Penerjemah: Chesky Aseka
Proffreader: Chesky Aseka
Chapter 1
Itulah ingatan terakhir dari sang Pahlawan, Raid Freeden.
“Raid! Turun sekarang!”
Kini, ia hanya menguap lebar dengan santai saat menuruni tangga di rumahnya. “Ada apa, Bu?”
“Jangan pura-pura tidak tahu!” ibunya membentak, wajahnya pucat pasi. “Apa yang sebenarnya kamu lakukan?!”
“Um, setahuku sih tidak melakukan apa-apa...?”
“Yah, kepala desa baru saja memberitahuku bahwa seorang bangsawan dari ibu kota kerajaan datang mencarimu pagi ini!”
“Seorang bangsawan... Jadi, seorang penyihir?” Di zaman ini, mereka yang menguasai seni bertarung dengan sihir dikenal sebagai penyihir. “Sepertinya itu tidak ada hubungannya denganku.”
“Aku juga awalnya mengira itu hanya kesalahan. Tapi ternyata, bangsawan itu menyebut nama-mu secara spesifik,” ibunya menghela napas, lalu duduk di kursi, tampak sedikit lebih tenang. “Bagaimana bisa sampai begini...?”
“Mungkin ini bukan masalah besar.”
“Wow. Seperti biasa, tidak ada yang bisa membuatmu panik, ya? Aku selalu berpikir kamu agak berbeda dari anak-anak lain, dengan betapa jarangnya kamu menangis dan betapa dewasanya kamu bersikap...”
“Yah, itu tidak begitu mengejutkan,” Raid menggaruk pipinya dengan canggung.
Tentu saja, bukan berarti tidak ada hal yang pernah mengejutkannya; hanya saja, ia telah mengalami begitu banyak hal sehingga kini sulit baginya untuk benar-benar terkejut.
Bagaimana tidak, saat ia membuka matanya setelah kematiannya, ia mendapati dirinya berada seribu tahun di masa depan—dengan semua ingatannya sebagai Raid Freeden tetap utuh. Ia bahkan memiliki wujud yang sama seperti saat masa mudanya.
Setelah menjalani hidup yang penuh peperangan dan penderitaan, sang Pahlawan menyerbu ke pemakaman sang Bijak dengan tubuh penuh luka dan menghembuskan napas terakhirnya di sisi peti matinya. Dan kemudian... ia terbangun sebagai seorang bayi. Mengatakan bahwa ia kebingungan adalah pernyataan yang sangat meremehkan.
Belum lagi, sudah seribu tahun berlalu sejak saat itu. Tanah airnya, Altane, telah runtuh dan lenyap tanpa jejak; negara tetangga yang dulu berperang dengannya kini dikenal sebagai Kerajaan Sihir Vegalta; dan sihir, yang dulu hanyalah ilmu rahasia dari sebuah negeri kecil, kini telah menjadi praktik umum di seluruh dunia. Dengan semua perubahan ini, Raid merasa sulit untuk benar-benar terkejut oleh hal lain.
Selain itu, delapan belas tahun telah berlalu sejak ia memulai kehidupan keduanya. Ia sudah terbiasa dengan dunia yang telah berubah ini—dunia yang damai tanpa peperangan besar di cakrawala. Jika menghitung kehidupan masa lalunya, secara mental ia sudah hampir berusia sembilan puluh tahun. Sulit membayangkan ada sesuatu yang masih bisa mengguncangnya pada titik ini.
Lamunannya buyar saat ibunya menempelkan tangan di pipinya. “Mungkin,” gumamnya, “ini ada hubungannya dengan kenyataan bahwa kamu tidak bisa menggunakan sihir?”
Di dunia modern ini, sihir dapat digunakan oleh semua orang. Sang Bijak telah menciptakannya, dan mereka yang mewarisi kehendaknya dengan tekun meneliti serta mengembangkan warisan yang ia tinggalkan. Hasilnya, teknik sihir telah berkembang begitu pesat dan tersebar begitu luas hingga bahkan rakyat biasa pun bisa menggunakan bentuk-bentuk sihir sederhana.
Namun, Raid sama sekali tidak bisa menggunakan sihir.
“Yah, kakak laki-lakiku dan adik perempuanku cukup hebat dalam sihir. Kurasa aku hanya harus menyeimbangkan keadaan untuk mereka?”
“Itu cara berpikirmu?!”
“Maksudku, hidup ini lebih mudah jika kamu menerima hal-hal yang berada di luar kendalimu. Lagipula, aku tidak butuh sihir untuk membajak ladang dan membantu mengangkut barang untuk para penduduk desa.”
“Yah, kalau kamu bahagia, aku tidak akan memaksamu...”
Namun, Raid tidak menjawab.
Di dunia ini, penyihir dipandang tinggi. Mereka memiliki mana dan keterampilan yang jauh melampaui manusia biasa dan menggunakan kemampuan tersebut untuk melindungi kehidupan rakyat dari ancaman makhluk buas berbasis mana. Secara alami, penyihir pun menjadi terkenal dan dihujani baik dengan kekaguman maupun kecemburuan.
Sebaliknya, siapa pun yang tidak bisa menggunakan sihir dianggap tidak berguna. Jenis sihir yang bisa digunakan menentukan pekerjaan apa yang bisa diambil, dan hanya penyihir bersertifikat yang diizinkan untuk mengambil pekerjaan yang berhubungan dengan pertempuran. Dunia ini kini telah menjadi dunia yang sangat mengutamakan sihir. Bahkan seseorang yang dulu dikenal sebagai sang Pahlawan tidak akan diizinkan bertarung selama ia bukan seorang penyihir.
Namun, Raid sama sekali tidak merasa tidak puas dengan kehidupannya saat ini. Dibandingkan dengan kehidupan masa lalunya yang penuh peperangan dan konflik, di mana begitu banyak nyawa melayang di medan perang, dunia saat ini adalah lambang kedamaian. Membajak ladang di desa pedesaan yang tenang adalah cara hidup yang menyegarkan, sesuatu yang bisa ia nikmati.
Namun, ada satu hal kecil yang terus mengusik hatinya. Sang Pahlawan dalam dirinya masih merindukan pertarungan. Ia hanya ingin bertarung dengan segenap kekuatannya dan menikmati pertempuran yang menyenangkan. Itu satu-satunya ketidakpuasan kecil yang ia rasakan, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan mengenai hal itu. Kehidupannya saat ini hanyalah tentang bercocok tanam dan merawat tanaman dengan sepenuh hati.
“Kurasa aku harus pergi menemui kepala desa sekarang,” kata Raid. “Sebaiknya tidak membuat mereka menunggu terlalu lama. Ini pasti cukup mendesak jika mereka tahu namaku.”
“Kalau ternyata kamu memang membuat masalah, bolehkah aku berpura-pura tidak mengenalmu?!”
“Tentu.”
“Jawaban yang sangat menyedihkan! Lupakan itu! Aku akan menanggung tanggung jawab bersamamu sebagai ibumu!”
“Pernahkah terpikir olehmu bahwa mungkin aku tidak membuat masalah?” Raid tertawa kecil melihat reaksi ibunya sebelum beranjak menuju rumah kepala desa.
Saat berjalan melewati desa, ia menikmati pemandangan yang damai, meskipun merasakan beberapa tatapan dari para penduduk yang mengawasinya dari kejauhan. Seperti khasnya desa kecil, kabar bahwa ia dipanggil oleh seorang bangsawan telah menyebar dengan cepat. Ini mungkin akan menjadi bahan pembicaraan utama di desa untuk waktu yang lama.
Beberapa langkah lebih jauh di jalan, sebuah pemandangan yang tidak biasa menarik perhatiannya: sebuah mobil sihir—kendaraan besi yang bergerak bukan dengan kuda, melainkan dengan mana. Teknologi semacam ini tidak pernah terbayangkan seribu tahun yang lalu, tetapi teknik sihir telah berkembang pesat sejak saat itu. Sang Bijak tidak hanya menciptakan sihir, tetapi juga konsep sirkuit mana yang memungkinkan aktivasi sihir sederhana selama ada suplai mana. Dengan perkembangan lebih lanjut dari waktu ke waktu, sirkuit ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Tentu saja, mobil sihir masih belum tersebar luas. Hanya mereka yang berada di kalangan elit masyarakat yang bisa memiliki satu secara pribadi. Misalnya, keluarga bangsawan ternama yang telah menghasilkan penyihir berbakat selama beberapa generasi, atau keluarga kuno dan bergengsi dengan sejarah panjang nan terhormat. Karena seseorang dengan status setinggi itu secara khusus memanggil Raid, reaksi panik ibunya memang sangat masuk akal—begitu pula dengan kepala desa.
Begitu Raid tiba, pria tua yang sejak tadi mondar-mandir dengan gelisah itu langsung mengangkat kepalanya.
“Apa yang sebenarnya kamu lakukan, Raid?!”
“Huh. Aku merasa baru saja mengalami déjà vu.”
“Peduli apa aku! Rasanya umurku berkurang sepuluh tahun gara-gara ini!”
“Memangnya sepenting itu...?”
“Sudahlah, cepat masuk! Dan apa pun yang terjadi, itu bukan urusanku, mengerti?!”
“Mengerti.”
“Argh! Kamu pikir aku kepala desa yang tidak peduli dengan warganya?!”
“Déjà vu lagi,” komentar Raid datar. “Tapi terima kasih, Pak Kepala Desa.”
Meskipun situasi ini cukup luar biasa, interaksi Raid dengan kepala desa tetap saja santai seperti biasanya.
“Jadi, siapa sebenarnya yang mencariku?” tanyanya sambil mengikuti pria tua itu ke dalam rumahnya. “Yang kutahu cuma bahwa aku dipanggil oleh seorang bangsawan.”
“‘Seorang bangsawan’?” kepala desa mengulang dengan nada tak percaya, ekspresinya menegang. “Kamu tidak dipanggil oleh sembarang bangsawan. Orang yang mencarimu adalah kerabat jauh dari keluarga kerajaan yang sangat berpengaruh, sekaligus sosok yang terkenal di seluruh Kerajaan Sihir Vegalta.”
Raid berkedip. “Dan kenapa orang seperti itu mencariku...?”
“Aku tidak tahu.”
“Aku berharap kamu tidak memanggilku sampai kamu tahu,” jawabnya datar.
“Kamu akan tahu begitu sampai di sana, atau begitulah yang mereka bilang. Bahkan aku sendiri tidak diberi banyak detail.”
“Tapi aku hampir tidak pernah meninggalkan desa.”
“Itulah sebabnya aku juga tidak tahu.” Kepala desa mengerutkan kening. “Sudah, masuk saja dan lihat sendiri,” desaknya sambil mengangguk pelan. “Mungkin kamu akan mengerti sesuatu.”
“Baiklah. Sampai nanti.”
Raid melangkah ke depan ruang tamu dan perlahan membuka pintunya. Dan di detik berikutnya, ia terdiam tanpa kata.
Rambut perak pucat yang berkilauan seperti cahaya bulan purnama.
Mata biru sedalam samudra tak berujung.
Dan ekspresi datar yang terpahat pada wajah lembut nan anggun.
Rasanya seperti menatap sosok yang keluar langsung dari ingatannya, tetapi Raid tahu itu mustahil. Sudah seribu tahun berlalu sejak saat itu, dan terlebih lagi, dia sudah mati. Ia melihat sendiri jasadnya dengan matanya.
“Sudah lama sekali, Raid.”
Namun di sinilah dia, memanggil namanya dengan suara jernih yang begitu akrab di telinganya. Berdiri dengan tenang di seberang pintu itu tak lain adalah Eluria Caldwin sendiri.
* * *
Setelah Raid memasuki ruangan dengan linglung, Eluria memerintahkan para pelayannya untuk menunggu di luar. Begitu hanya mereka berdua yang tersisa, ia duduk di sofa dan mengangguk.
“Sudah lama sekali, Raid,” katanya sekali lagi, mata birunya bertemu dengan miliknya. Bantalan kursi yang melandai di bawah berat tubuhnya menegaskan bahwa ia bukan sekadar bayangan dari imajinasinya.
Tatapan diam Raid membuat Eluria sedikit memiringkan kepalanya, tampak khawatir.
“Raid?”
“Ah, maaf—maksudku, maafkan saya.”
Gadis berambut perak itu mengerutkan kening.
“Kenapa kamu berbicara begitu formal?”
“Saya rasa ini adalah etiket yang sepatutnya dijaga di hadapan anggota terhormat dari Keluarga Caldwin.”
Jawabannya justru membuat kekhawatiran Eluria semakin dalam, alisnya semakin berkerut.
“Jangan bilang... kamu tidak ingat?”
“Maafkan saya. Mungkin kita pernah bertemu sebelumnya?”
Bahu Eluria langsung merosot karena kecewa. Ia tampak begitu sedih hingga Raid sendiri merasa bersalah hanya dengan melihatnya.
Ia menghela napas sambil menggaruk kepalanya.
“Apakah kamu datang untuk mencari pria yang dulu dikenal sebagai sang Pahlawan?”
Eluria sontak mendongak—tetapi kemudian langsung merosot kembali.
“Tapi Raid yang kukenal tidak berbicara sepertimu...”
“Tunggu sebentar. Kalau begini terus, tidak ada jalan keluar.”
“Itu terdengar jauh lebih seperti dia.”
“Karena aku memanglah dia,” Raid mendesah. “Sebagai Pahlawan Altane, aku harus menemui para petinggi kerajaan dari waktu ke waktu. Setidaknya aku berbicara dengan sopan jika situasinya menuntut, kamu tahu?”
Ucapan itu langsung mengembalikan cahaya ke mata Eluria. “Jadi kamu benar-benar Raid!”
“Tepat sekali. Kalau begitu, boleh aku bertanya juga—kamu benar-benar Eluria yang kuingat, kan?”
“Eluria Caldwin. Lahir dan dibesarkan di Vegalta. Berumur sekitar dua ratus tahun. Hobiku membaca, dan minuman favoritku adalah teh susu hangat. Saat lelah, aku suka tidur di bawah sinar matahari.”
“Dua yang pertama itu saja yang kuketahui...,” gumam Raid.
Kepala Eluria kembali tertunduk. “Maaf...”
Memang benar, ada sangat sedikit hal yang Raid ketahui tentangnya. Mereka hanya pernah bertemu di medan perang, dan meskipun sempat bertukar beberapa kata, ia hampir tidak tahu apa pun tentang hobi atau kesukaannya. Namun, ada satu hal yang bisa ia gunakan untuk memastikan identitasnya.
“Berapa kali kita bertarung?”
“Enam ribu tiga ratus dua puluh sembilan kali.”
“Keren. Bukan berarti aku ingat.”
“Ya. Aku selalu harus mengingatkanmu,” kata Eluria, dan akhirnya, ketegangan di wajahnya benar-benar menghilang. “Syukurlah... Kamu memang benar-benar dia.” Dengan mata yang mulai berair, Eluria meletakkan tangan di dadanya dan mengangguk lega.
Sementara itu, Raid menghembuskan napas panjang dan menjatuhkan dirinya ke sofa.
“Aku tidak pernah membayangkan kita akan bertemu lagi, apalagi seperti ini.” Siapa yang bisa mengira bahwa mereka akan kembali bertemu dengan rival yang sudah mati, seribu tahun di masa depan? “Ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa menemukanku?”
“Karena aku telah bereinkarnasi, aku berpikir kamu juga pasti ada di sekitar sini.”
“Jadi kamu mencariku tanpa bukti sama sekali? Wow...”
“Intuisiku adalah bukti yang cukup,” katanya dengan senyum tipis penuh percaya diri.
Namun, ada satu kata dalam ucapannya yang menarik perhatian Raid. “Kamu bilang kamu ‘bereinkarnasi’? Apa maksudnya?”
“Singkatnya, itu adalah ketika seseorang menjalani kehidupan berikutnya sambil mewarisi semua ingatan dan kemampuan dari kehidupan sebelumnya. Lebih tepatnya, itu adalah efek dari sihir reinkarnasi.”
“Tunggu, sihir? Jadi kamu yang mengaktifkannya?”
“Bukan, bukan aku,” Eluria menggeleng. “Untuk lebih jelasnya, ‘sihir reinkarnasi’ hanyalah istilah sementara dariku. Sihir itu ada secara teori, tetapi aku tidak memiliki cara untuk menggunakannya.”
Raid menggumam pelan. “Jadi begitu.”
Meskipun Eluria bukan orang yang paling pandai menjelaskan, Raid bisa menyusun pemahaman dasarnya. Intinya, Eluria telah menentukan efek dari sihir reinkarnasi, tetapi cara untuk menggunakannya masih berada di luar jangkauannya.
“Jadi, bahkan pencipta sihir sendiri tidak tahu? Pasti sesuatu yang sangat luar biasa.”
Eluria dengan kesal menggembungkan pipinya. “Bahkan sang Bijak tidak tahu segalanya,” gerutunya.
Bagaimanapun juga, reinkarnasi mereka bukanlah hasil dari perbuatan Eluria. Tentu saja, Raid sendiri tidak memiliki ingatan telah melakukan sesuatu yang semacam itu. Sang Pahlawan dan sang Bijak telah bereinkarnasi bersama ke seribu tahun di masa depan... Akan terlalu berlebihan jika hanya menganggapnya sebagai kebetulan belaka.
“Yah...,” Raid mengangkat bahu. “Tidak ada gunanya aku memikirkan sesuatu yang bahkan kamu sendiri tidak mengerti.”
“Mhm. Kamu tidak bisa tahu apa yang memang tidak kamu ketahui,” Eluria menyimpulkan dengan nada filosofis. “Dalam kasus kita, ada terlalu banyak pertanyaan. Aku sempat mencoba menyelidiki, dan menurut informasi yang kutemukan, sihir reinkarnasi seharusnya mereplikasi target dengan sempurna dari kehidupan mereka sebelumnya. Tapi aku berubah.”
“Kamu berubah?”
Tatapan Eluria langsung menajam.
“Kamu tidak menyadarinya?”
Saat itu juga, naluri Raid mengatakan bahwa ia akan berada dalam masalah besar jika tidak bisa memberikan jawaban, jadi ia kembali mengamati gadis di hadapannya dengan seksama.
Rambut peraknya masih secantik dan sebersih yang ia ingat.
Matanya masih memiliki warna biru sedalam lautan.
Dari segi usia, ia masih tampak seperti gadis berumur lima belas atau enam belas tahun.
Untuk bentuk tubuhnya... Raid tidak pernah terlalu memperhatikan di kehidupan sebelumnya, tetapi ia ingat bahwa tingginya rata-rata, dan lekuk tubuh serta lengan mungilnya tetap terlihat feminin, sama seperti sebelumnya.
Kesimpulannya, tidak ada yang berubah.
Tak tahan dengan keheningannya, Eluria mulai gelisah, memainkan rambutnya. Dan saat itulah Raid akhirnya menemukan perbedaannya—ujung telinganya yang dulu runcing kini telah berubah menjadi bulat.
“Tunggu... Kamu bereinkarnasi menjadi manusia?”
“Ya,” Eluria mengangkat rambutnya, memperlihatkan sepenuhnya. “Jadi sekarang, telingaku sama seperti punyamu.”
“Yah, sepertiku dan seluruh umat manusia juga...,” Raid tertawa kecil dengan pasrah. Perubahan ini berarti bahwa kali ini mereka berdua akan menua dan menjadi tua bersama. “Ngomong-ngomong, kepala desa bilang kamu adalah kerabat jauh keluarga kerajaan. Kamu jadi orang penting lagi di kehidupan ini?”
“Orang yang super penting, kurasa.”
Raid menatapnya dengan ekspresi datar, kehabisan kata karena betapa eloknya penjelasan Eluria.
“Baiklah... Tentu. Um, seberapa ‘super’ tepatnya?”
Eluria bergumam sejenak. “Salah satu muridku berasal dari keluarga kerajaan, lalu dia mengambil nama keluargaku, dan sekarang mereka dikenal sebagai keluarga yang mewarisi nama sang Bijak.”
“Oh, wow. Itu memang super penting.”
Bagaimanapun, dunia ini telah menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi sihir, di mana banyak legenda dan cerita memuji pendirinya, sang Bijak. Tidak diragukan lagi, keluarga yang mewarisi namanya pasti memiliki pengaruh besar. Semua ini adalah hasil dari upaya Eluria sendiri dalam mewariskan tekniknya kepada generasi berikutnya, jadi fakta bahwa ia sendiri memiliki dukungan kuat di kehidupan ini adalah perkembangan yang luar biasa.
Namun, Eluria hanya menatap Raid dan bertanya, “Lalu, bagaimana denganmu...?”
“Apa maksudmu?” dia balik bertanya.
“Bagaimana hidupmu sekarang?”
“Aku membajak ladang di sini, menebang beberapa pohon di sana, dan sesekali membantu pedagang membawa barang.”
Hening sejenak sebelum Eluria bergumam, “Kenapa?”
“Yah... Karena aku tidak bisa menggunakan sihir.”
Sebagai catatan, Raid sudah berusaha belajar. Ia mempelajari dasar-dasar sihir yang kini dianggap sebagai pengetahuan umum, meminta kakak dan adiknya yang jauh lebih berbakat untuk mengajarinya, dan mencoba berbagai cara—tetapi semua sia-sia. Bahkan sihir paling dasar yang bisa dikuasai anak-anak pun tetap di luar jangkauannya.
“Bagaimana dengan Tes Kecocokan?”
“Tes yang kita jalani saat berumur dua belas tahun? Yah, alatnya langsung rusak begitu aku menyentuhnya, jadi orang dari Asosiasi memberiku ceramah panjang lebar.”
Di dunia ini, anak-anak menjalani Tes Kecocokan Mana saat mereka berusia dua belas tahun. Jika kapasitas mana yang dihitung oleh alat pengukur mencapai angka tertentu, anak tersebut akan dikategorikan sebagai calon penyihir. Jika skornya memenuhi standar yang lebih tinggi, mereka bahkan bisa mendapatkan undangan dari berbagai institusi sihir di seluruh negeri. Dengan lulus dari salah satu institusi ini, mereka bisa menapaki jalan gemilang sebagai penyihir.
Namun, masalah Raid muncul bahkan sebelum tahap itu. Jangan bicara soal menggunakan sihir, bahkan hanya mengalirkan mana ke benda dengan sirkuit mana pun selalu berakhir dengan kehancuran total. Jadi, ketika alat pengukur dalam Tes Kecocokan Mana hancur berkeping-keping seperti yang sudah diduga, bukan hanya ia harus mendengarkan ceramah panjang dari petugas, tetapi ia juga menerima pemberitahuan resmi bahwa kecocokan mananya bernilai nol besar. Begitulah kisah bagaimana ia resmi dicap sebagai tidak kompeten.
Meski begitu, Raid tidak terlalu memikirkannya. Jika terus memaksakan diri dalam sihir hanya akan menyusahkan orang di sekitarnya, maka ia lebih memilih untuk hidup dengan bekerja di ladang dan membantu penduduk desa dengan caranya sendiri.
Namun, gadis di hadapannya tampak jelas tidak puas dengan kehidupannya yang sederhana di pedesaan. Alis Eluria berkerut, dan bibirnya mengerucut cemberut. “Tapi kamu itu sang Pahlawan,” rengeknya.
“Yah, dulunya memang sang Pahlawan,” koreksinya dengan canggung.
“Dan kamu sekuat diriku.”
“Aku tidak akan menyangkal itu. Tapi dunia ini sekarang sepenuhnya tentang sihir. Senjata jarak dekat hanya dianggap sebagai benda antik dan pajangan, dan sekalipun tidak, hanya penyihir yang diizinkan untuk bertarung.”
Alis Eluria semakin dalam berkerut dengan setiap kata yang keluar dari mulut Raid, tetapi apa yang ia katakan adalah kenyataan. Mereka yang tidak bisa menggunakan sihir dianggap tidak berguna. Tidak peduli seberapa kuat seseorang dalam cara lain, mereka tidak akan diizinkan untuk bertarung. Mereka hanya bisa menjalani hidup dalam ketidakjelasan. Pada akhirnya, Raid hanyalah manusia biasa—dengan posisinya yang telah berubah sepenuhnya, serta dunia di sekelilingnya yang juga telah berubah, tidak banyak yang bisa ia lakukan.
Eluria mengangguk sekali, lalu mengangkat wajahnya dan perlahan membuka bibirnya. “Raid,” katanya dengan suara yang nyaris berbisik, “menikahlah denganku.”
Mulut Raid menganga. Setelah keheningan panjang, satu-satunya hal yang bisa ia katakan hanyalah, “Hah?”
“Kurasa kamu harus mulai sebagai tunanganku dulu.”
“Tunggu. Jangan memutuskan obrolan pernikahan ini tiba-tiba.”
Namun, gadis yang tiba-tiba melontarkan lamaran itu tampak benar-benar serius.
“Aku, atau lebih tepatnya, afiliasi dekat Keluarga Caldwin dapat mengikuti ujian masuk Institut Sihir tanpa memandang kecocokan mana. Tunjukkan saja seberapa kuat dirimu, dan kamu seharusnya bisa menjadi penyihir juga. Dengan begitu, kamu bisa bertarung seperti dulu. Ini rencana yang sempurna.”
“Tapi bukankah itu agak tidak adil...?”
“Tidak sama sekali,” balas Eluria cepat. Ia jelas tidak sedang bercanda. “Kamu itu sangat kuat. Kuat hingga bisa bertarung denganku selama lebih dari lima puluh tahun. Dan tidak hanya kuat—itulah alasan mengapa kamu disebut sang Pahlawan.” Ia menundukkan kepala dengan ekspresi kesal. “Tapi sekarang, tidak ada yang peduli padamu hanya karena kamu tidak bisa menggunakan sihir. Itu bodoh. Aku tidak suka itu.”
Saat ini, ia berbicara sebagai rival yang telah bertarung dengannya selama lima puluh tahun. Sang Pahlawan dan sang Bijak saling mengenali dan mengakui kekuatan satu sama lain lebih baik dari siapa pun, itulah mengapa Eluria merasa perlu membuat lamaran yang begitu mendadak, betapapun absurdnya itu.
Namun saat ini, Raid hanyalah seorang pemuda biasa dari desa terpencil yang tidak bisa menggunakan sihir, sementara Eluria adalah seorang bangsawan yang memiliki status dan kekuasaan hanya di bawah keluarga kerajaan. Jika keadaan memburuk, ia mungkin justru akan menodai nama keluarganya. Ia tidak bisa begitu saja menyetujui proposal yang tidak masuk akal ini.
“Dengar, aku menghargai niatmu, tapi—”
Namun, begitu ia mencoba menolak, Eluria langsung menyela dengan satu kalimat yang sangat familier:
“Mari kita tentukan siapa yang lebih kuat di antara kita, sekali untuk selamanya.”
Itulah janji yang tak pernah bisa mereka penuhi di kehidupan sebelumnya, satu-satunya penyesalan yang terus menghantui benak Raid hingga hembusan napas terakhirnya. Raid mengerutkan alisnya. “Kamu sangat licik membicarakan itu sekarang.”
“Tidak juga,” ulang Eluria dengan ekspresi datar, mata birunya yang jernih dan tak tergoyahkan menembus dirinya. “Kamu pasti berpikir hal yang sama.”
Dan ia benar—jawabannya sudah ditentukan sejak awal.
Selama lima puluh tahun lebih, tanggung jawab mereka di medan perang terus berubah. KalahnyasSang Pahlawan atau sang Bijak bisa berujung pada kehancuran seluruh pasukan dan negara mereka. Itulah mengapa mereka terus berakhir dengan hasil imbang, seperti aktor yang mengikuti naskah, selalu bertarung dengan serius tetapi tak pernah mengeluarkan segalanya.
Tapi jika ia boleh berharap lagi...
“Aku tidak akan lari atau bersembunyi, jadi datanglah kapan saja.”
Raid menjawab dengan kata-kata yang sama seperti saat janji itu pertama kali dibuat dalam kenangan masa lalu yang telah lama berlalu.
* * *
Setelah menyetujui rencana Eluria, Raid hanya membawa barang-barang paling penting dan berangkat menuju ibu kota kerajaan bersamanya. Sambil menatap kosong ke luar jendela mobil sihir, ia bergumam, “Astaga, siapa sangka, ya?”
Sejujurnya, bahkan di kehidupan sebelumnya, ia sudah melihat Eluria sebagai lebih dari sekadar musuh. Mereka saling memahami dengan cukup baik untuk secara tak terucapkan menghindari jatuhnya korban besar di kedua pasukan mereka. Itulah sebabnya ia berpikir bahwa mereka bisa saja menjadi teman baik jika tidak berada di pihak yang berlawanan. Namun, entah bagaimana, lupakan soal pihak yang mereka bela—seluruh dunia dan era tempat mereka hidup telah berubah. Bahkan, mereka langsung melompati tahap pertemanan dan malah berakhir sebagai rival yang berubah menjadi calon pasangan hidup.
Sementara itu, orang yang mengusulkan ide gila ini justru duduk gemetar di kursinya, wajahnya menegang dan tampak sangat gugup.
“Eluria?” panggil Raid.
Tidak ada respons.
“Halo? Eluria Caldwin?”
“Y-Yahw?!” jawabnya, dengan gigih menggigit lidahnya sendiri. Wajah gadis itu langsung memerah, lalu ia menunduk malu. “Maaf...”
“Uh, kamu tidak perlu minta maaf, sungguh...” Raid menggaruk kepalanya.
Sejujurnya, ia sudah menduga hal ini. Meskipun mereka hanya pernah bertemu di medan perang, ada beberapa hal yang bisa ia simpulkan dari lima puluh tahun mereka saling mengenal—dan salah satunya adalah bahwa Eluria mungkin sangat buruk dalam bersosialisasi.
Dulu, para elf ditakuti karena memiliki rupa yang mirip manusia, meskipun berasal dari ras yang sepenuhnya berbeda. Mereka hidup di tengah alam dan menghindari interaksi dengan manusia. Raid tidak tahu kenapa Eluria memutuskan untuk terjun ke dunia manusia, tapi mengubah kebiasaan yang sudah tertanam sejak kecil berkat sifat alami dan lingkungannya tentu bukan hal mudah. Bahkan di negerinya sendiri, semua orang tahu bahwa sang Bijak menghindari sorotan dan tidak menyukai manusia.
Namun, melihatnya sekarang, Raid merasa lebih mungkin bahwa ia sebenarnya tidak tahu cara berbicara dengan orang lain sejak awal. Jadi, ia memutuskan untuk memimpin percakapan ini. “Aku ingin bertanya sesuatu.”
“A-Apa itu—ah.”
“Tunggu. Bagaimana kalau kita berpura-pura kamu baru saja tidak menggigit lidah lagi? Kita tidak akan ke mana-mana kalau begini terus, jadi tahan saja rasa malunya, oke? Lakukan ini demi aku yang berusaha memulai percakapan, tolong.”
Di bawah serangan permohonan putus asa Raid, Eluria akhirnya mengangguk pelan, meskipun wajahnya semakin memerah.
“Tentang aku yang tidak bisa menggunakan sihir,” lanjutnya. “Apa kamu punya teori?”
“Maksudmu, alasannya?” tanyanya ragu.
“Ya. Aku pikir mungkin kamu tahu sesuatu, mengingat kamu yang menciptakannya.”
Kilatan ketertarikan muncul di mata Eluria. “Hm... Mungkin karena mana-mu.”
“Mana-ku?”
“Ya. Akan lebih mudah dipahami jika kamu menganggap mana seperti air,” jelasnya sambil menggambar gerakan di udara. “Mana normal itu seperti air, yang berarti bisa mengalir dengan mudah melalui jalur—yaitu sirkuit mana. Tapi mana-mu itu seperti batu. Tidak bisa mengalir sama sekali, dan jika dipaksa masuk, malah akan menghancurkan jalurnya sendiri.”
“Ohhh. Jadi itu sebabnya alat ujiannya rusak.” Masalah ini memang hanya muncul setiap kali ia mencoba menggunakan sihir atau memasukkan mana ke suatu benda. Jika tidak, bahkan mobil sihir yang mereka naiki saat ini pasti sudah hancur begitu ia melangkah masuk.
“Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa memiliki mana seperti itu, tapi yang jelas, itu tidak cocok dengan sistem sihir yang kuciptakan. Kamu harus merancang teori baru dan membuat sirkuit mana khusus dari nol—tentu saja, yang sesuai dengan jenis mana-mu.”
“Apa itu akan memakan waktu lama?”
“Aku butuh seratus tahun untuk merancang dasar teori sihir yang sekarang.”
“Jadi, saat itu selesai, aku sudah jadi kakek tua lagi,” simpul Raid.
“Dan karena aku manusia sekarang, aku juga sudah jadi nenek saat waktu itu tiba...” gumam Eluria.
Jika bahkan pencipta sihir sendiri membutuhkan seratus tahun, maka bagi orang lain, itu nyaris mustahil. “Terima kasih, Eluria. Kamu baru saja menyelesaikan misteri delapan belas tahunku secara total,” katanya, setengah bercanda.
Gadis itu bertanya ragu, Kamu ingin bisa menggunakan sihir...?”
“Entahlah... Aku memang ingin mencobanya karena itu adalah keahlianmu, tapi bukan masalah besar kalau aku tidak bisa.” Bukan fakta bahwa ia tidak bisa menggunakan sihir yang mengganggunya, melainkan alasan di baliknya. Mendapatkan jawabannya saja sudah cukup memuaskan.
Eluria mengangguk puas. “Kamu tetaplah Raid yang kukenal. Lagipula, kamu tidak akan bisa mengalahkanku dengan sihir.”
“Oh? Sombong, ya?”
“Tentu saja. Aku tidak akan kalah dari siapa pun dalam hal itu.” Eluria menyeringai bangga sambil membusungkan dadanya.
Melihatnya seperti ini, Raid tahu bahwa membahas topik sihir memang pilihan yang tepat. Jika mereka terus bercakap-cakap, Eluria pasti akan mulai lebih rileks.
Sebuah tarikan kecil di lengan bajunya mengalihkan perhatiannya. “Hm? Ada apa?”
“Um...” Eluria terlihat ragu, matanya berputar-putar ke segala arah sebelum akhirnya menguatkan tekad dan membuka bibirnya dengan gemetar. “Terima kasih... karena sudah setuju dengan rencanaku.”
“Harusnya aku yang bilang begitu,” balas Raid. “Kamu yang memikirkan ini untukku, jadi terima kasih.”
“Tapi aku hanya mengatakannya begitu saja... Kamu tidak... merasa terganggu?”
“Lebih tepatnya, aku kebingungan. Kamu kan langsung melompati penjelasan dan langsung melamarku, tahu?”
“K-Karena aku pikir ini cara terbaik agar kamu bisa bertarung lagi...!”
“Yah, memang tidak ada pilihan lain juga...”
Meskipun seolah-olah ide itu muncul begitu saja, menjadi tunangan anggota Keluarga Caldwin memang satu-satunya cara untuk mengubah status quo Raid. Tanpa kemampuan sihir, ia bahkan tidak diizinkan mengikuti ujian masuk institut sihir mana pun. Kakak dan adiknya memiliki nilai di atas standar pada Tes Kecocokan Mana dan saat ini sedang belajar di sebuah institut sihir, tetapi itu tidak menjamin perlakuan khusus; dalam skema besar, mereka hanya gelandangan yang cukup berbakat.
Selain itu, orang yang bukan penyihir dilarang terlibat dalam pertempuran. Meskipun sihir sudah tersebar luas di masyarakat modern, tetap saja itu bisa menjadi senjata mematikan di tangan yang salah. Oleh karena itu, kecuali dalam situasi darurat atau keadaan luar biasa, siapa pun yang kedapatan bertarung tanpa sertifikasi yang sah akan dihukum berat.
Tentu saja, selalu ada opsi untuk nekat bertarung tanpa peduli aturan, tetapi hampir mustahil bagi mereka untuk bertarung habis-habisan tanpa menarik perhatian siapa pun—dan jika seseorang dengan status setinggi Eluria sampai dihukum, stabilitas seluruh kerajaan bisa terguncang.
Singkatnya, jika Raid ingin bertarung secara adil dan tanpa batasan dengan Eluria untuk menentukan siapa yang lebih kuat, ia harus menjadi penyihir. Dan sebagai seseorang yang tidak bisa menggunakan sihir, statusnya sebagai ‘tunangannya Keluarga Caldwin’ adalah satu-satunya jalan yang bisa memberinya kesempatan itu.
Namun, ada alasan lain mengapa Raid setuju dengan rencana ini.
“Selain itu, lanjutnya. “Ini juga sangat berguna untuk penyelidikan yang harus kita lakukan.”
“Penyelidikan...?” ulang Eluria dengan bingung.
“Tentang situasi kita—bagaimana kita berdua bisa bereinkarnasi ke seribu tahun di masa depan. Tidak mungkin ini hanya kebetulan, kan?”
Sang Pahlawan dan sang Bijak telah bereinkarnasi di era yang sama, dengan semua ingatan mereka tetap utuh.
Terlalu sulit untuk menganggapnya sebagai kebetulan belaka. Jika begitu, pasti ada pihak ketiga yang terlibat.
“Jika ada seseorang yang ikut campur dalam reinkarnasi kita, kita harus menemukannya dan memaksanya bicara. Dan meskipun ternyata ini memang kebetulan, tidak ada salahnya mencari tahu. Jika aku tetap menjadi rakyat biasa, aku harus menyerahkan semua penyelidikan padamu, dan itu jelas terlalu berat untuk ditangani sendirian.”
Jika bahkan Eluria sendiri belum tahu jawabannya, itu berarti informasi yang mereka butuhkan tidak hanya tersembunyi dari masyarakat umum, tetapi juga dari para penyihir. Untuk menggali informasi seperti itu, dibutuhkan status dan posisi yang kuat, dan itu yang harus Raid amankan untuk dirinya sendiri. Dengan mempertimbangkan semua itu, rencana “pertunangan” yang diajukan Eluria adalah langkah terbaik yang bisa mereka ambil saat ini.
“Tapi, kamu benar-benar tidak keberatan?”
Setelah keheningan panjang, Eluria akhirnya bertanya, “Aku?”
“Bertunangan denganku,” jelas Raid. “Dulu kita tetaplah musuh, bukan? Tidak takut kalau aku tiba-tiba menyerangmu dan mencoba membunuhmu?”
“Sama sekali tidak.”
“Kamu punya insting bertahan hidup sekeras batu.”
“Tapi aku tahu kamu tidak akan melakukan hal seperti itu,” Eluria menggembungkan pipinya, tampak sedikit kesal. “Kalau kamu memang orang seperti itu, kamu tidak akan bertarung denganku dengan begitu sungguh-sungguh selama lebih dari lima puluh tahun.”
“Benar juga,” Raid mengakui. “Kurasa aku juga mempercayaimu karena alasan yang sama.”
Eluria terdiam sejenak. “Kamu mempercayaiku?”
“Tentu saja. Kita tidak akan berbicara seperti ini kalau tidak.”
Jawaban jujurnya membuat senyum kecil dan indah merekah di wajah Eluria—senyum yang tidak akan pernah ia tunjukkan di medan perang. “Terima kasih sudah percaya padaku,” katanya, tampak benar-benar lega.
Melihat sisi baru darinya, Raid pun ikut tersenyum. “Tentu. Terima kasih juga sudah mempercayaiku.”
“Ya. Terima kasih.”
“Dan kita mulai berputar-putar lagi...”
“K-Kalau begitu, biarkan aku yang bertanya sekarang...!” Eluria mengangguk penuh semangat, seolah-olah sudah menunggu kesempatan ini sejak tadi. “Seperti... apa yang kamu sukai, apa yang kamu lakukan di luar medan perang, atau apa yang sudah kamu lakukan sejak bereinkarnasi...?”
“Oh... Yah, memang akan terasa aneh kalau pasangan yang bertunangan hampir tidak saling mengenal. Kamu juga harus memberitahuku tentang dirimu, kalau begitu.”
“Mm... Mulai dari mana dulu?”
“Mungkin, pertama hobimu dulu?”
“Membaca.”
“Atau sesuatu yang kamu sukai—”
“Teh susu hangat.”
“Um... Dan biasanya ngapain aja kalau lagi bosan?”
“Tidur di bawah sinar matahari.”
“Wow, itu semua terdengar sangat familier...” Raid menghela napas. Semua informasi yang Eluria berikan untuk membuktikan identitasnya kembali lagi dengan cara yang paling tidak terduga. Raid pun memutuskan ia harus menyusun pertanyaan yang lebih baik.
“Kalau kamu sudah selesai, sekarang giliranku,” kata Eluria.
“Tentu. Silakan tanya.”
“Baiklah... Kalau begitu, hobimu?”
“Dulu aku hampir selalu berada di medan perang, dan sekarang aku tidak punya.”
“Sesuatu yang kamu sukai?”
“Apa pun yang bisa dimakan.”
“Bagaimana kamu biasanya menghabiskan waktu?”
“Tergantung suasana hatiku hari itu.”
“Aku sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun dari ini...” Eluria mendesah kecewa, bahunya merosot. Namun, tak lama kemudian, ia mengepalkan tangannya dengan semangat baru. “P-Pertanyaan berikutnya! Aku masih punya banyak!”
“Silakan saja. Kita masih punya banyak waktu sampai kita tiba di ibu kota.”
Eluria berpikir keras untuk menentukan pertanyaan berikutnya, sementara Raid menunggunya dengan sabar. Dengan setiap pertanyaan yang diajukan, mereka akan saling mengenal sedikit lebih dalam dibanding sebelumnya. Dulu, hal seperti ini mustahil terjadi. Tetapi sekarang, mereka bukan lagi musuh. Mereka punya seluruh waktu di dunia untuk saling memahami, perlahan tapi pasti.
Raid tersenyum, menikmati setiap momennya, sambil mulai memikirkan pertanyaan apa yang akan ia ajukan pada Eluria selanjutnya.
* * *
Dahulu kala, Vegalta hanyalah sebuah negara kecil di tengah benua yang luas.
Paling tidak, negara ini dikenal karena ilmu gaib yang unik, tetapi ilmu itu sendiri nyaris tidak memiliki kegunaan praktis. Banyaknya katalis, mantra, dan persiapan yang dibutuhkan membuatnya sulit diterapkan dalam pertempuran. Ilmu gaib tidak mampu mengikuti arus peperangan yang selalu berubah, dan pada akhirnya, pasukan mereka nyaris tak berdaya saat menghadapi tentara musuh.
Namun, semuanya berubah dengan munculnya sang Bijak.
Penemuannya, yaitu sirkuit mana, mengatasi sebagian besar masalah tersebut dengan menggantikan semua persyaratan yang sebelumnya dibutuhkan dalam ilmu gaib. Hal ini memberi pasukan Vegalta kecepatan dan fleksibilitas yang sangat mereka butuhkan dalam pertempuran.
Dengan itu, Vegalta mendapatkan kekuatan yang cukup untuk menyaingi Altane yang jauh lebih besar—dan akhirnya memenangkan perang yang telah berlangsung lebih dari seratus tahun. Setelahnya, teknologi sihir meningkatkan standar hidup mereka secara drastis, jauh melampaui negeri-negeri tetangga. Mereka melatih pasukan mereka menjadi spesialis dalam pertempuran sihir dan menguasai seluruh benua dengan kekuatan yang tak tertandingi.
Begitulah Kerajaan Sihir Vegalta terbentuk.
Keberhasilan Vegalta ini benar-benar mengejutkan Raid, yang di masanya hanya mengenal negara itu sebagai kerajaan kecil. “Wow. Benar-benar berubah drastis,” gumamnya sambil memandangi ibu kota kerajaan dari jendela mobil sihir.
Ibu kota Vegalta jauh lebih berkembang daripada Altane yang dia ingat. Kemajuan sihir tampak di mana-mana. Lampu-lampu jalan ditenagai oleh aliran mana dari bawah tanah, air mancur berfungsi dengan menggunakan mana dari arus air, bahkan jalanannya dipelihara dengan sihir perbaikan. Hanya dengan melihat sekilas, sudah cukup untuk menemukan berbagai bentuk teknologi sihir.
“Terakhir kali aku ke sini, tempat ini tidak jauh berbeda dari Altane.”
Eluria sedikit memiringkan kepalanya. “Kamu pernah ke sini sebelumnya, Raid?”
Raid baru datang ke ibu kota Vegalta setelah mendengar kabar kematian sang Bijak, jadi wajar jika Eluria sendiri tidak tahu. “Yah, itu cerita lama,” katanya, menghindari pertanyaannya. “Ngomong-ngomong soal cerita, apakah masih ada kisah tentangku?”
“Mm... Kurasa ada satu...” jawab Eluria sambil menunduk. “Tapi karena sudah seribu tahun berlalu, ceritanya... um, agak dilebih-lebihkan.”
“Oh? Gimana?”
Eluria dengan cepat menggeleng. “A-Aku tidak bisa memberitahumu...!”
Dari reaksinya, tampaknya cerita itu tidak terlalu menguntungkan bagi Raid. Tapi itu bukan hal yang mengejutkan. Sejarah selalu ditulis oleh para pemenang. Sebagai musuh besar Vegalta, tidak peduli seberapa buruk mereka menggambarkannya dalam narasi mereka, Raid tidak punya hak untuk protes. Bahkan, nama Altane pun telah benar-benar terhapus dari sejarah.
Eluria tampaknya menyadari sesuatu dari ekspresinya dan segera melambaikan tangannya panik. “I-Ini bukan cerita buruk! Hanya saja... aku tidak yakin itu benar-benar terjadi...”
Justru karena itu, Raid jadi semakin penasaran. Namun sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, suara ketukan lembut terdengar dari kompartemen sopir.
“Oh,” kata Eluria. “Kita sudah sampai di rumahku.”
“Hebat. Sekarang perutku jadi sakit.” Bagaimanapun, ia akan segera bertemu dengan orang tua tunangannya. Meskipun ia bisa mengelabui ibunya dan kepala desa dengan mengatakan ini hanya urusan bisnis di ibu kota, ia dan Eluria harus menjelaskan semuanya secara jelas kepada orang tuanya jika ingin memanfaatkan status Keluarga Caldwin.
Raid menghela napas berat. “Aku bahkan belum pernah melakukan ini di kehidupan sebelumnya...”
Hening sejenak sebelum Eluria bertanya dengan suara pelan, “Benarkah?”
“Aku menghabiskan hidupku di medan perang, bagaimanapun juga. Selain itu, aku tidak pernah tahu kapan aku akan mati, jadi aku tidak ingin membangun keluarga hanya untuk meninggalkan mereka. Setiap kali ada yang melamarku, aku selalu menolak...” katanya, bersandar lesu.
Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, Eluria justru terlihat lebih bersemangat. “Hm... Begitu,” gumamnya pelan, kedua tangannya mengepal erat sementara senyum kecil terukir di wajahnya.
“Tiba-tiba, suara menggelegar mengguncang udara.”
“ELURIAAAAA!!!”
Seorang pria besar berlari keluar dari mansion dengan ekspresi panik yang kacau. Secara fisik, ia tampak berusia pertengahan tiga puluhan, tetapi kerutan di wajahnya menunjukkan bahwa ia mungkin lebih tua dari yang terlihat.
Eluria langsung melompat keluar dari mobil. “Ayah, aku pulang.”
“Ya, selamat datang! Tapi bukan itu yang penting! Aku dengar kamu bepergian jauh lagi!!!”
“Ya, aku memang pergi.”
“Jawaban yang jujur! Bagus sekali!!!”
“Aku bahkan meninggalkan catatan dan memberitahu para pelayan kali ini.”
“Memastikan kami tidak terlalu khawatir! Sungguh luar biasa!!!”
“Jadi, kupikir Ayah terlalu banyak khawatir.”
“Biarkan saja! Ayah yang mengkhawatirkan putri kecilnya yang menggemaskan adalah hukum alam! Itu sebabnya aku tidak memikirkan apa pun selain dirimu setiap hari!!!” Dengan penuh semangat, Galleon Caldwin mendongakkan kepala dan tertawa lepas.
Raid pernah mendengar bahwa keluarga Eluria memiliki status tertinggi setelah keluarga kerajaan, jadi ia membayangkan ayahnya akan menjadi pria yang ketat dan kaku. Namun, ternyata ia justru pria yang ceria dan berpikiran terbuka. Dari yang ia lihat, pria ini mungkin saja bisa diajak bicara—terutama jika itu demi putri kesayangannya. Keadaan mulai terlihat menguntungkan bagi Raid.
“Juga, aku ingin Ayah bertemu dengan tunanganku.”
“Begitu. Tidak diizinkan!!!”
Harapannya hancur dalam satu pukulan telak. Penolakan itu begitu mutlak, hingga bahkan terdengar serasi dengan senyum segar yang berkembang di wajah ayahnya.
“Aku, Galleon Caldwin, dengan ini menyatakan bahwa selama pupilku masih hitam, aku tidak akan pernah mengizinkan Eluria memiliki seorang suami!!!”
“Tapi dia sudah ada di sini.”
“Dia sudah ada di sini!!!”
“Ya, di dalam mobil sihir. Namanya Raid.”
Sekarang, tidak ada lagi cara untuk menghindar setelah Eluria dengan begitu santainya menunjuk langsung ke arahnya. Raid menguatkan tekadnya dan turun dari mobil. Saat itu juga, ayah Eluria, Galleon, langsung menyeringai lebar, memperlihatkan deretan giginya.
“Kamu Raid, bukan?!”
“Ya, aku memang Raid...”
“Begitu! Sekarang pulanglah!!!”
“Maaf, tapi aku tidak bisa.”
“Baiklah! Kalau begitu masuklah!!!”
“Wow. Anda sangat wajar.”
“Secara pribadi, aku tidak ada niat sama sekali untuk menyerahkan putriku kepada pria entah dari mana ini! Namun, aku bukan kepala Keluarga Caldwin, jadi keputusan akhir bukan di tanganku!!!”
“Bukan kepala keluarga...?”
Menyadari kebingungan Raid, Eluria menarik ujung lengan bajunya sambil bergumam pelan. Keluarga Caldwin adalah keluarga matriarkal,” jelasnya.
Fakta bahwa sang Bijak adalah seorang wanita sudah diketahui luas sejak zaman mereka. Jadi, masuk akal jika keluarga yang mewarisi namanya juga dipimpin oleh seorang wanita.
Artinya, kepala keluarga yang sesungguhnya adalah—
“Ada keributan apa ini?”
Seorang wanita melangkah keluar dari rumah, suara anggunnya terdengar tajam dan jelas di udara. Rambut peraknya mengingatkan pada Eluria, tetapi tatapan tajam serta sikap tegasnya sangatlah berbeda.
“Galleon, jelaskan.”
“Eluria membawa pulang tunangannya!!!”
Begitu. Juga, tolong mundur sedikit; kamu terlalu berisik,” ucapnya dingin, sebelum dengan santai menyingkirkan suaminya ke samping dan mengalihkan pandangannya ke Raid. “Aku Alicia Caldwin, kepala Keluarga Caldwin.”
“Merupakan suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda. Nama saya Raid Freeden,” jawabnya sambil berlutut di satu lutut dan menundukkan kepala dengan hormat.
Alicia bahkan tidak mengedipkan mata. Tatapan dinginnya mengamati Raid dengan seksama. “Aku belum pernah mendengar nama keluarga itu.”
“Saya berasal dari keluarga rakyat biasa, dari desa pegunungan di distrik Aluryes. Karena kami tidak memiliki gelar bangsawan, maka sudah sepantasnya kepala Keluarga Caldwin tidak mengetahui nama kami.”
“Namun, untuk seorang rakyat biasa dari desa terpencil, etiketmu tampaknya cukup terlatih,” komentarnya, tatapan tajamnya tetap tak tergoyahkan.
“Sebagai seseorang yang datang untuk menyampaikan salam, saya berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan kesopanan di hadapan Anda,” jawab Raid, sambil kembali menundukkan kepalanya untuk mempertegas ucapannya.
Ia menunggu tanggapan Alicia, tetapi yang ia dengar justru hanya sebuah helaan napas. “Eluria.”
“Ya, Ibu?”
“Dia lebih teratur daripada dirimu, bukan?”
“Aku tahu. Dia luar biasa, bukan?”
“Eluria, pernyataanku itu sindiran untukmu, sekaligus ungkapan kekhawatiranku terhadap masa depan putriku.”
“Ohhh.” Eluria mengangguk beberapa kali seolah baru menyadarinya.
Melihatnya, Alicia hanya bisa menghela napas lebih dalam lagi. “Bagaimanapun,” lanjutnya. “Kamu telah memilih pemuda ini sebagai tunanganmu, benar?”
“Ya. Aku akhirnya menemukannya.”
Hening panjang mengisi udara sebelum Alicia bergumam pelan, “Begitu.” Lalu, ia mengulurkan tangannya ke arah Raid. “Silakan angkat kepalamu. Kamu juga boleh berbicara lebih santai denganku.”
“Oh... Itu akan sangat membantu. Saya tidak terlalu terbiasa dengan ini, sejujurnya.”
“Ya, aku bisa melihatnya dari caramu berbicara. Namun, jelas bahwa kamu telah berusaha menjaga sopan santun di hadapanku, dan itulah inti dari etiket yang sebenarnya,” ujar Alicia sambil mengangguk pelan. “Kamu telah menunjukkan rasa hormat yang tulus kepada Keluarga Caldwin. Jika aku menolakmu mentah-mentah, itu sama saja dengan mencoreng nama baik keluarga kami. Karena itu, aku menerimamu sebagai tamu.”
Dengan keanggunan yang sama seperti saat ia pertama kali muncul, Alicia berbalik dan berjalan kembali ke dalam mansion. Artinya, untuk saat ini, ia telah mengakui Raid sebagai tamu—dan bersedia mendengarnya.
Namun, Raid hanya bisa terdiam lama dengan ekspresi muram. “Eluria...”
“Ada apa, Raid?”
“Aku harus meminta wanita itu untuk ‘tolong terima pertunanganku dengan putrimu agar aku bisa menggunakan status keluargamu’?”
“Ada yang namanya berbicara dengan sopan,” saran Eluria.
“Dan itu juga tergantung padaku, ya...” gumamnya putus asa.
“Lakukan yang terbaik, Raid.”
“Kamu juga harus melakukan yang terbaik...”
“Mhm. Aku juga akan melakukan yang terbaik,” ujar Eluria sambil mengepalkan tangannya dengan penuh tekad.
Namun, Raid cukup yakin upayanya tidak akan banyak membantu.
Dengan berbagai pikiran suram mengisi kepalanya, Raid melangkah masuk ke dalam rumah yang menjulang di hadapannya.
* * *
Para pelayan membimbingnya ke sebuah paviliun yang terletak tidak jauh dari gedung utama. Paviliun itu sendiri tidak kalah megah dibanding gedung utama, yang menunjukkan bahwa tempat ini kemungkinan besar digunakan untuk menjamu bangsawan lain dan tamu-tamu terhormat.
Setelah mereka tiba di ruang tamu, Alicia mengirim para pelayan pergi. “Baiklah, mari kita mulai?”
“Sebelum itu,” Raid berkata pelan, “Apakah Eluria dan Tuan Galleon tidak akan bergabung dengan kita?”
“Keduanya tidak cocok untuk percakapan semacam ini. Suamiku hanya akan mengganggu dengan kebisingannya, sementara putriku canggung dan tidak bisa mengungkapkan dirinya dengan baik. Aku percaya kita akan mendapatkan diskusi yang jauh lebih produktif jika hanya berdua.” Alicia mengeluarkan penilaiannya yang tajam terhadap dua orang yang tidak hadir, sambil tetap dengan tenang menyesap tehnya.
Meski begitu, situasi ini tetap saja membuatnya gugup. Alicia bukan hanya ibu dari tunangannya, tetapi juga kepala keluarga yang memiliki status tertinggi setelah keluarga kerajaan. Dan sekarang, ia harus meminta izin pertunangan dengan putrinya. Tak perlu dikatakan, ini sangat canggung.
Mungkin menyadari kegelisahannya, Alicia mulai berbicara dengan lebih santai. “Tak perlu tegang. Aku benar-benar hanya ingin memahami situasi ini, dan aku bertanya kepadamu dengan posisi yang setara.”
Raid terdiam sejenak, berpura-pura berpikir, lalu menghela napas dan mengangguk. “Kalau begitu, saya akan mempercayai kata-kata Anda. Saya juga datang ke sini untuk berbicara, dan sejujurnya, saya tidak terlalu pandai dalam permainan kata-kata.”
Alicia mengerutkan alisnya, menatap tajam. “Meski begitu, kau tahu bagaimana cara menyelipkan jeda yang tepat sebelum berbicara,” komentarnya.
Pada kenyataannya, secara mental, ia adalah pria tua, jadi ia cukup terbiasa dengan percakapan implisit semacam ini. Wanita ini benar-benar tajam untuk bisa menangkap hal itu.
“Alasan saya menginginkan pertunangan ini adalah untuk menggunakan nama dan status Keluarga Caldwin.”
Alicia hanya terdiam untuk sesaat. “Itu idenya Eluria, bukan?”
“Benar. Anda bisa mengonfirmasinya sendiri kepadanya.”
“Tak perlu. Raid adalah namamu, bagaimanapun juga.”
Raid mengangkat alis. “Apa maksud Anda?”
Alicia menundukkan pandangannya. “Saat masih kecil, gadis itu mengatakan kepada kami bahwa ia ingin mencari seseorang bernama Raid Freeden.”
“Dia sudah mencariku selama itu...?”
“Memang begitu. Saat ditanya alasannya, ia hanya menggelengkan kepala dan bersikeras bahwa ‘dia pasti ada di luar sana.’ Kami menganggapnya sebagai fantasi anak-anak dan tidak terlalu memikirkannya.”
Mereka pasti tidak pernah menyangka bahwa Eluria benar-benar akan membawa pulang “Raid”.
“Sejujurnya, anak itu memang selalu berbeda. Bakat sihirnya memang luar biasa, tetapi bahkan pada tingkat yang lebih mendasar, ia tidak seperti anak-anak lainnya. Saat masih bayi, ia tidak pernah menangis... dan bahkan menatapku, ibu kandungnya sendiri, dengan ketakutan di matanya.”
Raid pernah diberitahu hal serupa oleh ibunya sendiri, tetapi kasus Eluria tampaknya jauh lebih ekstrem. Di kehidupan sebelumnya, ia merupakan gadis yang canggung dan pemalu. Kini, ia terlahir kembali di dunia seribu tahun di masa depan, tanpa satu pun wajah yang dikenalnya. Tak ada pilihan lain untuknya selain menjauh walau ia tahu bahwa Alicia adalah ibu kandungnya.
Hidup di lingkungan yang begitu aneh dan asing pasti merupakan perjuangan besar baginya, namun dia tetap mencari Raid. Dia tidak memiliki petunjuk, tidak ada bukti, tidak ada cara untuk mengetahui apakah dia benar-benar ada di luar sana, tetapi dia tidak pernah menyerah dan terus mencarinya tanpa henti.
“Aku mengerti,” hanya itu yang bisa ia katakan, dalam bisikan pelan dan penuh ketenangan.
Ekspresi Alicia melembut saat melihatnya. “Aku akan mengatakan ini sekarang, selama kamu adalah Raid, aku tidak keberatan mengizinkan pertunangan ini.”
“Kamu akan mempercayakan keluargamu kepada seorang pria yang datang entah dari mana hanya berdasarkan kata-kata Eluria?”
“Aku akan melakukannya. Karena itulah jalan yang dia pilih untuk dirinya sendiri.” Sebuah senyum kecil terbentuk di bibir Alicia. “Aneh atau tidak, Eluria akan selalu menjadi putriku. Aku lebih memilih dia mencari kebahagiaannya sendiri daripada memaksanya ke dalam pernikahan yang tidak diinginkan demi kelangsungan garis keturunan keluarga kami. Bukankah itu yang diinginkan setiap orang tua untuk anaknya?”
Pada saat itu, Alicia berbicara bukan sebagai kepala Keluarga Caldwin, tetapi sebagai ibu dari Eluria Caldwin. Memiliki seorang anak yang luar biasa namun juga aneh, yang bahkan memandang ibunya sendiri dengan ketakutan—apa yang sebenarnya dirasakan Alicia? Pikiran seperti apa yang berkecamuk dalam dirinya hingga dia sampai pada keputusan ini sebagai seorang ibu bagi Eluria? Raid bahkan tak bisa mulai membayangkannya.
Belum lagi, dia juga merupakan kepala keluarga yang kedudukannya hanya di bawah keluarga kerajaan. Tentu saja, pengawasan dari dalam maupun luar keluarga pasti begitu ketat. Namun meskipun demikian, dia tetap memilih untuk memprioritaskan kebahagiaan putrinya di atas segalanya.
“Lalu bagaimana denganmu?” Alicia menatap langsung ke mata Raid, mengujinya.
Masuk ke dalam Keluarga Caldwin berarti hidup bersama Eluria, hingga maut memisahkan mereka. Namun, itu bukanlah masa depan yang dia butuhkan. Jika yang dia pedulikan hanyalah memenuhi janji lama mereka dan menyelesaikan persaingan mereka, maka dia bahkan tidak perlu menjadi seorang penyihir—mereka bisa bertarung tanpa peduli pada dunia. Bahkan menyelidiki reinkarnasi mereka tetap memungkinkan, meskipun akan lebih memakan waktu dan dengan lebih sedikit cara yang tersedia. Pertunangan ini memang berguna bagi mereka, tetapi bukan suatu keharusan.
Namun, tanpa sadar bibir Raid tertarik membentuk senyuman. “Dia adalah satu-satunya yang setara denganku di dunia ini.”
Dia teringat semua waktu yang mereka habiskan bersama di medan perang. Eluria akan datang terbang begitu mendengar kabar bahwa dia ada di sana, menciptakan mantra baru hanya untuk bertarung dengannya, dan ketika semua itu gagal, dia akan memikirkan sesuatu yang lain lalu kembali dengan strategi baru di tangannya. Tidak ada orang normal yang akan menyukai seseorang yang mencoba membunuh mereka, tetapi baik Raid maupun Eluria sama sekali tidak bisa disebut sebagai orang normal.
“Hingga kini, kami selalu terpisah,” lanjutnya pelan. “Tetapi seperti halnya Eluria yang terus mencariku selama ini, aku juga tidak pernah melupakannya.”
Dalam delapan belas tahun sejak reinkarnasinya, tidak sekalipun dia melupakan Eluria. Dunia ini penuh dengan kemajuan sihir dan kedamaian yang membosankan, sangat berbeda dari masa lalu yang mereka lalui bersama dalam pertempuran, tetapi tetap saja, Raid sering memikirkannya dalam momen-momen kecil yang sepele. Apa yang akan dia pikirkan tentang dunia ini? Bagaimana reaksinya terhadap sihir masa kini? Jika dia masih hidup sekarang, apakah dia akan hidup dengan damai seperti dirinya?
Dan jika Eluria benar-benar ada di dunia ini juga, maka...
“Aku ingin tetap berada di sisinya.”
Melihat senyum tenang di wajah Raid, Alicia mengangguk dengan puas. “Baiklah. Lamaranmu ini mendapat nilai lulus dariku.”
“Standar yang sangat tinggi,” komentarnya dengan nada sarkastik.
“Ucapan saja tidak bisa membuktikan banyak hal. Tindakan dan hasil adalah yang paling berbicara.” Alicia mengangkat jarinya dan melanjutkan, “Aku punya tiga syarat untuk mengakui pertunanganmu dengan putriku. Pertama: kamu harus menjaga Eluria dalam banyak hal.”
“Aku khawatir itu terlalu samar untuk bisa kupahami...”
“Itulah yang membuatku khawatir tentang gadis itu...” Alicia menjawab, sama-sama merasa frustrasi. “Suatu hari nanti, dia akan mewarisi nama Caldwin, tetapi dia masih pemalu, tidak pandai berbicara, dan kurang dalam etiket. Bisa kukatakan, masalah-masalah itu hanyalah puncak gunung es...”
Di kehidupan mereka sebelumnya, Eluria bebas bertindak sesuka hatinya karena dia adalah Sang Bijak. Namun, sekarang dia adalah anggota keluarga terhormat Keluarga Caldwin, dia perlu membawa dirinya dengan keanggunan dan kebijaksanaan yang sesuai di hadapan publik.
“Jika kamu berada di sisinya, setidaknya kamu harus bisa membantunya.”
“Aku sendiri tidak terlalu percaya diri,” aku Raid.
“Dibandingkan dengan Eluria, kamu sudah jauh lebih baik.”
“Aku lihat kamu sangat percaya pada putrimu...”
“Yah, etiketmu mungkin agak kuno, tapi justru itu bisa memberikan kesan baik bagi orang-orang yang terlalu membanggakan sejarah keluarganya, jadi seharusnya tidak menjadi masalah.”
“Kamu mengatakan itu sebagai kepala salah satu keluarga tertua di kerajaan...?”
“Kenapa tidak? Kami, keluarga Caldwin, menjunjung tinggi tugas dan kebanggaan sebagai pewaris nama sang Bijak, sementara keluarga lain hanya berkoar-koar tentang keberadaan mereka yang tidak ada gunanya.” Alicia menyandarkan sikunya di meja dan menghela napas panjang.
Awalnya, dia tampak seperti wanita yang sangat ketat, tetapi kepribadian aslinya mulai terlihat.
“Kedua,” lanjutnya. “Kamu harus mendaftar di Institut Sihir Kerajaan Vegalta dan menjadi seorang penyihir.”
“Tenang saja, itu memang sudah ada dalam rencana kami sejak awal.”
“Itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan,” dia memperingatkan. “Bakat-bakat ternama dari seluruh benua berkumpul di institut sihir ini, di ibu kota. Bakat saja tidak cukup untuk membawamu ke mana pun, dan hanya mereka yang bisa lulus dalam waktu sesingkat mungkin yang dianggap sebagai jenius sejati.”
Ekspresi Alicia kembali dingin saat dia mengangkat jari ketiganya.
“Ketiga, kamu harus membuktikan dirimu selama berada di Institut. Banyak yang ingin menjalin hubungan dengan nama Caldwin, dan lebih banyak lagi yang akan mencelamu karena latar belakangmu. Kamu harus menunjukkan kekuatan yang cukup untuk membungkam mereka semua.”
“Dan... bagaimana aku harus melakukannya?”
“Tentu saja, tunjukkan siapa bosnya,” kata Alicia sambil menggulung lengan bajunya dan mengangkat tinjunya. Betapa karismatiknya. “Institut ini tidak hanya menguji teori sihir; mereka juga menilai pertempuran sihir, kemampuan beradaptasi di lapangan, dan sebagainya. Putriku mungkin tidak terlihat seperti itu, tapi dia bahkan menyulitkanku dan Galleon saat kami sparing.”
“Ah... Yah, kita memang tidak bisa menilai buku dari sampulnya...” Raid menjawab sambil mengalihkan pandangan.
Dia telah bertarung melawan Eluria selama lebih dari lima puluh tahun di kehidupan mereka sebelumnya. Dia ingat betapa sulitnya menghadapi Eluria, bukan hanya karena dia kuat dalam pertarungan, tetapi juga karena kecerdasannya dalam strategi militer berbasis sihir. Bagi Eluria, sparing melawan orang tuanya mungkin tidak lebih dari permainan anak-anak.
“Bagaimanapun juga,” lanjutnya. “Aku rasa kamu tidak perlu khawatir tentang hal itu.”
“Aku tentu menantikan untuk melihat seberapa kuat dirimu, terutama karena Eluria sendiri sudah mengakuimu.”
“Tentu saja. Aku cukup mahir dalam pertempuran sihir.”
“Betapa meyakinkan. Jadi, jenis sihir apa yang kamu gunakan?”
“Oh, aku tidak menggunakan sihir.”
Saat itu juga, wajah Alicia membeku layaknya musim dingin yang menusuk. “Bisakah kamu ulangi itu?”
“Maaf, lebih tepatnya aku tidak bisa menggunakan sihir.”
“Aku tidak meminta koreksi.” Ekspresinya semakin dingin dari detik ke detik. Akhirnya, dia menghela napas berat dan menoleh ke arah pintu. “Galleon, masuk.”
Suaminya langsung masuk dengan raungan penuh semangat. “Ohhh!!! Kamu memanggilku, Alicia?!”
“Kamu terlalu berisik. Masuk dengan tenang,” dia mendesis, dan pria besar itu segera masuk dengan patuh, seperti tikus kecil. “Aku ingin kamu menilai kekuatannya.”
Dengan enggan, Raid bertanya, “Bukankah aku dilarang bertarung karena aku bukan penyihir?”
“Sayap tamu ini juga merupakan fasilitas pelatihan sihir bersertifikasi kerajaan. Karena interiornya diberkahi dengan batasan keluaran mana, bahkan non penyihir diizinkan bertarung di dalam area ini. Tempat ini biasanya kami gunakan untuk sparing dengan Eluria.”
Dengan kata lain, dia memang sengaja membawanya ke sini untuk menguji kekuatannya.
Alicia berdiri dari tempat duduknya. “Aku akan pergi dan berbicara dengan Eluria. Kamu bisa melepaskannya setelah kamu yakin dia cukup kuat untuk masuk ke Institut.”
“Dimengerti! Ayo, Raid! Mari kita adakan sparing kecil yang menyenangkan!” Pria besar itu mulai menggerakkan tubuhnya, sendi-sendinya berbunyi berderak di sana-sini. “Secara umum, penyihir bertarung dari jarak menengah hingga jauh! Namun, dalam pertarungan satu lawan satu melawan sesama manusia, esensi sejati dari pertempuran terletak pada pertarungan jarak dekat menggunakan penguatan fisik dan perlengkapan sihir!!!”
Perlengkapan sihir merujuk pada peralatan yang dioptimalkan untuk digunakan oleh penyihir—seperti pelindung lengan yang saat ini dikenakan Galleon.
“Aku akan meminjamkan beberapa perlengkapanku! Kamu punya preferensi?”
“Sayangnya, perlengkapan sihir apa pun yang kugunakan akan rusak, jadi aku harus menolak.”
“Oke! Tidak ada perlengkapan untukmu, kalau begitu!!!”
“Sebenarnya, aku berharap kamu akan membatalkan ini demi keselamatanku.” Bertolak belakang dengan ucapannya, Raid mulai meregangkan tubuhnya dan melakukan pemanasan. Sudah delapan belas tahun sejak terakhir kali dia bertarung secara serius. Meski begitu, dia selalu menjaga kondisinya tetap prima, jadi dia tidak mengantisipasi masalah apa pun kali ini.
“Ngomong-ngomong, bagaimana aku bisa lulus ujian ini?”
“Hm! Tidak peduli seberapa mahir kamu dalam pertempuran sihir, aku yakin kamu akan kesulitan mengenainya! Maka dari itu, aku akan menyatakan kemenanganmu jika kamu berhasil menghindari semua seranganku selama satu jam!!!” Dengan itu, Galleon mengetukkan pelindung lengannya satu sama lain dengan senyum percaya diri. Sebagai seseorang yang menikah ke dalam Keluarga Caldwin, dia jelas lebih kuat dari kebanyakan orang. Dengan kata lain, dia akan menjadi tolok ukur yang baik untuk mengukur kemampuan para penyihir zaman sekarang.
“Kalau begitu, aku akan menghindari semua seranganmu dan sekaligus melancarkan satu serangan juga.”
“Oho?! Jika kamu bisa melakukan itu, maka kamu berhak memanggilku ‘Papa’!!!”
“Tolong izinkan aku memanggilmu ‘Ayah’ seperti menantu yang normal,” sahut Raid dengan datar. “Oh, satu hal lagi.” Dia menatap Galleon tepat di mata, sudut bibirnya melengkung ke atas. “Kuharap kamu tidak akan keberatan kalau aku menghancurkan seluruh bangunan ini juga.”
Seringai yang sama yang ia tampilkan ketika menjadi Pahlawan muncul di wajahnya.
* * *
Di dalam kamarnya di bangunan utama, Eluria duduk di kursinya, menghabiskan waktu dengan diam, sampai suara ketukan ringan di pintu membuatnya menoleh dengan cepat.
“Raid...?”
Namun, tamunya bukanlah orang yang ia harapkan. “Ini aku. Aku ingin bicara denganmu. Bolehkah aku masuk?”
Eluria menundukkan kepala dan bergumam, “Baik.” Ia memperhatikan saat Alicia dengan tenang membuka pintu dan memasuki kamarnya. “Bagaimana dengan Raid?”
“Galleon sedang bersamanya sekarang. Aku ingin mendengar cerita dari sisimu juga.” Ibunya tersenyum lembut saat ia duduk di sofa. Eluria mengikuti dan duduk di kursi di hadapannya. “Pertama-tama,” Alicia memulai. “Dia memang benar-benar Raid yang kamu cari, bukan?”
“Ya. Tidak diragukan lagi. Dia pasti Raid yang kukenal.”
Eluria tak pernah melupakannya, bahkan sekali pun. Meskipun ia bereinkarnasi seribu tahun ke masa depan, hampir setiap hari pikirannya dipenuhi dengan sosok itu. Dan kini, akhirnya ia menemukan pria itu sendiri.
“Aku tak pernah menyangka kamu akan menemukannya,” aku Alicia.
“Mhm... Aku juga sempat merasa khawatir.”
Eluria tak punya dasar untuk percaya bahwa Raid juga telah bereinkarnasi. Yang ia miliki hanyalah satu harapan putus asa. Ia seperti anak kecil yang merajuk, menuntut bahwa setelah bereinkarnasi seribu tahun ke masa depan dan berakhir sendirian, setidaknya ia harus mendapatkan ini.
“Tapi... dia benar-benar ada di sini.” Sebuah senyum secara alami terbentuk di wajahnya saat ia mengingat kembali pertemuan mereka. Tatapan terkejut Raid—itu persis seperti saat pertama kali mereka bertemu, sebelum mereka menjadi sang Pahlawan dan sang Bijak.
Senyum masam muncul di wajah Alicia saat ia mengamati perubahan ekspresi putrinya. “Kamu benar-benar menyukainya,” gumamnya.
Mendengar itu, Eluria mengangguk pelan.
“Itu benar... Aku suka Raid.” Ia mengungkapkan perasaannya dengan lantang dan jelas... lalu perlahan wajahnya berubah merah, kepalanya semakin menunduk seperti kura-kura yang bersembunyi di dalam cangkangnya. “M-Mungkin... Kurasa...?”
“Kenapa kamu terdengar semakin tidak yakin?” balas Alicia dengan datar.
“Karena aku tak pernah memikirkannya seperti itu sebelumnya...!” Eluria mulai menepuk wajahnya sendiri, seolah mencoba mengusir kemerahan yang menyebar.
Di kehidupan mereka sebelumnya, mereka selalu menjadi musuh yang bertarung dari sisi yang berlawanan. Bagi Eluria, Raid adalah manusia aneh yang selalu menghadangnya dengan senyum penuh keyakinan di wajahnya. Ia baru menyadari bahwa ia menyukainya saat berada di ambang kematian.
Dalam upayanya menyebarkan sihir ke seluruh negeri, ia telah bekerja sampai batas kemampuannya. Kesadarannya mulai kabur, dan saat ia tersadar kembali, ia sudah berada seribu tahun di masa depan. Saat itu, hal pertama yang muncul di pikirannya adalah sang Pahlawan—pria yang bahkan berjuang melawan tubuhnya sendiri yang menua demi menuntaskan persaingan mereka.
Saat itulah ia menyadari—bahwa ia ingin melihatnya lagi.
Ia ingin melihat senyumnya lagi.
Ia ingin bersenang-senang dengannya lagi.
Dan jika ia bisa bertemu dengannya lagi, maka...
“Kali ini, aku ingin mengatakan perasaanku padanya.”
Itulah satu-satunya penyesalan dari kehidupan masa lalunya, sebuah harapan yang terhalang oleh perbedaan ras dan status mereka. Demi mewujudkan harapan itu, Eluria mencari Raid dengan berpegang pada seutas harapan tipis bahwa ia juga telah bereinkarnasi.
Saat mendengar penuturan putrinya, Alicia menatapnya dengan rasa ingin tahu. “Kalian berdua cukup mirip.”
“Kami... mirip?”
“Seperti cara kalian berbicara,” jelasnya. “Kamu selalu terdengar seolah sedang membicarakan masa lalu yang jauh atau bertindak seakan sedang melihat ke masa lalu...”
“A-Aku hanya tidak pandai berbicara...!” Eluria dengan panik melambaikan tangannya.
“Oh, begitu?” Alicia menyipitkan mata. “Baiklah, terserah. Kamu tak perlu memberitahuku jika tak ingin.”
Eluria belum pernah memberi tahu orang tuanya tentang reinkarnasinya. Ia sempat mempertimbangkannya, terutama karena mereka adalah keturunan seseorang yang ia kenal. Namun, ia merasa bahwa membagikan rahasia itu akan mengurangi satu-satunya ikatannya dengan Raid, sehingga ia tak bisa melakukannya.
“Itu rahasia kami,” gumamnya.
“Ya, ya. Aku tak akan bertanya lagi.” Alicia menepuk kepala putrinya.
Eluria mengangguk pelan. “Terima kasih,” ucapnya, sudut bibirnya sedikit melengkung ke atas.
“Jadi, kamu sudah memberitahunya, kan?”
Senyumnya membeku. “Hah?”
“Kamu sudah memutuskan pertunangan dengannya, jadi kamu pasti sudah memberitahunya bahwa kamu menyukainya, kan?”
Eluria terdiam, dengan panik mengingat kembali semua yang telah ia katakan sampai sekarang—tapi tidak, ia belum mengatakannya. Ia kembali menelusuri semua yang terjadi sejak mereka bertemu sampai saat ini—tidak, ia benar-benar belum mengatakannya.
Alicia memperhatikan putrinya yang mulai gemetar seperti rusa yang terpojok dan menghela napas panjang. “Aku sudah tahu kamu anak yang pemalu dan tidak pandai berbicara, tapi untuk tidak memberitahunya sekalipun...”
“T-Tidak... Itu karena terlalu banyak hal yang memenuhi pikiranku, lalu tiba-tiba topik pernikahan keluar begitu saja...!”
Ia tidak berbohong; bertemu kembali dengan Raid membuat otaknya bekerja dengan kecepatan penuh. Mungkin itu adalah saat di mana pikirannya bekerja paling cepat dalam hidupnya, sampai-sampai ia bisa menemukan solusi sempurna dengan meminjamkan nama dan status keluarga Caldwin kepada Raid dalam sekejap inspirasi. Namun, akibatnya, perasaannya tidak mampu mengikuti pemikiran cepatnya, dan pada akhirnya, kata-kata “Aku menyukaimu” justru tertinggal jauh di belakang.
“Dan... aku ingin melihat Raid tersenyum...”
Senyum yang selalu ia tunjukkan saat bertarung sudah tidak ada lagi ketika mereka bertemu kembali. Kini, satu-satunya yang bisa ia lihat dari senyum itu adalah rasa pasrah yang samar. Karena itu, Eluria terburu-buru, mengangkat topik pertunangan sebagai solusi, dan menyalakan kembali semangatnya dengan janji lama mereka—semua demi melihatnya tersenyum seperti dulu.
“Memikirkan bahwa dia bisa mengatakan apa yang dia katakan dalam situasi seperti itu... Sungguh pria yang luar biasa...”
Eluria menoleh dengan rasa penasaran. “Raid mengatakan sesuatu?”
Alicia hanya tersenyum cerah sebagai jawaban. “Aku tak bisa mengatakannya. Kamu harus bertanya sendiri padanya setelah kamu mengatakan perasaanmu lebih dulu.”
“Eh... Hah?”
Alicia terkikik melihat reaksi putrinya yang kebingungan. “Ini semakin menarik. Awalnya, aku berniat menolak pertunangan ini jika dia terbukti tidak layak, tapi sekarang aku malah berpikir untuk meminta Galleon melatihnya.”
Eluria terdiam. “Apakah ayah dan Raid sedang melakukan sesuatu bersama?”
“Benar. Aku memberinya beberapa syarat jika dia ingin aku menyetujui pertunangan kalian. Namun, dia mengklaim bahwa dia tidak bisa menggunakan sihir, jadi saat ini Galleon sedang menguji kekuatannya.”
Hening.
“Ibu,” panggil Eluria.
“Jika kamu hendak meminta Galleon untuk menahan diri, jawabanku adalah tidak, Eluria. Tidak bisa menggunakan sihir ditambah dengan latar belakang kelas bawah hanya akan menarik terlalu banyak kritik padanya. Kita butuh dia memiliki tingkat kekuatan yang bisa diterima jika dia ingin—”
“Bukan itu yang akan kukatakan.”
“Kalau begitu, berbicaralah dengan terus terang.”
“Ya. Terus terang saja—”
Eluria terpotong oleh suara ledakan yang datang dari sayap tamu. Sesaat kemudian, mereka mendengar suara bangunan runtuh menjadi puing-puing.
“Ayah dalam bahaya,” ia menyelesaikan kalimatnya.
Alicia melongo. “Hah?”
“Aku lupa memberitahumu, Ibu. Raid itu sangat kuat.”
“Tunggu... Tapi dia tidak bisa menggunakan sihir, bukan?”
“Benar, dia tidak bisa. Tapi dia juga tidak membutuhkannya.”
Karena sifat mana-nya, Raid tidak bisa menggunakan sistem sihir yang diciptakan Eluria, jadi pernyataan “dia tidak bisa menggunakan sihir” memang tidak salah. Namun, Raid telah bertarung setara dengannya seribu tahun yang lalu. Dibutuhkan jauh lebih dari sekadar manusia biasa tanpa sihir untuk mencapai prestasi seperti itu. Mengenai kekuatannya, bahkan Eluria pun tidak punya cara lain untuk menggambarkannya.
“Raid hanyalah seorang manusia yang murni dan benar-benar kuat.”
Saat berikutnya, terdengar suara gemuruh lain dari arah luar. Ketika Eluria mendekati jendela, ia melihat gumpalan debu menari di udara dan mendengar suara Raid berteriak dari dalamnya.
“Heeey! Ada orang di sana?!” panggilnya.
“Ada apa, Raid?”
“Oh, Eluria! Apa kamu melihat Tuan Galleon terlempar ke arah ini?!”
“Tidak.”
“Serius?! Sial! Padahal aku sudah menahan diri juga!”
“Apa yang kamu lakukan?”
“Hah?! Yah, aku bertanya apakah dia keberatan kalau aku menghancurkan bangunan ini, dan dia bilang aku harus melakukan yang terbaik, jadi aku melakukannya!”
Rahang Alicia semakin terbuka lebar saat mendengar penuturan Raid yang tampak kebingungan.
Benar, seperti yang dia katakan, Raid hanya memukul Galleon. Itu saja yang pernah dia lakukan, baik sekarang maupun di masa lalu saat dia melintasi medan perang yang dilanda perang. Tidak ada trik murahan atau strategi licik yang dimainkan—hanya seorang manusia dengan kekuatan fisik yang melampaui semua logika. Itu begitu sederhana, begitu kuat, dan begitu absurd hingga menakutkan, tetapi memang tidak ada cara lain untuk menggambarkannya.
Satu ayunan tinjunya saja sudah cukup untuk merobohkan apa pun, baik itu sihir ataupun tidak. Dengan kekuatan murni dan mengerikan ini, Raid telah menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalannya—dan juga bagaimana dia dikenal sebagai sang Pahlawan tak tertandingi.
“Bukankah dia kuat, Ibu?”
Eluria tersenyum saat melihat ibunya berdiri terpaku, menatap satu-satunya Pahlawan yang mampu menandingi sang Bijak.
Dengan rasa bangga dan kegembiraan yang membuncah di dadanya, Eluria menampilkan senyum yang merekah di wajahnya saat ia memperlihatkan kepada ibunya orang yang ia cintai. “Orang yang kusukai adalah yang terkuat di dunia.”
Post a Comment