NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Zense Fujimi no Maou Nitotte Death Game ha Nurusugiru V1 Chapter 4

Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty 


Chapter 4

Permainan Kedua Dimulai


1


"Jadi, pihak penyelenggara melihat bagaimana aku mengacaukan permainan sebelumnya dan sekarang mereka mengawasi aku?"


"Bisa dibilang begitu..."


"Seperti yang diduga, mereka tidak sebodoh itu."


"Mereka sudah mengambil langkah untuk mengantisipasi. Tapi, bagaimana sekarang?"


Aoma menyentuh dagunya, berpikir sejenak.


"Ada daftar peserta yang akan ikut?"


"Ada."


Sebuah daftar dikirim ke ponselnya. Di dalamnya tertera nama peserta, profil singkat, dan tempat tinggal mereka.


Saat menemukan nama Nanaka di daftar itu, Aoma merasa sedih. Namun, kenyataannya, Nanaka sangat membutuhkan uang hingga rela ikut dalam permainan maut ini.


Aoma ingin menghentikannya, tetapi ia tidak bisa memaksanya.


"...Baiklah, aku akan memilih pria ini."


"Maksudnya?"


"Kita akan mengambil undangan darinya."


Satu jam kemudian—


Aoma dan Yuri berdiri di depan sebuah apartemen di area perumahan.


Itu adalah apartemen kecil berlantai dua dengan enam unit kamar, semuanya tipe satu kamar yang cocok untuk mahasiswa yang tinggal sendiri.


"Unit 201 di apartemen ini," ujar Yuri.


Peserta yang ditargetkan bernama Honda Shunichi, seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang tinggal di kota yang sama dengan Aoma.


Hari itu hari Sabtu siang, dan ia tampaknya ada di rumah.


"Sepertinya dia masih tidur. Sepertinya tipe yang tidur sampai siang saat libur."


Di tangan Yuri ada sebuah bola kristal yang memperlihatkan isi kamar.


Melalui tikus familiarnya yang masuk ke dalam, ia bisa melihat ruangan itu.


Penghuninya sedang tertidur di ranjang, sementara kamarnya cukup berantakan. Di atas meja bundar di lantai, ada sampah bekas bento dari minimarket yang tampaknya dimakan kemarin.


"Ayo masuk."


Aoma dan Yuri menaiki tangga luar dan berhenti di depan kamar 201.


Pintunya terkunci, tetapi bagi mereka, kunci seperti ini bukanlah masalah.


Dengan sihir ‘Unlocking’, mereka dengan mudah membukanya.


Saat masuk, tikus familiar Yuri sudah menemukan undangan dan menggigitnya.


Aoma mengambil undangan itu, lalu mengelus kepala tikus itu, yang tampak senang dan mendekat padanya.


Aoma kemudian meletakkan tangannya di dahi mahasiswa yang tertidur.


Sebuah lingkaran sihir muncul, mengaktifkan sihir oblivion(Lupa). Dengan ini, ingatan pria itu tentang Death Game pun terhapus.


Persiapan pun selesai.


Death Game berikutnya akan diadakan keesokan harinya, Minggu malam.


Waktu berkumpul ditetapkan pukul 18:00, di jalan sepi di area perumahan.


Karena masih bulan Mei, matahari belum sepenuhnya terbenam, menciptakan suasana senja yang berada di antara cahaya sore dan gelap malam—sebuah pemandangan yang terasa menyeramkan bagi manusia.


Namun,


"Malam yang bagus."


Bagi Aoma, mantan iblis, pemandangan ini justru terasa nyaman.


"Benar sekali. Malam yang sangat cocok untuk 'Raja Abadi'," kata Yuri sambil tersenyum.


"Raja Abadi" adalah salah satu nama yang ia gunakan di dunia lain.


Manusia seringkali takut menyebut nama aslinya, Gent, sehingga mereka menggunakan nama lain untuk memanggilnya.


"Hati-hati di sana."


"Jangan khawatir. 'Raja Abadi' tidak akan mati."


"Itu benar. Maaf atas kekhawatiranku."


Balas Yuri dengan tawa kecil sebelum menghilang.


Saat waktu berkumpul tiba, sebuah van hitam berhenti di jalan.


Tanpa menimbulkan kecurigaan, Aoma naik ke kursi belakang.


—Dari sudut pandang staf, Aoma tidak terlihat sebagai dirinya sendiri, Shiranami Aoma.


Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai mahasiswa bernama Honda Shunichi, berkat kekuatan Ilusi.


Di dalam mobil, gas berisi obat tidur mulai menyebar, dan Aoma pun terlelap.



Di dalam ruangan yang remang-remang, ada seseorang yang mengenakan pakaian serba hitam.


Wajahnya tertutupi topeng putih, dan karena pakaiannya besar dan longgar, jenis kelaminnya tidak bisa diketahui.


Orang itu duduk di kursi, menatap monitor di depannya.

Ia adalah Game Master dari Death Game ini.


Meski tampak percaya diri, kali ini ia merasa tegang.


Permainan sebelumnya gagal, membuat para VIP yang menyaksikan merasa tidak senang.


Namun, setidaknya para VIP itu berhasil melarikan diri tanpa tertangkap polisi, sehingga situasi terburuk bisa dihindari.

Kini, mereka bisa kembali mengadakan permainan ini.


Meski begitu, para penonton tidak peduli dengan keberuntungan kecil semacam itu.


Dalam permainan kali ini, perlu ada kompensasi. Game Master ingin menghibur para VIP, membuat mereka bertaruh besar, dan memastikan kesuksesan acara ini.


(Sekarang, permainan apa yang harus dimainkan oleh para peserta...?)


Game Master menampilkan daftar permainan di layar dan meneliti pilihannya. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan bahwa cara terbaik adalah melihat langsung wajah para peserta. Ia menampilkan kondisi ruang tunggu di layar.


Sepuluh peserta telah dikumpulkan di sebuah ruangan bergaya Eropa yang berkesan seperti dongeng. Kebanyakan dari mereka berusia sekitar dua puluhan, beberapa berusia di atas tiga puluh, dan ada dua remaja.


Tanpa sadar, Game Master mencari keberadaan Shiranami Aoma di antara para peserta. Ia sudah memastikan bahwa Aoma ada dalam daftar hitam dan memerintahkan boneka gothic lolita untuk melarangnya masuk ke arena permainan. Namun, trauma dari permainan sebelumnya membuatnya tetap waspada.


Beruntung, Aoma tidak terlihat di sana.


Game Master merasa lega dan kembali memilih permainan.


Sempat terlintas untuk menggunakan permainan "Daruma-san ga Koronda" sebagai bentuk balas dendam dari kegagalan sebelumnya. Namun, ia segera membuang ide itu. Meskipun permainan itu menarik, terlalu dasar, dan tidak akan cukup memuaskan VIP yang sudah haus akan darah setelah kegagalan sebelumnya.


Para VIP ingin melihat peserta saling mencurigai, panik, mati mengenaskan, serta mengalami pengkhianatan dan konflik. Mereka bertaruh uang dalam jumlah besar dan mendambakan permainan yang sulit ditebak.


Game Master menemukan permainan yang tepat untuk membuat mereka benar-benar terhibur.



"Selamat pagi."


Aoma terbangun di lantai ruang tunggu dan langsung melihat wajah seorang gadis gyaru yang sudah dikenalnya.


"Kamu tidur nyenyak sekali, ya? Apa efek obatnya terlalu kuat?"


"Aku cuma kurang tidur."


Berkat efek ilusi, gadis bernama Okishima Nanaka itu melihat Aoma sebagai Honda Shunichi. Meskipun berbicara dengan akrab, ada jarak dalam interaksi mereka, yang wajar karena ini adalah "pertemuan pertama."


"Aku Okishima Nanaka. Kamu siapa?"


"Honda Shunichi."


"Senang kenal, Honda-kun!"


Meskipun Honda adalah mahasiswa dan secara tampilan lebih tua dari Nanaka, gadis itu tetap berbicara santai tanpa ragu.


Tiba-tiba, terdengar suara statis dari speaker di ruangan, membuat Aoma dan Nanaka menghentikan percakapan mereka.


《Sepertinya semua peserta sudah berkumpul, ya. Halo semuanya, perkenalkan, aku Game Master untuk permainan kali ini~》


Sosok misterius berpakaian serba hitam dengan topeng putih muncul di layar, suaranya telah diubah sehingga tidak bisa dikenali sebagai pria atau wanita.


Setelah memberikan penjelasan standar seperti di permainan sebelumnya dan mengumumkan jumlah uang yang bisa diperoleh, para peserta dipandu keluar ruangan oleh staf.


Mereka dibawa ke ruangan berbentuk kubah, seukuran aula olahraga sekolah. Lantainya menyerupai tanah retak di padang tandus, sementara langit-langitnya dihiasi lukisan langit berawan. Dengan dinding yang menggambarkan lanskap serupa, ruangan ini terlihat seperti gurun luas.


《Jika kalian bisa bertahan hidup di tempat ini selama satu jam, kalian akan memenangkan permainan! Tidak ada aturan lain, kalian hanya perlu bertahan hidup!》


Beberapa peserta bergumam, mengira ini akan menjadi tantangan yang mudah.


"Tidak akan semudah itu," ujar Nanaka dengan santai, meskipun ekspresinya tetap serius.


Sebagai seseorang yang pernah mengalami death game, ia tahu bahwa tidak ada permainan yang benar-benar sederhana.


Tiba-tiba, simbol sihir muncul di lantai, dan sebuah boneka staf bergaya gothic lolita muncul.


Pada saat yang sama, terdengar suara gemuruh dari langit.


Lalu, dalam sekejap—


Brrttt!


Petir biru menyambar dari langit, tepat mengenai boneka gothic lolita.


Tubuh boneka itu terlempar ke lantai, hangus terbakar, dengan sisa listrik yang masih menyambar-nyambar.


Ruangan langsung menjadi sunyi.


《Seperti yang kalian lihat, sambaran petir bisa terjadi kapan saja di ruangan ini. Frekuensinya acak. Titik jatuhnya juga acak. Jika terkena langsung, kemungkinan besar kalian akan mati, tapi kalau hanya sedikit tersambar, mungkin masih bisa selamat~》


Nada suara Game Master terdengar penuh kesenangan.


《Permainan ini bernama "Kemurkaan Zeus." Berusahalah agar tidak terkena murka sang dewa!》


Zeus, dewa dalam mitologi yang dikenal karena senjata petirnya. Meskipun berasal dari dunia lain, Game Master cukup rajin mempelajari budaya dunia ini demi meningkatkan keseruan pertunjukan.


Namun, itu bukan masalah utama saat ini.


Para peserta mulai panik. Sebagian besar baru menyadari bahwa ini adalah death game, dan kepanikan mereka bisa dimaklumi.


《Oh, satu lagi. Setiap sepuluh menit sekali, arena akan menyusut, jadi hati-hati, ya! Tempat bersembunyi akan semakin sedikit~》


Pernyataan itu menambah ketakutan para peserta. Beberapa bahkan tampak siap menangis. Sekitar setengah dari mereka sepertinya mulai menyesali keputusan mereka untuk ikut serta.


《Ah, hampir lupa. Jika hanya ada satu peserta yang bertahan hingga akhir, itu juga dihitung sebagai kemenangan!》


Atmosfer di ruangan berubah. Beberapa orang mulai berpikir keras, jelas sedang mencari strategi untuk bertahan hidup.


Aoma memahami situasinya.


Secara teori, semua peserta bisa menang jika berhasil bertahan selama satu jam. Namun, melihat tantangan yang dihadapi, sebagian besar merasa tidak mungkin bertahan hidup selama itu. Itulah sebabnya kepanikan langsung melanda mereka.


Namun, jika kemenangan juga bisa diraih dengan menjadi orang terakhir yang bertahan, maka situasinya berubah. Syarat kemenangan dalam permainan ini berubah dari sekadar bertahan selama satu jam menjadi bertahan sebagai orang terakhir. Jika semua orang selain diri sendiri mati, maka permainan akan selesai.


《Hadiah uang akan dibagi rata di antara mereka yang bertahan hidup. Jika hanya ada satu orang yang selamat, maka seluruh hadiah menjadi miliknya! Betapa menggiurkan!》


Secara teori, jika semua peserta bekerja sama, semua bisa menang, yang berarti keuntungan maksimal bagi semua. Namun, secara individu, keuntungan terbesar justru didapat jika semua orang lain mati. Ini menciptakan situasi dilema.


Apakah pemain di sebelah kita akan bekerja sama atau malah menjatuhkan kita? Ini adalah tipe permainan yang mudah membuat orang jatuh ke dalam kecurigaan.


Para peserta kini tidak lagi dalam keadaan panik. Lapangan permainan kini dipenuhi oleh keinginan gelap mereka.


"Nama keseluruhan pertunjukan ini adalah ‘Pemupuk Kebencian’… Betapa cocoknya."


Aoma bergumam sendiri.


Secara lisan, dia tampak terkesan, tetapi ekspresinya menunjukkan kemarahan.


Orang-orang yang seharusnya bisa hidup damai kini dipaksa untuk saling membenci. Aoma diam-diam membara dengan kemarahan terhadap para penyelenggara death game ini.


2


《Baiklah, semuanya! Saatnya bertaruh!》


Saat Game Master berbicara dari layar, para VIP mulai berisik, menilai setiap peserta.


Masing-masing dari sepuluh peserta diberi nomor, dan para VIP bertaruh siapa yang akan bertahan atau mati.


"Siapa yang harus kupilih untuk bertahan…?"


"Aku akan memilih nomor satu. Awalnya dia tampak ketakutan, tetapi begitu mendengar aturan bahwa kemenangan diraih dengan menjadi orang terakhir yang hidup, ekspresinya langsung berubah. Tipe seperti itu pasti akan menjatuhkan orang lain demi bertahan hidup."


Mereka menonton reaksi peserta sebelum permainan dimulai dan mendiskusikan strategi taruhan mereka dengan antusias.


"Aku akan bertaruh pada nomor tujuh. Ini permainan yang membutuhkan kemampuan fisik, jadi pria seusia mahasiswa mungkin lebih unggul."


Nomor tujuh adalah Honda Shunichi, seorang mahasiswa.


"Eh, tunggu… semua orang bertaruh pada dia untuk bertahan hidup? Kalau begini, menang pun hadiahnya kecil!"


"Kalau begitu, aku akan bertaruh pada kematian nomor tujuh."


"Oh, berani sekali!"


"Inilah serunya bertaruh! Sensasi yang mendebarkan!"


Game Master tersenyum puas. Semakin seru sesi taruhan, semakin menjanjikan pertunjukan ini. Dengan antusiasme seperti ini, acara ini pasti sukses. Game Master merasa lega.



"Ngeri banget… gimana nih?"


Nanaka berbicara dengan nada yang bisa dianggap sebagai gumaman untuk dirinya sendiri atau berbicara kepada Aoma.


"Jika kita bisa bertahan selama satu jam, maka kita menang… Tapi kalau tersambar petir, apa kita bisa lari?"


Meskipun Nanaka tampak cemas, di awal permainan ini seharusnya belum terlalu berbahaya, pikir Aoma. Jika petir langsung menargetkan peserta dengan akurasi tinggi, maka permainan akan selesai dalam sekejap.


Namun, jika petir jatuh sepenuhnya secara acak, maka tidak ada yang akan mati, dan penonton akan kehilangan ketertarikan.


Kemungkinan besar, petir akan jatuh secara acak sebagai aturan dasar, tetapi dalam situasi tertentu, petir mungkin akan menargetkan peserta secara spesifik, atau jumlah petir yang jatuh mungkin akan meningkat seiring berjalannya waktu.


Aoma merenung.


Jika hanya bertahan hidup, itu mudah baginya. Meskipun terkena petir, dia hanya perlu beregenerasi. Yang menjadi masalah adalah memastikan Nanaka dan peserta lain tetap hidup.


Tetapi itu pun tidak sulit. Dia hanya perlu membuat penghalang ‘Anti-Magic’ di atas mereka untuk menetralkan semua petir. Dengan begitu, semua bisa bertahan selama satu jam, dan permainan pun berakhir dengan kemenangan semua peserta.


Namun, sekadar menyelesaikan permainan terasa kurang memuaskan. Jika dia terlalu terang-terangan meniadakan petir, penyelenggara mungkin akan curiga dan menghentikan permainan.


Tujuannya di sini adalah mengumpulkan informasi. Jadi, sambil memenangkan permainan, dia juga harus menyelidiki death game ini lebih lanjut.


Untuk itu…


"Aku sudah punya rencana."


"Oh! Honda-kun, gimana strateginya?"


Nanaka bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.


"Saat petir mulai jatuh, perhatikan baik-baik di mana petir menyambar. Lalu, seiring berjalannya permainan, beri tahu peserta lain tentang pola itu secara tidak langsung."


"Eh? Maksudnya?"


"Kamu akan mengerti nanti. Aku tidak bisa bicara lebih banyak. Game Master dan VIP sedang memantau kita. Yang jelas, kalau kamu mengikuti rencana ini, kamu tidak akan mati."


"……"


"Kamu tidak percaya?"


"Ya, wajar saja sih~. Siapa tahu kamu hanya menjebakku."


Karena dia belum mengungkapkan identitasnya sebagai Aoma, wajar saja jika Nanaka meragukannya.


"Ya sudah, aku akan mempertimbangkannya."


Nanaka tersenyum.


──Tidak masalah. Ini sudah sesuai rencana.


Bahkan jika dia belum percaya, selama dia menyimpan informasi ini di pikirannya, itu sudah cukup.


Begitu Aoma mulai bergerak, situasi akan memaksa mereka mengikuti rencananya tanpa pilihan lain.


Game Master mengawasi arena permainan dan ruang VIP melalui layar.


Segera setelah permainan dimulai, para peserta menyebar ke seluruh arena.


Mereka secara alami menjaga jarak satu sama lain.


Ini untuk menghindari terkena petir yang mungkin menargetkan peserta lain, serta memberi ruang untuk melarikan diri jika mereka sendiri yang menjadi target.


"Oh, pintar juga mereka."


"Sampai sekarang, belum ada yang memilih untuk menjatuhkan peserta lain?"


Para VIP melihat kejadian itu dengan penuh antusias dan mulai berbincang dengan riang.  


Untuk membunuh peserta lain, mereka harus mendekat karena tidak memiliki senjata jarak jauh. Namun, sejauh ini tidak ada yang menunjukkan niat seperti itu.  


"Nah, awalnya memang selalu begini. Kalau terlalu dekat dengan seseorang, jalan keluar jadi terbatas, jadi banyak yang takut," ujar salah satu VIP dengan ekspresi memahami.  


Tiba-tiba, suara bergemuruh terdengar dari langit-langit. Itu pertanda bahwa petir akan segera menyambar, membuat para peserta tegang.  


Lalu, petir mulai jatuh ke lapangan satu per satu.  


"Kyaaa!!"  


"Uwaaa!!"  


Para peserta panik dan berusaha melarikan diri.  


"Bagus! Saatnya pertunjukan!!"  


Para VIP bersorak dengan penuh semangat.  


Petir menyambar secara acak, sehingga sulit diprediksi. Meski para peserta mencoba menghindar, tampaknya mustahil untuk benar-benar lolos.  


Lalu, salah satu peserta—Honda Shunichi—terkena sambaran petir.  


Dengan suara menggelegar, tubuh Honda meledak.  


Kepala, tubuh, kedua tangan, dan kedua kakinya tercerai-berai, memercikkan darah ke segala arah.  


Para peserta menjerit ngeri ketakutan. Mereka melihat bayangan kematian mereka sendiri pada Honda, membuat mereka panik luar biasa.  


Di ruang VIP, sorak-sorai menggema.  


"Luar biasa!! Kekuatan yang mengerikan!!"  


"Bagus, biarkan mereka mati satu per satu!!"  


Para VIP menatap layar dengan penuh gairah.  


"Permainan ini baru benar-benar dimulai setelah satu orang mati," kata salah satu VIP sambil menikmati minumannya.  


"Di awal permainan, para peserta masih berusaha mencoba menghindari petir dan menyelesaikan permainan dengan normal. Mereka adalah orang biasa, jadi mereka berpikir sesuai aturan dan berusaha bertahan hidup. Tapi setelah melihat seseorang mati di depan mata mereka, mereka sadar—‘Sebentar lagi, aku juga akan mati.’ Dan ketika kepanikan mulai melanda... mereka akan mulai bertindak lebih agresif!"  


Di lapangan, seorang pria berusia akhir dua puluhan mendekati seorang siswi SMA—Okishima Nanaka—dari belakang.  


Pada saat yang sama, suara gemuruh terdengar di langit tepat di atas kepala Nanaka.  


Saat kilatan petir menerangi langit—  


"Oraaa!!"  


Pria itu mendorong punggung Nanaka.  


"Kyah!"  


Nanaka kehilangan keseimbangan dan tidak bisa menghindari petir yang jatuh.  


"Tidak...!!"  


Refleks, Nanaka menutup matanya.  


Para VIP berseru gembira, siap menyaksikan kematian berikutnya.  


Dengan suara dentuman keras, petir menghantam tanah.  


Namun, tidak ada mayat berlumuran darah di tempat itu.  


"Hah...?"  


Nanaka hanya terduduk di tanah dengan ekspresi kosong.  


"Aku... selamat...?"  


Ternyata, seseorang memegang tangan kanannya.  


Seseorang menariknya, menyelamatkannya dari sambaran petir.  


"Terima kasih—hii!!"  


Saat hendak berterima kasih, Nanaka terkejut dan menarik tangannya.  


Sebuah tangan jatuh ke tanah dengan suara basah.  


Tangan yang tadi memegangnya hanya bagian lengan kiri dari siku ke bawah. Itu adalah lengan Honda yang tadi meledak.  


Lengan itu bergerak sendiri dan telah menyelamatkan Nanaka.  


"Apa-apaan lengan itu!!"  


"Bukankah peserta nomor tujuh sudah mati!?"  


"Seseorang menggerakkannya dengan sihir!?"  


"Sial! Padahal aku sudah tidak sabar melihat gadis itu meledak!!"  


Para VIP langsung melemparkan cacian.  


Game Master hanya bisa melongo, tidak bisa berkata-kata.  


Bukan hanya lengan kiri.  


Kaki kiri, kaki kanan, dan lengan kanan juga mulai bergerak.  


Sementara itu, tubuh dan kepala Honda masih tergeletak, tetapi matanya terbuka, menatap langit dengan sorot yang penuh tekad.  


Genangan darah mulai bergerak.  


Darah itu perlahan mengalir menuju tubuh, menarik kepala, kaki, dan tangan yang tercerai-berai kembali ke tempatnya.  


Semua bagian tubuh itu menyatu kembali.  


"Dia beregenerasi!?"  


"A-apa-apaan dia itu...!?"  


Biasanya, para VIP akan menikmati pemandangan kejam seperti ini. Namun kali ini, mereka malah merasa mual.  


Game Master tidak punya waktu untuk merasa jijik.  


(Tidak... tidak mungkin... Apakah dia... Shiranami Aoma!?)  


Wajahnya jelas berbeda. Tapi itu bisa diubah dengan sihir. Tidak mungkin ada orang lain yang memiliki kemampuan regenerasi semacam itu selain Aoma.  


Tapi itu bukan masalahnya sekarang.  


Masalahnya adalah bagaimana membuat game ini tetap berjalan. Kalau ada seseorang yang tidak bisa mati dalam death game ini... maka ini bukan lagi death game!  


(Apa yang harus kulakukan!? Bagaimana cara menangani orang yang tidak bisa mati seperti itu!?)  


Kepanikannya semakin besar, dan dia tidak bisa memikirkan solusi.  


"Hei, Game Master! Jangan bengong begitu! Abaikan peserta nomor tujuh! Fokus pada peserta lain!!"  


Para VIP berteriak dari balik layar.  


(Benar...! Selama masih ada peserta lain yang bisa mati, game ini tetap bisa berjalan. Baiklah, abaikan saja pria abadi itu!)


Game Master mengoperasikan terminalnya dan menyesuaikan lokasi sambaran petir. Mode yang sebelumnya acak diubah menjadi mode target, sehingga kini petir akan menyambar peserta secara acak dengan lebih terarah. Namun, hanya Honda Shunichi yang dikecualikan.


Pengaturan selesai.


Langit bergemuruh dengan suara menggema, sesekali berkilat menyilaukan.


Di bawahnya, seorang gadis remaja tengah mengunci pergerakan pria berusia pertengahan tiga puluhan dengan cengkeraman erat.


"Bagus! Jadi ini rencananya, menjatuhkan satu lawan dengan taruhan nyawa sendiri!!"


"Semangat yang luar biasa! Strategi yang menarik!!"


Sorak-sorai pujian terdengar dari para VIP.


Pria itu berusaha melepaskan diri, namun kekuatan gadis tersebut jauh lebih besar dari yang terlihat, seakan dia mengeluarkan 120% kemampuannya karena terdesak.


Namun, pria itu juga tidak tinggal diam. Ia menundukkan tubuhnya, mengambil posisi seolah ingin membungkuk.


"Oh, itu keputusan yang cerdas!"


"Maksudnya apa?"


Sebagian VIP memahami strategi itu, sementara yang lain masih belum menangkap maksudnya.


"Apa kalian tidak paham? Dia menyadari bahwa dia tak akan bisa lolos sebelum petir menyambar, jadi dia berencana menjadikan gadis itu sebagai tamengnya."


Gadis itu menyadari niat pria tersebut dan mulai meronta. Namun, kakinya sudah terangkat dari tanah, membuatnya mustahil untuk melarikan diri.


"Hahaha, lihat betapa paniknya dia."


"Sudah tidak ada harapan lagi."


"Tapi dengan kekuatan petir sebesar itu, apakah gadis sekecil itu bisa benar-benar jadi tameng?"


"Setidaknya, mati bersama lebih memuaskan daripada mati sendirian."


Game Master mengangguk puas. Situasi semakin memanas.


Di tengah sorak-sorai para VIP yang menantikan akhir tragis yang mengerikan, tiba-tiba cahaya terang bersinar tepat di atas kepala kedua orang itu.


Petir jatuh dengan deras.


BOOOM!


"Ooooohhh!!!"


Sorakan meledak serempak.


"Kyaaa!!!"


"Uwaaaah!!!"


Di antara sorakan tersebut, suara jeritan pria dan wanita bercampur.


Game Master merasakan ada yang aneh. Suara jeritan mereka terlalu jelas, terlalu kuat.


"Orang yang mati tersambar petir… apakah mereka bisa berteriak sejelas itu…?"


Jawabannya terungkap ketika asap menghilang.


Keduanya masih hidup. Sambaran petir meleset.


"Apa!?!!"


Para VIP langsung melontarkan ejekan dan teriakan tidak puas.


"Sial, mereka beruntung!"


"Hei, Game Master! Cepat tembakkan petir lagi!"


"Mereka tadi hanya kebetulan selamat! Sekarang bunuh mereka berdua sekaligus!!"


"Ba… baik!!"


Game Master dengan cepat mengoperasikan terminalnya untuk mengaktifkan sambaran petir lainnya. Kali ini, ia secara manual mengunci target kedua orang tersebut.


BOOOM!!


Petir kembali menyambar dengan suara yang menggelegar.


Namun, lagi-lagi petir itu melenceng ke samping, jatuh di tempat yang sama seperti sebelumnya.


"…!?"


Game Master melihat sesuatu yang aneh. Petir tampak seolah membelok di udara sebelum akhirnya jatuh di lokasi yang sama.


"Kenapa!? Kenapa tidak bisa mengenai mereka!!"


Saat itu, salah satu VIP berteriak.


"Ugh… a-apa yang terjadi!?"


"Hiiih…! T-tubuhku… kesemutan…!"


"Kesemutan? Maksudmu apa… gyaaa!!!"


Satu per satu, para VIP mulai menjerit kesakitan.


Ternyata, sebagian energi dari petir yang jatuh ke lapangan telah terhubung ke VIP dan memberikan mereka efek kejutan.


Game Master panik, buru-buru mengoperasikan terminalnya dan memberikan perintah pada boneka-boneka gothic lolita untuk memenuhi ruangan VIP dengan energi yang dapat menetralkan sihir. Setidaknya, ini bisa mengurangi dampak kejutan petir.


(Jadi… tempat ini tidak sepenuhnya aman? Mereka tidak terluka parah, tapi tetap saja… Ini bisa menahan efek petir sampai batas tertentu… kan?)


Teriakan para VIP mulai mereda. Tampaknya, efek petir berhasil ditahan.


Namun, bagi Game Master, ini tetap situasi yang gawat. Jika para VIP semakin tidak puas, itu bisa menjadi bencana baginya.


Sambil mengendalikan terminalnya, ia menatap ke seluruh arena untuk menilai situasi.


Tidak ada satu pun peserta yang mati. Para peserta masih berlarian dengan panik, namun anehnya, setiap kali petir menyambar, mereka selalu berhasil menghindarinya di saat terakhir.


"Ada yang aneh. Seharusnya petir ini bisa membunuh satu per satu tanpa meleset… tapi kenapa tidak ada yang mati…?"


Tiba-tiba, salah satu peserta berbicara.


"Hei, bukankah sambaran petir ini jatuh di tempat yang sama terus?"


Game Master terkejut.


Di tanah, terdapat sekitar dua puluh titik gosong. Semua petir hanya jatuh di tempat-tempat tersebut, dan pola itu sudah berlangsung selama beberapa menit.


Para peserta mulai menjauhi titik-titik gosong itu dan berhenti bergerak.


(A-apa yang terjadi!?)


Game Master menduga ada seseorang yang menggunakan sihir untuk mengontrol petir, tapi ia tidak tahu siapa atau bagaimana caranya.


Sebuah kata melintas di pikirannya—penangkal petir. Sebuah alat untuk mengalihkan petir ke tempat tertentu. Namun, dalam daftar sihir yang diberikan pihak penyelenggara, tidak ada sihir semacam itu.


Meski tidak tahu persis sihir apa yang digunakan, kenyataannya petir kini sama sekali tidak bisa mengenai targetnya.


Di layar, Honda menatap lurus ke arah kamera.


Seolah-olah dia tahu lokasi kamera pengawas dengan tepat, ia berhenti dan menatap tajam ke arah Game Master.


Saat itu, Game Master menyadari sesuatu.


Dia akan datang ke sini…!


Ini gawat.


Dia harus segera melarikan diri…!!


Pertunjukan ini gagal. Menumpuk kegagalan memang menakutkan, tapi tertangkap oleh pria abadi itu jauh lebih mengerikan.


"Siapa sebenarnya dia!? Kenapa bisa begini...!?"


Game Master bergumam dengan mikrofon dalam keadaan mati.


"Siapa...? Hanya seorang siswa SMA biasa kok. Di dunia sebelumnya, dia dipanggil Raja Iblis."


"!?"


Sebuah suara terdengar dari belakang, membuat Game Master berdiri dari kursinya dan berbalik.


Di sana berdiri Honda Shunichi. Namun, Honda Shunichi seharusnya seorang mahasiswa, bukan siswa SMA.


Pertanyaan itu segera terjawab.


Sosok Honda Shunichi perlahan memudar, digantikan oleh wujud Shiranami Aoma.


Aoma sendiri yang membatalkan sihir ilusi yang ia gunakan.


"Jadi... memang benar-benar kau."


Prediksi terburuknya menjadi kenyataan. Padahal sudah memasukkan namanya ke daftar hitam, tapi dia tetap bisa menyusup...


"Tapi tadi kau masih ada di arena! Bagaimana kau bisa sampai ke sini!?"


Aoma melangkah mendekat.


"Aku meretas peralatan di sini. Yang kau lihat tadi hanyalah rekaman dari sepuluh menit lalu. Karena tampilan game ini tidak banyak berubah, aku menyambungkan siaran dengan rekaman, lalu mengatur agar yang ditampilkan selalu rekaman dari sepuluh menit sebelumnya."


"H-Hacking!? Bagaimana caranya!? Semua perangkat yang terhubung ke jaringan seharusnya sudah disita..."


"Aku hanya menggunakan sihir."


"Hah!? Kau menggunakan sihir untuk mengendalikan mesin!? Itu... Itu mungkin dilakukan...!?"


"Kalian tidak bisa melakukannya? Hmm, sepertinya kalian masih baru di dunia ini..."


"Ini bukan soal baru atau tidak...!"


"Sejak reinkarnasi, aku telah banyak meneliti sihir. Menemukan cara untuk menerapkan sihir pada produk teknologi dari dunia ini cukup menarik. Kalian tidak mencoba melakukannya?"


Tidak tahu. Mungkin ada yang terpikir begitu, tapi memikirkan sesuatu dan mewujudkannya adalah dua hal berbeda.


Pada dasarnya, sihir digunakan untuk mengendalikan fenomena alam dengan mana. Menggunakannya pada mesin, apalagi sampai bisa mengendalikan sistemnya, adalah sesuatu yang dikatakan mustahil oleh pihak operasional.


Levelnya jauh melampaui orang-orang yang bekerja sama dengan Game Master sehari-hari...!


Raja Iblis Gent—yang kini bernama Shiranami Aoma.


Mereka telah menempatkan diri mereka dalam posisi bermusuhan dengan seseorang yang benar-benar mengerikan.


Kepala Game Master menjadi kosong.


Selesai sudah. Apa yang harus dilakukan? Haruskah dia meledakkan diri di sini? Tapi meskipun melakukan itu, tetap saja dia tidak akan bisa menang melawan orang ini—


"Kau tidak perlu bertarung lagi. Serahkan semuanya padaku. Kita kan teman, Nanaka?"


Aoma melangkah lebih dekat ke Game Master dan berkata dengan lembut.


3


"──Hah!? K-Kenapa...?"


Game Master—Okishima Nanaka, terkejut.


Aoma menyadarinya. Bahwa Game Master adalah Nanaka.


Sejak kapan? Pada momen apa? Dia tidak pernah melakukan kesalahan yang bisa membuatnya ketahuan...!?


"Aku mulai curiga sejak game sebelumnya. Saat bertemu dengan Nanaka, aku merasakan aliran mana."


Perasaan nostalgia yang dirasakannya saat itu berasal dari sentuhan terhadap mana. Dan sumbernya adalah Nanaka yang berdiri di depannya.


"Merasa ada mana dari manusia biasa itu tidak aneh. Tapi gerakanmu sedikit kaku untuk ukuran manusia. Saat itu aku langsung tahu bahwa itu adalah boneka sihir yang dibuat mirip teman sekelas kita."


"Hah!? Kau menyadarinya sejak saat itu!?"


"Bonekanya memang meniru gerakan Nanaka hampir sempurna. Orang biasa pasti tidak akan curiga. Tapi aku sudah bertahun-tahun tenggelam dalam sihir dan artefak. Aku tidak mudah tertipu."


Aoma menjelaskan dengan tenang.


"Sebelum game itu—saat di kelas, Nanaka yang kulihat adalah manusia biasa. Lalu keesokan harinya, Nanaka yang kutemui juga manusia. Dan kau mengatakan bahwa kau butuh uang sehingga ikut dalam Death Game. Itu membuatku berpikir: mungkinkah kau adalah Game Master karena alasan itu? Semua staf operasionalnya adalah boneka sihir bergaya gothic lolita. Awalnya aku berpikir kau mungkin mengikuti sebagai VIP dan bertaruh, tapi saat game sebelumnya, aku menangkap beberapa VIP dan kau tidak ada di antara mereka. Tidak ada yang kabur juga."


Nanaka sampai lupa memberikan tanggapan dan hanya mendengarkan.


"Membuat boneka sihir yang tampak mirip itu mungkin, tapi meniru gaya bicara dan gerakan seseorang dengan sempurna itu sulit. Tapi jika bonekanya dikendalikan langsung oleh orang aslinya, tingkat kesulitannya jauh lebih rendah. Jadi aku menyimpulkan bahwa kau sendiri yang menjadi Game Master. Meski sebenarnya aku hanya sekadar menjebakmu dengan tebakan."


Logika yang tajam, didukung oleh pemikiran yang sistematis.


Nanaka tidak memiliki peluang untuk menang.


Akhirnya, dia menyerah dan melepas tudung serta topengnya.


"Haaah... Sial. Lawan yang sekuat ini benar-benar curang. Tidak mungkin aku bisa menang."


"Kau belum kalah. Aku bukan musuhmu."


"Tapi..."


Pertunjukan ini sudah gagal.


Bahkan jika Aoma tidak berniat mencelakainya, pihak operasional tidak akan membiarkan Nanaka begitu saja.


Dan meskipun mereka membiarkannya, tetap saja dia tidak punya cara untuk melunasi utangnya.


Tidak peduli bagaimana keadaannya berubah, dia tetap tidak punya jalan keluar.


"Nanaka, aku hanya ingin memastikan satu hal. Dalam Death Game yang kau kelola, apakah ada yang pernah mati?"


Nanaka menggelengkan kepala.


Sebenarnya, ini adalah pertama kalinya Nanaka menjadi Game Master.


Baik game sebelumnya maupun kali ini, tidak ada yang mati—semuanya berkat Aoma.


"Bagus. Berarti masih ada waktu. Kau tidak perlu menyerah. Aku sudah bilang, kan? Aku akan membuatmu menang."


"Tapi... bagaimana caranya...?"


"Mari kita perjelas kondisi kemenanganmu. Jika kau bisa melunasi utang dan terbebas dari operasional Death Game Hate Breeder, maka kau menang, bukan?"


"Iya..."


"Kalau begitu, tidak masalah. Serahkan saja padaku. Untuk saat ini, kita akhiri game ini dengan kemenangan semua peserta. Aku akan kembali ke arena."


"...Baiklah."


Kalau benar Aoma kembali ke arena, mungkin dia hanya perlu menciptakan kesan bahwa peserta lain sekadar menyelesaikan permainan, lalu mengatasinya dengan cara itu.


Aoma, bagaimana kau akan membuatku menang?


4


"Heiii, apa sebenarnya permainan tadi itu!?"


"Kami tidak datang ke sini untuk melihat anak-anak bermain!"




Begitu Game Master memasuki ruang VIP, beberapa VIP langsung mengepungnya.


Seperti yang diduga, mereka sangat tidak puas dengan hasil di mana semua peserta berhasil lolos.


Sebagai taruhan, permainan ini seharusnya menebak siapa yang akan selamat, jadi ada yang tetap mendapat keuntungan. Namun, uang bukanlah yang mereka cari.


Yang mereka inginkan adalah pengalaman, pemandangan manusia putus asa yang berjuang demi hidup mereka.


Mereka tidak tertarik pada adegan di mana para peserta hanya berdiri diam hingga permainan berakhir.


"Aku bisa menyelidiki siapa dirimu dan membuatmu mengalami sesuatu yang lebih buruk daripada kematian."


Ada yang mengancam dengan suara dingin.


Nanaka merasakan kengerian menjalar di tulangnya.


Ancaman itu datang dari seseorang yang terbiasa menakuti orang lain, dan pengaruh mereka begitu nyata.


"Tenanglah, semuanya."


Sebuah suara lembut terdengar dari sudut ruangan.

Semua orang segera menoleh ke arah suara itu.


Entah sejak kapan, seseorang berpakaian serba hitam berdiri di sudut ruangan.


Orang itu mengenakan jubah dan topeng, wajah serta gendernya tidak bisa dikenali, penampilannya nyaris sama dengan Nanaka.


Satu-satunya perbedaan adalah warna topeng.


Topeng Nanaka berwarna putih, sedangkan orang itu memakai topeng merah.


Jika Nanaka hanya seorang Game Master biasa, maka orang ini adalah pemilik hiburan sadis ini, anggota dari organisasi yang mengelolanya.


"Kami sangat meminta maaf atas kesalahan ini."


Orang bertopeng merah itu membungkuk dalam-dalam.


"Sebagai permintaan maaf, kami telah menyiapkan sedikit hiburan."


Saat orang itu mengangkat tangan kanan, tubuh Nanaka tiba-tiba melayang ke udara.


Lalu, rasa sakit yang luar biasa menjalar ke kedua kakinya.


"Tidak…!!"


Kesakitan, Nanaka terlempar ke tengah ruangan dan jatuh ke lantai.


Tubuhnya tidak bisa digerakkan.


Tampaknya sihir telah memutus tendon di kedua kakinya, membuatnya tak mampu berdiri.


Saat ia mencoba bersuara, tenggorokannya terasa tersumbat, dan suara itu tak bisa keluar.


Mungkin ini juga efek dari sihir.


"Ini dia, Game Master yang kalian kenal. Seorang Game Master yang tak berguna harus dihukum. Namun, bagaimana caranya, kami serahkan pada pilihan kalian."


Orang bertopeng merah menjentikkan jarinya.


Layar di dalam ruangan menampilkan berbagai metode eksekusi.


Dibakar hidup-hidup, dimasukkan ke Iron Maiden, digantung, dipenggal dengan guillotine…


"Menarik!"


"Hmm… mana yang lebih seru?"


Para VIP menjilat bibir mereka, menikmati prosesi ini.


"Oh, dan mengenai Game Master kita ini…"


Orang bertopeng merah mendekati Nanaka, lalu menarik tudung dan melepaskan topengnya.


Rambutnya yang indah serta wajahnya yang cantik langsung terlihat.


"Ooohhh!!"


Ruangan bergemuruh oleh sorakan para VIP.


"Manis sekali! Masih muda dan cantik!"


"Teriakan gadis seperti ini adalah favoritku!"


"Hampir sayang kalau harus membunuhnya, ya?"


Para VIP menatap Nanaka dengan mata penuh gairah, seolah melahapnya hidup-hidup.


Organisasi ini memang mengubah segalanya menjadi hiburan, kekejaman yang mereka lakukan seakan hal yang wajar.


Nanaka hanya bisa bergetar ketakutan di lantai.


Hasil pemungutan suara akhirnya keluar.


"Berdasarkan suara yang sah, eksekusi akan dilakukan dengan cara dibakar hidup-hidup. Kita akan memastikan dia merasakan rasa sakit sebesar mungkin sebelum mati."


Salib besar turun dari langit-langit.


Tangan dan kaki Nanaka terikat oleh tentakel sihir, tubuhnya diangkat dan dipakukan pada salib itu.


Tidak… aku tidak mau mati. Apalagi mati dengan rasa sakit seperti ini.


Namun, di dalam hatinya, ada bagian yang mengatakan bahwa ini semua adalah akibat dari perbuatannya sendiri.


Hanya karena orang tuanya meninggalkan hutang yang tidak bisa dibayar, bukan berarti dia boleh mengorbankan orang lain demi mendapatkan uang.


Keinginannya untuk bertahan hidup sendiri telah membawanya ke jalan yang salah.


Dosa harus dibayar.


Aoma mengatakan bahwa semua peserta harus menang, mungkin itu adalah caranya memberitahu bagaimana cara mengakhiri permainan tanpa mengotori tangannya.


Masih ada jalan untuk kembali.


Tak perlu ada yang mati, cukup dirinya saja.


"Api dari dunia bawah… berkumpullah di bawah perintahku…"


Orang bertopeng merah mulai melantunkan mantra.


Nanaka tidak memahami sihir, tapi dia tahu satu hal: semakin panjang mantranya, semakin kuat sihirnya.


Mantra ini pasti dimaksudkan untuk menciptakan api dengan suhu yang sangat tinggi, yang akan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.


Api mulai berkumpul di udara, bergerak seperti ular hidup.

Perlahan-lahan, nyala itu melilit tubuh Nanaka.


Ekspresi Nanaka dipenuhi ketakutan.


Api itu belum menyentuhnya, tapi dia sudah merasakan panasnya yang mencekam.


Jika api ini mengenai kulitnya… Seberapa menyakitkan itu?


Hanya membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya bergetar.


Tidak… tidak…


Akhirnya, ular api itu sepenuhnya menutupi wajah Nanaka. Pandangannya dipenuhi oleh nyala merah.


"Baiklah, pertunjukan akan segera dimulai."


Secara langsung, ular-ular api itu mulai melilit tubuh Nanaka dengan erat.


"Tidaaaaaaaaakkkk!!"



"Nanaka!"


"Tidaaaaaakkk!!"


"Tenanglah, Nanaka!"


"Ti… tidak… huh?"


Saat menyadari keadaannya, tidak ada lagi ular api di sekitarnya. Sosok si wajah merah maupun para VIP juga menghilang.


Hanya ada Aoma.


Mereka berada di sebuah bangku taman entah di mana.


Nanaka berada dalam pelukan Aoma. Wajahnya langsung terasa panas.


"Hah? Hah? Apa yang terjadi...? Aku..."


"Kamu berpikir kalau tadi kamu sedang diikat di salib dan akan dibakar hidup-hidup?"


"I-iya..."


"Aku menukar tubuhmu dengan boneka sihir tepat sebelum eksekusi. Saat kita bertemu di ruangan game master tadi, aku sudah menerapkan mantra 'pertukaran' padamu."


"Pe...? Apa?"


"Sederhananya, aku menaruh sihir agar jika nyawamu terancam, tubuhmu akan langsung bertukar dengan boneka sihir. Aku juga telah memodifikasinya agar siapa pun yang melihatnya akan percaya kalau itu benar-benar manusia. Jadi, pihak penyelenggara dan para VIP pasti mengira kamu sudah mati."


Sambil berbicara, Aoma mendudukkan Nanaka di sampingnya.


"Jadi, begini, Nanaka. Untuk sementara waktu, kamu harus hidup sebagai orang yang sudah mati. Akan merepotkan jika pihak penyelenggara mengetahui bahwa kamu masih hidup. Aku akan menyembunyikanmu, jadi tetaplah bersembunyi. Maaf, tapi kamu juga tidak bisa pergi ke sekolah. Tentu saja, ini bukan selamanya. Setelah masalah ini selesai, kamu bisa kembali menjalani kehidupan normal."


"U-uh, baik, aku mengerti."


Meskipun tidak sepenuhnya memahami (terutama bagian tentang sihir), Nanaka mengangguk. Yang jelas, karena dirinya dianggap sudah mati, dia harus lebih berhati-hati agar tidak ketahuan.


Nanaka memutuskan untuk mempercayai Aoma. Sesuai yang dikatakan olehnya, dengan memastikan kemenangan semua peserta, mereka telah berhasil keluar dari Death Game.


Setelah menyadari bahwa dia tidak perlu lagi mengikuti Death Game, Nanaka tiba-tiba mengingat sesuatu yang penting.


"Ah! Tapi bagaimana dengan hutangku…? Jika aku dianggap sudah mati, Papa dan Mama tidak akan bisa membayarnya…"


Alasan utama Nanaka menjadi Game Master di Death Game sejak awal adalah untuk melunasi hutangnya. Memang bagus karena dia berhasil selamat, tapi jika hutangnya tidak bisa dibayar, semuanya akan sia-sia.


"Jangan khawatir. Aku berencana menemui orang tuamu dalam waktu dekat dan memberikan instruksi pada mereka. Aku memang ingin bertemu langsung dengan mereka setidaknya sekali."


Aoma tampaknya sudah memikirkan hal itu dengan matang. Nanaka merasa terharu dalam hati—Aoma benar-benar seseorang yang bisa diandalkan.


"Tapi, sudah terlalu larut untuk membahasnya sekarang. Mari kita pergi ke tempat persembunyian."


5


Di sebuah apartemen sewa dekat sekolah, Oubuchi Yuri tinggal sendirian.


Dengan waktu tempuh ke sekolah hanya sekitar lima menit dan tidak mengikuti kegiatan klub, hidupnya cukup santai. Namun, dia selalu menyelesaikan tugas-tugas seperti belajar dan PR secepat mungkin agar bisa punya waktu luang.


(Karena semua waktuku harus digunakan untuk Gent-sama!)


Malam itu, setelah mandi lebih awal, dia sudah mengenakan baju tidur dan bersiap untuk tidur. Namun, dia tetap berjaga-jaga, siap dipanggil kapan saja.


Tiba-tiba, Yuri merasakan gelombang sihir.


(Gent-sama datang!)


Dengan sekali jentikan jari, rambutnya yang tadinya berantakan langsung tersisir rapi, baju tidurnya berubah menjadi pakaian kasual yang tidak terlalu berlebihan, tapi tetap cukup menarik untuk kencan. Wajahnya pun langsung dihiasi riasan natural.


Yuri telah menyiapkan lima puluh pola sihir untuk memastikan dirinya selalu tampil sempurna kapan pun Aoma muncul.


Setelah memastikan penampilannya di cermin, dia berdiri di depan interkom.


Tak lama kemudian, bel pintu berbunyi.


Di layar interkom, muncul wajah yang sudah dia duga—Aoma.


"Yuri, ini aku. Maaf mengganggumu di larut malam."


"Tidak apa-apa! Jika itu Gent-sama, aku selalu menyambut dengan senang hati! Aku akan segera membukakan pintu."


Dengan langkah ringan, Yuri menuju pintu depan, membuka kunci, dan membukanya.


Di sana berdiri Aoma, lalu dia berkata,


"Maaf, tapi aku perlu menginap di sini."


"──!! Gent-sama! A-a-akhirnya anda mau menginap di rumahku!!"


Yuri sudah menantikan momen ini sejak lama.


Saat masuk ke sekolah yang sama dengan Aoma, dia sengaja menyewa apartemen yang sangat dekat dengan sekolah.


Memang benar rumah keluarga Aoma masih dalam jarak berjalan kaki, tetapi apartemen Yuri lebih dekat.


Karena itu, dia pernah menawarkan Aoma untuk menginap kapan pun dia pulang larut malam, bahkan tinggal di sana setiap hari pun tak masalah. Dia juga bersedia mengurus segala hal, mulai dari memasak hingga membersihkan rumah.


Namun, Aoma selalu menolak dengan alasan:

"Di dunia ini, aku hidup sebagai manusia, jadi aku tidak boleh merepotkanmu."


Baginya, sisi Aoma yang selalu memikirkan orang lain itu sangat memikat.


Tapi akhirnya—


Hari ini adalah hari itu!


"Gent-sama, meskipun Death Game itu mungkin hanya seperti menggerakkan jari kelingking bagimu, mungkin kamu tetap merasa lelah karena tidak terbiasa. Baiklah, aku, Lily, akan melakukan segalanya untuk menghiburmu…!"


Saat dia berbicara dengan penuh semangat, Aoma tiba-tiba berkata,


"Hm? Bukan aku yang akan menginap, tapi dia."


Aoma bergeser ke samping.


"Yuri-chan, selamat malam~♪"


Seseorang muncul dari belakang Aoma.


Seorang gadis dengan penampilan mencolok, gadis gyaru bernama Okishima Nanaka.


Ekspresi Yuri langsung menunjukkan kekecewaan yang sangat jelas.


"Gent-sama. Jadi yang akan menginap di sini adalah si gyaru murahan itu?"


Dia benar-benar tidak menyadari keberadaan Nanaka sejak tadi karena tertutupi oleh aura sihir Aoma. Atau lebih tepatnya, Aoma pasti sengaja memasang penghalang agar tidak ada yang bisa menyadari keberadaan Nanaka.


Jika Aoma sudah berniat menyembunyikannya dengan serius, bahkan Yuri pun tidak bisa mendeteksinya.


"Hei, jangan panggil dia gal murahan, itu tidak sopan."


"Iya! Memang penampilanku agak mencolok, tapi aku ini gadis baik-baik, tahu?"


Aoma dan Nanaka langsung memprotesnya.


"Bukan masalah dia murahan atau tidak! Rumah ini adalah tempat untuk menampung Gent-sama, bukan tempat bagi orang asing mencurigakan yang menempel padanya!"


"Ugh… maaf…"


Aoma berkata dengan nada benar-benar menyesal.


"Tapi dia dianggap sudah mati. Kau tahu itu, kan?"


"…Yah, memang begitulah rencananya."


Yuri juga telah menerima penjelasan mengenai apa yang akan dilakukan terhadap Nanaka.


"Tapi si cewek nakal itu seharusnya disembunyikan di tempat lain, kan!? Aku memang tidak tahu di mana, tapi!"


"Oh, awalnya aku berniat menampungnya di kamarku."


"!?!?!?!? Itu sama sekali tidak boleh!! Baiklah, aku akan meminjamkan kamarku."


Membayangkan Aoma dan si cewek nakal tinggal satu kamar adalah sesuatu yang tidak bisa diterima. Jika harus mengambil risiko sebesar itu... Yuri akhirnya mengangguk.


"Untuk sekarang, masuklah."


Yuri mempersilakan Aoma dan Nanaka untuk masuk ke dalam apartemennya. Begitu melewati lorong dari pintu masuk, mereka sampai di ruang tamu.


"Ini ruang tamunya. Ada sofa di sini, jadi Okishima-san bisa tidur di situ."


"Oke~!"


Nanaka tidak mengeluh dan langsung duduk di sofa. Tapi Aoma menunjukkan ekspresi ragu.


"Yuri, bukankah ada satu kamar lagi yang punya tempat tidur? Waktu itu kau pernah bilang sudah menyiapkannya untukku..."


Sambil berbicara, Aoma menatap lekat-lekat ke arah salah satu pintu.


"Itu tidak boleh! Itu kamar khusus untuk Gent-sama!"


Yuri buru-buru berdiri di depan pintu itu, menghalanginya.


"Kamar khusus untukku...?"


"Benar. Aku sudah menyiapkannya agar Gent-sama bisa menginap kapan saja."


"Terima kasih untuk itu... Tapi membiarkan dia tidur di sofa agak keterlaluan. Bisa tidak, dia pakai kamar itu?"


"Kalau begitu, Okishima-san bisa memakai tempat tidurku. Aku yang akan tidur di sofa."


"Eh, itu terlalu berlebihan..."


"Tidak apa-apa. Rasakanlah kebaikan hati Gent-sama yang tidak tega membiarkan tamu tidur di tempat yang keras."


Yuri berkata tegas dengan ekspresi serius.


"Kalau sudah begini, Yuri tidak akan berubah pikiran. Jadi lakukan saja seperti yang dia bilang."


Aoma tersenyum masam sambil berbicara kepada Nanaka.


"Hmm, baiklah. Terima kasih."


"Dengar baik-baik. Aku hanya menampungmu karena ini perintah Gent-sama. Sejujurnya, aku tidak peduli apa yang terjadi padamu. Aku hanya membantu karena tidak ingin membuat Gent-sama sedih."


"Ya ya, aku mengerti... Ehmm..."


"Kamar mandinya ada di sana. Aku akan mengisi air di bak, jadi tunggu sebentar."


"Hah? Tidak perlu repot-repot..."


"Aku sudah meminjamkan tempat tidurku. Jadi aku akan menjamumu dengan sepenuh hati. Aku tidak suka setengah-setengah."


Tanpa menunggu jawaban, Yuri langsung berlari kecil menuju kamar mandi.


"Ah... Dia pergi. Aku pikir Yuri itu orang yang sulit didekati, tapi ternyata dia anak baik ya."


"Dia memang sering disalahpahami. Tapi dia sangat perhatian dan penuh kepedulian."


"Benar juga. Aku jadi merasa agak merepotkannya."


"Untuk sekarang, terima saja kebaikannya. Nanti kalau dia butuh bantuan, tolong bantu dia."


"Kamu terdengar seperti kakak laki-laki."


Nanaka tertawa tanpa sadar. Cara Aoma memandang Yuri begitu hangat, bahkan lebih dari sekadar teman—seperti keluarga.


"Yah, kami sudah lama bersama. Bisa dibilang dia sudah seperti keluargaku sendiri. Siapa yang jadi kakak atau adik, aku juga tidak tahu."


"Eh? Bukannya kamu yang jadi kakaknya? Soalnya Yuri pakai bahasa sopan padamu."


"Di dunia lama, aku adalah Raja Iblis dan dia bawahanku."


"Domus Patria... Oh, jadi kalian sudah saling kenal sejak masih di dunia itu."


Dalam perjalanan ke apartemen Yuri, Aoma sudah menjelaskan kepada Nanaka bahwa dia dan Yuri adalah reinkarnasi dari dunia lain.


Nanaka pun, setelah melihat sendiri para pengelola Death Game dan sihir yang mereka gunakan, tidak terlalu terkejut mendengar tentang reinkarnasi.


"Ya. Tapi di dunia ini, aku dan dia setara. Aku sudah bilang dia tidak perlu pakai bahasa sopan, tapi dia tidak bisa berhenti."


"Anak yang serius, ya~"


Begitulah akhirnya Nanaka mulai tinggal di rumah Yuri.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0
close