NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shujinkou no Osananajimi ga, Wakiyaku no Ore ni Guigui Kuru V2 Epilog

 Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty 


Epilog

Tidak Ada Yang Lebih Menakutkan Daripada Heroine Yang Aktif


Sudah satu minggu berlalu sejak saat itu. Hubungan antara Amada dan Hitsujitani pun terputus.


Sejak awal Iba dan Ushimaki telah mengkhianatinya, dan kini bahkan Hitsujitani pun menjauh, artinya benar-benar tidak ada satu pun "heroine" yang tersisa.


Kupikir hal itu pasti merepotkan bagi Amada, tapi anehnya, dia menerima keadaan itu dengan cukup santai.


Belakangan ini, dia malah sering terlihat menghabiskan waktu bersama tiga siswa laki-laki yang tidak terlalu mencolok di kelas kami — orang-orang yang dulu aku juga pernah bergabung dengan mereka di kehidupanku yang pertama.


Kalau dipikir-pikir, Amada dulu memang sering bersama mereka juga, ya…


Tapi ketimbang merasa sentimental, yang lebih kuat kurasakan sekarang adalah rasa kesal karena aku gagal menyingkirkan Amada.


Sekarang dia memang terlihat tenang setelah kehilangan semua heroine-nya, tapi aku yakin dia belum menyerah

.

Bukan tidak mungkin dia akan kembali berusaha menyakiti tidak hanya aku, tapi juga Hidaka dan Yuzuki.


Namun, pada akhirnya aku ini hanyalah seorang siswa SMA biasa. Mau mencoba menyingkirkan Amada pun aku tidak punya cara. Yang bisa kulakukan hanya merasa lega karena setidaknya aku berhasil melewati masalah ini.


Lagipula, ya... meski rasanya pahit untuk mengakuinya...

Aku juga mendapat banyak hal berharga dari kejadian ini...


â—‡ â—‡ â—‡


"Meski begitu, aku tetap terkejut. Aku tidak menyangka Ishii-san akan memaafkan Hitsujitani-san..."


Saat jam istirahat siang, kami berempat berkumpul di meja luar.


Mereka yang dulu sering bersama sebelum Amada kembali, kini berkumpul lagi seperti dulu, menikmati makan siang bersama.


Satu orang lagi... yah, mungkin sebentar lagi dia akan datang.


"Kebahagiaan Yuzu adalah yang utama."


"Benar-benar, kamu terlalu memanjakan adikmu, ya."


"Ini hal yang wajar dalam batas kewajaran. Iba, apa yang kamu bicarakan?"


"Aku sadar, percuma bicara sama kamu."


Hitsujitani Miwa memang telah membuat masalah besar, tapi aku memutuskan untuk memaafkannya.


Alasannya kembali ke hari setelah aku mengungkapkan semua rencananya.


… ...


Pagi itu, saat aku, Hidaka, dan Yuzuki keluar rumah, Hitsujitani sudah menunggu kami, lalu membungkuk dalam-dalam.


"Aku benar-benar minta maaf, Ishii-kun, Yuzuki-chan!!"


Yuzuki, yang tidak tahu situasi sebenarnya, hanya bisa memiringkan kepala bingung. Padahal, dalam kejadian ini, dialah korban yang paling menderita.


Waktu itu, saat pulang dari SMP, Yuzuki didekati oleh pria asing yang meminta kontaknya dengan imbalan uang. Tentu saja, Yuzuki langsung menolak dan berlari kabur secepat mungkin.


Ushimaki dan Iba, yang diam-diam mengawasinya dari jauh, panik dan langsung mengejar.


Saat kutanya, bukankah ada kemungkinan Hitsujitani bisa melihat mereka?


Jawabannya, "Aku belajar dari Mikoto-san cara untuk mengantar orang tanpa terlihat."


Mengantar orang, ya... kalau dia bilang begitu.


"Nee, Kazu. Sebenarnya apa yang terjadi?"


Malaikatku bertanya sambil mengernyitkan alisnya. Sangat imut, terlalu imut.


"Ada bajingan yang ingin menjerumuskan malaikatku, jadi aku memberinya pelajaran. Yuzu, lebih baik menjauh dulu."


"Ah, begitu..."


Sambil menikmati desahan malaikatku seperti biasa, Hidaka menarik Yuzuki untuk bersembunyi di belakang punggungnya.


Melihat hubungan antara Amada dan Hitsujitani yang tampaknya sudah putus, aku tetap tak mau lengah.


Bisa saja ini bagian dari skema baru Amada.


Mungkin menyadari kecurigaanku, Hitsujitani membuka mulutnya dengan wajah kikuk.


"Aku seharusnya dari awal mendengarkan kata-katamu, Ishii-kun... Aku melakukan hal yang kejam, hanya karena sesaat tergoda, dan aku berpikir bahwa dia itu orang yang sebenarnya baik... Aku ini bodoh, ya..."


"Bukan bodoh, tapi brengsek. Jangan berpura-pura jadi korban, kau itu pelaku."


"Pedas sekali... Tapi memang benar... Aku ini manusia yang buruk. Aku salah sangka, merasa bisa memanfaatkan laki-laki padahal justru dimanfaatkan. Tapi sekarang aku sudah berbeda. Aku sudah memutus semua hubungan dengan orang-orang yang dulu membantuku siaran, dan aku juga sudah bilang ke Amada, ‘Aku tidak akan pernah mendekatimu lagi, dan kau pun jangan mendekat’."


"Begitu ya."


Selama tidak ada jaminan bahwa dia jujur, informasi ini tak penting. Namun, melihat dari tingkat kepercayaannya, aku rasa cukup bisa dipercaya.


Di kehidupanku yang pertama, para heroine tidak pernah menunjukkan amarah kepada Amada, bahkan di belakangnya.


"Setelah kalian pergi kemarin, kau tahu apa yang dikatakan Amada padaku? 'Maaf ya, Miwa. Karena ada Ishii dan yang lainnya, aku terpaksa bicara begitu, tapi aku tetap di pihakmu.' Katanya begitu."


"Sangat menjijikkan."


"Bener kan? Kalau saja dia berkata jujur, ‘Aku ketakutan dan spontan kabur’, mungkin aku masih bisa sedikit memaafkannya. Tapi dia bahkan tidak berani jujur. Sekarang aku cuma ingin waktu yang kuhabiskan untuk memikirkannya dulu dikembalikan."


"Kalau kau sudah selesai bicara, aku tidak peduli apa yang kau lakukan selama tidak mengganggu kami. Tapi mulai sekarang, jangan pernah mendekat. Menyebalkan."


Setelah mengatakan itu, aku berbalik bersama Yuzuki dan Hidaka, bersiap untuk pergi. Namun, Hitsujitani buru-buru menghentikanku.


"Tunggu sebentar! Sebenarnya ada hal penting yang ingin kusampaikan! Aku bawa sesuatu sebagai permintaan maaf..."


"Hm?"


"Yuzuki-chan, maukah kau menerima ini...?"


"……!"


Begitu melihat benda yang dikeluarkan Hitsujitani dari tasnya, sorot mata Yuzuki langsung berubah.


"Ini, kosmetik edisi terbatas yang aku inginkan! Harganya terjangkau, tapi justru karena itu jadi terlalu populer dan sulit didapat... Apa benar aku boleh menerimanya!?"


"Ya. Soalnya, aku kan banyak kerja sama dengan berbagai perusahaan, kan? Nah, perusahaan yang aku bantu itu punya hubungan baik dengan perusahaan yang mengeluarkan kosmetik ini. Jadi, aku dapat bagian dari mereka untuk dibagi."


"Waah! Terima... ah."


Saat itu juga, Yuzuki yang sempat terlalu bersemangat langsung kembali sadar, dan menatapku dengan sedikit ragu.


Mungkin dia sedang bimbang apakah boleh menerima hadiah ini dari Hitsujitani atau tidak.


Karena tingkahnya terlalu menggemaskan, aku langsung menganggukkan kepala.


... ...


Karena itulah, kali ini saja aku memutuskan untuk memaafkan Hitsujitani.


Memang jelas ia sengaja menggunakan kelemahanku terhadap adikku, tapi setelah melihat senyum Yuzuki yang bahagia, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.


Lagi pula, mau memaafkan atau tidak, aku juga tidak punya banyak cara untuk menekan Hitsujitani lebih jauh. Kalau begitu, lebih baik aku mengambil keuntungan dengan mendapatkan senyum Yuzuki.


"Memang aku mengerti situasinya, tapi dia pernah berusaha menjatuhkanmu. Jangan lengah."


"Aku tahu. Aku tetap waspada. Termasuk terhadapmu."


"Baiklah. Kalau begitu, demi mendapatkan kepercayaan lebih darimu, bagaimana kalau aku saja yang 'mengurus' Hitsujitani?"


"Tidak perlu! Kalau kamu yang bilang begitu, rasanya malah kamu akan benar-benar melakukan hal berbahaya!"


Tentu saja, aku juga sudah memperingatkan kalau dia berani menyakiti keluargaku atau Hidaka lagi, aku tidak akan memaafkannya.


Tapi dia malah tersenyum nakal.


"Kalau begitu, lain kali aku juga mau berpihak ke kalian." 


Sambil mencoba mendekatiku. Tentu saja, aku langsung menolaknya tegas.


Dengan senyum sedikit sedih, Hitsujitani pun pergi.


Akhir-akhir ini, Hitsujitani masih tetap populer di kalangan laki-laki, namun setelah menjauh dari Amada dan mengatasi masalah stalker-nya, ia justru lebih banyak bergaul dengan para siswi.


Meski begitu, dia tidak bergabung dengan kelompok Kanie dan teman-temannya, melainkan membentuk kelompok baru di kelas 1-C, sehingga kini ada dua kelompok perempuan di kelas (meski tidak ada persaingan khusus di antara mereka).


Bagaimanapun, Hitsujitani yang dulunya teman masa kecil Amada, kini sepenuhnya keluar dari lingkaran "heroine"-nya. Mungkin ia memang sudah menyerah mengejar cinta Amada, tapi tampaknya dia masih bisa menikmati masa-masa sekolahnya.


"Ngomong-ngomong, makasih banyak ya. Ushimaki, Iba."


Di meja luar kantin sekolah, aku menyampaikan rasa terima kasihku kepada mereka berdua setelah satu minggu berlalu.


Di kehidupan pertamaku, Iba dan Ushimaki adalah orang-orang yang mendorongku ke neraka. Tapi kali ini, tanpa mereka, aku pasti sudah terjebak oleh Amada.


Aku dipaksa memilih antara meninggalkan Hidaka atau mengorbankan Yuzuki, dua pilihan yang sama-sama berakhir buruk. Tapi berkat Ushimaki dan Iba, aku bisa menghindari masa depan itu.


"Ah, tidak perlu dipikirkan. Lagipula, semuanya juga tidak berjalan sempurna…"


Iba menghela napas dalam-dalam.


"Kenapa memangnya?"

"Yah… terutama soal Mikoto-san, aku merasa sangat bersalah..."


Meskipun itu semua sandiwara, Iba tetap sempat membuat Hidaka terpojok.


Kalau bisa, aku juga ingin insiden kali ini bisa terselesaikan tanpa memperburuk posisi Hidaka──


"Aku pikir kalau kami semua menjauh, Kazuki akan semakin bergantung pada Hidaka-san, dan aku berharap hubungan kalian jadi makin dekat... Menurut rencanaku, kalian seharusnya sudah berusaha punya anak sekarang..."


"Tidak akan sampai sejauh itu! Kamu itu, selalu merencanakan hal-hal aneh!"


"Aku pikir kalian sudah lumayan dekat, tapi ternyata perkiraanku terlalu optimis. Aku akan terus berusaha agar hubungan kalian lebih erat ke depannya."


"Tidak usah terlalu dipaksakan, Hime-chan. Kazupyon kelihatan sedih kok waktu kita semua menghilang. Dia sering bolak-balik lihat grup chat yang udah nggak pernah di-update lagi."


"Kenapa kamu sampai tahu hal kayak gitu, Hidaka!"


"Hmph. Karena aku ini pejuang cinta yang aktif, usaha sekecil itu bukan apa-apa."


Serem, sumpah.


"Jadi, anggap saja terima kasihmu sudah kami terima lewat grup chat yang sepi itu."


Sambil makan tamagoyaki dengan senyum puas, Iba berkata demikian.


"Iya, iya! Lagipula, dulu kita juga pernah nyusahin kamu, kan? Jadi santai aja! ...Tapi ya, kamu sampai segitunya merasa kesepian waktu kita nggak ada, ya?"


Ushimaki ikut tersenyum geli di sampingnya, dan entah kenapa, itu membuatku sedikit kesal.


"Tetap saja, seharusnya aku mengucapkannya langsung. Akhir-akhir ini... ya, ada halangan yang bikin aku sulit ngomong."


"...Aku mengerti perasaanmu."


Alasan kenapa aku terlambat mengucapkan terima kasih secara langsung, karena akhir-akhir ini Tsukiyama selalu berada di dekatku.


Kalau aku berterima kasih di depan Tsukiyama, pasti kasus Hitsujitani akan terbongkar. Walaupun itu bukan masalah besar buat kami, tetap saja, buat Hitsujitani itu bisa jadi masalah.


"Ngomong-ngomong, kenapa sih Tsuki sekarang jadi aneh banget? Dulu kan nggak kayak──"


"Ushi, jangan ngomong sama Kazupyon tanpa izin dariku."


"Ngomong sebentar doang nggak apa-apa kali!"


Omong-omong, dalam satu minggu ini, hubungan sosial Hidaka juga sedikit berubah. Ia tetap akrab dengan Kitami, tapi sekarang ia juga mulai akrab dengan Iba.


Buktinya, mereka saling memanggil nama kecil satu sama lain.


"Hime-chan boleh. Tapi Ushi nggak boleh."


"Fufu. Terima kasih, Mikoto-san."


Aku sempat bingung, kenapa Hidaka bisa akrab dengan Iba, orang yang di kehidupan pertama dan kedua sempat menghancurkanku. Tapi kalau Hidaka menilai dia bisa dipercaya, maka aku percaya juga.


Lagipula, kali ini mereka benar-benar sudah menolongku.


"Kenapa aku yang nggak boleh!? Aku juga mau panggil Mikoto-san pakai nama kecil..."


"Moeka-san, yang perlu kamu perbaiki dulu adalah sifat 'mudah jatuh hati' kamu itu, tahu?"


"Aku nggak semudah itu jatuh hati, kok! Lagian, soal Ishii juga, itu kan Hime yang ngarang sendiri! Aku nggak berniat ganggu Mikoto-san, kok! Dari awal aku sudah menyerah!"


"Menyerah?"


Mata Hidaka bersinar tajam.


"…………Hah!"


"Seperti yang kuduga, Ushi tetap Ushi."


"Ugh! Uuuuuh!!"


Ushimaki mulai berlinang air mata, sementara Hidaka membuang muka dengan ekspresi cemberut.


Melihat mereka, Iba menampilkan senyum mencurigakan dan mulai berbicara.


"Ishii-san, demi membangun persahabatan antara Moeka-san dan Mikoto-san, bagaimana kalau kamu berkorban sedikit dan menjadi pacar Hidaka-san?"


"Aku nggak mau jadi pacar cuma karena alasan kayak gitu!"


Sepertinya butuh waktu lebih lama lagi agar persahabatan antara Hidaka dan Ushimaki benar-benar terbentuk. Tapi, melihat cara mereka sekarang, rasanya hubungan mereka sudah cukup baik.


"Begitu ya. Jadi, kalau alasannya lain, kamu mau jadi pacarnya?"


"Kamu ini, ngomongnya selalu nggak perlu banget ya!"


"Seperti biasa, Hime-chan, kerja bagus."


Bagi Hidaka mungkin Iba adalah teman yang baik, tapi buatku, dia sangat merepotkan.


Sepertinya, selama hubunganku dengan Hidaka tidak berkembang, aku akan terus-menerus disodori omongan seperti ini…


Saat aku mulai lelah membayangkan masa depan seperti itu, datanglah kekhawatiran yang lebih besar dari kejauhan, menerjang semua rasa cemas yang kupunya. Ternyata itu Tsukiyama.


"Semua, maaf sudah menunggu!"


"Baik, makan siang sudah selesai. Ayo kembali ke kelas."


"Oke"


"Mengerti"


"Sip"


"Aku malah baru mau makan!?"


Belakangan ini Tsukiyama lebih sering makan di kantin daripada membawa bekal. Katanya sih, "Sebagai sahabat Kazuki, aku juga harus ngerti rasa makanan biasa."


Sifatnya yang tanpa sadar pamer kekayaan ini bikin kesal setengah mati.


"Oh iya, soal liburan musim panas, kapan kita pergi?"


Sambil makan set menu ikan mackerel miso, Tsukiyama mengeluarkan pernyataan aneh.


"Ngomongin apa sih?"


"Itu lho, vila! Kan dulu aku pernah bilang, ayo kita ke vila ayahku!"


Oh iya, ada omongan kayak gitu. Meskipun aku sama sekali belum menyetujuinya.


"Rencanaku liburan nanti mau banyak ambil shift kerja. Jadi──"


"Kazupyon, tunggu."


Tak disangka, Hidaka memotong pembicaraan.

Matanya bersinar terang, entah kenapa.


"Ehm, aku mau nanya. Buat pakai vila itu, ada biaya tambahan nggak?"


"Hmm~. Kalian cuma perlu tanggung ongkos transportasi. Vilanya bisa dipakai bebas."


"Hmm……"


Di kehidupan pertamaku, Amada dan teman-temannya memang pergi ke vila pas liburan musim panas.


Episode baju renang klasik, lokasinya di Okinawa.

Bukan cuma dengan heroine yang pergi bareng, Amada juga bikin adegan romantis dengan gadis lokal di sana.


Bener-bener, Amada bisa bikin event di mana pun dia berada.


"Kazupyon, aku mau ikut."


"……Hah?"


"Ohhh! Bener kan, Hidaka! Emang enaknya liburan musim panas dihabiskan bareng sahabat!"


Aku terkejut.


Hidaka memang sering bertindak agresif padaku, tapi untuk hal seperti ini, dia jarang sekali menunjukkan keinginannya secara jelas. Biasanya kalau aku menunjukkan tanda-tanda nggak suka, dia langsung mundur.


Tapi sekarang, dia benar-benar menunjukkan keinginannya sendiri.


"Gimana, Kazuki? Hidaka mau ikut, masa kamu nggak mau? Ayo dong?"


"Yah, kalau Hidaka mau ikut sih……"


"Yesss!"


Dalam keadaan setengah bengong, aku mengiyakan keinginan Hidaka. Walaupun dalam hati merasa agak malas, tapi... ya, di pantai ada banyak hal yang bisa dinikmati.


"Tapi jujur aja, aku kaget. Aku nggak nyangka Hidaka bakal tertarik..."


"Kenangan satu musim panas itu penting. Aku sendiri nggak nyangka ada tempat sebagus ini tersedia."


"Hmm? Maksudmu gimana……"


"Hotel Tsukiyama. Kenangan satu musim panas bersama Kazupyon."


"Jangan pake vila ayahmu buat hal aneh-aneh, woi!"


Apa yang ada di kepala cewek ini, sih. Aku memang menantikan serunya main di laut, tapi nggak sampai sebegitunya.


"Tunggu, Tsuki! Aku juga mau ikut! Aku pasti ikut!"


"Aku juga akan ikut. Nggak enak rasanya kalau ditinggal. Jangan khawatir, Mikoto-san. Di Hotel Tsukiyama selain menginap, ada sistem 'istirahat' juga, kita bisa manfaatkan itu."


"Sempurna. ……Bagus."


"Di vila ayahku tuh nggak ada sistem aneh-aneh kayak gitu!"


Teriakan Tsukiyama dan Ushimaki terdengar gaduh.


Sementara itu, Hidaka tampak bersemangat dan Iba tersenyum tipis.


Kehidupan sekolah keduaku ini jelas sudah berubah.


Kalau dipikir-pikir, mungkin inilah lingkungan yang selama ini Amada dambakan.


Menyadari itu, aku merasa sedikit, hanya sedikit saja, lebih unggul.


â—‡ â—‡ â—‡


"Pergi ke Okinawa sih oke, tapi kamarnya tetap pisah, ya."


"Oke. Ngomong-ngomong, Kazupyon lebih suka baju renang tipe seksi atau tipe polos?"


"…………Tipe polos."


"Oke. Aku bakal bawa dua-duanya, dan pakai yang seksi pas kita cuma berdua aja."


"Hidaka, kamu agresif banget, tahu!"


Dalam perjalanan pulang sehabis kerja, aku merinding dengan betapa tepatnya Hidaka membaca pikiranku.


Tapi, beneran deh. Siapa sangka aku yang dulu cuma karakter sampingan bisa berakhir pergi ke vila Tsukiyama.

Tapi, itu urusan nanti.


"Eh, Hidaka. Soal itu… Maaf ya. Aku jadi nyuruh kamu ambil peran nggak enak..."


"Soal apa?"


"Itu lho, cowok yang disiapin Hitsujitani buat jadi stalker..."


"Hehe. Segitu doang mah, nggak ada apa-apanya. Demi Kazupyon, aku rela melakukan apapun kok."


Aku yakin, Hidaka benar-benar tulus saat mengatakannya.


Seperti sebelumnya, kali ini pun aku terus-menerus diselamatkan oleh Hidaka.


Awalnya, aku benar-benar percaya bahwa Iba dan Ushimaki telah mengkhianatiku dan berpihak pada Amada.


Mereka berdua adalah di antara orang-orang yang dulu, dalam kehidupan pertamaku, benar-benar telah menghancurkan aku dan keluargaku.


Karena itu, aku sempat berpikir bahwa mereka kali ini pun hanya pura-pura berteman dan sebenarnya sedang mencari kesempatan untuk membalas dendam.


Aku memutuskan untuk tidak pernah membuka hati atau mempercayai mereka. Kalau saja aku tetap dengan pemikiran seperti itu, aku pasti sudah sampai pada akhir yang paling buruk.


Yuzuki akan kembali menjadi korban perundungan saat SMP, dan pada akhirnya kehilangan nyawanya lagi. Namun, masa depan itu sudah menghilang. Karena Hidaka memilih untuk percaya pada Iba dan Ushimaki.


"…………"


"Kazupyon?"


Aku juga ingin melakukan sesuatu untuk Hidaka.


Mungkin ini hanya perasaanku sendiri, tapi aku merasa tahu apa yang sebenarnya diinginkan Hidaka dariku.


Hanya saja, aku tetap tidak bisa mengambil langkah itu. Karena pengalaman ini telah mengajarkanku.


Amada belum menyerah. Bahkan, sekarang dia jauh lebih ekstrem dibanding sebelumnya.


Dia tidak hanya menargetkanku, tapi juga mencoba menyakiti Yuzuki. Aku tidak mau memprovokasi pria berbahaya seperti itu.


"Kamu nggak perlu cemas seperti itu"


"Eh?"


"Memang, dia itu sangat merepotkan, dan aku juga takut. Tapi kita sudah bukan cuma berdua lagi. Ada Hime-chan, Tsukiyama... meskipun aku nggak mau ngaku, ada juga si Ushi"


Mungkin Hidaka berpikir aku hanya merasa cemas soal Amada.


Padahal biasanya dia sangat tajam, tapi saat yang penting begini, Hidaka jadi sedikit bodoh. Itu membuatku ingin tertawa.



"Mungkin kamu benar"


Dalam kehidupan keduaku ini, di saat aku berniat menjalani semuanya sendirian, tiba-tiba saja aku dikelilingi oleh banyak orang.


Dan yang lebih aneh, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang dulu sempat bermusuhan denganku.


Tetap saja, dibandingkan dengan kehidupan pertamaku, hidupku sekarang jauh lebih menyenangkan… Karena itu… aku juga ingin mencoba berani sedikit.


"Hey, Hidaka"


"Ada apa?"


Tiba-tiba aku bicara, membuat Hidaka berkedip cepat beberapa kali.


Sekarang pun aku belum berani mengambil langkah besar. Tapi kalau hanya sedikit saja...


"Mau... pegangan tangan?"


"…………!"


Hidaka membelalakkan mata karena kaget.

Tapi dia tidak berpaling dari tanganku yang terulur.


Perlahan, dengan sedikit ragu, dia mendekatkan tangannya ke tanganku, sampai akhirnya ujung jari tengah kami bersentuhan.


"Mau genggam... tanganku?"


Meski seharusnya aku sudah mengenal kehangatan itu, entah kenapa kali ini rasanya jauh lebih istimewa.


Previous Chapter | Next Chapter

1

1 comment

  • FerryLacus
    FerryLacus
    15/6/25 10:28
    Gw masih was was ama amada ini, semoga aja MC selalu menang, tapi klo drama pasti ada adegan MC kalah dulu, nanti baru menang,

    Reply



close