NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Volume 10 Chapter 4

 Penerjemah: Nobu

Proffreader: Nobu


Chapter 4

 “Kelahiran Kembali”


♣♣♣

     Aksesori bertema Makishima.

     Sudah sekitar dua minggu berlalu sejak aku mulai mendesainnya.

     Sepulang sekolah.

     Aku memutar otak di ruang laboratorium sains. Buku catatan desain aksesori yang kubuka di meja itu kosong melompong.

     (Aksesori Makishima… sama sekali tidak ada ide)

     Tidak pernah ada model yang sesulit ini kupahami.

     Bukan berarti tidak ada aksesori yang cocok untuk Makishima. Dia tampan, populer, dan sepertinya bukan tipe yang tidak memakai aksesori.

     Namun, ketika aku mencoba membayangkan aksesori yang cocok untuknya, bayangannya menjadi kabur.

     Aku tidak tahu kenapa.

     Bukan berarti aku tidak mengenal kepribadiannya; bahkan, aku mengenalnya jauh lebih baik dibandingkan klien-klien yang kubuatkan aksesori sebelumnya.

     (Apa yang kuketahui tentang Makishima...)

     Pertama, dia hidung belang.

     Lalu, dia seorang penghasut dan sangat suka berkonspirasi di balik layar.

     Dia mendukung cinta teman masa kecilnya, Enomoto-san... tetapi, dari perkataannya yang terakhir, tampaknya dia tidak terlalu terikat lagi. Omong-omong, aku belum pernah mendengar alasan dia mendukung cinta Enomoto-san. Terakhir kali aku mencoba bertanya sedikit, dia menghindarinya.

     (Dia bilang punya hutang pada Enomoto-san, tapi apa ya? Kalau aku tanya Enomoto-san, mungkin dia akan memberitahuku?)

     Rupanya, saat SMP dia pernah berpacaran dengan Himari... tapi dari perkataan mereka, sepertinya keduanya tidak serius. Mungkin itu semacam permainan. Hanya ulah orang populer yang bosan. Seperti hiburan tingkat tinggi yang tidak dimengerti orang biasa.

     Selain itu, dia adalah ketua klub tenis dan pemain tingkat tinggi yang bisa berkompetisi di tingkat nasional secara individu. Rupanya dia cukup serius dalam tenis.

     Dia juga sangat cerdas, selalu menempati peringkat pertama dalam ujian rutin. Namun, itu bukan karena dia punya tujuan akademik, melainkan karena persaingan dengan Hibari-san... seperti yang bisa disimpulkan dari beberapa percakapan.

     Dan alasan dia bersaing dengan Hibari-san.

     "...Kureha-san, ya."

     Dia adalah kakak kandung Enomoto-san dan seorang model populer.

     Dia menjadi mentor model Himari.

     Rupanya, saat masih sekolah, dia pernah berpacaran dengan Hibari-san. Kemungkinan besar, persaingan Makishima terhadap Hibari-san ada kaitannya dengan situasi ini.

     ...Ya, kira-kira segitu saja yang aku tahu.

     Dengan semua informasi itu, aku mencoba memikirkan kembali bunga yang cocok untuk Makishima.

     Yang pertama terlintas di benakku adalah Delphinium.

     Tanaman tahunan atau abadi dari keluarga Ranunculaceae, ia menghasilkan bunga biru yang menawan. Namanya berasal dari bentuk kuncupnya yang mirip lumba-lumba.

     Makna bunganya adalah 'Kemurnian', 'Bangsawan', dan 'Kamu menyebarkan kebahagiaan'.

     ...Yah, aku bisa saja bilang itu agak mirip Makishima, tapi kemiripan Makishima yang kubayangkan sebenarnya ada pada makna tersembunyi bunga ini.

     Yaitu, "Kesombongan".

     Banyak makna bunga yang memiliki arti baik dan juga makna tersembunyi yang menyeramkan atau negatif.

     Delphinium adalah salah satunya.

     Sosoknya yang berenang lincah seperti lumba-lumba sambil meremehkan orang lain sangat mirip dengan Makishima.

     (Oke. Aku pilih ini!)

     Setelah berpikir sejauh itu, aku menghela napas panjang.

     "...Jelas-jelas DITOLAK, bodoh!"

     Begitu aku membatin dan menyanggah diriku sendiri, terdengar teriakan "Kya!" dari sudut ruang laboratorium sains.

     Aku terkesiap dan menoleh... Shiroyama-san, yang sedang menyiram tanaman di pot, menatapku dengan pandangan curiga.

     "Yuu-senpai. Ada apa?"

     "Ah, maaf. Aku sedang melamun sedikit..."

     Shiroyama-san meletakkan penyiramnya dan mendekatiku.

     Begitu dia mengintip buku catatanku, wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan.

     "Desain aksesorinya sepertinya mentok banget, ya?"

     "...Begitulah."

     Aku terus menggambar lalu mencoretnya, menggambar lagi dan mencoretnya lagi. Meskipun sudah kubilang begitu pada Hibari-san, tidak ada kemajuan sama sekali.

     "Motif bunganya juga belum ditentukan, ya?"

     "Aku sebenarnya tadi memikirkan delphinium..."

     Shiroyama-san menatap desain-desain yang dicoret di buku catatan, lalu tatapannya menerawang jauh.

     "Aksesori bunga dengan makna 'kesombongan' sepertinya akan menjadi sesuatu yang luar biasa, ya..."

     "Yah, aku juga penasaran ingin mencobanya."

     Tiba-tiba terlintas di benakku pameran Murakami-kun di Tokyo yang pernah kulihat.

     Benar-benar 'kesombongan'.

     Jika itu diaplikasikan ke aksesori... ditambah dengan kepribadian Makishima, pasti akan menjadi aksesori iblis yang luar biasa. Aku bisa membayangkan dia tertawa terbahak-bahak sambil membuka kipasnya.

     "Kalau Shiroyama-san, akan membuat aksesori seperti apa?"

     Dengan senyum cerah dan memukau, dia langsung menjawab.

     "Kalung snowdrop!"

     "Wuih, agresif juga!"

     Snowdrop.

     Makna tersembunyi bunganya adalah "Aku mengharapkan kematianmu".

     Bukan, sebenarnya bunga ini adalah bunga yang sangat cantik dengan makna "harapan". Makna tersembunyi ini lebih seperti kisah sampingan yang aneh atau penafsiran negatif belaka.

     (...Shiroyama-san juga kesal pada Makishima, ya)

     Tentu saja, wajar jika dia begitu, apalagi setelah temannya dihina.

     Shiroyama-san sendiri memiliki pengalaman buruk dalam hubungan pertemanan di SMP, jadi dia pasti membenci tipe orang seperti Makishima sejak awal.

     "Lagipula, aneh sekali Yuu-senpai bisa berteman dengan orang seperti itu."

     "Uhm, yah... begitulah."

     Aku merasa tidak enak hati melihat Shiroyama-san yang kesal.

     (Tapi, memang benar yang dia katakan...)

     Aku juga sudah sering mengalami berbagai masalah gara-gara Makishima. Seharusnya, daripada mengajaknya bertanding, memukulnya mungkin lebih masuk akal.

     (Tapi, entah kenapa aku tidak bisa membencinya)

     Aku memang marah karena kasus Mera-san, tapi aku tidak membencinya.

     Perasaan apa ini?

     Saat kelas satu, kami kebetulan duduk berdekatan dan mulai sering mengobrol.

     Dia bisa dibilang teman pertamaku selain Himari.

     Meskipun playboy, dia ramah dan orang baik.

     Bahkan setelah berganti kelas di tahun kedua, dia sering mendatangiku. Yah, mungkin itu karena dia memiliki peran sebagai perantara untuk Enomoto-san.

     "...Aku mungkin tidak pernah benar-benar berusaha mengenal Makishima, ya."

     Tiba-tiba, pikiran itu terlintas.

     Mungkin itu alasanku tidak bisa membayangkan aksesori untuknya.

     Makishima selalu terlihat santai dan tidak pernah benar-benar menunjukkan isi hatinya kepadaku. Aku tidak tahu mana yang jujur dan mana yang bohong.

     —Bisakah aku membuat aksesori yang benar-benar hebat untuk orang seperti itu?

     Ketika aku masih saja bergumam frustrasi, pintu ruang laboratorium sains terbuka.

     Itu Enomoto-san. Kulihat jam, sudah waktunya latihan klub musik berakhir.

     "Yuu-kun, ayo pulang."

     "Ah, sudah waktunya ya. Baiklah."

     Aku menoleh ke Shiroyama-san.

     "Shiroyama-san, hari ini ada giliran kerja paruh waktu di minimarket?"

     "Ah, hari ini cuma Kako-senpai saja."

     "Mera-san. Apa dia datang?"

     "Tadi dia mengirim pesan bilang mau pergi kerja paruh waktu."

     "...Apakah dia baik-baik saja?"

     Siang itu, ketika aku hendak memanggilnya, dia malah lari entah ke mana.

     Dia pasti mendengar percakapan kami... mungkinkah dia tidak terlalu terkejut? Tidak mungkin... tapi itu Mera-san, kalau dia mendengarnya, aku yakin dia akan langsung marah.

     "Untuk sekarang, Shiroyama-san, ayo kita pulang bersama sampai di tengah jalan."

     "Baik!"

     Setelah mengunci pintu ruang laboratorium sains, kami bertiga meninggalkan sekolah.

     Di tengah perjalanan, Enomoto-san tiba-tiba bertanya.

     "Mera-san memang penting, tapi apa Hii-chan sudah menghubungimu?"

     "Ah..."

     Aku membuka aplikasi LINE di ponselku.

     Di sana, dengan tanggal hari ini, ada foto Himari yang sedang makan ramen super pedas di sebuah restoran terkenal di Tokyo bersama Kureha-san dan model-model baru lainnya. Dia terlihat baik-baik saja, tapi teman-teman modelnya yang lain tampak kesulitan.

     Sejak kemarin, Himari rupanya membantu Kureha-san di Tokyo. Aku dengar dia akan kembali ke sini pada akhir pekan.

     Melihat foto itu, Enomoto-san mengernyitkan dahi.

     "...Dia memanjakan Hii-chan lagi."

     Dia cemberut. Menggemaskan.

     Aku tersenyum kecut sambil berkata pada Enomoto-san. 

     "Kalau penasaran, bagaimana kalau ikut ke Tokyo lain kali?"

     "............"

     Dia memalingkan muka dengan kesal.

     "Tidak mau."

     "Uhm..."

     Dia memang tidak jujur, ya.

     Sebenarnya dia penasaran dengan Kureha-san, tapi karakter adik yang membenci kakak sudah terlalu melekat padanya. Sulit baginya untuk tiba-tiba berkata ingin akur sekarang.

     Saat aku masih sibuk memikirkan berbagai hal, Enomoto-san tiba-tiba menggenggam tanganku erat-erat.

     "Aku tidak apa-apa kok, karena ada Yuu-kun."

     "Ugh!"

     Lalu, sambil meremas-remas jariku, dia mendongak menatap wajahku dengan sedikit cemas.

     "Yuu-kun tidak akan membiarkan aku kesepian, kan?"

     "Tentu saja tidak...!"

     Enomoto-san tertawa kecil dengan suara "Ehe~."

     ...Menggemaskan sekali, sialan!

     Ini pasti akan disalahpami... Ah, benar juga. Sekarang aku boleh saja disalahpahami. Jarak yang canggung ini, aku masih sedikit belum terbiasa.

     "............"

     "............"

     Eh?

     Enomoto-san masih menggenggam tanganku dan terus menatapku. Seperti biasa, jemarinya meremas-remas tanganku seolah memanjakan. Kekuatan yang begitu lembut, sulit dipercaya bahwa jari-jari itu biasanya melancarkan Iron Claw yang liar.

     Begitu, ya. Ini rasanya seperti adonan kue yang diuleni Enomoto-san setiap pagi. Sungguh manis dan bejat. Mungkin manisnya kue itu bukan dari gula, melainkan dari manisnya gadis itu. Seperti lagu Mother Goose, ya?

     Tapi ini... Sentuhan jari Enomoto-san yang lembut menggelitik, membuat sudut bibirku tanpa sadar melengkung. Bersamaan dengan itu, matanya terasa berkilau... dan seolah tertarik padanya, aku mendekatkan wajahku.

     "...Hm?"

     Sesaat sebelum bibir kami bersentuhan, aku merasakan tatapan tajam dan menoleh.

     Shiroyama-san menatapku dengan wajah merah padam, tercengang.


     "Ah!"

     "...!"

     Gawat. Aku lupa ada Shiroyama-san dan terlalu tenggelam dalam dunia kami berdua.

     Shiroyama-san buru-buru membuang muka, lalu berteriak sambil bersembunyi di balik tikungan di sana.

     "Ah, jangan hiraukan aku!"

     "Itu tidak masuk akal, kan!?"

     Dia mengintip terus! Jangan-jangan dia sangat tertarik!?

     "Tidak apa-apa! Aku pandai menyimpan rahasia!"

     "Katakan itu setelah kamu menurunkan ponsel yang kamu genggam!"

     Pasti dia berniat merekamnya...

     Suasana pun langsung mencair sepenuhnya.

     Akibat dari kejadian barusan, suasana pun langsung berubah jadi super canggung. Aku dengan kikuk bertanya pada Enomoto-san yang menunduk dengan wajah merah padam.

     "Eee... Rion, hari ini bagaimana?"

     "U-um. Aku sudah bilang pada Ibu, jadi tidak apa-apa..."

     Shiroyama-san memiringkan kepalanya.

     "Ada apa?"

     "Ah, tidak. Akhir-akhir ini, Rion sering datang untuk membuat makan malam."

     Mata Shiroyama-san terbelalak dan dia terdiam.

     Aku merasa deja vu. ...Ah, itu dia. Wajah kucing yang menyentuh kebenaran alam semesta.

     Dan ketika Shiroyama-san tersadar, pipinya semakin merah dan dia berteriak,

     "Aku tahu! Itu namanya istri yang datang berkunjung, kan?!"

     "Tidak perlu dikatakan! Jangan diulang lagi!"

     Aku sendiri sudah tidak tahu ada kata sifat lain untuk itu!

     Shiroyama-san yang berpura-pura lugu namun ternyata memiliki daya imajinasi tinggi, menoleh seolah baru menyadari sesuatu. Kemudian, dengan ekspresi yang sangat mencurigakan, dia mendekatkan wajahnya pada kami.

     "J-jangan-jangan menginap atau semacamnya...?"

     "Tidak, tidak, tidak. Itu jelas tidak ada."

     "Itu yang namanya, 'Makanlah aku sebagai hidangan penutup setelah makan', kan?!"

     "Kamu dengar dari siapa hal seperti itu?! Hei, jangan-jangan Himari, ya?!"

     Bukan 'orang itu', tau...!

     Aku benar-benar berharap dia berhenti melontarkan kata-kata penuh keyakinan yang seolah bertanya, padahal sama sekali tidak meragukan. Lagipula, jangan-jangan dia disuruh Himari untuk melaporkan keadaan kami selama dia tidak ada?

     "Rion juga harus beres-beres di toko kue, jadi setelah makan malam langsung pulang... Eh?"

     Saat aku sibuk memberikan pembelaan yang aneh, lenganku ditarik-tarik pelan.

     "Rion? Ada ap...?"

     Aku menoleh ke arah Enomoto-san, dan dia mengangkat sesuatu dengan kedua tangannya.

     Itu adalah formulir pendaftaran pernikahan.

     Enomoto-san menutup mulutnya dengan formulir itu, lalu menatapku dari bawah dengan malu-malu dan berkata. 

     "Ibu bilang, kalau sudah saatnya, minta Yuu-kun yang mengisinya..."

     "Kenapa kamu membawa-bawa benda seperti ini?!"

     Aduh, Masako-san!

     Kenapa Anda membiarkan putri Anda selalu membawa benda seperti itu di tas sekolahnya?!

     "Bagaimana kalau ada pemeriksaan barang bawaan di sekolah?!"

     Aku membayangkan Sasaki-sensei tiba-tiba mengumumkan akan ada pemeriksaan. Di tengah kelas yang riuh, Enomoto-san dengan tegas akan menyatakan, "Ini adalah formulir rencana masa depan."

     (Ah, begitu! Dia bermaksud menjadikannya fait accompli [fakta yang tak terbantahkan]!?)

     Masako-san, sungguh ahli strategi! Orang itu, meskipun terlihat lembut, ternyata tidak bisa diremehkan. Memang pantas dia jadi pemilik toko.

     Aku buru-buru menyuruhnya menyimpan barang wajib yang sama sekali tidak pantas dibawa ke sekolah itu ke dalam tasnya.

     "Rion. Jangan keluarkan benda seperti ini di tempat umum!"

     "Mmh..."

     Meskipun sedikit cemberut, dia tetap menggemaskan... Tidak, bukan begitu. Jangan sampai tertipu, Yuu. Padahal saat liburan musim dingin, Enomoto-san termasuk pihak yang menolak formulir pernikahan. Memang darah tak bisa bohong... Eh, apa maksudnya 'pihak yang menolak formulir pernikahan'?

     —Tersentak, aku teringat Shiroyama-san.

     "Uhm, Shiroyama-san..."

     "............"

     Lalu, seketika suasana pun berbalik.

     Tiba-tiba, Shiroyama-san yang tadi sangat tertarik dengan kehidupan 'istri yang datang berkunjung' kami, kini berubah. Dia meletakkan tangan di bahuku dengan tatapan penuh kasih sayang.

     "Yuu-senpai... Kakakku bilang, 'pernikahan adalah kuburan bagi kehidupan,' lho."

     "Kenapa kamu mengatakan itu sekarang?!"

     Meskipun itu kalimat yang sering kudengar!

     Bahkan Saku-neesan juga kadang-kadang mengatakannya, lho! Ayahku bahkan terlihat sangat sedih saat mendengarnya!

     Shiroyama-san lalu memberi hormat dengan tegas dan berkata kepada kami,

     "Kalau begitu, aku permisi dulu!"

     "U-um..."

     "Ngomong-ngomong, foto ini akan kukirimkan juga ke Himari-senpai!"

     "Serius, jangan?!"

     Membangun hubungan murid-guru yang baik memang sangat penting, tapi aku berharap setidaknya privasi minimum tetap dihormati!

     Begitu Shiroyama-san tidak terlihat lagi, kami kembali berjalan menuju rumah.

     "S-Shiroyama-san memang merepotkan, ya..."

     "U-um..."

     Kami saling memandang dan tertawa canggung.

     ...Sungguh, aku berharap cepat terbiasa dengan suasana seperti ini.

♣♣♣

     Aku baru saja mengalami hal yang luar biasa... atau, dalam kasus ini, akan mengalami hal luar biasa?

     Aku hanya bisa membayangkan Himari akan menggodaku habis-habisan saat dia pulang minggu depan. Atau, sebelum itu, aku harus menemukan semua formulir pendaftaran pernikahan yang selalu disediakan Masako-san di toko kue dan membuangnya...

     Kami sudah tiba di rumahku.

     Soal minimarket... lebih baik jangan ke sana dulu. Kalau bertemu Saku-neesan saat bersama Enomoto-san, dia pasti akan langsung menggodaku dengan aneh.

     Di pintu masuk, sambil melepas sepatu loafer-nya, Enomoto-san bertanya. 

     "Apakah hari ini ada orang di rumah?"

     "Eee... Seharusnya hari ini tidak ada siapa-siapa..."

     Saku-neesan dan Ayahku pasti masih di minimarket, dan Ibu juga seharusnya belum pulang.

     Kemudian, Enomoto-san sedikit malu-malu, menyembunyikan kantong plastik berisi bahan makanan yang dibelinya di supermarket di belakang punggungnya.

     Dan dengan pipi sedikit merona, dia melirik ke atas...

     "Kalau begitu, kita berdua saja untuk sementara... ya?"

     "............"

     Uhuk...!

     Aku nyaris saja batuk darah. Kesadaranku sudah terlanjur ditarik ke arah sana gara-gara percakapan dengan Shiroyama-san barusan. Mustahil untuk tidak memikirkan apa-apa setelah ini.

     Jangan-jangan dia sengaja melakukannya...?

     "U-um, yah, itu... santai saja seperti biasa, ya."

     "Ya..."

     Kenapa dia membuang muka dengan canggung, ya...?

     Gawat. Aku punya firasat buruk bahwa aku akan terjebak dalam situasi rumit. Aku ingin segera masuk ke dalam rumah selagi rasionalitasku masih terjaga.

     ...Tunggu, apakah aku harus terus menjaga rasionalitasku?

     Aku dan Enomoto-san berpacaran atas dasar suka sama suka.

     Himari sudah menyelesaikan hubungannya, dan kami sekarang bersahabat. Tidak ada yang perlu disembunyikan dari siapa pun.

     Wahyu yang mengerikan itu membuatku menyesali pikiranku sendiri.

     (T-tiba-tiba jadi tegang sekali...!)

     Gawat.

     Tenangkan dirimu, jantung. Karena kesadaran yang aneh ini, suara detaknya terdengar sampai telingaku. Bagi laki-laki, ini terlalu tidak keren. Aku tidak ingin Enomoto-san menyadarinya.

     Entah kenapa, suara langkah kaki di koridor pun terasa lebih mengganggu dari biasanya.

     Aku melirik Enomoto-san.

     Pandangan kami bertemu sesaat, lalu aku segera memalingkan wajahku.

     (Eh? Suasana ini, sepertinya bukan hanya untuk makan malam saja...?)

     Wajahku memanas.

     Ehm. Apa yang harus kulakukan?

     Masuk ruang tamu bersama Enomoto-san, lalu kami berdua membuat kari untuk makan malam, menyantapnya sambil menonton acara varietas saat itu, lalu... setelah itu?

     Setelah itu—

     ...Lalu, entah kenapa, Mera-san sudah ada di ruang tamu.

     Di rumahku yang seharusnya kosong, seorang gadis SMA yang jelas-jelas orang luar malah asyik nongkrong. Dia berbaring santai di sofa sambil membuka komik yang sepertinya dia beli dari minimarket.

     Selain itu, di punggungnya, Daifuku-san, kucing peliharaanku, meringkuk dan duduk manis. ...Kucing ini, ternyata mudah akrab, ya.

     Begitu menyadari kehadiran kami, Mera-san menoleh dengan malas.

     "Senpai, selamat datang kembali~"

     ""............""

     Meskipun masih mengenakan seragam sekolah, dia tidak terlihat peduli dengan posisinya.

     Roknya tersingkap, memperlihatkan paha dan sebagainya. Ini bukan berarti dia merasa nyaman denganku, melainkan lebih seperti menegaskan bahwa aku tidak berarti apa-apa baginya sebagai seorang laki-laki.

     Aku menatap penyusup itu dengan pandangan sangat dingin.

     "Mera-san. Kenapa ada di sini...?"

     "Kata kepala toko, Senpai sebentar lagi pasti pulang, jadi suruh makan malam bersama saja~"

     Saku-neesan...!!

     Kenapa dia mengatakan hal seperti itu tepat hari ini?! Seharusnya tidak ada acara seperti ini sebelumnya, kan?! Kenapa harus tepat di hari Enomoto-san datang?! Jangan-jangan dia sebenarnya memiliki kemampuan melihat masa depan?!

     "............"

     Tidak, apa ya namanya?

     Bukan berarti aku mengharapkan hal-hal seperti itu jika hanya berdua dengan Enomoto-san, kok? Hanya saja aku merasa kemungkinan itu ada dalam situasi ini?

     (Astaga, kalau kupikir-pikir lagi, diriku tiga menit lalu sangat memalukan...!)

     Bagaimana bisa aku tidak menyadari sepatu Mera-san? Seberapa tegangnya aku tadi!

     Saat aku tenggelam dalam rasa malu, mataku menangkap pemandangan Enomoto-san di sampingku.

     ...Telinganya sampai merah padam, dan dia menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

     Ya. Aku benar-benar bisa memahami perasaannya. Aku minta maaf sekali sudah membuatnya malu...

     Ketika kami berdua berubah menjadi udang rebus, Mera-san memiringkan kepalanya.

     "Eh? Ada apa? Kalian kenapa?"

     "Tidak... Ngomong-ngomong, Saku-neesan mudah sekali meminjamkan kunci rumah, ya."

     Mendengar itu, Mera-san.

     Dia bangkit dari sofa, membusungkan dada dengan ekspresi bangga seratus persen.

     "Maaf saja, tapi jam kerjaku jauh lebih banyak daripada Senpai, kan? Aku juga tidak libur Sabtu-Minggu, jadi kurasa kepercayaanku pada Kepala toko lebih tinggi daripada Senpai, ya kan?"

     "Ikatan keluargaku dengan kakak kandungku terlalu materialistis...!"

     Dia lebih memilih anak orang lain yang rajin masuk shift daripada adiknya yang tidak membantu usaha keluarga! ...Yah, kurasa itu wajar. Aku benar-benar minta maaf karena menjadi adik yang tidak membantu usaha keluarga.

     Mera-san tidak mengendurkan ekspresi bangganya saat menghadapiku.

     "Aku diajak Kepala toko untuk jadi karyawan tetap setelah lulus sekolah, lho."

     "Eh, serius?!"

     "Ini membuktikan betapa hebatnya aku, kan~ Jujur saja, gajiku per jam lebih tinggi darimu, lho~"

     Itu bukan berarti gajimu per jam tinggi, melainkan gajiku per jam minus saja...

     (Gawat. Kalau begini terus, nanti dia malah jadi atasanku di masa depan!)

     Fakta yang cukup mengejutkan itu membuatku benar-benar ketakutan.

     Bahkan, semoga saja hanya sampai menjadi atasan.

     Bagaimana jika setelah pulang kuliah, kamarku sudah diambil alih Mera-san? Lalu, sesuai prosedur hukum, nama di kartu keluargaku juga dihapus... Itu terlalu mengerikan.

     Saat aku bergetar ketakutan membayangkan masa depan yang mengerikan itu, Mera-san semakin sombong dan terus berceloteh menceritakan percakapannya dengan Saku-neesan.

     "Katanya, minimarket ini tidak bisa beroperasi tanpa aku, lho. Kalau sudah dibilang masa depan toko ini bergantung padaku, tentu saja aku tidak bisa menolak, kan? Yah, aku juga memang berniat mencari pekerjaan, kok. Mencari kerja itu merepotkan, jadi aku pikir ini juga pilihan yang bagus. Senpai juga, kali ini pasti terpaksa mengakui kekalahan, kan~?"

     "U-um. ...Uhm?"

     Mera-san, yang sangat gembira karena bisa mengalahkanku, menjelaskan situasinya dengan panjang lebar.

     Awalnya aku mendengarkan dengan kagum, tapi... semakin ke belakang, aku mulai merasakan kejanggalan yang aneh.

     (...Entah kenapa, ini tidak seperti Saku-neesan)

     Apakah Saku-neesan akan mudah percaya pada orang lain seperti itu?

     Lagipula, ada sesuatu yang aneh jika dia memuji-muji dengan jujur seperti itu. Memang dia suka gadis cantik, dan Mera-san juga serius dalam pekerjaannya. Tapi untuk sampai sebegini menghargainya, itu...

     (Ah! Jangan-jangan?!)

     Aku menyadari fakta itu.

     Mungkinkah Saku-neesan...

     Karena aku berencana kuliah di Tokyo, dia berniat mengisi kekosongan itu dengan Mera-san!

     ...Betul juga, begitu rupanya.

     Jika aku pergi ke Tokyo, tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan akan berkurang.

     Di atas segalanya, aku praktis adalah tenaga kerja gratis yang bisa digunakan sesukanya, hanya dengan uang saku. Bisa dibilang aku adalah "Yuu Langganan". Meskipun kadang-kadang libur untuk urusan aksesori, pada dasarnya aku adalah sumber daya yang mudah digunakan untuk menambal kekosongan saat darurat.

     Mungkin dia bermaksud membuat Mera-san mengambil alih peranku di masa depan, dengan iming-iming posisi karyawan tetap dan pemenuhan kebutuhan pengakuan...

     Mera-san, yang tidak menyadari niat tersembunyi itu, terus memamerkan kehebatannya dengan suasana hati yang sangat baik.

     "Bagaimana? Bagaimana rasanya rumahmu diambil alih olehku?"

     "U-um, hebat sekali. Aku juga angkat tangan deh..."

     Mungkin dia tidak menyadarinya, ya.

     Saat ini, karena masih pekerja paruh waktu, pekerjaannya santai. Tapi kalau sudah jadi karyawan tetap, dia akan diperlakukan setara dengan Ayah dan Ibu.

     Dia pasti akan menyesal. Apakah dia benar-benar berpikir akan baik-baik saja setelah melihat betapa sibuknya mereka?

     (Yah, sebagai gantinya, Saku-neesan pasti akan membayar gajinya dengan layak...)

     Mengingat Saku-neesan, dia pasti tidak akan melakukan kesalahan yang membuat Mera-san kabur.

     ...Dia mengizinkanku mengikuti jalur aksesori, jadi aku tidak bisa menghalangi Saku-neesan di sini. Meskipun itu adalah egoisme yang dibangun di atas pengorbanan berharga Mera-san... Tunggu? Jangan-jangan aku sama saja dengan Makishima?

     Saat aku sedikit merasa muak pada diri sendiri, Mera-san mengernyitkan dahi.

     "...Senpai, kamu memikirkan hal aneh, ya?"

     "!!"

     Gawat. Terlihat jelas di wajahku.

     Ini tidak bagus. Jika aku salah langkah dan menggagalkan rencana Saku-neesan, aku pasti akan dimarahi habis-habisan. Paling parah, aku bisa saja dilarang pergi ke Tokyo. Itu hal yang harus kuhindari bagaimanapun caranya.

     "Tidak, tidak begitu kok..."

     "Benarkah~? Tapi kenapa kamu terlihat grogi?"

     "Bukan, bukan. Itu karena kamu tiba-tiba ada di sini, Mera-san."

     Mera-san kemudian menoleh ke Enomoto-san.

     Dan entah apa yang dia tangkap, dia tersenyum licik dengan ekspresi "Niyaa".

     "Ah, jadi begitu~? Maaf ya~?"

     Sepertinya dia mengira aku sedang menahan diri untuk tidak bermanja-manja dengan Enomoto-san. Anak ini, selalu saja salah tangkap di saat-saat penting.

     Yah, untuk sekarang, itu justru menguntungkan. Aku akan biarkan kesalahpahaman ini berlanjut.

     "Kalau kamu sudah tahu, sebaiknya pulang saja, kan?"

     "Tidak mau~ Aku tidak bisa membiarkan Senpai bahagia sendirian~"

     "Anak ini..."

     Eh? Kenapa aku tadi marah-marah demi anak ini, ya?

     Ketika tekadku untuk melanjutkan pertarungan dengan Makishima mulai goyah, Enomoto-san menghela napas dan berkata. 

     "Yuu-kun, ayo cepat buat makan malam."

     "Ah! B-benar juga."

     Enomoto-san sungguh baik hati.

     Biasanya dia akan mengibas-ngibaskan tangannya seolah mengancam sambil berusaha mengusir Mera-san. ...Mungkin dia merasa bersalah atas apa yang dilakukan teman masa kecilnya. Meskipun tidak diucapkan, dia sepertinya sedikit mengkhawatirkan Mera-san.

     (...Tapi, serius, Mera-san baik-baik saja, ya)

     Pembicaraan dengan Makishima setelah jam istirahat siang itu, jangan-jangan dia sebenarnya tidak mendengarnya?

     Kalau begitu syukurlah. Pertarungan antara aku dan Makishima ini, lebih banyak adalah kepuasan diri bagiku. Jika Mera-san bisa tidak mendengar kata-kata itu, tentu akan lebih baik.

     "...Mera-san. Apa kamu baik-baik saja dengan kari pedas?"

     Mendengar itu, Mera-san yang kembali berbaring di sofa menjawab,

     "Yang manis saja."

     "Siap."

     Aku melirik Enomoto-san, yang tersenyum seolah kebingungan.

     ...Uhm.

     Meskipun bagus Mera-san terlihat baik-baik saja, situasi ini entah kenapa terasa seperti... perasaan orang tua yang memiliki anak perempuan di masa puber.

     Berisik sekali! Kalau ada keluhan, sampaikan saja pada Mera-san yang sudah masuk tanpa diundang ini.

♣♣♣

     Kari. 

     Sebagai salah satu hidangan pokok dunia, memiliki budayanya sendiri yang berkembang pesat di Jepang. Karena relatif mudah dibuat dengan menggunakan bumbu instan yang dijual di pasaran, istilah "kari rumahan" pun menjadi sangat populer.

     Kari keluarga Natsume adalah tipe kari single-roux dasar. Umumnya, kami mengutamakan efisiensi biaya, membeli bumbu instan termurah yang tersedia di rak minimarket, dan menambahkan empat bahan pokok: ayam, bawang bombay, kentang, dan wortel. 

     Namun, seiring bertambahnya usia, kami beralih ke gaya di mana setiap orang membeli dan menyantap kari instan favoritnya. Sudah lama sekali kari rumahan tidak lagi hadir di meja kami.

     Kari keluarga Inuzuka adalah tipe kari triple-roux yang umumnya dianggap lezat. Mereka mencampur bumbu instan dari sekitar tiga perusahaan makanan yang berbeda, menyesuaikannya agar menjadi rasa manis yang disukai oleh kepala keluarga, Gorozaemon-san.

     Perbedaan dengan keluarga lain adalah mereka hanya menggunakan sayuran hasil kebun sendiri, sehingga rasanya berubah sesuai musim. Sayuran yang ditanam dengan penuh kasih sayang itu melimpah dengan kesegaran dan kelezatan, memberikan pengalaman layaknya menyantap di restoran. Aku bahkan tidak bisa melupakan salah satu sejarah hitam memalukan ketika pertama kali mencicipinya, aku salah mengira zucchini sebagai mentimun.

     Sedangkan kari keluarga Enomoto adalah gaya "perang total" yang dibuat dari rempah-rempah dasar. Mereka mencampurkan belasan jenis rempah-rempah yang dijual di pasaran ke dalam pasta kari yang sudah direbus, dan menyesuaikan rasanya sesuai mood hari itu.

     Kedengarannya sangat merepotkan, tetapi ternyata cukup mudah jika dicoba. Yah, masih menjadi pertanyaan apakah standar "mudah" Enomoto-san sesuai dengan standarku.

     Ngomong-ngomong, hari ini adalah kari ayam mentega kesukaan semua orang. Hanya dengan namanya saja sudah bisa dipastikan kemenangannya, apalagi jika dibuat sendiri oleh Enomoto-san, ini sudah seperti lolos ke kompetisi tingkat dunia.

     Aku terus mengaduk pasta kari agar tidak gosong, persis seperti yang Enomoto-san katakan.

     "Rion. Kira-kira begini?"

     "Ya. Sudah bagus."

     Sambil memilah beberapa jenis rempah ke dalam piring besar, Enomoto-san yang mengenakan apronnya sendiri memeriksa wajan.

     Gerakannya itu benar-benar terasa seperti istri yang datang berkunjung, sampai-sampai kalau bukan di tengah pekerjaan, aku pasti akan "uhuk" dan batuk darah. ...Ah, bohong. Sebenarnya aku sudah "uhuk" sekitar tiga kali.

     Lagipula, saat dia mengintip tanganku, aroma manis Enomoto-san tercium samar, dan sesekali terlihat sedikit bagian dadanya, itu terlalu berbahaya untuk jantungku.

     Apakah membuat kari sebenarnya adalah tes kesabaran pacar? Makanya kari? ...Berisik sekali. Kalau aku tidak memikirkan hal-hal bodoh, rasionalitasku sudah siap-siap berlibur sejak tadi dan akan jadi kacau balau. Dia sudah sangat bersemangat untuk bertamasya serius selama tiga hari dua malam.

     ...Namun, jika ada satu hal yang bisa membuatku tenang secara bertahap, itu adalah Mera-san yang terus-menerus mengintip dari belakang dan mengeluh.

     "Eh~ Aku tidak bisa makan paprika dan sejenisnya~"

     "Ini kari ayam mentega, jadi tidak terlalu terasa... Ngomong-ngomong, kamu sudah menghubungi Ibumu?"

     "Sudah dihubungi~ Lagipula, Kepala toko bilang kalau sudah jadi, suruh bawakan makan malam ke minimarket~"

     "Eh..."

     Memang benar Saku-neesan. Ini adalah strategi satu batu dua burung; membuat Mera-san besar kepala sekaligus menyuruhnya mengantar makanan. Aku tidak ingin jadi orang dewasa seperti itu!

     Namun, mendengar hal itu, Enomoto-san justru bersemangat. Dengan mata penuh tekad, dia mengepalkan tinjunya erat-erat.

     "Aku harus menarik perhatian calon kakak iparku nanti!"

     "Hyu~ Sudah melihat masa depan, ya~..."

     Enomoto-san yang penuh perhitungan seperti itu juga menggemaskan, kok! Tapi aku harap dia segera membuang formulir pendaftaran pernikahan di tasnya!

     Tanpa mengatakannya keras-keras, aku menoleh ke arah Mera-san.

     "Lagipula, kalau begitu setidaknya jangan mengganggu. Tadi kan kau sedang membaca komik."

     "Sudah bosan."

     "Kalau begitu, main saja dengan Daifuku..."

     "Itu juga sudah bosan~. Kucing itu terus-terusan menempel padaku. Cuma sibuk mengelus punggungku melulu, bikin capek aja."

     Mendengar perkataan itu, Enomoto-san langsung tersulut emosi.

     Mera-san! Jangan lebih jauh lagi! Sendok sayur di tanganku sudah bengkok aneh, tahu!

     (Daifuku, kucingku itu, memang agak aneh, ya. Kenapa dia justru akrab dengan orang yang dia anggap benar-benar tidak penting...?)

     Tidak, aku harus mengendalikan situasi ini dulu. Bukan hanya sendok sayur, tapi semua peralatan dapur bisa hancur lebur.

     "Wajar kalau bosan, tapi kenapa harus menggangguku?"

     "Hah?"

     Mera-san menatapku dengan tatapan curiga.

     "Lagipula, aku dijebak Makishima-senpai itu karena kalian berdua, kan? Jadi kalau justru kalian berdua aja yang kelihatan bahagia, mana bisa aku tinggal diam?"

     "Bufuuh!?"

     Pukulan body blow yang tiba-tiba itu membuatku tersentak.

     (Ternyata dia mendengar semuanya! Bagaimana bisa dia setenang ini selama ini?!)

     Aku mencoba menyelidiki situasi dengan hati-hati.

     "...Mera-san. Pembicaraan waktu itu, kamu dengar mulai dari mana?"

     "Saat Senpai tiba-tiba marah-marah dan berkoar ingin menyelesaikan dengan pertarungan misterius itu."

     "Hampir seluruh bagian pentingnya, dong..."

     Ternyata dia memang mengejar Makishima waktu itu.

     Tapi, jika begitu, itu aneh.

     Mendengar hal seperti itu, dan tetap setenang ini, itu... singkatnya, tidak seperti Mera-san.

     Dia seharusnya lebih marah, atau seperti saat liburan musim dingin...

     "Kamu... anehnya baik-baik saja setelah mendengar percakapan itu, ya..."

     "Mana mungkin baik-baik saja."

     Mera-san mengatakannya dengan nada yang sangat biasa.

     Rasanya otakku mau konslet.

     Ataukah, dia masih mencintai Makishima meskipun sudah mendengar hal seperti itu? Atau justru perasaannya pada Makishima sudah dingin, sehingga dia menjadi setenang ini?

     "Ehm..."

     Enomoto-san pun sedikit bingung.

     Suasana hening yang aneh, berbeda dari sebelumnya, menyelimuti kami.

     —Di tengah keheningan itu.

     Tiba-tiba Mera-san menggenggam erat ujung seragamku.

     "Aku benar-benar serius dengan Makishima-senpai, dan aku menangis berkali-kali saat dia menolakku. Tapi, setelah dia mengatakan hal seperti itu, kalau aku masih menangis juga, itu benar-benar membuatku terlihat menyedihkan dan patut dikasihani, kan? Memang benar aku sampah, tapi aku tidak punya niat untuk menjadi wanita yang begitu mudah dimanfaatkan."

     "............"

     Meskipun berusaha terlihat tenang, tangannya sedikit bergetar.

     Seolah-olah meyakinkan dirinya sendiri, Mera-san melanjutkan,

     "Aku tidak akan pernah lagi menangis untuk pria seperti itu...!"

     Melihatnya berusaha keras menyelesaikan ucapannya dengan suara bergetar, aku dan Enomoto-san terdiam tak bisa berkata-kata.

     (...Benar juga, dia memang gadis seperti ini)

     Aku teringat insiden saat liburan musim dingin.

     Dia menyatakan akan berteman dengan Shiroyama-san karena tidak ingin menjadi orang tidak bertanggung jawab sepertiku.

     Janji itu masih terpenuhi dengan baik hingga kini, dan berkat itu, kehidupan SMA Shiroyama-san terselamatkan.

     Aku dan Mera-san memang sering tidak cocok, dan sejujurnya, kadang aku berpikir mengapa aku sampai semarah itu saat dia direndahkan...

     Tapi, pada akhirnya, aku tetap mengagumi kekuatan yang ada pada dirinya.

     (—Benar juga)

     Secara impulsif, sebuah ide muncul di benakku.

     Aku menoleh dan berkata kepada Mera-san yang sedang menggigit bibirnya dengan ekspresi kesal.

     "Mera-san, ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu."

     "...Apa?"

     Mera-san mendongak, matanya sedikit memerah.

     Menanggapi itu, aku berkata,

     "Ingat permintaan yang kubuat saat liburan musim dingin?"

     Mera-san memiringkan kepalanya dengan bingung.

     Sebuah permintaan yang pernah dia tolak mentah-mentah pada liburan musim dingin tahun lalu—

     Aku mengatakannya lagi padanya.




♢♢♢

PoV

Inuzuka Himari

     Yappuppu~!

     Himari-chan kembali!

     Wah~ perjalanan ke Tokyo kali ini menyenangkan sekali~! Kureha-san memberiku banyak makanan enak, aku juga bermain dengan Yumechin, pokoknya puas sekali~!

     Dengan semangat membara seperti itu, aku kembali pada hari Minggu!

     Siang itu, aku mengunjungi sekolah.

     Menurut Sakura-san, Yuu hari ini sedang bekerja di sekolah. Aku, Himari yang imut ini, akan memberinya semangat karena sudah berusaha keras membuat aksesori~!

     (Nggukukukuku~ Pasti dia akan terkejut dengan kemunculan kejutan dariku~!)

     Dengan hati riang gembira, aku membuka pintu ruang laboratorium sains.

     "Yuu~uuu! Aku pulang~♪"

     Yuu memang ada di sana.

     Namun, dia membelakangiku, bekerja tanpa suara. Kedatanganku pun tak membuat dia bereaksi sedikit pun.

     "Astaga. Waktunya konsentrasi, ya..."

     Aku langsung merasa tak ada kerjaan.

     Kalau Yuu sudah dalam kondisi seperti ini, dia tidak akan menyadariku selama sekitar satu jam. Mau tak mau, aku memutuskan untuk menyelesaikan hal-hal lain.

     Aku membuka rak baja di belakang dan memeriksa pot LED di dalamnya. Hmm, hmm. Benar-benar sudah tertanam benih bunga. Dia bilang akan meminta Mei-chan untuk merawatnya sebentar, dan pekerjaannya sungguh rapi, ya.

     (Uhm. Tapi ini, sepertinya aku tidak ada kerjaan, deh)

     Aku bosan.

     Sangat-sangat membosankan.

     Andai saja aku membawa peralatan belajar, ya. Yah, aku bisa saja memperhatikan Yuu mengerjakan aksesorinya.

     Perlahan aku mendekati Yuu dari belakang, lalu melingkarkan kedua lenganku di lehernya.

     Puffufu~ Akhirnya bisa dapat asupan Yuu lagi setelah sekian lama~!

     Kadar Yuu-ku yang kosong karena pergi ke Tokyo, perlahan-lahan terisi penuh. Yuu tidak menyadarinya, terus saja bekerja tanpa banyak bicara.

     Aku mengamati pekerjaannya dengan sangat puas.

     (Apakah ini aksesori untuk pertarungan dengan Makishima-kun?)

     Ini adalah jenis yang belum pernah kulihat sebelumnya.

     Hmmm?

     Aku tidak tahu apa yang dia buat, tapi sepertinya menarik... Namun, ini.

     (Apakah Makishima-kun yang seperti itu akan puas dengan pertarungan semacam ini?)

     Dia itu lebih aneh daripada aku, lho.

     Lagipula, dia bukan tipe yang menyelesaikan masalah dengan pertarungan. Rasanya tidak seperti dirinya.

     "............"

     Saat aku sedang berpikir keras, tiba-tiba ponsel Yuu yang tergeletak di meja berdering.

     Aku sedikit terkejut dan langsung melihatnya; ternyata notifikasi LINE. Nama pengirimnya... oh, Enocchi, ya. Tertulis, "Latihan sebentar lagi selesai, jadi ayo kita makan siang bersama..." Ngomong-ngomong, aku mendengar suara latihan klub musik tiup dari luar.

     "............Puh-heh! ☆"

     Aku mendapat ide bagus~

     Aku mengambil ponselku sendiri dan beralih ke mode kamera selfie. Masih menempel dari belakang, aku dengan lembut menelusuri jari di dagu Yuu.

     Lalu, aku menatap kamera dengan pandangan sangat erotis, menampilkan senyum tipis. Gaya seperti wanita jahat yang mempermainkan pria. Ngomong-ngomong, model yang kubayangkan adalah Kureha-san♪

     Klik, foto itu pun terambil.

     (Hmm, hmm. Cukup bagus, kan?)

     Lagipula, aku ini terlalu imut, ya?

     Memang aku ini! Benar-benar legenda gadis cantik hidup. Kalau pria biasa pasti langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, kan? Sempurna sekali.

     Foto itu langsung kukirimkan ke layar obrolan dengan Enocchi.

     (Pergi sana! Hasil latihan modelku!)

     —Wush, pengiriman selesai.

     Sebagai tambahan, aku juga menyertakan pesan: "Yuu tidur di sampingku, lho?"

     ...Tiga detik kemudian, serangan oni (iblis) menghantam ponselku!

     "Pupupupu~! Nah, sebelum si iblis datang, lebih baik aku kabur, kabur... Loh?"

     Di sudut meja, ada buku catatan Yuu.

     Aku membalik-baliknya, melihat beberapa desain aksesori bunga yang digambar di sana.

     Ada draf desain aksesori untuk melawan Makishima-kun, dan juga draf awal aksesori yang akan dibuat. Di salah satu sudutnya, tertulis kata-kata penuh tekad.

     "Aku pasti akan lulus ujian Kureha-san!"

     Ujian dari Kureha-san yang punya kepribadian buruk itu.

     Aku memang tidak tahu isinya, tapi kurasa itu tidak akan mudah. Dia itu pada dasarnya sangat keras kepada orang lain.

     "............"

     Aku memeluk kepala Yuu erat-erat.

     Meski begitu, tangannya tetap tekun bekerja. Seperti biasa, kalau Yuu sudah fokus pada aksesori, dia tidak akan menyadari sekelilingnya. Seolah-olah aku sama sekali tidak terlihat di matanya.

     Hubungan kami telah berputar satu putaran dalam setahun ini.

     Dari sahabat menjadi mengenal cinta, kemudian terombang-ambing oleh cinta yang belum dewasa, lalu hancur karena cinta.

     Tapi kami masih terhubung.

     Menurutku, sulit untuk menggambarkan hubungan kami saat ini hanya dengan satu kata.

     Meskipun begitu, Yuu sama sekali tidak berubah.

     Dia hanya tidak pernah berhenti menghadapi hal-hal yang dia sukai.

     ...Aku menyayangi Yuu yang seperti itu.

     "Kamu bisa."

     Meskipun aku tahu dia tidak akan mendengarnya, aku tetap berbisik.

     "Kalau Yuu, pasti bisa."

     Meskipun aku tahu kata-kata itu tidak akan sampai padanya, aku tetap mengatakannya.

     Itu sudah cukup.

     Kata-kataku pasti akan sampai padanya nanti, setelah aku berhasil menyusul di sampingnya.

     Jadi, sampai saat itu, aku akan tetap mengawasi Yuu dari sini.

     Tidak harus selalu di sampingnya.

     Tidak harus selalu bersama.

     Sejauh apa pun kami terpisah, selama tekad ini terus menyala, aku tahu kami pasti akan terikat kuat.

     "...Hngh?"

     Tiba-tiba aku merasa dingin menusuk tulang.

     Dengan firasat buruk, aku menoleh perlahan.

     Dari balik pintu ruang laboratorium sains, sepasang mata menatapku dengan pandangan tajam.

     Itu Enocchi.

     Dia masih mengenakan seragam sekolah dan memegang terompet di tangannya. Mungkin dia berlari terburu-buru. Sambil terengah-engah, dia menatapku dengan mata penuh kecurigaan.

     Di belakangnya, seolah ada sayap iblis dan tanduk kemarahan tumbuh di kepalanya... setidaknya, begitulah yang kurasakan.

     (Ah! Gawat?!)

     Sebelum aku sempat kabur—pintu terbuka!

     "Hii-chaaaaan!"

     "Mogyaaaaaaaaaaaah!"

     Gedebag-gedebug, aku berlari mengelilingi laboratorium sains.

     Perburuan antara aku dan Enocchi ini, pada dasarnya selalu memenangkan aku.

     Aku lebih lincah dan yang terpenting, Enocchi punya dua pemberat besar (dan masih terus tumbuh) yang menempel padanya!

     "Hii-chan! Sudah kubilang jangan begitu, kan?!"

     "Puhahahaha! Ini hanya kontak fisik antar sahabat, kok. Enocchi, mana ketenangan hatimu?!"

     "Mooooou~! Kali ini aku akan mengadu pada Hibari-san, ya!"

     "Coba saja bilang begitu setelah kamu menangkapku—Ah?!"

     Tiba-tiba pintu ruang laboratorium sains terbuka.

     Yang muncul dari balik koridor adalah—

     "Yuu-senpai! Aku datang untuk merawat bunga... Eh?"

     "Mei-chan?!"

     Aku hampir menabraknya, jadi aku segera mengerem mendadak. Nyaris saja, aku berhasil berhenti tepat waktu.

     Nyaris sekali! Wah, benar-benar sepersekian detik tadi. Hampir saja aku melukai gadis imut. Nama Ketua Kehormatan (sementara) 'Perkumpulan Pencinta dan Pengagum Gadis Cantik di Dunia' bisa tercoreng, tahu.

     "Mei-chan, lama tidak bertemu~! Bagaimana kabarmu~?"

     "I-iya. Anu, Himari-senpai..."

     "Hm~? Kenapa mukamu menyeramkan begitu~? Oh, benar. Aku bawa oleh-oleh, lho~ Ayo kita makan kue bersama... Loh?"

     ...Tiba-tiba, bagian belakang kepalaku digenggam erat oleh seseorang dari belakang.

     (Ah!)

     Darah seolah mengalir deras dari wajahku.

     Aku menoleh perlahan... dan Enocchi, yang telah berubah menjadi iblis, berdiri tegap di sana.

     "Hiiiii-chaaaaan~?"

     "Pyoo!"

     —Pukulan terkuat musim ini menghantamku.

     Itu seperti jurus pamungkas di puncak seri manga pertarungan yang dilepaskan protagonis dengan mempertaruhkan nyawanya, Iron Claw terkuat. Kegaduhan itu membuat Yuu pun tersentak sadar.

     "Eh?! Ada apa ini?! Situasi apa ini?!"

     "Yuu-kun juga, duduk bersimpuh di sana!"

     "Kenapa?!"

     Setelah dimarahi habis-habisan, kami berdua pun dirawat oleh Mei-chan yang baik hati.

     Uhm...

     Meskipun menggoda Enocchi itu menyenangkan, tapi sepertinya kini sudah menjadi taruhan nyawa, ya☆



♣♣♣

PoV

Natsume Yuu

     Bulan Juli telah tiba.

     Saatnya musim hujan akan segera berakhir.

     Para murid telah mengganti seragam mereka, sedikit demi sedikit mulai bersiap menyambut musim panas. Di hari-hari yang semakin lengket dan gerah ini, aku merasa bosan seperti tahun-tahun sebelumnya.

     Di ruang laboratorium sains setelah pulang sekolah itu.

     Aku sudah menyiapkan peralatan aksesori yang tersebar di meja, dan bunga preserved flower yang akan digunakan kali ini.

     Yang ada di sini adalah Mera-san dan Shiroyama-san.

     Keduanya entah kenapa terlihat tegang, berjejer di meja.

     "Baiklah, kita mulai pembuatan aksesori kali ini."

     Mendengar perkataanku, Mera-san entah kenapa terkesiap dan mundur.

     "K-kenapa jadi terlalu serius...?"

     "Yuu-senpai serius kalau lagi buat aksesori, lho."

     Apa maksudnya "kalau lagi buat aksesori"?

     Aku ini selalu serius! Aku terlihat bercanda hanya karena Himawari sering usil, jadi aku hanya membalasnya!

     (Yah, cukup bercandanya...)

     Kali ini, pembuatan aksesori benar-benar memakan waktu persiapan yang luar biasa.

     Meskipun harus menunggu masa berbunga... bahkan dengan mempertimbangkan itu, jarang sekali ada karya yang membutuhkan waktu persiapan selama ini. Mungkin sejak aku membuat choker nirinso baru untuk Himari di musim semi setahun yang lalu?

     Oleh karena itu, aku tidak boleh gagal dalam penyelesaian akhir ini.

     Aku menarik napas dalam-dalam, lalu membenamkan diri dalam pekerjaan di depanku.

     —Fokus.

     Aku mulai menjalin sulur-sulur ramping.

     Aku terus-menerus menempelkannya ke tubuh Mera-san, menyesuaikan ukurannya.

     Aksesori kali ini, dalam beberapa hal, sangat halus dan rumit. Aku terus melakukan penyesuaian sedikit demi sedikit agar sedekat mungkin dengan gambar yang kubayangkan.

     Untuk aksesori ini, aku meminta Mera-san sebagai modelnya.

     Aku merasa itulah pilihan terbaik.

     Untuk pertarungan dengan Makishima ini, bukan Himari, bukan pula Enomoto-san. Bantuan Mera-san-lah yang kubutuhkan. Aku tidak tahu mengapa aku berpikir demikian... tapi beberapa hari yang lalu, saat makan kari di rumah, aku sudah meminta Mera-san untuk menjadi modelnya.

     Di tengah pekerjaan monoton yang menguras mental ini—tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di benakku.

     (Benar juga, sepertinya sekitar waktu ini, ya)

     Hari itu, setahun yang lalu.

     Aku sendiri tidak ingat mengapa aku berada di sana sejak pagi.

     Aku sedang membicarakan sesuatu dengan Himari dan Enomoto-san di salah satu sudut area mesin penjual otomatis.

     ...Ah, benar. Aksesori custom-ku menjadi buah bibir dalam arti negatif, dan Sasaki-sensei menegurku karena ada keluhan dari orang tua murid.

     Saat kami sedang membicarakan kebijakan selanjutnya... terdengar langkah kaki.

     Yang datang ke sana adalah Mera-san ini.

     Di depan mataku, aksesori krokusku dihancurkan. Itu menjadi pemicu bagiku untuk merenungkan eksistensiku sebagai seorang kreator.

     Apakah sebenarnya aku tidak mencintai bunga?

     Apakah aksesoriku hanyalah alat untuk menahan Himari?

     Setahun telah berlalu dengan pemikiran-pemikiran itu.

     Namun pada akhirnya, aku memilih aksesori daripada Himari.

     Sejak Natal saat aku berpamitan dengan Himari, aku terus bertanya pada diriku sendiri. Jika bukan sebagai alat untuk menahan Himari, mengapa aku membuat aksesori bunga? Mengapa aku memilih bunga dari semua hal di dunia ini?

     Selama ini, aku telah berkarya dengan tujuan mengantarkan bunga-bunga kesukaanku kepada para klien.

     Namun, apakah sebenarnya bunga-bunga itu yang justru membantuku terhubung dengan klien?

     Bukan aku yang ada untuk bunga.

     Melainkan bunga-bunga itulah yang mekar dengan megah untukku.

     Sungguh narsisme yang sombong.

     Tetapi justru itulah kebenaran dunia ini, tempat aku memutuskan untuk hidup.

     Begitu kuat pikiran gila itu—kini, bunga itu berbicara kepadaku dengan lantang.

     Gambarlah Mera-san.

     Sentuhlah masa lalunya, kenali perasaannya, dan ungkapkan apa yang tersembunyi di dalam hatinya."

     Dan jadikanlah itu semua sebagai bekal, lalu umumkan keberadaannya kepada dunia.

     Begitu kuat dan intens, hingga aku merasakan keyakinan bahwa inilah jalan yang akan kutempuh sebagai seorang kreator.

     "—Sudah selesai."

♣♣♣

     Dua minggu kemudian.

     Setelah ujian akhir semester selesai, aku mengunjungi kelas Makishima.

     Aku memberanikan diri menyapa para murid yang sudah bersiap-siap pulang.

     "Permisi..."

     Kelas yang berbeda... entah kenapa, meskipun masih dalam satu sekolah yang sama, rasanya ada suasana yang aneh, seolah-olah itu adalah tempat yang berbeda. Ngomong-ngomong, jika kamu tidak setuju denganku, mungkin aku menganggapmu sebagai tipe orang yang ceria seperti Himari.

     Salah satu gadis yang bergerombol di depan kelas... Inoue Mao-san, pemimpin gal di angkatanku. Begitu menyadari kehadiranku, dia langsung berlari mendekat.

     "Oh. Natsume-kun, ada apa?"

     "Ah, aku ingin bicara dengan Maki..."

     Di tengah jawabanku, entah kenapa dia tiba-tiba terperanjat seolah menyadari sesuatu.

     "Kamu akhirnya bertekad mempermainkan Azu?!"

     "Gawat sekali. Aku bisa dimarahi Enomoto-san, jadi hentikan lelucon seperti itu di depan umum..."

     Lagipula, anak ini sebenarnya menganggap temannya itu apa, sih...?

     Saat kami sedang berbicara, Yokoyama Azumi-san, yang dipanggil Azu itu, buru-buru berlari dan membekap mulut Inoue-san.

     Kemudian, dengan wajah merah padam, dia membentak temannya yang merepotkan itu.

     "Mao!!"

     "C-cuma, cuma lelucon, kok. Azu, wajahmu menyeramkan~..."

     Inoue-san mencoba menenangkan temannya sambil bibirnya berkedut.

     "Tapi, kurasa Azu juga cukup imut, kok~"

     "Anu, Inoue-san? Apakah pembicaraan ini, jangan-jangan akan diperdalam?"

     "Natsume-kun. Bagi laki-laki, rambut kuncir kuda hitam itu romantis, kan?"

     "Yah, kalau soal gaya rambut, aku cukup suka..."

     Leher bagian belakang yang terlihat itu, bagiku, punya nilai tambah yang sangat tinggi.

     Lagipula, untuk gadis dengan citra aktif seperti Yokoyama-san, aku ingin menghiasinya dengan aksesori bunga berkesan anggun. Daya tarik kontras itu bisa membuatku makan tiga piring nasi. Pasti!

     Atau, bisa juga melepaskan rambutnya, lalu mengenakan aksesori pada dirinya yang berbeda dari biasanya... Kenapa ini jadi seperti sesi pamer fetishku, sih?

     "Uhm, kenapa kamu begitu mendukung Yokoyama-san?"

     Inoue-san mengedikkan bahu berlebihan sambil meniru suaraku dengan nada yang pas.

     "Soalnya~ Dulu sebelum study tour, kamu bilang 'Aku mau fokus ke aksesori jadi tidak akan pacaran dengan gadis', tapi nyatanya diam-diam pacaran dengan Enomoto-san, kan~?"

     "Guh!?"

     Sebuah tebasan telak dan tepat sasaran dari kebenaran yang pahit.

     "Demi kehormatan sahabatku, ini saatnya menentukan hitam-putihnya dengan tegas, kan?"

     "Serius? Pertarungan itu, apa ada untungnya?"

     "Soalnya kalau Azu kehilangan kepercayaan diri gara-gara ditolak Natsume-kun, kasihan, dong!"

     "Suaramu kencang sekali, dan caramu bicara seperti itu pasti hanya akan menimbulkan kesalahpahaman!"

     Lihat, Yokoyama-san jadi merah padam dan merasa tidak nyaman, kan!

     Lalu, Inoue-san, yang mengklaim demi kehormatan sahabatnya padahal kenyataannya hanya campur tangan yang tidak perlu, menatapku dan Yokoyama-san bergantian dengan wajah serius.

     Dan seolah mendapat ide, dia melipat tangan dan mengangguk berlebihan.

     "Jadi, pada akhirnya laki-laki itu memang liatnya ke dada, ya~"

     "Aku jadi bingung harus bereaksi bagaimana..."

     Kesimpulan setelah membuat keributan panjang lebar ini sungguh parah.

     Yah, aku tidak bilang itu segalanya, tapi sulit dimungkiri bahwa itu adalah faktor yang cukup penting. Apa boleh buat, aku ini laki-laki sehat, lho.

     Inoue-san menepuk bahu Yokoyama-san dengan tatapan penuh kasih.

     "Azu. Belum terlambat untuk minum susu sekarang, kok?"

     "Berisik tahu!? Mao, diam saja!"

     Ketika aku mulai putus asa memikirkan bagaimana cara menyelesaikan kekacauan ini, Yokoyama-san dengan paksa mengembalikan arah pembicaraan ke topik semula.

     "Jadi! Natsume-kun, ada urusan apa di kelas kami!?"

     "Ah, maaf. Ehm, apa Makishima ada?"

     Mendengar itu, mereka berdua saling pandang...

     "Oh, begitu..."

     "Natsume-kun, kamu suka si mata keranjang itu, ya..."

     Kenapa harus ada reaksi seperti itu lagi?!

     Entah kenapa, sejak terlihat bersama Tenma-kun saat study tour, tatapan gadis-gadis di sekolah menjadi aneh. Aku takut, jadi aku tidak ingin menanyakan detailnya, tapi melihat reaksi Himari dan Enomoto-san, isinya pasti tidak beres.

     Saat itu, terdengar suara orang yang kucari dari arah koridor.

     "Ada apa? Kulihat ramai sekali, ada perlu denganku?"

     Makishima berjalan ke arah kami sambil menggoyang-goyangkan botol tehnya. Sepertinya dia baru dari mesin penjual otomatis.

     "Ah, Makishima. Kamu ada waktu besok sore setelah sekolah?"

     "Hmm. Kalau sebelum latihan klub tenis, bisa saja... Tapi..."

     Dia mengerutkan alisnya seolah menyadari sesuatu.

     "Apakah aksesori yang itu sudah selesai?"

     "...Ya."

     Makishima mengeluarkan kipas lipatnya dari saku.

     Makishima membukanya dan menyembunyikan mulutnya di baliknya, hanya menyeringai dengan matanya.

     "Baiklah. Aku akan menantikannya."

     Hanya itu yang dikatakannya, lalu dia masuk ke dalam kelas.

     Inoue-san dan Yokoyama-san, yang memperhatikan kami, entah kenapa saling mengangguk dengan ekspresi serius.

     "Hubungan membuat aksesori original..."

     "Eh, serius? Bohong, kan?"

     "Jangan begitu, Azu. Terimalah kenyataan."

     "Ugh..."

     ...Apa? Hei, ada apa?

     Aku menyimpan tekad untuk sore nanti... dan sekalian, dalam hati bersumpah untuk meluruskan kesalahpahaman yang menyebar di sekolah ini sebelum lulus.

     Tidak, kurasa itu mustahil, sih.

     Sudahlah, katakan apa saja, kalian semua!


♢♢♢

PoV

Inuzuka Himari

     Setelah upacara penutupan semester.

     Itulah waktu pertarungan dengan Makishima-kun.

     Setelah jam pelajaran usai, para murid berhamburan menuju kegiatan masing-masing...

     Aku pergi ke ruang laboratorium sains dan mendapati Yuu sedang melakukan persiapan akhir untuk aksesorinya.

     Sambil menatap karya barunya itu, aku terdiam tak bisa berkata-kata.

     "Yuu, itu apa...?"

     "Hm..."

     Yuu meregangkan badannya lebar-lebar.

     Lalu dia menatap karya yang dipajang di depannya dan bergumam, "Uhm..."

     "...Entah apa, ya?"

     "Jangan tanya balik padaku dong..."

     Apa dia sedang bermain tebak-tebakan? Jangan harap aku bisa mengeluarkan harimau yang tergambar di aksesori itu, ya!

     Bagaimanapun, apa yang ada di depanku saat ini berbeda dari aksesori Yuu sebelumnya. Setidaknya, ini bukan tipe yang akan keluar dari tangan Yuu yang kukenal.

     (...Begitu, ya.)

     Yuu menunjukkan sisi lain yang tidak kukenal.

     Pengaruh ini, mungkin... bukan dariku, juga bukan dari Enocchi.

     (Ini adalah 'Mera Kamako' dari sudut pandang Yuu, ya...)

     Rasanya ada sesuatu yang berbeda dari Yuu yang dulu.

     Ataukah ini adalah pengaruh dari rekan kreator yang dia temui di Tokyo itu.

     Aku merasa seperti diperlihatkan secara nyata bagaimana Yuu berubah di tempat yang tidak kuketahui.

     Apakah perubahan ini akan membawa Yuu ke arah yang baik atau buruk, aku tidak tahu.

     Tapi, aku yakin ini adalah jawaban yang tidak akan pernah muncul dari Yuu yang bersamaku setahun lalu.

     Hal itu membuatku iri, sekaligus gembira.

     (Tapi, justru karena itu Makishima-kun tidak akan mengakuinya...)

     Aku punya firasat seperti itu.

     Aku sangat mengenal si brengsek aneh itu.

     Maka dari itu—aku mengambil satu keputusan.

     "...Aku ada urusan sebentar."

     Yuu hanya bergumam "Hm..." karena sibuk menyesuaikan aksesorinya.

     Aku keluar dari ruang laboratorium sains dan entah kenapa berjalan menuju atap.

     Konon, orang bodoh dan asap suka tempat tinggi.

     Jika dipikir-pikir, hal serupa pernah terjadi sebelumnya.

     Aku membuka pintu menuju atap.

     Sinar matahari yang menyilaukan dan panas menyelimuti, membuatku mengangkat tangan dan menyipitkan mata. Angin lengket dari Laut Hyuga membelai pipiku. Musim panas kembali menyapa kota ini.

     Pasti hanya orang bodoh yang mau keluar dari ruangan ber-AC dan membiarkan dirinya terpapar udara tidak nyaman seperti ini.

     Dan si bodoh itu sedang menyandarkan punggungnya di pagar atap, memandangi pemandangan dengan tatapan kosong. Di tangannya tergenggam roti kroket untuk makan siang, tapi sepertinya belum dimakan sedikit pun.

     "Makishima-kun."

     Saat aku memanggilnya, orang itu perlahan menoleh.

     Dengan senyum sembrono seperti biasa, dia menjawabku.

     "Jarang sekali Himari-chan datang menemuiku. Ada perlu apa?"

     "Setelah makan siang, kamu akan melihat aksesori Yuu, kan?"

     "Aku diundang, jadi tentu saja."

     Dia tertawa dengan ekspresi sembrono.

     "Sungguh aku menantikannya. Aksesori buatan Natsu yang dibuat dengan segenap hati, pasti akan luar biasa. Bahkan aku pun mungkin terpaksa mengakui semangat seorang kreator itu."

     "............"

     Aku menghela napas mendengar kata-katanya yang sengaja dibuat-buat.

     "Apa pun yang dia buat, kamu tidak akan mengakui kekalahan, kan?"

     "............"

     Dia mengeluarkan kipas ungu, membukanya, lalu menutupnya.

     Membuka dan menutup, menutup dan membuka.

     Berulang kali, dia terus melakukannya.

     Tidak ada kerjaan.

     Sangat terlihat bosan.

     Gerakannya itu seolah menggambarkan perasaannya.

     "Yah, begitulah."

     Memang benar.

     Lagipula, Makishima-kun pasti tidak terlalu peduli dengan aksesori buatan Yuu. Karena sejak dulu, hanya ada satu hal yang benar-benar penting baginya.

     "Sungguh sulit dimengerti. Kenapa dia begitu mati-matian demi kehormatan wanita yang telah merendahkan dirinya? Natsu ini terlalu baik hati."

     "Apa kamu benar-benar berpikir begitu?"

     "...Apa maksudmu?"

     Dia menyipitkan mata dengan ekspresi tidak senang.

     "Menurutku, Makishima-kun tidak mungkin tidak memahami perasaan itu?"

     "............"

     Hanya sesaat, alis Makishima-kun berkedut.

     Kemudian, dia tertawa mencemooh, kembali mengalihkan pandangannya dariku, dan membalas dengan suara yang sengaja dikeraskan.

     "Hah. Apa? Kamu pikir aku akan gelisah hanya karena kamu mengatakan hal-hal yang seolah-olah mengerti? Meskipun kamu adik dari si manusia super sempurna itu, pandanganmu sungguh kurang tajam, ya."

     "Begitukah. Padahal kurasa aku sudah mengatakan hal yang cukup tajam, lho."

     Aku teringat apa yang dikatakan Kakakku tempo hari.

     Saat Yuu datang ke rumah untuk belajar ujian.

     Setelah mendengar tentang pertarungan dengan Makishima-kun, Kakakku berkata padaku, "Kamu juga harus berusaha."

     Aku kira dia sedang berbicara tentang latihan modeling atau belajar untuk ujian... tapi sepertinya, dia merujuk pada hal ini.

     Yuu pasti akan kalah.

     Karena Makishima-kun tidak bisa mengakui Yuu.

     Jika dia mengakui Yuu, semua yang telah dia lakukan selama ini akan terbantah.

     "Karena, Makishima-kun dan aku itu sama saja."

     "............"

     Gerakan kipas Makishima-kun terhenti.

     Dia menatapku dengan pandangan penuh kemarahan dan keheningan, dan aku membalas tatapannya.

     "Kamu terus-menerus menghindari penyelesaian yang seharusnya kamu lakukan, dan terus mencari kepuasan dari sesuatu yang lain sebagai pengganti. Bahkan dukunganmu pada cinta Enocchi, pada akhirnya, itu juga demi dirimu sendiri, kan? Kamu ingin merasa bahwa kamu telah melakukan sesuatu yang berarti dengan membuat cinta Enocchi berhasil."

     Benar.

     Maka dari itu, jika cinta Enocchi berhasil, kamu hanya akan kembali ke hari-hari yang hampa seperti ini.

     Karena tidak memiliki hal yang ingin dilakukan, kamu justru memprovokasi Yuu dengan permainan yang tidak perlu ini demi melindungi harga dirimu.

     Sebenarnya, tidak ada alasan untuk membuat Yuu marah.

     Sebenarnya, kamu tahu kamu harus meminta maaf pada Mera-san.

     Tapi, kamu tidak bisa melakukannya.

     Sifat asli Makishima-kun yang beku itulah yang menghalanginya.

     Melihat Kakakku sebagai rival dalam belajar atau menekuni kegiatan klub, itu semua adalah hal yang sama.

     Jika kamu tidak berpura-pura asyik dengan hal-hal itu, kamu akan merasa hancur oleh rasa kasihan pada diri sendiri.

     "—Makishima-kun hanya ingin membenarkan dirinya yang menyedihkan, yang bahkan tidak punya keberanian untuk ditolak oleh Kureha-san."

     Kipas di tangan Makishima-kun patah berbunyi brak. Dengan wajah memerah karena jarang sekali menunjukkan emosi, dia mendekatiku.

     Dia meraih dasi di dadaku dan menariknya dengan kasar.

     "Apa yang kamu tahu tentangku!? Kamu yang baru saja mengenal cinta belakangan ini, mana mungkin bisa memahami perasaanku...!"

     "............"

     Aku menatap wajahnya tanpa berkata-kata.

     Kemudian, aku teringat saat aku berhadapan dengannya di tempat yang sama tahun lalu.

     Pasti saat itu, wajahku juga terlihat seperti ini.

     "Makishima-kun. Sakit."

     "...!"

     Makishima-kun tersentak, lalu buru-buru melepaskan tangannya dari dasiku. Dia refleks ingin meminta maaf... tetapi tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya menggigit bibirnya dengan ekspresi menyesal.

     Semua itu terasa tidak menyenangkan, seolah aku sedang diperlihatkan kembali masa laluku sendiri.

     "Tapi tidak bisa, kan. Pada akhirnya, barang pengganti hanya bisa mengisi hati sesaat. Setelah sesaat itu berlalu, akan terasa kurang lagi."

     "...Caramu bicara itu, seolah-olah kamu menyangkal dirimu yang selama ini?"

     Menyadari maksudku, Makishima-kun melanjutkan dengan nada jengkel.

     "Apa kamu mengatakan bahwa setahun kau mencintai Natsu itu hanyalah barang pengganti belaka bagimu?"

     "............"

     Mendengar kata-kata itu.

     Aku mengangguk dengan jelas.

     "Benar."

     Kipas yang patah di tangan Makishima-kun terjatuh.

     Tanpa memungutnya dari lantai, dia menatapku dengan pandangan kosong.

     Aku mengakui fakta itu, dan sepertinya itu sangat tak terduga baginya. ...Benar juga, aku sendiri tak pernah menyangka akan tiba hari di mana aku mengakui emosi sekotor ini.

     Namun, aku tidak akan lari lagi.

     Setelah melalui pertemuan baru di Tokyo, aku menemukan tujuan yang harus ku kejar.

     Karena aku tidak lagi membutuhkan pengganti.

     "Aku tidak ingin menjadi pacar Yuu. Apalagi menjadi sahabat Yuu, kok."

     "...Lalu, apa maksudmu?"

     Meskipun berkata demikian, emosi di matanya tidak goyah.

     Aku tahu saat dia membentakku tadi.

     Dia pasti menyadari maksudku yang sebenarnya. Karena dia sama sepertiku. Bahkan kesadaran akan kegagalannya sendiri, pasti juga sama.

     Meskipun tahu sudah lama gagal, dia masih berjuang di lumpur hisap yang tak bisa lagi dia tinggalkan.

     "Aku hanya ingin menjadi seseorang."

     Hari pertama aku bertemu Yuu, aku masih mengingatnya dengan jelas hingga kini.

     Saat SMP—

     Aku punya banyak teman dan selalu melakukan segalanya dengan mudah.

     Hampir semua yang kuinginkan bisa kudapatkan, dan hidupku cukup terpenuhi.

     Namun, di lubuk hatiku selalu ada lubang kosong yang menganga.

     Aku merasa sangat-sangat bosan, dan aku takut jangan-jangan aku ini hanyalah manusia tak berguna.

     Saat itulah, aku menemukan Yuu.

     Seorang anak laki-laki yang selalu merawat taman bunga sambil membuat aksesori sendiri.

     Yuu selalu terpisah dari lingkungannya, tidak punya teman, dan terus-menerus menatap bunga sendirian.

     Entah mengapa, aku tak bisa melepaskan pandanganku dari punggungnya yang selalu membuat aksesori di ruang kimia sepulang sekolah.

     Betapa murni dan sucinya seseorang yang memiliki sesuatu yang bisa dia banggakan dan cintai sepenuh hati.

     Saat itu, aku menyadarinya.

     —Maka dari itu, jika aku bisa menjadi 'seseorang yang istimewa' bagi orang itu, aku pasti juga bisa menjadi manusia yang suci.

     Dengan obsesi buruk seperti itulah, aku selama ini berada di samping Yuu.

     Dan ketika Enocchi muncul—aku mati-matian berusaha mengikat Yuu dengan cinta, karena jika Yuu direbut, aku akan menyadari betapa tak berharganya diriku.

     Persahabatan itu penuh perhitungan, dan cinta itu berlumuran nafsu.

     Sejak awal, aku memang tidak punya elemen untuk menang.

     "Aku ingin menjadi manusia yang berharga seperti Yuu. Tapi karena aku takut mencoba sesuatu dan gagal... maka dari itu, aku memanfaatkan Yuu untuk mengisi harga diriku dengan mudah."

     Itulah mengapa, aku selalu plin-plan.

     Karena emosiku tidak punya akar yang kokoh.

     Seperti dandelion yang terbawa angin, aku hanya bisa membiarkan diriku terbawa oleh perasaan sesaat itu.

     Namun, musim ketidakdewasaan itu kini telah berakhir.

     Aku telah memahami apa yang harus kulakukan.

     "Aku akan mengalahkan Yuu. Aku akan menggunakan seluruh hidupku untuk melangkah lebih maju darinya."

     Aku meletakkan tangan di dadaku dan menyatakan dengan tegas.

     "Dan kali ini, aku akan membuat Yuu mengakui bahwa aku adalah keberadaan yang berharga baginya."

     Mendengar kata-kata itu, Makishima-kun sedikit tertegun.

     Kemudian dia mendecakkan lidah lalu memungut kipasnya. Dia mencoba membukanya... tapi karena sudah patah, tidak berhasil, dan dia mendecakkan lidah lagi.

     "Sulit dimengerti."


     Dia mengatakannya dengan nada mencemooh.

     "Apa untungnya menunjukkan emosi seperti itu kepadaku? Perlu kuingatkan, bahkan kalau Natsu kalah dalam pertarungan kali ini, tidak ada ruginya sama sekali. Mengapa kamu begitu terobsesi dengan pertarungan tidak penting seperti ini, apa yang bisa membuatmu merasa puas?"

     "............"

     Aku teringat aksesori baru Yuu yang kulihat di ruang laboratorium sains tadi.

     Mengingatnya, aku tersenyum tipis.

     "Melihat aksesori Yuu kali ini, aku berpikir..."

     Sesuatu yang tidak akan bisa dia capai jika hanya bekerja denganku.

     Sebagai hasilnya, yang menyala di dadaku adalah—

     "Berkat orang-orang yang dia temui di Tokyo, Yuu sedang berusaha menciptakan sesuatu yang tidak bisa dia ciptakan sebelumnya. Aku tidak ingin hal itu dihancurkan oleh obsesi tidak penting Makishima-kun."

     "...!"

     Makishima-kun berteriak dengan marah.

     "Apa itu? Itu hanya kepuasan pribadi!"

     "Betul. Ini adalah kepuasan pribadiku. Aku ingin mencapai kepuasan pribadi ini, bahkan jika itu berarti mengungkap rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain, atau membeberkan hal-hal yang tidak ingin disentuh Makishima-kun, dan mendapatkan kebencian."

     Sekarang, untuk pertama kalinya, aku mengerti apa yang dikatakan Kakakku.

     Meninggalkan 99 hal lainnya dan memenangkan satu hal terakhir.

     Itulah caraku bertarung dalam hidupku selanjutnya.

     "Makishima-kun. Aku akan melangkah maju sekarang. ...Apakah kamu masih berada di dalam kotak pasir itu?"

     Angin hangat dari Laut Hyuga berembus di antara kami.

     Udara yang lengket itu tidak nyaman, dan sangat cocok untuk kami berdua saat ini.

     Menanggapi pertanyaanku, Makishima-kun—


♠♠♠

PoV

Makishima Shinji

     Setelah makan siang.

     Pada waktu yang ditentukan.

     Langkah kaki menuju ruang laboratorium sains terasa begitu berat.

     Setahun yang lalu, saat aku mengikuti Turnamen Nasional Musim Panas bersama klub tenis, aku merasakan sensasi serupa.

     Di tengah antusiasme tim peserta dan penonton—entah mengapa aku merasa tidak yakin mengapa aku berada di sana.

     Aku menyukai tenis.

     Namun, aku tidak memiliki gairah sebanyak pemain lain yang ada di sana.

     Aku kalah di babak pertama.

     Di babak pertama, seharusnya aku sudah unggul.

     Namun, di tengah pergantian sisi lapangan.

     Lawan bicaraku bertukar kata singkat dengan seorang wanita yang mendukungnya dari luar pagar.

     Secara aturan, hal itu mendapat teguran dari wasit utama—tapi entah mengapa, pemandangan itu terukir di benakku.

     Pria itu adalah murid kelas tiga.

     Itu adalah turnamen terakhirnya.

     Dengan wajah hampir menangis, dia mati-matian menyampaikan sesuatu kepada wanita itu.

     (Apa-apaan. Apa dia berjanji akan mempersembahkan kemenangan untuk wanita itu? Sungguh seperti karakter manga)

     Tepat saat aku memikirkan hal itu.

     Entah mengapa, kakiku terasa seperti terikat pemberat, tak bisa bergerak.

     Sejak saat itu, permainanku sangat kacau.

     Akurasi gerakanku merosot tajam, dan kesalahan-kesalahan kecil pun semakin banyak.

     Meskipun aku mencoba bangkit, entah mengapa tubuhku tidak bisa bergerak dengan baik.

     Aku sama sekali tidak berniat kalah.

     Aku bukan orang yang naif sampai bisa luluh hatinya hanya karena drama air mata seperti itu.

     Hanya saja, entah kenapa...

     Hanya sesaat, terlintas di benakku:

     "Orang yang ingin aku perlihatkan tidak ada di sini—"

     Aku pikir jika aku bisa mencapai apa yang tidak bisa dilakukan oleh manusia super sempurna itu, dia pasti akan memperhatikanku.

     Aku memilih tenis karena kudengar Kureha-san dulu adalah anggota klub tenis.

     ...Benar, aku akan mengakuinya.

     Gairah itu, sejak awal tidak pernah kumiliki.

     Obsesi kuat dan lengket yang tertanam sejak kecil, seharusnya itulah satu-satunya hal nyata di dalam diriku.

     Obsesi itulah yang seharusnya membawaku sejauh ini.

     Namun, di sudut hatiku, aku tahu.

     Melakukan semua ini tidak ada artinya.

     Meskipun aku mencapai puncak di tenis, Kureha-san tidak akan melihatku.

     Meskipun aku meraih peringkat satu di ujian nasional, Kureha-san bahkan tidak akan menyadarinya.

     Berapa pun banyak gadis yang kudekati, Kureha-san tidak akan pernah tahu.

     Orang yang dia lihat, sejak awal, hanya satu.

     Dan aku, bukanlah orang itu.

     Hanya itu.

     Aku tidak ingin mengakuinya—aku berjuang mati-matian tidak ingin mengakui ketidakadilan bahwa aku hanya terlahir terlambat.

     Aku terus-menerus terdiam dalam kegelapan.

     (…Sial. Beraninya aku diejek sedemikian rupa oleh Himari-chan)

     Aku tiba di ruang laboratorium sains.

     Aku mengetuk pintu dan menunggu jawaban.

     "Ya, ya~!"

     Kemudian, seorang gadis kelas satu muncul dari dalam.

     Dia mirip hewan kecil dengan rambut dikepang dua... kalau tidak salah namanya Shiroyama. Gadis aneh yang mengaku sebagai murid Natsu.

     Entah kenapa, gadis itu memegang kain yang dilipat memanjang di kedua tangannya.

     "Makishima-senpai, permisi sebentar!"

     "Ah, ya."

     Gadis itu bergerak ke belakangku dan menutupi pandanganku dengan kain tersebut.

     ...Apa-apaan ini. Ini bukan pameran aksesori, ya?

     Mengapa dia melakukan presentasi yang rumit seperti ini... Aku menerima penutup mata itu seperti yang diminta.

     Aku ditarik oleh gadis bernama Shiroyama itu, lalu melangkah masuk ke ruang laboratorium sains.

     (A-apa ini. Apa aku akan diserang dalam kegelapan...?)

     Ruang laboratorium sains ini... Aku memang pernah menggunakannya dalam pelajaran, tapi aku tidak ingat tata letaknya. Jika diserang, aku tidak akan bisa kabur.

     Dengan sedikit kecemasan, aku melangkah maju perlahan.

     Akhirnya, aku berada di tengah-tengah ruang laboratorium sains... mungkin. Pokoknya, aku diminta berhenti dan berdiri di tempat itu.

     Kemudian, penutup mata itu perlahan dilepas.

     Aku membuka mata—dan terkesiap.

     —Itu seperti lukisan yang menggambarkan seorang santa.

     Sebuah selubung hijau yang terbuat dari jalinan sulur-sulur tipis menutupi kepala Mera.

     Kerudung itu berbentuk bulat sempurna seperti telur, dihiasi dengan banyak bunga-bunga putih kecil, jelas terlihat sebagai satu kesatuan karya raksasa.

     Wajah Mera tidak terlihat jelas, terhalang oleh selubung sulur itu.

     Namun, motif ini... Aku segera mengatakan apa yang terlintas di benakku.

     "...Apakah itu melambangkan anak burung?"

     Natsu, yang berada di sampingnya, mengangguk kecil.

     "Ini adalah selubung yang menggunakan bunga labu suzumeuri."

     "Suzumeuri?"

     "Itu adalah tanaman merambat setahun sekali. Seperti yang kamu lihat, dia menjulurkan sulur-sulur tipisnya ke segala arah, melilit bunga atau pohon lain untuk tumbuh. Dia menghasilkan buah kecil seperti permen dan mekar dengan bunga putih yang cantik. Ada tanaman serupa seperti karasuuri atau okinawa suzumeuri, tapi secara tepat itu berbeda... Ah, sudahlah itu tidak penting. Musim bunganya sedikit lebih lambat, dan aku meminta bantuan Araki-sensei untuk mendapatkan yang mekar dengan baik."

     Pria ini menjadi sangat cerewet jika sudah berbicara tentang bunga.

     Kemudian Natsu mengucapkan satu hal penting di akhir.

     "Arti bunganya adalah—'Kelahiran Kembali'."

     Mendengar kata-kata itu, aku memahami segalanya.

     (...Begitu, ya)

     Aku menyentuh ujung selubung, lalu membukanya perlahan.

     Wajah Mera terlihat, dan tatapan kuatnya menangkapku.

     "............"

     "............"

     Tidak ada kata yang terucap.

     Namun, niat itu tersampaikan sepenuhnya.

     Sesaat, sampai-sampai membuatku bergidik.

     —Sebuah selubung pembebasan untuk terlahir kembali dari masa lalu yang bodoh, di mana aku mencintai diriku sendiri.

     Definisi aksesori adalah "barang perhiasan yang melengkapi pakaian".

     Ini bukan lagi sekadar aksesori.

     Jika harus dikategorikan, ini adalah karya seni.

     Namun, ini memang—sebuah karya yang tidak pernah ada dari Natsu sebelumnya.

     Tidak bisa hanya dengan aksesori saja.

     Dengan menyatu bersama klien, maknanya terbentuk, menjadi aksesori original yang benar-benar satu-satunya di dunia.

     Skala gagasannya satu tingkat lebih besar dari sebelumnya.

     Inikah pengetahuan yang dia dapat dari pertemuannya di Tokyo?

     Yang Himari-chan bilang, sesuatu yang tidak ingin dihancurkan oleh obsesi tidak pentingku...

     "Natsu."

     Mendengar panggilanku, Natsu sedikit tegang.

     "Apa nama benda ini?"

     "............"

     Natsu berdeham, lalu menyatakannya dengan jelas.

     "Aku berencana menamainya... Memories Flower Accessory."

     ...Begitu, ya.

     Sebuah karya yang mengunci memori klien, digambarkan layaknya sebuah album.

     Sejatinya, tidak terlalu berbeda dengan karya-karya Natsu sebelumnya.

     Namun, dengan nama itu, karya-karya tersebut terangkat menjadi seni.

     Ini adalah hasil dari apa yang telah dia bangun dari masa lalu, yang akhirnya mulai bersemi.

     ...Akan tetapi.

     "Bukankah tema pertarungannya adalah diriku?"

     Namun, Natsu mengangguk dengan tenang.

     "Benar. Karya ini adalah Mera-san—dan juga dirimu."

     Mendengar kata-kata itu, aku terdiam.

     (Sepertinya, bahkan perdebatan terakhir pun tidak diperbolehkan, ya)

     Aku menghela napas, dan tanpa sadar bibirku melengkung membentuk senyum tipis.

     "Baiklah. Ini bagus. ...Ini yang terbaik."

     Benar.

     Ini adalah aksesori untuk Mera—tapi tak diragukan lagi, ini adalah ekspresi dari apa yang kubutuhkan saat ini.

     Sejak awal, kualitas aksesori Natsu tak pernah bisa dicela.

     Meskipun dia mengeluarkan produk apa pun, aku berencana mencari-cari kesalahan dan tidak akan mengakui kekalahan, tapi...

     (Sial. Gara-gara Himari-chan, aku jadi terpaksa mengakuinya, kan)

     Aku mendecakkan lidah pelan, lalu menoleh ke arah Mera.

     "Mera."

     "A-ada apa...?"

     Mera sedikit tersendat, seolah ketakutan, tapi perasaan itu segera menghilang.

     Dia kembali menatapku dengan tekad kuat yang tersembunyi.

     ...Begitu, ya. Gadis ini memang bajingan, tapi dia bukan hanya itu.

     Aku tidak berusaha memahami hal itu, sedangkan Natsu berusaha.

     Itulah hasil pertarungan kali ini.

     "Bagimu, mungkin itu adalah hal yang sudah tidak ingin kamu ingat lagi... tapi, maukah kamu mendengarkan permintaan maafku?"

     Ada sedikit keraguan.

     Namun, Mera mengangguk mantap.

     Rupanya, aku akan diberi kesempatan untuk bertobat.

     Merasakan itu, tubuhku terasa sedikit lebih ringan.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close