NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Volume 10 Chapter 1

 Penerjemah: Nobu

Proffreader: Nobu


Chapter 1

 “Kerinduan Akan Masa Depan”


♣♣♣

     Bulan April. 

     Singkatnya, musim semi.

     Kenaikan kelas ke tahun ketiga SMA... rasanya seperti sesuatu yang luar biasa. Pendidikan, penciptaan kenangan terakhir, masa depan setelah kelulusan...

     Rasanya, tahun ini memuat segalanya—masa lalu dan masa depan.

     Pagi hari upacara pembukaan sekolah itu.

     Aku bersiap-siap, lalu menyantap sarapan seperti biasa.

     Pagi ini, aku beruntung karena mendapatkan roti gulung kismis mentega dari minimarket kami. Roti ini enak, tetapi selalu habis terjual.

     Setelah sarapan dan dalam perjalanan menuju sekolah, aku teringat kembali pada semester ketiga—tentang study tour itu.

     (Tetapi, ada terlalu banyak hal yang terjadi di tahun kedua...)

     Persahabatan dengan Himari yang sudah berlangsung sejak SMP.

     Perjumpaan kembali dengan Enomoto-san menjadi pemicu, aku mulai menyadarinya sebagai lawan jenis.

     Di musim panas, aku memang memulai hubungan baru dalam bentuk sepasang kekasih dengan Himari, tetapi... tidak bertahan lama.

     Lalu, saat study tour.

     Aku menjalin hubungan baru dengan Enomoto-san.

     Dan Himari memutuskan untuk menjalani pelatihan model di bawah bimbingan Kureha-san.

     Mulai sekarang, kehidupan kami akan berubah.

     Ikatan takdir yang telah berlangsung selama tiga tahun berakhir pada study tour itu.

     Selama liburan musim semi, aku mendapatkan tujuan baru.

     Himari pun sama, mulai sekarang dia akan berjuang sebagai calon model.

     "Taman miniatur" yang telah kami ciptakan, benar-benar sudah tidak dibutuhkan lagi.

     Mulai sekarang, kami akan berjalan masing-masing... menuju tujuan kami sendiri.

     Dengan perasaan "awal yang baru" seperti itu, aku melangkah melewati gerbang sekolah di semester yang baru.

     ...Yah, meskipun aku tenggelam dalam perasaan haru, begitu melewati gerbang sekolah, semua emosi itu lenyap begitu saja.

     Karena tidak ada yang berubah dari sebelum liburan musim semi. Kalaupun ada, kotoran tipis di gedung sekolah sedikit mengganggu. Dengan perasaan hampa seperti itu, ketika aku mendekati tempat parkir sepeda, langkah kaki yang ringan mendekat dari belakang.

     Pada saat yang sama, sapaan ceria melayang.

     "Yuuu-uu! Selamat pagi!"

     Itu adalah sahabatku, Himari-sama.

     Pagi ini pun, sambil menebarkan senyum cantik yang pantas bagi gadis tercantik di dunia, dia menepuk pantatku. Aku benar-benar ingin dia berhenti melakukan hal seperti itu di depan murid lain. Hanya karena aku laki-laki, bukan berarti ini zaman di mana kamu boleh seenaknya menyentuh pantat! Patuhi peraturan!

     Meskipun begitu, tanpa sedikit pun menunjukkan isi hatiku, aku membalasnya dengan senyum ceria. Tidak, aku tidak senang, kok? Sungguh!

     "Himari. Selamat pagi."

     Kemudian Himari menyodorkan sesuatu kepadaku.

     Kalau Himari, itu pasti ini. Minuman kotak Yogurppe. Himari menusukkan sedotan ke minumannya sendiri, lalu menyeruput dan menikmati bakteri asam laktat itu.

     "Wah, pagi yang indah, ya~"

     "Betul. Pagi yang indah."

     Himari yang tersenyum riang melanjutkan,

     "Pagi seindah ini jarang terjadi, ya~"

     "Betul. Pagi yang cerah dan indah."

     "Kalau pagi indah seperti ini, rasanya seperti awal yang baru, ya."

     Aku merasa terharu karena ternyata kami memikirkan hal yang sama.

     Di tahun kedua ada banyak hal—tidak, benar-benar banyak hal—tetapi kami berhasil tetap menjadi sahabat baik seperti ini.

     Melihat kembali, aku benar-benar selalu ditopang olehnya.

     Meskipun jalan kami kini berbeda, aku ingin membantunya sebisa mungkin jika terjadi sesuatu.

     "Betul. Rasanya seperti menjadi diriku yang baru."

     "Oh! Yuu, bagus sekali. Itu dia! Pagi yang indah adalah diriku yang baru!"

     "Himari juga terlihat bersemangat."

     "Tepat sekali. Kalau pagi yang indah, aku juga jadi bersemangat. Karena ini memang pagi yang indah!"

     Eh? Bukankah itu terlalu berlebihan?

     Sepagi itukah? Aku minta maaf karena terus mengiyakan, tetapi sejujurnya, pagi ini tidak seindah itu bagiku.

     Sungguh biasa saja. Tidak lebih dari sekadar "biasa itu baik".

     (...Ketika seperti ini, pasti ada sesuatu)

     Ini adalah sinyal dari Himari yang ingin diperhatikan.

     Instingku, yang telah bersahabat dengannya lebih dari tiga tahun, memberitahuku demikian.

     Dan kemungkinan besar, insting itu benar. Ini adalah waktu "mencari perbedaan" yang tiba-tiba muncul, sering terjadi saat aku bersama Himari.

     Hal penting dalam situasi seperti ini adalah pengamatan. Pasti ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Dan cara dia menarik perhatian sangatlah mencolok. Himari cenderung terang-terangan dalam menyampaikan sesuatu tanpa peduli penampilan. Meskipun ini seperti kuis, petunjuknya sangat menonjol.

     Aku mengamati Himari.

     —Fokus.

     Secara spesifik, gerakan tangannya. Himari menarik perhatian dengan tangannya. Saat dia malu atau gugup, dia selalu memainkan poni rambutnya.

     Tangan kanan Himari, melirik, menyentuh dasi seragamnya.

     Lagi-lagi, ini sangat sulit dimengerti.

     Namun, sepertinya dia tidak memotong rambutnya atau semacamnya. Kalau soal rambut, aku pasti sudah menyerah, jadi ini sedikit lebih mudah untuk dijawab.

     Selanjutnya, Himari mencengkeram kerah seragamnya dan secara samar memedulikan panjang roknya.

     Sepertinya, ini bukan hanya masalah dasi saja. Cakupannya terlalu luas, aku tidak tahu harus fokus ke mana.

     Namun, justru itu yang terasa seperti petunjuk.

     Mungkin, ini bukan perubahan kecil seperti yang kupikirkan. Diperlukan perspektif makro, bukan mikro.

     (Sebenarnya, ada apa—... Hmm?)

     Tepat pada saat itu.

     Kami keluar dari tempat parkir sepeda yang teduh, menuju lorong penghubung yang terang.

     Cahaya matahari yang menyilaukan dari langit menyinari, menerangi gadis cantik bernama Himari.

     Himari bersinar seolah dunia menjadi cerah—bahkan ada ilusi seperti itu.

     Memang pantas untuk gadis cantik tiada tara.

     Meskipun hanyalah keberadaan kecil yang disebut manusia, dia seolah mampu menjadikan kilauan alam sebagai sekutunya. Bahwa dia diberkati oleh dunia, itu sama sekali bukan kebohongan—

     (Eh...?)

     Pada saat itu, aku menyadarinya.

     Tidak mungkin...? Tapi, benarkah...?

     Ketika kemungkinan itu terlintas—aku terkejut akan kenyataan tersebut.

     "Himari... jangan-jangan...?"

     "Hmph."

     Tampaknya aku benar.

     Himari mengangguk dengan sangat puas karena aku menyadarinya. Lalu, dengan senyum angkuh gadis cantik pertamanya di tahun ketiga, dia menyatakan!

     "Aku baru saja mengganti seragamku☆"

     "Bodoh sekali!"

     Pantes saja aku sampai mikir, “Kok seragammu kelihatan mengilap, ya!”

     Apa-apaan yang "bahkan alam pun bersekutu dengannya". Ini murni hasil teknologi canggih. Yah, itu cuma aku yang bilang sendiri!

     "Eh, kenapa? Jangan-jangan ukuran seragammu sudah tidak pas lagi, kan???"

     "Ya. Seragam yang lama masih ada di rumah, kok."

     "Kalau begitu, kenapa?"

     Kemudian Himari meletakkan kedua tangannya di pipi dan mengedipkan mata dengan imut.

     "Aku merengek pada Onii-chan dan minta dibeliin yang baru♪"

     "Jangan bilang seolah-olah kamu baru ganti ponsel..."

     Sungguh keluarga Inuzuka.

     Masa sih, hanya karena naik ke kelas tiga sampai ganti seragam baru? Sebagai rakyat jelata sepertiku, aku tidak mungkin bisa memahami pemikiran seperti itu. Kalau Saku-neesan, meskipun seragamnya robek parah seperti di manga pertarungan, dia tidak akan pernah mau menggantinya.

     Himari, yang sudah puas membocorkan rahasianya, mencubit ujung roknya dan mengangkatnya sedikit. Dengan tatapan sangat licik ala iblis kecil, dia mendongak menatap wajahku.

     "Gimana?"


     Ugh.

     Astaga, jangan sampai goyah hanya karena daya tarik imut seperti ini. Jika sampai terpancar di wajah, aku bisa-bisa dibilang "mesum" atau "tidak tahu malu" lagi oleh teman-teman sekelas yang baru.

     "Hmm..."

     Dengan pikiran tenang, aku kembali mengamati seragam Himari.

     ...Entahlah. Tentu saja desain seragamnya tidak berubah, dan Himari juga memakainya dengan sempurna, tapi tetap saja, nuansa baru yang aneh ini mengganggu. Terlebih lagi setelah menerima "bocoran" yang tak terduga.

     "Entah kenapa, rasanya seperti menonton drama di mana aktor yang sudah cukup berumur memerankan anak SMA..."

     "Bukankah itu terlalu pedas? Aku ini masih siswa aktif, tahu?"

     Aku juga ingin jujur mengatakan "cocok kok", tapi...

     Lagipula, jika tidak ada "bocoran" tadi, kemungkinan besar aku akan mengatakan itu, jadi bisa dibilang tanggung jawabnya ada pada Himari.

     "Lagipula, kenapa? Memangnya harus beli baru lagi hanya karena naik ke kelas tiga?"

     Mendengar pendapatku yang jujur, Himari tersenyum sinis. Dengan gerakan berlebihan, dia mengangkat bahu sambil menghela napas seperti seorang wanita licik berpengalaman yang mempermainkan anak muda.

     "Yah, Yuu mungkin tidak akan mengerti."

     "Eh? Itu sangat menjengkelkan, tahu?"

     "Tidak apa-apa kok. Bukanlah hal yang memalukan untuk tidak memiliki apa-apa. Sebaliknya, aku yang justru minta maaf karena memilikinya, ya?"

     "Di awal tahun ketiga ini, kamu sudah sangat menyebalkan..."

     Dia jadi sangat sombong, ya.

     Perasaan ini, bukan hanya karena dia mengganti seragam. Bahkan, sepertinya membeli seragam baru hanyalah bagian dari itu. Pasti ada sesuatu yang lebih krusial...

     "Ah!"

     Aku teringat.

     Benar juga, ada kejadian itu selama liburan musim semi. Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku datang ke sekolah setelah kejadian itu. Begitu, ya...

     Aku menghela napas, lalu tersenyum pada Himari.

     "Himari, syukurlah."

     Himari tersipu malu, pipinya merona.

     "Uh... e-enggak, bukan masalah besar buatku sih. Tapi Onii-chan juga bilang harus rapi dari penampilan, jadi..."

     Aku tahu kamu malu, tapi itu bukan alasan untuk mengganti seragam, kan?

     Namun, mengatakannya terang-terangan pasti tidak sopan. Himari terlihat sangat senang begitu.

     Aku pun akan dengan tulus merayakan kebahagiaan Himari.

     "Pulang nanti mau makan apa?"

     "Eh, eh~. Enggak usah repot-repot begitu dong. Aku jadi merasa seperti meminta-minta, kan enggak enak."

     "Kalau begitu, tidak jadi saja."

     "Aku tidak bilang tidak mau! Hari ini aku ingin yang pedas!"

Dasar, tidak jujur.

     Sambil membatin hal itu, aku merasa senang bahwa kedamaian seperti dulu telah kembali.

♣♣♣

     Sebuah peristiwa kecil namun cukup besar bagi Himari yang terjadi saat libur musim semi.

     Efeknya langsung terasa begitu kami tiba di kelas yang baru.

     Pergantian kelas sama sekali tidak jadi masalah. Wajah-wajah yang kukenal maupun murid-murid baru, semuanya menyerbu meja Himari dan membuat keributan.

     "Himari-san. Aku lihat Instagrammu!"

     "Maksudku, ini beneran? Gila, enggak sih?"

     "Boleh aku pamer ke teman-temanku di sekolah lain? Ayo foto bareng!"

     "Minta tanda tangan sekarang! Siapa tahu jadi bernilai tinggi nanti!"

     Di tangan teman-teman sekelas itu, semua memegang ponsel. Dan mereka semua menampilkan akun Instagram tertentu.

     'Enomoto Kureha di sini♪'

     'Mulai hari ini, ada calon model baru yang bergabung dengan agensiku~'

     'Aku akan bekerja sama dengannya untuk sementara waktu, jadi mohon kerja samanya, semuanya☆'

     Itu adalah unggahan Instagram Kureha-san.

     Dia berpose bersama Himari dalam foto two-shot yang memukau.

     Selama liburan musim semi.

     Aku dan Himari pergi ke Tokyo bersama Hibari-san untuk mengurus prosedur pendaftaran Himari ke agensi hiburan.

     Dan dengan demikian, Kureha-san pun memperkenalkannya ke publik.

     Grup obrolan kelas kami sangat heboh, dan semua orang pasti sudah menunggu dimulainya sekolah seperti ini.

     Keributan ini, dalam arti tertentu, memang sudah seharusnya diantisipasi. Sejak pagi, teman-teman dari kelas lain pun datang melihat.

     Di tengah kerumunan itu, Himari berlagak seperti Pangeran Shotoku, dengan wajah tenang. Dia mendengarkan sekitar sepuluh suara sekaligus, lalu menjawabnya satu per satu dengan sopan.

     Dan akhirnya, dia tersipu malu... Ini dia. Bukan malu sungguhan, melainkan akting malu dengan wajah murid teladan.

     Himari, Bintang Kelas

     "Aduh, repot sekali. Jangan terlalu berisik, dong, semuanya. Aku ini kan masih pemula. Malah jadi malu, tahu."

     Jika begitu, jangan lagi melirik ke arah kamera dengan halus. Kamu pasti sudah membayangkan dirimu tampil di televisi, kan?

     Meski dengan kalimat yang terkesan dibuat-buat itu, teman-teman sekelas tetap heboh.

     "Sudah kuduga sejak dulu, auranya memang beda, ya."

     "Seragam yang sama seperti kita, kalau Himari-san yang pakai, jadi terlihat berbeda."

     "Setuju! Kelihatannya jadi cantik dan baru."

     Tidak, memang benar-benar baru, kok!

     Jangan tertipu, semuanya. Seragamnya ini dua tahun lebih muda daripada seragam kami.

     Sambil memikirkan hal itu, aku menyeruput jus kotak Yogurppe yang tadi diberikan Himari.

     (Namun, pengaruh Kureha-san memang luar biasa, ya...)

     Bahkan hanya sebagai selebriti asal daerah saja sudah seperti pahlawan, apalagi ini almamaternya. Mustahil untuk tidak mengaguminya, kan?

     Di papan pengumuman ruang guru pun, masih terpajang foto Kureha-san saat masih sekolah. Pasti itu ulah Sasaki-sensei. Dia juga pasti senang melihat muridnya sukses.

     (...Yah, itu tidak masalah)

     Himari, yang selama ini sudah menjadi pusat perhatian teman-teman sekelas, kini ditambah dengan gelar 'calon model', semakin menjadi-jadi dan terlalu percaya diri.

     Tidak, itu sendiri sebenarnya tidak masalah. Jika Himari menetapkan tujuannya—dengan kemauannya sendiri—aku juga ingin mendukungnya.

     Perasaan itu tulus, tetapi...

     "Nfufu~ Baiklah~ Tanda tangannya antri ya~"

     "............"

     Entah kenapa, aku punya firasat buruk.

     Setiap kali Himari terlalu sombong seperti ini, biasanya ada balasan yang datang kemudian. Yah, semoga saja hanya perasaanku saja. Lebih baik tidak terjadi apa-apa.

     "Himari-san, apa tidak pindah ke Tokyo?"

     "Aku akan lulus sekolah di sini. Sekarang, kalau Kureha-san ada pekerjaan, aku diminta membantunya."

     "Mirip murid magang! Sangat profesional!"

     ...Yah, sudahlah. Pasti hanya perasaanku saja.

     Daripada itu, aku juga harus berjuang agar tidak disalip oleh Himari. Tunggu, bukankah popularitas ini sudah menyalipku? Aku belum pernah didukung semeriah ini, lho.

     (T-tidak, aku harus fokus melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan...)

     Pertama-tama, aku harus mengukuhkan fondasiku.

     Himari sudah mulai menempuh jalannya sendiri.

     Mulai sekarang, aku perlu mencari metode aktivitas baru.

     Yang terpenting, aku juga mendapatkan tujuan baru selama liburan musim semi.

     (Untuk itu, pertama-tama aku harus memikirkan kebijakan ke depan)

     Akun "you" yang selama ini kami jalankan, dinonaktifkan saat liburan musim semi.

     Setelah pesanan aksesori yang sedang kami tangani selesai dikirim, aku berencana untuk menghentikan aktivitas sementara waktu.

     Dan suatu saat nanti—

     Jika aku berhasil mencapai tujuanku saat ini dan bisa berdiri sendiri sebagai kreator.

     Aku berencana untuk mengaktifkan kembali akun ini.

     Semoga Himari juga bersamaku saat itu... tapi entah kenapa, sepertinya dia akan menjadi sosok yang tak bisa kuhubungi lagi. Agak menakutkan karena sepertinya itu bisa terjadi.

     (Yah, mau tak mau aku harus berusaha keras secara perlahan)

     Aku melirik ke arah Himari.

     Dia masih sombong seperti biasa... tapi entah bagaimana. Aku merasa Himari yang sekarang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada semacam stabilitas yang tidak ada sebelumnya...

     Atau mungkin ini hanya pandangan bias dariku, tetapi aku merasa ini adalah hal yang baik.

     (Aku harus berusaha keras agar tidak benar-benar disalip)

     Bel berbunyi.

     Pintu depan kelas terbuka, dan guru wali kelas tiga masuk. Orang itu menatapku, membelalakkan mata, lalu berkata,

     "Oh. Ada Nyantarou, ya."

     "...Iya, Sensei."

     Aku merasa tidak nyaman dengan panggilan Sasaki-sensei yang tidak berubah.

     Orang ini, sepertinya tipe yang akan memakai lelucon sampai usang. Mungkin sampai lulus... tidak, bagaimana ya. Melihat Saku-neesan dan yang lainnya, sepertinya aku akan tetap digoda bahkan setelah lulus.

     Aku menoleh ke samping dan melihat Himari tertawa tertahan, bahunya berguncang.

     "Puha."

     Demikianlah, tahun ketiga kami pun dimulai.

♣♣♣

     Hari ini adalah upacara pembukaan sekolah, jadi kegiatan berakhir di siang hari.

     Para anggota klub olahraga menuju latihan untuk turnamen terakhir mereka.

     Para anggota klub pulang sekolah menikmati sore sesuai keinginan mereka.

     Secara keseluruhan, suasananya cukup santai. Sekolah kami memang awalnya dikenal sebagai sekolah "cadangan" di daerah ini, jadi meskipun sudah kelas tiga, suasana ujian tidak terlalu kaku.

     (Nah, aku juga harus pergi...)

     Aku pun mengambil tas dan berdiri.

     "Himari, setelah sekolah mau ke mana?"

     Himari, yang masih dikerumuni teman-teman sekelasnya seperti tadi pagi, segera menjawab ke arahku.

     "Aku juga ikut!"

     Para gadis mengajak, "Yah...", "Ayo main bersama!". Namun, Himari dengan santai meminta maaf kepada mereka dan bangkit dari kursinya.

     "Baiklah! Kalau begitu, mari kita mulai kencan sepulang sekolah yang penuh cinta!"

     "Tidak akan. Karena kau bicara begitu, aku jadi dibilang sampah oleh semua orang, tahu..."

     Himari cemberut, "Cih."

     Apa dia tidak akan tenang kalau tidak terus-menerus melontarkan benih masalah dari mulutnya?

     "Bagaimana dengan Enocchi?"

     "Enomoto-san bilang dia akan datang ke sini setelah jam HR selesai... Hmm?"

     Entah kenapa Himari meletakkan tangan di mulutnya, lalu menatapku dengan seringai.

     "Oh oh~ Yuu-kun, kamu memanggil pacar kesayanganmu dengan nama keluarga, kikuk sekali~"

     "B-berisik. Aku baru mau membiasakan diri, jangan menggodaku."

     "Wah~ Berbeda sekali dengan saat bersamaku~ Kamu sangat menghargainya~ Ini dia~"

     "Kamu saja dari awal tidak terlalu suka dipanggil dengan nama keluarga, kan..."

     Sambil berbicara begitu, kami keluar ke koridor, dan segera menemukan sosok yang kami cari.

     Atau lebih tepatnya, dia sedang berlari ke arah kami.

     "Yuu-kun!"

     Itu Enomoto-san.

     Meskipun sudah kelas tiga, dia tidak berubah—tidak, mungkin dia terlihat semakin imut karena ada "filter aneh" yang aktif di diriku. Mau bagaimana lagi. Bahkan tanpa memandangnya sebelah mata, dia memang imut, jadi tak bisa dihindari.

     Terutama senyumnya yang polos selalu menyejukkan hati...

     "Uwah. Payudaranya menakjubkan."

     Terutama bagian dada yang tidak sengaja bergoyang saat dia berlari kecil, menurutku itu yang terbaik. Karena di musim semi pakaiannya sedikit lebih tipis, gerakan ini tidak bisa lagi dihentikan. Dengan daya hancur seperti ini sebelum musim panas, sejujurnya, aku tidak bisa menemukan kata lain selain mengerikan. Kata "berkeliaran bebas" terasa diciptakan untuknya—tapi!

     "Tidak, itu salah!!"

     "Eh, apa? Yuu, suaramu keras sekali."

     "Aku! Sama sekali! Tidak pacaran dengan tujuan seperti itu!"

     "Sungguh, ada apa? Kenapa kamu begitu putus asa?"

     Jangan-jangan Himari bisa mendengar isi hatiku?!

     ...Aduh, sungguh. Sejak pacaran dengan Enomoto-san, aku sudah kenyang mendengar godaan jahat semacam ini dari para laki-laki. Tolonglah, aku tidak tahan lagi.

     Saat aku terengah-engah, Himari menatap Enomoto-san dan berkata dengan sungguh-sungguh.

     "Payudara lembut sekelas pusaka nasional itu, malah sesuka hati dimiliki oleh laki-laki cupu seperti ini..."

     "Aku tahu kamu adalah makhluk yang tidak akan mati kalau tidak melontarkan lelucon cabul level anak SMP, jadi bisakah setidaknya kamu mengatakannya di tempat yang sepi?"

     Lihat, aku sudah ditatap tajam oleh laki-laki lain! Kamu tahu kan, bagaimana aku dianiaya oleh aliansi jomblo Natal tahun lalu?!

     Namun, dia sama sekali tidak peduli dengan perasaanku.

     Himari mengangkat jari telunjuknya dan terus menceramahiku.

     "Yuu mungkin tidak tahu karena belum pernah membandingkan remasan, tapi payudara Enocchi itu benar-benar luar biasa, lho? Kekenyalannya, ukurannya, sentuhannya yang lembap, rasanya seperti generator ion negatif alami. Aku rasa kamu harus lebih sadar akan keberuntunganmu."

     "Apa itu 'membandingkan remasan'? Kamu tahu tidak, kamu melontarkan kata-kata seperti gadis penghibur di rumah bordil dengan wajah gadis cantik itu benar-benar membuat otakku error, jadi tolong hentikan!"

     Eh?

     Ngomong-ngomong, Enomoto-san ada di mana...?

     Tepat saat aku menengok sekeliling—teriakan histeris Himari menggema di koridor.

     "Hiiiii-chaaaan...!"

     "Mogyaaaaaaa!"

     Oh... Hari ini pun dia dihancurkan dengan spektakuler.

     Himari, yang ditaklukkan dengan Iron Claw andalan Enomoto-san, tergeletak di kakiku sambil menggelepar. Bocah ini benar-benar tidak belajar, ya.

     Ketika aku sedang meresapi kesederhanaan dalam pemandangan sehari-hari, Enomoto-san menoleh ke arahku.

     Kemudian, dengan senyum gadis cantik bagai malaikat, dia menggenggam tanganku erat. Itu, lho. Genggaman tangan kekasih yang saling melilitkan jari, salah satu gerakan mesra yang sampai sekarang belum terbiasa bagiku.

     "Yuu-kun, ayo cepat pergi makan siang."

     "Bagaimana dengan Himari? Tidak apa-apa tidak dijemput walau sudah sekarat di sana?"

     "Nanti juga ada tukang jemput yang datang, jadi tidak apa-apa."

     "Apa itu tukang jemput? Sekolah ini punya latar seperti manga 'Dungeon Meshi'?"

     Enomoto-san mendongak menatapku.

     Kemudian, dengan tatapan lurus yang penuh kepercayaan padaku, dia tertawa, "Hehe."

     "Yuu-kun tidak akan melihat dada perempuan dengan tatapan mesum, kan?"

     "...Tentu saja."

     Diam-diam, aku sedikit membenarkan perkataan Himari.

     Ion negatif itu konon juga dihasilkan di hutan, kan. Dalam kategori makhluk hidup, manusia dan hutan itu sama, bukan? Maaf, ini akan kubawa sampai mati.

     ...Namun, yang menghentikan tekadku itu adalah Enomoto-san. Sambil tersenyum manis, dia terus menatap wajahku. Tekanan yang luar biasa membuat keringat bercucuran di dahiku.

     Senyumnya yang aneh dan penuh daya pikat itu, membuat topeng lemahku mulai retak di bagian pinggir.

     "Yuu-kun? Kenapa mengalihkan pandangan?"

     "H-hanya perasaanmu saja."

     "Yuu-kun?"

     "Benar. Hari ini agak panas, sepertinya enak makan yang dingin untuk makan siang... Aduh! Tangan! Berhenti meremas tanganku sekencang itu?!"

     Mau bagaimana lagi, aku ini laki-laki.

     Lagipula, kalau begitu, tolong hentikan jebakan tak terhindarkan yang membuat tubuhmu menempel padaku. Cukup mendesak!

     Ketika kami sedang sibuk dengan percakapan itu, Himari tiba-tiba muncul dari sisi berlawanan. Tangannya di depan mulut, dia tersenyum jahil, "Pufufufu."

     "Oh-oh. Memamerkan kemesraan, ya."

     "Aku dihukum karena ulahmu, tahu?"

     "Aku tidak melakukan apa-apa, kok. Hanya mengutarakan hasrat terdalam Yuu saja."

     "Apa kamu ini kejahatan yang tersembunyi di hatiku?"

     Kalau begitu, jika hati nurani tidak membantu, keseimbangan akan rusak. Ah, jadi hati nurani itu Enomoto-san, ya. Dia tipe yang mengoreksi, bukan membantu. Keseimbangannya benar-benar pas.

     Kemudian Himari, dari sisi berlawanan, merangkul lenganku.

     "H-hei, Himari!"

     "Eh, biarkan saja. Ini kan kontak fisik antarsahabat♡"

     "Tidak baik, tidak baik. Nanti aku dibilang mesum lagi di grup chat kelas. Sejak dimasukkan ke grup itu, aku jadi melihat hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kulihat."

     "Hyuu. Itu namanya lencana kehormatan bagi pria, ya? Hebat sekali Yuu bisa membanggakan hal seperti itu, pengalaman cintamu sudah meningkat, ya."

     "Bicara~. Himari, tolonglah, berkomunikasilah dengan benar~."

     Enomoto-san sudah di ambang batas!

     Sejak tadi dia gemetar dan wajahnya memerah padam sambil mengerucutkan bibir, imutnya... bukan. Aku bisa kena marah nanti, jadi tolong hentikan!

     Himari mencibir, lalu menjulurkan lidahnya dan menantang Enomoto-san dengan tawa licik, "Puhoho~☆"

     "Yah, aku ingin Enocchi punya kelapangan hati untuk memaafkan hal seperti ini dengan anggun, ya? Kamu tidak mungkin menyuruhnya menghapus semua kontak wanita hanya karena sudah jadi pacarnya, kan?"

     "~~~~!"

     Sungguh, siapa yang bicara seperti itu?

     Melakukan hal seperti itu tidak akan menghapus sejarah kelammu sebagai pacar yang sangat posesif, tahu?

     "....Hmm?"

     Aku menyadari tanganku terasa dingin. Ternyata, sentuhan tangan Enomoto-san yang tadi menggenggamku sudah menghilang. Tentu saja, orangnya pun lenyap begitu saja.

     (Jangan-jangan dia benar-benar marah... Ah!)

     Saat aku buru-buru mencari-cari, tiba-tiba Enomoto-san menyelinap masuk di antara aku dan Himari.

     Dengan paksa, dia melepaskan pelukan tanganku dan Himari, lalu menahan kedua lengan kami dengan kedua lengannya sendiri.

     Jadi, begini. Aku dan Himari kini merangkul lengan Enomoto-san, dengan dia berada di tengah.

     "Sudah beres!"

     Enomoto-san tampak sangat puas, mendengus bangga. Kemudian, dia membalas Himari dengan senyuman manis, seolah membalas dendam.

     "Hii-chan juga sahabatku, tahu!"

     "Enocchi, kamu hebat..."

     Bahkan Himari pun terkejut.

     Enomoto-san jadi kuat sekali, ya. Dulu saat kelas dua, dia hanya bisa menghadapi kenakalan seperti ini dengan Iron Claw yang mengandalkan kekuatan...

     Melihat perkembangannya itu, aku jadi terharu... tidak, sebenarnya aku ini apanya Enomoto-san? Gurunya? Apa aku sudah mengajarkan jurus rahasia terlalu dini kepada murid yang masih belum matang tapi harus pergi ke medan kematian?

     Tapi, sedikit...

     (Apakah ini benar-benar efektif, ya?)

     Aku sedikit ragu-ragu, lalu mencoba bicara pada Enomoto-san.

     "Rion. Agak sulit untuk mengatakannya, tapi..."

     "...!"


     Enomoto-san langsung berseri-seri.

     Meskipun sudah sekitar dua bulan kami berpacaran, dia masih saja tampak senang setiap kali kupanggil dengan nama "Rion". Sungguh menggemaskan. Dan mudah sekali terpengaruh. Aku benar-benar ingin dia lebih berhati-hati dalam banyak hal.

     Enomoto-san balik bertanya dengan wajah memerah malu-malu.

     "Eh, hehehe. Yuu-kun, ada apa? Kenapa?"

     "Ah, tidak, maaf mengganggu kesenanganmu, tapi... itu tidak bagus."

     Mendengar ucapanku, Enomoto-san memiringkan kepala dengan bingung.

     "Eh? Apa itu?"

     "Maksudku, posisi ini..."

     "????"

     Enomoto-san tidak mengerti.

     Kedua tangan Enomoto-san terkunci, dan dia berada di tengah-tengah antara aku dan Himari.

     Di atas semua itu, satu tangan Himari bebas.

     ...Aku rasa tidak perlu mengatakan apa-apa lagi.

     Di balik Enomoto-san.

     Himari, yang terlihat tidak senang karena pelukan lengannya denganku terganggu, kini mata birunya berbinar-binar.

     Tatapan itu tertuju pada dua buah terlarang yang terpampang jelas di depannya. Tangan Himari yang bebas bergerak-gerak seolah memiliki kehidupannya sendiri.

     Sudut bibirnya terangkat licik.

     "Aku menang!"

     Saat Enomoto-san menyadarinya dan menoleh, semuanya sudah terlambat.

     —Tangan Himari dengan berani mencengkeram dada Enomoto-san!

     "~~~~~~~!?"

     Wajah Enomoto-san memerah padam, mengeluarkan jeritan tanpa suara.

     ...Sudah kuduga akan jadi begini.

     Sementara aku hanya bisa menghela napas "Aduh...", di sampingku, pertengkaran "manja" (pengecualian istilah) yang dahsyat antara gadis-gadis cantik tiada tara sedang berlangsung.

     "Hii-chan! Apa yang kamu lakukan?!"

     "Puhahaha! Enocchi, kamu kena jebak! Dengan kedua tangan terkunci, jurus Iron Claw andalanmu tidak bisa dilancarkan! Untung aku sudah berlangganan Remasan Tanpa Batas MAX!"

     "Langganan seperti itu tidak ada! Hii-chan, kalau terus begini aku akan marah, ya!"

     "Biarkan saja, biarkan saja~ Lagipula kamu tidak bisa kabur~ Tenggelamlah dalam teknikku... Eh. Apa ini? Gila. Bukankah ini lebih hebat dari remasan sebelumnya? Enocchi, apa kamu akan membesar lagi? Apa kamu akan sebesar Kureha-san?!"

     "Moo~! Hii-chan, hentikan!"

     Aku tidak mendengar apa-apa. Aku tidak mendengar apa-apa sama sekali. Sama sekali tidak mendengar apa-apa!

     Meskipun aku bisa memblokir informasi... tidak, sebenarnya tidak bisa. Bagaimanapun, indra penglihatan ini jauh lebih parah daripada pendengaran.

     Gambaran seorang gadis cantik yang menikmati dada gadis cantik lainnya. Jika ini zaman dahulu, pemandangan seperti itu mungkin sudah dilarang keras untuk dilihat publik. Ini racun bagi mata anak SMA, jadi aku sungguh berharap mereka melakukannya di tempat lain.

     Itu adalah waktu bonus Himari.

     Sekilas, dia terlihat melakukan apa pun sesukanya.

     ...Namun, di balik strategi Himari ini, ternyata ada lubang jebakan besar. Dan sebenarnya, yang memegang hak untuk menarik pelatuk jebakan itu adalah aku, sang orang luar.

     "............"

     Aku dengan lembut melepaskan lengan yang terikat pada Enomoto-san.

     Hanya itu.

     Tugasku—sudah berakhir.

     "Puhahaha! Surga berpihak padaku! Kalau begini, semua hal yang selama ini tidak bisa kulakukan karena takut Iron Claw... Eh?"

     Ketika Himari menyadari keanehan itu, semuanya sudah terlambat.

     Sebuah lengan Enomoto-san—yang tadi terhalang olehku—kini bergetar kuat dengan mata berkaca-kaca dan dahi berkedut. Namun, bukan karena gairah, melainkan karena amarah.

     Wajah Himari mendadak pucat pasi.

     "A-aku, aku dipanggil Sasaki-sensei ke ruang guru! Wah, calon model terkenal memang sibuk, ya... Buh!"

     Begitu melihat situasi mulai tidak menguntungkan, Himari segera mencoba melarikan diri.

     Kemampuan mendeteksi bahayanya memang patut diacungi jempol, tapi kali ini situasinya buruk. Lengan Himari masih erat tergenggam oleh Enomoto-san, jadi dia tak bisa lari. Aku teringat ada adegan seperti ini dalam rekaman pertandingan gulat yang pernah ditunjukkan Enomoto-san.

     Uap kemarahan mengepul dari mulut Enomoto-san. Matanya merah menyala, dan aku seperti melihat ilusi sayap iblis tumbuh di punggungnya.

     "Hiiiii-chaaaaan?!"

     "Gyaa! Enocchi, tunggu, tunggu! Wajahku sudah parah! Wajahku sudah parah, jadi jangan Iron Claw, tapi... Hah!"

     Himari seolah mendapat ide, lalu tiba-tiba ambruk di tempat. Dengan pipi memerah malu, dia menatap ke atas dengan mata berkaca-kaca. Dia juga sedikit mengangkat ujung roknya, memperlihatkan paha putih mulusnya, menciptakan efek chit-chat. Lalu, dengan suara bisikan yang manis dan memabukkan...

     "J-jangan kasar-kasar, ya?"

     "............"

     Untuk kedua kalinya hari ini.

     Jeritan mengerikan Himari menggema di koridor.

     ...Kenapa ya, dia selalu dianggap sebagai siswa teladan di sekolah? Sihir Himari itu benar-benar terlalu misterius.

♣♣♣

     Seperti biasa, kami berada di kedai kari India di AEON.

     Hari ini, aku memesan biryani, semacam nasi goreng kari India. Biryani di kedai ini menggunakan nasi India berbutir panjang dan terasa sangat autentik. Kari memang tak bisa dilewatkan, tetapi saat cuaca panas seperti ini, aku jadi ingin makan biryani.

     Himari, seperti biasa, memilih kombinasi kari pedas dan lassi. Dengan santai dia menyantap kari pedas dengan level yang belum pernah kucoba, sambil melihat ponselnya dan terkikik senang, "Puhehehehe♪."

     Sambil melihat akun Instagram Himari di ponsel, aku mendesah kagum.

     "Akunmu berkembang pesat, ya."

     "Begitulah. Yah, berkat Kureha-san sih."

     "Meski begitu, hebat sekali."

     Sebagai latihan model, Himari mengunggah swafoto ke media sosial sekali sehari.

     Katanya, itu untuk membiasakan diri difoto... dan mungkin juga untuk melihat seberapa jauh dia bisa berkembang hanya dengan itu. Ini semacam ujian pendahuluan sebelum bekerja.

     "Hari ini mau pose apa, ya?"

     "Ide? Apa foto saat makan kari ini tidak boleh?"

     Himari menjawab dengan canggung. 

     "Yah, makanan itu tidak pernah salah, tapi aku sudah melakukannya berkali-kali."

     "Oh. Kureha-san menyuruhmu mencari yang lain, ya?"

     "Begitulah."

     Nama Kureha-san muncul, dan Enomoto-san di sampingku sedikit tersentak.

     ...Namun, dia hanya diam dan terus menyantap roti naan keju miliknya. Ia terlihat sedikit cemberut, tapi kadang dia memang seperti itu.

     (Meskipun dia mungkin tidak ingin menjadi model... rasanya aneh juga kalau kakaknya terlalu fokus pada gadis lain)

     Yah, kalau di keluargaku, Saku-neesan mau berteman dengan siapa pun tidak masalah...

     "Ah, benar!"

     Kemudian Himari, lagi-lagi, punya ide yang tidak perlu.

     "Enocchi, mau foto two-shot?"

     "Tidak mau."

     "Yah~ Boleh dong~ Dulu kan kamu pernah mengunggah foto two-shot dengan Yuu di SNS~ Ayo kita berbisnis yuri yang menggairahkan bersama~"

     "Dia menolak karena kamu bicara seperti itu, kan..."

     Aku benar-benar setuju sepenuhnya.

     Aku menghela napas, lalu berkata pada Himari,

     "Kamu sudah memutuskan untuk bekerja sebagai model, kan? Berhentilah melecehkan wanita! Kamu tidak tahu siapa yang akan mengunggahnya ke SNS, lho."

     "Tidak apa-apa. Itu juga gayaku☆"

     Dia yang bahkan belum debut sudah mulai mengoceh tentang gayanya sendiri, ya?

     Meskipun berpikir, "Dia benar-benar terlalu percaya diri...", aku juga merasa lega karena itu khas Himari. Kuharap dia bisa terus menjadi model dengan bahagia seperti ini.

     "Ah!"

     Tiba-tiba Himari mengangkat jari telunjuknya, seolah mendapat ide brilian.

     "Bukankah lebih baik kalau Yuu yang berfoto two-shot?!"

     "Tentu saja tidak boleh!"

     "Yah~ Jangan malu-malu, dong~ Kita juga sudah sering melakukannya, kan?"

     "Orang yang akan jadi model tidak boleh berfoto two-shot dengan laki-laki di kehidupan pribadinya!"

     Himari mengerucutkan bibirnya, "Buh~"

     ...Sungguh, aku khawatir Himari suatu hari akan terlibat skandal dan berhenti jadi model.

     Setelah selesai makan, kami keluar dari AEON.

     Himari, yang kembali bersemangat setelah mengisi ulang spicy dan bakteri asam laktat-nya, meletakkan kedua tangan di pinggang dan menunjuk langit dengan tegas.

     "Baiklah! Kalau begitu, mari kita pergi ke tempat Araki-sensei!"

     "Oke."

     Kami berangkat dari AEON menggunakan sepeda, dan tak lama kemudian...

     Sebuah rumah terpisah di belakang deretan toko yang sepi.

     Di depan gerbang, tergantung papan nama kecil bertuliskan "Kelas Merangkai Bunga Araki".

     Ketika kami menekan bel pintu, terdengar suara Araki-sensei dari dalam rumah.

     "Masuk saja."

     Pintu depan tidak terkunci.

     Kami pun memanfaatkan tawarannya dan masuk begitu saja.

     Pemilik kelas merangkai bunga ini—sedang bermalas-malasan bermain game di ruang tamu.

     Dalam arti tertentu, ini pemandangan yang biasa. Entahlah, apakah ini memang "biasa" untuk kelas merangkai bunga, tetapi jika Araki-sensei bilang tidak apa-apa, ya tidak apa-apa. Ini semacam ekstrateritorialitas.

     Namun, terlepas dari ekstrateritorialitas itu... bagaimana dengan perutnya yang menyembul dari balik kaus? Aku memang tidak bisa banyak bicara soal gaya hidup orang, tapi ini terlalu ceroboh untuk di depan murid SMA.

     "Sensei, bukankah ini terlalu ceroboh...?"

     "Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Rumah sepi seperti ini mana mungkin ada maling yang masuk."

     "Bukan itu maksudku..."

     "Oh? Sok-sokan mengkhawatirkan gadis yang tinggal sendiri, ya... Natsume-kun, level pengalamanmu meningkat, ya."

     "Cara bicaranya. Tadi Himari juga pakai kalimat mirip seperti itu..."

     Araki-sensei tertawa riang sambil berkata,

     "Nanti Sasaki-kun akan datang, kok. Jadi tidak perlu mengunci pintu setiap saat, kan."

     "Kemalasan sampai sejauh ini... Eh! Sasaki-sensei akan datang?!"

     Mendengar informasi tak terduga itu, mata kami berbinar.

     Kami semua bergerak ke sudut ruangan tatami, lalu saling berdekatan dan berbisik-bisik.

     "Ada harapan satu persen, tidak?"

     "Yah, entahlah. Itu kan Araki-sensei?"

     "Aku rasa ada kemungkinan."

     Araki-sensei menghela napas dan berkata,

     "Wahai anak muda yang di sana. Jangan terlalu mencampuri urusan orang lain!"

     """..."""

     Kami segera kembali ke posisi masing-masing.

     Di sana, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.

     (Ah, dia memasang gantungan kunci Sametarou di Switch-nya...)

     Ini adalah maskot taman hiburan yang menjadi oleh-oleh untuk Araki-sensei setelah aku berhasil membujuk Sasaki-sensei—tidak, setelah aku memberikan saran yang tulus padanya saat study tour tempo hari. Aku kira benda itu akan dilupakan di dalam laci lemari...

     (Jangan-jangan ini...?)

     Benarkah ada harapan?

     Pasalnya, Araki-sensei biasanya tidak terlalu menghargai hadiah dari murid-muridnya. Yah, makanan dan souvenir memang berbeda jauh, sih...

     Ketika aku sedang memikirkan hal itu, Araki-sensei mematikan konsol game-nya. Dengan sedikit susah payah, dia duduk bersila di hadapan kami.

     "Baiklah. Jadi, ada apa hari ini?"

     Barulah di situ kami akhirnya masuk ke inti pembicaraan.

     Aku menegakkan posisi dan menyampaikan alasan kedatanganku.

     "Aku berencana untuk aktif mengejar suatu tujuan, dan aku ingin meminta nasihat terkait hal itu."

     "Nasihat dariku? Aku tidak terlalu tertarik dengan aksesori, jadi kurasa tidak ada yang bisa kukatakan. Ah, jangan-jangan kamu mencari bunga langka lagi?"

     "Bukan. Kali ini bukan konsultasi semacam itu..."

     Aku memilih kata-kata dengan hati-hati saat menjelaskan.

     "Bagaimana ya... Ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan jalur karierku, dan aku ingin Araki-sensei, sebagai kreator profesional, mendengarkannya."

     "Hmm..."

     Menyadari keseriusanku, suasana di sekitar Araki-sensei entah mengapa menjadi lebih kaku.

     Perlahan dia memejamkan mata, terdiam sejenak seolah sedang berpikir. Sosok wanita pemalas yang biasanya bermalas-malasan lenyap, berubah menjadi sikap seorang kreator.

     Memang Araki-sensei.

     Sikapnya memang begitu, tetapi saat dibutuhkan, dia adalah orang yang serius. Tunggu, bukankah dulu saat pertama kali aku datang ke sini, dia pada dasarnya memang seperti ini? Aku yang membuatnya kenal game, dan jadi seperti ini... jangan-jangan kelas merangkai bunga ini sepi karena ulahku?

     Saat kekhawatiran itu muncul, Araki-sensei mengangguk dalam.

     "...Aku mengerti perasaan Natsume-kun."

     "Kalau begitu!"

     Dia membuka matanya lebar-lebar—kembali meraih Switch, berbaring, lalu melambaikan tangannya!

     "Terlalu berat, lewati saja."

     "Kumohon! Sekarang aku butuh petunjuk sekecil apa pun!"

     Ternyata benar-benar Araki-sensei.

     Saat kami menghela napas pasrah, dia tertawa tanpa merasa bersalah.

     "Meskipun begitu. Sebagai kreator, Ikebana itu ada dasarnya, yaitu aliran seni aslinya, dan pada akhirnya aku hanya mengikutinya saja, lho."

     "Aku ingin tahu bagaimana Sensei menarik klien, atau hal-hal semacam itu!"

     "Klien...?"

     Araki-sensei bangkit dengan malas, lalu memandang sekeliling ruangan tatami.

     ...Ruangan yang sepi.

     Seharusnya hari ini adalah jadwal kelas merangkai bunga.

     Namun, tidak ada seorang pun di sana, dan Araki-sensei sendiri mengenakan kaus dan jins biasa. Pakaian yang sama sekali tidak pantas untuk menyambut murid.

     Araki-sensei mengulang perkataannya, seolah ingin memastikan.

     "Klien?"

     "Tolong hentikan! Kenapa aku yang jadi merasa sedih?!"

     Aku memang sudah mendengar bahwa jumlah muridnya berkurang, tapi sepertinya situasinya lebih serius dari yang kubayangkan.

     "Eh? Jangan-jangan, tidak ada muridnya, ya...?"

     "Hmm. Kalau akhir pekan memang ada beberapa, tapi... Sebenarnya, tempat ini kan hanya warisan dari nenekku, dan aku cuma asal melanjutkannya. Murid-muridnya juga kebanyakan yang sudah ikut sejak generasi sebelumnya, dan yang baru pun hanya berdasarkan rekomendasi mereka. Sejak awal, aku tidak pernah membuka pendaftaran murid baru, sih."

     "O-oh, begitu..."

     Pantas saja nomor telepon di papan nama depan sudah luntur dan menghilang...

     Araki-sensei, yang entah mengapa terlihat seperti tidak peduli, mengangguk-angguk.

     "Dalam arti benar-benar baru, berarti Natsume-kun adalah murid pertamaku, ya. Wah, kalau dipikir-pikir, jadi terharu juga."

     "...Ngomong-ngomong, murid nomor dua siapa?"

     Dia tersenyum simpul, lalu meletakkan tangan di bahuku.

     "Yo, nomor yang sudah dipensiunkan!"

     "Aku tidak senang! Tidak senang sama sekali, dan lagi, apa penggunaan kata-katamu sudah benar!?"

     Aku hampir menangis karena alur cerita yang sungguh tidak terduga ini.

     ...Padahal aku mengira Araki-sensei adalah orang yang hebat!

     "Ah! Tapi, bagaimana dengan desainer taman?! Bukankah kamu punya banyak pemikiran di sana? Seperti pemasaran, atau tema desain!"

     "Oh, kalau yang itu, ya."

     Profesi utama Araki-sensei... begitulah mungkin sebutannya.

     Bagaimanapun, bagi Araki-sensei, kelas merangkai bunga itu seperti hobi. Kudengar sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai desainer taman yang menerima pesanan dari perusahaan atau individu.

     Itu pekerjaan yang mulia sebagai seorang kreator.

     Meskipun memiliki dasar Ikebana, tidak mudah bisa hidup dengan itu. Araki-sensei tetaplah orang yang hebat.

     ...Saat aku berpikir begitu, Araki-sensei berkata dengan pandangan menerawang.

     "Dulu, saat aku baru saja menjadi pekerja kantoran. Aku pernah menolong seorang lansia yang tanpa sengaja terjatuh dan tidak bisa bergerak saat hendak menyeberang jalan di depan area perbelanjaan sana."

     "Ya. ...Ya?"

     Entah kenapa, cerita kenangan ini dimulai dari arah yang sama sekali tidak kuduga.

     "Lalu, ternyata orang itu adalah pemilik perusahaan. Sebagai ucapan terima kasih, dia bilang, 'Coba saja sentuh sedikit tamanku ini,' dan dari situ..."

     "Begitu..."

     "Sejak saat itu, klienku bertambah satu per satu sampai sekarang."

     "............"

     Araki-sensei menunduk menatap layar Switch-nya.

     "Artinya, aku tidak pernah melakukan pemasaran sendiri, sih. Desainnya pun hanya mengadaptasi aliran dasar begitu saja, dan aku tidak pernah memikirkan tema khusus."

     "Hmmmm!"

     Ini benar-benar kisah orang miskin jadi kaya mendadak!

     Orang ini, jangan-jangan tipikal yang hidup sepenuhnya mengandalkan keberuntungan?!

     Himari berkata, sedikit—tidak, cukup terkejut.

     "Araki-sensei, untung saja kamu tidak pernah ketagihan pachinko, ya..."

     "Ah, dulu tempat itu kan bau asap rokok, ya?"

     "Bukan karena pengendalian diri, ya..."

     Namun, mungkin merasa tidak enak jika semuanya berakhir begitu saja.

     Araki-sensei kembali mematikan game-nya dan memintaku melanjutkan pembicaraan.

     "Tapi kenapa tiba-tiba bahas daya tarik dan tema? Ada apa?"

     "Ehm, ada masalah besar terkait jalur karierku..."

     Araki-sensei mengangkat bahu, lalu berkata dengan sangat tidak antusias, "Coba ceritakan."

♣♣♣

     —Ini adalah cerita di liburan musim semi.

     Ketika Himari pergi ke Tokyo untuk mengurus pendaftaran ke agensi hiburan, aku pun ikut bersamanya.

     Tentu saja, aku tidak berniat menjadi idol, dan sightseeing Tokyo... memang kami lakukan, tapi itu hanya sampingan.

     Tujuan utamanya adalah Kureha-san.

     Kakak Enomoto-san, dan orang yang mengajak Himari ke dunia model. Dia sendiri aktif sebagai model, dan juga membina kreator muda untuk agensinya di masa depan.

     Sementara Himari dan Hibari-san sibuk mengurus prosedur pendaftaran.

     Aku dipinjamkan ruang tamu agensi dan berhadapan langsung dengan Kureha-san.

     Yang ikut bersamaku adalah Tenma-kun, Sanae-san, dan juga Murakami-kun. Entah kenapa, saat kukatakan akan bicara dengan Kureha-san, mereka semua ikut. Mereka memang orang-orang baik...

     Dan setelah mendengarkan penjelasanku yang kikuk selama kurang lebih tiga puluh menit, Kureha-san langsung meringkas intinya.

     "Jadi, Yuu-chan juga, sama seperti Ten-chan dan yang lain, ingin aku menginvestasikan modal~?"

     "Benar. Mohon bantuannya!"

     Kureha-san bertepuk tangan dengan senyum indahnya.

     Bersamaan dengan itu, dadanya yang montok bergoyang. Aku sangat kesulitan mengalihkan pandangan... saat aku memikirkan itu, Kureha-san langsung menjawab dengan senyum lebar.

     "Tidak mau, deh~☆"

     "...Begitulah."

     Terlalu sesuai dugaan, sehingga aku tidak merasakan apa-apa lagi.

     Namun, Tenma-kun, Sanae-san, dan Murakami-kun yang mendengarnya, berbeda.

     Tiga orang yang kabarnya menamakan diri "Tiga Pendukungku" di dalam grup. Jujur saja, apa mereka pamanku atau semacamnya? Terlalu memalukan untuk mengakuinya.

     Pokoknya, ketiga orang yang mengenal Kureha-san dengan baik itu, bergerak cepat.

     Pertama, Tenma-kun pergi ke belakang Kureha-san dan mulai memijat bahunya dengan hati-hati. Dengan senyum manis terbaik yang biasanya memikat hati para wanita, dia mencoba membujuk Kureha-san.

     "Ayolah, Kureha-san. Tolonglah."

     "Eh~ Meskipun permintaan Ten-chan, sepertinya tidak bisa~"

     Namun, Kureha-san tetap teguh pada keputusannya, menunjukkan penolakan.

     Kemudian, giliran Sanae-san yang berlutut di kaki Kureha-san. Dia mengangkat kaki Kureha-san dan mulai memijat betisnya.

     Kali ini, dengan ketenangan seorang dewasa, dia berkata dengan nada lembut yang menasihati.

     "Ayolah, Kureha-san. Tidak baik terlalu jahat, lho~"

     "Eh~ Miko-chan juga~? Tapi tidak bisa~ Aku tidak terlalu berharap pada Yuu-chan~"

     Benteng Kureha-san masih belum bisa ditembus.

     Terakhir, Murakami-kun... Ah, dia terlihat sangat bingung. Ekspresinya tidak berubah, tapi aura kebingungannya sangat terpancar. Terlihat jelas ada perasaan seperti, "Apa aku juga harus melakukan sesuatu...?"

     "Um, Murakami-kun? Tidak perlu melakukan apa-apa, kok..."

     "....Tidak. Aku akan melakukannya."

     Murakami-kun bangkit dan keluar dari ruang tamu.

     Beberapa menit kemudian, entah dari mana dia membawanya, sebuah kotak kue mewah disodorkannya.

     "Kureha-san, ini..."

     "Eh~ Apa ini~?"

     Jangan-jangan dia disuruh-suruh?

     Saat aku melihat dengan cemas, Murakami-kun menjawab,

     "Ini kue mahal yang ada di kulkas kantor, untuk direktur."

     "Tidak, itu tidak boleh diambil seenaknya?!"

     Nanti dia akan dimarahi... Tapi Kureha-san, kenapa dia memakannya tanpa ragu sedikit pun?!

     Sambil mengunyah kue kering tipis yang cantik (aku tidak tahu namanya), Kureha-san mengangkat bahu.

     "Hmm~ Kalau sudah begitu..."

     Eh? Ternyata kue ini cukup efektif?

     Saat aku berpikir, "Begitu saja cukup...", Kureha-san bertanya padaku,

     "Yuu-chan~, sebagai balasan atas investasiku, apa yang akan kamu berikan padaku~?"

     Aku sudah menduga pertanyaan ini.

     Karena aku sudah mendengarnya dari Tenma-kun dan yang lainnya. Tentu saja, untuk investasi Kureha-san, pengembalian dalam jangka waktu tertentu adalah suatu keharusan.

     Bisa berupa uang, tapi bisa juga berupa hal lain yang bermanfaat. Kureha-san berencana memiliki agensinya sendiri di masa depan, dan investasinya kepada para kreator ini adalah bagian dari rencana itu.

     Kureha-san bertanya apakah aku sudah memikirkan apa yang akan kuberikan sebagai balasannya.

     "....Aku tidak tahu."

     Mendengar jawabanku, Kureha-san terkekeh.

     "Oh~ Kali ini kamu jujur, ya~?"

     "Sejujurnya, aku sempat berpikir untuk membujuk dengan berbagai cara... tapi pada akhirnya, aku menyadari bahwa anak ingusan sepertiku tidak akan bisa meyakinkan orang yang sudah sukses bekerja seperti Kureha-san."

     Kureha-san mengerjap-ngerjap.

     "Kali ini strategi membujuk, ya~? Kamu memikirkannya bersama Ten-chan dan yang lain~?"

     "Bukan, bukan begitu..."

     Yah, reaksi seperti itu wajar saja.

     Aku sendiri sejujurnya tidak pernah membayangkan akan mengatakan hal seperti ini pada Kureha-san enam bulan lalu. Dulu aku mati-matian berusaha agar Himari tidak ikut, tapi jika kupikirkan kembali tanpa beban, akulah yang salah paham.

     "Apa yang Kureha-san katakan selama liburan musim panas tahun lalu itu benar. Saat itu kami memang mempertahankan ego kami... tidak, aku tidak menyesali hal itu sendiri. Namun, kalau dipikir-pikir, Kureha-san memang memikirkan Himari. Sekarang, aku menganggap kamu adalah orang yang hebat."

     "............"

     Kureha-san tiba-tiba tersipu.

     Lalu, sedikit mengalihkan pandangan, dia mulai melilit-lilit ujung rambutnya dengan jari telunjuknya, melilitnya terus-menerus... Sungguh lilitan yang luar biasa. Jika ini pasta, orang Italia pun akan terheran-heran.

     Saat aku merasa curiga, Kureha-san berkata pada Tenma-kun yang sedang memijat bahunya,

     "Ten-chan."

     "Ya, ada apa?"

     Dengan senyum yang begitu indah hingga membuatku pusing, dia menunjuk.

     "Pergilah dan penggal kepala Yuu-chan~."

     "Kenapa?!"

     Aku refleks membalas.

     Kemudian Tenma-kun, yang tadi memijat bahunya, menundukkan kepala dengan hormat.

     "Sesuai perintah Baginda Ratu."

     "Tenma-kun?!"

     Ini Alice in Wonderland, ya?!

     Saat aku kebingungan, Tenma-kun meraih pedang Jepang yang tergantung anggun di dinding ruang tamu... Eh? Kenapa ada benda seperti itu terpajang? Hobi direktur, ya?

     Dia lalu dengan mulus menghunuskan pedang itu dari sarungnya.

     Gerakannya begitu anggun dan terkendali. Benar-benar tubuh yang terlatih sejak kecil sebagai idol. Tidak, aku tidak mengerti. Apakah ilmu pedang adalah keterampilan wajib bagi idol?

     ...Tunggu? Jangan-jangan dia serius?

     "...!?"

     Ketika aku buru-buru mencoba melarikan diri, Sanae-san dan Murakami-kun yang entah sejak kapan sudah mendekat, menjepitku dari kedua sisi. Aku pun terdorong ke sofa dalam posisi tengkurap, hanya leherku yang terekspos.

     Tenma-kun tersenyum manis, lalu menempelkan bilah pedang itu ke leherku.

     "Nah, Yuu-kun. Kau sudah siap?"

     "Belum siap! Kenapa tiba-tiba mau memenggal kepala?!"

     "Hehe. Sebenarnya, hari ini kami datang untuk melenyapkanmu."

     "Ini Jepang modern, kan?! Tidak ada budaya pembunuhan diam-diam seperti di zaman Sengoku, kan?!"

     Mata Tenma-kun berkilat tajam.

     Dia seperti algojo yang bersembunyi di balik masyarakat modern. Di hadapan veteran yang telah mengubur banyak tokoh penting dalam kegelapan, orang biasa sepertiku seperti katak yang terhipnotis ular.

     Pedang yang diangkat perlahan—diayunkan!

     "Jadi, Kureha-san, sampai kapan akan melanjutkannya?"

     "...!?"

     Leherku... Ah, tidak apa-apa! Masih tersambung!

     Aku mendongak dengan jantung berdebar, melihat Tenma-kun menatap Kureha-san dengan ekspresi bingung.

     "Meskipun itu hanya menutupi rasa malu, jangan membuatnya takut, dong."

     "Eh!?"

     Saat aku terkejut, Kureha-san memalingkan muka dengan angkuh.

     "Aku tidak malu~ Ten-chan, kalau bicara aneh-aneh, target musim ini akan ku kali tigakan, lho~"

     "Kejam sekali, ya."

     Tenma-kun tertawa terbahak-bahak.

     Pada saat yang sama, tangan yang menahanku dari kedua sisi terlepas. Aku buru-buru bangkit, dan Sanae-san juga tertawa riang. Rasanya seperti, "Leluconnya sukses besar, ya!"

     "Eh? Itu tadi cuma bercanda?"

     "Tentu saja. Tunggu, jangan-jangan kamu menganggapnya serius?"

     "Habisnya Tenma-kun, matanya seperti sudah membunuh beberapa orang, kan?"

     "Ufufu. Hasil kerja keras Tenma-kun dalam berakting di panggung terlihat jelas, ya."

     "Dia adalah teladan kreator yang selalu berusaha keras dalam setiap hal, ya!"

     Hanya Murakami-kun yang menunjukkan ekspresi agak canggung.

     "...Aku, aku tidak suka suasana grup ini."

     "K-kamu pasti kesulitan, ya..."

     Saat kami sedang berbicara begitu, Kureha-san menghela napas.

     "Yuu-chan~, kenapa kamu menginginkan investasiku~?"

     Untuk pertanyaan itu, aku punya jawaban yang jelas.

     Aku duduk dengan tegak dan menjawab.

     "Himari sudah mulai menapaki jalannya sendiri. Aku harus berusaha keras agar tidak tertinggal. ...Untuk itu, aku ingin memperluas cakupan hal-hal yang bisa aku coba."

     Dengan investasi dari Kureha-san, hal yang akan kudapatkan sangatlah besar.

     Aku tidak mengatakan uang adalah segalanya. Namun, uang dapat menyederhanakan banyak kesulitan. Aku bisa membuat banyak prototipe, bahkan mungkin mendapatkan tenaga kerja. Kualitasnya pun pasti akan meningkat pesat.

     Semua itu sudah kurasakan selama dua tahun terakhir.

     Ruang produksi yang disiapkan di rumah Himari, serta bantuan dari Enomoto-san dan yang lainnya. Banyak hal yang tidak bisa kulakukan sendiri kini bisa terwujud.

     Dan—mulai sekarang, kami akan menempuh jalan masing-masing.

     Aku tidak bisa lagi terus-menerus bergantung pada semua orang seperti dulu. Karena itu, aku perlu mencari metode lain sendiri.

     "Tapi, Yuu-chan juga melakukan penjualan daring aksesori, kan~? Apa itu tidak cukup~?"

     "....Dengan begitu, aku tidak bisa membuat aksesori yang mendekati klien. Lagipula, kegiatan utama penjualan daring tidak cocok untukku."

     "Kenapa kamu berpikir begitu~?"

     "Aku tidak bisa melupakan perasaan yang aku alami saat pameran solo Tenma-kun di liburan musim panas lalu."

     Itu terjadi saat aku berkesempatan berpartisipasi dalam pameran solo yang diselenggarakan Tenma-kun.

     Saat aksesori buatan Tenma-kun dan Sanae-san terjual habis.

     Hanya aksesori buatanku saja yang sama sekali tidak menarik perhatian.

     Namun, di akhir hari pertama.

     Bunga-bunga yang aku rawat dengan penuh kasih akhirnya bersatu dengan pemiliknya.

     Kegembiraan pada saat itu—bahkan sampai sekarang, mengingatnya masih membuatku merinding.

     Aku merasakan sensasi serupa saat acara penjualan di festival budaya.

     Meskipun pada akhirnya gagal, aku yakin bahwa mengejar hal tersebut lebih dalam adalah gaya yang harus aku tuju.

     Untuk bisa menyampaikan aksesoriku kepada orang-orang yang benar-benar bisa membuat bunga-bunga ini bahagia.

     Untuk itu, alih-alih menjual secara daring seperti sebelumnya, aku harus menciptakan wadah di mana klien bisa melihat bunga-bungaku secara langsung.

     "Sama seperti Tenma-kun, aku ingin mengasah kualitas aksesori dengan berinteraksi langsung dengan klien melalui pameran pribadi. Untuk itu, sesuai saran Murakami-kun, aku harus pindah ke Tokyo. Untuk mendapatkan modal kegiatan tersebut, format penjualan "you" yang sudah ada sama sekali tidak cukup."

     Jawaban yang paling optimal, pada akhirnya, adalah mendapatkan investasi dari Kureha-san dan beraktivitas bersama Tenma-kun dan yang lainnya.

     Jika aku bisa membuka masa depan dengan mengandalkan bakat dan teknik yang aku miliki—

     "Mohon bantuannya."

     Aku menundukkan kepala dalam-dalam.

     Tatapan Kureha-san lekat-lekat menilaiku.

     "Hmm~?"

     Suasana di balik matanya terasa sedikit berubah.

     Sebelumnya, ada aura kelelahan seolah dia hanya menemani permainan anak-anak. Kini, sedikit... hanya sedikit, terasa seperti berkilau penuh minat.

     Kureha-san bertepuk tangan, lalu memberikan jawaban positif kepadaku.

     "Yah, aku bisa mempertimbangkannya sedikit, kok~"

     "Benarkah?!"

     "Anak yang bisa menerima kesalahannya sendiri akan menjadi kuat, lho~"

     "T-terima kasih banyak!"

     Mataku berbinar.

     Namun, ekspresi Kureha-san sedikit berubah, kembali menampilkan aura jahil.

     "Tapi, Yuu-chan sudah membuatku mencicipi kepahitan, jadi tidak bisa langsung bilang 'Oke☆' begitu saja, ya~?"

     "Uh..."

     Yah, wajar saja.

     Itu juga sudah kuduga. Pasti Kureha-san akan memberikan syarat pertukaran yang sesuai dengan julukannya sebagai penyihir.

     Mungkin sebuah perbuatan iblis yang akan merendahkan semua martabatku sebagai manusia—

     "A-apa yang harus kulakukan agar kamu mengakuiku...?"

     Kureha-san tersenyum sangat manis.

     Namun, di balik senyum ramahnya, auranya terasa dingin. Dari balik senyumnya yang seperti topeng, tatapan setenang pembunuh mencoba menilaiku.

     Tekanan macam apa ini... Keringat dingin tak berhenti mengalir.

     Apakah ini kharisma wanita jahat yang telah melintasi kegelapan dunia hiburan?

     Saat aku menelan ludah, Kureha-san bertepuk tangan. Dada montoknya bergoyang dua kali, "tayun-tayun."

     "Hibari-kun~ Kamu pasti lagi mendengarkan, kan~?"

     Kami tersentak dan menoleh ke arah pintu.

     ...Namun, pintu tidak terbuka. Aku bangkit dan membuka pintu, tetapi hanya koridor sepi yang terhampar di depanku.

     Aku menoleh kembali ke dalam ruangan.

     "Tidak ada siapa-siapa... Eh, wow!?"

     Pada celah sesaat itu, ada sesuatu yang asing masuk ke dalam ruangan.

     Entah kenapa, Hibari-san sedang duduk di sofa—lebih tepatnya di tempatku duduk—dan dengan anggun memiringkan cangkir tehnya.

     Kemunculannya yang seolah lahir dari bayangan membuat semua orang tercengang. Bahkan Sanae-san yang biasanya tenang pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

     "H-Hibari-san!? Dari mana kamu masuk?!"

     "Heheh. Kenapa begitu terkejut? Hal seperti ini mudah saja."

     Katanya sambil tersenyum menawan, senyum khas pria tampan luar biasa. Ditambah lagi, gigi putih bersihnya berkilauan. Kenapa dia bisa memancarkan kilauan seperti itu di kantor orang lain, sungguh aneh.

     "Ini juga berkat rugbi di masa kuliah. Aku bersembunyi di dalam bayangan Yuu-kun dan mendengarkan semuanya!"

     "Maaf, tolong ceritakan kisah rugbi yang aku tahu saja!"

     Ini bukan lelucon yang lucu.

     Orang ini, jangan-jangan ninja modern, ya? Tidak, justru itu lebih masuk akal, jadi tidak tertolong lagi. Lagipula, keluarga Inuzuka sendiri entah kenapa seperti rumah ninja... Eh? Ini benar-benar hanya lelucon, kan?

     Hanya Kureha-san seorang yang tidak terkejut dengan kemunculannya.

     "Ufufu. Hibari-kun, kau seperti biasa, ya~☆"

     "Kamu sendiri, bukankah sudah sedikit melunak?"

     "Eh~ Mengatakan 'melunak' pada seorang gadis itu tidak sopan sekali~♪"

     "Heheh. Kamu bukan tipe yang mudah terluka oleh sindiran seperti ini, kan?"

     Meskipun ada anggota lain, mereka tetap berinteraksi seperti biasa...

     Tentu saja Tenma-kun, yang tidak mengenal Hibari-san, berbisik padaku.

     "Yuu-kun, siapa dia ini?"

     "Uhm... dia adalah kakak Himari yang hari ini datang untuk kontrak agensi, dan teman sekelas Kureha-san dari kampung halaman."

     Aku menjelaskan, seolah menyendok sup kaldu bening yang terbaik dari ramen, hanya mengambil intisarinya.

     Mungkin seharusnya aku menjelaskan lebih banyak, tapi... yah, kalau salah bicara, nanti bisa gawat. Aku juga butuh investasi, kan.

     Namun, Tenma-kun sepertinya bisa menerima penjelasan itu.

     "Oh. Jangan-jangan dia punya hubungan yang sama dengan Shishou?"

     "Ah, itu dia! Tolong anggap saja begitu."

     Guru Tenma-kun, Shiiba Yataro-san.

     Dia teman sekelas Hibari-san dan kelihatannya punya hubungan spesial dengan Saku-neesan. Memang, ada contoh nyata Yataro-san, jadi mungkin cara pandang itu lebih masuk akal.

     ...Namun, justru karena itu, ada bahayanya.

     Aku tersenyum selebar-lebarnya, memegang kedua bahu Tenma-kun, lalu berkata perlahan dan selembut mungkin.

     "Tapi, jangan pernah bertanya detailnya pada Yataro-san. Nyawamu tidak terjamin, lho."

     "Eh, seram. Orang itu, ladang ranjau macam apa?"

     Lagipula, dia orang yang bisa bersembunyi di bayangan orang lain dan mencuri dengar pembicaraan, lho. Di dunia ini, ada rahasia yang tidak boleh disentuh oleh orang biasa...

     Sementara aku menjelaskan, Hibari-san dan Kureha-san melanjutkan pembicaraan mereka.

     "Jadi? Sengaja memanggilku berarti... kamu merencanakan sesuatu yang tidak beres lagi, kan?"

     "Ufufufu. Tentu saja, tepat sekali~☆"

     Kureha-san tersenyum misterius, lalu mengeluarkan ponselnya dari belahan dadanya.

     Orang ini, memang suka sekali drama seperti ini. Jujur saja, ini racun bagi mata remaja yang sehat, jadi tolong jangan sering-sering melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

     Kemudian Kureha-san menunjukkan sebuah video di ponselnya.

     "I-ini...!"

     Aku dan Hibari-san menunjukkan ekspresi terkejut.

     Dalam video itu, seorang murid laki-laki yang masih muda—terlihat seperti Hibari-san dengan seragam yang sama denganku—tampak bernyanyi di depan kamera dengan malu-malu.

     ...Meskipun sudah sepuluh tahun yang lalu, aku belum pernah mendengar lagu ini. Lirik yang begitu romantis dan sangat manis, pasti disukai para wanita.

     "Kureha-san? Ini..."

     "Ini adalah sesi pamer lagu original Hibari-kun yang berisi cintanya padaku~☆"

     Ini lagi, sungguh memalukan sekali...!

     Saat aku masih terperangah, Kureha-san kini tersenyum lebar ke arah Hibari-san.

     "Aku ingin mendengarnya secara langsung lagi setelah sekian lama~☆"

     "...!?"

     Wajah Hibari-san menegang.

     Sepertinya dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Wajahnya sedikit pucat, ini pasti kotak Pandora yang sangat berbahaya. Kalau diingat-ingat, saat kejadian liburan musim panas juga ada hal serupa...

     Setelah keheningan yang panjang, Hibari-san mengangguk.

     "....Baiklah. Kureha-kun, ikutlah ke ruangan sebelah."

     Pada saat dia berbalik badan penuh tekad—

     "Di depan semua orang, ya~☆"

     "....!?"


     Syarat yang terlalu kejam telah diberikan.

     Hibari-san membelalakkan mata, lututnya lemas dan ambruk di tempat. Dengan ekspresi kesakitan, dia mencengkeram dadanya, lalu berteriak pada Kureha-san yang tersenyum tipis!

     "Kamu... sudah jatuh serendah inikah!?"

     Entah kenapa, drama serius tiba-tiba dimulai.

     Sandiwara singkat yang mendadak ini membuatku tak bisa mengalihkan pandangan. Tenma-kun dan Murakami-kun juga terlihat penasaran, mengikuti akhir dari kejadian ini.

     Dasar laki-laki, memang suka dengan alur seperti ini. Yah, hanya Sanae-san yang terlihat bingung dengan ekspresi "Eh? Ada apa ini?".

     Namun, aku tidak bisa hanya menonton saja di sini.

     Bagaimanapun, ini adalah pembicaraan mengenai investasi untukku. Aku tidak bisa membiarkan Hibari-san, yang selalu membantuku, memikul beban seperti ini.

     "Hibari-san. Um, jangan sampai sejauh itu hanya karena aku..."

     Perkataanku terhenti oleh telapak tangannya yang terulur.

     Hibari-san berbalik, lalu berkata dengan senyum yang menyimpan kesedihan.

     "...Yuu-kun. Aku punya sesuatu yang harus kulunasi padamu."

     "A-apa itu?"

     Hibari-san kemudian mulai berbicara dengan nada seolah mengakui dosa besarnya.

     "Saat kamu dan Himari mulai berpacaran, aku tahu itu tidak akan berhasil. Meski begitu, aku hanya diam demi perkembangan kalian berdua. Aku bisa memastikan itu memang diperlukan, tapi tetap saja, aku telah melukaimu, itu faktanya."

     "T-tidak mungkin! Masalah dengan Himari itu tanggung jawabku! Dan aku tidak menyesalinya! Aku sama sekali tidak membenci Hibari-san karena itu!"

     Namun, mendengar perkataanku, Hibari-san hanya tersenyum lembut.

     Setetes air mata mengalir di pipinya—lalu berkilauan. Sungguh, di mana sumber cahayanya?

     "Hari-hari saat bertemu denganmu bersinar bagaikan permata di hatiku."

     "Itu pertanda buruk!!"

     …Begitulah, berkat pengorbanan besar, aku akhirnya mendapatkan secercah harapan.

     Agak mengerikan, sih.

     Meski itu dilakukan demi aku dan aku sama sekali tidak berniat menyangkalnya, tetapi membongkar sejarah kelam keluarga sendiri itu berat. Terutama frasa "Kamu adalah bintang utamaku satu-satunya, gadis impianku" tak akan pernah kulupakan seumur hidup.

     Aku bersumpah dalam hati akan membelikan Hibari-san makanan enak nanti, karena dia terlihat lemas di sofa setelah menyelesaikan tugas besarnya.

     Di sisi lain, Kureha-san yang puas dan kulitnya tampak berseri-seri, mengangkat dua jarinya.

     "Kalau begitu, Yuu-chan, aku akan memberimu dua syarat~"

     "Eh? Lalu pengorbanan Hibari-san tadi?"

     "Eh~? Aku tidak pernah bilang itu adalah syarat pertukaran, lho~?"

     "Iblis! Kamu adalah iblis!"

     Bahkan teriakanku yang pilu justru membuat Kureha-san tampak semakin senang.

     Orang ini, sifatnya benar-benar buruk sekali. Tunggu? Apa aku yakin meminta investasi padanya? Jangan-jangan nanti organ dalamku tiba-tiba dijadikan jaminan, kan?

     Saat aku gemetar, Kureha-san mengajukan syaratnya.

     "Yang pertama, sebelum lulus, akan ada ujian masuk~ Di sana, Yuu-chan harus menunjukkan akan jadi kreator seperti apa... Artinya, tunjukkan padaku keuntungan apa yang bisa kamu hasilkan~☆"

     Eh?

     Sepertinya normal saja...?

     "I-isi ujiannya?"

     "Sejujurnya, aku tidak menyangka Yuu-chan akan mengajukan permohonan begitu~ Jadi, isi ujiannya akan kuputuskan nanti saja~☆"

     "B-baiklah. ...Lalu, syarat yang satunya lagi?"

     Begitu.

     Berarti syarat yang satunya lagi pasti adalah sesuatu yang kejam dan jahat seperti seorang penyihir...

     "Yang kedua, kuliah di universitas di Tokyo~♪"

     "Eh? Universitas, maksudnya...?"

     Sekilas, sepertinya tidak ada hubungannya dengan kegiatan sebagai kreator, tetapi...

     Saat aku menunjukkan kebingungan, Sanae-san menjawab,

     "Seperti yang sudah aku katakan saat study tour, Kureha-san hanya akan memberikan investasi sampai kamu lulus kuliah. Kureha-san menjadikan kuliah sebagai syarat agar kamu mendapatkan sarana untuk bisa mandiri setelah itu."

     "O-oh, begitu..."

     Kalau dipikir-pikir, Sanae-san juga pernah bilang akan mencari pekerjaan, ya.

     Ini berarti bukan syarat pribadi untukku, melainkan syarat yang harus dipatuhi oleh semua yang menerima investasi.

     (Cara Kureha-san memberikan jaminan seperti ini, entah mengapa mirip dengan Saku-neesan...)

     Kureha-san, entah kenapa, membusungkan dadanya yang besar dengan bangga.

     "Meskipun bisa masuk universitas, kalau sampai tinggal kelas, investasinya akan langsung kuhentikan, ya~. Agensiku menentang keras bahwa 'kreator boleh berantakan dalam kehidupan pribadi'. Kreator zaman sekarang harus bisa beradaptasi dengan masyarakat, lho~"

     "B-baiklah..."

     Kuliah, ya.

     Orang tuaku justru berorientasi pada kestabilan, jadi mereka tidak akan menolak jika aku bilang ingin kuliah. Soal biaya kuliah... aku akan minta saran dari Saku-neesan.

     Masalahnya adalah belajar, ya.

     Mengingat aku harus melewati syarat pertama dari Kureha-san, mungkin aku tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk belajar.

     Tapi, kurasa itu tidak masalah.

     Lagipula, yang penting adalah 'universitas di Tokyo'...

     "Ah. Dan ingatlah hal penting ini, ya~"

     "Hal penting?"

     Kureha-san menyipitkan matanya. Gerakan yang sedikit jahat itu memberiku firasat buruk.

     "Meskipun disebut universitas di Tokyo, kualitasnya bervariasi, lho~. Aku akan menentukan beberapa pilihan universitas, jadi kamu tinggal pilih dari daftar itu~"

     "Eh..."

     Saat aku terdiam kaku, Kureha-san terkikik.

     "Karena kamu akan kuliah sebagai jaminan untuk kreator, tidak ada gunanya memilih sekolah yang tidak punya masa depan atau sekolah seni kejuruan, kan~? Yah, kurasa Yuu-chan yang diakui Hibari-kun tidak akan memikirkan hal curang seperti itu, kok~?"

     "...Begitulah."

     Ya, tentu saja.

     Aku sama sekali tidak memikirkan hal murahan seperti itu, hahaha...

     Namun, apa ini sudah selesai?

     Dua syarat... "Ujian masuk sebelum kelulusan" dan "Kuliah di universitas di Tokyo". Memang, hanya dua itu yang diajukan.

     "Uhm..."

     Saat aku ragu-ragu, Kureha-san memiringkan kepalanya.

     "Ada apa~?"

     "Tidak, hanya itu saja...?"

     Kureha-san berkata dengan nada aneh.

     "...Yuu-chan. Jangan-jangan kau masokis, ya~?"

     "T-tidak! Sama sekali tidak!"

     Sial, aku jadi bereaksi berlebihan.

     Aku sering diolok-olok seperti ini sejak bersama Himari. Tubuhku jadi refleks berlebihan.

     (Tidak, habis ini Kureha-san. Aku kira dia akan mengatakan hal-hal seperti, 'Jika gagal, bawa surat tanah rumah orang tuamu,' atau semacamnya...)

     Saat aku merasakan perasaan hampa yang tak terlukiskan, Tenma-kun berkata sambil tertawa.

     "Hahaha. Kamu kira akan dibebani dengan tuntutan yang lebih mustahil, ya?"

     "Ah, iya. Begitulah..."

     "Karena pembicaraan kali ini tidak merugikan Kureha-san, kok. Kamu hanya berjanji akan mengikuti ujian sebelum lulus, dan tidak meminta biaya untuk itu, kan?"

     "Ah, iya, benar juga. Begitu..."

     Sekarang setelah dipikir-pikir, memang benar.

     Dulu di liburan musim panas, Kureha-san punya tujuan besar untuk memasukkan Himari ke agensi, tapi itu sudah selesai dengan pendaftaran atas kemauan Himari sendiri.

     "Tujuan akhir Kureha-san adalah menjadi seorang pemimpin bisnis. Dia bukan tipe orang yang akan melepaskan talenta jika Yuu-kun memang orang yang cakap, dan setidaknya dia berpikir boleh mencoba mengujimu."

     "..."

     Mendengar kata-kata itu, jantungku berdegup kencang tanpa kuduga.

     Liburan musim panas tahun lalu pun, aku juga diuji oleh Kureha-san.

     Tapi saat itu, bagi Kureha-san, aku tidak lebih dari batu kerikil di pinggir jalan. Hanya pengikut Himari, sebuah eksistensi kecil yang bisa lenyap kapan saja. Bahkan diragukan apakah dia benar-benar berniat mengujiku.

     Namun setidaknya, sekarang dia bersedia meluangkan waktu untuk mencari tahu apakah aku ini batu atau emas.

     (…Ini, mungkin aku akan sedikit bersemangat)

     Aku mengepalkan tangan perlahan.

     Seolah membaca tekadku, Kureha-san tersenyum manis... Tunggu?

     (Kalau begitu, bukankah Hibari-san tidak perlu mengadakan kontes menyanyi gelap itu?)

     ...Tidak, jangan dipikirkan.

     Seorang bocah sepertiku memutar otak pun tidak bisa mengubah masa lalu. Yang penting adalah bagaimana menghadapi masa depan, ya!

     "Karena kamu benar-benar mengejar impianmu, syarat sekecil ini pasti bisa kamu lewati dengan mudah, kan~?"

     "...Ya!"

     Aku mengangguk.

     Dua syarat tadi... meskipun bukan sesuatu yang bisa langsung kutemukan jawabannya, aku pasti akan menyelesaikannya. Jika mempertimbangkan besarnya imbalan, ini justru terlalu mudah.

     Hibari-san, yang tadi sudah menjadi abu putih di belakangku, bangkit kembali dan memegang bahuku dengan erat.

     "Tidak apa-apa. Kalau sudah gawat, aku akan ada untukmu!"

     "T-terima kasih..."

     Bimbingan Belajar Hibari, ya...

     Mengingat saat aku dibantu dalam ujian susulan sekitar setahun yang lalu, bulu kudukku masih merinding.

     Setelah itu, Enomoto-san bahkan pernah bertanya, "Eh? Rambutmu rontok?" dan membuatku merinding lagi...

     (Akan kucoba sebisa mungkin dengan kemampuanku sendiri!)

     Saat aku memperbarui tekad, Tenma-kun mengulurkan tangannya.

     "Yuu-kun. Aku menunggumu agar kita bisa bekerja sama tahun depan."

     "Ya!"

     Sambil berjabatan tangan dengan erat, aku pun bertekad untuk berlatih keras selama satu tahun ke depan.

♣♣♣

     Setelah mendengarkan ceritaku, Araki-sensei berkata,

     "Ah, sudah selesai?"

     "Kamu diam-diam sudah merebus sōmen untuk makan siang!?"

     "Habis ceritanya panjang sekali. Katakan intinya saja, dong~..."

     "Araki-sensei..."

     "Oh, bagaimana makan siangmu? Aku sudah merebus untuk semua orang, kok."

     "Maaf, kami baru saja makan..."

     Perhatiannya benar-benar sudah beralih ke makan siang. Bukankah aku tadi disebut murid pertamanya? Apa benar-benar tidak apa-apa jika aku menghormati orang ini...?

     Saat aku menangis dalam hati, Himari berkata sambil tersenyum kecut,

     "Katanya, dia harus menentukan identitas kreatornya dan meyakinkan orang itu dalam setahun ini, demi mendapatkan patron setelah masuk kuliah."

     "Ah~ Jadi begitu, ya~..."

     Araki-sensei dengan santai memarut jahe ke dalam kuah sōmennya. Orang ini, meskipun pemalas, detail dalam hal-hal seperti ini, ya...

     "Tapi jujur saja, menurutku Natsume-kun tidak butuh warna baru lagi, sih~"

     "Aku juga jadi bingung kalau Sensei berat sebelah seperti itu..."

     Aku sedikit terkejut, jangan-jangan dia benar-benar malas berpikir... Tapi Araki-sensei tertawa sambil menggelengkan kepala.

     "Bukan, bukan. Aku serius mengatakan kamu tidak membutuhkannya, lho~"

     "Maksudnya bagaimana?"

     Dia mencelupkan sōmen ke dalam kuah, lalu menyeruputnya dengan lancar. Sambil menunjukkan gestur berpikir sebentar, "Hmm...", dia melanjutkan.

     "Aneh memang, tapi warna seorang kreator itu, pada akhirnya, hanya bisa didapatkan dari masa lalu."

     "Dari masa lalu?"

     "Prestasi itu punya kecenderungan, dan itu yang menjadi bidang keahlian seseorang. Bidang keahlian itu kemudian dikenali sebagai warna... Begitu penjelasannya, apakah bisa dipahami?"

     "Ah, iya. Aku mengerti maksudnya."

     Misalnya, seorang artis ternama di suatu bidang, atau seorang atlet.

     Dalam wawancara dengan orang-orang yang telah meraih kesuksesan, kadang kita menemukan komentar seperti, “Awalnya aku ingin melakukan hal yang berbeda.”

     Mereka tidak secara sengaja mengejar bentuk yang sekarang, tapi hanya terjadi begitu saja. Namun, terlepas dari impian pribadi mereka, nama mereka tetap diakui dan dipuji.

     "Jadi, Natsume-kun juga bisa coba meninjau kembali semua karyamu dari awal, kan? Seharusnya kamu sudah cukup mahir berkomunikasi dengan bunga."

     "...Benar juga."

     Nasihat serius dari Araki-sensei yang tidak biasanya itu membuat dadaku terharu.

     Ternyata. Araki-sensei juga memperhatikanku. Aku selalu berpikir dia orang yang sembrono, tapi dia adalah orang yang bisa bersikap serius saat dibutuhkan.

     Mungkin aku salah paham tentang Araki-sensei...

     "'Wednesday Campanella' merilis lagu berjudul 'Carolina', kan?"

     "Ya. ...Ya?"

     Eh? Kenapa begitu?

     Saat aku memiringkan kepala, Araki-sensei entah kenapa berkata dengan bangga,

     "Aku merasa lagu itu mengatakan hal seperti itu."

     "Araki-sensei..."

     Seharusnya dia tidak mengatakan hal seperti itu...

     Meski merasa lemas, aku mengulang-ulang perkataan itu dalam benakku.

     (...Warna seorang kreator hanya bisa didapatkan dari prestasi masa lalu, ya)

     Saat aku berpikir keras, tiba-tiba ada sesuatu terlintas di benakku.

     Seingatku, aku pernah membicarakan hal semacam ini dengan seseorang sebelumnya.

     Apa, ya?

     Ada sesuatu yang mengejutkan terjadi setelahnya, jadi aku benar-benar lupa.

     Yah, kalau sudah lupa, mau bagaimana lagi.

     Mungkin aku akan mengingatnya seiring waktu saat aku mulai memikirkan warna diriku sendiri.

     ...Semoga saja itu sebelum ujian dari Kureha-san.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close