Penerjemah: Nobu
Proffreader: Nobu
Chapter 3
“Kebahagiaan Kecil”
♣♣♣
Musim berburu daun musim gugur telah usai, dan kini tiba awal pekan.
Aku merasa sangat gelisah untuk pergi ke sekolah.
Sumber kegelisahanku adalah reaksi Himari.
Ketika kami baru saja menjadi sepasang kekasih, dia sudah begitu manja dan lengket.
Kini setelah hubungan kami semakin dalam, hukuman publik macam apa yang akan menantiku? Memikirkannya saja sudah membuatku depresi. Ini adalah kali pertama dalam hidupku aku ingin bolos sekolah.
Tidak, ini juga merupakan bukti kemajuan hubunganku dengan Himari. Bukankah ini hal yang membahagiakan?
Aku akan menerimanya.
Tidak peduli seberapa banyak rumor yang beredar, aku akan bertahan. Dipanggil ke ruang bimbingan oleh Sasaki-sensei pun tidak masalah!
...Begitulah semangat yang kukobarkan.
"............ (Menatap tajam~)"
"............"
"............ (Menatap taham~)"
"............"
Hei, ada apa ini?
Sejak pagi ini, Himari terus-menerus menatapku. Dia tidak meminta ciuman selamat pagi, sehingga suasana cenderung damai, namun gantinya dia terus menatapku dalam diam. Tekanannya luar biasa. Aku sama sekali tidak bisa konsentrasi pada pelajaran matematika.
Tatapannya seolah mengharapkan sesuatu... Eh, serius, ada apa ini? Dia terlihat seperti menginginkan aku melakukan sesuatu, tetapi aku benar-benar tidak bisa menebak apa yang ada di pikirannya.
...Ada apa ya? Ulang tahun Himari... masih jauh, kan? Jika di waktu seperti ini... Ah, ulang tahun Hibari-san... juga sudah lewat belum lama ini. Tidak, kenapa aku langsung teringat ulang tahun kakak iparku?
Ah sudahlah, dalam situasi seperti ini, yang terbaik adalah bertanya langsung.
Aku bertanya pada Himari yang duduk di sebelahku dengan suara berbisik.
"Hei, Himari..."
"!?"
Oh, oh?
Entah mengapa, Himari terkejut, lalu dengan gembira mulai merapikan poninya. Kemudian, dengan pura-pura mengalihkan pandangan, dia sesekali melirikku.
Jika harus diungkapkan dengan kata-kata, perasaannya mungkin seperti ini: "Aduh, Yuu, kamu ini! Kalau kamu sampai berkata begitu, bukan berarti aku tidak bisa mendengarkanmu!" Tidak, jadi ada apa sebenarnya? Aku bilang aku tidak mengerti bagian penting itu!
"Uhm, Himari, ada sesuatu yang kamu ingin aku lakukan?"
"............"
Entah mengapa, dia menghela napas dengan wajah yang sangat kecewa.
Eh, ini salahku? Atau aku memang benar-benar melupakan sesuatu? Tapi aku sudah menepati janji untuk pergi jalan-jalan jauh, apakah ada janji lain yang kubuat...?
(Tidak, atau mungkin dia hanya ingin dipuji...?)
Himari memang selalu suka dipuji, dan mungkin dia ingin aku mengambil inisiatif sesekali. Dugaan ini mungkin tepat.
Maka, aku mencoba memuji Himari.
"H-Himari, kamu cantik hari ini."
"............"
Tolong hentikan desahan dengan ekspresi kecewa itu!?
Serius, ada apa ini? Pola ini pasti ada sesuatu. Tapi aku benar-benar tidak bisa menebak apa pun.
Teman-teman sekelasku yang laki-laki berbisik-bisik, "Oh, ada yang aneh, ya?", "Akhirnya putus?", "Kalau begitu putus saja. Gabunglah dengan Aliansi Jomblo Natal!", "Natal adalah ajang karaoke khusus laki-laki.", "Ada hadiah voucher buku di hari ulang tahun,"... Tunggu, Aliansi Jomblo Natal, tunjangan kesejahteraannya terlalu mewah, bukan?!
Dan seperti yang kubilang, sekarang sedang pelajaran matematika.
Artinya, yang berdiri di depan kelas adalah Sasaki-sensei.
"Baiklah. Soal ini... Natsume, coba jawab."
Gawat.
Tidak kusangka aku akan ditunjuk di saat seperti ini. Eh, aku sama sekali tidak mendengarkan. Kita sedang membahas bagian mana, ya...?
"H-Himari..."
"............"
Makanya, ini bukan saatnya menatapku dengan mata berbinar seolah berkata "Kali ini pasti!"
Saat kami berdua kebingungan, tanpa sadar Sasaki-sensei sudah berada di belakang kami. Gawat, aku sama sekali tidak merasakan kehadirannya. Tangannya mencengkeram bahuku begitu erat hingga—Ahhhhhh!
Sasaki-sensei tersenyum ramah.
"Nyantaro. Nanti ke ruang bimbingan, ya?"
"...Baik."
Ya, aku memang bilang "tidak peduli jika dipanggil", sih.
Ini semua demi hubungan kekasih yang sehat dengan Himari....
♣♣♣
Sepulang sekolah.
Aku dan Enomoto-san sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja paruh waktu di toko kue.
"Yuu-kun, kamu yakin boleh mulai hari ini?"
"Ya. Himari sudah mengizinkan, dan tidak banyak waktu sampai Natal. Persiapan di taman bunga juga sudah selesai, tinggal mengambil bibit ke tempat Araki-sensei akhir pekan nanti."
"Ngomong-ngomong, kamu yakin tidak apa-apa meninggalkan Hii-chan? Dia terlihat aneh hari ini..."
"Untuk saat ini, aku sudah mengantarnya pulang. Lagipula..."
Aku tiba-tiba menunjukkan ekspresi murung.
"Kalau tidak beralih fokus untuk melatih aksesori atau menjadi kreator sepulang sekolah, rasanya aku akan terus bermalas-malasan dan merosot..."
"Oh, begitu. Aku sudah kenyang."
Akhirnya, kami tiba di toko kue "Cat Sith."
Pintu belakang tempat staf keluar masuk tampak seperti pintu masuk keluarga di rumah Enomoto-san. Di pintu yang terlihat sangat seperti rumah biasa itu, berjejer banyak sandal.
Dari pintu masuk, ada dua jalan bercabang, dan Enomoto-san menunjuk ke koridor yang terhubung ke toko.
"Kurasa ibuku ada di kantor sana, jadi tolong temui dan bicara dengannya. Aku mau meletakkan tas di kamarku."
"Ah, ya. Terima kasih."
"............"
"Eh? Ada apa?"
Tiba-tiba, Enomoto-san membusungkan dadanya.
"Di dalam toko ini, aku adalah senpai-mu."
"Ah, begitu."
Menyadari maksudnya, aku pun membungkuk dengan sungguh-sungguh.
"Terima kasih."
"Bagus."
Enomoto-san, dengan ekspresi dinginnya yang biasa, berjalan pergi dengan bahu bergoyang-goyang seolah sedang dalam suasana hati yang baik. Enomoto-san yang bertingkah layaknya seorang senior juga terlihat manis.
Baiklah, kantornya... Lampunya menyala, jadi mungkin ruangan ini.
Aku mengetuk pintu itu, dan segera ada jawaban. Sepertinya dugaanku benar.
"Permisi. Saya Natsume Yuu."
Ketika aku masuk ke dalam ruangan, tumpukan kardus menyambutku layaknya sebuah gunung.
Di meja yang terletak di sudut ruangan itu, duduklah ibu Enomoto-san—Enomoto Masako-san. Dia tampak seperti wanita cantik yang anggun dengan aura yang lebih lembut daripada Enomoto-san atau Kureha-san.
Wanita yang sedang serius menatap laptopnya itu tersenyum ramah.
"Selamat datang, Natsume-kun. Senang bekerja sama denganmu, ya."
"Mohon bantuannya."
Aku dipersilakan duduk, berhadapan dengannya.
Masako-san tertawa renyah.
"Sudah berapa lama, ya?"
"Uhm, sebelum liburan musim panas, sepertinya. Ah, pada festival budaya kemarin, saya menerima kue dari Enomoto-san sebagai hadiah. Terima kasih, sangat lezat."
"Ufufu. Kakak-kakak Natsume-kun sering mampir ke sini, lho."
"Ugh. Terima kasih sudah bersedia repot-repot mengurus kakak-kakak saya..."
Kakak-kakakku... ini sepertinya tidak hanya Saku-neesan, tetapi juga termasuk kakak pertama dan kedua yang sudah menikah.
Aku baru saja diberitahu bahwa sejak aku mengenal Enomoto-san, ketiga kakak perempuanku itu rajin sekali datang ke toko ini. ...Ketiganya itu memang sangat menyukai gadis cantik, sih.
Untuk sementara, aku mengesampingkan pembicaraan tentang kakak-kakakku dan beralih ke topik isi pekerjaan paruh waktu.
"Mungkin Rion sudah memberitahumu, Natsume-kun, aku ingin kamu membantu di dapur sampai Natal."
"Maksudnya untuk menyelesaikan kue Natal, kan?"
TLN : "Menyelesaikan kue Natal" biasanya merujuk pada tahap akhir dalam proses menghias atau mempersiapkan kue Natal sebelum disajikan atau dijual.
"Betul. Sebenarnya aku dan Rion yang mengerjakannya, tapi tahun ini staf paruh waktu yang sudah lama bekerja mengundurkan diri. Lamaran untuk pekerja paruh waktu sementara juga tidak ada yang masuk, jadi banyak rencana yang berantakan..."
"Wah, itu pasti merepotkan."
"Akhir-akhir ini aku juga kurang tidur... Haaah."
Tiba-tiba Masako-san menahan nguap.
Lalu dia menutupi mulutnya dan tersenyum malu-malu. Orang ini, usianya seharusnya tidak jauh berbeda dengan ibuku, tapi dia begitu lembut dan menggemaskan, ya...
"Ufufu. Maafkan aku, ya."
"Tidak apa-apa. Di rumah saya pun Natal adalah acara besar, jadi saya sangat paham betapa sibuknya."
"Terima kasih. Mendengarkan keluh kesah terus-menerus pasti membuatmu bosan, ya. Mari kita langsung saja bahas deskripsi pekerjaannya. Ini kontraknya..."
Sambil berkata begitu, ia menyodorkan selembar dokumen.
Mengenai hal ini, aku sudah mendengar isinya sebelumnya. Tinggal tanda tangan, jadi aku menerima pulpen secara bersamaan.
Uhm, aku berhenti tepat saat hendak menuliskan alamat dan nama...
Itu bukan kontrak kerja, melainkan surat nikah.
Aku mendorongnya kembali dalam diam.
"...Bukan ini, kan?"
Masako-san tersenyum malu-malu dan berkata, "Oh?"
"Aku salah ambil. Maafkan aku, ya."
Tidak, ini pasti bohong.
Dia bahkan dengan sengaja menulis nama Enomoto-san di sana. Benar-benar tidak bisa lengah sedikit pun. Orang ini memang lembut, tapi kadang punya sifat seperti ini, ya...
Kemudian, aku menandatangani kontrak yang asli. Mengenai surat persetujuan orang tua, itu akan kuselesaikan setelah pulang ke rumah....
"Natsume-kun, bagaimana dengan jadwal kerjamu?"
"Kalau hari kerja pada jam ini, dan akhir pekan di pagi hari, maka..."
"Ah, itu sangat membantu. Tapi, apa tidak apa-apa bekerja sebanyak itu? Bukankah kamu juga bekerja paruh waktu di minimarket keluargamu?"
"Di minimarket keluarga, saya hanya mengisi waktu kosong para pekerja paruh waktu, jadi tidak perlu setiap hari. Sisanya, asalkan ada waktu untuk merawat bunga... sekitar satu bulan tidak masalah."
"Tapi akan ada ujian akhir semester, kan? Bagaimana dengan belajarmu?"
"Ah..."
Gawat. Aku benar-benar melupakannya.
Kemudian Masako-san tertawa kecil.
"Nanti aku akan minta Rion untuk menemanimu belajar di waktu luangmu. Meskipun terlihat begitu, nilainya bagus, lho."
"Saya tahu. Dulu saya juga pernah dibantu belajar olehnya..."
"Nanti kalau aku melihat Shinji-kun dari rumah belakang, aku juga akan menahannya, ya."
"Ah, terima kasih..."
Belajar dari Makishima? Hanya firasat buruk yang kurasakan...
"Kalau begitu, jadwalnya kira-kira seperti ini. Kalau ada yang ingin diubah, jangan ragu untuk memberitahuku, ya."
"Baik. ...Tapi, di hari kerja pada jam ini, bukankah tidak ada yang perlu dilakukan?"
"Sepulang sekolah di hari kerja, fokus utamanya adalah latihan penyelesaian kue, jadi tidak masalah. Lagipula..."
Masako-san dengan manis menyatukan kedua tangannya.
"Kalau Natsume-kun tidak keberatan, bisakah aku meminta bantuanmu untuk beres-beres dan bersih-bersih juga? Karena jadwal pekerja paruh waktu dimajukan, Rion sendirian yang membereskan semuanya setiap hari. Aku ingin kamu membantunya."
"Ah, tentu saja. Lagipula, kalau tidak begitu, itu tidak bisa disebut pekerjaan paruh waktu."
"Ufufu. Senang sekali ada anak yang bisa diandalkan datang kemari."
Segera setelah itu, hari ini aku akan mulai menerima penjelasan mengenai dapur dari Enomoto-san.
Aku diberikan seragam laki-laki. Toko ini pada dasarnya hanya memiliki seragam perempuan, jadi sepertinya mereka sengaja membelikannya untukku. Aku merasa tidak enak karena hanya menjadi pekerja paruh waktu sementara.
"Saat masuk dapur, pastikan untuk selalu berganti pakaian yang bersih, ya. Setiap hari, pakaian yang sudah dicuci diletakkan di rak koridor, jadi silakan ambil sesukamu. Pakaian yang sudah dipakai dan dilepas, cukup masukkan ke dalam kotak di samping rak."
"Setiap hari dicuci? Hebat sekali..."
"Karena kita berurusan dengan makanan, manajemen kebersihan harus ketat. Dan ruang ganti ada di pintu seberang setelah keluar dari ruangan ini. Tidak apa-apa kan kalau tidak ada loker?"
"Ah, ya. Saya hanya bawa tas sekolah, jadi saya akan meletakkannya di sekitar sini saja."
Aku membawa seragam dan keluar dari kantor.
Di depan pintu ruang ganti yang disebutkan, aku menarik napas dalam-dalam.
"Dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku bekerja di luar minimarket keluargaku..."
Karena Enomoto-san sudah memberiku kesempatan ini, aku harus menyerap pengalaman di sini dengan sungguh-sungguh agar bisa memanfaatkannya.
Sambil berpikir begitu, aku membuka pintu.
Enomoto-san terpaku dengan ekspresi sangat terkejut saat hendak mengenakan rok seragamnya.
"............"
"............"
Ini bukan saatnya untuk mengamati sepasang kaki indahnya yang terbalut stoking.
"M-maafkan aku!"
"...!"
Aku segera menutup pintu.
...Dari kantor di seberang, Masako-san menyembulkan kepalanya dan tersenyum geli.
"Maafkan aku, ya. Kami tidak punya staf laki-laki, jadi aku tidak sengaja. Bisakah kamu berganti pakaian di ruang keluarga rumah sebelah?"
"B-baik, saya mengerti..."
...Entah mengapa terasa disengaja.
Saat kecurigaan itu muncul, dia dengan mudah mengakuinya, seolah membenarkan dugaanku.
"Shinji-kun bilang, 'Natsu itu protagonis komedi romantis, dia pasti suka kejadian seperti ini.'"
"Sialan dia! Rasanya ingin sekali aku menghajarnya...!"
Meskipun yang melakukan juga patut disalahkan, sih.
Tidak, lagipula, aku yang salah karena lengah dan lupa mengetuk pintu...
"Untuk sementara, aku harus segera berganti pakaian..."
Aku berganti pakaian seragam yang bersih di ruang tamu yang sepi. Berganti pakaian di area pribadi teman sekelas perempuan entah mengapa terasa sangat bersalah...
Dan saat sedang berganti pakaian, aku mendengar Enomoto-san berteriak "Ibuu!!" dari arah toko, membuatku sangat canggung.
...Setelah selesai dan menuju dapur, Enomoto-san sudah menunggu dengan tangan terlipat.
"Enomoto-san, aku benar-benar minta maaf..."
"Tidak apa-apa. Ini salah Ibuku, dan aku sudah memarahinya dengan benar."
"Tidak tapi, aku yang salah karena lengah dan tidak mengetuk pintu..."
Aduh!
Enomoto-san mencubit lenganku dengan erat, sementara wajahnya memerah padam.
"Sudah, lupakan!"
"B-baik, maafkan aku...!"
Sepertinya tidak ada gunanya melanjutkan pembicaraan ini.
Enomoto-san menghela napas sambil membuka pintu dapur. Dia sedikit menoleh ke belakang, lalu berkata dengan nada sedikit merajuk,
"Lagipula, Yuu-kun hanya melihatku sebagai teman, kan?"
"Eh? ...Ah! Ya!"
"Melihatku berganti pakaian pun, kamu tidak merasa apa-apa, kan?"
"T-tentu saja. Aku tidak merasakan apa-apa."
"............"
Kali ini pantatku dicubit.
"Sakit!?"
"Cepat masuk dapur. Aku akan menjelaskan."
"Kejam..."
Perasaan dendamnya lebih kuat dari yang tadi...
Aku meratap dalam hati, padahal aku sudah berusaha menyesuaikan diri dengan perhatian Enomoto-san....
Setelah itu, aku dijelaskan tentang peralatan dapur dan cara beres-beres. Seperti dugaan, penjelasan Enomoto-san sangat mudah dimengerti.
Namun, itu bukan tujuan utamanya kali ini.
"Kalau begitu, mari kita mulai latihan membuat kue."
"Mohon bantuannya!"
Kami segera mulai latihan membuat kue.
"Secara spesifik, bagaimana caranya?"
"Pertama, baca manual ini."
Dia menyerahkan sebuah file.
Itu adalah manual yang berisi prosedur pembuatan kue di toko ini.
"Terutama, hafalkan bagian kedua ini dengan baik, ya. Karena ada lima jenis kue yang akan dipajang saat Natal."
"Begitu."
"Empat jenis ini bisa dipesan terlebih dahulu. Satu jenis lagi adalah kue dengan jumlah penjualan terbatas."
"Oh, roll cake yang mirip batang kayu itu, terkenal, kan?"
"Itu Bûche de Noël. Kami hanya menjualnya pada hari ini sepanjang tahun, tapi kue kami sangat lezat, lho. Pelanggan setia kami semua tahu itu, jadi mereka rela mengantri sejak pagi-pagi sekali."
"Ada juga metode menarik pelanggan seperti itu, ya. Hebat sekali..."
Sangat bersyukur bisa mempelajari know-how yang sudah dijalankan bertahun-tahun seperti ini. Aku benar-benar senang bisa bekerja paruh waktu di sini.
"Setelah mengerti manualnya, kamu tinggal terus berlatih dengan ini, ya."
Enomoto-san telah menyiapkan sponge cake dan whipped cream untukku.
Katanya, sponge cake yang gagal panggang sengaja dibekukan untuk pengembangan produk baru atau latihan karyawan baru.
Pertama, Enomoto-san memberikan contoh.
Dia menempatkan sponge cake di atas alas kue berbentuk lingkaran, lalu mengoleskan whipped cream menggunakan pisau palet. Dalam sekejap, krim itu diratakan dengan sempurna, dan...
"Wah! Hebat, jadi kue!"
"Dari awal memang kue, kan..."
"Eh? Tapi ini sudah selesai, kan? Mau diapakan?"
"Ini, begini."
Dengan pisau palet, dia dengan cekatan mengikis krim dari kue yang sudah jadi. Sekali lagi, dalam sekejap, sponge cake itu menjadi telanjang bulat.
"Ini adalah keahlian tingkat tinggi..."
"Pastikan mangkuk berisi whipped cream selalu direndam dalam air es agar tetap dingin."
Maka, aku pun mencoba melakukannya.
Aku mengoleskan krim dengan pisau palet dan mencoba meratakannya secara merata... tetapi tidak kunjung selesai. Terutama, merapikan sisi kue sangat sulit.
Aku mencoba mengikis kelebihan whipped cream dengan pisau palet, tetapi tetap saja ada bagian yang menonjol dan cekung. Akhirnya whipped cream meleleh dan menjadi kental.
"Yuu-kun, kamu harus cepat. Sekalipun di musim ini, krim akan meleleh kalau dibiarkan pada suhu ruangan."
"Tapi, entah kenapa bentuknya selalu miring..."
"Jangan mencoba merapikannya dengan pisau palet."
"Maksudnya?"
"Kue itu dirapikan dengan meja putar."
Alas kue berbentuk lingkaran itu.
Ternyata itu bisa berputar. Rasanya seperti meja bundar berputar untuk hidangan Tiongkok.
"Dasar dalam membuat kue adalah meletakkannya agar bagian tengahnya tidak bergeser dari poros meja putar. Dengan begitu, meja putar akan merapikannya secara otomatis."
"Dirapikan dengan meja putar...?"
Enomoto-san dari belakang menahan kedua tanganku.
"...!"
Sensasi hangat dan lembut menempel erat di punggungku.
"Pertama, oleskan krim agak banyak, lalu tahan pisau palet secara paralel pada lebar yang ingin kamu rapikan."
"Anu, Enomoto-san...?"
"Fokus."
"B-baik!"
Mata Enomoto-san terlihat serius.
Aku berkonsentrasi penuh pada alas kue di depanku, seolah mengusir segala godaan.
Pertama, aku mengoleskan whipped cream agak banyak ke sponge cake. Lalu, sesuai instruksi Enomoto-san, aku menempelkan pisau palet secara paralel pada lebar yang ingin kurapikan.
Aku memutar meja putar tanpa menggerakkan pisau palet.
Kemudian, sisa whipped cream yang tergores pisau palet pun jatuh, menghasilkan sisi kue yang halus.
"B-begitu..."
Meskipun masih sedikit tidak rata, hasilnya jauh lebih rapi dari sebelumnya.
Enomoto-san melihatnya dan mengangguk, "Ya."
"Sudah mengerti intinya?"
"Ya, ah, tidak... ya. Aku sudah mengerti triknya."
"Mudah, kan, kalau sudah menguasainya?"
"Kurasa akan sulit sampai terbiasa, tapi aku akan berusaha keras agar bisa menguasainya dalam sebulan."
"Ya, aku menantikannya. Cepatlah mahir."
Setelah tersenyum ramah, Enomoto-san menambahkan dengan suara pelan.
"Pada tahun-tahun yang sibuk, kami bisa menjual sekitar 200 buah dalam sehari."
"200 buah!?"
"Hanya untuk shortcake saja."
"Sebanyak itu!?"
Bahkan hanya shortcake saja, itu lebih dari sepuluh kali lipat penjualan di minimarketku.
Enomoto-san menjelaskan dengan pandangan menerawang.
"Akhir-akhir ini, kue mini whole cake ukuran personal juga populer, jadi kami membutuhkan dalam jumlah yang banyak."
"Tapi, persaingan kue Natal akhir-akhir ini sengit, ya. Minimarketku saja harus menghubungi semua kenalan untuk mendapatkan pesanan..."
"Kami sangat percaya diri dengan rasa kue kami."
"Keren sekali cara kamu mengatakannya dengan santai..."
Ketampanan Enomoto-san membuatku sedikit terkesima. Jangan-jangan, inilah yang namanya hati gadis? ...Kenapa aku yang jadi tokoh utamanya?
"Kalau begitu, sekalian kuajarkan cara membuat whipped cream juga. Sepertinya Yuu-kun cepat mengerti."
"Eh? Anu..."
"Ambil whipped cream ke dalam kantung spuit... Beri tekanan ringan, lalu jatuhkan dari ujungnya dengan gerakan cepat..."
"Uhm..."
Ketika aku ragu, Enomoto-san mengerutkan kening.
"Yuu-kun, bersikap seriuslah."
"Tidak, ini rasanya aku bisa melakukannya sendiri, maksudku..."
"Eh?"
Enomoto-san tiba-tiba tersadar.
Posisi kami masih sama seperti saat berdekatan tadi. Lebih tepatnya, Enomoto-san sedang memelukku dari belakang.
"~~~~~~~~~!"
"Gyaaaaaaaahhh!"
Enomoto-san meremas whipped cream di tangannya sambil mencengkeram pinggangku erat-erat. Namun, kekuatannya tetap dengan kualitas Enomoto-san seperti biasa.
Aku langsung terjatuh di tempat.
"Yuu-kun, berlatih sendiri!"
"B-baik...!"
Enomoto-san tergesa-gesa keluar dari dapur. Tidak kusangka dia bisa menirukan gerakan gulat profesional yang kulihat saat perjalanan ke Tokyo dengan sempurna.
Wah, pelatihan di toko kue ini sungguh hebat, ya... Aku pun merasa kagum.
♣♣♣
Bulan Desember telah tiba.
Bahkan di Kyushu, angin dingin menusuk mulai berembus, dan hari-hari di mana aku enggan bangkit dari tempat tidur di pagi hari terus berlanjut.
Suatu sore sepulang sekolah, di toko kue keluarga Enomoto-san.
Setelah dua minggu lebih aku tenggelam dalam latihan penyelesain kue, aku menghadapi ujian akhir dari Masako-san.
"Saya siap."
"Baik, semangat, ya."
Lima jenis kue yang akan dijual saat Natal.
Aku akan melakukan penyelesaian—yaitu dekorasi—kue-kue itu. Namun, ini bukan sekadar membuatnya indah. Untuk toko yang menjual hingga 200 buah shortcake, kecepatan tentu saja sangat dibutuhkan.
"Mulai!"
"Baik!"
Satu per satu kue kuselesaikan, hingga kue kelima pun rampung.
Masako-san menghentikan stopwatch, lalu bergumam sambil menopang pipinya.
"Oh, aku terkejut. Tidak kusangka kamu benar-benar bisa menguasainya dalam dua minggu."
"Terima kasih!"
"Ufufu. Dengan ini, sepertinya kita bisa melewati masa-masa sulit untuk sementara waktu."
"Ini semua berkat bimbingan Enomoto-san."
Enomoto-san yang sedari tadi mengawasi dengan cemas, tersentak dan memperbaiki posisinya.
"Ini hasil kerja keras Yuu-kun. Aku melihatmu terus berlatih."
"Tidak, Enomoto-san yang terus menemaniku berlatih."
Kamu juga, tidak, justru kamu.
Saat kami sedang berakting dalam sandiwara seperti itu, Masako-san menyodorkan selembar dokumen.
"Karena kemampuan Natsume-kun sangat luar biasa, kami akan memberimu sertifikat kelulusan dari toko kami."
"Eh, tidak, mana mungkin sertifikat kelulusan untuk hal sekecil ini..."
Aku menerima dokumen misterius itu dan menundukkan kepala.
"...Ini surat nikah, kan?"
"Betul sekali. Sertifikat kelulusan itu artinya kamu akan menjadi menantu kami♪"
Dengan sangat cermat, nama Enomoto-san sudah tertulis di sana.
Ketika aku mencoba mengembalikannya dengan cepat, dia langsung mendorongnya balik. Rupanya, ini adalah sertifikat kelulusan yang tidak bisa dibatalkan seperti sistem cooling-off.
"...Saya keberatan."
"Tapi Natsume-kun, kamu sangat berbakat, lho! Ini bukan hal yang mudah dipelajari dalam dua minggu. Tidak ada alasan untuk tidak memanfaatkan bakatmu ini."
"Saya bertujuan untuk menjadi kreator aksesori, jadi..."
"Toko kue ini bisa kamu kerjakan paruh waktu saja."
"Saya menolak..."
"Yah, yah. Kamu masih muda, jadi tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan, kan?"
"Saya punya Himari sebagai pacar..."
"Cukup di atas kertas saja."
Itu tidak baik.
Secara spesifik, sikap yang terlalu pengertian seperti 'bahkan jika suami tidak pulang di akhir pekan, itu juga bentuk cinta, kok' itu tidak baik.
Saat kami mengulangi sandiwara yang sudah menjadi rutinitas ini, Enomoto-san menghela napas panjang dan menegur.
"Ibu, hentikan."
"Rion, kamu yakin tidak apa-apa berkata begitu? Menantu idaman seperti ini, entah apakah bisa ditemukan lagi nanti?"
"Itu akan jadi perang dengan keluarga Hii-chan."
"Karena ingin menguasai semuanya, jadi timbullah masalah. Lebih baik berbagi. Sekarang, di kalangan anak muda, bukankah itu sedang tren?"
Itu adalah pembicaraan tentang apartemen setelah masuk universitas.
Setidaknya itu bukan pembicaraan tentang berbagi manusia.
"Mau bagaimana lagi, ya. Kami hanya butuh lengan kanan dan lengan kiri."
"Tidak, itu terlalu mengerikan. Arah pembicaraan Anda tiba-tiba berubah drastis."
"Lalu, kamu mau kami bagaimana?!"
"Kenapa saya yang jadi kena marah, ya..."
Masako-san tertawa renyah.
Orang ini, dia memang suka bercanda seperti ini, ya. Dalam hal ini, dia lebih mirip Kureha-san daripada Enomoto-san rasanya....
"Baiklah, bagaimanapun juga... uhuk, uhuk."
Masako-san terbatuk-batuk.
...Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini dia terus batuk, ya.
"Jangan-jangan masuk angin?"
"Akhir-akhir ini, mungkin karena udara kering, tenggorokanku terasa gatal, ya."
Enomoto-san berkata dengan acuh tak acuh.
"Tidak apa-apa kok. Ibuku tidak pernah sekalipun masuk angin."
"Betul sekali, hanya kesehatan yang bisa kubanggakan."
Masako-san dengan manisnya membuat tanda peace ganda sambil menunjukkan gestur "Yeeey☆"
Orang ini, memang masih muda, ya. Kalau ibuku melakukan pose seperti ini, sepertinya seluruh keluarga akan menyeretnya ke rumah sakit....
"Baiklah, bagaimanapun juga... Karena Natsume-kun sudah terbukti bisa menjadi bantuan langsung, bagaimana kalau kita sesuaikan kembali jadwal hari H?"
"Ah, Manajer. Ngomong-ngomong, saya punya satu permintaan..."
"Oh. Panggil saja Ibu Mertua, tidak apa-apa, lho."
"...Manajer. Ini tentang kue Natal."
"Aku diabaikan..."
Masako-san menggembungkan pipinya. Menggemaskan.
"Bisakah saya membuat satu kue yang tidak ada di dalam daftar menu pada hari H? Tentu saja saya akan membayar biaya bahan dan harganya..."
"Natsume-kun yang membayar? Maksudnya bagaimana, ya?"
Enomoto-san yang sudah aku ajak bicara sebelumnya, menjelaskan menggantikanku.
"Hadiah Natal untuk Hii-chan, katanya."
"Ah, begitu!"
Hanya dengan itu, Masako-san langsung mengerti dan bertepuk tangan dengan gembira.
"Bukankah itu bagus! Kue original buatan pacar yang ada satu-satunya di dunia. Romantis sekali, ya."
"Menurutku itu terlalu berlebihan."
"Ufufu. Wajar saja bagi anak laki-laki seusia itu, sedikit bergaya justru bagus, kok."
"Ya, Ibu memang akan berkata begitu..."
Masako-san bertanya dengan gembira.
"Sudah terpikir akan membuat kue seperti apa? Kalau menggunakan bahan khusus, kita harus segera menyediakannya agar tidak terlambat."
"Ah, itu sudah saya urus secara terpisah. Mungkin besok akan ada kabar..."
"Akan lebih murah kalau kamu memesannya dari toko buah langganan kami, lho."
"Bukan, bukan buah, melainkan..."
Kali ini, giliranku menjelaskan lebih rinci kepada Masako-san yang mengerutkan kening.
"Ini adalah kue yang menggunakan edible flower."
Edible flower.
Mengacu pada bunga-bunga khusus yang dibudidayakan untuk dimakan.
Contohnya yang umum adalah marigold, dianthus, pansy, dan viola. Bahkan bunga-bunga yang biasa kita lihat pun bisa menjadi bunga yang dapat dimakan, tergantung cara budidayanya.
Tentu saja, bunga di pinggir jalan atau yang dijual di toko bunga biasa tidak bisa dimakan. Selain harus bebas pestisida, syaratnya adalah bunga tersebut harus dari varietas yang tidak beracun dan dibudidayakan dengan fasilitas yang memadai.
Meskipun sulit didapat, kini bunga-bunga tersebut bisa dibeli melalui toko daring. Aku sedang berunding dengan Araki-sensei untuk memesannya melalui koneksinya.
Aku menunjukkan gambar kepada Masako-san melalui ponsel.
Semuanya tampak seperti bunga kering yang indah dan rapuh, sama sekali tidak terbayang bahwa itu adalah bunga yang bisa dimakan. Masako-san berkata dengan terpesona,
"Kue bunga... Bergaya sekali, ya."
"Bukankah begitu?"
"Tapi di situlah letak daya tariknya. Kalau saja aku sekitar 30 tahun lebih muda, mungkin sudah langsung jatuh cinta."
"Aduh, selera Ibu dalam memilih pria yang menurun ke Onee-chan dan aku itu benar-benar menyebalkan..."
"Oh. Hibari-kun maupun Natsume-kun, keduanya pria yang hebat, bukan?"
"Sudah, mari kita sudahi pembicaraan ini..."
Tidak, Masako-san, meskipun kamu meminta persetujuanku dengan berkata "bukankah begitu?"...
"Jadi, bisakah saya mendapatkan izin?"
"Tentu saja boleh. Kalau nanti ada bunga sisa, mungkin kita bisa menjualnya di toko juga?"
"Ahaha. Kalau berhasil, sih..."
Lagipula, selain menggunakan edible flower, belum ada yang diputuskan sama sekali.
Kue seperti apa yang akan membuat Himari senang, ya?
Ini adalah Natal pertama kami sebagai sepasang kekasih.
Aku benar-benar ingin menjadikannya hari yang tak terlupakan.
(Himari. Sedang apa dia sekarang, ya...?)
Semoga saja Himari juga, sama sepertiku, menantikan Natal dengan gembira.
Sambil memikirkan hal itu, dadaku berdebar menantikan Natal yang kian mendekat.
♣♣♣
Keesokan harinya.
Pagi itu, aku terbangun di kamarku. Mematikan alarm ponsel, aku menghela napas. Hari ini akan sibuk. Sepulang sekolah aku harus pergi ke tempat Araki-sensei.
Eh? Badanku terasa berat...
Entah mengapa aku tidak bisa bangun. Rasanya seperti ada sesuatu di atasku...
Jangan-jangan ketindihan? Ini? Tapi, lenganku masih bisa bergerak...
Lalu aku mengalihkan pandanganku ke bawah.
Entah mengapa, Himari sedang membenamkan wajahnya di atasku.
Setelah berpikir keras, aku memutuskan untuk memanggilnya dengan normal.
"...Himari-san? Apa yang kamu lakukan?"
"Mengisi ulang kadar Yuu."
"Oh, begitu..."
Kalau begitu, aku bisa tenang.
Astaga, aku sudah bersiap-siap karena mengira ada hal aneh yang sedang terjadi. Sungguh, Himari ini, kalau saja dia bilang kekurangan "kadar Yuu", aku akan membiarkannya menghirup sepuasnya.
Bukan itu masalahnya.
Kenapa aku menerimanya?! Jadi, "kadar Yuu" itu apa?! Lebih baik tadi aku ketindihan saja. Jangan sampai kamu menghitung-hitung di kalkulator, "Sekali seratus yen, lumayan juga!"
"Himari, aku ingin bersiap-siap ke sekolah..."
"Sebentar lagi."
"Tidak, ini sungguh terlalu memalukan..."
"Kamu juga boleh mengisi ulang 'kadar Aku', kok."
Dia memintaku untuk menghirupnya juga?
Itu tidak baik. Secara spesifik, pemandangannya tidak baik. Jika gadis cantik seperti Himari yang melakukannya, mungkin akan dimaafkan, tetapi jika aku yang melakukannya, itu pasti akan menjadi kasus 'panggil polisi'.
...Tapi Himari tidak mau turun, ya.
"............"
Karena wajahnya terbenam padaku, terlihatlah tengkuk Himari dari balik rambutnya yang halus.
Tak ada kata lain selain kesetanan, tetapi aku tak sengaja mendekatkan hidungku seolah tertarik. Lalu, aku mencoba menghirupnya sebentar sebagai percobaan.
"Ah, baunya enak sekali."
Himari tersentak dan melonjak bangun.
Kulitnya yang putih bersih memerah hingga ke telinga, sambil menekan tengkuknya dengan kedua tangan.
"Dasar bodoh, kamu benar-benar melakukannyaaa!"
"Guhaaa...?!"
Entah mengapa, aku menerima satu pukulan di perut.
Himari kabur dengan tergesa-gesa, sementara aku terkapar di tempat tidur.
"...Memang, kali ini aku yang salah."
Akhir-akhir ini, Himari menjemputku di pagi hari sudah menjadi rutinitas.
Aku sudah bilang tidak perlu karena itu memutar jauh, tapi bagi Himari ini termasuk dalam acara pacar yang tidak boleh dilewatkan. Aku juga senang bisa bertemu Himari di pagi hari, sih... Kalau sudah tidak sibuk setelah Natal, mungkin aku yang akan menjemputnya.
Himari yang mengenakan cardigan dan berbagai pakaian lain, lalu memakai mantel tebal, terlihat lebih berisi dan menggemaskan dari biasanya. Meskipun begitu, dia tetap membiarkan kakinya terekspos dengan hanya memakai sehelai stoking, katanya itu kebiasaan gadis. Entah mengapa dia mengingatkanku pada pudel.
Himari sedang minum Yogurppe dengan sedotan. Akhir-akhir ini, karena cuaca dingin, dia bisa membawanya dalam suhu ruangan dan selalu meminumnya.
Sambil berjalan bersama menuju sekolah, Himari merajuk dengan kesal.
"Ih, Yuu! Aku tidak menyangka kamu punya hobi seaneh itu! Kalau bukan aku, mungkin cinta seratus tahun pun akan langsung pudar!"
"Kamu sadar tidak kalau setiap kata yang kamu ucapkan itu berbalik padamu sendiri?"
Himari memalingkan wajah dengan cemberut. Himari, yang baru saja mengonsumsi "kadar misteriusku," entah mengapa kulitnya terlihat lebih bersinar. Jadi, apa itu "kadar diriku"...?
"Lagipula, itu salahmu sendiri karena tidak bangun saat aku mencoba membangunkanmu. Tidurmu pulas sekali, sih."
"Memang benar, aku tidak bisa menyangkal kalau sedikit lelah."
"Pekerjaan paruh waktumu lancar?"
"Menyenangkan sekali belajar hal baru. Sudah lebih dari dua minggu, tapi aku akhirnya mulai menghafal prosedur pekerjaan sehari-hari. Sabtu dan Minggu depan, pekerjaan pagi..."
Ah, gawat. Aku tiba-tiba mulai bercerita lagi. Aku sudah berusaha sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan betapa menyenangkan pekerjaanku di depan Himari...
Himari itu tersenyum puas.
"Padahal kamu tidur di setengah jam pelajaranmu."
"Jangan bilang begitu..."
Memang benar, terlalu asyik juga menjadi sumber masalah. Belum lama ini, aku dimarahi Sasaki-sensei di kelas karena memikirkan kue untuk Himari...
"Tapi seperti yang kupikirkan saat di Tokyo, pekerjaan di bidang lain itu sangat memberi stimulasi, ya."
"...Hmm."
Himari berkata sambil melipat-lipat kotak minuman kertas yang sudah kosong.
"Bagus dong. Kalau begitu, untuk aksesori berikutnya, mungkin aku bisa melihat Yuu yang sudah naik level, ya?"
"O-oh, tentu saja!"
"Oh ya, sekalian aku juga menantikan eskot Natal-mu, ya♡"
"...Serahkan saja padaku."
"Kenapa suaramu sedikit mengecil, sih?"
Sambil membicarakan hal itu, kami tiba di sekolah.
...Baik. Hari ini juga tidak ada ciuman selamat pagi. Lagipula, setelah berburu daun musim gugur itu, kami jadi jarang bermesraan di sekolah. Apa Himari sudah bosan? ...Meskipun aku sudah bersiap-siap sebegitu rupa, kalau tidak ada, rasanya jadi kesepian.
Saat aku masuk ke gedung sekolah dari area penitipan sepatu, seseorang menepuk bahuku dari belakang.
"Yuu-kun, selamat pagi."
"Ah, Enomoto-san. Selamat pagi."
Itu Enomoto-san. Dia juga mengenakan pakaian tebal musim dingin yang lembut, entah mengapa memberiku kesan seperti Pomeranian.
Kemudian Enomoto-san menoleh ke arah Himari.
"Hii-chan, selamat pagi."
"...Selamat pagi."
Entah mengapa, suasana menjadi canggung.
Ketika aku buru-buru hendak mengatakan sesuatu, Enomoto-san menyodorkan sebuah file.
"Ah, Yuu-kun. Aku sudah membuat daftar bunga musim semi."
"Serius? Wah, sangat membantu!"
"Ya. Akhir-akhir ini kamu sepertinya sibuk dengan latihan kue, jadi kupikir kamu tidak punya waktu untuk hal seperti ini..."
Kemudian dia tersenyum ramah.
"Ini juga bagian dari tugas mitra takdir kita."
"...!"
Enomoto-san!
Mengapa kamu mengatakannya sambil melihat ke arah Himari, bukan padaku? Pertengkaran semacam itu sangat membebani perasaanku, jadi aku ingin kamu menghentikannya.
"Ah, maaf. Mungkin ini bukan pembicaraan yang pantas di depan pacarmu."
"Enomoto-san? Aku ingin kamu berhenti melakukan hal seperti itu..."
"Kalau begitu, sampai nanti sepulang sekolah."
Setelah mengatakan apa yang ingin diucapkannya, dia pergi dengan cool.
Enomoto-san, entah mengapa kemampuan provokasinya meningkat, ya? Dulu dia adalah pihak yang selalu kena omelan Himari bersamaku... Aku merasakan sedikit kesepian.
Ini seperti itu, ya. Perasaan ditinggalkan saat teman laki-laki yang tadinya sama-sama bilang tidak butuh pacar, diam-diam malah pacaran. ...Yah, aku sendiri tidak punya teman laki-laki seperti itu, sih.
Himari bergumam dengan kesal, "Ngggrrrr..."
"Lain kali, aku akan mencengkeram payudara itu dari belakang!"
"Bukankah karena kamu bicara seperti itu, makanya kamu diprovokasi...?"
Bisakah kalian berdua berhenti bertengkar denganku sebagai penengah...?
Sambil memikirkan hal itu, Himari berkata,
"Baiklah! Kalau begitu, sepulang sekolah hari ini aku akan bermesraan dengan Yuu, ya~"
"Ah, maaf. Hari ini aku ada janji pergi dengan Enomoto-san, jadi enggak bisa..."
"Eh!? Katanya hari ini tidak ada kerja paruh waktu di toko kue!"
"Ah, tidak, itu..."
"Padahal aku sudah berencana pergi membeli pakaian dalam seksi bersamamu!"
"Hei, tolong jangan bercanda seperti itu di sekolah, serius!"
Gadis-gadis di sekitar kami bergumam, "Wah, gawat," "Tapi lebih baik daripada dikritik norak, kan?", "Memilih sendiri memang merepotkan, sih." ...Hei, kenapa mereka sedikit menunjukkan pengertian?!
"Sebenarnya, itu, ke tempat Araki-sensei..."
Himari sedikit memiringkan kepalanya, tetapi mengangguk dengan patuh.
"Yah, kalau begitu mau bagaimana lagi. Hari ini akan kumaafkan."
"Makasih!"
Memang Himari-san! Dia mengerti diriku!
Saat aku merasa tenang, Himari tersenyum lebar dengan senyum yang sangat gelap.
"Sebagai gantinya, selama liburan musim dingin kamu akan terus melayani Himari-sama♪"
"...T-tentu saja!"
Tidak, sebenarnya memang itu rencanaku.
Meski begitu, entah mengapa rasanya seperti dipasangi kalung tak terlihat....
♣♣♣
Sore itu.
Tujuanku adalah kelas merangkai bunga Araki-sensei. Seperti yang kukatakan pada Masako-san kemarin, aku akan pergi memeriksa bunga edible yang akan kugunakan sebagai hadiah Natal untuk Himari.
Aku berjalan sambil menuntun sepeda bersama Enomoto-san.
Jendela-jendela minimarket dihiasi lukisan Sinterklas dengan spray, dan rumah-rumah kontraktor lokal dipenuhi iluminasi yang memukau. Kota pedesaan ini memang sepi, namun nuansa Natal terasa di beberapa sudut.
"Enomoto-san, kamu enggak perlu memaksakan diri menemaniku..."
Kemudian Enomoto-san mengepalkan tangannya erat.
"Karena kita adalah mitra takdir, saat bekerja harus bersama!"
"Tidak, hari ini hanya memilih bunga saja..."
"Menurutku itu adalah momen penting yang akan memengaruhi kegiatan kita selanjutnya!"
"...Begitu, ya."
Aku menyerah.
Definisi "mitra takdir" menurut Enomoto-san itu benar-benar ketat....
"Tapi, bagaimana dengan klub musik tiup?"
"Sampai Natal, kegiatan klub diliburkan."
"Latihannya lebih santai ya, di waktu-waktu seperti ini?"
"Entahlah. Soalnya kami ada konser saat Natal, jadi sekarang lagi latihan buat itu..."
"Eh!? Kalau begitu..."
Enomoto-san menggelengkan kepala.
"Ini bukan kontes antar klub budaya. Hanya sukarelawan yang berpartisipasi dan akan mengadakan konser di Gedung kebudayaan bersama klub paduan suara. Setelah itu, intinya adalah pesta Natal bersama... Yah, aku sendiri tidak terlalu tertarik."
"Ah, begitu..."
Aku juga paham hal seperti itu.
Kalau tidak membantu di rumah, Saku-neesan akan menakutkan. Kali ini aku diizinkan karena bekerja paruh waktu di toko kue Enomoto-san. ...Kakakku ini terlalu memanjakan Enomoto-san, ya?
"Ngomong-ngomong, Yuu-kun."
"Ya?"
Mengikuti pandangan Enomoto-san, aku mengintip ke belakang.
Dari balik toko udon yang baru saja kami lewati, terlihat ahoge berwarna terang yang bergerak-gerak.
Itu Himari. Sepertinya dia sedang bermain detektif. ...Memang gadis cantik di dunia ini bahkan serius dalam bermain sendirian.
"Dia datang, ya..."
"Betul..."
"Apa kamu sudah bilang padanya akan pergi ke tempat Araki-sensei?"
"Sudah, sih..."
Tak lama setelah keluar dari sekolah, aku menyadari bahwa kami sedang dibuntuti.
Aku ragu untuk menegurnya, jadi kubiarkan saja... Astaga!
"Jangan-jangan, aku dicurigai selingkuh...?"
Mengingat catatan kriminal perjalanan ke Tokyo, aku tidak bisa menyalahkan Himari....
Saat aku sedang menggumam kesal, Enomoto-san menghela napas.
"Kurasa bukan begitu..."
"Eh? Kenapa?"
"Mana kutahu."
Enomoto-san memalingkan muka dengan cemberut.
"Kalau memang bikin kamu kepikiran, kenapa enggak jujur aja kalau kamu pergi memilih hadiah untuk Hii-chan?"
"Tidak, karena..."
Aku mengepalkan tangan erat.
"Ini kan Natal pertama sebagai sepasang kekasih... Aku ingin memberinya kejutan!"
"Dasar cowok, merepotkan..."
Enomoto-san berkata dengan nada bosan.
...Ya, aku tahu diriku ini merepotkan. Tapi aku tidak ingin menyerah. Karena aku ini kreator...
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku tahu kalau mencoba menghindar dari Himari di sini, nanti akan ada masalah. Jadi, aku akan terus berpura-pura tidak menyadarinya dan menyelesaikan urusanku."
"Apakah itu bisa disebut kemajuan...?"
Berkat beberapa bulan terakhir ini, aku hanya mendapatkan keberanian aneh. Yah, karena itu aku, pergi ke tempat Araki-sensei seharusnya tidak aneh.
Hehehe, lihat saja nanti. Meskipun aku selalu terlihat tidak bisa diandalkan dan diremehkan oleh Himari, aku akan menunjukkan bahwa aku adalah pria yang bisa diandalkan saat dibutuhkan....
Saat aku sedang bersemangat sendiri, Enomoto-san menghela napas.
"Yah, bagiku tidak masalah asalkan aku bisa mendukung aksesori..."
Hari-hari musim dingin memang pendek, dan sekeliling sudah mulai gelap. Di jalanan pertokoan yang sepi, iluminasi seadanya berkelap-kelip menyala.
Kami memasuki jalan belakang dan tiba di kelas merangkai bunga.
Halaman yang biasanya ramai itu, hari ini sepi.
"Eh? Hari ini tidak bermain game dengan anak-anak SD?"
"Di luar sudah gelap, mungkin mereka sudah pulang."
Yah, memang mereka anak SD, sih.
Karena Araki-sensei tidak terlihat, aku mencoba membunyikan bel pintu depan seperti biasa. Lalu, suaranya terdengar dari dalam.
"Masuklah~"
Aku membuka pintu geser yang tidak terkunci dan masuk ke dalam area depan.
Di sanalah aku menyadari sesuatu yang aneh.
...Ada sepatu pria.
"Jangan-jangan ada tamu?"
"Tidak biasa, ya. Yuu-kun, mau kembali lagi nanti?"
"Araki-sensei pasti akan memberitahu lebih dulu kalau ada yang dibatalkan, jadi untuk sekarang coba kita intip saja, ya."
Cahaya bocor dari pintu geser fusuma ruang tatami yang digunakan sebagai ruang latihan.
Aku mencoba berkata, "Permisi," lalu membuka fusuma. Dan pemandangan yang menyambut kami benar-benar di luar dugaan.
Sasaki-sensei, si gorila cerdas dari sekolah kami, sedang merangkai bunga.
Sasaki-sensei dan bunga-bunga yang anggun. Kombinasi yang sangat tidak cocok... Ah, gawat. Aku hampir saja keceplosan. Tapi, aku ingin kalian memujiku karena tidak berkata, "Kayak hutan saja!"
"Ngomong-ngomong, Sasaki-sensei, apa yang sedang Anda lakukan?"
"N-Nyantaro!? Kenapa kamu di sini?!"
Sasaki-sensei juga terkejut dengan kedatangan kami, dia ternganga.
Tidak, itu seharusnya perkataanku... Saat aku merasa lesu, Araki-sensei yang duduk di depannya dengan memakai kimono menjelaskan.
"Hmm. Aku bertukar kontak dengan Sasaki-kun saat festival budaya. Lalu, dia bilang ingin mencoba sedikit ikebana."
Kemudian Sasaki-sensei dengan panik mulai berbicara cepat.
"I-itu benar. Karena kalian semua begitu bersemangat saat melakukannya, aku ingin sedikit memahami perasaan kalian. Wahahaha."
"............"
Aku dan Enomoto-san saling bertukar pandang dan mengangguk.
((Pasti bohong...))
...Namun, mungkin tidak baik jika menunjukannya secara jujur. Aku tersenyum ramah pada Sasaki-sensei.
"Wah. Sasaki-sensei, Anda tertarik dengan bunga?"
"Y-yah, begitulah."
"Kalau Anda memberitahu dari awal, saya juga akan membantu."
"Tidak, tidak, aku tidak bisa membiarkan waktu berharga para murid terbuang untukku!"
Wajahnya tampak sangat merah, dan tatapannya tidak fokus.
Melihat orang yang biasanya mengejekku dengan panggilan Nyantaro atau Pria Genit Nomor Dua (Nomor Satu adalah Makishima) menjadi panik seperti ini, wajar saja jika tiba-tiba muncul niat jahil dalam diriku.
"Araki-sensei. Bolehkah aku juga merangkai bunga lagi setelah sekian lama?"
"Apa...!?"
"Aku juga mau melakukannya!"
"Bahkan Enomoto!?"
Aku dan Enomoto-san duduk mengapit Sasaki-sensei. Jika ini adalah permainan Othello, situasinya akan langsung berbalik, peran menyerang dan bertahan di kehidupan sekolah kini berganti.
Araki-sensei, meskipun memiringkan kepala, bangkit berdiri tanpa mengatakan tidak.
"Tidak apa-apa kok. ...Kalau begitu, aku akan mengambil bunga."
Dia keluar dari ruang latihan dengan gerak-gerik anggun yang tak terduga dari kepribadiannya di luar. ...Hmm, seandainya dia selalu begini, dia akan terlihat seperti guru kelas merangkai bunga sungguhan, ya.
Ups, bukan saatnya memikirkan itu.
"Sasaki-sensei. Ngomong-ngomong, Anda pernah bilang Araki-sensei adalah teman seangkatan waktu SMA, ya?"
"Y-yah, begitulah. Tapi yang lebih penting, kalian datang ke sini ada urusan apa?"
"Saya punya janji dengan Araki-sensei untuk memesan bunga khusus. Saya datang untuk membicarakan hal itu."
"Gggh. Kenapa harus hari ini, sih...!"
Dari sisi lainku, Enomoto-san bertanya.
"Hubungan Anda dengan Araki-sensei itu seperti apa?"
"H-hubungan seperti apa, kubilang kami teman seangkatan di SMA, kan..."
Sasaki-sensei terpojok oleh Enomoto-san yang jarang-jarang ini bertanya dengan mata berbinar.
Ngomong-ngomong, Masako-san pernah bilang kalau dia paling suka cerita cinta. Sepertinya Enomoto-san juga mewarisi sifat itu, ya. Menggemaskan.
"Ngomong-ngomong, saat festival budaya, Sasaki-sensei terlihat agak senang."
"Tidak, wajar saja kalau senang bertemu kembali dengan teman seangkatan."
"Tidak terlihat seperti itu, sih."
"Nyantaro, bukankah karaktermu sangat berbeda saat di sekolah?"
"Tidak juga, kok."
Hehehe.
Meskipun begini, aku sudah ditempa oleh Himari selama tiga tahun. Ditambah lagi, selama enam bulan terakhir aku terus diganggu oleh Makishima dengan topik semacam ini.
Dalam hal kisah cinta, jangan samakan aku dengan diriku yang dulu!
Lalu, untuk mengganggu ketenangan Sasaki-sensei, Enomoto-san dengan lugas menembak langsung ke intinya.
"Apakah Anda menyukai Araki-sensei?"
"Bufuu!?"
Ah, bunga yang dipegang Sasaki-sensei patah.
"A-a-apa-apaan bicara omong kosong..."
Hmm. Wajahnya memerah padam, terlihat jelas dia sangat gugup. Tidak kusangka hari ini akan tiba di mana aku bisa menyaksikan ekspresi Sasaki-sensei seperti ini. Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang tak terlupakan.
Aku mengambil bunga dengan tangkai yang patah, lalu merapikannya menggunakan gunting bunga.
"Tapi Araki-sensei cantik dan baik hati, lho."
"Tidak, yah, memang aku tidak menyangkalnya... Ah, itu hanya secara umum, ya!"
Tindakan preventif yang dibuat-buat itu justru seperti pengakuan.
Enomoto-san yang juga sedikit bersenang-senang sepertiku, melancarkan serangan lanjutan.
"Sasaki-sensei. Penampilan Anda sepertinya lebih rapi daripada saat di sekolah..."
"T-tidak mungkin! Ini jas biasa, kan!"
Memang penampilannya bersetelan jas yang familiar, tapi kalau dipikir-pikir...
"Tadi juga ada pelajaran matematika, tapi sepertinya tidak serapi ini... Ah, dasi itu baru, ya. Apa Anda sengaja pulang untuk berganti pakaian setelah mengajar di sekolah?"
"Kamu mengamati dengan seksama, ya!?"
Enomoto-san berkata lirih,
"Janggutnya juga dicukur bersih..."
"Ugh...!"
Rasanya sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
Aku tertawa fufufu dan menawarkan transaksi gelap.
"Tenang saja, kami tidak berniat menjatuhkan Anda."
"M-maksudnya apa itu?"
"Anda adalah Sasaki-sensei yang selama ini telah banyak membantu kami. Kalau Anda mau jujur, mungkin ada hal yang bisa kami bantu."
"O-oh, ada apa denganmu? Akhir-akhir ini kamu jadi punya kepercayaan diri yang aneh..."
Bersama Enomoto-san, aku mendekatkan wajahku.
"Jadi, bagaimana?"
"Tolong katakan dengan jelas."
Sasaki-sensei, yang tadinya gugup, kini terkulai lemas.
"Tidak, sungguh tidak ada apa-apa."
"Kalau begitu, kenapa Anda sampai berbohong kalau tertarik pada bunga hanya untuk masuk ke rumah ini?"
"Tolong perbaiki caramu bicara!?"
"Ah, maaf."
Sial. Kebiasaan Himari yang biasa menular padaku. Enomoto-san juga menatapku tajam sambil berkata, "Barusan mungkin tidak peka."
Sasaki-sensei melirik ke koridor dengan sembunyi-sembunyi, lalu berdeham.
"Sejak SMA, Araki memang sudah seperti itu. Sulit dijangkau, atau entah bagaimana..."
"Dia punya aura misterius, ya."
"Ya, betul sekali. Waktu itu, meskipun aku sendiri yang mengatakannya, aku cukup populer di sekolah. Aku juga lumayan banyak digemari wanita, lho."
"Wajar saja, mengingat Anda tampil band bersama teman-teman di festival budaya. Saya tidak meragukannya."
"Meskipun begitu, dia sama sekali tidak menunjukkan minat padaku. Justru itu yang membuatku jadi..."
"Jadi penasaran?"
"B-begitulah. Tidak, bukan berarti aku menyukainya. Hanya saja, sudah lama tidak bertemu, dan aku penasaran apa yang sedang dia lakukan, hanya itu..."
"Anda sengaja tidak melatih klub tenis hanya untuk datang dan memastikan status pasangannya, ya?"
"Sudah kubilang, bukan seperti itu, kan?!"
Ah, menyenangkan sekali. Kisah cinta orang lain itu menyenangkan.
Karena kisah cintaku sendiri penuh dengan gejolak, kisah cinta yang damai seperti ini terasa menenangkan. Sasaki-sensei, dibandingkan sikapnya yang biasa, bukankah dia terlalu kikuk dalam urusan cinta? Entah mengapa aku jadi tidak bisa membiarkannya begitu saja.
"Baik, serahkan pada kami."
"Oh, ya. Entah kenapa, tapi kuserahkan padamu..."
Tepat pada saat itu, Araki-sensei kembali membawa peralatan merangkai bunga.
Dia mengerutkan alisnya melihat kami yang saling berdekatan.
"Kenapa kalian berdua begitu dekat? Kalau kedinginan, mau ku naikkan suhu pemanasnya?"
"Tidak. Bukan begitu, kami hanya sedang membicarakan bunga..."
Aku berdeham.
Ada satu hal yang kupelajari dari kisah cintaku dengan Himari... Dalam taktik percintaan, siapa cepat dia dapat! Pihak yang terlambat akan terpaksa berada di posisi pasif!
"Araki-sensei. Maaf tiba-tiba, tapi bagaimana rencanamu pada tanggal dua puluh empat bulan ini? Kalau kosong, Sasaki-sensei ingin mengajakmu makan malam..."
"Nyantaro!?"
Sasaki-sensei dengan panik menyeretku dan Enomoto-san ke sudut ruang latihan. Dia memprotes dengan suara pelan.
"Kamu ini, tidak bisakah kamu sedikit lebih halus dalam bicara?!"
Aku bertukar pandang dengan Enomoto-san.
...Sepertinya, dia juga punya pemikiran yang sama.
"Tidak apa-apa. Sejauh yang saya lihat, Araki-sensei tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan yang dangkal seperti itu."
"Saya juga berpikir begitu."
"Lagipula, kalau mau mengajaknya, harus bicara terus terang atau tidak akan tersampaikan."
"Saya juga berpikir begitu!"
Keyakinan kami membuat Sasaki-sensei sedikit lega.
"Eh, kalau Enomoto yang bilang begitu..."
Kepercayaanku lemah, ya?
Bukankah dalam hal seperti ini ikatan antar pria itu penting? Entah mengapa aku jadi tidak ingin mendukung kisah cinta Sasaki-sensei lagi....
Tidak, tidak. Bagaimanapun, masalahnya ada pada Shinoki-sensei.
"J-jadi, Araki-sensei, bagaimana?"
"............"
Araki-sensei, dengan ekspresi serius yang tidak biasa, berpikir sambil bergumam "Hmm..."
Ah, entah mengapa firasat buruk... Tepat saat aku berpikir begitu, dia menjawab dengan enteng.
"Maaf, ya. Tanggal dua puluh empat aku sudah ada janji."
Petir menyambar!
Jawaban tanpa ampun.
Kami bertiga diserang kejutan bagai disambar petir.
"..."
Keheningan yang tak terlukiskan merajai.
Melihat Sasaki-sensei hampir menangis, keringat dingin mengalir deras di punggungku.
T-tidak mungkin.
Araki-sensei punya pacar? Dia kan orang yang di hari libur bermain game dengan anak SD tetangga sampai membuat mereka benar-benar menangis? Tapi, Araki-sensei memang cantik kalau bersikap normal, dan ada yang bilang wanita pandai menyembunyikan tanda-tanda seperti itu...
Saat aku benar-benar terdiam membeku, Enomoto-san tiba-tiba bergumam.
"Tapi, benar-benar tidak ada tanda-tanda pacarnya... Ah!"
Lalu, seolah menyadari sesuatu, dia bertanya kembali pada Araki-sensei.
"Araki-sensei... Ngomong-ngomong, bisakah Anda memberi tahu kami rencana Anda itu?"
Araki-sensei kemudian berkata dengan gembira tanpa ragu sedikit pun.
"Aku akan mengadakan pesta Natal di sini bersama anak-anak SD yang biasa datang. Kami juga akan membuat kue bersama."
"Eeeh~~............"
Jadi, apa maksudnya itu?
Sasaki-sensei... kalah dari anak SD...?
Keheningan yang berbeda dari sebelumnya pun menyelimuti. Aku memantapkan hati, lalu bersama Enomoto-san membungkukkan badan.
"Sasaki-sensei, maafkan kami. Meskipun tidak ada pasangan, harapan Sasaki-sensei juga..."
"Maaf..."
"Jangan meminta maaf dengan serius berdua begitu! Itu malah membuatku semakin sedih!!"
Saat kami bertiga ribut-ribut, Araki-sensei memiringkan kepalanya.
"Kalau senggang, Sasaki-kun mau ikut juga?"
"Eh..."
Satu kalimat itu langsung membalikkan keadaan.
Dengan perkembangan tak terduga ini, semangat Sasaki-sensei melonjak drastis.
"B-bolehkah!?"
"Tentu saja boleh. Nanti pada hari-H bawa Switch-mu, ya. ...Ah, tapi Sasaki-kun, kamu memangnya suka main game?"
"Tidak! Tidak apa-apa! Aku akan berlatih!"
Melihat Sasaki-sensei yang kegirangan seperti anak kecil, hal yang tidak biasanya dia lakukan... Aku dan Enomoto-san untuk ketiga kalinya saling bertukar pandang dan berkomunikasi tanpa kata.
Sasaki-sensei hanya dianggap setara dengan anak SD tetangga...
Post a Comment