | ToC |
Post a Comment