Penerjemah: Nobu
Proffreader: Nobu
Chapter 3
Turning Point. “Kesendirian”
♣♣♣
Minggu.
Di ruang tamu rumah Himari, aku menggeram di hadapan buku-buku referensi.
Itu adalah persiapan ujian masuk universitas seperti yang diinstruksikan oleh Kureha-san. Aku menargetkan universitas yang sama dengan tempat Tenma-kun melanjutkan studinya. Secara nilai rata-rata, aku harus berusaha keras... tidak, Sasaki-sensei bahkan menekankan bahwa aku harus bekerja sangat keras, tapi karena ini kesempatan, aku ingin bisa kuliah di sana bersamanya.
...Ngomong-ngomong, orang tuaku justru sangat setuju dengan rencanaku melanjutkan studi ke Tokyo.
Selain karena Saku-neesan membelaku, orang tuaku memang sangat mengagumi pendidikan tinggi. Rasanya tidak mungkin mereka menentang.
Setelah semua jalan keluar terputus, aku pun memutuskan untuk pergi ke Bimbingan Belajar Hibari. Setiap bulan, kapan pun Hibari-san punya waktu, aku akan diajari pelajaran seperti ini.
Kali ini, metodenya adalah membangun dari dasar dengan kokoh, alih-alih hanya berfokus pada efisiensi seperti sebelumnya. Meskipun begitu, ada banyak hal yang harus dihafalkan... aku tidak akan bisa mengingat hafalan murni sampai ujian tahun depan.
Sejak pagi, aku mengulang pelajaran dari tahun pertama dengan cermat. Setelah melewati sakit kepala yang timbul dari belajar yang tidak biasa, hingga aku tidak merasakan apa-apa lagi... tidak, ini aneh. Kenapa aku tidak merasakan apa-apa lagi? Jangan-jangan teh jelai yang disajikan di tengah jalan ada sesuatu di dalamnya...?
Ketika tiba waktu makan siang, Himari muncul.
"Yuu, Onii-chan. Mau makan siang apa~?"
Hibari-san, yang bertransformasi menjadi pria tampan nan intelek dengan kacamata tanpa lensa, menutup buku referensinya sambil menjawab,
"Hari ini ada apa?"
"Tanmen dingin dengan sayuran melimpah buatan rumah kami. Dan juga pangsit goreng buatan Ibu."
"Sempurna. Agar buku referensinya tidak kotor, bagaimana kalau kita menyantapnya di dapur saja?"
Ketika kami pindah ke dapur, Ikuyo-san, ibu Himari, sudah menyiapkan makan siang.
Tanmen dingin dengan tumisan sayuran berwarna-warni yang menggunung adalah hidangan terbaik untuk hari seperti ini, yang sedikit berkeringat.
Ikuyo-san, dengan penampilan anggun dan kerennya yang biasa, melepaskan celemeknya.
"Yuu-kun. Hari ini, Rion-chan tidak ikut?"
"Enomoto-san ada kegiatan klub, jadi katanya tidak tahu kapan bisa datang."
"Oh, sayang sekali. Padahal aku sudah menyiapkan banyak mi, kupikir dia juga akan datang."
"Ahahaha. Akan saya sampaikan begitu."
Eh?
Ikuyo-san mengembalikan mi mentah yang tidak jadi direbus ke kulkas. Mi sebanyak itu, yang tadi terlihat seperti Pegunungan Himalaya, jangan-jangan memang disiapkan untuk Enomoto-san?
"...Uhm, mi itu?"
"Eh? Itu bagiannya Rion-chan."
"Begitu, ya..."
Jangan-jangan Enomoto-san, saat di depanku, dia menahan porsi makannya? Dengan porsi sebanyak itu? T-tidak mungkin, kan? Ahahaha....
Saat aku gemetar karena ketakutan yang tidak jelas, Hibari-san menangkupkan kedua tangannya.
"Kalau begitu, mari kita segera makan."
"Baik."
Kami semua duduk di tempat masing-masing... Eh?
Aku, Himari, Hibari-san. Dan Ikuyo-san juga sepertinya ikut makan siang bersama. Itu sendiri tidak masalah. Aku sudah sering mengalami situasi yang sama.
Masalahnya adalah urutan tempat duduknya.
Entah mengapa, Hibari-san dan Ikuyo-san duduk berjejer mengapitku. Aneh sekali. Padahal meja ini cukup besar untuk diduduki enam orang. Dan kami hanya berempat... maksudku, sepertinya akan benar jika kami duduk 2x2. Namun, di sisi tempat dudukku saja, tiga orang memenuhi dengan rapat.
Himari, yang dengan santai menggunakan seluruh barisan di seberangnya sendirian, juga tampak curiga dengan urutan tempat duduk yang aneh itu.
"Eh? Onii-chan, Ibu. Ada apa?"
Namun, Hibari-san dan yang lain tidak menjawab, melainkan menoleh ke arahku.
Lalu, Hibari-san pertama-tama mengambil sendok sayur. Dia menyendokkan sayuran yang menggunung di dalam mangkuk dan mendekatkannya ke mulutku.
...Eh?
Apa ini? Ada apa ini?
Ketika aku bingung dengan tingkah aneh yang tiba-tiba ini, yang mirip dengan "a~n?", Hibari-san tersenyum seolah meleleh.
"Yuu-kun. Mendadak sekali, tapi.. apa kamu suka dengan kakak laki-laki yang tampan?"
"Apa yang kamu katakan tiba-tiba begini? Apa maksud dari pertanyaan yang membuatku sangat bingung harus bereaksi bagaimana itu?"
"Berarti suka, ya?"
"Apakah ini pertanyaan jebakan yang akan menjadi 'ya' tidak peduli bagaimana aku menjawabnya?"
Lagipula, sendok sayur itu semakin dekat!
Ada apa ini? Aku merasakan tekanan seolah-olah aku tidak boleh memakannya. Siapa tadi yang bilang mari segera makan!?
"Fufufu. Tidak bagus. Kalau begitu, kamu tidak akan bisa lulus ujian masuk universitas di Tokyo, lho?"
"Apakah ini akan keluar di ujian masuk universitas? Jangan bohong!"
Sebaliknya, apa sebenarnya jawaban yang benar? Beri tahu aku, wahai buku-buku kunci jawaban universitas terkenal!
...Saat aku memikirkan itu, kali ini dari sisi berlawanan, pangsit goreng yang harum disodorkan kepadaku. Tentu saja, sumpit itu dipegang oleh Ikuyo-san.
Benar-benar penyihir cantik yang memikat. Dengan senyum mempesona yang mampu menawan siapa pun yang melihatnya, dia berkata,
"Yuu-kun. Apa kamu suka wanita dewasa yang cantik?"
"Berbahaya. Ini benar-benar berbahaya. Saya tidak bisa mengabaikannya lagi, jadi tolong jangan katakan apa-apa."
"Meskipun aku belum pernah mengatakannya... aku punya suami, lho?"
"Saya tahu, kok!? Bahkan saya tahu putrinya dan putranya juga!?"
Suasana jadi lebih kacau dari biasanya, hei!
Tadi aku mencium bau harum seperti bunga, ternyata di sudut dapur mereka membakar dupa mahal! Sumpah, ini benar-benar mulai kacau, jadi aku ingin minta dihentikan sejenak!
"Uhm... jangan-jangan, karena aku dan Himari putus, kalian berpikir untuk mengadopsiku?"
Mendengar itu, Hibari-san tertawa riang.
"Mana mungkin aku memikirkan hal seperti itu. Yuu-kun ini bodoh sekali."
"B-begitu, ya! Kalau begitu, sebenarnya...?"
Kelegaan itu hanya sesaat.
Hibari-san berkata dengan tegas,
"Pesona gadis kecil seperti Himari tidak cukup untuk menahan Yuu-kun. Mengingat hasil itu—kami hanya berniat menjatuhkanmu dengan pria tampan dan wanita paruh baya cantik!"
"Apa perlu tadi aku dibilang 'bodoh sekali'!?"
Ternyata pemikiran para genius memang terlalu sulit dimengerti.
Tidak ada hari yang kusesali seperti hari ini karena tidak membawa Enomoto-san. Satu-satunya yang bisa menolongku di sini adalah... benar. Gorouzaemon-san, kepala keluarga... ah, tidak mungkin. Itu hanya akan menambah romansa pervert berambut abu-abu di sini.
Sementara itu, "a~n?" dari tanmen buatan sendiri dan pangsit goreng mendekat dari kiri dan kanan. Di balik itu, ada pria dan wanita cantik tak tertandingi yang selalu memikat seluruh pegawai kantor kota dan anggota perkumpulan warga. Ada apa dengan adegan ini? Ini benar-benar pemandangan terkuat dari semua yang pernah ada, kan?
Aku hanya datang untuk belajar dengan serius untuk ujian masuk... sungguh!
Di tengah situasi putus asa itu.
Himari yang berada di seberang, berkata dengan lesu,
"Onii-chan, Ibu. Yuu lagi kesulitan, kan..."
Oh...!
Entah kenapa, setelah berputar-putar, Himari akhirnya mengatakan sesuatu yang normal. Biasanya, dia pasti akan ikut-ikutan bercanda seperti, "Aku juga ikut!" Tapi memangnya, Himari kini sudah selangkah lebih dewasa berkat Kureha-san. Bukankah terlalu menyedihkan jika aku menyadari pertumbuhannya karena hal seperti ini...?
Lalu Hibari-san mendengus.
"Kamu sudah tersingkir. Mereka yang telah dicap tidak menarik, diamlah dan saksikan saja."
"Apa!? Justru kamu pasti terpikat dengan pertumbuhanku!"
Pertumbuhan, ya...
Aku menyadari bahwa tidak ada sekutu di sisi ini, di jurang keputusasaan.
Himari melihat sekeliling, lalu mengeluarkan sesuatu dari lemari es. Itu adalah––
"Tadaaa~! Muskmelon yang dikirim Kakek tempo hari!"
"Setidaknya, aku mengerti bahwa kamu tidak akan bertarung dengan pesonamu sendiri...."
Ini benar-benar cara memancing dengan barang mewah.
Namun, sebagai pihak yang terpancing, ini tidak buruk. Pilihan itu tidak buruk sama sekali. Nilainya tinggi karena dia sudah memotong dan menyiapkannya, mungkin berniat memakannya nanti.
Saat aku bersemangat di hadapan buah musiman ini, Himari tertawa "pupupu" dengan makna tersembunyi.
"Oh, ohh? Yuu, barusan dalam hatimu nyeletuk, 'Aku begitu tergila-gila, karena melon, ya!?'"
"Serius, aku sama sekali tidak memikirkannya. Lelucon seperti itu cuma pantas untuk anak SD, tahu!???"
Daripada itu, cepat berikan melonnya!
Himari berputar mengelilingi meja, lalu menyodorkan melon yang tertusuk garpu dari belakangku. Kemudian, dengan sengaja dan manja, dia berbisik di telingaku,
"Ayo, Yuu. Makan melonku, yuk?"
"Kenapa jadi sedikit erotis, ya..."
Tubuhku merinding, jadi tolong hentikan sungguhan....
Tidak, mungkin lebih baik pasrah saja. Melawan godaan manis (melon mewah) itu mustahil.
Namun, yang menghentikannya adalah Hibari-san yang tampan.
"Yuu-kun, kamu tega sekali. Kamu belum memakan tanmen-ku, kan?"
"Wajahmu lebih dekat daripada tanmen-nya...!"
Tapi memang benar, kami masih makan.
Segala sesuatu ada urutannya yang tepat. Karena melon adalah hidangan penutup, bukankah seharusnya kita mulai dengan tanmen sebagai hidangan utama? Namun, masih ada ruang untuk mempertimbangkan apakah ini tentang tangmen atau tentang pria tampan.
Kemudian dari sisi berlawanan, kali ini Ikuyo-san mengangkat daguku.
"Yuu-kun. Bawang putih di pangsit ini, aku sendiri yang menanamnya, lho? Beri aku kesanmu?"
Dari seorang nyonya yang cantik, daguku dipegang dan pangsit disodorkan.
Betapa godaan yang manis. Rasanya mirip dengan daya magis bawang putih yang tak bisa dihindari, meskipun akal sehatku tahu itu. Lagipula, Ikuyo-san benar-benar cantik. Pantas saja dia ibu dari Himari dan Hibari-san. Aku bahkan akan percaya jika dibilang dia melakukan sihir hitam di balik layar.
Dari belakang, calon model populer.
Dari kedua sisi, aku terkepung oleh pria tampan tak tertandingi dan wanita paruh baya cantik.
Ini adalah sambutan hangat yang bahkan akan mengejutkan istana Ryugu. Inilah yang dimaksud dengan 'ITARERI-TSUKUSERI' (pelayanan sempurna). Tidak, bukan begitu. Aku sadar IQ-ku sedang menurun drastis.
Dalam ruang yang tertata apik ini, aku tidak bisa melarikan diri bagai serangga.
(K-kalau begini terus, aku akan rusak oleh keluarga pria dan wanita cantik ini~!)
Himari mendekat dengan senyum menantang.
"Nyopupupu. Nah, Yuu. Jujur saja, coba deh... O-oh?"
Tiba-tiba kata-kata Himari terhenti.
Melon yang disodorkan ke mulutku perlahan ditarik mundur.
Penasaran ada apa, aku menoleh ke belakang──dan di sana berdiri Enomoto-san dengan sudut bibir berkedut-kedut.
"Hii-chan. Apa yang sedang kamu lakukan?"
"............"
Himari buru-buru melihat sekeliling.
Namun, Hibari-san dan Ikuyo-san yang seharusnya ada di sana sebelumnya, telah menghilang begitu saja seolah diculik oleh roh. Yang tersisa hanyalah tanmen dan pangsit goreng yang disiapkan dengan menggiurkan di atas meja. ...Eh. Serius, mereka ke mana? Jangan-jangan, yang aku lihat tadi hanya ilusi?
Dan situasi saat ini... Neraka di mana hanya Himari yang terlihat sedang mengusili diriku.
"Apa yang kamu lakukan pada Yuu-kun saat aku lengahhhhhh!"
"Mogyaaaaahhh! Enocchi, hentikan! Akan kuberi melon, jadi hentikaaaan!"
Setelah menyaksikan kedua gadis cantik itu menghilang bergegas ke ujung koridor──aku kembali menangkupkan tangan di hadapan tanmen dan pangsit goreng.
♣♣♣
Setelah menyelesaikan makan siang, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar sebelum sesi belajar sore.
Di beranda rumah keluarga Inuzuka, aku memandangi taman Jepang yang indah.
Musim semi.
Di salah satu sudut taman, bunga-bunga bakung yang indah bermekaran.
Himari dan Enomoto-san, yang mendengar insiden dengan Makishima tempo hari, masing-masing terkejut dan jijik.
"Wah. Dia benar-benar sampah..."
"Teman masa kecilku ini, sungguh memalukan..."
Yah, ya. Sejujurnya, aku juga punya kesan yang sama...
Himari menghela napas dengan kesal.
"Aku sudah lama memikirkannya. Kalau dia bisa melakukan hal seperti itu dengan sengaja, kenapa dia tidak menggunakan otaknya untuk hal yang lebih berguna?"
"Shii-kun itu dari dulu anak yang hanya bisa bersungguh-sungguh dalam urusan iseng..."
"Sebelumnya, waktu Yuu ketahuan membuat aksesori juga, sepertinya itu ulah Makishima-kun. Waktu itu dia bilang begitu."
"Eh... Jangan-jangan, kedatangan Oneechan saat liburan musim panas juga...?"
"Tidak, kalau itu sih tidak mungkin, kan?"
Kami saling berpandangan.
Tidak, tidak mungkin, kan?
Aku rasa Kureha-san tidak mungkin dikendalikan oleh Makishima. Lagipula, tingkat kejahatan mereka berbeda.
"Pokoknya aku akan membuat Makishima minta maaf. Aku akan fokus membuat aksesori yang bisa meyakinkannya."
"Naaah, itu juga mencurigakan, ya. Bukankah dia yang menantang duluan? Lagipula, isinya bau-bau homage ke Kureha-san di liburan musim panas."
"Itu sih, yah, aku juga sempat berpikir begitu..."
"Daripada menuruti hal seperti itu, lebih baik Enocchi menghajarnya sekali saja, kan?"
Dia meminta persetujuan Enomoto-san.
Enomoto-san dengan mata berbinar, menggerakkan tangan kanannya dengan gelisah.
"Kapan saja bilang. Kali ini aku akan sungguh-sungguh."
"Maksudmu 'kali ini'? Aku tidak bisa setuju kalau sampai ada korban jiwa, lho!?"
Lagipula, selama ini kamu tidak sungguh-sungguh!?
Mendengar pengakuan yang tenang itu, aku gemetar ketakutan merasakan nyawaku terancam. Aku harus benar-benar berhenti membuat Enomoto-san marah mulai sekarang.
(Uhm, untuk saat ini...)
Aku berdeham, lalu menatap lurus.
"Tidak, ini adalah sesuatu yang ingin kuselesaikan sendiri. Rion, aku ingin kamu menyaksikan hasilnya."
"............"
Mendengar itu, pipi Enomoto-san merona.
"Yuu-kun. Aku suka juga bagian itu darimu... ♡"
"Ah, iya. Makasih..."
Sulit sekali bereaksi~.
Aku tidak bisa bilang. Bahwa ini hanyalah dalih untuk menjauhkan Enomoto-san demi menyelamatkan Makishima. Aku tahu bahwa ketika nyawa orang lain ada di tanganku, aku mencari kedamaian dan tidak bisa menjadi pahlawan.
Kemudian bahuku disentuh-sentuh.
Saat aku menoleh, Himari menangkupkan kedua tangannya di pipi dan sengaja memerahkannya.
"Yuuu~. Aku suka juga bagian itu darimu... ♡"
"Serius, hentikan. Kalau kamu yang melakukan itu, jadi tidak lucu..."
Apakah dia tidak ingat bahwa setengah tahun yang lalu dia melakukan hal itu secara alami?
Memang benar-benar orang yang serius ingin jadi model populer. Walaupun cuma bercanda, kekuatan jantungnya bagaimana, sih? Apa dia tidak kenal takut?
"Ya, yah, intinya aku akan mulai membuat aksesori untuk pertarungan dengan Makishima."
"Begitu, ya. Aku juga ingin membantu, tapi..."
"Aku tahu. Himari juga ada latihan model dan belajar untuk ujian masuk, jadi fokus saja pada urusanmu sendiri."
Kali ini adalah pertarungan sendirian bagiku.
Aku tidak memikirkan hal besar seperti ingin membalaskan dendam Mera-san. Tapi, apa yang dilakukan Makishima benar-benar tidak bisa kumaafkan.
(Aku tahu. Melakukan ini, sejujurnya, tidak ada artinya)
Juni.
Aku teringat aksesori crocus yang dihancurkan oleh Mera-san. Sesuatu yang sudah hancur, bagaimanapun caranya, tidak akan bisa dikembalikan.
Itu sama halnya dengan perasaan manusia. Tidak peduli seberapa keras aku membuat Makishima meminta maaf, perasaan Mera-san tidak akan benar-benar terobati.
Kalau begitu, untuk apa aku membuat aksesori ini?
Hanya kepuasan diri belaka.
Mampukah aku menemukan nilai yang lebih dari itu dalam pertarungan ini...?
"Yuu-kun, wajahmu terlihat serius sekali. Bicara tentang apa?"
Hibari-san, yang tadinya menghilang entah ke mana, kembali dengan sikap yang sangat normal.
Di tangannya ada nampan berisi mizuyokan (jeli kacang merah) yang tampak mahal dan indah. Mungkin itu untuk membujuk Enomoto-san.
"Hibari-san. Tadi ke mana...?"
"Sedikit bicara soal pekerjaan dengan Kakek."
Himari menatapnya dengan pandangan curiga.
"Onii-chan pengkhianat~..."
"Fufufu. Jangan bicara yang buruk begitu. Karena terlahir di keluarga Inuzuka, buanglah hati yang percaya pada orang lain. Tidak ada sekutu sejati di dunia ini."
Gaya pendidikan di rumah sahabatku ini benar-benar ekstrem, ya...
Saat aku menikmati mizuyokan dengan lesu, Himari tersentak.
"Oh iya. Onii-chan, Makishima-kun mulai mengatakan hal-hal yang merepotkan, deh—"
"Shinji-kun?"
Aku mengulangi cerita tempo hari kepada Hibari-san.
Bahkan Hibari-san pun hanya bisa tersenyum masam, seolah menyerah.
"Shinji-kun ini memang merepotkan, ya."
"Benar juga, ya..."
"Selama masih melukai orang, belum bisa disebut sebagai dalang yang hebat."
"Dalang itu apa? Profesi?"
Meskipun jadi dalang, pekerjaan mengacaukan urusan asmara teman sekelas itu sungguh tidak menyenangkan...
"Jadi kamu ingin membuat aksesori yang bisa meyakinkan Shinji-kun?"
"Ya. Tapi sejujurnya, aku tidak yakin apa pun yang kubuat bisa membuatnya yakin..."
Isi tantangan yang diajukan Makishima kali ini mirip dengan insiden bersama Kureha-san saat liburan musim panas.
Namun, berbeda dengan Kureha-san, aku tidak yakin pria seperti Makishima akan mengakui kekalahan begitu saja. Mengingat pemicu masalah ini adalah emosi, tidak ada cara objektif untuk mengukur kemenangan atau kekalahan.
"Begitu. Memang tidak menguntungkan, tapi mau bagaimana lagi, anggap saja ini latihan. Yuu-kun juga, di masa depan, tidak hanya akan berhadapan dengan klien yang bersikap baik padamu, kan?"
"...Itu benar juga."
Memang benar.
Dan itu mungkin juga berkaitan dengan ujian masuk yang diberikan Kureha-san. Pertarungan kali ini mungkin punya makna untuk menentukan warna diriku sebagai kreator.
Hibari-san berdiri.
Lalu berbalik menghadap Himari...
"Himari."
"Eh? Ada apa, Onii-chan?"
Dan dengan senyum tenang, dia berkata,
"Kamu juga, berusahalah keras."
"...? Ya. Aku tahu, tapi..."
Himari memiringkan kepalanya.
Dia tidak mengerti makna kata-kata itu. Mungkin dia mengira maksudnya adalah karena aku akan berjuang dalam tantangan ini, Himari juga harus berusaha keras agar tidak kalah.
Saat itu, pandanganku tanpa sengaja tertuju pada Enomoto-san.
"Rion?"
"............"
Dia menatap taman keluarga Inuzuka dengan ekspresi entah mengapa serius.
Aku merasa, di matanya... terpantul sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh Enomoto-san, yang mengenal Makishima lebih baik dariku.
Post a Comment