Penerjemah: Nobu
Proofreader: Nobu
Chapter 3
“Hati yang Bimbang”
♣♣♣
Memasuki bulan November
Hari Sabtu dan Minggu pertama di bulan ini adalah festival budaya sekolah.
Selama dua hari tersebut, sekolah akan dibuka untuk umum, memungkinkan para pengunjung menikmati festival ini.
Bunga Gekka Bijin pun akhirnya mekar, dan aksesori lainnya juga sudah lengkap.
Bazar aksesori kami, "you", akan diadakan di ruang kosong (yang disebut ruang serbaguna) di seberang laboratorium sains. Kami "terusir" dari lab karena ruangan dengan fasilitas air akan digunakan oleh kelompok yang menjual makanan.
Pukul tujuh pagi.
kami telah selesai menata lokasi penjualan dan bersiap-siap dengan kostum kami. Aku mengenakan jas berekor yang telah ditentukan oleh Himari, berdiri dengan gagah di koridor.
Beberapa murid perempuan senior berjalan melewati koridor. Mereka melihat kostumku dan berseru, "Wah!", "Niat banget, ya!", "Kayak cosplay!", sambil dengan santai menyentuhku. Mungkin karena terbawa suasana festival budaya, mereka menerimaku dengan sangat akrab.
"..."
Malu sekali...
Tidak, tahanlah, aku! Tema bazar kali ini adalah "CHIC". Jadi, pilihan kostum ini bisa dimaklumi... Eh, bisa dimaklumi?
Aku mencari arti "CHIC" di kamus ponselku, dan artinya adalah modis, anggun, dan berkelas. Hmm, kalau begitu, mungkin saja?
Aku enggak terlalu paham mode, jadi ini adalah hasil dari penyerahan total kepada Himari. Yah, dia bilang kostum ini disiapkan di toko tempat Hibari-san biasa memilih setelan jas, jadi kurasa tidak akan salah.
Saat ini, ruang penjualan ditutup karena para gadis sedang berganti pakaian. Sebuah papan tulis hitam sederhana bersandar di depan pintu.
'Toko Aksesori "you" Cabang Sementara'
... Apakah akan seperti ini rasanya kalau aku benar-benar memiliki toko sendiri suatu saat nanti?
Saat aku tenggelam dalam perasaan campur aduk itu, Himari memanggilku dari dalam ruangan.
"Yuu~! Kamu boleh masuk sekarang~!"
Aku membuka pintu dan masuk. Himari dan Enomoto-san sudah selesai bersiap-siap.
"...Ohh!"
Aku tak bisa menahan diri untuk tidak berseru.
Di hadapanku, ada dua gadis cantik berbalut gaun gotik.
Himari mengenakan gaun hitam dengan banyak sulaman mewah. Ditambah paras dan warna rambutnya, ia benar-benar terlihat seperti boneka Eropa yang dipajang.
Sementara Enomoto-san mengenakan gaun merah yang lebih sederhana. Dengan rambutnya yang berkilau diikal, ia memberikan kesan lebih dewasa daripada Himari. Rasanya seperti melihat seorang putri bangsawan!
Himari mendekatiku dengan melompat-lompat kecil, lalu berputar di depanku.
"Yuu, bagaimana?"
"Menurutku, sangat cocok!"
Setelah menyatakan pendapatku dengan jujur, Himari tertawa, "Phehehe~."
Aku sudah melihatnya saat mereka mencoba gaun ini, tapi memangnya ya, gadis cantik itu cocok memakai apa saja. Saat aku tenggelam dalam kekaguman, tiba-tiba Enomoto-san mengulurkan tangannya.
"Yuu-kun. Dasimu miring."
"Ah, maafkan aku..."
Tanpa sadar aku menggunakan bahasa formal.
Bagaimana tidak, aura gadis cantik yang dipancarkan Enomoto-san sungguh luar biasa. Selama dasi di leherku dirapikan, aku berdiri kaku menahan tegang.
Eh, napasku enggak bau, kan? Aku baik-baik aja, kan? Saat aku mati-matian menahan napas, leherku segera terbebas.
"Ya, sudah selesai."
"Ah, terima kasih..."
Enomoto-san tersenyum manis.
Uooo... Apa-apaan ini, rasanya aneh sekali, aku jadi malu.
(Enomoto-san. Sejak bunga Gekka Bijin itu mekar, rasanya sikapnya jadi lebih lembut...)
Padahal dulu kalau kusentuh, dia bisa mengeluarkan iron claw.
Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Ah, sudahlah, baguslah kalau suasana hatinya membaik. Aku tidak perlu takut lagi dengan Iron Claw... Hmm?
Anu, Himari-san?
Kenapa kamu menatapku tajam begitu? Bukankah ini salahmu menyiapkan pakaian yang tidak biasa kupakai...?
Aku berdeham.
"Himari, apa persiapannya sudah selesai?"
"Sudah beres! Kita akan menata barang-barang setelah jam wali kelas nanti, ya."
Setelah ini, kami akan kembali ke kelas untuk jam wali kelas. Setelah itu, festival budaya akan resmi dimulai.
(Sejauh ini semua berjalan lancar...)
Penataan lokasi penjualan pun sesuai dengan desain Himari.
Sebuah lokasi yang selaras dengan konsep "CHIC" kali ini.
Dengan kesederhanaan, kami meletakkan sedikit barang.
Tiga meja panjang diatur berjajar seperti huruf kawa (川) dan di atasnya dipajang aksesori-aksesori terbaru.
Jumlahnya sengaja dibuat sesedikit mungkin untuk menciptakan suasana dewasa.
Bunga anthurium merah muda yang diletakkan di podium tampak serasi dan indah.
(...Namun)
Tiba-tiba, aku merasakan keanehan.
Apa ini?
Seperti ada sesuatu yang kurang... Tapi aku tidak bisa menjelaskan dengan jelas apa itu.
Saat aku merenung, tidak bisa mengungkapkan perasaanku, Enomoto-san menatapku dengan cemas.
"Yuu-kun, ada apa?"
"Ah, tidak..."
Mungkin hanya perasaanku saja.
Aku hanya tegang karena ini adalah acara penjualan pertamaku sendiri.
Himari, tanpa menyadari kegelisahanku, melanjutkan, "Kalau begitu, mari kita ulas kembali rencana bazar hari ini, ya~!"
"Oke."
Penjelasan Himari adalah sebagai berikut:
* Penjualan kali ini menggunakan sistem one-on-one.
* Saat pelanggan masuk, pertama-tama layani mereka dengan satu minuman per orang.
* Sambil minum, rekomendasikan produk kepada mereka, dengan target setiap kelompok pelanggan membeli setidaknya satu barang.
* Target penjualan aksesori kali ini adalah 200 buah.
Gaya pelayanan ini mengacu pada pameran pribadi Tenma-kun.
Aku sudah diberitahu sebelumnya, tetapi kini, saat harus mempraktikkannya, rasa cemas yang luar biasa melandaku.
"Apa aku bisa melakukan pelayanan seperti itu...?"
"Hahaha. Tenang saja. Kan kita udah berpenampilan menarik untuk ini~!"
"Jas berekor tidak akan mengubah kepribadianku, kan..."
"Tapi Yuu, kamu sudah pernah menjual aksesori di pameran pribadi itu, kan? Kalau kamu melakukannya seperti itu, pasti gampang kok ♪"
"Waktu itu hanya keberuntungan saja..."
Tidak, kenapa harus jadi lemah begini?
Aku sudah memutuskan untuk meraih level yang lebih tinggi. Meskipun aku akan melakukannya bersama Himari, kalau aku tidak bisa menyelesaikan hal seperti ini, lalu mau bagaimana?
"Enomoto-san, bagaimana penyesuaianmu dengan yang lain?"
"Aku harus membantu klub musik tiup di pagi hari... Jadi, setelah jam wali kelas selesai, aku akan mampir ke sini untuk melihat-lihat, ya."
Pada akhirnya, aku harus meminta bantuannya lagi di hari-H ini. Sejujurnya aku sangat berterima kasih, tapi ada rasa bersalah juga.
Saat aku memikirkan hal itu, Himari dengan semangat mengusulkan, "Yuu, ayo kita bakar semangat!"
"Eh... Dengan pakaian ini?"
"Pakaian itu enggak penting~. Yang penting adalah mengubah suasana hati, ayo kita semangat!"
Yah, kalau Himari bilang begitu...
Kami bertiga menumpuk tangan di tengah.
"Festival budaya, untung besar!"
"Yeay!"
"Ooh!"
Dengan seruan itu, festival budaya kami pun dimulai.
...Namun, masalah muncul hanya tiga puluh menit setelahnya.
♣♣♣
HR di kelas kami pagi itu bagaikan peragaan busana.
Awalnya aku kira kostum kami akan terlihat aneh dan mencolok, tapi ternyata tidak juga.
Para murid yang akan tampil di aula olahraga sudah berganti pakaian, dan murid-murid lain yang terlibat dalam pertunjukan juga asyik dengan kostum pilihan mereka sendiri. Yah, meskipun gaya Victoria kami jelas berbeda zaman.
Festival budaya di sekolah kami memang selalu seperti ini setiap tahunnya. Bahkan di kalangan masyarakat setempat, festival ini terkenal sebagai festival budaya yang menarik dan lucu, seperti yang ada di komik.
Ketika bel tanda HR selesai berbunyi, guru wali kelas kami mengakhiri pembicaraan.
"Kalau begitu, jangan terlalu lepas kendali, ya. Terutama Natsume."
Kenapa aku?
Sensei, aku bukan pembuat lelucon! ...Meskipun kalau mengingat kejadian-kejadian belakangan ini, aku tidak bisa membantahnya.
Para murid tertawa kecil sambil bubar menuju posisinya masing-masing.
Aku dan Himari pun menuju lokasi penjualan.
Perasaan Gugup dan Kejutan di Toko "you"
Aku memegangi perutku yang terasa mulas dan mengerang, "Haa, aku gugup sekali."
"Puhaha. Yuu, kalau segini aja udah gugup, bagaimana nanti di masa depan~?"
Begitu katanya, padahal dia sendiri sedang minum Yogurppe. Jangan seolah-olah hanya dirimu saja yang berusaha menenangkan diri!
Kemudian, kami mendekati lokasi penjualan. Bagaimanapun juga, selama dua hari ini, tempat ini akan menjadi toko "you" kami.
(Aku harus mendapatkan keuntungan!)
Dan mendapatkan pengalaman untuk bekal diriku.
...Saat aku tiba di lokasi penjualan dengan pikiran itu, ada sesuatu yang asing tergantung di pintu.
Sebuah karangan bunga yang cantik tergantung di pintu lokasi penjualan.
Coba lihat, itu seperti lingkaran hiasan yang sering digantung di kamar saat Natal. Karangan bunga itu dihiasi dengan bunga-bunga kecil berwarna merah muda pucat, putih, dan kuning, serta terlihat dibuat dengan sangat teliti.
Melihat itu, Himari memiringkan kepalanya.
"Yuu, kamu yang menggantung ini?"
"Tidak..."
Mungkinkah Enomoto-san?
Tapi, Enomoto-san seharusnya sudah pergi ke klub musik tiup...
Aku mendekat dan melihatnya lebih jelas, lalu terkejut.
(Ini... aksesori kain, ya.)
Aksesori kain.
Berbeda dengan aksesori kerajinan kulit buatan Sanae Miko-san yang kulihat di pameran Tokyo, ini adalah aksesori yang dibuat menggunakan kain tipis.
Daya tarik utamanya terletak pada ekspresinya yang selalu berubah.
Kain yang tipis ini tidak membatasi metode pengolahannya. Kadang dilapis, kadang direntangkan, kadang digulung dengan lembut, atau diisi dengan kapas, diikat dengan jarum dan benang... Berkat tekniknya yang tak terbatas, ia memungkinkan segala bentuk ciptaan. Aksesori kain dapat menciptakan apa pun dalam tiga dimensi, bergantung pada keterampilan sang kreator.
(Lagipula, rasanya ini... bukan produk massal. Ini buatan tangan.)
Pikirku, bukan karena alasan logis.
Mungkin bisa disebut ketidaksempurnaan unik dari barang custom-made.
Rasanya tidak dingin. Justru terasa sangat hangat. Seolah-olah karakter sang kreator terpancar di sana.
"Yuu?"
"Ah, maaf..."
Gawat.
Pertemuan yang tak terduga ini nyaris membuatku terlena. Bagaimanapun juga, seharusnya tidak ada orang di sekitarku yang bisa membuat aksesori seperti ini.
Mungkinkah murid sekolah... Hmm?
"Himari? Ada seseorang di ruang penjualan?"
"Ah, sepertinya ada suara."
Aku buru-buru membuka pintu... dan terdiam melihat pemandangan di dalamnya.
Ruang penjualan telah berubah menjadi labirin.
Ketika aku masuk ke dalam kelas, ada kain besar terpasang di kedua sisi. Kain berwarna hijau dengan gradasi cerah itu membentuk lorong yang memanjang ke depan.
Ini adalah partisi. Sebuah pembatas ruangan yang berfungsi agar orang tidak bisa melihat ke sebelahnya, atau untuk membuat jalur di sebuah acara.
"Y-Yuu? Apa ini?"
"Aku tidak tahu..."
Sepanjang lorong partisi itu, meja-meja panjang berjejer rapi. Di atas meja-meja itu, tumpukan aksesori harga murah yang telah kami siapkan telah diletakkan.
Tanda POP yang menggemaskan bertuliskan "¥500 only".
Ketika aku terus menyusuri lorong itu, aku berbelok tajam di ujungnya. Setelah dua kali berbelok, kain di kedua sisi berakhir dan pandanganku terbuka ke sebuah meja kasir.
Jendela-jendela ruang penjualan dihiasi deretan karangan bunga kain yang serupa dengan yang tergantung di pintu. Pot bunga anthurium yang diletakkan di podium juga telah dihias dengan indah menggunakan kain.
(I-ini apa-apaan...?)
Desain ruang penjualan ini sama sekali berbeda dari yang Himari bayangkan.
Aku sempat berpikir mungkin kami salah masuk kelas... tapi tidak mungkin.
Tempat ini berada di seberang laboratorium sains yang biasa kami gunakan. Meskipun ada beberapa dekorasi untuk festival budaya, tidak mungkin kami salah jalan.
Yang terpenting, aksesori harga murah buatanku berjejer di sini.
Saat kami tertegun, tiba-tiba sebuah suara asing terdengar.
"Selamat datang di Labirin Aksesori Bunga!"
Kemudian, dari balik partisi, sebuah bayangan besar melompat keluar!
"Baah!"
Tiba-tiba, sebuah maskot berkostum misterius muncul di hadapanku.
"...?!?!?!"
Kami berdua terkejut, sampai-sampai tidak bisa berkata-kata.
...Eh, apa ini?
Maskot berkostum... seperti maskot gajah yang memakai mahkota.
Orang (atau apa pun itu?) itu tampaknya tidak puas dengan reaksi kami. Dia buru-buru meraih kepala kostum itu dan melepaskannya.
Dan yang muncul adalah seorang gadis dengan senyum ceria.
"Halo! Aku Shiroyama Mei!"
Dia memperkenalkan diri dengan pose hormat yang gagah.
Menanggapi itu, kami berdua—
"???"
Aku dan Himari saling pandang, benar-benar kebingungan.
Namun, gadis itu tak memedulikan kami, matanya berbinar saat menyentuh gaun Himari.
"Waah! Gaun itu, kostum untuk festival budaya, ya?! Cantik sekali!"
"Ah, terima kasih...?"
Himari mengucapkan terima kasih sambil melirikku.
"Eh, siapa ini?"
"Bukan kenalan Himari?"
"Sepertinya aku enggak mengenalnya."
"Aku juga enggak. ...Ah, kenalan Enomoto-san?"
"Enggak, enggak, kalau kenalan Enocchi, dia pasti udah bilang begitu."
...Hebat. Meskipun hanya kontak mata, kami benar-benar saling memahami.
Akhirnya, gadis itu menyadari kebingungan kami.
"Loh?"
Dia menunjuk dirinya sendiri sambil memiringkan kepala, tampak heran.
"Kalian enggak dengar tentangku?"
"...Seharusnya enggak?"
Aku melirik Himari, dan dia pun mengangguk.
Melihat itu, gadis tersebut memegang kepalanya dengan kedua tangan dan mendongak ke atas.
"Gaaan!"
...Dia barusan bilang "Gaan" dengan mulutnya, kan?
Tanpa menghiraukan ketenangan kami, gadis itu semakin heboh sendiri.
"I-ini sungguh lelucon takdir! Atau ujian?! Apakah ini ujian?!"
"Enggak, aku enggak tahu apakah ini ujian atau bukan..."
Aku tidak tahu kalau belum bertanya pada Tuhan.
Tidak, tidak, aku merasa terbawa suasananya, tapi ini aneh, kan?
Lalu, gadis itu berkata dengan wajah ceria.
"Kalian enggak salah, kok."
"B-begitukah...?"
Lalu, situasi apa ini sebenarnya? Ruang penjualan ini sepenuhnya telah menjadi dimensi lain. Dan siapa pula gadis misterius berkostum ini?
"Um, Shiroyama-san? Kamu ini siapa, sebenarnya...?"
"Aku?"
Ketika aku mengangguk, dia kembali memberi hormat dengan tangan kanan.
"Shiroyama Mei!"
"Itu sudah kudengar..."
Kemudian, gadis yang bernama Shiroyama-san itu menjulurkan lidahnya dan tertawa, "Ah, salah."
Lalu, dia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan.
"Murid terbaik 'you'!"
Mendengar satu kalimat itu, kami terdiam membeku.
Rasanya seperti banjir informasi yang tak terkendali membanjiri pikiranku, tapi yang pertama kali menarik perhatianku adalah ini.
Gadis itu menatap Himari, bukan aku.
♣♣♣
Program pertukaran komunitas
Secara sederhana, Program Pertukaran Komunitas adalah orientasi pengalaman sekolah untuk murid SMP.
Sekolah kami mengadakan acara pengalaman sekolah dua kali setahun. Yang pertama adalah sesi informasi pelajaran musim panas, dan yang kedua adalah "Program Pertukaran Komunitas" di musim gugur ini.
Tujuannya adalah agar murid SMP dapat merasakan langsung suasana sekolah dengan berpartisipasi bersama kelas atau kegiatan ekstrakurikuler yang ikut serta dalam festival budaya.
Namun, berbeda dengan sesi informasi pelajaran, pengalaman festival budaya ini kurang diminati oleh murid SMP. Sejujurnya, aku bahkan sampai lupa ada program ini.
Tidak, sekilas, mungkin terdengar sangat menyenangkan. Bagaimanapun, festival budaya di sekolah kami memiliki tingkat kebebasan yang cukup tinggi karena kami adalah sekolah swasta. Ada pertunjukan drama, stan makanan, rumah peramal, bahkan kontes kecantikan. Di zaman sekarang, aku rasa festival budaya yang bisa sefasih ini dalam hal hiburan cukup langka.
Meskipun begitu, "Program Pertukaran Komunitas" tetap tidak populer.
Alasannya sederhana.
Festival budaya terbuka untuk umum, jadi tidak ada alasan untuk sengaja datang dan bekerja sebagai staf. Tentu saja akan lebih menyenangkan kalau berpartisipasi sebagai pengunjung.
Sejak awal, sistem ini memang sudah cacat.
Meskipun begitu, untuk menghapus sesuatu yang telah diputuskan oleh para petinggi di masa lalu, dibutuhkan alasan dan kapasitas yang memadai.
Di era sekarang, di mana beban kerja para pendidik sangat banyak, tidak ada guru yang punya energi untuk merevisi hal-hal yang sebenarnya tidak menimbulkan masalah jika dibiarkan saja. ...Itulah pernyataan tulus dari Sasaki-sensei.
Nah, entah mengapa, tahun ini ada seorang murid SMP yang cukup aneh ingin memanfaatkan program yang sudah usang itu. Dan yang lebih aneh lagi, dia rupanya meminta secara khusus klub hortikultura kami.
Di ruang guru.
Sasaki-sensei yang tentunya juga merangkap sebagai penanggung jawab komite festival budaya, menundukkan kepala dengan wajah sedikit lelah akibat kesibukan bertubi-tubi selama beberapa hari terakhir.
"Maafkan aku. Ini kesalahan komunikasiku..."
"T-tidak, tidak. Sensei pasti sibuk juga..."
Melihat wajahnya yang lesu saat berkata begitu, kami pun tidak bisa menyalahkannya.
"Sasaki-sensei. Apa yang harus kami lakukan?"
"Ah, begitu. Biasanya, aku akan menjelaskan situasinya dan memikirkan solusi kompromi..."
Wajahnya semakin lesu.
"Aku tidak ingin menambah pekerjaan lagi..."
"B-begitu, ya."
Melihat kejujuran yang keluar darinya, aku jadi merasa kasihan.
Sasaki-sensei memperlakukanku seperti orang dewasa. Gaya bicaranya yang terus terang ini mungkin juga karena dia memercayaiku.
"Bagaimana menurut kalian, jujur saja?"
"Maksudnya bagaimana?"
"Apakah kehadiran murid SMP itu mengganggu?"
"Ah..."
Aku menoleh ke arah Himari, dan dia mengangguk.
"Sasaki-sensei, anak itu tidak perlu diperlakukan sebagai tamu, kan?"
"Betul. Saat pendaftaran, dia sudah setuju untuk bekerja sebagai staf."
"Kalau begitu, saya tidak masalah. Tim kami sedikit, jadi staf tambahan bukankah bagus? Hanya saja..."
Kemudian, dia menatapku.
Rupanya, dia khawatir apakah aku bisa bekerja sama dengan gadis yang baru kukenal itu.
"...Baiklah. Meskipun saya kurang suka dengan orang yang baru dikenal, saya akan berusaha. Sayang sekali kalau menolaknya, padahal dia sudah bersusah payah datang untuk membantu."
Dia sudah jauh-jauh datang dari luar sekolah. Lagipula, ini bisa jadi latihan bagiku kalau suatu saat nanti aku mempekerjakan karyawan paruh waktu.
"Sasaki-sensei, kami akan mencoba mengatasinya."
Mendengar itu, Sasaki-sensei memegang kedua bahuku dan mengangguk penuh semangat.
"Maaf! Aku berhutang budi padamu!"
"Tidak, saya juga berutang budi kepada Anda untuk bazar kali ini..."
Sasaki-sensei memberikan kami masing-masing Chupa Chups. ...Akhir-akhir ini, guru itu dijuluki "Paman Pemberi Permen" oleh para murid.
Bagaimanapun, setelah percakapan selesai, aku dan Himari kembali ke lokasi penjualan.
Di tengah perjalanan, aku tanpa sadar bergumam,
"Itu tidak masalah, tapi kenapa harus ke tempat kami...?"
"Mungkin dia memang penggemar aksesori 'you'?"
"Enggak, enggak mungkin. Meski begitu, apa iya dia sampai datang ke festival budaya dan membantu?"
"Tapi, sesekali ada surat atau email ucapan terima kasih dari pembeli aksesori kita, kan?"
"Memang begitu sih..."
Itu pun sudah merupakan upaya yang luar biasa, menurutku.
Namun, semangat yang satu ini terasa sangat berbeda jauh.
"Serius, mau bagaimana ini?"
"Ah, entah kenapa dia menganggapku sebagai 'you'."
Itu dia masalahnya.
Sejak awal, identitas "you" memang tidak pernah secara gamblang dinyatakan sebagai pria, jadi wajar saja jika ada ambiguitas di sana.
Aku mencoba membuka kembali akun Instagramku di ponselku.
Pengelolaannya selama ini memang kuserahkan sepenuhnya kepada Himari—
"Menuju 'you', sang Keajaiban yang Memukau—
Kreator aksesori yang bercengkrama dengan bunga, mengabadikan keindahannya.
Atau sang Alkemis Rupawan @sedang mencari jati diri dan ekspresi baru setelah mengenal 'cinta' ♡"
Aduh, aduh, aduh.
Di sana ada ladang bunga. ...Bukan di aksesorinya, tapi di kepalaku!
"Apa yang kamu lakukan?!"
"Eh? Keren, kan?"
"Tidak mungkin!"
Berapa banyak pria di dunia ini yang bisa menggunakan perkenalan diri se-bling-bling itu? "Alkemis Rupawan" itu bahkan sudah jadi lelucon saking berlebihannya.
(Ngomong-ngomong, "You" memang dikenal sebagai kreator misterius, ya...)
Dengan tulisan itu, 99% foto di Instagram pasti Himari.
Aku memang muncul di sana, tapi... auraku sudah seperti staf fotografi. Jadi, wajar saja kalau ada yang mengira Himari adalah "you".
"Itu enggak masalah, tapi apa maksudnya 'murid'? Dari caranya bicara, sepertinya Himari pernah menjanjikan hal itu..."
"Enggak, aku sama sekali enggak ingat pernah berjanji seperti itu."
Himari memiringkan kepalanya.
"Bagaimanapun, kita tidak punya pilihan selain bicara lagi dengan gadis itu, kan?"
Kami kembali ke lokasi penjualan.
Shiroyama-san duduk di kursi lipat, masih mengenakan kostum yang sama.
Melihat kami—atau lebih tepatnya, melihat Himari—dia berlari mendekat dengan gembira.
"Selamat datang kembali, 'you'-sama!"
"A-anu, kami sudah mengonfirmasi keberadaanmu kepada guru, tapi..."
"Eh?! Kenapa begitu canggung?! Panggil saja Mei!"
"...M-Mei-chan?"
Seketika, wajah Shiroyama-san berseri-seri.
"Ya!"
"............"
Himari, aku tahu bagaimana perasaanmu.
Aku juga merasakan hal yang sama. Gadis ini entah kenapa memancarkan aura "ah, sepertinya tipe yang susah diajak bicara".
Himari memang tangguh menghadapi orang biasa, tapi dia lemah terhadap tipe yang polos seperti ini.
Tapi, berjuanglah! Kemampuan komunikasimu dipertaruhkan di sini!
"Ah, Mei-chan. Um..."
Aku menjelaskan inti percakapanku dengan Sasaki-sensei tadi.
Setelah menyampaikan bahwa ada kesalahpahaman informasi, tetapi kami memutuskan untuk mengizinkannya berpartisipasi dalam bazar kami kali ini, Shiroyama-san mengambil posisi hormat dengan puas.
"Aku akan berusaha keras!"
"Ah, terima kasih, ya. Ahaha..."
...Untuk sementara, sampai di sini lancar.
Aku dan Himari saling pandang, lalu mengangguk.
Bertele-tele itu tidak baik. Seharusnya aku yang mengatakan ini.
"Aku Natsume Yuu. Ini Inuzuka Himari. Ada satu orang lagi, tapi dia sedang di stan klubnya, jadi nanti akan kuperkenalkan. Dan..."
Aku menyatakan dengan jelas,
"Sepertinya terjadi kesalahpahaman, tapi 'you' itu aku, bukan Himari."
Lalu, keheningan.
Dari kejauhan terdengar suara musik pertunjukan yang sedang berlangsung di gimnasium. Suara riuh pengunjung umum yang mulai berdatangan juga semakin banyak.
Kami menelan ludah.
Kemudian Shiroyama-san—berkata dengan senyum yang sangat polos.
"Hahaha! Itu tidak mungkin!"
DOGYAAN!
Kami begitu terkejut dengan penolakan telak itu hingga tidak bisa berkata-kata. Eh, kami tidak salah, kan? "you" itu aku? Penolakannya yang begitu terang-terangan membuatku sedikit cemas.
Shiroyama-san melanjutkan dengan nada lembut.
"Soalnya, aku tahu. Himari-senpai adalah 'you'-sama!"
"B-benarkah begitu?"
"Ya! Aku punya buktinya!"
"Bukti...?"
Bukti apa yang lebih kuat dari klaim kami...?
Kemudian Shiroyama-san menunjuk kepalanya. Lebih tepatnya, aksesori yang mengikat di rambut twintail-nya.
Itu adalah aksesori kain berbentuk bunga berwarna merah muda.
"Ini, aku mencoba membuat ulang aksesori pertama yang 'you'-sama berikan kepadaku. Yang asli sudah rusak, tapi aku sangat menyayanginya."
"B-begitukah...?"
Aku ditunjukkan aksesori itu.
(Ini... mungkin bunga sweet pea?)
Sweet pea.
Bunga mungil yang mekar di musim semi, mirip seperti kupu-kupu yang sedang terbang.
Makna bunga yang terkait dengannya adalah "awal yang baru" atau "keberangkatan".
Bunga ini melambangkan saat seseorang melepaskan diri dari masa lalu dan bertemu dengan diri yang baru.
Pembuatannya sangat detail dan rumit. Aksesori kain memang membutuhkan kepekaan visual tiga dimensi, dan kemampuan mereproduksinya dari berbagai sudut hingga semirip ini sungguh luar biasa. Dari sudut mana pun kulihat, itu adalah bunga sweet pea.
Bahkan aku, yang sehari-hari berkutat dengan bunga, hampir tidak percaya bahwa ini adalah aksesori kain jika tidak memegangnya langsung.
(...Hmm? Aku ingat pernah membuat sesuatu yang mirip dengan aksesori kain ini?)
Itu sudah sangat lama.
Tunggu, itu dia! Saat festival budaya SMP, hari aku bertemu Himari, aku memang ingat pernah membuat jepit rambut seperti itu.
Aku memastikan lagi.
"Aksesori itu kamu dapat dari mana?"
"Um, dari festival budaya SMP tiga tahun lalu?"
Tiga tahun lalu... cocok dengan ingatanku.
Mungkinkah dia membelinya saat kekacauan besar di hari kedua itu?
Tidak, itu tetap aneh. Aku dan Himari menjadi sahabat setelah festival budaya itu. Kenapa bisa terjadi kesalahpahaman seperti ini?
Saat aku masih memutar otak, Himari tiba-tiba berseru.
"Ah!"
...Himari-san?
Tunggu sebentar. 'Ah!' itu apa? Jangan-jangan ada fakta baru yang terungkap sekarang?
Aku menarik Himari ke koridor.
"Eh, ada apa? Jangan-jangan kamu ingat sesuatu?"
"Puhaha. Benar juga. Aku memang pernah menjual aksesori pada seorang gadis SD..."
"Eh? Kapan? Ada kejadian seperti itu?"
"Itu lho, di akhir hari pertama. Saat Yuu meninggalkan toko dan berkeliling, kan?"
"............"
Ah!
Ada. Memang ada saat itu.
Itu adalah saat Himari menjaga toko sementara aku berkeliling mencoba menjual aksesori. Saat itu, memang ada beberapa aksesori yang terjual.
"Waktu itu, murid-murid Araki-sensei dari kelas merangkai bunga datang menemuimu, Yuu. Nah, kakak perempuannya membawa adik perempuannya yang masih SD, ya. Hmm, memang ada kemiripannya sekarang."
"Itu aku mengerti, tapi... kenapa bisa terjadi kesalahpahaman seperti itu?"
"Entahlah. Aku juga enggak tahu, tapi kan itu kenangan masa SD, jadi mungkin aja ada kekeliruan seperti itu?"
"Yah, kalau begitu, mungkin aja..."
Himari berkata, "Ah, lega sekali!" Dia tampak puas karena misterinya terpecahkan.
Aku juga akhirnya merasa lega seolah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokanku telah terlepas... Tapi tidak mungkin hanya berakhir sampai di situ, kan?
"Enggak, maksudnya 'murid' itu apa?"
"Hmm, itu sih aku benar-benar enggak ingat. Rasanya pernah membicarakannya, tapi..."
Bahkan Himari pun tidak mengingat hal sekecil itu.
"Yah, bagaimanapun juga, alasan kesalahpahaman itu sudah jelas."
Sisanya, bagaimana cara menyampaikannya...
Saat aku sedang berpikir begitu, Shiroyama-san mengintip dari balik pintu.
"'you'-sama, sedang apa?"
"Ah, enggak. Aku hanya teringat sesuatu tentangmu..."
"Benarkah?!"
Mata Shiroyama-san langsung berbinar.
(Ugh! Aura kepolosan apa ini?!)
Rasanya seperti hatiku dimurnikan... Aku jadi ingin melindungi kesalahpahaman indahnya ini!
Tidak, tidak, jangan kalah, Natsume Yuu.
Saatnya menunjukkan wibawa orang yang lebih tua di sini!
"Begini, ada kesalahpahaman..."
"Eh?! Yuu-senpai, lagi-lagi bahas itu?"
"Tidak, jadi sungguh..."
"Itu tidak mungkin!"
Shiroyama-san langsung menyanggah tanpa ragu.
Penegasannya yang begitu lugas membuat ingatanku sendiri nyaris kabur...
"Bagaimana tidak, 'you'-sama itu seorang super lady! Aksesori yang begitu halus dan indah, tidak mungkin bisa dibuat oleh orang yang lempeng seperti Yuu-senpai!"
Aku disebut "lempeng"!
Saat aku terisak pelan, Shiroyama-san meraih lengan Himari dan mengusap-usapkan pipinya.
"Lagipula, 'you'-sama kan secantik ini—"
Mendengar kata-kata itu, Himari bereaksi dengan "pik!"
"Sangat pintar—"
Pikpik!
"Orang yang paling keren dan aku kagumi!"
Pikpikpik!
Anu, Himari-san?
Melihat Shiroyama-san yang dengan gembira melakukan kontak fisik, pipi Himari perlahan-lahan mengendur.
Saat firasat buruk menyelimutiku, Himari memeluk kepala Shiroyama-san dan dengan riang menyatakan:
"Baiklah! Mei-chan, 'you' ini akan menyayangimu!"
Hei, penipu!
Jangan mudah sekali terbujuk rayuan!
Aku menyeret Himari, menjauhkannya dari Shiroyama-san. Himari sendiri sudah senyam-senyum, "Buhehe~" begitu.
"Himari-san? Bukannya kamu mau meluruskan kesalahpahaman ini?"
"Eh, biarin aja dong~. Enggak ada gadis jahat yang bilang aku manis kok~ ♪"
"Kamu murahan sekali?!"
"Habis akhir-akhir ini semua orang memperlakukanku dengan sembarangan, kan? Seharusnya aku ini dipuja dan disembah lho, tahu enggak ☆"
Sial!
Ini adalah akibat dari mode petualangan musim panas yang telah mereda...
"Lagipula, bagaimana bisa aku mengaku sebagai Alkemis Rupawan kalau enggak bisa melindungi mimpi seorang gadis?"
"Gelar menjijikkan itu, kamu sendiri yang asal mengakuinya..."
Aku menyerah saat Himari menyentuh ujung hidungku.
Sementara itu, Himari dengan girang sudah bersenda gurau bersama Shiroyama-san.
"Kalau begitu, Mei-chan, belajarlah teknik 'you' di festival budaya ini, ya?"
"Siap!"
...Entah bagaimana, kesepakatan sudah terjadi.
(Meskipun dia agak aneh, sepertinya dia bukan anak yang jahat...)
Ah, sudahlah.
Tujuanku adalah membuat penjualan aksesoris ini untung.
Untuk itu, tidak masalah meskipun Himari disalahpahami sebagai "you"...
Singkat cerita, meskipun ada sedikit kendala, bazar aksesori "you" kami akhirnya dibuka.
♣♣♣
Festival memang sudah dimulai, tetapi ada satu masalah.
Yaitu lokasi penjualan ini.
Lokasi penjualan yang telah berubah drastis tanpa sepengetahuan kami saat kami mengikuti HR.
Sekali lagi, aku terpesona.
Labirin ini... Awalnya aku terkejut dengan kemewahannya, tetapi ternyata ini dirancang dengan sangat cermat.
Lorong sempit dipenuhi dengan berbagai aksesori yang tertata rapi. Penempatannya memperhatikan tinggi rendahnya, sehingga banyak aksesori yang sekaligus menarik perhatian.
Di toko aksesori, banyak barang dipajang dengan mempertimbangkan ketinggian untuk memberikan kesan tebal dan mewah.
Dan labirin partisi ini, yang sekilas terlihat seperti lelucon.
(Apakah ini untuk mencegah pelanggan berbalik arah?)
Jika lebar jalur sempit, mau tidak mau mereka harus terus maju. Dan jika terus maju, mereka akan sampai ke kasir.
Bisa dibilang ini sedikit curang, tapi... membatalkan pembelian setelah sampai di depan kasir biasanya hanya terjadi jika ada alasan yang sangat kuat.
(Ini adalah desain yang khusus berfokus pada penjualan produk)
Labirin yang memaksa maju.
Begitu produk diambil, langsung menuju kasir.
Desainnya yang begitu mencolok dan penuh nuansa "nakal" ternyata memiliki sistem yang sangat logis di dalamnya.
Aku benar-benar angkat topi.
(Shiroyama-san memiliki selera berdialog dengan ruang yang tidak kami miliki...)
Secara sederhana, dia hanya membagi ruang kelas dengan kain besar.
Namun, hanya dengan metode itu, dia berhasil menciptakan "kotak" yang begitu mendalam. Terlebih lagi, dia melakukannya hanya dalam waktu sekitar 30 menit saat kami pergi.
Aku jadi teringat pameran pribadi Tenma-kun dan yang lain di Tokyo.
Jika ditanya mana yang lebih elegan, sudah pasti pameran pribadi Tenma-kun dan yang lain.
Namun, jika hanya memikirkan "penjualan produk"—apakah ini benar-benar hasil kerja murid SMP kelas tiga?
Tanpa sadar, dadaku berdebar.
(Ini adalah bakat yang tidak kumiliki...)
Luar biasa.
Ini adalah teknik lain untuk menjangkau klien selain kualitas aksesori itu sendiri.
(Tapi, ini berbeda dengan konsep yang kami pikirkan...)
Tema kami adalah "CHIC".
Sebaliknya, ruangan yang dihiasi dengan aksesori kain ini adalah "Labirin Aksesori Bunga".
Desain yang disiapkan oleh Shiroyama-san ini sangat mencolok.
Jika diartikan secara negatif, itu kekanak-kanakan, namun tetap saja...
—dan, pikiranku terhenti di situ.
Sekilas, aku melihat ekspresi Himari.
Himari menatap pemandangan yang levelnya meningkat drastis itu dengan wajah canggung. Ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kebahagiaan.
Bahkan kegembiraanku sesaat pun sirna.
Itu wajar saja.
Desain lokasi penjualan yang telah kami siapkan adalah hasil pemikiran Himari. Fakta bahwa seorang gadis yang tiba-tiba datang telah mengubahnya secara keseluruhan tanpa izin, tidak berubah.
Aku tersadar.
(Ini... tidak baik.)
Aku merasakannya secara insting.
"Begini, Shiroyama-san. Bisakah kami mengembalikan lokasi penjualan ini seperti semula?"
Aku berusaha mengajukannya selembut mungkin.
Shiroyama-san sepertinya mudah bersosialisasi, jadi aku yakin dia akan mengerti jika diajak bicara.
Meskipun aku merasa tidak enak karena dia sudah membuatnya, dia pasti akan menyetujuinya dengan lapang dada.
...Namun, Shiroyama-san bersikeras tidak mau mengalah.
"Enggak mau!"
Enggak mau...
Ketika aku kehabisan kata-kata, Hina menggantikanku bertanya.
"K-kenapa begitu?"
"Soalnya, lokasi penjualan yang awal itu norak sekali!"
"N-norak?"
Shiroyama-san mengangguk.
"Menurutku, ada perbedaan antara gaya chic yang sederhana dan asal-asalan. Membayangkan aksesori 'you'-sama dijual di tempat norak seperti itu saja sudah..."
Dia menyilangkan kedua lengannya lebar-lebar.
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin, ya..."
Tidak, jangan sampai terbawa suasana, aku!
Karena tempo bicaranya yang memaksa, aku jadi benar-benar terbawa. Aku buru-buru menoleh ke arah Himari.
"Tapi, Himari juga lebih suka desain yang asli, kan?"
"U-um, begini..."
Himari rupanya benar-benar gentar.
Aku bisa merasakan dia berada di posisi yang sulit. Karena Shiroyama-san mengatakannya tanpa niat buruk, Himari jadi tidak bisa bersikap tegas.
Perkataan Shiroyama-san memang lugas dan benar.
Namun, pada akhirnya, ini juga masalah selera.
Tidak ada jawaban yang benar dalam masalah ini, aku tahu itu.
(Selama dua bulan ini, Himari sudah berusaha keras... Tunggu?)
Tiba-tiba mataku bertemu dengan Shiroyama-san.
Dia menatapku lekat-lekat.
"Yuu-senpai. Kenapa kamu bekerja sama dengan 'you'-sama?"
"Eh..."
Aku ragu-ragu.
"K-kenapa begitu...?"
"Aku tahu kamu ini pacarnya. Sepertinya sudah bertahun-tahun bersama. Tapi, kenapa kamu ikut campur dalam penjualan aksesori? Kalau cuma iseng, mana mungkin hasilnya bagus."
"Eh, anu..."
"Aku enggak mau jadi pacar 'you'-sama. Tapi, aku datang ke sini karena ingin membantu penjualan aksesori 'you'-sama."
Dia menyatakannya langsung kepadaku.
"Jadi, Yuu-senpai itu mengganggu!"
Meskipun kata-katanya tajam.
Di matanya, aku tidak melihat kebencian sama sekali.
Aku merasa gadis ini adalah seorang kesatria.
Dia hanya murni ingin melindungi tuannya, "you".
Terlepas dari cara dia bicara... aku merasa tidak bisa membantah keinginannya.
"Kalau ada yang bilang ingin mengadakan bazar norak seperti itu karena 'privilese pacar', 'you'-sama bisa rusak!"
Mendengar kata-kata itu, aku menyadari kesalahanku.
Himari adalah orang yang memikirkan desain kali ini.
Kata-kata Shiroyama-san seharusnya tidak melukai perasaanku.
(A-apa yang harus kulakukan...? Ah! Himari benar-benar panik!)
Mata Himari berputar-putar.
Meskipun begitu, dia mati-matian berusaha terlihat tenang di hadapan semua orang. Bahkan di saat seperti ini pun dia berusaha membaca suasana. Memang benar dia adalah iblis komunikasi yang asli!
Saat aku mati-matian memikirkan bagaimana mengatasi suasana ini, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu.
"…Ada orang yang tidak kukenal."
Terkejut, aku buru-buru menoleh ke belakang.
Itu Enomoto-san.
Dia mengintip dari celah pintu dengan tatapan waspada, dalam pose kucing yang menunjukkan kewaspadaannya secara terang-terangan. Jika punya ekor, pasti sudah mengembang kembung.
Lagipula, itu hal pertama yang diucapkannya… Ah, aku lupa memberitahu tentang Shiroyama-san lewat LINE, tapi tidak bisakah dia sedikit lebih halus dalam bicara…?
Himari memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri ke arah Enomoto-san.
"Enocchi. Bagaimana dengan klub musik tiup?"
"Sudah selesai untuk sementara. Aku datang kemari untuk melihat keadaan..."
Enomoto-san menatap Shiroyama-san, meminta penjelasan.
"Siapa dia?"
"Dia murid SMP yang berpartisipasi dalam 'Program Pertukaran Komunitas'. Maaf, kami juga baru tahu dan terlambat melaporkannya."
Setelah aku selesai menjelaskan, Enomoto-san menghela napas.
"Kamu melakukan sesuatu yang merepotkan lagi, ya."
"Maafkan aku..."
Lalu, Enomoto-san berjalan mendekati Shiroyama-san.
"Aku Enomoto Rion. Murid kelas dua, sama seperti Yuu-kun dan yang lainnya."
"Senang berkenalan denganmu. Aku Shiroyama Mei..."
Tepat saat aku berpikir mereka akan bertukar salam dengan ramah... Entah mengapa, tangan kanan Enomoto-san sudah mencengkeram kepala Shiroyama-san.
Shiroyama-san bertanya dengan heran.
"Eh? Anu, ini apa?"
"Ah!"
Meskipun kami mencoba menghentikannya, sudah terlambat—serangan Iron Claw yang sudah jadi ciri khas itu melesat!
"~~~~~~~~~~~~~~~~~!"
Shiroyama-san langsung terdiam dalam sekejap.
Eh... saat aku dan Himari terkejut bukan main... tidak, serius, kenapa dia langsung menyerang? Apakah salam tadi memang mengandung unsur seperti itu???
Ketika kami masih ternganga, Enomoto-san menepuk-nepuk tangannya dengan wajah datar.
"Mei-san, aku tadi mendengar di koridor. Ini adalah bazar kami, dan Mei-san adalah pendatang baru yang baru pertama kali bergabung. Aku tahu kamu sangat menyukai 'you', tapi tolong sadari posisimu."
"Uugh. T-tapi..."
Enomoto-san melotot tajam.
"Mengerti?"
"B-baiklah!"
Bagai kodok yang ditatap ular, Shiroyama-san pun tak berkutik.
Aku buru-buru berbisik pada Enomoto-san.
"T-terima kasih. Maaf sudah membuatmu jadi tokoh antagonis..."
"Enggak apa-apa. Aku juga enggak terlalu ingin disukai."
Kemudian, dia menepuk-nepuk pipiku pelan.
"Yuu-kun juga seorang penanggung jawab, jadi menurutku, saat genting, lebih baik memaksakan pendapatmu sendiri meskipun terkesan sewenang-wenang."
"Ugh... B-baiklah."
Enomoto-san melipat kedua tangannya.
Dia mengangguk dengan ekspresi yang penuh keyakinan, seperti dadanya yang terbalut gaun tipis itu.
"Kalau sudah mengerti, bagus."
"Siap...!"
Enomoto-san terlalu bisa diandalkan, sampai-sampai aku meragukan keberadaanku sendiri.
(Ah, ngomong-ngomong, Shiroyama-san...)
Kulihat dia terisak-isak dalam pelukan Himari.
"'you'-sama, maafkan aku..."
"Enggak apa-apa kok~. Dengan ini, Mei-chan juga sudah bisa memulai langkah sebagai murid 'you', kan ♪"
"Apa ini acara wajib?!"
Sambil berpikir, "Mereka bicara seperti di komik pertarungan," aku bertepuk tangan.
"Baiklah, kita segera kembalikan desainnya seperti semula. Shiroyama-san, aku juga butuh bantuanmu."
"Desain yang dibawa Mei-chan akan kita pakai lain kali, ya?"
Shiroyama-san pun...
"B-baiklah..."
Dengan enggan dia setuju, lalu melepas bagian atas kostumnya... Tunggu?
Di dalam kostum maskot itu, Shiroyama-san mengenakan pakaian dalam yang polos.
"Yuu! Jangan lihat!"
"Yuu-kun, balik badan!"
Secara bersamaan, kedua pipiku ditampar.
"Guh...!"
Ini enggak adil... pikirku sambil membalikkan badan.
"Eh? Apa ada yang salah denganku?"
"Mei-chan, ke sini!"
"Ganti baju... Perlukah aku lihat di klub musik tiup ada sesuatu atau tidak?"
"Ah. Aku bawa seragam!"
"Kalau begitu, ganti baju dengan itu..."
Festival budaya ini bahkan belum berjalan satu jam...
Sambil memikirkan hal itu, kami bergegas mengembalikan desain ruangan ke tampilan semula.
♣♣♣
Waktu menunjukkan pukul 12.00.
Sesi pagi hari pertama telah berakhir.
Bazar aksesori kami, "you", saat ini mencatat penjualan 5 buah.
"Sepi sekali..."
"Hmm, iya juga ya..."
Himari menjawab keluhanku dengan lesu.
Pelanggan sama sekali tidak datang.
Bukan hanya bazar aksesori kami—bahkan ke gedung kelas khusus ini pun nyaris tidak ada orang. Sesekali ada pasangan lansia dari lingkungan sekitar yang mengintip, tapi mereka hanya mengobrol sebentar lalu pergi.
Karena terus berdiri, kakiku terasa sangat pegal... dan aku pun duduk di kursi.
Himari menguap sambil membolak-balik buku panduan festival budaya.
"Kan tadi pagi ada dance battle di aula olahraga?"
"Sepopuler itu, ya?"
"Iya dong. Yuu, enggak tahu?"
"Tahun lalu aku enggak begitu ingat keliling festival budaya..."
"Yah, Yuu kan terus-terusan jaga stan pameran."
Himari mengatakan itu sambil tersenyum kecut dan menyodorkan buku panduan.
Judulnya "Buku Panduan Festival Budaya". Sungguh nama yang tidak kreatif. Dia membuka halaman daftar program.
"...Oh, begitu. Pertunjukan klub olahraga ada di sesi pagi hari pertama, ya."
"Begitulah. Itu kan acara utama hari pertama, jadi para murid juga pergi ke sana."
Yang ramai dan menarik perhatian... atau lebih tepatnya, yang berkaitan dengan kehidupan sosial yang populer.
Pertunjukan dance battle antar-klub olahraga yang Himari sebutkan tadi memang menjadi daya tarik utama. Jadi, tidak bisa berharap banyak pengunjung akan mengalir ke pameran-pameran yang kurang menarik seperti ini...
"Nanti sore ada drama kelas dan lomba debat yang diikuti alumni. Mungkin orang-orang akan lebih banyak datang ke sini, kan?"
"Semoga saja begitu..."
Memang benar, jumlah orang di koridor juga perlahan mulai ramai.
Para murid yang keluar dari aula olahraga untuk mencari makanan di stan-stan kuliner saat jam makan siang, mungkin akan sekalian mampir ke sini.
...Omong-omong, tercium aroma enak dari arah lapangan.
Kalau dipikir-pikir, aku juga lapar. Pagi tadi saking tegangnya, aku tidak bisa makan.
"Himari, bagaimana dengan makan siang?"
"Hmm, sepertinya Enocchi akan segera ke sini, jadi bagaimana kalau kita putuskan setelah itu?"
"Benar juga... Ngomong-ngomong, Enomoto-san sedang apa sekarang? Masih di klub musik tiup?"
"Iya dong~. Dia bilang klub musik tiup mau bikin restoran omurice bola kertas."
"Serius? Yang bener?"
"Teman-teman Enocchi bilang mereka mau targetkan sampai level di mana telur setengah matang meleleh saat dibelah pakai pisau~."
"Wah. Aku malah ingin memakannya..."
Kalau tidak salah, aku pernah makan omurice jenis itu saat perjalanan ke Tokyo.
Ini bukan saatnya memikirkan peluang bisnis baru seperti "pasti viral kalau video memasak gaun gotik diunggah ke YouTube".
Saat air liurku sudah menetes, Shiroyama-san yang berada di sampingku berkata.
"Apa kita akan biarkan begini saja? Atau kita ubah saja desain ruang penjualannya?"
"Enggak, itu enggak boleh..."
Shiroyama-san, yang mengenakan blazer hitam, mengayun-ayunkan kakinya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau menyebarkan brosur? Yuu-senpai, apa kamu tidak menyiapkannya?"
"Festival budaya sekolah kita melarang pembagian brosur. Alasannya karena masalah sampah dan untuk menjaga sumber daya. Poster sudah ditempel di papan pengumuman sekolah, kok."
"Uwaah! Padahal ini bazar 'you'-sama!"
Dia mengambil salah satu aksesori penjualan, sebuah anting-anting yang terbuat dari kelopak bunga Gekka Bijin yang diawetkan. Ini adalah salah satu produk unggulan di bazar kali ini.
"'you'-sama secara khusus membuat model harga rendah... Ini benar-benar harus dibeli!"
"Terima kasih..."
"? Kenapa Yuu-senpai yang menjawab?"
"B-benar juga. Maaf, ya."
Tapi, luar biasa juga dia enggak curiga sama sekali...
Shiroyama-san, tanpa sedikit pun rasa curiga, mendesak Himari.
"'you'-sama, ayo pakai saja desainku!"
"Ngg, ngg, ngg—sebentar lagi ada bantuan, jadi itu ditolak ya~."
Ditolak mentah-mentah, Shiroyama-san langsung "syoboon..." dan tampak sedih. Reaksinya ini, kalau sudah terbiasa, lucu juga.
...Eh, bantuan?
Aku jadi penasaran dengan informasi yang baru kudengar ini.
"Himari, maksudmu apa?"
"Ngg, ngg, ngg—apa kamu kira aku hanya akan berdiri diam saja?"
Himari memeriksa waktu di ponselnya, lalu bangkit dari kursi.
Dia kemudian mengambil pose misterius dan menyatakan dengan penuh percaya diri. (Ngomong-ngomong, dia sedang memakai gaun gotik, jadi sebaiknya dia bersikap lebih tenang.)
"Kalau aku, sang kreator jenius 'you' ini yang turun tangan, tentu saja aku sudah menyiapkan satu atau dua strategi rahasia!"
"Waah! 'you'-sama keren sekali!"
Ugh, dia jadi sombong begitu...
Sambil melihat kedua orang yang bertepuk tangan riuh itu, aku merasa sedikit miris. Sehebat apa pun aku nanti, aku tidak akan pernah menyebut diriku "kreator jenius"...
(Tapi, siapa "pembantu" ini?)
Enomoto-san bukan pembantu, tapi anggota "you".
Atau Makishima... Enggak, enggak mungkin dia akan membantu. Lagipula, dia sibuk mengurus stan yakisoba klub tenis.
Saat aku sedang berpikir begitu, pintu terbuka seolah sudah diatur waktunya. "Pelanggan!" pikirku, dan aku buru-buru berdiri sambil berseru.
"Selamat datang di toko aksesori 'you'... Eh?"
Aku tertegun karena yang datang adalah orang yang kukenal.
Dua teman sekelas perempuan kami berdiri, berpose peace simetris sempurna seolah bercermin.
"Yeay!"
"Natsume-kun, apa kamu baik-baik saja!?"
Inoue Mao-san, gadis energik dengan rambut pirang sebahu.
Yokoyama Azumi-san, gadis berambut hitam dengan ponytail dewasa.
Oh, ya, mereka berdua sekelas dengan Makishima, dan juga yang memesan aksesori custom-made saat insiden aksesori di semester pertama.
Sejak kejadian itu, kami jadi sering mengobrol setiap kali bertemu. Mungkin mereka mampir ke sini? Tepat saat aku berpikir begitu, Himari menghampiri mereka berdua.
"Yah, yah. Terima kasih atas kerja sama kalian berdua!"
"Enggak apa-apa kok~. Kami juga bisa balas dendam dari yang terakhir kali!"
"Ngomong-ngomong, kostum Himari-san dan yang lainnya keren banget, ya? Ini mau ke pesta dansa atau bagaimana?"
Mereka berdua berteriak-teriak sambil memegang-megang gaun gotik itu.
Aku menyela percakapan mereka dan bertanya.
"Maksudnya 'balas dendam' apa?"
Inoue-san lalu menepuk-nepuk pundakku dengan akrab. Sakit! Sentuhan santai dari anggota klub voli ini benar-benar menyakitkan…
"Itu lho, dulu kan kami sudah merepotkanmu?"
"Tidak, tidak merepotkan kok. Justru kami yang..."
"Hahaha. Natsume-kun, kamu memang pria yang perhatian ya~. Yah, intinya kami juga belum puas, jadi ini adalah kebangkitan tim promosi, kan?"
"Ah, begitu maksudnya..."
Kalau dipikir-pikir, dulu mereka juga membantu menyebarkan berita tentang aksesoriku. ...Aku jadi merasa tidak enak karena mereka sampai memikirkannya.
Himari mengangkat jari telunjuknya.
"Jadi, kedua orang ini akan menjadi papan iklan berjalan dengan mengenakan aksesori low price terbaru kami selama festival budaya!"
"Yeay!" Ketiga gadis itu bersorak sambil ber- high five.
Saat itulah aku akhirnya memahami maksudnya.
Itu artinya, mereka berniat sengaja menciptakan fenomena yang terjadi di festival budaya SMP dulu.
Kala itu, para mahasiswi junior yang mengagumi Kureha-san berjalan-jalan di sekolah sambil mengenakan aksesori bunga yang dipromosikannya di Twitter. Hal itu pada akhirnya menarik lebih banyak pengunjung lain.
Saat aku memikirkan hal tersebut, duo Inoue & Yokoyama menyapa Shiroyama-san.
"Halo~. Kamu yang pengin jadi muridnya?"
"Senang berkenalan. Kami kapten promosi!"
Dengan kemampuan komunikasi yang luar biasa, mereka dengan cepat mendekatkan diri.
Menurut Makishima, mereka adalah duo gadis paling populer kedua setelah Himari. Kemampuan mereka untuk tidak mengubah reaksi meskipun baru pertama kali bertemu adalah senjata yang hebat... Tunggu, ah!
"K-kalian berdua, sebenarnya..."
Kalau tidak salah, Shiroyama-san mengira Himari adalah "you", jadi... Hmm?
Ketika aku panik, duo Inoue & Yokoyama saling pandang dengan geli.
“Aku tahu, kok. "you" itu maksudnya Himari-san, kan?”
“Kita di sini buat bantu promosiin aksesori Himari-san, ‘kan~?”
Lalu mereka berdua mendekat ke arahku sambil memasang wajah sumringah.
“Sebagai pembantunya?”
“Natsume-kun~?”
Berisik sekali.
Ternyata dari awal mereka memang sudah dikasih tahu “setting”-nya. Yah, melihat mereka berdua menikmati festival budaya sampai sebegitunya, aku juga jadi ikut senang. Titik.
Shiroyama-san, yang tiba-tiba kedatangan duo anak populer itu, tetap tenang seperti biasa dan menyapa tanpa canggung.
“Aku Shiroyama Mei! Salam kenal!”
“Uwii uwii~ Salam kenal juga~”
Mereka berdua menepukkan telapak tangan dengan bunyi peciin!—high five yang kompak sekali. Shiroyama-san, ternyata kamu orangnya asyik juga, ya.
Setelah sesi perkenalan selesai, aku pun mulai memilih aksesori yang akan mereka pakai.
Saat itu, Himari tiba-tiba mengajukan usul.
“Oh iya. Gimana kalau Mei-chan yang memilihnya?”
“Aku, ya?”
Aku sempat mengira Himari sendiri yang akan ngotot menentukan pilihan, jadi cukup terkejut juga. Mungkin dia menangkap ekspresi heranku, karena ia mendekat lalu berbisik pelan di telingaku.
“Ini lho. Soalnya tadi kan desain lokasi penjualannya aku tolak mentah-mentah, tuh?”
“Ah, begitu. Jadi ini semacam cara untuk menunjukkan kalau dia dipercaya melakukan tugas penting.”
Memang, kalau sudah bersusah payah datang untuk jadi murid, tapi hanya diberi pekerjaan remeh, pasti lama-lama jadi patah semangat.
Kami pun mengeluarkan semua aksesori yang sudah disiapkan sebagai barang dagangan kali ini dan menatanya berjajar.
“Mei-chan, menurutmu aksesori mana yang paling cocok untuk mereka berdua?”
tanya Himari sambil tersenyum ceria. Shiroyama-san pun segera menunjuk salah satunya.
“Yang ini!”
“Eh…”
Yang dipilihnya adalah aksesori Gekka Bijin.
Itu adalah set aksesoris seharga 2.000 yen yang kubuat atas saran Enomoto-san.
Himari menoleh dengan kepala sedikit miring, tampak ragu.
Aku pun tak menyangka dia akan menunjuk yang itu.
Soalnya, kalau dilihat sekilas, pasangan Inoue & Yokoyama ini lebih cocok dengan gaya yang mencolok dan cerah. Sementara keanggunan tenang milik Gekka Bijin terasa kurang pas untuk mereka…
Tapi Shiroyama-san menambahkan penjelasan.
“Kalau mau dipakai buat promosi, menurutku lebih baik pilih produk utama.”
“Ah, begitu…”
Sepertinya hanya aku yang bisa langsung paham maksud perkataannya.
Himari dan duo Inoue & Yokoyama malah saling berpandangan, seakan-akan berkata, “Apa enggak lebih baik pilih yang lain?” Mungkin mereka merasa canggung memakai barang yang harganya lumayan mahal hanya untuk contoh.
Tapi aku justru kagum pada Shiroyama-san.
(…Hebat juga, Shiroyama-san.)
Penilaiannya benar-benar tepat sasaran.
Dalam promosi, hal terpenting adalah memastikan produk andalan langsung menarik perhatian. Prinsip itu berlaku di bidang apa pun.
Yang membuatku terkejut, dia bisa menebak sejak awal bahwa “Gekka Bijin inilah produk utama kami”, padahal aku tak pernah menjelaskan sebelumnya.
Biasanya, kalau ditanya dengan cara seperti tadi, orang akan fokus memilih “aksesori yang paling cocok untuk duo Inoue & Yokoyama”. Tapi dia malah mampu membaca situasi dan maksud kami, lalu memberikan jawaban yang berbeda.
Tidak—itu baru sekadar secuil dari kemampuannya.
Lalu, apa yang paling mengagumkan darinya?
Yang paling luar biasa adalah keputusannya yang tak pernah ragu sedikit pun.
Desain ruang penjualan yang ia buat tadi dari aksesori kain menunjukkan bahwa Shiroyama-san punya bakat untuk “berdialog dengan ruang”.
Tapi yang benar-benar membuat hal itu bersinar adalah kecepatannya mengambil keputusan—menyelesaikan penataan ulang hanya dalam 30 menit.
Biasanya orang akan bimbang. Hanya karena “menurutku lebih baik begini”, bukan berarti kita bisa sembarangan ikut campur dalam penjualan orang lain.
Namun dia melangkah tanpa ragu.
Di balik sikapnya yang santai dan cuek, dia bukan sekadar siswi SMP biasa.
(Apa mungkin… anak ini juga punya pengalaman kerja di dunia penjualan, seperti Enomoto-san…?)
Saat aku memperhatikannya dengan seksama… entah kenapa, Shiroyama-san menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“Maaf ya! Yuu-senpai itu lumayan keren sih, tapi bukan tipeku!”
“Bukan begitu! Aku bukan lihat kamu dalam arti seperti itu!”
Uhm… Himari-san? Bisa tolong berhenti memandangku dengan tatapan aneh itu… Dan kalian berdua—Inoue & Yokoyama—jangan bisik-bisik, dong!
Pokoknya!
Aksesori yang akan dipakai duo Inoue & Yokoyama sudah diputuskan—Gekka Bijin.
Aku yakin, keputusan itu sama sekali tidak salah.
♣♣♣
Setelah duo Inoue & Yokoyama beranjak pergi, seorang tamu lain datang seolah langsung bergantian.
Dia adalah pria super tampan kebanggaan keluarga Inuzuka—Hibari-san.
“Hei, Yuu-kun!”
“Hibari-san!?”
Hari ini pun, dia tampil memukau dalam setelan jas rapi, dengan gigi putih berkilau memancarkan senyum menawan.
“Kamu datang juga ke sini?”
“Tentu saja. Ke mana pun kamu pergi, Yuu-kun, bahkan ke dasar neraka sekalipun, aku pasti akan menyusulmu.”
Sambil melontarkan lelucon khas “kakak ipar glamor” itu (ini… lelucon, kan?), Hibari-san mengedarkan pandangan ke sekeliling area penjualan.
“…………”
Setelah terdiam sejenak—dia pun tersenyum lembut.
“Toko yang bagus, ya.”
“Terima kasih banyak!”
…Eh?
Tunggu deh—barusan kayaknya ada jeda, ya?
Apa mungkin… sebenarnya dia enggak terlalu suka? Tapi enggak mungkin juga. Kalau Hibari-san merasa ada yang enggak beres, biasanya dia bakal langsung bilang terus terang. Saat aku masih sedikit bingung, Himari mendekat dengan langkah kecilnya.
“Selamat datang, Onii-chan~”
“Hai, Himari. Hari ini kamu juga semangat bantu Yuu-kun, ya?”
“Ah—Onii-chan! Soal itu… ehm…”
Lalu, si wajah baru—Shiroyama-san—muncul sambil menyembulkan kepala.
“Anda kakaknya 'you'-sama? S-salam kenal! Aku Shiroyama Mei! Murid utama 'you'-sama yang nomor satu!”
Ah.
Hibari-san pun menoleh dengan ekspresi heran, kepalanya sedikit miring.
“…Aku ini kakaknya 'you'?”
“Ah, tidak, itu… eh…”
Aku buru-buru ingin menjelaskan, tapi Hibari-san malah mengerutkan alisnya.
Tanpa sepatah kata pun, dia menatap kami satu per satu, lalu meletakkan jari di dagunya seakan sedang merenung. Kasha kasha kasha…—otaknya pasti sedang memproses situasi dalam kecepatan tinggi. Semua itu hanya berlangsung beberapa detik.
Di detik berikutnya, dengan senyum salesman secerah biasa, dia menepuk pelan pundak Shiroyama-san.
“Benar sekali. Aku Hibari, kakak kandung 'you'. Shiroyama-kun, semoga kamu terus semangat, ya.”
“T-terima kasih banyak!”
…Seperti yang kuduga dari Hibari-san—dia langsung menangkap situasi hanya dalam sekejap.
Skill itu memang sangat membantu, sih… tapi barusan waktu dia bilang ‘kakak kandung you', kok nadanya terdengar penuh penekanan, ya? Atau cuma perasaanku saja?
Himari yang kelihatan lega langsung menatap Hibari-san sambil merengek manja.
“Ne, Onii-chan, kamu juga mau jadi model promosi aksesori, kan?”
“Model promosi? …Ah, maksudmu memakai aksesori ini lalu berkeliling di dalam sekolah?”
“Iya, betul. Soalnya kalau Onii-chan yang pakai, aksesori cewek pun tetap kelihatan keren, kan?”
Dia pun menyerahkan anting Gekka Bijin—yang sama seperti milik duo Inoue & Yokoyama.
Yang satu ini memakai kelopak bunga besar dan utuh. Karena dipetik saat bunga masih setengah mekar, wujudnya menggambarkan kesan gadis cantik yang menunduk dengan aura rapuh.
“Yah, kalau itu permintaan 'you', tentu saja aku akan membantumu.”
“Yeaaay! Onii-chan, kamu memang yang terbaik—aku sayang banget sama kamu!”
Hibari-san langsung menyelipkan anting itu di telinganya. Seperti yang kuduga, pria setampan dia memang selalu tampak seolah semua aksesori dibuat khusus untuknya.
“Hibari-san, kamu datang sendirian hari ini?”
“Tidak, aku datang bersama beberapa alumni yang tinggal di sekitar sini.”
Alumni sekolah kami?
Jangan-jangan… saat aku masih menebak-nebak, Hibari-san menoleh ke arah koridor.
“Sakura-kun. Bagaimana kalau kamu juga membantu promosi di sini?”
“Aku menolak. Hibari-kun, kamu ini benar-benar terlalu lembek sama adik bodohku itu.”
Eeeh…!?
Aku buru-buru menoleh, dan di sana berdiri Saku-neesan, yang hari ini tampil dengan pakaian yang benar-benar berbeda dari biasanya.
Ia mengenakan jumpsuit hitam yang modis, dipadukan jaket motif kotak yang disampirkan di bahu, memancarkan aura dewasa yang memukau. Anting besar berbentuk lingkaran itu entah dari mana ia dapatkan.
…Dan, Saku-neesan yang langka dalam wujud seperti ini, sedang menatapku dengan ekspresi super kesal.
“Ugh…”
“…Dasar adik bodoh. Bisa-bisanya kamu bereaksi begitu di depan orangnya. Hebat juga nyalimu.”
Yaaah, kalau tiba-tiba ketemu keluarga di acara sekolah, siapa pun pasti bakal begini, kan?
Padahal hari ini dia sudah berdandan cantik, tapi aura murka yang memancar membuat semua itu jadi sia-sia.
“Saku-neesan… ngapain ke sini…?”
Aku sama sekali tak bisa membayangkan orang sepertinya—yang sangat malas keluar rumah—rela datang hanya untuk menikmati festival sekolah lamanya.
Saat aku masih memikirkan itu, Hibari-san menjelaskan dengan tenang.
“Dia akan ikut lomba debat sebagai tim alumni siang nanti.”
“Ah, begitu…”
Benar juga. Kalau tidak salah, di jadwal acara memang ada lomba debat yang pesertanya sebagian dari alumni.
Katanya tahun lalu Himari sempat menonton acaranya. Kalau tidak salah konsepnya, satu tema akan diberikan, lalu murid dan alumni bergantian menyampaikan pendapat.
Kalau cuma dibaca begini kesannya kaku dan serius, tapi sebenarnya temanya santai—semacam “Bagaimana pendapatmu soal drama yang tayang musim ini?”—jadi suasananya cukup akrab dan ramai. Kurang lebih mirip acara variety show, tempat para artis berdiskusi sambil melempar candaan. Oh ya, tim pemenang akan mendapat kupon makan gratis selama festival budaya.
(…Tapi, murid yang harus berhadapan dengan dua orang ini, kasihan banget sih.)
Aku bahkan ikut mengatupkan tangan dalam hati untuk para peserta yang belum kukenal itu.
Sementara itu, Saku-neesan menghela napas.
“Astaga… Kamu ini bisa enggak sih, menggelar penjualan dengan cara normal?”
Sepertinya dia merujuk pada “you” yang berganti-ganti orang sejak tadi. Mungkin dia mendengar percakapanku dengan Hibari-san barusan.
Sambil berkata begitu, Saku-neesan mengambil salah satu aksesori di meja.
Gerakan sederhana itu saja sukses membuatku deg-degan. Soalnya kalau soal aksesori, Saku-neesan dikenal blak-blakan sekali dan lumayan menyeramkan…
Namun, berbanding terbalik dengan dugaanku, komentarnya terdengar cukup tenang.
“…Kalau untuk aksesori ini, kurasa tidak ada masalah. Harganya sepadan dengan kualitasnya.”
Oh.
Dipujinya secara normal begini malah bikin aku agak bingung sendiri… Eh? “Aksesori-nya”? Barusan nadanya kayak ada yang aneh, ya?
“Ngomong-ngomong, Yuu-kun. Kamu sudah makan siang?”
“Belum, sih…”
“Begitu ya. Kalau begitu, bagaimana kalau makan siang bersamaku? Bersama aku—kakak kandungmu ini, lho!”
Kenapa penekanannya segitunya, sih.
Dan juga, dia udah benar-benar mengabaikan semua “setting” soal “you” yang kami buat tadi. Satu-satunya hal yang masih dia pedulikan cuma status sebagai “kakak kandung.” Jelas banget, kan, wahai saudara tersayang.
“Eh—Onii-chan! Curang! Aku juga ikut!”
Tentu saja, Himari langsung menyela tanpa ragu.
Namun, seperti yang sudah diduga, Hibari-san hanya menanggapi dengan senyum elegan dan satu dengusan tawa.
“Meninggalkan penjaga toko itu sama sekali tak bisa dibenarkan. Apa kamu berniat membebankan semuanya pada gadis SMP?”
“Uuuh…!”
Himari langsung terdiam, dikalahkan oleh argumen yang seratus persen benar itu.
Sementara itu, Shiroyama-san tampak sumringah sambil berseru, “you-sama, semangat, ya!” Sepertinya dia sama sekali tak keberatan jika bisa berduaan dengan sosok yang dia kagumi.
“Ayo, Yuu-kun. Kita pergi.”
“Uhm… kalau dipikir-pikir, bagaimana kalau aku tetap di sini saja? Lagipula aku datang untuk belajar pengalaman berdagang, jadi meninggalkan stan rasanya agak…”
“Hahaha! Cara pura-pura jual mahal itu memang trik yang bagus… tapi sayangnya tidak mempan padaku, Alkemis Rupawan♪”
Tolong hentikan itu segera!
Mendadak menyerang dengan kalimat aneh begitu… apa kamu ini tidak punya hati, ya!?
Dan entah kenapa, dia malah melakukan agu-kui padaku—mengangkat daguku dengan ujung jarinya. Shiroyama-san sampai berseru, “Wah…!” dengan pipi memerah. Bukan, bukan begitu! Kami bukan seperti itu! Kami hanya… hanya dua saudara ipar yang pernah berjanji saling mendukung di masa depan… Eh, bukan juga! Ini bukan kisah Roman Tiga Kerajaan yang dibumbui romansa absurd…
“Himari, aku akan segera kembali…”
“Pengkhianat… Yuu…”
Meskipun kamu menuduhku begitu, ini semua gara-gara ulah kakakmu sendiri, tahu.
Untuk sementara, aku menyerahkan toko kepada Himari dan Shiroyama-san, lalu berjalan bersama Hibari-san menuju lapangan.
♣♣♣
Di lapangan, berjajar banyak tenda khusus acara sekolah.
Ini area penjualan makanan dan minuman.
Ada stan makanan berat seperti yakisoba, takoyaki, dan frankfurter. Stan kudapan manis pun tak ketinggalan—cokelat pisang dan sebagainya. Campuran aroma gurih dan manisnya sampai membuatku hampir batuk.
Hibari-san menaruh tangannya di pundakku, mengajakku berjalan dengan gaya yang kelewat elegan. Aura ketampanannya benar-benar level selebriti—setiap perempuan yang kami lewati menoleh menatapnya. Anting yang ia kenakan juga menonjol sekali. berkat Hibari-san, sepertinya kami bisa meraih keuntungan hari ini…
“Nah, Yuu-kun. Kamu mau apa? Coba bilang pada kakakmu tercinta ini~.”
“Aku merasa nada bicaramu agak berbeda dari biasanya…”
Dari belakang, Saku-neesan menghela napas panjang, tampak pasrah.
“…Hibari-kun. Aku sih enggak peduli, tapi bisakah kamu hentikan adegan mesra dengan adik bodohku di depanku ini?”
“Kenapa harus? Kalau bukan dalam kesempatan seperti ini, aku tidak pernah bisa menikmati waktu bersama Yuu-kun di bawah sinar matahari!”
Bisakah kamu berhenti bicara seolah-olah hubungan kami itu mencurigakan? Bukannya kemarin liburan musim panas, kita sudah pergi bareng ke pantai…
Saat aku sedang berpikir begitu, terdengar suara dari arah tenda seberang memanggil namaku.
“Yo, Natsu! Lagi nyari makan siang, ya!?”
Aku langsung menoleh karena suara itu terdengar familiar—dan seperti yang kuduga, itu suara Makishima.
Whoa. Si cowok tampan dengan gaya nyentrik itu, sekarang sedang mengikatkan handuk di kepalanya sambil menggoreng yakisoba dengan penuh semangat.
Dia dengan lincah memainkan spatula stainless, membuat mie dan bahan-bahan lainnya menari-nari di atas wajan datar dengan bunyi jya-jya-jya yang mantap.
Oh iya, katanya stan yakisoba ini memang dikelola oleh klub tenis.
Pilihan yang tergolong aman dan populer, terbukti dari antrian panjang di depan tendanya. Di dalam tenda, para anggota klub tampak sibuk bekerja. Anak laki-laki mengurus masakan dan bahan-bahan, sementara anak perempuan menangani bagian kasir dan logistik di belakang.
“Berikutnya, nomor 5 dua porsi! Nomor 6 porsi besar juga siap! Nomor 7 dan 8, kirim mie dan topping-nya! Barisan nomor 10 dan 20 mulai melambat… Hei, sudah dibilang rotasi lima menit, kan!? Yang lagi nganggur, cepat gantiin!”
Sambil tangannya terus bergerak cepat, Makishima juga memberi instruksi dengan suara lantang. Semangatnya begitu luar biasa hingga para anggota klub langsung bergerak gesit menuruti arahannya.
Kudengar setelah turnamen musim panas kemarin, dia resmi ditunjuk jadi kapten baru. Dasarnya dia memang tipe yang selalu bergerak duluan, jadi wajar saja semua orang dengan senang hati mengikutinya.
Hibari-san pun tampak terkesan melihat kepiawaian Makishima memimpin di garis depan.
“Shinji-kun. Lumayan juga, ya.”
Makishima terkekeh lebar.
“Nahaha! Santai saja di situ. Rekor penjualan yang kamu catat waktu masih sekolah, tahun ini pasti akan kutaklukkan!”
“Hahaha. Menarik sekali. Tapi kalau rekor itu bisa dipecahkan olehmu, berarti para juniormu sebelumnya memang tak seberapa hebat, ya.”
“Hah!?”
Hei, Hibari-san, tolong jangan menantang anak SMA dengan wajah gembira begitu, dong.
Entah sejak kapan, ronde kedua kompetisi—lanjutan dari pertandingan voli pantai musim panas kemarin—sudah dimulai di sini. Lagi pula, jejak yang ditinggalkan Hibari-san di sekolah ini banyak sekali, sih.
Makishima meraup yakisoba yang sedang dia masak, lalu dengan gerakan sedikit kasar memasukkannya ke kotak. Don don don!—dia menumpuk kotak-kotak itu di meja belakang, kemudian berseru pada anggota klub perempuan yang sedang menyiapkan kemasan.
“Berikan sepuluh porsi ini kepada Natsu dan teman-temannya di sana!”
“Eh? Tapi kami enggak pesan apa-apa…”
Makishima hanya mendengus kecil.
Dia menyeringai lebar, sudut bibirnya terangkat dalam senyum yang sungguh mirip tokoh antagonis.
“Ini traktiran dariku. Rekor penjualan yang kamu banggakan itu… sepertinya takkan sulit kutembus hanya dengan sedikit hambatan kecil begini. Aku tak sabar melihat si manusia super sempurna itu bersimpuh di kakiku sambil memujiku kelak.”
“…Kamu banyak bicara juga. Apa kamu mau diperhatikan terus olehku, ya?”
Hei, kalian berdua, jangan adu gengsi di depan stan makanan begini dong. Lihat, pelanggan lain sampai menatap dengan tatapan ngeri, tahu.
Hibari-san menerima kantong plastik yang hampir meledak saking penuhnya, lalu dengan elegan menyibak rambutnya.
“Fufu. Sebagai bentuk penghormatan atas usahamu yang sia-sia ini, nanti di lomba debat siang, aku akan menghadapi kalian dengan segenap kekuatanku.”
“Nahaha. Bagus sekali. Aku akan mempermalukanmu di depan para juniormu.”
Ternyata si murid malang yang harus menghadapi mereka di debat nanti… Makishima, toh.
Rasanya tak ada murid lain yang menikmati festival budaya ini sepuas dia…
“Ya sudah, Makishima. Sampai ketemu nanti.”
“Hm. …Oh, benar. Natsu.”
Entah kenapa aku dipanggil lagi.
Makishima menyipitkan mata, ekspresinya seolah sedikit terhibur.
“Bagaimana keadaan stan penjualan aksesori kalian?”
“…Yah, pagi tadi, penjualannya kurang bagus.”
Setelah mendengar jawabanku, dia mengangkat bahu dan berkata, “Begitu, ya”, lalu kembali bekerja seolah tak terjadi apa-apa.
(…Apa maksudnya, sih?)
Sambil berharap dia tidak sedang merencanakan sesuatu yang aneh lagi, kami pun meninggalkan tempat itu.
♣♣♣
Kami sudah berhasil mendapatkan makan siang, tapi seperti yang bisa diduga di jam segini.
Semua meja yang dipasang di pinggir lapangan pun sudah penuh terisi tanpa sisa.
“Bagaimana kalau kita kembali saja ke stan penjualan?”
“Adik bodoh. Kamu mau makan yakisoba di tempat kalian jual aksesori cantik?”
Oh… benar juga.
Bau makanannya bakal menempel di mana-mana dan jadi masalah. Tapi di sisi lain, berdiri di sini sambil makan juga canggung.
Saat aku masih bimbang, Saku-neesan menunjuk ke arah sudut lain.
“Hei, adik bodoh. Lihat tempat duduk di bawah pohon itu. Ada gerombolan gadis kecil yang sudah selesai makan tapi masih saja mengobrol. Usir saja mereka.”
“…Saku-neesan.”
Orang ini, jangan-jangan bandit zaman modern, ya.
Mana mungkin aku bisa melakukan tindakan bar-bar macam itu ke orang yang bahkan aku tak tahu kelasnya…
“Hahaha, Sakura-kun memang tidak pernah berubah. Baiklah, biar aku saja yang bicara dengan mereka.”
Hibari-san merapikan rambutnya, lalu berjalan mendekati kelompok gadis itu dan menyapa mereka dengan ramah.
Di detik berikutnya, para gadis itu diserbu pancaran sinar ketampanan yang memabukkan!
Kena serangan tepat dari jarak dekat, mereka semua langsung memerah sampai ke telinga. Sambil panik membereskan meja, mereka sempat minta foto bersama, lalu pergi dengan wajah bahagia dan melambaikan tangan.
Hibari-san tersenyum puas.
“Lihat, manusia itu kalau diajak bicara baik-baik pasti mau mengerti.”
…Hibari-san, rasanya bukan itu alasannya.
Sambil makin menyadari bahwa dia memang kakaknya Himari, aku pun berhasil mengamankan tempat duduk di bawah pohon. Hibari-san mengambil kotak-kotak yakisoba dari kantong plastik.
“Mumpung ada kesempatan, mari kita terima saja kebaikan hati Shinji-kun dan santap makan siang ini.”
“Tapi tetap saja… ini banyak sekali, ya.”
Kalau pun sebagian kubawa untuk Himari dan yang lain, rasanya tetap saja tidak bakal habis.
Saku-neesan mendesah, wajahnya sebal, sambil mematahkan sumpit kayu.
“Dasar. Baik si adik bodoh ini maupun adiknya Makishima… Hibari-kun, kamu memang suka sekali dengan cowok-cowok yang lebih muda, ya.”
“Hei, bukan berarti aku suka siapa saja. Semangat Yuu-kun terhadap aksesori itu menyenangkan untuk dilihat, dan Shinji-kun yang selalu menyerangku habis-habisan juga menarik.”
“Kamu sadar enggak sih, pola pikirmu itu sudah kayak orang tua?”
“…Itu komentar yang menyakitkan. Mungkin gara-gara setiap hari pekerjaanku hanya membasmi para orang tua bangka di kantor, akhirnya aku sendiri ikut-ikutan. Sepertinya aku harus mulai introspeksi diri.”
Sambil membuka kotak yakisoba yang sama, Saku-neesan melirikku.
“Ngomong-ngomong, adik bodoh. Anak perempuan baru itu siapa?”
“Oh, dia ikut ‘Program Pertukaran Komunitas’ dan gabung sama klub hortikultura. Sepertinya dia penggemar 'you', jadi mungkin karena itu dia sampai minta khusus.”
“Ah, jadi begitu. Ternyata dia salah mengira Himari-chan itu 'you', ya. Kukira kamu tidak kapok dan mencoba mendekati gadis lain lagi.”
“Cara bicaramu itu, Saku-neesan. Bukannya itu tidak pantas diucapkan kepada adik kandungmu sendiri?”
Saku-neesan terkekeh pelan.
“Lalu, bagaimana dengan Rion-chan?”
“…Sepertinya baik-baik saja. Sebenarnya, Enomoto-san seharusnya tidak ikut bazar kami di festival budaya kali ini dan fokus di klub musik tiup. Ada suasana yang membuatnya merasa harus membaca situasi dan tidak terlalu ikut campur, tapi…”
“Oh, ya? Padahal kalian keliatan selalu bersama selama persiapan, lho.”
“Makishima yang mengungkit kejadian Kureha-san di liburan musim panas. Meminta Enomoto-san membantu bazar 'you' selama festival budaya…”
“…Begitu, ya. Sifatnya yang suka bermain siasat itu, kira-kira menurun dari siapa, ya?”
Menerima tatapan Saku-neesan, Hibari-san mengangkat bahu.
“Kalau di pikir-pikir... pola semacam itu rasanya lebih mirip dengan Sakura-kun daripada aku?”
“Oh, ya? Aku enggak sejahat itu, kok.”
“Hahaha. Mulut mana, coba, yang tega bilang begitu?”
Seperti biasa, mereka berdua akur dengan cara yang… unik.
(Tapi Saku-neesan hari ini kelihatan cukup baik mood-nya. Tidak ada tendangan melayang. Kalau begini…)
Aku pun menceritakan soal “tiga syarat” itu.
Hibari-san tampaknya sudah mendengar sebagian dari Himari, jadi dia tidak terlalu terkejut.
“Aku merasa Makishima sedang merencanakan sesuatu, tapi apa ya…”
“Hm… Yah, aku bisa menebaknya.”
Saku-neesan menjawab enteng, tanpa berpikir lama.
Seperti yang sudah kuduga, otaknya memang bekerja jauh lebih cepat daripada kebanyakan orang. Kadang aku heran, apa benar kami ini saudara sedarah. …Eh? Jangan-jangan cerita waktu kecil soal “aku ditemukan di bawah jembatan merah” itu bukan bercanda?
Sambil kami asyik mengobrol, pandanganku menangkap sosok Sasaki-sensei yang sedang memeriksa tenda-tenda di sekitar. Begitu dia melihat ke arah kami, dia pun berjalan mendekat dengan langkah mantap, satu tangan dimasukkan ke saku.
Wajahnya terlihat letih setelah berhari-hari bekerja tanpa henti, tapi ketika berdiri di depan murid-murid lamanya, dia menampilkan senyum cerah penuh semangat.
“Oh, Hibari, Sakura. Maaf ya, tahun ini kalian berdua mesti turun tangan lagi.”
Hibari-san segera bangkit dari kursinya dan membungkuk dengan sopan.
“Tidak masalah. Justru saya sangat senang bisa melihat Sensei masih sehat seperti dulu.”
“Wahahaha! Dasar kamu ini, selalu saja bicara yang tidak pernah kupikirkan!”
Sambil terbahak, Sasaki-sensei menyikut pinggang Hibari-san. Hibari-san pun terkekeh pelan, seolah sudah terbiasa.
Saku-neesan menghela nafas, “mereka mulai lagi…”
Sepertinya ini sudah jadi semacam tradisi di antara mereka.
Hmm. Apa beginilah caranya orang dewasa bersosialisasi...
"Ngomong-ngomong, Hibari, anting bunga yang mencolok itu apa?"
"Saya ditugaskan menjadi duta promosi untuk bazar aksesori Yuu-kun. Saya berencana akan tetap mengenakan ini di lomba debat nanti."
"Hahaha. Itu bagus sekali. Hei Natsume..."
Sasaki-sensei tiba-tiba teringat keberadaan Saku-neesan, lalu meralat ucapannya.
"...Ah, Nyantarou. Kamu, setelah lomba debat selesai, bersiap-siaplah dengan semangat ya. Pasti banyak gadis yang tertarik kepada Hibari akan berbondong-bondong datang untuk membeli."
"Haha. Itu berlebihan sekali. Tapi, saya akan melakukan pekerjaan minimal yang sudah dipercayakan."
Dipanggil Nyantarou lagi...
Kalau nama belakangku sama dengan Saku-neesan, aku lebih suka dipanggil "Yuu" saja.
Saat aku makan yakisoba dengan perasaan canggung, tiba-tiba Sasaki-sensei bertanya saat percakapan terhenti.
"Ngomong-ngomong, kalian berdua, masih berhubungan dengan Kureha dan Yataro? Sakura, sudah saatnya kamu jujur saja—"
—Hyuoooh, rasanya suhu di sekitarku tiba-tiba menurun drastis.
Rasa dingin membuatku menggigil. Para murid di meja sebelah buru-buru berseru, "Eh, apa ini?!", "Duh, dingin banget!"
Hibari-san dan Saku-neesan menatap Sasaki-sensei dengan mata dingin. Tekanan luar biasa yang mereka pancarkan, jika muncul di komik bajak laut populer itu, mungkin mereka bisa menggunakan Haki.
Sasaki-sensei juga merasakannya... tapi sepertinya dia sudah terbiasa, dia sama sekali tidak gentar dan hanya menghela napas.
"............Begitu, ya. Seperti biasa, rupanya."
Entah mengapa, dia menepuk-nepuk pundakku, lalu berkata, "Yah, kalian berdua bersenang-senanglah," dan meninggalkan tiga permen Chupa Chups di atas meja.
Ketika sosok sensei menghilang di keramaian, suasana pun kembali rileks.
"~~~~~~~~~!"
Namun, Saku-neesan memerah padam, bahunya bergetar. ...Ah, sumpit yang digenggamnya patah.
"............Itulah kenapa aku enggak mau datang ke festival budaya sekolah almamaterku!"
"Dia juga juga penasaran dengan kabar para muridnya. Apalagi dua orang itu, mereka bukan tipe yang akan menghubungi guru setelah lulus."
"Orang tua itu, setiap tahun bilang hal yang sama. Jangan-jangan dia sudah mulai pikun?"
"Kalau saja Sakura-kun mau mengalihkan pembicaraan dengan ramah, hal seperti ini tidak akan terjadi, kan?"
"Enggak mau! Orang tua itu, seolah sengaja, selalu tepat menusuk topik yang paling kubenci!"
Pura-pura tidak dengar, pura-pura tidak dengar...
Aku berdoa agar bisa menjadi figuran di pemandangan ini, dan berhasil menghindari ranjau kakakku.
Saat aku disuguhi contoh neraka di mana masalah asmara masa sekolah akan terus diungkit seumur hidup, Hibari-san dengan tenang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ngomong-ngomong, Yuu-kun. Tadi saat meninggalkan tenda, apa yang dikatakan Shinji-kun kepadamu?"
"Eh? ...Oh. Dia menanyakan bagaimana kabar bazar aksesori kami."
"Hahaha, itu juga membuatku penasaran."
"Ternyata penjualan pagi hari buruk. Semua pelanggan tersedot ke acara di aula olahraga, jadi tidak ada yang datang."
"Oh ya?"
Hibari-san bertanya dengan nada santai.
"Apakah itu alasan kalau terjadi kerugian nanti?"
"Eh..."
Tiba-tiba, rasanya seperti pisau dingin ditempelkan di pipiku.
...Saat aku membeku tak bisa bergerak, Hibari-san tersenyum tipis.
"Enggak, aku enggak marah kok. Hanya saja, aku bertanya-tanya, apakah kalian mengubah tujuan utama bazar aksesori ini yang tadinya 'bertekad untuk meraih keuntungan'?"
"T-tidak, bukan begitu. Tujuan kami tetap sama, yaitu meraih keuntungan."
Namun, Hibari-san hanya memiringkan kepalanya.
"Kalau begitu, kenapa kalian bertahan dengan lokasi penjualan yang penuh kekurangan seperti itu?"
"P-penuh kekurangan...?"
Hibari-san memonyongkan bibirnya.
"Aksesori harga rendah yang Yuu-kun buat itu bagus. Namun, lokasi penjualan yang didesain Himari tadi pagi itu sangat buruk. Dengan desain seperti itu, tidak aneh kalau terlihat seperti tidak niat menjual."
Mendengar kata-kata itu, jantungku berdegup kencang.
Tanpa sengaja, tadi pagi Shiroyama-san juga mengatakan hal yang serupa.
'Gaya chic yang sederhana dan asal-asalan itu berbeda!'
Aku mati-matian menyanggah.
"Terlihat seperti tidak niat menjual, itu tidak benar! Itu karena kami membatasi tema..."
"Kalau saja semua pelanggan bisa melihat isi kepala Yuu-kun, semangatmu mungkin akan tersampaikan. Tapi, itu tidak mungkin. Seberapa pun serius kamu mengerjakannya, kalau tidak disampaikan kepada orang lain dengan cara yang tepat, itu tidak ada artinya."
"Maksudmu, desain itu tidak tepat...?"
Hibari-san mengangguk.
"Pertama, apa yang jadi referensi desain itu? Kurasa Himari tidak melakukannya hanya berdasarkan intuisi..."
"Itu adalah pameran pribadi Tenma-kun yang kami ikuti di Tokyo. Ini..."
Aku menyalakan ponselku dan membuka aplikasi foto.
Acara penjualan yang mengadaptasi suasana simpel dan modern dari pameran pribadi Tenma-kun.
Hibari-san dan Saku-neesan mendekat, melihat-lihat foto itu. Setelah melihat sampai foto terakhir, Hibari-san tersenyum masam.
"Kami mengambil ini sebagai referensi, dengan tema 'CHIC'... Eh? T-tidak bolehkah...?"
Hibari-san mengembalikan ponselku, lalu menekan dahinya dengan jari.
"Pertama, Himari melakukan kesalahan besar. Dia kurang menyadari bahwa lokasi penjualan juga merupakan bagian dari produk itu sendiri."
"Maksudnya bagaimana...?"
"Yuu-kun dan yang lainnya merasa pameran pribadi di Tokyo ini luar biasa. Jadi, kalian ingin mengadakan bazar yang serupa, kan?"
"B-betul sekali..."
Namun, Hibari-san mengatakan bahwa itulah akar masalahnya.
"Tapi, pameran ini dan bazar Yuu-kun, bukankah 'konsepnya' memang berbeda sejak awal?"
"Konsep? Kan sama-sama 'chic'..."
"Tidak, bukan itu maksudku. Barusan aku salah dalam memilih kata."
Hibari-san meralat ucapannya.
"Yang kumaksud dengan 'konsep' adalah, 'siapa pemeran utamanya?'"
"Pemeran utama...?"
"Betul. Coba bandingkan kedua pameran penjualan ini, lalu sebutkan pemeran utama dari masing-masing pameran?"
Aku mulai berpikir.
Hal pertama yang terlintas di benakku adalah...
"Pameran penjualan kami, aksesori bunga."
"Kalau pameran pribadi Ito Pegasus-kun ini?"
"Tentu saja sama, aksesori... Ah!"
Satu kalimat itu membuatku menyadari kesalahanku.
(Benar. Pemeran utama pameran pribadi Tenma-kun bukanlah aksesorinya...)
Aku teringat sistem pameran itu.
Pameran itu hanyalah "ruang bagi para penggemar untuk berinteraksi dengan Tenma-kun." Pembelian aksesori di sana hanyalah semacam tiket masuk.
Konsepnya berbeda.
Desain "kotak" itu, dirancang untuk menonjolkan Tenma-kun.
Seorang mantan idol dengan gaya urban yang modis.
Seorang pemuda tampan yang lembut, baik hati, dan dewasa.
Kotak itu dirancang agar Tenma-kun bersinar paling terang saat dia berdiri di dalamnya.
Buktinya, produk unggulannya, cincin tengkorak perak, terlihat sangat janggal di ruangan itu. Justru, aksesori kerajinan kulit dengan batu alam buatan Sanae-san, atau aksesori bunga mungil buatanku, rasanya lebih cocok dengan suasana ruangan.
Benar.
Penataan yang sederhana dengan pandangan luas, musik yang moody, dan suasana yang tidak dibuat-buat.
Itu semua adalah ruang yang didedikasikan untuk Tenma-kun, sebuah "produk" mewah yang unik dan tak tergantikan.
Sebaliknya, bazar aksesori kami kali ini memiliki konsep yang berlawanan.
Sebenarnya, tujuan kami adalah menjual aksesori bunga dalam jumlah besar setelah dimodifikasi menjadi produk dengan harga terjangkau. Bazar kali ini bisa dibilang semacam outlet kasual.
Pada dasarnya, toko outlet beroperasi dengan prinsip "banyak barang masuk, banyak barang keluar". Dimulai dari menciptakan suasana yang menggugah selera pelanggan melalui desain tiga dimensi yang padat, memanfaatkan ketinggian rak pajangan.
Namun, jika penataan kami berongga dan terkesan angkuh, wajar saja jika menimbulkan ketidaksesuaian persepsi di benak pelanggan, membuat mereka berpikir, "Loh, kok beda ya?"
Hibari-san mengetuk meja dengan bagian belakang sumpitnya.
"Kotak acara itu hidup. Sulit untuk membuatnya 100% cocok dengan konsep, tapi menurutku, lokasi penjualan kali ini sudah berlawanan arah sejak awal."
"Tapi, itu hanya masalah citra saja, kan? Kalau kami memperbesar label harga, atau menjelaskan produknya secara langsung..."
"...Benar. Tapi poin yang kusebutkan itu hanya salah satu masalahnya."
Salah satu masalah?
Jadi, ada masalah yang lebih mendasar lagi?
Namun, sebelum aku sempat bertanya, Hibari-san sudah menyampaikan kesimpulannya.
"Bagaimanapun, kalau Yuu-kun ingin mencapai keuntungan, menurutku lokasi penjualan itu harus segera disesuaikan."
"Tapi, Himari sudah berusaha keras memikirkannya..."
"............"
Aku masih saja mengelak, membuat Hibari-san mengerutkan alis.
Dia melirik Saku-neesan, yang terus makan yakisoba seolah tidak peduli.
"Sakura-kun, apa yang kamu katakan kepada Yuu-kun?"
"...Aku tidak mengatakan hal yang aneh-aneh."
Saku-neesan menyeka bibirnya dengan sapu tangan.
Kain putih itu sedikit terkena noda lipstik merah.
"Aku hanya mengatakan, 'Begitu kamu menjadi pacar Himari-chan, pikirkanlah apa yang harus diprioritaskan...'"
"............"
Sesaat, Hibari-san menggigit bibirnya karena kesal.
Dia hendak mengatakan sesuatu... tapi pada akhirnya, dia hanya berkata dengan tenang.
"…Benar juga. Nasihatmu itu, memang tidak salah."
Hibari-san melipat rapi bungkus yakisoba yang sudah kosong. ...Memang dasar kakak Himari, bahkan dari cara membereskan sampah pun terlihat jelas betapa baik didikan dia.
"Yah, pada akhirnya Yuu-kun yang akan memutuskan. Tapi sebagai orang tua yang usil, ada satu nasihat yang ingin kuberikan."
Dia berkata demikian, lalu menatap langsung ke mataku.
"Memiliki semangat 'akan belajar dari hasilnya' itu penting. Bahkan kalau gagal sekalipun. Namun, pengalaman itu juga baru akan tertinggal dalam diri seseorang setelah ia mengeluarkan segalanya, itu adalah fakta."
"…!"
Di benakku terlintas pengalaman pameran pribadi di Tokyo.
Aku telah mengeluarkan segalanya. Semua yang kumiliki saat itu, telah kuberikan sepenuhnya.
Tapi aku gagal. Perasaan menyesal itu masih membekas kuat di dadaku.
Bahkan guru Tenma-kun pun pernah mengatakannya.
'Pengalaman itu tidak akan datang pada orang bodoh yang tidak berjuang sampai akhir!'
...Aku rasa itu benar.
Tapi, aku...
"Aku puas dengan rancangan Himari. Himari sudah memikirkannya dengan sungguh-sungguh... Dan aku juga yakin kami bisa mencapai keuntungan dengan desain ini."
"...Begitu, ya."
Hibari-san melipat kedua tangannya dan mengangguk.
"Kalau begitu tidak masalah. Hanya saja, bagiku, Yuu-kun tidak terlihat benar-benar serius dengan desain bazar ini."
"Eh..."
Jantungku berdebar kencang.
Jangan, jangan gelisah. Aku berusaha keras memasang wajah paling tenang.
"Tidak, bukan begitu."
"....."
Hibari-san dan Saku-neesan saling berpandangan, lalu mengangguk kecil.
"Baiklah. Kalau begitu, Kurasa kita juga harus pergi. Aku ingin menyapa para guru di ruang guru."
"Kamu ini memang suka sekali hal-hal seperti itu, ya. Aku sendiri mau mencari stan yang ada gadis-gadis manisnya."
Sambil berkata begitu, keduanya bangkit.
"Kalau begitu, semoga berhasil dalam perjuanganmu."
"Kamu, layani Himari-chan dengan baik, ya."
Hibari-san dan Saku-neesan berjalan menuju gedung sekolah. Aku tetap duduk di meja sampai punggung mereka tak terlihat lagi.
Aku menutupi wajahku dengan telapak tangan, merenung sendirian.
(…Lalu, aku harus bagaimana?)
Selama aku menyayangi Himari, aku harus mendahulukan cinta daripada impian.
Tapi…
'Yuu-kun tidak terlihat benar-benar serius dengan desain bazar ini.'
…Betul.
Sejujurnya, aku tidak setuju.
Ide untuk menjadikan pameran pribadi Tenma-kun sebagai referensi, aku setuju. Bahkan, menurutku suasananya mirip. Himari memang tidak pandai membuat sesuatu dari nol, tapi dia ahli meniru dan mengambil referensi.
Namun, entah mengapa, "kotak" yang sudah jadi itu tidak membuat hatiku berdebar.
Tidak ada kegembiraan seperti saat aku melangkah masuk ke pameran Tenma-kun. Tapi, aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Aku tidak bisa menolaknya dengan mengatakan "rasanya aneh", padahal dia sudah berusaha keras memikirkannya.
Meskipun begitu…
Desain yang diubah oleh Shiroyama-san tanpa izin, sejujurnya, membuatku bersemangat.
Memang, itu berbeda dari arah "CHIC" yang diusulkan Himari. Namun, aku merasa itulah yang tepat. Intuisi itu, seperti yang dijelaskan Hibari-san dan yang lainnya tadi, sepertinya memang benar.
Tapi, sekarang aku tidak bisa lagi mengatakan untuk mengubah ide Himari.
Sulit untuk mencapai keuntungan jika begini. Hanya lima buah terjual di pagi hari pertama, tidak mungkin bisa mencapai 200 buah.
Aku tidak tahu.
Aku tidak tahu mana yang benar.
Api semangat yang seharusnya membara—kini padam dalam diam, seperti sisa-sisa kembang api.
♢♢♢
PoV
Inuzuka Himari
Yuu digiring pergi oleh Onii-chan.
Setelah mengantar kepergiannya, aku menghela napas kecil.
(Haaah, aku juga ingin ikut tadi...)
Lagi-lagi, kesempatan berdua dengan Yuu gagal.
Yah, memang benar ada yang harus menjaga toko, kan? Sudah bisa ditebak sejak kami menerima "Program Pertukaran Komunitas" ini.
"'you'-sama, mari kita berjuang!"
"............"
Mei-chan menatapku dengan mata berbinar. Menatap gadis yang menjadi penyebab semua rencanaku berantakan itu, aku mengulurkan tangan...
Lalu aku mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang!
"Anak ini, sungguh menggemaskan. Kamu sesuka itukah kepadaku?"
"Ya! Aku sangat suka dan menghormatimu!"
Ugh, ya ampun!
Bagus, bagus! Gadis ini, dengan ketulusan hati, memuja keberadaanku yang dicintai oleh Tuhan! Belakangan ini, Yuu dan Enocchi memperlakukanku terlalu kasar, sampai aku nyaris lupa bahwa inilah posisi asliku!
Yah, aku yang sekarang ini hanyalah dewa jahat yang mengenakan topeng "you", sih!
"Mei-chan. Ayo kita habiskan semua aksesori ini sebelum Yuu kembali dan membuatnya terkejut!"
"Siap! Aku juga akan berusaha keras demi 'you'-sama!"
Wah, wah. Dia ini memang supel, aku jadi menyukai gadis ini.
Namun, Mei-chan yang selalu tersenyum itu, di detik berikutnya langsung melontarkan perkataan yang mengejutkan.
"Yah, tapi sepertinya itu tidak mungkin!"
"............"
Mogyahh...! Sebuah uppercut verbal dilancarkan tanpa aba-aba, langsung mengenai daguku!!
Dalam benakku, aku sudah memegangi tali ring, dan sang malaikat kecil hendak melemparkan handuk putih. ...Tidak, belum. Belum saatnya.
Aku berusaha tetap tenang, lalu tertawa.
"K-kenapa tidak mungkin?"
"Eh?"
Mei-chan melirik sekilas ke seluruh ruang penjualan...
"Toko norak begini, mana mungkin ada pelanggan yang masuk. Sejak awal, kurasa tidak akan sampai tahap penjualan."
"............"
Mogyagyahh...?!
G-gawat. Kata-katanya yang begitu tajam bagaikan pisau, membuatku nyaris mengeluarkan suara monster Ultraman. Tidak, tidak mungkin gadis cantik bergaun gotik ini terguling-guling meronta, ohhoho.
"A-anu..."
Aku tersentak.
Teringat kembali saat kami hampir berselisih karena desain interior ruang penjualan ini.
"Ngomong-ngomong, tadi Mei-chan juga bilang 'norak', ya?"
Mei-chan mengangguk tegas.
"Iya!"
"............"
Gadis ini sepertinya tidak tahu arti kata "sungkan" ya.
Tidak, aku suka kejujurannya itu, kok. Lagipula, Mei-chan mengira Yuu yang membuat ruang penjualan ini, kan? ...Kalau dia tahu ini karyaku, bagaimana nanti?
Ketika aku berusaha keras tetap tenang, kini giliran Mei-chan yang bertanya dengan canggung.
"'you'-sama, Yuu-senpai itu pacarmu, kan? Namanya juga sepertinya diambil dari Yuu-senpai..."
"Eh? Ah, iya. Sebenarnya..."
Eh?
Kenapa jawabanku jadi tidak yakin begini?
Gawat, hatiku mulai goyah. Seharusnya aku bisa menertawakan semuanya dengan senjata kepercayaan diri misterius dan kelucuanku. Semangat, aku! (Menampar pipi sendiri!)
Aku tertawa, "Hahaha," tapi Mei-chan membalas tatapanku dengan pandangan dingin.
Ugh, gawat...!
"M-Mei-chan punya pacar tidak, ya? Kamu manis, pasti banyak yang suka, kan?"
"............"
Usahaku untuk mengalihkan pembicaraan dengan obrolan ringan yang tergesa-gesa ini, jelas sekali gagal total ☆
Mei-chan dengan elegan mengabaikan pertanyaanku, lalu bergumam pada dirinya sendiri.
"Kurasa sebaiknya tidak dilakukan."
"T-tidak dilakukan apa?"
"Menyerahkan pekerjaan yang berhubungan dengan aksesori kepada Yuu-senpai."
Aku terkejut dan bertanya.
"Kenapa kamu berpikir begitu?"
"Soalnya, dia tidak punya selera dalam menata ruang."
"T-tapi Yuu itu baik, dan dia juga sungguh-sungguh dalam bekerja, lho!"
Aku buru-buru membela Yuu, tapi Mei-chan tetap tenang.
"Hanya karena seseorang itu baik dan sungguh-sungguh, bukan berarti harus memaksakan diri bekerja dengan orang yang tidak cocok. Pacar yang baik tidak selalu menjadi rekan kerja yang baik."
"............"
Ah...
Aku tahu ini gawat. Satu kalimat itu membuatku sadar.
(—Gadis ini lebih unggul dariku.)
Manusia memiliki daya tarik yang tidak terlihat.
Mungkin itu yang disebut pengalaman. Kepribadian dan perkataan yang terbentuk dari pengalaman itu... itulah daya tarik manusia.
Mei-chan tidak ragu dengan pemikirannya. Bukan berarti dia hanya anak-anak yang berlagak sok. Pernyataannya sangat tepat sasaran.
Buktinya, aku tidak bisa menemukan satu pun kata untuk membantah.
Rasa kekanak-kanakan yang mengagumi "you" ini, bercampur dengan pandangan dan selera yang anehnya dewasa... Aku penasaran apa rahasia di baliknya.
"Mei-chan, kamu masih SMP, kan? Kenapa kamu begitu paham tentang penjualan...?"
Mei-chan, seolah sudah menunggu, langsung menjawab dengan bangga.
"Aku membantu di toko kakakku!"
"Toko kakakmu...?"
Tiba-tiba terlintas di benakku kakak Mei-chan yang dulu pernah asyik mengobrol dengannya saat SMP. Muridnya Araki-sensei dari kelas merangkai bunga, kalau tidak salah?
"'you'-sama, lihat ini!"
Mei-chan membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah blog.
Sebuah toko serba ada di tengah kota.
Toko yang menjual aksesori bergaya Asia ini memiliki eksterior dan interior yang sangat indah.
Sekilas, terlihat sangat campur aduk. Tapi, jika diperhatikan lebih seksama, ada semacam harmoni yang terasa. Entah itu dari paduan warnanya, atau mood-nya. Terbayang ada musik etnik yang moody diputar, dan aroma dupa yang harum... Gambaran seperti itu langsung terbentuk di benakku.
(Ah, benar! Oneesan itu bilang dia bekerja di toko serba ada!)
Mei-chan dengan mata berbinar, terus mendorong ponselnya kepadaku.
"Aku sedang magang di toko kakakku agar bisa membantu 'you'-sama di masa depan. Oh, lihat ini. Dekorasi acara Halloween tahun lalu, aku yang melakukannya. Lucu kan?!"
"Ah, iya. Sangat indah ya...?"
Dia sangat antusias!
Sambil mendorong kembali ponselnya, aku mencoba menenangkan Mei-chan.
Tapi, misterinya sudah terpecahkan.
Gadis ini, ternyata pengalaman penjualannya lebih tinggi dariku...!
Ditambah lagi, dia memiliki kepercayaan diri yang beralasan. Tidak ada yang lebih merepotkan daripada tipe orang polos yang "menyerang" dengan bukti hasil kerja.
Namun, yang paling utama adalah—
(Lingkunganku ini, terlalu banyak wiraswastawan, ya!)
Aku menghela napas dalam hati sambil menggebrak meja.
Mei-chan tersentak dan bertanya dengan bingung.
"A-apa aku melakukan sesuatu yang aneh...?"
"Aah! enggak, enggak, bukan begitu! Mei-chan manis kok! Enggak apa-apa!"
Mei-chan sedikit senang bertanya, "Benarkah?"
Hmm. Kemurnian ini. Aku merasa sedikit tidak nyaman karena ini seperti menunjukkan apa yang telah hilang dariku. Padahal dia sangat manis...
"'you'-sama adalah kreator super yang bisa membuat aksesori bunga yang luar biasa dan juga bisa menjadi model. Jadi, tidak perlu mengurus rekan kerja yang tidak becus hanya karena dia pacarmu."
"T-tapi, kan tidak bisa begitu? Anu... bukankah kamu juga merasa kasihan kalau Yuu dikucilkan?"
Namun, Mei-chan hanya memiringkan kepalanya dengan heran.
"...? Pacar tetap pacar, rekan kerja tetap rekan kerja. Tinggal dipisahkan saja. Kalian tidak akan putus, jadi menurutku itu mudah..."
Ah...
Kata-kata itu, rasanya perlahan menyentuh inti diriku.
Jika seseorang tanpa bakat memaksakan diri untuk bergabung, hasilnya pasti tidak akan baik. Bahkan jika aku berusaha keras dan menatap ke depan... ketika aku akhirnya bisa berguna, seberapa jauh Yuu sudah melangkah?
Saat aku terdiam tanpa bisa berkata apa-apa, tiba-tiba terdengar suara gadis lain dari arah pintu.
"...Hii-chan, ada apa?"
Ah, Enocchi...
Aku berjalan ke arahnya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Enocchi, bagaimana dengan stan omurice?"
"Aku sudah berganti shift, jadi ke sini..."
Wah. Memang dasar Enocchi.
Meskipun memasak dengan gaun gotik ini, benar-benar tidak ada noda sedikit pun.
"Begini, ada yang ingin kutanyakan..."
"Ada apa?"
Meninggalkan Mei-chan di dalam untuk menjaga toko, aku dan Enocchi keluar ke koridor.
Lingkungan sekitar sudah ramai dengan para murid yang selesai makan siang, suasananya menyenangkan. Di pameran dua bilik di sana, terlihat banyak orang berkumpul sambil berseru-seru.
...Tapi, tidak ada yang masuk ke bazar kami. Sejak tadi ada saja orang yang mengintip, tapi mereka semua pergi ke tempat lain dengan ekspresi ragu.
Aku mengaku dengan wajah serius.
"...Aksesori kami tidak laku."
"Ya."
"...Mei-chan bilang, 'desain lokasi penjualan ini norak, makanya pelanggan tidak datang'."
"............"
Enocchi membuang pandangan, lalu mengiyakan dengan sangat canggung.
Aku meraih bahunya dan mengguncangnya keras-keras!
"Di mana?! Hei, di mana yang norak?!"
"Hii-chan, hentikan, aku bisa pusing..."
Enocchi diguncang dengan ekspresi bosan... Wah, setiap kali tubuhnya kuguncang, dadanya juga ikut naik-turun. Ini apa sih, lucu sekali.
Saat aku hampir tenggelam dalam sensasi aneh yang mendebarkan ini, Enocchi berkata dengan nada jengkel.
"Hmm, kalau dibilang norak di mana, itu..."
Lalu, ia melirik sekilas ke arah ruang penjualan...
"Kan cuma ruang kelas."
"Memang ruang kelas, kan?! Justru, apa lagi yang terlihat selain itu?!"
Lagipula, ini sekolah, bukankah ruang kelas justru lebih banyak daripada ruang lainnya?
Saat aku memutar otak, berpikir, "Apa-apaan ini, teka-teki baru, ya?!", Enocchi perlahan menggelengkan kepala.
"Tidak peduli seberapa keras kita berusaha menampilkan kesan chic, pada akhirnya ini tetaplah ruang kelas..."
"Ah..."
Maksudnya, aku langsung mengerti.
Ruang kelas. Memang benar, tempat ini adalah ruang kelas kosong yang kami pinjam.
Sebagus apa pun lukisan terkenal dunia yang dipajang, tempat ini tidak akan menjadi Museum Louvre. Di luar area tempat lukisan dipajang, ini tetaplah ruang kelas SMA di pedesaan. Ada papan tulis, di luar jendela terlihat deretan pegunungan, dan ada lemari peralatan kebersihan.
"Lagipula, selama diadakan di festival budaya sekolah, tidak peduli bagaimana pun, tidak akan bisa jadi benar-benar chic. Hanya itu saja menurutku."
"............"
Aku langsung memegangi kepalaku.
Berbagai percakapan dengan Yuu dua bulan lalu terlintas di benakku.
"Pertama, tema bazar kita kali ini adalah 'chic'."
"Jangan-jangan, itu gambaran pameran pribadi Tenma-kun?"
"Puhaha. Yuu memang pintar, langsung tahu ya~!"
"Makna bunganya adalah 'keindahan tanpa hiasan'. Sangat cocok dengan konsep kita kali ini, kan?"
"Oooh! Hebat sekali Yuu! Belahan jiwaku!"
...Eh, tapi tunggu?
Rencana ini, Enocchi juga tahu, kan?
Dia dengan santai mengabaikan cerita kebanggaanku yang kini terbukti menjadi catatan kelam bagiku, kan?
Di tengah kekacauan, aku menampar-nampar dada Enocchi sambil menangis tersedu-sedu.
"K-kenapa tidak kamu katakan padakuuu~?"
"Mana mungkin kamu mau mendengarkanku meski kukatakan?"
Memang benar siiiih~!
Memang itu kebenaran mutlak, siiiih~!
Tapi, tahu sendiri, wanita tidak mau mendengar kebenaran saat sedang rapuh~! Kami hanya ingin empati seperti, "Iya, iya," "Pasti susah, ya," "Tapi Himari-chan kan manis, jadi dimaafkan!" begitu~!
Saat aku terisak-isak, "Uuh, uuh...", Enocchi menghela napas.
"Sudahlah, enggak apa-apa kok. Tujuan bazar kali ini kan agar Yuu-kun mendapatkan pengalaman?"
"Tapi, itu kan harus dengan catatan mendapatkan keuntungan..."
"Sebaiknya kamu menyerah saja untuk itu. Sepertinya di bazar kali ini tidak akan bisa mencapai keduanya."
"Eh..."
Itu adalah cara bicara yang seolah-olah mengusir Yuu.
Tidak seperti Enocchi biasanya. Saat aku tertegun, Enocchi berkata, "Ah," lalu melihat ponselnya.
"Maaf. Toko omurice ramai pelanggan, katanya. Aku akan segera kembali."
"Ah, iya. Di sini tidak apa-apa..."
Aku memperhatikan punggung Enocchi saat dia pergi.
Gaun gotik itu... sekarang malah terlihat seperti seragam toko omurice.
(Apa yang harus kulakukan, ya...)
Tidak ada yang menginginkan produksi dariku.
Meskipun aku berusaha membantu dengan kata-kata manis, tidak ada gunanya jika pelanggannya tidak datang.
Aku ada di sini untuk apa, ya...?
Post a Comment