NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Arifureta Shokugyou de Sekai Saikyou: After Story V14 Chapter 1

Penerjemah: Ariel Yurisaki

Proffreader: Ariel Yurisaki


Chapter 01:

Pagi Hari yang Biasa (?) di Keluarga Nagumo – Bagian Awal


Aku tidak bisa bergerak. Kesulitan bernapas. Bahkan pikiranku juga terasa kabur—Apakah ini karena kekurangan oksigen?

Ini tidak bagus...

Firasat bahaya samar-samar dirasakan Hajime. Kesadarannya yang tadinya buram tiba-tiba menjadi jernih.

"Nggh!?"

Saat membuka mata, yang terlihat hanyalah kegelapan. Dia mencoba menarik napas, tetapi sesuatu menutupi seluruh wajahnya, membuatnya sulit mendapatkan suplai oksigen. Saat hendak menyingkirkannya, kedua tangannya justru terhalang oleh sesuatu yang lembut.

Kebingungan itu hanya berlangsung sesaat. Kesadarannya langsung beralih ke mode bertarung—

"Nmyuu~~"

Sebuah suara lembut dan menggemaskan terdengar samar, membuatnya tersadar kembali.

Perlahan, Hajime menggunakan kekuatan otot perutnya untuk mengangkat tubuh bagian atas. Benda kenyal dan lembut yang menutupi wajahnya perlahan-lahan melorot ke bawah. Akhirnya, pandangannya menjadi jelas.

"…Serius, kenapa jadi seperti ini?"

Di dadanya, seorang gadis kecil bernapas dengan damai dalam tidurnya—Myuu.

Sepertinya, dia tertidur sambil memeluk wajah Hajime seperti bantal. Kemejanya sedikit terbuka, memperlihatkan perutnya yang lembut dan kenyal.

Hajime akhirnya menyadari benda empuk dan kenyal apa yang tadi menutupi wajahnya. Tidak heran jika dia mengalami kesulitan bernapas.

Namun, alasan Hajime menghela napas bukan karena posisi tidur Myu.

Pemandangan di depan matanya adalah sesuatu yang, jika dilihat oleh kaum pria, pasti akan membuat mereka berpikir, “Apakah ini surga?” sambil menatap dengan penuh rasa iri.

“…Mmm? Hajime?”

Di sebelah kanannya, Yue—yang biasanya memakai kemeja Hajime sebagai piyama—kali ini malah menempel padanya dalam keadaan telanjang bulat. Sama seperti saat pertama kali dia terbangun di kediaman Oscar, Yue tidur dengan menyelipkan tangan Hajime di antara pahanya.

“Fuwaah~~, sudah pagi yaa?”

Di sebelah kirinya, Shea hanya mengenakan satu helai kemeja kerja Hajime. Semua kancingnya terbuka, memperlihatkan bagian yang seharusnya tidak terlihat.

“Fuhehe~… Goshujin-shama~~, pantatku… sudah tidak tahan lagi~~”

Di sisi kanan—lebih tepatnya di sekitar selangkangan—ada Tio si naga mesum, dengan wajah menempel di sana sambil menggumamkan kata-kata aneh dalam tidurnya. Yukatanya sangat berantakan, nyaris tidak bisa disebut pakaian lagi.

“Bahkan Remia juga…”

Di bagian kaki Hajime, Remia meringkuk kecil dalam posisi tidur yang teratur. Piyama one-piece-nya tidak dalam keadaan berantakan, tetapi jemarinya menggenggam ujung celana pendek Hajime dengan erat, menciptakan pemandangan yang menggemaskan.

Entah bagaimana, udara di dalam kamar terasa sangat manis. Rasanya bahkan sedikit menggelitik hati.

Sebuah kamar tidur yang dihuni oleh gadis cantik, gadis jelita, dan wanita dewasa yang menawan.

Tak heran jika kaum pria di luar sana bisa meneteskan air mata darah melihat pemandangan seperti ini.

“Padahal, meskipun hanya sementara, aku sudah menyiapkan kamar untuk mereka…”

Hajime mengedarkan pandangannya sambil menatap Yue dan Shea, yang masih mengusap mata dengan wajah mengantuk, lalu tersenyum kecil dengan sedikit rasa pasrah.

Tujuh puluh persen ruangan ini dipenuhi oleh rak buku besar yang dijejali game dan novel. Ada satu jendela di sisi selatan, dengan celah di antara tirai biru tua yang memperlihatkan betapa cerahnya cuaca hari ini.

Sebuah meja kerja dengan kursi gaming, sebuah PC desktop yang tampaknya cukup mahal, rak yang dipenuhi barang koleksi, dan di pintu tergantung poster anime favoritnya.

“……”

Tak salah lagi.

Ini adalah kamarnya—yang selama hampir setahun ia tinggalkan saat dinyatakan hilang. Meski begitu, kedua orang tuanya selalu merawatnya dengan baik, percaya bahwa putra mereka suatu hari akan kembali.

Dulu, ia telah dipanggil ke dunia lain, mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan, mengatasi rintangan demi rintangan—dan akhirnya berhasil kembali ke rumah.

Hari itu.

Setengah bulan lebih telah berlalu sejak ia akhirnya mewujudkan keinginannya dan kembali ke rumah yang telah lama dirindukan.

Hajime selalu meluangkan waktu untuk menatap kamar ini setiap kali terbangun—Seolah ingin memastikan bahwa dirinya benar-benar telah kembali, atau mungkin untuk meresapi kenyataan bahwa ia akhirnya bisa pulang

Hal itu telah menjadi kebiasaan yang melekat padanya semenjak ia berhasil kembali ke rumah ini.

Tiba-tiba, sebuah sentuhan lembut terasa di pipinya. Itu adalah tangan Yue.

Dari gerakan lembutnya yang mengusap pipinya, Hajime bisa merasakan kasih sayang yang luar biasa dalamnya.

“…Tidak apa-apa. Hajime ada di sini. Kamu benar-benar sudah pulang.”

Senyuman Yue, selembut sinar matahari musim semi yang menembus dedaunan, memenuhi pandangan Hajime.

Mata rubi yang seakan bisa melihat segalanya menatap Hajime, membuatnya terpesona. Dan sebelum ia menyadarinya, bibirnya merasakan sentuhan yang lembut dan hangat.

Itu adalah ciuman singkat, seolah hanya sekadar menyentuh. Namun, di dalamnya tersimpan kelembutan yang memperhatikan perasaan Hajime.

Mungkin, Yue juga menyadari bahwa tadi dia hampir masuk ke mode bertarung.

“…Benar. Aku sudah pulang. Ini adalah kenyataan.”

Hajime mengangkat lengan kirinya, yang sekilas terlihat seperti lengan manusia biasa. Lalu, ia menggerakkan jari-jarinya ke sekitar mata kanannya.

Penutup mata yang dulu selalu ia kenakan, kini sudah tidak ada.

Saat menatap Yue, ia bisa melihat bayangan dirinya yang terpantul di mata gadis itu. Seorang pemuda berambut hitam dengan sepasang mata biasa.

Rambut putih yang ia dapatkan setelah bertahan dari penyiksaan di kedalaman neraka, lengan logam yang menjadi bukti kalau tubuhnya telah berubah menjadi makhluk di luar nalar, serta mata ajaib yang berkilauan seperti batu permata—semuanya sudah tidak ada lagi.

Selama mereka bersiap untuk kembali ke Bumi di Tortus, dengan bantuan Yue dan yang lainnya, Hajime telah berusaha untuk mengembalikan tubuhnya sedekat mungkin dengan wujudnya sebelum dipanggil ke dunia lain.

“…Orang yang paling sulit terbiasa dengan ini mungkin justru kamu sendiri, ya?”


Yue dengan lembut merapikan rambut Hajime yang berantakan karena tidur, gerakannya seperti seorang ibu yang menenangkan anaknya.

"…Belum terbiasa, ya?"

"Ya… mungkin begitu."

Hajime tersenyum masam.

Penampilan luarnya memang kembali seperti semula—mata dan lengannya tampak normal. Tapi di balik kulit buatan itu, lengan logamnya tetap ada. Matanya pun, meski terlihat alami, masih terbuat dari magan-seki (batu mata sihir).

Jika ia benar-benar menginginkannya, Restoracy Magic bisa saja menyembuhkan mata dan lengannya sepenuhnya.

Namun, Hajime memilih untuk tidak melakukannya.

Karena wujudnya yang dulu—dengan rambut putih serta lengan dan mata buatan—adalah bukti dari semua perjuangannya bersama Yue dan yang lainnya. Itu adalah bagian dari dirinya yang kini tak tergantikan.

Selain itu, ini juga soal persiapan guna menghadapi kemungkinan terburuk.

Hajime tidak cukup naif untuk percaya bahwa dirinya tidak akan pernah bertarung lagi.

Dan justru karena itu—

"Setelah pulang, aku sadar… tidak semudah itu mengubah pola pikirku. Mungkin pengalaman di Tortus terlalu melekat dalam diriku."

"…Memang benar-benar sulit, ya?"

"Sangat."

Setengah bulan terakhir benar-benar terasa seperti badai.

Itu tidak mengherankan.

Seisi kelas penuh (guru dan murid) yang dulu pernah menghilang secara misterius di siang bolong—tiba-tiba kembali setelah hampir satu tahun.

Tidak sulit membayangkan betapa hebohnya dunia luar menghadapi berita itu.

Menjelaskan situasi kepada polisi dan pemerintah, pemeriksaan medis dan psikologis yang diwajibkan, mengurus dokumen agar Yue dan yang lainnya bisa tinggal di Jepang, serta menghadapi kejaran media—semuanya datang bertubi-tubi tanpa henti.

Setengah bulan terakhir begitu sibuk hingga waktu yang benar-benar bisa Hajime habiskan untuk berbicara santai dengan keluarganya mungkin bahkan tidak mencapai satu hari penuh.

“…Terima kasih, Hajime.”

Itu adalah ungkapan rasa terima kasih yang sarat makna.

Bagi Yue dan yang lainnya, yang masih asing dengan adat dan pengetahuan dunia ini, menghadapi situasi ini jelas sulit. Bahkan, para teman sekelasnya—terutama seorang siswa laki-laki rambut Legend dengan keberadaan begitu samar hingga ia sendiri menyebut dirinya Shin’enkyou (Lord Abyss/Penguasa Kegelapan)—jauh lebih bisa membantu dibanding mereka.

Untuk memastikan Yue dan yang lain tidak menjadi pusat perhatian, Hajime berusaha mati-matian. Ia berlari ke sana kemari, memikirkan berbagai cara untuk menangani semua situasi ini—sampai-sampai waktu bersama orang tuanya, bahkan waktu tidurnya sendiri, harus dikorbankan.

Tentu saja, melihat semua itu, Yue dan yang lainnya merasa begitu tersentuh hingga sulit diungkapkan dengan kata-kata.

“Bukan apa-apa… karena kalian adalah keluargaku.”

“…Hmm. Tapi tetap saja, terima kasih.”

Bagi Hajime, melakukan semua itu adalah hal yang wajar.

Demi Yue dan yang lainnya, dia rela melakukan apa saja.

Dunia ini adalah dunia asing bagi mereka—berbeda dengan Hajime yang sempat mengalami kejutan karena dipanggil ke dunia lain, tetapi setidaknya masih memiliki dasar pengetahuan tentang Bumi. Yue dan yang lainnya tidak memiliki itu.

Karena itulah, ia ingin melindungi mereka dari rasa cemas yang sama seperti yang dulu ia rasakan. Ia ingin memastikan mereka tidak merasa kesulitan atau terasing.

Dan Yue serta yang lainnya menyadari betapa besar perhatian itu.

Yang tidak disadari Hajime adalah—

Semua yang ia lakukan, yang menurutnya hanyalah hal yang wajar, telah begitu dalam menyentuh hati mereka.

Jika rasa kasih sayang dan kepedulian mereka bisa diukur, skalanya pasti sudah lama melampaui batas maksimum.

Dengan perasaan yang tak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata, Yue menatap Hajime dengan mata penuh harap, seolah berkata, “Apakah perasaan ku sampai kepadamu?”

Sambil menempel erat pada tubuhnya, sang putri vampir dari dunia lain tetap memancarkan kecantikan yang tak berubah sedikit pun.

Dengan penuh kasih, Hajime mengusap rambut emasnya yang berkilauan seperti benang emas. Saat ujung jarinya menyentuh telinga Yue, gadis itu tersenyum kecil, tampak geli dengan sentuhan itu.

“…Akhirnya bisa sedikit tenang, kan?”

“Ya. Untuk saat ini, semua langkah yang bisa diambil sudah kuambil. Tapi, ini tetap hanya solusi sementara. Mungkin ke depannya tidak akan semulus ini.”

“…Tidak apa-apa. Kami juga sedikit demi sedikit mulai belajar.”

Yue meraih tangan Hajime, lalu menggosokkan pipinya yang lembut ke telapak tangannya.

Melihatnya bertingkah manja seperti itu, Hajime akhirnya mengerti.

Alasan kenapa Yue dan yang lainnya tidak tidur di kamar mereka, melainkan berkumpul di kamar Hajime.

Mereka pasti sudah lama menunggu—menunggu saat Hajime selesai menangani semuanya dan akhirnya bisa beristirahat.

Dengan kata lain, menunggu saat di mana mereka bisa dengan leluasa bermanja-manja dengannya.

Mungkin aku membuat mereka merasa kesepian?

Sebuah senyum kecil, yang bahkan ia sendiri tak sadari, muncul di wajahnya.

“Maaf, ya. Aku sebenarnya ingin segera mengajak kalian jalan-jalan dan menunjukkan banyak tempat…”

“…Jangan khawatir. Aku sudah banyak mendengar cerita dari Ibu Mertua.”

Lalu, dengan suara lembut di dekat telinganya, Yue berbisik,

“Lagipula… kita punya banyak waktu. Karena kita akan selalu bersama mulai sekarang.”

Setelah itu, ia menggigit manja daun telinga Hajime.

“Yue.”

“…Hajime.”

Mereka saling menempelkan dahi, menatap satu sama lain dengan tangan di pipi masing-masing. Napas mereka bertautan di udara yang tenang.

Dari bibir tipis berwarna sakura milik Yue, ujung lidah mungilnya menyembul sesaat.

Sekali lagi, bibir mereka bertemu. Kali ini lebih dalam, lebih lama.

Suara kecupan samar terdengar.

Di depan matanya, ekspresi Yue begitu memabukkan, sementara pantulan Hajime di mata merah permata itu memperlihatkan seseorang yang sedang merasakan kebahagiaan sepenuh hati.

Kemudian, tanpa direncanakan, mereka saling tersenyum.

“Hampir lupa… Selamat pagi, Yue.”

“…Mm♪ Selamat pagi, Hajime.”

Bagaikan pasangan bodoh yang kelewat mesra, mereka dengan sangat alami hendak melanjutkan “ciuman selamat pagi” untuk kedua kalinya.

Namun—

“Sudah cukup! Sadar diri sedikit, dong!”

Sebuah tangan tiba-tiba menarik wajah Hajime ke arah berlawanan.

Pelakunya—Shea.

Benar juga. Sejak tadi, ia lupa bahwa gadis kelinci itu juga sudah bangun bersama Yue.

Hajime tidak bisa bergerak sama sekali karena kedua pipinya dijepit, bahkan kepalanya sedikit tertarik ke belakang hingga matanya sedikit berkedut.

Namun, Shea, dengan semangat yang seolah ingin mendorongnya hingga jatuh, mencuri ciuman darinya.

Berbeda dari Yue, ciuman Shea lebih mucchu~~—seolah ingin menyedot segala sesuatu dari Hajime. Itu adalah “Ciuman Selamat Pagi” versi Shea yang sangat agresif.

Hajime sama sekali tidak bisa melawan.

“—Nnnh! Puhah! Ehehe, selamat pagi, Hajime-san! Yue-san♪”

“…Mm, selamat pagi, Shea.”

“A-Ah… selamat pagi, Shea.”

Berbeda dengan Yue yang tetap tenang, alis Hajime membentuk ekspresi pasrah.

Bukan hanya karena keduanya kini duduk dengan posisi seiza sambil mengerucutkan bibir mereka seolah menunggu gilirannya, tetapi juga karena—

“Kamu tahu, kan? Tidak perlu pura-pura tidur, Remia.”

Ada seorang penonton diam di sana.

Sepertinya Hajime terlalu fokus pada Yue dan baru saja menyadari keberadaannya. Rasanya agak canggung. Ia mungkin membuat Remia merasa tidak enak.

“Ma-maafkan Aku...  Aku merasa akan mengganggu.”

Remia bangkit dengan ekspresi seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal.

Gerakannya yang begitu Anggun saat berusa duduk, serta cara ia menyelipkan rambut yang menempel di pipinya ke belakang telinga—semuanya memiliki daya tarik yang begitu mempesona, sangat seksi.

“Selamat pagi, Remia. Apa kamu bisa tidur nyenyak di sana?”

“Ah, iya. Aku baik-baik saja... Karena aku paling merasa tenang di dekat Hajime-san.”

Hajime berpikir. Apa dia datang untuk menghabisiku?

Wajah Remia yang semakin merah dan tatapan mencuri-curinya pasti karena dia sedang mempertimbangkan sesuatu seperti, “Haruskah aku juga memberikan salam pagi?” (Morning Kiss♪)

Dikombinasikan dengan cara bicaranya, dampaknya sudah jelas tanpa perlu dijelaskan lagi.

Hajime hampir saja menariknya ke dalam pelukan secara refleks—tapi, untuk saat ini...

“Tio. Jika kamu melakukan lebih dari itu meskipun Myuu ada di sini... Aku akan berteleportasi dan melemparkanmu ke Laut Jepang.”

“Ah—Sa-saya hanya bercanda, Goshujin-sama!”

Orang kedua yang berpura-pura tidur akhirnya bangkit.

Tangannya berada di pinggiran celana pendek Hajime—lebih buruk lagi, dia sudah mulai menariknya ke bawah.

Dasar wanita mesum! Apa yang dia rencanakan!?

Karena bangkit dengan tergesa-gesa, yukata-nya yang sudah berantakan semakin terbuka. Gunung ganda yang sangat besar itu melompat dengan hentakan yang luar biasa. Dari celah yukata yang tersingkap, paha menggoda yang montok terlihat begitu jelas.

Secara sekilas, ini adalah pemandangan yang bisa membuat kewarasan pria biasa langsung menghilang. Namun…

Ekspresi mesum Tio yang terengah-engah saat diancam akan dibuang ke Laut Jepang adalah sesuatu yang sangat menjijikkan.

Sebaliknya, itu justru sangat membantu Hajime untuk menurunkan gairahnya.

Demi memenuhi harapan dalam tatapan matanya, Hajime pun menghadiahi Tio dengan tendangan yang cukup keras.

“Terima kasih banyakk!!!”

Suara penuh semangat itu bergema di kamar saat Tio jatuh dari tempat tidur.

Pagi ini pun, seperti biasa.

“Nmyu~? Papa?”

“Oh, iya, ini Papa. Selamat pagi, Myuu.”

Seperti yang diduga, dengan suara seribut ini, bahkan seorang anak kecil yang tertidur pulas pun akan terbangun. Melihat Myuu mengusap matanya seperti kucing dengan tangan kecilnya yang mengepal, bukan hanya Hajime, tetapi juga Yue dan yang lainnya, tak bisa menahan senyum.

“Haa… selamat pagi… nano. Nnn~”

“Oops.”

Dengan bibir mungilnya yang menyerupai gurita, Myuu mendekati Hajime. Tak perlu dikatakan lagi siapa yang memberikan pengaruh ini.

Saat Hajime menahan “ciuman selamat pagi” Myuu dengan telapak tangannya, ia menatap Yue dan Shea dengan ekspresi yang sulit diungkapkan. Mereka berdua juga menunjukkan ekspresi serupa dan segera mengalihkan pandangan mereka.

“Muu? Kenapa dihentikan?!”

“Karena Myuu masih terlalu kecil. Lagipula, aku ini ayahmu.”

“Aku menolak keras! Kalo diam saja, ini akan segera selesai! Tunduklah dengan patuh! Nano!”

“Myuu!? Dari mana kau belajar kata-kata seperti itu!?”

“Dari ‘Drama Siang’ yang Mama suka!”

Ternyata, hal pertama yang membuat Remia-mama kecanduan setelah datang ke Bumi adalah drama siang hari yang penuh intrik. Yue dan yang lainnya juga sangat terkejut dengan teknologi bernama televisi. Namun, dalam hal mengumpulkan informasi, PC yang diperkenalkan pada awalnya jauh lebih unggul.

Pada akhirnya, seperti halnya anak muda zaman sekarang yang semakin menjauhi televisi, Yue dan yang lainnya pun mengalami hal serupa. Namun, secara kebetulan, saat menjelaskan tentang televisi, Remia langsung terpikat oleh drama siang hari yang penuh intrik cinta dan kebencian.

Momen ketika ia duduk bersimpuh di depan televisi dengan mata berbinar sambil mengamati kisah manusia yang penuh konflik itu masih segar dalam ingatan.

Ngomong-ngomong, masing-masing dari mereka memiliki teknologi favoritnya sendiri: Yue sangat menyukai fitur GPS di smartphone, Shea terpikat dengan panci presto dan microwave, Tio sangat terkesan dengan toilet (yang dilengkapi dengan bidet air hangat!), dan Myuu paling menyukai konsol game.

Ekspresi Yue saat Kaori menjelaskan bahwa ia bisa melihat lokasi Hajime di peta kapan pun dengan fitur GPS... bagaimana ya menggambarkannya? Hmm, lebih baik tidak mengatakannya. Tapi satu hal yang pasti—wajahnya sangat mirip dengan Kaori.

Shea dan Myuu memiliki pilihan yang cukup sesuai dengan kepribadian mereka. Dapur kini hampir menjadi wilayah kekuasaan Shea, dan dalam hal pemahaman serta keterampilan menggunakan perangkat elektronik, Myuu ternyata yang paling cepat beradaptasi, termasuk dalam menggunakan komputer.

Sedangkan Tio... lebih baik tidak banyak dibahas. Frekuensi ia pergi ke toilet meningkat drastis, dan terkadang suara aneh terdengar dari balik pintu. Tapi mungkin lebih baik tidak terlalu dipikirkan.

Kembali ke topik utama.

Saat Hajime dengan santai mencoba menenangkan Remia—yang menutup wajah dengan kedua tangannya sambil berkata, “Maafkan aku! Sayang...!” seperti seorang istri dalam drama siang yang baru saja melakukan dosa— Tiba-tiba...

“……Myuu. Sebagai gantinya, Onee-chan akan melakukannya untukmu.”

Ketika Myuu berjuang melawan “penghalang telapak tangan” Hajime, berusaha keras untuk memberikan “ciuman selamat pagi” kepada ayahnya. Saat itulah Yue memanggilnya.

Mungkin karena merasa bertanggung jawab atas “pengaruh buruk” yang ia berikan, Yue kemudian merangkul Myuu dari samping dan mengecup pipinya.

“Hya!”

Myuu mengeluarkan suara imut karena terkejut.

“Ah, aku juga mau! Selamat pagi, Myuu-chan!”

“Jangan lupakan aku, ya! Selamat pagi, Myuu!”

“Mama sepertinya harus lebih memperhatikan kapan menonton drama siang, ya?”

“Nnya!? Tunggu, jangan semuanya sekaligus~!”

Myuu dikepung oleh Mama dan para Onee-chan, menerima serangan ciuman di pipi dan dahinya.

Tentu saja, Hajime sebagai Papa juga memberikan ciuman di dahi Myuu.

Setelah itu, Myuu tampak puas, tertawa bahagia sambil tergelitik oleh kehangatan yang ia rasakan.

Itu adalah pemandangan yang begitu damai, menghangatkan hati, dan penuh kebahagiaan—sulit dipercaya bahwa beberapa waktu lalu mereka terjebak dalam pertarungan sengit hidup dan mati di dunia lain.

Mungkin karena itulah, meskipun Hajime masih mengatakan bahwa beradaptasi dengan perubahan ini sulit, kenyataan bahwa ia telah “kembali ke rumah” serta melihat pemandangan yang selama ini ia impikan tepat di depan matanya, sudah cukup untuk membuatnya sedikit lengah.

“Hajime~~, sudah saatnya bangun—”

Sebuah suara yang sangat familiar, namun masih membawa perasaan nostalgia, terdengar dari balik pintu yang dibuka tanpa izin. Baru saat itulah Hajime menyadari bahwa ibunya sedang mendekat.

Tentu saja, ia tidak sempat menghentikannya.

Pintu terbuka dengan bunyi ‘gacha’ yang khas, dan seorang wanita berusia awal empat puluhan dengan potongan rambut bob—ibunya, Nagumo Sumire, masuk ke dalam kamar.

Dan langsung membeku.

Matanya menangkap keadaan ruangan.

Ya, pemandangan yang bagi seorang pria bisa disebut sebagai surga dunia—ruangan penuh dengan aroma manis, di mana anaknya dikelilingi oleh wanita-wanita cantik.

Bahkan, lebih dari sekadar “dikelilingi”—para wanita tersebut dalam kondisi setengah telanjang... Tidak... lebih tepatnya, hampir tidak mengenakan pakaian sama sekali.

““““Ah””””

Suara kaget serempak keluar dari mulut Yue, Shea, Tio, dan Remia.

Mata mereka bertemu. Para calon menantu dan calon ibu mertua saling berpandangan dengan penuh ketegangan.

Jika dilihat dari sudut tertentu, situasi ini bisa diartikan sebagai:

“Kami bersenang-senang tadi malam!” atau bahkan “Kami akan menyerang putra Anda sekarang juga!”

Canggung.

Sangat, sangat canggung.

Ketegangan terasa begitu nyata di udara.

Bagaimana kalau Ibu Mertua berpikir: ‘Astaga! Betapa tidak sopannya anak-anak ini! Aku tidak bisa menyerahkan putraku kepada mereka!’

Kekhawatiran itu terpancar jelas dari wajah Yue dan yang lainnya.

“Ibu, ini bukan seperti yang Ibu pikirkan. Tolong jangan salah—”

“Ah! Nenek! Selamat pagi! Nano!”

“Ah… uhh, selamat pagi, Myuu-chan. Kamu terlihat penuh energi seperti biasa, ya?”

Pembelaan Hajime terpotong oleh suara ceria cucunya, yang menyambut dengan senyum lebar dan mengangkat kedua tangannya ke atas.

Wajah Sumire-okaasan, yang sebelumnya membeku seperti batu, akhirnya sedikit melunak melihat Myuu yang penuh semangat.

Kemudian, dia menoleh ke arah Yue dan yang lainnya, tersenyum ramah, dan berkata:

“Satu jam lagi… tidak, dengan jumlah kalian sebanyak ini… aku akan kembali dalam dua jam, ya? Silakan lanjutkan~”

““““!?”“““

Ibu mertua yang terlalu memahami situasi ini membuat Yue dan yang lainnya semakin panik!

Mereka buru-buru mengulurkan tangan ke arah pintu yang kini tertutup dengan tenang.

“T-tunggu! Ini hanya kesalahpahaman, Ibu Mertua—”

Namun, suara Yue tenggelam oleh bunyi langkah cepat di tangga serta suara penuh kepanikan dari Sumire.

“Sayanggg! Ini darurat! Putra kita punya harem di kamarnya! Sebagai seorang ibu, Bagaimana Aku harus bersikap di saat seperti ini!?”

Shea buru-buru berdiri, lalu berkata dengan panik: “A-aku akan lari dan menjelaskan semuanya—!”

“Apa!? Putraku benar-benar punya harem di dunia nyata!? Itu menakutkan! Aku kira hal seperti itu hanya terjadi di dalam eroge! Dasar protagonis eroge!”

Suara penuh kepanikan ayah Hajime, Nagumo Shuu, menggema dari ruang tamu, menenggelamkan niat Shea yang hendak menjelaskan situasi.

“Ah, tapi tunggu! Sayang! Kita punya cucu! Luar biasa! Keluarga kita bertambah!”

“Kita butuh jimat doa untuk kelahiran yang mudah. Sumire, kebetulan sekali. Bagaimana kalau kita pergi ke kuil terdekat? Ayo kita keluar selama dua jam!”

“Benar juga! Benar sekali! Kalau kita ada di rumah, pasti jadi canggung! Aku akan siap dalam empat puluh detik!”

Suara gaduh terdengar saat pasangan suami istri itu bergerak dengan penuh semangat.

Sementara itu, Remia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, terlihat seolah wajahnya hampir terbakar karena malu.

Di sisi lain, Yue, Shea, dan Tio, meskipun juga merasa malu karena harapan berlebihan akan cucu, mereka mulai memandang Hajime dengan tatapan yang sedikit... hangat.

“Ayah! Ibu!”

Hajime hanya bisa memegangi kepalanya, frustrasi dengan orang tuanya yang terlalu bersemangat.

Tapi jujur saja...

(Seperti yang diduga, benar-benar khas orang tua Hajime...) (Yue)

(Waw, sangat menggambarkan orang tua Hajime-san...) (Shea)

(Humu, mereka benar-benar orang tua dari Goshujin-sama...) (Tio)

Ya, baik dari reaksi mereka, cara bercanda, hingga atmosfer mereka, semuanya sangat mirip dengan Hajime ketika sedang tidak bertarung dan hanya sekadar menggoda orang lain.

Atau mungkin lebih tepatnya, Hajime yang mewarisi sifat mereka.

Jika saja ia tidak mengalami pengalaman hidup yang begitu keras di Tortus, mungkin kepribadiannya akan lebih mirip dengan mereka sejak awal.

“Papa? Kenapa nenek dan kakek pergi begitu saja?”

Myuu, yang masih belum memahami situasi, hanya menatap dengan ekspresi bingung yang sangat menggemaskan.

Sebaiknya dia tetap tumbuh lurus seperti ini... pikir Hajime sambil menghela napas.

“Tidak ada apa-apa. Ibu dan Ayah pada dasarnya menjalani hidup dengan mood dan dorongan sesaat, jadi kadang-kadang mereka mengalami semacam ‘serangan mendadak’ seperti itu. Itu penyakit bawaan mereka.”

Pernyataan yang cukup kejam.

Myuu membelalakkan matanya karena terkejut, sementara Hajime mengelus kepalanya dengan lembut, membujuknya agar tetap tenang.

Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke Yue dan yang lainnya.

Tatapan mereka seakan berkata bahwa mereka agak kesal, tetapi Hajime membalas dengan ekspresi datar yang penuh makna:

“Ibu salah paham juga gara-gara kalian, tahu?”

Lalu, dengan nada tegas, dia berkata:

“Pertama-tama, kenakan pakaian dengan benar.”

“““Ah!”””

Yue, Shea, dan Tio berseru bersamaan.

Terutama Yue, yang tidak hanya sembilan puluh persen telanjang, tetapi seratus persen tidak mengenakan apa pun.

Saat tidur bersama Hajime, dia memang memiliki kebiasaan tidak mengenakan pakaian sama sekali, sehingga tidak ada yang menegurnya sebelumnya.

Namun, dari sudut pandang Sumire, hal itu jelas akan menimbulkan kesalahpahaman besar.

Atau lebih tepatnya, Hajime bersyukur bahwa yang datang membangunkannya tadi adalah ibunya—bukan ayahnya.

Karena kalau ayahnya yang masuk...

Maaf, Ayah.

Aku mungkin harus membuatmu kehilangan beberapa detik ingatan dengan sedikit rasa sakit sebagai gantinya...

Hajime hanya bisa menghela napas panjang.

Dari ruang tamu, terdengar suara bersin keras. Sepertinya Shuu merasakan sesuatu dan menggigil. “Apa!? Kenapa Aku tiba-tiba merinding!? Seram sekali!” 

“Aku akan menjelaskan semuanya dan meluruskan kesalahpahaman, jadi kalian bersiap-siap dulu. Mengerti?”

Sambil mengangkat Myuu dan meraih tangan Remia, Hajime turun dari tempat tidur.

Yue dan yang lainnya, dengan ekspresi canggung, hanya bisa menjawab, “Haaai...” (Iyaaaaaa...)


◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇


“Hmm, Shea-chan, Remia-chan. Masakan kalian hari ini juga sangat enak.”

“Padahal bahan makanan dan bumbu di dunia ini berbeda dengan dunia lain, tapi dalam waktu kurang dari sebulan kalian sudah mampu memasak hingga level ini. Sungguh menakjubkan.”

Kini, setelah semuanya sudah berpakaian rapi, mereka berkumpul di meja makan untuk sarapan.

Keluarga Nagumo adalah keluarga kreator. Sumire adalah seorang mangaka shoujo terkenal, sementara Shuu menjalankan perusahaan pengembang game.

Keduanya adalah otaku veteran yang benar-benar tenggelam dalam hobi mereka. (Wibu Old garis kelas Slurrr)

Dengan kata lain, mereka adalah tipe penghuni malam.(pekerja lembur) 

Karena itu, mereka jarang makan sarapan dan sering makan siang dengan menu seadanya.

Mereka lebih memilih makan malam besar sebagai persiapan untuk begadang.

Sebenarnya, makan setelah baru bangun tidur terasa seperti siksaan.

Mereka berpikir begitu. Namun...

“Ehehe~ Senang sekali bisa membuat kalian bahagia~. Saat di Tortus, aku sering mendengar cerita dari Hajime-san, jadi aku mencoba membuat ulang masakan dari Bumi.”

Gadis Usamimi dari dunia lain itu menggerak-gerakkan telinga panjangnya dengan malu-malu. Ia terlihat sangat senang.

“Setiap orang memiliki cara hidup yang berbeda... Tapi sepertinya kalian berdua sudah melewati banyak beban, bukan? Kalian terlihat agak terlalu kurus. Setidaknya, untuk sementara waktu, makanlah tiga kali sehari dengan baik, ya?”

Gadis Mermaid dari dunia lain itu memancarkan kehangatan seorang ibu, sampai-sampai mereka hampir saja memanggilnya, “Mama~!”

Selama Hajime sibuk, Shea dan Remia mulai belajar memasak makanan Bumi, baik untuk membiasakan diri dengan lingkungan baru maupun untuk membantu Hajime serta kedua orang tuanya.

Sejak awal, mereka memang sudah pandai memasak. Meski berasal dari dunia yang berbeda, keterampilan mereka tetap luar biasa.

Dua menantu yang begitu berbakat ini kini memasak dengan penuh kasih sayang untuk mereka.

Bagaimana bisa aku menyebut diriku seorang mangaka shoujo jika aku tidak menyantap ini!? (Sumire)

Ini adalah kesempatan emas! Sebuah Gelombang Besar! Aku harus ikut dalam arus besar ini! (Shuu)

Meskipun menjadi seorang mangaka sama sekali tidak ada hubungannya, dan ini juga bukan “big wave”, tapi bagaimanapun juga, mereka adalah otaku veteran.

Menolak masakan rumahan yang disajikan oleh istri-istri imut anaknya yang datang dari dunia lain bukanlah pilihan—bahkan jika perut mereka sampai hancur karenanya. Dan tanpa disadari, hanya dalam waktu seminggu...

“Hajime, kamu benar-benar menemukan istri yang baik, ya~. Kalau sampai membuat mereka menangis, aku akan menerbitkan doujin tentangmu, tahu? Jadi hati-hati, ya.”

“Jangan pernah lepaskan mereka, mengerti? Jika kamu membuat mereka tidak bahagia... Ayah akan melakukan segala bentuk balas dendam yang bisa terpikirkan.”

“Mengerikan sekali...”



Mereka sudah benar-benar terbiasa dimanjakan. Sekarang, baik sarapan, makan siang, maupun makan malam, semuanya adalah masakan Shea & Remia. Keduanya tersenyum lebar, pipi mereka menggembung seperti tupai yang menikmati makanannya.

Saat dipuji sebagai istri yang baik, Shea dan Remia tersipu, terlihat gugup dan malu-malu.

“Obaa-chan! Ojii-chan! Kalau Myu bagaimana? Apakah Myu juga bisa menjadi istri yang baik?”

“Hmmm, memang benar... Saya juga ingin tahu penilaian Anda sekalian. Bagaimanapun juga, Saya ini hanyalah seorang pemalas, tidak pandai memasak seperti Shea dan Remia, dan juga tidak punya penghasilan.”

Myu bersandar ke meja, sementara Tio menundukkan kepala dengan ekspresi sedikit bingung.

Dalam setengah bulan terakhir, Yue dan yang lainnya hampir tidak pernah keluar rumah. Dunia luar sedang gaduh, para media dan wartawan berkeliaran di mana-mana, mengikuti mereka, atau bahkan menunggu di tempat tertentu.

Tentu saja, sihir untuk mengganggu persepsi bisa digunakan untuk menghindari perhatian. Bahkan, mereka bisa menjadi tak kasat mata atau menggunakan sihir teleportasi untuk bepergian.

Namun, Yue dan yang lainnya tidak ingin keluar rumah dengan cara seperti itu. Hajime sedang berjuang keras, dan mereka tidak ingin bersenang-senang sendiri. Yang terpenting, mereka ingin menjelajahi kampung halaman Hajime bersama Hajime sendiri.

Sebagai hasilnya, seperti yang Tio katakan, mereka memang tidak melakukan apa-apa.

““Tidak mungkin kalian itu pemalas!!”“

Sumire dan Shuu harmonisasi suara mereka dengan indah. Tio dan yang lainnya pun berpikir serempak.

(Sejak pertama kali bertemu, kami sering berpikir… pasangan ini benar-benar akur, ya! Atau lebih tepatnya, mereka pasangan yang serasi!)

“Tio-chan juga istri yang hebat, lho? Punya seseorang seperti ini—maksudku, seorang wanita cantik dan menarik sebagai menantu, membuat Okaa-san benar-benar merasa terharu!”

“Ibunda Mertua ? Sekarang, tentang diriku—” 

“Benar sekali, Tio-san! Tidak ada yang perlu direndahkan! Kamu bahkan terlalu unik untuk putraku—maksudku, kamu adalah istri yang luar biasa!”

“Tidak ada yang bisa disembunyikan dariku!?”

Entah kenapa, lebih dari sekadar penilaian sebagai seorang istri, ini terdengar seperti pujian untuk seorang komedian.

Bagaimanapun juga, si naga gagal yang keberadaannya agak menyedihkan ini tampaknya benar-benar disukai oleh pasangan Nagumo.

“……”

Pada saat itu, Sumire mengalihkan pandangannya.

Ke arah Yue, yang sejak tadi terlihat agak terlalu tenang—sembari menutupi mulutnya dengan cangkir teh, matanya justru terus bergerak gelisah.

Mata Sumire menyipit, memancarkan tatapan lembut penuh kasih sayang, seperti seseorang yang tengah mengagumi sesuatu yang sangat menggemaskan.

Menyadari tatapan itu, Yue langsung membeku. Begitu mata mereka bertemu, bahunya tersentak kaget.

“Fufu. Tentu saja, Yue-chan adalah yang terbaik, lho?”

“A… ah. Terima kasih… Ibu Mertua…”

Gelisah. Malu-malu. Pipi Yue memerah, dan pandangannya bergerak gelisah ke segala arah.

Ini adalah pemandangan yang sangat langka. Biasanya, sang Vampire Princess terkuat selalu menunjukkan sikap tenang dan penuh percaya diri.

“Ada apa, Yue? Masih tegang di depan Ibu dan Ayah?”

“...T-tidak juga.”

“Meskipun biasanya sudah cukup terbiasa dengan kami...”

“Sepertinya, setiap kali pembicaraan menyangkut statusnya sebagai istri atau menantu, dia masih merasa tegang. Padahal tak perlu khawatir begitu.”

“A-ah... m-maaf...”

Dengan malu, Yue menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Karena ini adalah momen yang sangat langka, semua orang, termasuk Shea, tersenyum hangat—atau lebih tepatnya, Shea tampak agak bersemangat? Bagaimanapun, pemandangan ini terlalu menggemaskan untuk diabaikan.

Yue selalu percaya diri saat menyatakan dirinya sebagai “istri pertama” Nagumo Hajime. Namun justru karena keyakinan itu, di depan mertua, dia malah jadi orang yang paling gugup.

Mereka adalah orang-orang yang sama sekali tak ingin dia kecewakan. Dia ingin mereka benar-benar menganggapnya layak sebagai pasangan Hajime.

Perasaan itu begitu kuat hingga terkadang malah membuatnya terlalu tegang.

“Kamu boleh lebih santai, tahu? Apa pun yang dikatakan orang lain, Yue-chan tetaplah yang terbaik. Kami benar-benar bersyukur kamu telah menjadi bagian dari keluarga kami.”

“Benar-benar begitu. Semakin banyak kami mendengar cerita tentang dunia lain, semakin kami merasa tak bisa berkata apa-apa. Kami tidak akan pernah cukup berterima kasih padamu karena telah bertemu dengan Hajime, karena selalu berada di sisinya.”

Itu adalah perasaan tulus yang tak terbantahkan. Jika bukan karena Yue, bagaimana nasib Hajime? Kemungkinan besar, bukan hanya tubuhnya, tetapi juga hatinya yang akan hancur.

Setiap kali rasa terima kasih yang mendalam itu disampaikan, Yue kembali gelisah, seperti ikan yang terus berenang tanpa arah.

“T-tidak perlu berlebihan... Aku hanya melakukan apa yang memang ingin kulakukan...”

Semakin Yue panik, semakin lebar senyum jahil di wajah Hajime dan yang lainnya. Khususnya Shea, yang tampaknya semakin bersemangat sambil berseru, “Yue-san imut sekaliii!” (TL Note: dasar kelinci sagne...) 

“Yang terpenting, putraku jelas sudah tidak bisa hidup tanpamu kan?”

“Jadi, tolong terus jaga Hajime, ya? Kami sangat mengandalkanmu, Yue-chan.”

“A-ah, tentu saja! Serahkan padaku!”

Dengan semangat tinggi, Yue mengangguk berkali-kali. Pemandangan itu sangat menggemaskan. Bahkan, caranya menarik napas kecil melalui hidung dan mengepalkan kedua tangannya membuatnya tampak sedikit kekanak-kanakan.

“Hei, Yue. Akhir-akhir ini, bukannya kamu tegang, lebih seperti... malu-malu, ya?”

“Ah, aku juga berpikir begitu! Entah kenapa, setiap kali di depan Ibu dan Ayah Mertua, Yue-san jadi agak kekanak-kanakan! Dan itu... benar-benar mematikan dalam keimutan!”

Shea, yang paling mengidolakan Yue, tampak seperti menemukan sekutu baru dalam pendapatnya.

“Jadi bagaimana?”

Hajime dan yang lainnya pun serentak menatap Yue, menunggu reaksinya.

“…Ka-karena… Ibu Mertua dan Ayah Mertua sangat baik… Mereka memperlakukan aku seperti putri mereka sendiri… Aku tahu seperti apa sosok Ayah berkat Paman Dien, tapi ‘Ibu’…”

Begitulah yang sebenarnya.

Sejak lahir, Yue telah menjadi incaran para dewa. Karena itu, orang tuanya sendiri pun tidak benar-benar melihatnya sebagai seorang anak, melainkan sebagai objek pemujaan.

Rasa kasih sayang dalam keluarga pertama kali diajarkan oleh pamannya, Dienleed, tetapi cinta seorang ibu—itu adalah sesuatu yang belum pernah benar-benar ia alami.

Namun, meskipun waktunya masih singkat, kebersamaannya dengan Sumire telah membuatnya merasakan cinta dan kelembutan seorang ibu yang selama ini asing baginya.

Maka, tidak mengherankan jika dia masih sering merasa gugup di depan Sumire dan Shuu. Itu bukan karena ketakutan, tetapi lebih kepada perasaan canggung dan bahagia karena dicintai sebagai seorang anak.

“Mo~~~~~!! Aku tidak tahan lagi!!”

“Hmm!? Ibu Mertuaaa!?”

Dan dengan itu, pertahanan terakhir Sumire pun runtuh.

Seolah kehilangan semua akal sehatnya, dia berdiri dari kursinya dengan suara berisik, lalu—dengan kecepatan yang mencurigakan, seakan sedang menggunakan body enhancement—dia berlari mengitari meja dan langsung memeluk erat menantu kesayangannya.

“Ugh…Ibu Mertua, saya… sesak… Dan ini memalukan di depan semua orang…”

“Tidak apa-apa! Tidak apa-apa, kan!?”

“Aaah~~♪”

Yue, dalam sekejap, diangkat dalam posisi princess carry dan langsung dibawa ke sofa di ruang tamu. Nada suaranya yang sedikit bergetar dengan jelas mengungkapkan kebahagiaannya meskipun ia mencoba protes.

“Hiks…”

“Kenapa malah Ayah malah nangis?”

“Karena ini pemandangan yang terlalu suci dan berharga, sudah jelas kan?”

Hajime hanya bisa menatap ayahnya dengan ekspresi campur aduk. Tapi, jujur saja? Dia sangat memahami perasaan itu.

Sebagai bukti, wajah Hajime saat ini sudah seperti seorang Buddha yang mencapai pencerahan.

Shea dan yang lainnya tidak bisa menahan tawa kecil mereka. Mereka juga paham perasaan itu, tapi tetap saja… ekspresi ayah dan anak ini benar-benar terlalu konyol.

“Ngomong-ngomong, aku masih ingat betapa terkejutnya kami saat pertama kali Yue-chan dan yang lainnya datang ke rumah.”

Shuu menghirup napas panjang setelah mengusap hidungnya yang sedikit berair, lalu menatap jauh seolah mengenang masa lalu.

“Anak kami yang menghilang tiba-tiba ternyata ada di Isekai, menjalani petualangan layaknya game yang aku buat, dan sekarang pulang dengan Real Harem…”

“Hentikan sebutan ‘Real Harem’ itu, Ayah. Tapi yah… aku juga penasaran bagaimana reaksi kalian saat itu. Dan ternyata, hasilnya benar-benar seperti yang kubayangkan.”

Hajime dan Shuu kemudian melirik ke arah Sumire yang masih bercengkerama riang dengan Yue di sofa, sementara Shea dan yang lainnya menikmati waktu santai setelah makan.

Mereka pun teringat kembali pada hari itu—hari di mana semuanya dimulai.


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close