Penerjemah: Nobu
Proofreader: Nobu
Chapter 2
“Turning Point”
♢♢♢
Bunga Gekka Bijin Mekar
Itu adalah hari keempat dari pemusatan latihan di rumah.
Hari itu, segera setelah pulang sekolah, Yuu mulai menyiapkan segalanya dengan terburu-buru.
Aku melihat kuncup bunga Gekka Bijin yang membengkak, perlahan-lahan merekah.
Dari celah kuncup yang terbuka, selubung bunga berwarna putih bersih mulai menampakkan diri.
(Wah, mirip kayak penetasan anak burung…)
Hingga saat ini, aku telah merawat banyak bunga bersama Yuu.
Namun, ini adalah pertama kalinya aku melihat bunga Gekka Bijin mekar, dan aku pun ikut bersemangat. Kelopak-kelopaknya yang melebar secara spiral tampak seolah seperti seorang balerina sedang menari dengan indahnya.
Bukan hanya satu kuntum.
Semua kuncup bunga yang ada pada rumpun Gekka Bijin itu mulai terbuka, seolah-olah terbangun dari tidurnya.
Aroma bunga yang begitu pekat menguar, seolah aku bisa mabuk oleh keindahannya.
"Yuu, ini luar biasa!"
"Ya, benar. Tak kusangka akan mekar serentak begini."
Yuu pun tampak gembira, menatap Gekka Bijin dengan penuh kekaguman.
Oh, ya.
Mumpung begini, aku harus mengambil banyak foto. Lagipula, belum tentu akan mekar sama indahnya tahun depan.
(Mm-hmm. Aku benar-benar berguna, kan?)
Tumpukan foto terbaik!
Sekalian, aku mengunggahnya ke Instagram "you" dengan caption, "Gekka Bijin langka sudah mekar! Di pameran selanjutnya, bunga ini akan kujadikan aksesori cantik!" ... dan memperbaruinya.
Mm-hmm. Jumlah likes terus bertambah♪
Saat sedang asyik menikmati suasana, Yuu mulai menyiapkan senter dan lampu meja yang ada di tangannya.
"Himari. Ruangannya akan kugelapkan, hati-hati ya."
"Eh, kenapa?"
"Karena Gekka Bijin adalah bunga yang mekar di malam hari. Kurasa enggak perlu terlalu dipikirkan, tapi… buat jaga-jaga, mungkin lebih baik kalau cahayanya sedikit."
Oh, begitu.
Hebatnya Yuu. Perhatian kecil seperti inilah yang mungkin menjadi rahasia untuk menciptakan aksesori yang bagus.
Aku mengangguk-angguk setuju sambil menyadari sesuatu yang sangat penting.
"Benar! Begitu Gekka Bijin mekar, kamu akan langsung memanen dan mulai bekerja, jadi sebelum sibuk, kamu harus mandi dulu!"
"Ah, benar juga. Hmm, tapi…"
Yuu tampak ragu.
Tentu saja. Bagi Yuu, dia pasti tidak ingin melewatkan satu detik pun.
"Kalau begitu, Yuu mandi pagi aja. Nanti aku bilang ke Ibu."
"Terima kasih. Aku senang kalau kamu bisa melakukannya."
Mm-hmm.
Aku benar-benar perhatian, ya. Memang pantas jadi pasangan sekaligus pacar tercinta!
Sekalian, aku akan meminta Ibu menyiapkan makan malam untuk Yuu. Pasti Yuu akan merasa rugi jika harus menghabiskan waktu di dapur.
Makan malam yang sudah disiapkan Ibu akan kami santap berdua dengan penuh tanggung jawab setelah Enocchi pulang dari latihan klub musik tiup.
(Aku melakukannya dengan baik. Apa yang dikatakan Onii-chan sama sekali enggak bisa diandalkan.)
Jadi, aku memutuskan untuk mandi sebelum Enocchi tiba.
Berendam di bak mandi besar, aku meregangkan tubuhku dengan lega.
Melihat uap putih yang mengepul, aku teringat kembali kepada Gekka Bijin tadi.
(Indah sekali! Memang pantas bunga itu dijuluki sebagai lambang keindahan.)
Ngomong-ngomong...
Gekka Bijin memang indah, tapi juga terkenal sangat rewel.
Faktanya, Gekka Bijin itu konon tidak pernah mekar di tempat Araki-sensei.
Tapi, begitu Yuu datang menjemputnya, bunga itu langsung mekar begitu saja.
Seolah-olah ia adalah Putri Tidur yang sudah lama menanti Pangeran Impian bernama Yuu.
...Begitulah, mungkin.
Terlalu malu dengan puisi buatanku sendiri, aku menenggelamkan kepala ke dalam air panas dan meronta, "Puhyaaah!"
Kemudian, dengan perasaan segar dan lega, aku pun keluar dari kamar mandi.
Karena malam ini akan begadang, aku harus melakukan perawatan kulit dengan maksimal.
(Baiklah. Apa Enocchi sudah datang? Pertama, aku harus menyuruhnya mandi...)
Aku bersenandung riang sambil berjalan kembali ke ruangan tempat Gekka Bijin berada.
Saat hendak membuka pintu geser, tanganku terhenti.
Pintu itu sedikit terbuka.
Dari celah itu, cahaya remang-remang dari lampu meja memancar.
Terdengar suara percakapan.
Yuu dan Enocchi.
Enocchi masih mengenakan seragam sekolahnya, menatap lekat-lekat kepada Gekka Bijin yang sedang mekar.
Dengan serius, penuh perhatian.
Pandangan mata itu berkilauan dengan sangat terang.
Setelah keduanya bertukar beberapa patah kata, Yuu berkata,
"────"
Menanggapi hal itu, Enocchi…
Setelah sedikit ragu, dia mengangguk pelan.
Pemandangan mereka berdua entah mengapa terasa seperti sesuatu yang sakral, yang tak boleh dihancurkan.
Serangga menjengkelkan itu kembali muncul dalam diriku.
Tidak apa-apa, sungguh, tidak apa-apa.
Kali ini akan baik-baik saja.
Aku pasti bisa melakukannya.
Post a Comment