NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Inkya no Boku ni Batsu Game V11 Chapter 3

 Penerjemah: Eina

Proffreader: Eina


Chapter 3: Apa yang bisa dinikmati saat Natal?

Setelah ulang tahunku berakhir, aku akhirnya berusia tujuh belas tahun.

Meskipun begitu, bukan berarti ada sesuatu yang berubah secara drastis. Hanya saja, tahun depan aku akan berusia delapan belas tahun, jadi mulai sekarang aku harus berusaha lebih keras dengan kesadaran sebagai orang dewasa.

Aku memikirkan hal itu karena kecemasan yang samar-samar dan tekad yang kuputuskan tempo hari, tapi terlalu memaksakan diri juga tidak baik bukan.

Memiliki semangat itu bagus, tapi kalau berlebihan nanti bisa lelah sendiri.

Aku sampai pada pemikiran itu mungkin karena pengalamanku saat menceritakan tekadku di hari ulang tahun pada Ayah dan Ibu.

‘Hidup sendiri ya...’

‘Un. Tahun depan aku juga sudah delapan belas tahun, jadi kupikir aku ingin mulai mencobanya... bagaimana menurut kalian?’

‘Kalau dari Ibu sih... Ibu masih menentangnya.’

Seperti itulah, aku akhirnya ditentang oleh kedua orang tuaku. Aku sempat bertanya-tanya kenapa, tapi setelah kudengarkan alasannya, banyak hal yang bisa kupahami.

‘Lagipula, tujuanmu hidup sendiri itu karena Nanami-san bukan? Kalau begitu, Ayah menentangnya.’

Jika sudah dikatakan seperti itu, aku tidak bisa membantah apa-apa. Alasan utama mengapa aku ingin hidup sendiri memang persis seperti itu, karena aku ingin bersama dengan Nanami.

Hanya saja, aku yang tidak bisa menerima hanya dengan alasan itu saja, akhirnya dijelaskan panjang lebar oleh Ayah dan Ibu alasan mereka menentangnya... dan semua alasan itu berhasil membuatku sepenuhnya mengerti.

Masalah uang, masalah kehidupan sehari-hari, masalah akademis... yah, ada sangat banyak masalah, un.

Intinya, mereka menentangku untuk hidup sendiri selama masih SMA, dan jika di universitas boleh saja, tapi dengan syarat aku tidak menelantarkan studiku.

Soal uang saku, aku tidak bisa berharap banyak, dan pada dasarnya aku harus menanggung biaya hidupku sendiri. Tapi mereka akan membayarkan biaya kuliahku. Itu saja sudah merupakan hal yang sangat patut disyukuri.

Atau lebih tepatnya, baik itu ke universitas maupun ke sekolah kejuruan... aku disuruh untuk memutuskan dulu jalan mana yang akan kuambil dan berusaha keras untuk itu.

Setelah dikatakan seperti itu... aku benar-benar tidak bisa membalas apa-apa.

‘Youshin, tidak apa-apa jika kamu ingin mencari apa yang ingin kamu lakukan atau mimpimu di universitas... tapi setidaknya, jika kamu hidup sendiri dalam keadaan sekarang, mungkin hasilnya hanya akan menyedihkan.’

Mungkin ini bisa diungkapkan dengan 'seperti disiram air dingin'. Tidak bisa kupungkiri kalau kepalaku menjadi sedikit lebih dingin setelah itu.

Benar juga ya. Nanami sedang berusaha keras untuk menjadi guru, Otofuke-san dan Kamoenai-san juga punya mimpi yang jelas yang ingin mereka raih.

Sedangkan aku... masih belum punya apa-apa.

Tidak ada hal yang ingin kulakukan secara khusus, tidak ada juga pekerjaan yang kuinginkan... dengan keadaan seperti ini, apa aku bisa disebut orang dewasa tahun depan ya. Lagipula, aku juga baru mulai sadar akan status orang dewasa itu baru-baru ini.

Karena itulah, rencana hidup sendiriku tiba-tiba diselimuti awan gelap.

Aku yang sudah berusia tujuh belas tahun ini, hari ini pun berangkat ke sekolah seperti biasa. Tentu saja.

Hanya saja, semua orang terlihat sedikit bersemangat, atau lebih tepatnya, ada atmosfer yang riang dan gembira di mana-mana.

Maklum saja, sebentar lagi liburan musim dingin tiba. Selama liburan musim dingin juga ada Natal, dan ada pula periode liburannya yang cukup panjang hingga pertengahan bulan Januari...

Wajar saja jika semua orang bersemangat. Bahkan aku sendiri pun, tumben-tumbennya merasa sedikit bersemangat.

Saat istirahat makan siang di sekolah... sambil makan bekal di kelas, aku dan Nanami sedang bertukar informasi mengenai situasi keluarga kami masing-masing soal rencana hidup bersama.

"Yah, kalau dipikirkan dengan tenang, memang argumen mereka sangat logis ya."

"Nanami juga mengatakan hal seperti itu... yah, memang benar sih."

"Aku juga, saat bilang pada Ayah kalau tahun depan ingin tinggal bersama Youshin, tentu saja ditentang."

"Ah, jadi kamu sudah bilang pada Genichirou-san... yah, benar juga ya."

Reaksi keluarga yang punya anak laki-laki dan yang punya anak perempuan pasti akan berbeda. Reaksi Genichirou-san bisa dibilang sangat wajar.

Atau jangan-jangan, pesan yang datang tempo hari itu juga berkaitan dengan ini? Tiba-tiba saja datang pesan yang bertuliskan

[Youshin-kun, aku percaya padamu, tapi menurutku ini masih terlalu dini....]

Saat kutanya apa maksudnya, dia hanya menjawabnya dengan samar... tapi sekarang misteri itu terpecahkan.

Benar juga, aku masih punya banyak kekurangan untuk bisa dipercaya menjaga putri mereka yang berharga... mulai sekarang aku harus berusaha keras untuk menutupi kekurangan itu.

"Omong-omong, Mutsuko-san bilang apa?"

"Aku dibilang 'aku menentangnya karena aku pasti akan jadi nenek lusa nanti'..."

"...Rasanya aku pernah mendengar lelucon seperti itu sebelumnya."

"Kali ini sepertinya lumayan serius... dia tidak tertawa sama sekali..."

"Omong-omong, Saya-chi juga bilang dengan serius kalau dia belum mau jadi tante..." kata Nanami sambil menunduk lesu. Mendengar ucapan yang tak terduga itu, aku pun jadi sedikit introspeksi diri.

Yah, meskipun kalau ditanya apa ada yang perlu direnungkan, jawabannya juga tidak begitu jelas...

Di satu sisi, ini bisa dibilang sebagai bukti kepercayaan penuh terhadapku dari keluarga Barato. Artinya mereka berpikir kalau kami dibiarkan berdua saja, pasti akan terjadi sesuatu yang gawat.

Kalau aku berada di posisi sebaliknya... aku juga pasti akan punya kekhawatiran yang sama.

"Untuk sekarang, kita harus bisa memenangkan kepercayaan mereka kalau kita tidak apa-apa untuk hidup sendiri ya."

"Benar juga ya... yah, kalau sudah masuk universitas, sepertinya mereka akan sedikit lebih longgar kan."

Bukannya kami menyerah, tapi sepertinya tidak ada pilihan lain selain menyimpulkan kalau ini masih terlalu dini. Soal mimpiku juga, sepertinya ini akan menjadi tantanganku ke depannya.

"Mimpiku ya..."

"Apa Youshin tidak punya sesuatu yang ingin dilakukan? Itu loh, mimpi waktu SD atau saat masih lebih kecil... yang seperti itu juga tidak apa-apa kurasa."

"Mimpi ya... hmm... aku tidak bisa mengingatnya."

Rasanya seperti ada sesuatu, tapi seperti tidak ada juga... nanti, aku akan mencoba melihat lagi album foto lama yang seharusnya masih ada di rumah.

Kurasa pasti ada sesuatu yang tertulis di sana. Mungkin itu bisa menjadi titik awal.

Saat aku sedang bergumam, tiba-tiba Nanami menyentuhkan jari telunjuknya ke bibirnya... sambil tersenyum menggoda, yang entah kenapa terlihat begitu memesona.

"Kalau tidak ada... kamu jadi bapak rumah tangga juga tidak apa-apa loh?"

"Akan kunafkahi semuanya" katanya, sebuah usulan yang benar-benar seperti godaan setan.

Sebenarnya, jadi bapak rumah tangga itu bagaimana ya? Mengurus semua pekerjaan rumah sepertinya bisa jika sudah terbiasa, tapi awalnya pasti akan sangat merepotkan...

Kalau itu yang menjadi tujuanku, aku juga harus melatih kemampuan pekerjaan rumahku dengan benar.

"Youshin akan menyambutku dengan ucapan 'selamat datang kembali', lalu aku yang baru pulang akan memanjakan Youshin, kamu akan memakan masakanku, dan saat hari libur kamu akan kujadikan guling..."

"Tunggu, tunggu, tunggu, itu bukan bapak rumah tangga kan."

Kalau didengar dari ceritanya, itu sih namanya 'pria simpanan'. Tipe yang akan menjadi manusia tidak berguna karena diurus sepenuhnya oleh Nanami. Itu adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi.

Saat aku gemetar ketakutan karena usulan yang mengerikan itu, Nanami malah terlihat santai seolah tidak terjadi apa-apa.

"Yah, pada kenyataannya, aku juga tidak berpikir hubungan seperti itu akan bertahan lama sih... Lagipula, kalau tidak bekerja berdua, mungkin awalnya tidak apa-apa, tapi ke depannya pasti akan sulit."

"Ah, un, benar juga ya. Tentu saja itu hanya bercanda kan..."

"Unn un. Setengahnya bercanda kok."

"Setengahnya lagi serius ya..."

Sangat mengerikan... dari kata-kata Nanami barusan, aku juga bisa merasakan kalau dia setengahnya serius. Tapi benar juga... kalau tidak bekerja berdua, di masa depan pasti akan sulit...

Terutama, jika kami punya anak. Akan ada sangat banyak hal yang membutuhkan biaya.

Saat kami berpikir sampai sejauh itu dan saling bertatapan, sepertinya Nanami juga memikirkan hal yang sama, dan kami pun tertawa dengan sedikit malu.

Tentu saja saat ini... kami tidak cukup gegabah untuk mengatakannya dengan lantang.

"Terima kasih atas makanannya, bekal hari ini juga sangat lezat."

"Sama-sama."

Setelah selesai memakan bekalku dan menangkupkan kedua tangan, Nanami pun ikut menangkupkan kedua tangannya.

"Kroket buatan Nanami itu, sangat berbeda ya dengan yang ada di toko. Isinya sangat lembut, atau lebih tepatnya, meskipun kentang tapi rasanya seperti kroket krim."

"Mungkin karena kroket di rumahku itu tidak menyisakan gumpalan kentang sama sekali. Pakai banyak mentega juga... benar-benar... sangat banyak..."

"Eh...? Sebanyak itu...?"

"Mungkin, kalau kamu melihatnya, kamu akan kaget... Aku juga karena rasanya enak jadi memakainya dengan banyak, tapi kalau dipikirkan dengan tenang, sebanyak ini ya? Apa tidak apa-apa? Begitu..."

Mungkin ini seperti saat orang yang kaget melihat jumlah gula yang dimasukkan saat membuat kue atau biskuit. Tapi aku tidak menyangka kalau dalam kasus ini pelakunya adalah mentega.

Tapi begitu ya, jadi ini adalah rasa masakan keluarga Nanami. Kalau dipikir-pikir lagi, di rumahku juga pasti ada resep-resep dari Ibu. Nanti, aku akan coba tanyakan resepnya pada Ibu.

Setelah selesai makan siang, biasanya kami akan mengobrol ringan, atau membicarakan hal-hal tanpa tujuan seperti apa yang akan dilakukan di hari libur...

Lalu, tergantung harinya, kadang kami pergi ke ruang kelas kosong di mana kami bisa berduaan, atau kadang Nanami diajak pergi oleh teman-teman perempuannya dan aku jadi sendirian...

Tapi hari ini, kami punya tujuan yang jelas.

"Minggu depan Natal, bagaimana ya."

Benar, topik kami kali ini adalah bagaimana cara menghabiskan hari Natal nanti.

Natal. Hari yang melambangkan para kekasih, hari yang kupikir paling tidak ada hubungannya denganku... Sebenarnya itu adalah hari keagamaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kekasih kan.

Waktu kecil, itu hanyalah hari untuk menerima hadiah.

Bagaimana cara menghabiskan waktu di hari Natal?. Maklum saja, ini adalah Natal pertama yang akan kami habiskan berdua.

...Meskipun begitu, karena kami masih SMA, tempat yang bisa kami datangi juga terbatas. Kami tidak mungkin bisa makan malam di tempat yang terlalu mahal.

"Hmm... aku inginnya kita kencan di salah satu hari itu. Mau di malam Natal, atau pas hari Natalnya..."

"Aku juga setuju... Omong-omong, pasangan di dunia ini biasanya kencan di hari yang mana ya...? Apa jangan-jangan mereka kencannya berhari-hari...?"

"Tentu saja tidak mungkin kencan dua hari berturut-turut... kan sudah dekat dengan Tahun Baru juga, nanti bisa kelelahan. Youshin juga gampang lelah kalau terlalu banyak acara."

Benar juga ya, di bulan Desember itu ada ulang tahunku, Natal, lalu tidak lama kemudian Tahun Baru... ada sangat banyak acara, jadi secara fisik sebenarnya cukup melelahkan.

Tidak, aku sih cukup percaya diri bisa bergerak kalau soal olahraga, tapi kalau bermain terus-menerus aku akan jadi sangat lelah... apa itu yang namanya kelelahan karena bermain?

Ayah dan yang lainnya bahkan masih ada pesta akhir tahun, jadi di musim ini mereka biasanya sudah kelelahan. Dulu juga pernah ada tahun di mana mereka terkena flu...

"Kalau Nanami, tahun lalu menghabiskan Natal bagaimana?"

"Pada dasarnya sih, di malam Natal kami makan-makan di rumah, lalu di hari Natalnya aku ikut pesta Natal kelas."

Pesta Natal kelas, ada acara seperti itu juga ya. Karena tidak ada hubungannya denganku, aku jadi tidak mengetahuinya.

Kalau aku tahun lalu... menghabiskannya dengan keluargaku... lalu ikut event Natal di dalam game, mungkin. Un, sepertinya hanya itu yang kulakukan.

Tapi itu juga menyenangkan sih. Pertarungan bos edisi terbatas Natal, bersama Baron-san dan Peach-san, kami semua bekerja sama untuk mengalahkannya...

...Kalau dipikir-pikir, kolom obrolannya dipenuhi dengan spam "Riajuu meledak saja sana". Aku juga ikut-ikutan menulisnya sih.

Tahun ini sepertinya aku tidak bisa ikut serta dalam event-nya... Wah, apa yang akan dikatakan oleh teman-teman satu timku nanti ya. Sedikit menakutkan.

Intinya, persamaan antara aku dan Nanami adalah kami berdua sama sekali tidak pernah menghabiskannya berdua dengan seseorang yang spesifik... atau lebih tepatnya, seorang kekasih.

Sisanya... perbedaannya mungkin hanya apakah kami ikut atau tidak dalam pesta Natal kelas ya?

"Oi, Youshin dan Barato. Kalian mau ikut pesta Natal, tidak? Lagipula, Youshin, tahun ini kau harus ikut. Mumpung kita sudah jadi teman baik."

Wah, ajakan untuk pesta Natal datang di saat yang sangat tepat.

Hitoshi mendekati kami bersama beberapa teman perempuannya, mereka bukan... pacarnya, kan?

Mungkin mereka panitia pesta kelasnya?

Lalu barusan, apa dia tidak mengatakan sesuatu yang sedikit aneh?

"Maksudmu 'tahun ini'... apa tahun lalu juga ada pesta Natal?"

"Uwah, orang ini benar-benar lupa. Padahal sudah kuajak, tapi kau menolaknya dengan alasan ada event game kan."

...Eh? Seriusan? Aku sama sekali tidak mengingatnya. Apa dia tidak salah orang?

"Apa aku menolaknya dengan alasan seperti itu?"

"Benar. Padahal aku sudah mengajakmu dengan sangat ramah, tapi kau dengan suara yang sangat dingin bilang kalau 'hari itu ada event'..."

Dan lagi yang ditolak ajakannya adalah Hitoshi. Ini sudah pasti... sepertinya, memang aku yang menolaknya. Sepertinya bukan salah ingat. Ingatan orang ini kan cukup bagus.

Tapi, yah... kali ini bersama Nanami, dan juga.

"Memangnya acaranya tanggal berapa?"

"Mungkin tanggal dua puluh empat, malam Natal. Biasanya yang punya pacar pada kencan di tanggal dua puluh limanya."

"Begitu ya... apa jangan-jangan rencananya begitu karena tanggal dua puluh empat jalanan akan ramai?"

"Betul betul, begitulah maksudnya. Pas sekali hari pertama liburan musim dingin juga."

Oh, begitu. Memang, malam Natal itu rasanya lebih meriah... dan jalanan pasti akan lebih ramai. Hadiah di samping bantal juga kan diletakkannya di malam tanggal dua puluh empat.

"Bagaimana, Nanami? Kalau kita ikut, berarti kencan kita jadi tanggal dua puluh lima."

"Aku sih tidak apa-apa, tapi apa Youshin tidak apa-apa? Bermain dua hari berturut-turut, apa tidak akan kelelahan?"

Entah kenapa sejak aku sakit, sisi protektif atau sisi pencemas Nanami jadi lebih kuat. Tapi memang benar, dua hari berturut-turut sepertinya akan sedikit melelahkan.

Meskipun begitu, tahun depan juga akan ada ujian masuk universitas dan sepertinya tidak akan bisa bermain-main lagi. Jadi kalau mau ikut, sepertinya hanya sekarang kesempatannya.

Meskipun rasanya sangat tidak seperti diriku yang berpikir seperti ini.

"Mumpung ada kesempatan, kurasa tahun ini aku ingin menikmati berbagai macam hal."

"Begitu ya. Un, kalau Youshin tidak apa-apa, aku juga tidak apa-apa."

Sambil membuat lingkaran dengan jarinya untuk menandakan 'OK', Nanami berbisik dengan suara pelan yang sepertinya hanya bisa kudengar, "Kalau kamu sakit lagi, kan aku bisa merawatmu."

Tentu saja aku merasa sangat tidak enak jika harus membuatnya merawatku sekali lagi... jadi, un, mulai sekarang aku akan lebih memperhatikan kondisi fisikku dan berusaha agar tidak sakit.

"Kalau begitu, aku dan Nanami ikut. Tempatnya di mana?"

"Oke, jadi dua orang akan ikut... Tempatnya kita akan sewa ruang pesta, jadi semakin banyak orang, biaya per orangnya akan semakin murah."

"Targetnya tiga puluh orang..." kata Hitoshi sambil mengangkat kepalan tangannya, dan para perempuan di sekitarnya ikut bertepuk tangan. Pemandangan yang langka ya.

Pesta Natal di ruang pesta, ya... yang seperti ini benar-benar pertama kalinya bagiku.

"Yang ikut hanya orang-orang dari kelas kita saja?"

"Hmm... aku juga berencana untuk mengajak Takumi dan yang lainnya juga dari kelas sebelah. Terus terang saja, tidak semua anak di kelas kita juga akan ikut."

Takumi... Takumi itu Teshikaga-kun, ya. Kalau begitu, sudah pasti Shizuka-san akan ikut juga.

Ketua kelas bermata sayu itu... saat kutanyai soal idenya yang keterlaluan pada Nanami, dia dengan santainya malah berkata "Tapi kamu senang kan?"...

Aku sampai tanpa sadar mengucapkan terima kasih padanya. Sialan.

Setelah itu, dia melemparkan tatapan yang sangat tajam pada Teshikaga-kun, jadi tidak sulit membayangkan apa yang terjadi pada Teshikaga-kun setelahnya...

...Loh, sejak kapan Hitoshi memanggil Teshikaga-kun dengan nama depannya? Apa sejak liburan sekolah ya?

Hebat sekali, padahal aku sampai sekarang masih agak segan memanggil orang dengan nama depannya.

Kalau soal berteman baik dengan orang lain, aku benar-benar menghormatinya. Aku juga harus menirunya sedikit. Walaupun aku tidak akan mengatakannya langsung padanya.

Ikut dalam acara dengan orang yang sebanyak ini... terakhir kali mungkin saat festival sekolah. Atau festival olahraga? Secara klasifikasi, mungkin lebih mirip festival sekolah.

"Untuk sementara, soal biaya akan kukabari lagi setelah jumlah pesertanya sudah pasti. Oh, akan ada juga tukar kado, jadi siapkan sesuatu ya."

"Oke. Kalau ada hal lain yang bisa kubantu, bilang saja."

"Makasih, kalau begitu mungkin nanti aku akan minta tolong untuk dekorasi dan belanja di hari-H. Sekalian saja bantu sambil kencan dengan Barato."

"Boleh juga! Aku suka persiapan yang seperti ini, menyenangkan."

Melihat Nanami yang mengacungkan jempolnya, para perempuan lain juga membalas dengan mengacungkan jempol. Tanpa sadar aku pun ikut mengacungkan jempol.

Karena Nanami terlihat senang, sepertinya membantu persiapan memang ide yang bagus. Nanami sangat menyukai menikmati hal-hal seperti ini ya. Sifatnya memang seperti orang yang suka festival.

Dengan begini, rencana Natal sudah beres. Tinggal memikirkan rencana kencan di tanggal dua puluh lima bersama-sama. Hadiah juga perlu...

Hmm, mungkin ini terdengar aneh, tapi andai saja Natal dan Tahun Baru itu terbalik. Aku bisa dapat uang tahun baru saat Tahun Baru lebih dulu, lalu uangnya bisa kupakai untuk membeli hadiah...

Mau bagaimana lagi, aku harus minta tambah shift kerja paruh waktu... Eh, tunggu, omong-omong bagaimana dengan jadwal kerjaku.

Setelah kejadian itu, aku memang masih lanjut kerja paruh waktu, tapi karena ada liburan sekolah dan lainnya, aku hampir tidak pernah masuk lagi, dan setelah itu aku jatuh sakit...

Aku hanya sempat bekerja beberapa kali sambil memberikan oleh-oleh dari Hawaii, tapi setelah itu aku hampir tidak pernah masuk sama sekali... Selama liburan musim dingin, aku harus bekerja lebih banyak.

Lagipula, aku juga harus menabung untuk biaya hidup sendiri... dan ada banyak hal yang ingin kutanyakan pada Yuu-senpai...

"Aku juga harus lebih sering kerja paruh waktu."

"Aku sih ingin menghabiskan Natal bersama... tapi apa kamu akan bekerja di siang hari?"

"Hmm... soal itu aku masih belum tahu... akan kucoba bicarakan dengan manajer. Setelah Tahun Baru, sepertinya aku akan lebih sering..."

Ah, omong-omong soal Tahun Baru...

"Kalau Nanami, apa ada rencana pergi ke suatu tempat saat Tahun Baru?"

Meskipun Natal saja belum, tapi pembicaraan kami sudah sampai ke Tahun Baru, dan tiba-tiba aku jadi penasaran. Apa Nanami tidak pergi mengunjungi rumah orang tua dari pihak ayah atau ibunya ya?

Saat liburan musim panas kami sudah terus bersama, jadi aku sama sekali tidak terpikirkan soal itu, tapi acara seperti itu memang ada kan ya?

Atau lebih tepatnya... keluargaku memang begitu. Saat Tahun Baru, kami akan pulang ke rumah nenek dari Ibuku untuk bertemu dengan kakek dan nenek.

Karena itu, aku berpikir apa jangan-jangan Nanami juga begitu...

"Ah... un, soal itu..."

Nanami menunduk dengan ekspresi yang terlihat sedikit bingung dan sedih. Sepertinya ini... bukan topik yang begitu menyenangkan, atau lebih tepatnya, terlihat ada emosi yang rumit di baliknya.

Sambil melipat tangan di depan perutnya, Nanami menggoyangkan badannya ke kiri dan ke kanan, lalu ekspresinya berubah menjadi masam.

"Sebenarnya di akhir tahun nanti... aku akan pergi ke rumah orang tua Ibuku..."

"...Ah, ternyata Nanami juga ya."

"...Juga... berarti... Youshin juga?"

"Un, keluargaku juga akan pergi ke rumah orang tua Ibuku."

Tentu saja untuk yang satu ini, kami tidak bisa pergi bersama-sama... sambil merasa sedikit sedih, kami berdua hanya bisa menunduk lesu menerima jadwal yang tidak bisa dihindari ini.

Liburan musim dingin... sepertinya kami akan terpisah lebih lama dari yang pernah kami alami sebelumnya.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Baiklah, jadi sudah dipastikan kalau kami akan sedikit berpisah di awalan pertama liburan musim dingin. Tapi bukan berarti aku bisa terus bersedih.

Aku akan pergi ke rumah kakek dan nenekku selama sekitar tiga sampai empat hari, sedangkan Nanami akan pergi selama sekitar satu minggu...? Sepertinya dia akan pergi ke rumah orang tuan ibunya selama kurang lebih lima sampai enam hari.

Sedikit lebih lama dariku, jadi rasanya akan sedikit sepi karena aku akan kembali lebih dulu.

"Saat sedang terpisah dengan kekasih kalian... apa yang biasanya kalian lakukan?"

(Tln: Kanjinya lebih cocok kekasih daripada pacar)

[Eh? Tumben sekali, ada apa?]

[Memangnya kalian akan terpisah untuk waktu yang lama]

"Sebenarnya..."

Sambil bermain game di rumah, aku berkonsultasi dengan Baron-san dan Peach-san setelah sekian lama. Saat tidak tahu, bertanya. Itu adalah hal yang sangat penting.

Atau lebih tepatnya, yang ingin kutanyakan bukan soal saat berpisah sih.

[Omong-omong, berapa lama kalian akan berpisah?]

"Sekitar satu minggu."

[Bukankah itu sebentar?!]

Tidak, tidak, Peach-san... bagi kami, tidak bisa bertemu selama satu minggu itu lumayan lama tahu. Bahkan saat liburan musim panas pun kami tidak pernah tidak bertemu selama itu.

Saat aku berkata seperti itu, entah kenapa mereka malah terlihat heran. Malahan, mereka berdua sampai berkata, "Apa kalian tidak apa-apa untuk terus bersama selama itu...?"

Untuk saat ini sih tidak ada masalah... pikirku, tapi setelah dikatakan seperti itu, memang benar juga, kami benar-benar terus bersama ya...

...Aku sih tidak masalah, tapi apa Nanami tidak apa-apa ya.

[Canyon-kun, mungkin karena kamu sudah terlalu lama sendirian, jadi sekarang kamu sedang berusaha menebus waktu itu.]

[Ah... aku sedikit memahaminya. Aku juga setelah punya teman, jadi sering menghabiskan waktu bersama mereka seolah ingin menebus masa-masa saat aku sendirian dulu.]

"Ternyata semua orang begitu ya..."

[Un, jadi yah... untuk sekarang kurasa tidak ada masalah. Tapi, pasanganmu juga butuh privasi dan waktu sendiri, jadi soal itu lebih baik kalian bicarakan dengan baik-baik ya.]

"Dulu aku pernah mengalami masalah besar karena hal itu..." tambah Peach-san dengan suara yang entah kenapa terdengar lelah seolah baru teringat sesuatu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sepertinya memang pernah terjadi sesuatu.

[Lagipula di zaman sekarang kan ada ponsel, jadi bisa langsung saling menghubungi... Di zaman kami dulu, paling hanya bisa telepon dengan ponsel biasa, jadi tidak bisa melihat wajahnya...]

Ah, itu benar juga. Kecuali di tempat yang benar-benar tidak ada sinyal... selama bukan di tempat terpencil, kami masih bisa saling menghubungi.

Mungkin ini bisa kuanggap seperti teleponan sampai ketiduran yang kadang kami lakukan, hanya saja jaraknya lebih jauh.

[Lalu, saat terpisah jauh dan sudah lama tidak bicara, kadang kita jadi lengah atau terlalu bersemangat dan melakukan hal aneh... jadi soal itu juga hati-hati ya.]

[Benar juga, karena lewat ponsel rasanya tidak nyata, jadi kita sering melakukan berbagai macam hal. Aku juga kadang kalau lewat ponsel jadi muncul dengan pakaian dalam saja...]

"Peach-san?!"

Kolom obrolan tiba-tiba menjadi ramai. Atau lebih tepatnya, semua orang mulai ikut dalam percakapan kami, ada yang khawatir dan bertanya apa yang terjadi pada Peach-san, ada juga yang menasihatinya.

Aku juga saking kagetnya sampai tanpa sadar ikut melontarkan tsukkomi.

Setelah kudengarkan ceritanya, ternyata itu hanya saat dia berbicara dengan teman-teman perempuannya lewat ponsel, karena malas jadi ia muncul dengan pakaian dalam saja.

Bukan sesuatu yang perlu kami khawatirkan... katanya. Syukurlah. Aku lega, tapi bukan itu yang ingin kukonsultasikan.

"Jadi, yah, saat aku mencoba untuk hidup sendiri, aku ditentang oleh keluargaku... karena itu aku ingin mendengar pendapat dari orang dewasa di luar keluargaku."

[Ah... hidup sendiri ya... Memang sih, di umur seperti Canyon-kun pasti sangat mendambakannya...]

Baron-san terdiam sejenak setelah itu, lalu menarik napas dalam-dalam... dan mengembuskannya. Aku hanya bisa mendengar suaranya yang sedang berpikir, dan saat suaranya berhenti...

[Terus terang saja, kalau bisa, hidup di rumah orang tua itu jauh lebih enak tahu.]

"Yah, kalau Anda bilang begitu, diskusinya jadi selesai sampai di sini ya..."

Benar juga. Aku juga sepenuhnya sadar kalau hidup di rumah orang tua itu lebih enak. Aku menyadarinya, tapi... yah, ada berbagai macam alasan...

"Omong-omong, di bagian mana saja yang membuat Anda merasa hidup di rumah orang tua itu lebih enak?"

[Yah... hampir semuanya, mungkin.]

Dengan nada yang terdengar dari lubuk hatinya, Baron-san menyebutkan poin-poin yang membuatnya merasa lebih enak. Mulai dari memasak dan mencuci, lalu bersih-bersih dan menyiapkan air mandi, dan lain-lain...

Saat pulang dalam keadaan lelah dan semua itu sudah dikerjakan oleh orang lain, itu adalah hal yang luar biasa patut disyukuri, katanya dia baru menyadari itu setelah hidup sendiri.

(Tln: Jadi anak rantau itu sulit...)

[Jadi, yah, sebagai orang dewasa, aku mengerti kenapa mereka menentangnya. Kalau memang butuh banyak uang dan tenaga, kan lebih baik untuk berhemat sedikit.]

"Apa memang begitu... Tapi, tahun depan aku sudah delapan belas tahun dan menjadi dewasa..."

[Loh, kamu khawatir soal itu? Tidak perlu khawatir soal hal yang bisa berbeda di setiap negara, atau berubah-ubah seenaknya demi kepentingan orang dewasa.]

"Apa memang sesederhana itu?"

Di negara lain memang ada yang usia dewasanya berbeda. Soal minum-minum juga. Memang benar, kalau mengkhawatirkan hal itu... mungkin keliru ya.

Lalu Baron-san melanjutkan, ‘tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi dewasa, tapi milikilah cara berpikir sebagai orang dewasa’. Apa maksudnya itu?

"Simpan saja di sudut kepalamu..." Katanya. Sangat sulit ya, jadi orang dewasa.

[Meskipun begitu, secara pribadi aku juga tipe yang ingin cepat-cepat hidup sendiri sih, dan alasannya juga cukup tidak murni... Tapi, aku bersyukur tidak melakukannya saat SMA.]

"Begitu? Kenapa memangnya...?"

[Sederhana saja, tempat tinggalku pasti akan dijadikan markas oleh teman-teman sepermainanku... Anak SMA itu kan sedang di masa-masa yang paling parah. Serius, kalau mau hidup sendiri, mutlak harus dari universitas.]

...Aku tidak pernah terpikir soal itu.

Atau jangan-jangan itu juga akan terjadi di universitas nanti, pikirku, tapi katanya karena di universitas ada banyak mahasiswa yang hidup sendiri, jadi sangat jarang untuk rumah seseorang menjadi markas.

Sebaliknya, anak SMA yang hidup sendiri itu tergolong langka, jadi jika ada, tempatnya pasti akan digunakan untuk berkumpul, dan kalau tidak dipinjamkan malah akan diomeli... dan seterusnya...

Katanya begitu, sepertinya tidak banyak hal baik yang akan terjadi. Memang benar kalau dipikir-pikir lagi... sepertinya hal seperti itu memang mungkin akan terjadi...

Sepertinya kalau mau hidup sendiri, memang harus menunggu saat kuliah ya.

[Yah, semangat untuk mencoba hidup sendiri itu bukan hal yang buruk. Jadi, bagaimana kalau kamu coba melakukan hal-hal yang bisa dilakukan untuk hidup sendiri selagi masih di rumah sebagai latihan?]

"Latihan... maksudnya?"

[Benar. Pertama, bantu ibumu mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci, bersih-bersih... Mulai dari hal-hal yang biasanya tidak kamu lakukan.]

Benar juga... mungkin memang seharusnya begitu.

Pertama, dapatkan dulu kemampuan untuk hidup mandiri... Sama seperti di game, un, mulai dari hal-hal yang bisa dilakukan. Pekerjaan rumah dan lainnya, akan kucoba kerjakan sedikit demi sedikit mulai dari yang bisa kulakukan.

Kalau begitu, mungkin Ayah dan Ibu juga akan lebih cepat mengizinkanku.

Rasanya, aku jadi bisa melihat apa yang harus kulakukan.

"Omong-omong, Baron-san tadi bilang ingin cepat-cepat hidup sendiri... apa ada sesuatu yang terjadi?"

Loh? Kenapa perkataan Baron-san jadi berhenti?

Saat Baron-san tiba-tiba tidak berbicara sama sekali, semua orang di chat jadi sedikit bingung. Uhm, sambungan telepon dengan Baron-san... un, tidak terputus.

Setelah beberapa saat hening bahkan tanpa suara napas, akhirnya... terdengar suara tanpa intonasi seperti suara mesin.

Rasanya seperti perangkat lunak pembaca teks... apa ini Baron-san?

[...ITU... KARENA AKU INGIN... BERMESRAAN... DENGAN PACARKU... DI KAMAR.]

Bukankah alasannya sama denganku...

Kalau alasannya sama... sepertinya ke depannya jika aku bimbang soal hidup sendiri, aku bisa berkonsultasi lagi dengan Baron-san.

Di seberang ponselku, terdengar suara Baron-san yang sedang diejek oleh semua orang dan berusaha memberikan alasan.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Jika ditanya... apa yang akan kalian bayangkan saat mendengar kata Natal?

Apakah ayam, Sinterklas, atau pohon Natal. Atau mungkin hadiah, pacar, atau kekasih yang pertama kali terlintas di benak kalian.

Kalau aku... Sinterklas.

...Yah, bukan Sinterklasnya, tapi lebih ke baju Sinterklas... pokoknya sesuatu yang berbau Sinterklas.

"Youshin, apa ini cocok untukku?"

Di hadapanku, ada Nanami yang mengenakan baju Sinterklas.

Kalau diungkapkan dengan tepat, ini bukan Sinterklas, tapi... Santa Gyaru? Gyaru Santa? Tidak, sebenarnya, apakah ini benar-benar baju Sinterklas?

Aku hanya pernah melihat yang seperti ini di dalam game.

Pakaian itu benar-benar meruntuhkan imej baju Sinterklas yang ada di dalam kepalaku, dan meskipun aku sendiri yang mengatakannya, ini lebih seperti baju Sinterklas edisi terbatas yang diimplementasikan di dalam game.

Intinya, tingkat keterbukaannya sangat tinggi. Terlihat manis sih. Sangat manis. Tapi tetap saja, tingkat kehangatannya sangat rendah sampai rasanya ini bukan sesuatu yang akan dipakai di musim dingin.

Bagian atasnya... pertama, ada sesuatu seperti tube top bra yang melingkar di dadanya. Tentu saja itu menonjolkan bentuk dada Nanami yang besar dan indah, serta memperlihatkan belahan dadanya yang seolah bisa menyedotmu masuk.

(Tln: Tube top bra itu bra kain tanpa tali yang cuma nutupin dada, jadi gada tali di bahu)

Mungkin, kalau hanya itu saja tingkat kehangatannya akan jadi terlalu buruk, jadi dia juga mengenakan sesuatu seperti jubah. Jubah itu menutupi bahu Nanami, tapi sama sekali tidak menutupi bagian dadanya.

Perutnya terbuka sepenuhnya dan memperlihatkan pusar Nanami yang indah tanpa ragu. Sepertinya aku sudah memikirkan pakaian Nanami dengan sangat detail sampai tingkat yang sedikit menjijikkan.

Meskipun begitu, pikiranku tidak berhenti. Bagian bawahnya adalah rok mini. Dan lagi, ini adalah rok super mini yang sepertinya hampir memperlihatkan pakaian dalamnya. Sepertinya bagian bawahnya adalah tipe yang boleh diperlihatkan, tapi yang seperti ini seharusnya sudah tidak boleh.

Terakhir, sebagai elemen Sinterklas seadanya, ada topi Sinterklas, tapi kalau tidak ada ini, aku tidak akan bisa menghubungkannya dengan Sinterklas.



Tidak, apa bisa dinilai dari warnanya saja? Warna pakaiannya semua seragam merah dan putih. Hiasan yang terpasang dan benda bulat pom-pomnya juga semuanya putih... Mungkin hanya ikat pinggangnya yang berwarna hitam?

Nanami yang mengenakan baju Sinterklas itu merentangkan tangannya sambil melihat ke bawah ke arah tubuhnya sendiri, lalu berputar di depan cermin, dan terlihat sangat gembira.

Memang, siluet keseluruhannya terlihat manis, dan detail desain pakaiannya juga satu per satu terlihat manis. Secara keseluruhan, mungkin ini yang disebut seksi sekaligus manis.

Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata. Tapi...

"Co... cocok, tapi kelihatannya sangat dingin ya..."

"Un, sebenarnya saat ini lagi lumayan dingin... hangatkan aku dong."

Kupikir dia hanya memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya, tapi ternyata dia malah mendekatiku, lalu merentangkan kedua tangannya.

Sambil merentangkan kedua tangannya dan sedikit memiringkan kepalanya, Nanami meluncur dan memeluk tubuhku. Gerakannya benar-benar dibuat-buat agar terlihat manis, dan kurasa dia sepenuhnya sadar akan hal itu.

Terus terang saja, ada sedikit niat tersembunyi seperti 'kalau bisa memeluknya...' dan aku pun membalas pelukan Nanami, tapi sensasi yang sangat dingin langsung menyentuh kulitku.

Sangat di-dingin?! Loh? Apa pemanas ruangannya tidak menyala...?

Aku memeluk Nanami yang tubuhnya sangat dingin itu agar dia menjadi hangat. Ini lebih terasa seperti menghangatkan diri daripada sebuah pelukan... pikirku, tapi Nanami malah mendorongku dengan kuat...

"Sangat kuat?! Tunggu Nanami, di belakangku ada tempat tidur, nanti kita jatuh ke sana!!"

"Hmm... hangat... Sangat hangat sampai aku tidak bisa dengar apa-apa..."

Dia pasti mendengarnya. Pikirku, tapi serangan gencar Nanami tidak berhenti. Dari pelukan menjadi penghangat diri, dan dari penghangat diri beralih menjadi pertandingan sumo.

Kalau aku bilang dia pesumo Nanami, pasti dia akan benar-benar marah, jadi aku tidak akan mengatakannya, tapi kekuatan dorongannya ini benar-benar luar biasa. Aku tidak bisa menahannya hanya dengan kekuatan ototku.

Aku pun terpojok di pinggir tempat tidur, dan terus terdesak perlahan... tapi posisi ini benar-benar sulit.

Kalau posisiku benar, aku mungkin tidak akan sampai terpojok seperti ini, tapi aku menyadarinya, posisiku sudah goyah jadi aku tidak bisa mengerahkan tenagaku dengan baik.

Akhirnya... perlawananku sia-sia dan aku didorong jatuh ke tempat tidur oleh Nanami.

"Menang."

Sambil membuat tanda V di atasku, Nanami tertawa dengan senang. Karena kakiku sedikit pegal, aku pun berbaring sepenuhnya di tempat tidur, dan Nanami menaiki tubuhku.

Saat posisinya jadi benar-benar dari bawah ke atas... un, aku jadi bisa melihat betapa luar biasanya pakaian ini.

"...Nanami, sebaiknya jangan pakai baju itu ke pesta Natal kelas ya..."

"Apa karena terlalu terbuka jadi kamu khawatir?"

"Khawatir, dan di hari-H kan kita juga akan pergi belanja, jadi harus pakai yang lebih hangat..."

"Ah... itu benar juga. Yah, anggap saja ini kostum Natal khusus untuk saat kita berdua..."

Sambil tetap menaikiku, Nanami melepas jubah yang tersampir di bahunya. Tunggu, tunggu, melepasnya dalam posisi seperti ini?!

Nanami lalu hendak melepas atasannya juga... dan tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya.

"Ah, ini sepertinya tidak baik. Un, lebih baik tidak usah."

"Kaget sekali... aku benar-benar kaget..."

"Aku hanya terbawa suasana... Aduh, hampir saja ada yang terlihat."

Nanami menggaruk kepalanya dengan malu, tapi karena atasannya seperti tube top, garis bahu, ketiak, dan bagian-bagian seperti itu akan terlihat sepenuhnya.

...Garis ketiak itu entah kenapa... ada sesuatu yang menarik. Padahal seharusnya aku tidak punya ketertarikan seperti itu, tapi rasanya aku sudah membuka pintu yang baru lagi.

Sambil meletakkan kedua tangannya di atas perutku, Nanami bergumam, "Kalau begitu, pakai yang mana ya."

Hari ini, untuk pesta Natal yang sudah di depan mata, kami berdua sedang mengadakan peragaan busana di kamarku untuk memutuskan baju apa yang akan dia kenakan... ralat, baju Sinterklas apa yang akan dia kenakan.

Penyedia kostumnya adalah Yuu-senpai... Waktu aku pergi kerja paruh waktu tempo hari dan menceritakan soal pesta Natal, Yuu-senpai lalu meminjamkannya padaku.

Sepertinya Yuu-senpai juga menantikan Natal... katanya dia akan mengadakan pesta Natal bersama 'pasukan gyaru'-nya. Aku sempat berpikir apa itu 'pasukan gyaru', tapi aku menghindari untuk bertanya lebih lanjut.

Omong-omong... saat kuceritakan ini pada Hitoshi, dia malah berkata, "Ajak aku dong!! Pesta Natal bersama pasukan gyaru kan sangat keren...!!"

Tidak, apa tidak apa-apa mengajak mahasiswa ke perkumpulan anak SMA? Aku sendiri tidak begitu memahaminya, jadi aku tidak mengajaknya...

Yah, mungkin nanti saat bertemu di tempat kerja akan kucoba tanyakan?

Kembali ke topik awal, soal memakai baju Sinterklas itu adalah hal yang dilakukan secara sukarela oleh para perempuan. Mereka sudah memerintahkan dengan tegas agar para laki-laki memberikan pujian maksimal karena mereka akan memakai baju manis dan memamerkannya.

Kalau untuk laki-laki sih... sepertinya hanya yang mau saja yang pakai. Terus terang saja, baju Sinterklas untuk laki-laki pada dasarnya hanya satu model, jadi tidak semeriah versi perempuannya.

Jadi yah, mungkin hanya untuk bahan tertawaan atau semacamnya.

"Youshin suka yang mana? Yang seksi... kan?"

"Yah... terus terang saja, yang paling kusuka adalah yang sedang kamu pakai sekarang... Karena paling seksi dan manis."

"Benar kan. Karakter perempuan yang Youshin suka di game kan pakai baju yang seperti ini. Walaupun pantatnya terbuka sepenuhnya dengan T-back."

Ketahuan... Yah, memang benar aku menyukainya sih.

Sepertinya Nanami sudah menduganya dan sengaja memakai yang paling seksi untukku. Baju Sinterklas yang dipinjamkan ada tiga set... selain ini, masih ada dua set lagi...

Yang lainnya, jika dibandingkan dengan ini, tergolong lebih sopan. Pusarnya tidak terlihat, dan secara keseluruhan tingkat keterbukaannya lebih rendah.

Meskipun roknya tetap pendek.

"Hmm, tapi mungkin sebaiknya aku pinjam bikini Sinterklas juga ya."

"Tunggu, aku baru pertama kali dengar soal itu."

"Itu bikini yang mirip baju Sinterklas, lumayan seksi tahu. Aku yakin tidak akan bisa memakainya, jadi kali ini aku tidak meminjamnya..."

"Tidak, bukan itu penjelasannya yang ingin kudengar."

Tentu saja aku ingin melihatnya, tapi itu adalah pakaian yang tidak mungkin bisa dipakai ke pesta Natal kelas. Tidak, malahan mungkin saat hanya berdua saja pun akan sulit.

Bahkan dengan yang sekarang ini saja sudah di ambang batas...

"Yang tersisa tinggal tipe celana dan tipe rok... tapi sepertinya tipe rok saja, manis soalnya. Mungkin lebih dingin dari celana, tapi pasti lebih hangat dari yang ini."

Sambil melompat turun dariku, Nanami mengambil dua set baju Sinterklas yang tersisa dan membandingkannya. Secara pribadi aku ingin dia memilih tipe celana, tapi kalau Nanami memilih yang satunya, mau bagaimana lagi.

Yah, rok yang itu juga tidak begitu terbuka seperti yang ini... jadi mungkin tidak apa-apa.

"Apa semua... perempuan akan memakainya?"

"Awalnya sih hanya yang berminat saja, tapi entah kenapa semuanya jadi bersemangat... terutama Ayumi dan Kotoha-chan."

"Ah... eh? Mereka berdua? Aku jadi khawatir apa semuanya akan baik-baik saja...?"

"Ayumi... sempat mengatakan soal jadi hadiah Natal untuk para laki-laki... Kalau Kotoha-chan, dia bilang ini pertarungan dengan Teshikaga-kun."

Apa yang mereka berdua lakukan. Kumohon... semoga saja tidak sampai di ambang batas kriminal... kumohon jangan lakukan hal yang berbahaya.

Tanpa sadar, mungkin karena sudah menjauh dariku dan mulai merasa kedinginan, Nanami mengenakan bawahan dari baju Sinterklas tipe celana. Celana di bawah rok...

Kelihatannya aneh, tapi entah kenapa gerakannya saat memakai celana itu membuatku terpana...

"Ah... jadi, soal hadiah untuk pesta Natal, kita bawa apa ya?"

"Hadiah, bagaimana ya."

Aku mengubah topik pembicaraan untuk menyamarkan gejolak batinku dan fakta bahwa aku sedang mengamati Nanami yang memakai celana.

Karena ini pertama kalinya aku ikut serta dalam pesta Natal kelas, aku jadi banyak bertanya pada Nanami, dan sepertinya akan ada acara tukar kado.

Soal anggarannya, karena baru saja selesai liburan sekolah, jadi tidak perlu membeli barang yang mahal. Acaranya dibuat dengan premis tidak memakan banyak biaya, seperti membawa makanan ringan atau minuman masing-masing.

Menyewa ruang pesta juga, jika pesertanya banyak maka biaya per orangnya akan lebih sedikit, dan yang bisa membawa makanan sendiri juga dipersilakan membawanya...

Menurut Hitoshi, ini adalah pesta Natal yang dibuat dari semangat kebersamaan semua orang.

"Yang paling aman mungkin makanan ringan ya. Seperti kue kering yang sedikit lebih enak."

"Sepertinya memang yang seperti itu ya. Bisa saja hadiahnya jatuh ke tangan orang lain selain Nanami."

Tukar kado di pesta Natal ini benar-benar acak. Kalau tidak salah pakai bingo ya? Mungkin Hitoshi yang akan jadi pembawa acaranya.

Dan, itu sih tidak apa-apa... Masalahnya adalah...

"Hadiah Natal ya..."

Hadiah Natal untuk Nanami. Lagipula, saat liburan sekolah kami membeli cincin yang serasi, lalu merayakan ulang tahun bersama, makan kue dan aku menerima hadiah... dan sekarang, Natal.

Aku bingung, bukan soal apa yang bagus untuk diberikan... tapi lebih ke arah, hadiah apa yang akan membuat Nanami senang.

(Tln: bukannya sama aja?)

Tidak, aku yakin dia akan senang dengan apapun yang kuberikan.

Justru karena itulah, aku tidak ingin memberikan sesuatu yang setengah-setengah... karena ini adalah Natal pertama yang kami habiskan bersama, aku ingin melakukan sesuatu yang istimewa...

Yah, walaupun aku sadar diri kalau aku hanya seorang siswa SMA. Tapi tetap saja... aku ingin terlihat sedikit keren.

"Youshin, apa jangan-jangan kamu sedang bingung soal hadiah untukku?"

"Heh?"

Seolah pikiranku kembali terbaca, Nanami yang sudah memakai celana itu kembali naik ke atasku. Gerakannya sedikit bertenaga, membuatku tanpa sadar mengerang.

Aku tidak menyangka dia akan naik lagi, jadi aku lengah.

"Aku juga bingung tahu, soal hadiah untuk Youshin. Kan aku sudah kasih hadiah waktu ulang tahun... jadi untuk Natal enaknya apa ya? Setiap tahun, kamu dapat apa dari Shinobu-san?"

"...Uhm... belakangan ini, baik untuk ulang tahun maupun Natal, sepertinya aku lebih sering dapat kartu voucher game."

"Sangat realistis ya..."

Dulu aku sering dapat game atau semacamnya. Lalu belakangan ini jadi kartu voucher yang bisa dipakai di game online... tidak, semuanya masih berhubungan dengan game ya.

"Tapi entah kenapa, ulang tahun kali ini aku dapat sepatu musim dingin yang lumayan mahal. Apa jangan-jangan itu disamakan dengan hadiah dari Nanami?"

"Ah, un. Memang sudah sangat terlambat, tapi aku memang menyamakannya dengan hadiah dari Shinobu-san dan yang lain."

Benar juga. Di hari ulang tahunku, meskipun aku diperlakukan seperti 'akulah hadiahnya♡', tapi setelah itu aku benar-benar menerima hadiah ulang tahun yang normal.

Dari Nanami aku dapat syal, topi, sarung tangan... bahkan sampai kaus kaki musim dingin yang sangat modis, dan dari Ibu serta Ayah aku dapat sepatu musim dingin yang sangat bagus dan mahal.

Jujur saja, ini mungkin pertama kalinya dalam hidupku untuk punya syal atau topi. Selama ini di musim dingin aku memang pakai mantel, tapi selain itu aku tidak pernah memakai apa-apa.

"Sekali lagi... terima kasih. Rasanya aku dapat sangat banyak hadiah... tapi aku tidak menyangka kamu akan bekerja sama dengan Ibu dan Ayah..."

Aku memang sudah menduganya karena desainnya terasa serasi, tapi aku senang bisa mendengar jawabannya hari ini.

"Sebenarnya aku ingin membuatkan syal sendiri sih... tapi ternyata sedikit sulit untukku... dan karena ada liburan sekolah, waktunya juga tidak cukup."

"...Memangnya syal itu bisa dibuat sendiri?"

"Ibuku sering memberikannya pada Ayah. Ayah juga sering memberikannya pada Ibu."

Ternyata itu bukan hanya cerita di dunia fiksi saja ya. Dan lagi, ternyata mereka saling bertukar hadiah sebagai suami istri.

"...Apa aku juga bisa membuatnya ya?"

"Kurasa bisa kalau kamu berusaha. Katanya Ayah juga awalnya tidak jago."

Genichirou-san, dengan otot kekarnya itu ternyata bisa terampil juga ya, hebat sekali. Aku saja meskipun sudah latihan otot, tapi rasanya tidak akan bisa membuatnya.

Hanya saja... aku memang punya perasaan ingin Nanami memakai sesuatu yang kubuat sendiri, jadi mungkin Genichirou-san juga merasakan hal yang sama.

"Kalau begitu, mungkin tahun depan aku akan berusaha membuatnya dan memberikannya pada Nanami."

"Aku juga, tahun depan ingin membuat syal dan memberikannya pada Youshin..."

Meskipun ada pepatah yang mengatakan 'jika berbicara soal tahun depan, iblis akan tertawa', tapi kami berdua seolah tidak peduli dan terus membicarakan soal tahun depan.

Setidaknya, kami berdua... sama sekali tidak meragukan kalau tahun depan kami masih akan bersama seperti ini, jadi seharusnya ini bukan cerita yang pantas ditertawakan.

Karena itu, persiapan untuk tahun depan tidak akan ada masalah.

"Kalau begitu tahun depan, kita akan saling bertukar syal ya. Nanti akan kuajari cara membuatnya."

Sepertinya Nanami akan kembali menjadi guruku. Apa ini pertama kalinya Nanami-sensei mengajarku di luar pelajaran?

Padahal hadiah untuk tahun ini saja belum diputuskan, tapi kami sudah memutuskan hadiah untuk tahun depan. Karena Nanami terlihat senang, aku jadi harus berusaha keras.

Itu urusan nanti... untuk sekarang, hadiah Natal pertama ini harus bagaimana?

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Di hadapan kami, terhampar sebuah dunia yang putih. Itu karena salju, pemandangan khas di musim dingin ini, yang telah menambahkan warna putih pada lanskap, dan mengubah pemandangan yang biasa kami lihat.

Untungnya, hari ini salju tidak turun, dan langit musim dingin menampakkan birunya tanpa banyak awan.

Mungkin karena udara musim dingin yang begitu dingin, saat langit cerah seperti ini, udaranya terasa lebih tegang dari biasanya.

Bagaikan seutas benang yang ditarik hingga batas maksimalnya... saat angin dingin membelai kulit, rasanya hanya bagian itu saja yang seperti ditarik.

Berbeda dengan dinginnya musim gugur, dinginnya musim dingin ini benar-benar unik.

"Nanami, apa kamu tidak kedinginan?"

"Dingin, jadi boleh aku menempel padamu?"

Jawaban yang tak terduga. Kupikir, dalam situasi seperti ini, jawaban standarnya adalah 'tidak dingin', jadi aku tanpa sadar membelalakkan mataku.

Karena aku tidak bisa berkata tidak, aku diam-diam merentangkan lenganku, dan Nanami menyelipkan lengannya ke dalamnya.

Padahal kami memakai mantel musim dingin jadi kami seharusnya merasa hangat, tapi jika menempel seperti ini, suhu tubuh kami akan semakin naik lagi.

"...Kalian ini pagi, siang, malam, musim semi, panas, gugur, dingin, bermesraan tanpa henti sepanjang tahun ya."

"Aku tidak merasa sebegitu mesranya, tapi hari ini kan dingin, jadi tidak apa-apa."

"Setidaknya istirahatlah saat hari raya Obon dan Tahun Baru, nanti kamu lelah kalau berusaha terus."

"Bisa tidak kamu jangan bicarakan hubunganku seolah itu adalah pekerjaan?"

"Kalau itu pekerjaan kan bisa dapat gaji, bagaimana kalau kalian buat saja channel pasangan?" kata Hitoshi sambil mengangkat bahu dan bercanda.

Channel pasangan... mustahil. Sepertinya Nanami juga tidak menyukainya, karena dia diam-diam menggelengkan kepalanya. Un, tentu saja...

Yah, intinya, masih terlalu dini bagi kami untuk memamerkan wajah kami di internet.

Aku kagum pada orang yang bisa melakukannya, tapi aku sendiri tidak punya nyali untuk menunjukkannya pada seluruh dunia. Terlebih lagi, karena ada perasaan ingin memonopoli Nanami untuk diriku sendiri.

Saat ini, kami sedang berjalan bersama beberapa orang. Anggota yang biasa, ditambah dengan beberapa teman sekelas lainnya. Bagiku, ini adalah kegiatan berkelompok yang langka.

Terakhir kali aku beraktivitas dalam kelompok mungkin sejak liburan sekolah kali ya?

Tujuan kami saat ini adalah untuk berbelanja bersama untuk keperluan pesta Natal.

Dan tempat yang kami datangi adalah... sebuah taman.

Meskipun disebut taman, ini bukan taman biasa, melainkan taman yang khusus di musim ini mengadakan pasar Natal.

Aku dan Nanami sesekali datang ke taman ini untuk berkencan...

"Taman yang sudah biasa kulihat, jadi seperti di luar negeri ya..."

Ada sangat banyak bangunan yang belum pernah kulihat sebelumnya, yang membuat pemandangannya benar-benar terlihat asing.

"Aku juga tidak tahu, ternyata ada acara seperti ini juga ya."

"Tumben sekali Nanami tidak tahu. Kukira kamu pernah datang ke sini waktu kecil."

"Waktu kecil... apa acara ini sudah ada?"

Mungkin ini baru dimulai beberapa tahun terakhir? Ada deretan bangunan bergaya asing yang belum pernah kulihat. Bergaya kayu... mungkin begitu sebutannya. Dindingnya terlihat seperti terbuat dari batang kayu.

Mungkin bukan benar-benar kayu, tapi bangunan prefabrikasi bergaya kayu? Atap segitiganya dihiasi dengan lampu-lampu hias. Apa akan menyala saat malam hari nanti?

Warnanya juga sepertinya hanya menggunakan warna-warna khas Natal, seperti cokelat, putih, dan hijau. Ada toko-toko yang menjual pernak-pernik berwarna-warni, dan makanan yang biasanya tidak terlihat sudah berjejer di sana.

Satu-satunya warna yang tidak ada pada bangunannya adalah merah. Mungkin itu dilengkapi oleh topi Sinterklas yang dikenakan oleh para penjaga toko di dalamnya.

...Melihat para penjaga toko, suasananya jadi semakin terasa seperti di luar negeri.

"Karena ini Natal, mungkin temanya Eropa?"

Penjaga tokonya juga banyak orang asing. Orang asing yang berbeda dengan yang di Hawaii... padahal sama-sama manusia, tapi bentuk wajahnya benar-benar berbeda, sangat keren ya orang luar negeri itu.

"Baiklah, ayo kita masuk."

"Ooh."

Mengikuti aba-aba Hitoshi, kami melewati sebuah gerbang lengkung, dan di gerbang itu tertulis 'Pasar Natal Munich'. Ternyata ini benar-benar pasar Natal ya.

"Kira-kira pasar Natal dari mana ya."

"Karena Munich, mungkin Jerman?"

(Tln: referensi ke pasar natal Munich asli di Jerman)

Jerman... Jerman ya. Apa di sana sering diadakan pasar yang modis seperti ini ya? Padahal aku belum pernah ke pasar di Jepang, tapi malah datang ke yang versi luar negeri lebih dulu, menarik juga.

"Apa Nanami pernah ke Jerman?"

"Aku belum pernah. Seingatku ayah pernah ke sana untuk perjalanan bisnis."

"Genichirou-san... sampai ada perjalanan bisnis ke luar negeri... hebat sekali..."

"Cokelat yang dibawakan sebagai oleh-oleh rasanya sangat enak..."

Apa cokelat memang terkenal di Jerman? Aku tidak begitu tahu soal luar negeri...

Kami pun memutuskan untuk berkeliling dan melihat-lihat, dan pertama-tama kami mulai mengamati toko-toko yang ada. Sepertinya, kios-kiosnya hanya ada di satu area saja.

Mulai dari kedai makanan sampai barang-barang hiasan... ornamen? Lalu sepertinya ada juga undian berhadiah.

Selain itu... sepertinya semuanya adalah iluminasi. Karena sekarang masih terang, lampunya sama sekali belum menyala.

(Tln: luminasi adalah seni menghias naskah atau buku dengan gambar, ornamen, dan warna, termasuk penggunaan emas dan perak, untuk memperindah tampilan dan memberikan makna tambahan pada teks)

Kalau semua ini menyala saat malam hari, sepertinya akan sangat indah.

"Banyak sekali makanannya. Mau makan sesuatu?"

"Padahal setelah ini kita akan ada pesta...?"

Melihat Hitoshi yang sepertinya akan langsung jajan, Otofuke-san menunjukkan ekspresi sedikit heran. Tapi memang benar... ada sangat banyak makanan yang terlihat enak.

Jika dilihat dari jajaran kedainya, sepertinya... kebanyakan adalah sosis?

Memang benar, Jerman itu identik dengan sosis. Lalu ada juga roti-rotian seperti hot dog... dan juga sapi panggang. Secara umum, sepertinya kebanyakan adalah daging.

Di kedai seperti ini memang jarang ada ikan ya.

(Tln: Paling bakso ikan bang aowkwk)

Sisanya ada minuman, dan makanan manis... Ada juga almon warna-warni yang belum pernah kulihat sebelumnya. Karena yang menjualnya orang asing, mungkin ini makanan dari luar negeri.

"Oh, ada yang jual hot wine. Aku ingin minum."

(Tln: Hot wine itu wine yang udah dipanaskan dan dicampur dengan rempah atau buah)

"Hitoshi... kita masih di bawah umur, jadi tidak boleh..."

"Eh? Bukannya hot wine itu alkoholnya sudah diuapkan?"

"Yah... kurasa sih, belum... ini kan wine?"

"Tapi ini panas tahu?"

Yah, meskipun kamu bilang ini panas. Sebenarnya, bagaimana ya?

Tentu saja meminum ini sepertinya tidak baik. Ini tetap saja minuman beralkohol.

Tapi, aku mengerti kenapa minuman beralkohol yang dijual di tempat seperti ini terlihat sangat enak. Mungkin karena hot wine punya kesan yang modis, jadi rasanya semakin begitu.

Kukira ini hanya wine yang dipanaskan, tapi sepertinya dicampur juga dengan rempah-rempah... meskipun aku bukan Hitoshi, tapi aku mengerti perasaannya yang ingin mencoba.

Wadah wine-nya juga terlihat modis. Cangkir keramik berbentuk seperti sepatu bot. Kalau saja anak di bawah umur boleh meminumnya, aku juga...

Ah, tidak boleh. Ternyata tertulis dengan jelas kalau anak di bawah umur tidak boleh. Sayang sekali.

Suatu saat nanti saat aku dan Nanami sudah dewasa, kami akan membeli hot wine di tempat seperti ini dan meminumnya bersama... lalu, aku teringat saat Nanami memakan whiskey bonbon tempo hari.

...Mungkin lebih baik kalau kami minum di rumah atau di tempat yang aman dulu, baru setelah itu minum di luar. Aku juga harus belajar cara minum alkohol mulai sekarang.

Setelah kucari tahu, sepertinya di umur delapan belas tahun pun masih belum boleh minum alkohol... Jadi harus bersabar beberapa tahun lagi ya.

Un, anggap saja kesenangan di masa depan jadi bertambah.

"...Minum diam-diam?"

"Hal seperti itu lakukan diam-diam di rumah... di luar kan gawat kalau kebetulan bertemu guru. Jangan sampai salah dan mengunggahnya ke internet tahu."

"Itu benar juga, lebih baik menyerah saja."

Dengan enggan... Hitoshi menyerah begitu saja tanpa terlihat berat hati. Mungkin, dia memang sudah biasa minum sedikit di rumah.

Aku sendiri belum pernah minum, tapi aku pernah dengar cerita kalau ada juga siswa SMA yang seperti itu. Yah, selama mereka menikmatinya secara tersembunyi tanpa diumumkan ke publik, tidak akan ada yang mempermasalahkannya.

Selama tidak merepotkan siapa pun, aku juga tidak berniat untuk mengejarnya lebih jauh.

Kalau kami terus berkumpul seperti ini, sepertinya acara jajan akan dimulai, jadi lebih baik kami membeli apa yang perlu dibeli lalu kembali.

"Untuk sekarang bagaimana? Ornamen... kan, yang katanya mau kita beli. Anggarannya berapa?"

"Hmm... bagaimana ya. Untuk sementara, kita berpencar saja dan masing-masing membeli apa yang menurut kita bagus? Anggarannya seribu yen per orang."

Memang benar, jumlah tokonya lebih banyak dari yang kukira, dan kalau dipikir-pikir soal efisiensi... mungkin lebih baik kalau kami berpencar untuk membelinya. Ornamennya juga sepertinya harganya bervariasi, kalau yang murah sepertinya kami bisa membelinya cukup banyak.

"Omong-omong, ornamen yang tersisa nanti bagaimana?"

"Siapa saja yang mau boleh bawa pulang, atau kita bisa main game untuk memperebutkannya."

Hmm. Boleh juga. Aku sendiri sih tidak begitu butuh pernak-pernik Natal di kamarku... tapi mungkin para perempuan atau orang yang suka barang-barang manis akan menginginkannya.

Nanami juga sedang melihat-lihat barang di toko sambil berkata "sangat manis". Un, kalau Nanami menginginkannya, mungkin aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya.

Baiklah, sudah diputuskan... seolah berkata begitu, beberapa orang dari kami berpencar dan langsung menuju ke toko tujuan masing-masing. Hitoshi... sepertinya dia pergi bersama seorang teman perempuan yang sekelas.

Otofuke-san bersama Kamoenai-san, dan Shizuka-san... sepertinya pergi bersama Teshikaga-kun.

Tentu saja, aku bersama Nanami.

"Kalau begitu, ayo kita lihat-lihat tokonya."

"Unn♪"

Aku menggandeng lengan Nanami, dan sekali lagi kami melangkah masuk ke dalam pasar Natal. Tempat itu menunjukkan atmosfer yang benar-benar berbeda, dan sejauh mata memandang ada sangat banyak toko...

Sambil berpikir mana yang bagus, kami melihat-lihat sekitar, dan ternyata barang yang dijual berbeda-beda di setiap toko, mulai dari hiasan untuk digantung di pohon sampai tipe pajangan seperti bola salju.

Bola saljunya pun beragam, mulai dari yang mahal... sampai yang bisa dibeli dengan beberapa ratus yen.

"Bola saljunya manis ya."

"Benar juga, mau yang ini?"

"Hmm... tapi kalau di tempat pesta nanti tidak akan begitu terlihat sih..."

Benar juga, kalau mau membeli, mungkin lebih baik yang tipe untuk digantung di pohon. Ada juga yang bentuknya unik seperti manusia... dan juga ada yang berbentuk bintang.

Membeli beberapa buah yang seperti ini, lalu menghiasnya juga...

"Ah! Benar kan, ini Onii-chan dan Onee-chan!!"

Saat aku dan Nanami sedang melihat-lihat barang, tiba-tiba terdengar suara dari belakang kami. Suara itu, sepertinya pernah kudengar sebelumnya, tapi terasa seperti baru pertama kali kudengar.



Saat aku dan Nanami berbalik, di sana ada seorang gadis kecil.

Gadis kecil itu sepertinya bahkan belum masuk usia sekolah dasar, dia mengenakan mantel seputih salju yang membuatnya terlihat sedikit seperti peri.

Dia memakai tudungnya dengan hiasan bulu yang empuk, dan pom-pom yang menggantung dari tudung itu. Seolah serasi dengan pom-pom tersebut, dua kuncir kepangnya juga menyembul keluar.

Gadis kecil yang tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar saat melihat kami itu, baik aku maupun Nanami, kami mengenalnya.

Tanpa sadar kami saling bertatapan, lalu kembali menatap gadis kecil itu. Anak yang kami kenal itu... kalau tidak salah...

"...Yuki... chan?"

Bahkan aku yang terkenal punya ingatan buruk ini, entah bagaimana namanya bisa muncul di pikiranku. Atau lebih tepatnya, aku memang mengingatnya dengan baik. Dia adalah gadis kecil yang kutemui saat kencan pertamaku dengan Nanami di akuarium.

Tentu saja, berbeda dengan saat kami bertemu di akuarium, dia kini mengenakan pakaian yang hangat, dan benar-benar terlihat seperti peri salju.

Di sekitarnya... tidak terlihat orang yang seperti ibunya, jadi aku sempat berpikir apa dia tersesat lagi, tapi karena dia tersenyum riang, sepertinya bukan begitu.

Kalau dia tersesat, berarti sama seperti saat di akuarium. Waktu itu, kami membantu mencari ibu Yuki-chan yang tersesat... lalu kami mengobrol sedikit dengannya, sepertinya begitu.

Aku ingat saat itu Yuki-chan dan Nanami berfoto bersama, dan teman-teman perempuan sekelasku bereaksi seperti "Itu putrimu?!". Hebat juga aku bisa mengingatnya dengan baik.

Sambil menggerak-gerakkan tangan dan kakinya yang mungil, Yuki-chan berlari mendekati kami dengan cara lari yang seolah mengeluarkan efek suara "tetete".

Karena khawatir dia akan jatuh, tanpa sadar aku berjongkok untuk menangkapnya, dan mungkin menganggap itu sebagai isyarat, Yuki-chan... melompat ke arahku.

"Kyaaa!!"

"Uwah?! Bahaya?!"

Dia terlihat senang, dengan momentumnya yang seperti sedang menyelam. Apa ini, apa kecepatan anak kecil memang secepat ini? Rasanya dia lebih cepat berjalan daripadaku.

Aku pun menangkap Yuki-chan yang melesat maju seperti peluru atau serudukan babi hutan.

Kalau aku mengerahkan tenagaku terlalu banyak nanti dia bisa terluka, jadi aku berusaha meredam momentumnya dengan lembut, sebisa mungkin tanpa menggunakan banyak tenaga... tapi juga agar dia tidak terlepas...

Setelah berhasil menangkap Yuki-chan, aku pun berdiri. Secara alami, posisiku jadi seperti sedang menggendongnya...

"Ahahaha!! Tinggi!! Lagi!!"

Karena aku berdiri untuk meredam momentumnya, posisiku jadi seperti sedang mengangkatnya tinggi-tinggi, tapi sepertinya Yuki-chan menyukainya.

Setelah puas bermain-main sejenak, sambil tetap berada dalam gendonganku, Yuki-chan mengangkat sebelah tangannya dengan semangat untuk menyapa.

"Halo!!"

"Ah, un. Halo."

"Yuki-chan, halo."

Keceriaan khas anak--anak ini entah kenapa membuat suasananya jadi hangat. Lagipula, saat pertama kali bertemu, dia terlihat sedih dan hampir menangis, jadi perbedaannya sangat besar.

Hanya saja, dari reaksinya ini sepertinya hari ini dia tidak tersesat, jadi untuk bagian itu mungkin aku bisa lega. Untuk sementara, tidak perlu mencari ibunya kan?

"Onii-chan, Onee-chan, lama tidak bertemu! Aku Yuki!!"

"Yuki-chan, kamu masih ingat kami ya."

Sambil terus terlihat senang, Yuki-chan merentangkan kedua tangannya di depan wajahnya dan berteriak "kyaa". Setelah itu, dia memelukku dengan sangat erat, lalu dengan malu-malu mengulurkan tangannya pada Nanami.

Sepertinya, kali ini dia ingin digendong oleh Nanami juga. Mungkin Nanami juga menginginkannya, karena dia dengan senang hati menggendong Yuki-chan.

Seolah merayakan pertemuan mereka kembali, mereka berdua saling menempelkan pipi dan bermain-main dengan riang. Sepertinya Nanami juga sangat senang bisa bertemu lagi dengan Yuki-chan setelah sekian lama...

"Yuki-chan, apa kamu datang untuk belanja Natal?"

"Unnn, datang sama Mama! Waktu Mama lagi belanja, aku lihat Onii-chan, terus aku lari!!"

...Eh? Lari? Apa itu tidak berbahaya...?

Bukannya dia terpisah dari ibunya, tapi dia sengaja datang setelah melihatku... kalau begitu, apa jangan-jangan...

"Apa kamu datang ke sini tanpa bilang apa-apa pada Mama?"

"Aku sudah bilang mau pergi ke tempat Onii-chan dan Onee-chan!!"

Raut wajahnya seolah ingin berkata, "Jadi tidak apa-apa!!". Ekspresi anak kecil yang seperti ini memang sangat manis, tapi...

Mungkin ini gawat. Aku juga punya ingatan yang samar-samar soal ini. Dulu aku pernah bilang mau pergi ke suatu tempat saat Ibu lengah, tapi pesanku tidak tersampaikan... lalu setelahnya jadi heboh besar.

"Oh begitu, memangnya Mama ada di mana?"

"Di sana!!"

Tanpa panik, sebisa mungkin dengan tenang... tapi dengan cepat, aku bertanya pada Yuki-chan di mana ibunya berada.

Ada kemungkinan dia tidak tahu di mana ibunya, tapi sepertinya dia masih mengenali dengan baik di mana ibunya berada.

Di arah yang ditunjuk oleh Yuki-chan, ada punggung seorang wanita yang sepertinya adalah ibunya yang sedang membeli sesuatu di sebuah kedai... Seperti dugaanku, ini adalah kasus 'lengah sesaat'.

Dan ternyata jaraknya lebih dekat dari yang kukira. Tepat di depan mata... tapi untuk langkah seorang anak kecil, ini pasti sudah seperti sebuah petualangan besar.

Sepertinya Nanami juga merasakan hal yang sama denganku, karena dia sedikit memarahi Yuki-chan dengan berkata "Tidak boleh datang sendirian tahu."

Yuki-chan dengan riangnya meminta maaf. Bisa meminta maaf dengan jujur itu adalah hal yang baik. Untuk sementara, ayo kita bergerak sebelum ibunya panik.

"Omong-omong, hari ini Ayahmu mana?"

"Papa lagi kerja! Tapi Yuki kan perempuan yang pengertian, jadi Yuki bilang semangat ya!"

Sambil digendong oleh Nanami, Yuki-chan membusungkan dadanya dengan bangga. Loh, darimana dia belajar kata-kata seperti itu. Malah, siapa yang mengajarinya.

Saat bertemu sebelumnya, dia memang sudah terlihat sedikit dewasa sebelum waktunya, tapi apa ini memang masanya ingin menggunakan kata-kata seperti itu ya?

Untuk sekarang, agar ibunya tidak panik, kami harus segera mengantarkannya...

"Baiklah, Yuki-chan, ini panas jadi hati-hati... eh? Yuki?! Kamu hilang lagi?!"

"Mama!!"

Untung saja kami bisa mengembalikannya tepat pada saat ibu Yuki-chan yang baru saja selesai berbelanja, menyadari kalau Yuki-chan sudah tidak ada.

Ibu Yuki-chan menoleh ke arah suara Yuki-chan, lalu terlihat menghela napas lega saat melihat kami.

Un, benar, kalau tiba-tiba hilang pasti sangat terkejut ya.

"Lama tidak bertemu, kalian berdua. Terima kasih atas bantuannya waktu itu."

Mungkin karena kedua tangannya sedang memegang minuman, ibu Yuki-chan hanya membungkukkan kepalanya sedikit. Yuki-chan yang digendong oleh Nanami juga kembali membungkukkan kepalanya pada kami.

"Yuki... tidak boleh tiba-tiba menghilang begitu dong. Nanti merepotkan kakak-kakak ini."

"Aku kan sudah bilang sama Mama mau pergi ke tempat Onii-chan!!"

"Waktu itu Mama lagi apa? Apa Mama bicara sambil lihat wajah Yuki-chan?"

"...Tidak sih, tapi Mama kan menjawab."

Ah, karena dimarahi ibunya, Yuki-chan jadi murung. Sedikit kasihan sih, tapi ini juga kata-kata yang diperlukan, un.

Sepertinya Yuki-chan juga sadar kalau dia sudah melakukan hal yang salah, jadi aku akan coba membantunya sedikit...

"Sudah, sudah... Yuki-chan juga kan tidak bermaksud jahat. Yuki-chan, kami senang loh kamu datang menemui kami... tapi kalau kamu tersesat lagi kan kami jadi sedih, iya kan?"

"...Unn."

"Lain kali, kami akan lebih senang kalau Yuki-chan datang menemui kami bersama Ibu Yuki-chan, bukan sendirian. Kalau begitu, Ibu Yuki-chan juga bisa tenang."

"...Unn... Mama, maafkan aku. Onii-chan, Onee-chan, maafkan aku juga."

Oh, dia bisa minta maaf dengan benar, sangat hebat. Yuki-chan turun dari gendongan Nanami, lalu membungkukkan seluruh badannya dalam-dalam.

Aku dan Nanami serempak memuji Yuki-chan karena sudah bisa meminta maaf. Pokoknya kami terus memujinya. Sampai-sampai kami berdua berpikir, kalau nanti punya anak sepertinya kami akan sangat memanjakannya.

Yuki-chan yang tadinya murung, karena dielus oleh aku dan Nanami, kembali berseru riang dengan gembira.

"Maafkan saya, kalian berdua..."

"Ah, tidak... kami juga minta maaf. Tapi, yah, tolong jangan terlalu memarahinya ya."

Meskipun begitu, kalau tidak diperingatkan dengan benar bisa berbahaya. Aku sangat mengerti perasaan ibunya.

Hanya saja, di sisi lain, melihat anak kecil yang sedang dimarahi juga membuatku ingin memanjakannya.

Sebaliknya, kalau dia melakukan hal yang salah tapi tidak diperingatkan, aku malah jadi ingin memarahinya. Walaupun aku jarang melihat yang seperti itu.

Intinya, Yuki-chan tersenyum kembali sambil tetap menunjukkan penyesalannya. Setelah itu kami pindah ke area makan, dan Yuki-chan menerima minuman dari ibunya.

Pemandangannya yang meniup-niup minumannya lalu meminumnya dengan nikmat itu benar-benar sangat manis...

Rasanya aku jadi ingin membelikannya apa saja. Ingin memanjakannya tanpa tanggung jawab.

Hmm... apa perasaan ini yang akan muncul jika aku punya anak perempuan ya. Dulu aku tidak pernah berpikir begitu, tapi sekarang mungkin karena ada Nanami, aku jadi sangat memikirkannya...

Saat aku berpikir begitu dan melirik Nanami, Nanami juga balas melirikku.

Mungkin kami memikirkan hal yang sama. Soalnya, pipinya terlihat memerah. Pipiku sendiri juga terasa sedikit panas. Entah kenapa kami jadi sangat malu, dan aku serta Nanami pun saling membuang muka.

Kalau ada wujud nyatanya di hadapan kami, kami jadi sangat menyadarinya ya.

"Hora, Yuki... kasihan kalau kita mengganggu kencan Onii-chan dan Onee-chan, kita pergi sekarang ya?"

Mungkin karena merasakan keadaan kami, ibu Yuki-chan perlahan memegang tangan Yuki-chan. Yuki-chan melihat ke arahku dan Nanami bergantian, lalu sedikit memiringkan kepalanya.

"Onii-chan dan Onee-chan juga lagi kencan?"

"Un, kami juga... juga?"

"Natal itu hari Papa dan Mama pergi kencan kan?! Apa Onii-chan dan Onee-chan juga sudah jadi Papa dan Mama?!"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan secara tiba-tiba itu, kepalaku dan Nanami jadi kosong seketika. Rasanya seperti dunia telah kehilangan suaranya, seolah waktu telah berhenti.

Tidak, ternyata kalau mendengar ucapan tak terduga dari seorang anak kecil, pikiran kita benar-benar bisa berhenti ya. Kukira aku tidak akan bisa bernapas.

Ibu Yuki-chan juga terlihat terdiam kaku, tapi Yuki-chan, seolah tidak tahu menahu perasaan kami, malah meletakkan tangan di pinggangnya dan membusungkan dadanya.

Wajah bangga anak kecil itu biasanya menenangkan, tapi untuk saat ini rasanya cukup menakutkan.

"Yuki kan perempuan yang pengertian!! Yuki tidak akan mengganggu kencan kalian!!"

"...Oh begitu, Yuki-chan hebat ya."

Saat Nanami mensejajarkan pandangannya dengan Yuki-chan dan mengelusnya, Yuki-chan terlihat semakin senang dan membusungkan dadanya.

"Yuki-chan... tadi kamu juga bilang begitu, tapi... di mana kamu belajar kata-kata seperti itu...?"

"Sebenarnya... suami saya pernah tidak sengaja mengatakannya saat memuji Yuki karena penurut, dan sepertinya dia jadi suka dengan kata itu..."

Ah... kasus anak kecil yang menyukai kata-kata aneh ya. Yang seperti ini, kalau dilarang malah akan semakin sering diucapkan, dan dia akan semakin menyukainya.

Yah, menjadi anak yang penurut itu adalah hal yang baik. Mungkin.

"Lalu... itu..."

Ibu Yuki-chan terlihat sedikit ragu untuk melanjutkan. Mungkin, ada sesuatu yang sulit untuk dikatakan. Dalam situasi seperti ini, tidak bertanya lebih jauh adalah sebuah etika.

Untuk sementara, aku mencoba menyampaikan 'tidak apa-apa' dengan tatapan dan gerak tubuhku, dan sepertinya pesanku tersampaikan, karena ibu Yuki-chan tersenyum bingung.

Hanya saja, pertimbangan orang dewasa seperti itu kan tidak ada hubungannya dengan anak-anak...

"Yuki juga ya, tahun depan akan jadi kakak!! Makanya Yuki akan jadi anak baik!!"

Entah untuk menjelaskan pada Nanami atau aku, Yuki-chan yang menempel pada ibunya menepuk-nepuk perut ibunya dengan gembira.

Tentu saja waktu kembali berhenti, tapi Yuki-chan tidak berhenti. Dengan gembira, seolah ingin membagikan kebahagiaannya, dia terus melaju di jalan yang diyakininya.

"Waktu Natal, aku minta adik perempuan!! Terus Papa bilang oke!!"

"Yuki?! Sebaiknya mulutnya dikunci dulu ya?!"

Ibunya yang panik mencoba menutup mulut Yuki-chan, tapi sudah terlambat. Yuki-chan sudah mengatakan semuanya, dan kami juga sudah mendengarnya dengan jelas.

Setelah itu suasananya menjadi sedikit canggung, tapi sepertinya Yuki-chan tidak begitu memahaminya, dan dia hanya memiringkan kepalanya dengan heran di antara kami dan ibunya.

Dan, inilah pukulan terakhirnya.

"Onee-chan dan Onii-chan juga!! Kalau sudah punya bayi, perlihatkan padaku ya!!"

(Tln: Suka ini gua model anak kecil kek gin awoawok ceplas ceplos)

Entah kenapa nasib sial itu selalu terjadi di saat yang paling tidak kita inginkan. Sama seperti saat kita sedang sakit, semua waktunya selalu serba salah.

Karena tepat pada saat itu... teman sekelas kami datang mendekati kami.

Bukan hanya teman sekelas, tapi Hitoshi juga.

"...Eh? Kalian punya anak?"

"Bukan begitu."

Setelah itu, aku harus berjuang keras untuk menjelaskan kesalahpahaman sambil menghadapi Yuki-chan yang jadi bersemangat karena kata "anak"...

Un, ini sudah pasti akan jadi bahan ejekan di pesta Natal nanti.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

"Kalau begitu, Selamat Nataaal!!"

"Selamat Nataaal!!"

Di dalam ruang pesta yang dihias dengan meriah, suara dentingan gelas-gelas bersulang yang muncul setelah aba-aba terdengar nyaring.

Tentu saja yang kami minum adalah jus, tapi gelembung soda yang meletup pelan di dalam gelas membuatnya terlihat seperti minuman beralkohol.

Kalau kuminum begini... rasanya tidak akan seperti meminum alkohol kan?

Sambil memikirkan hal itu, aku memasukkan jus di dalam gelasku ke mulutku, dan bersamaan dengan rangsangan soda yang berdesir, rasa manis menyebar di seluruh rongga mulutku.

Un, ini hanya soda biasa.

"Youshin, bersulang."

"Un, bersulang."

Nanami yang berjalan mendekatiku kemudian mengangkat gelasnya, jadi aku pun ikut mengangkat gelasku untuk menyambutnya, dan suara 'ting' yang khas pun terdengar.

Setelah meminum sekali lagi jus di dalam gelasku, aku melihat ke sekelilingku.

"Yah... sungguh sebuah ruangan yang penuh dengan kekacauan..."

"...Benar juga ya."

Nanami juga melihat ke arah yang sama denganku dengan senyum yang sedikit kaku.

Melihat sosok teman-teman sekelas yang berkumpul di sini hari ini.

Menurut cerita yang kudengar, pada awalnya, rencananya hanya para perempuan yang mau saja yang akan mencoba memakai baju Sinterklas yang manis...

Tapi sekarang, seolah ini adalah tempat perkumpulan Sinterklas, semua orang mengenakan berbagai macam kostum. Bahkan para laki-laki juga memakai kostum Sinterklas.

"Rasanya seperti di Finlandia."

"Apa ini bisa disebut Finlandia...?"

Tidak, itu hanya pengetahuan dangkal yang kudapat dari acara TV yang mengatakan kalau Sinterklas yang asli itu ada di Finlandia.

Para perempuan mengenakan parade baju Sinterklas yang manis, ada yang tipe rok, tipe celana, yang penuh renda, ada juga yang seksi...

Warnanya juga tidak hanya merah, tapi ada juga hitam, dan bahkan hijau yang terinspirasi dari pohon Natal, dan berbagai warna lainnya.

Sebaliknya, para laki-laki yang memakai baju Sinterklas semuanya mengenakan tipe celana. Dan semuanya memakai janggut palsu. Walaupun sepertinya mereka melepasnya saat makan.

"Bagaimana? Manis?"

"Un, sangat manis. Sangat cocok untukmu."

Nanami yang berada di sebelahku tentu saja juga mengenakan baju Sinterklasnya. Di antara yang dicobanya tempo hari, mungkin ini adalah yang paling bisa menyeimbangkan antara kemanisan dan keseksiannya.

Secara pribadi, aku lebih tenang dengan yang tipe celana, tapi mau bagaimana lagi.

Yang dipakai Nanami sekarang ini mungkin bisa disebut tipe terusan? Bawahannya rok mini dan atasannya tidak terpisah, menjadi satu kesatuan baju Sinterklas.

Mungkin ini adalah model yang standar.

Bahunya terbuka dengan berani, dan bagian dadanya juga cukup terbuka. Tidak, mungkin ini biasa saja, tapi rasanya tingkat keterbukaannya cukup tinggi.

"Tidak, sungguh, Nanami benar-benar cocok dengan warna merah ya. Kontras antara merah dan putihnya sangat indah dipandang, warna putihnya memberikan kesan suci sementara warna merahnya memberikan sentuhan seksi..."

"Ehehe, kalau dipuji seperti itu aku jadi malu."

"Sekali lagi... setiap kali melihatmu aku selalu berpikir... kulit Nanami benar-benar indah. Seperti gaun baru berwarna putih bersih tanpa satu noda pun, atau lebih tepatnya... tidak, ini lebih seperti..."

(Tln: Bruh ini kalau bukan pacar sendiri udah pasti redflag dicap jijik bjir)

"Hei, Youshin... itu... pujianmu berlebihan... dan kamu juga terlalu banyak melihat..."

...Sial, apa tadi aku terdengar sedikit menjijikkan ya. Tapi, kulit Nanami benar-benar indah. Rasanya lembap saat disentuh, tapi juga sangat halus...

Apa ini yang disebut... kulit porselen? Bukannya transparan, tapi rasanya seperti memiliki kesan tembus pandang...

Waktu kami mandi bersama juga, seluruh tubuhnya... tidak, ini cara bicara yang bisa menimbulkan salah paham.

...Ah, Nanami jadi merah padam.

Sial, apa pikiranku tadi terucap... Kukira akan terdengar menjijikkan, tapi untungnya Nanami terlihat sangat senang. Dia berputar-putar di tempat sambil memegangi roknya.

Seolah untuk menyembunyikan rasa malunya, dia berputar dengan langkah-langkah yang ringan. Aku jadi sedikit deg-degan, karena khawatir roknya akan tersingkap.

"...Terima kasih, kostum Youshin juga cocok tahu."

"Terima kasih... apa aku boleh senang mendengarnya ya?"

"Di saat seperti ini, katakan saja terima kasih dengan tulus."

Meskipun dipuji, tapi apa aku benar-benar boleh senang dengan ini, pikirku sambil melihat ke bawah ke arah pakaianku.

Celana merah dengan bulu-bulu putih yang empuk. Atasan merah berlengan panjang yang sedikit kebesaran. Lalu, topi merah dan putih dengan pom-pom bulat di ujungnya. Ditambah lagi, aku juga memakai janggut putih.

Dengan kata lain, ini adalah kostum Sinterklas.

Kenapa aku juga memakai kostum Sinterklas? sebenarnya tidak ada alasan yang mendalam. Benar-benar tidak ada. Aku hanya terbawa suasana saat itu.

Un, saat kami sedang mendekorasi ruangan, entah kenapa tiba-tiba para perempuan sudah menyiapkannya... katanya, 'laki-laki yang mau pakai, silakan pakai, atau lebih tepatnya, pakai saja, kami ingin lihat jadi pakai saja'.

Karena tekanan seperti itu, akhirnya aku memakainya.

Yah, karena Nanami terlihat senang, jadi tidak apa-apa.

Meskipun begitu, semua orang terlihat bersenang-senang ya. Entah kenapa rasanya semangat semua orang sedang sangat tinggi.

Ada yang sambil makan, sambil minum, semua orang melakukan apa yang mereka suka...

"...Aku mau tanya sesuatu pada Nanami."

"Un? Ada apa?"

"Sebenarnya, apa yang dinikmati dari sebuah pesta Natal...?"

"Baru sekarang kamu tanya soal itu?!"

Dia terkejut.

Yah, maksudku, aku memang sudah ikut... tapi setelah kami bersulang 'Selamat Natal' bersama-sama, aku jadi berpikir, apa yang akan kami lakukan selanjutnya.

Saat festival sekolah, kami menikmati acara festivalnya, saat festival olahraga, kami menikmati pertandingannya, saat liburan sekolah, kami menikmati perjalanannya itu sendiri.

Selama ini, aku menikmati acara dengan cara seperti itu, tapi kalau dipikir-pikir lagi, Natal itu... apa yang dilakukan untuk menikmatinya ya?

Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benakku.



Dan begitu pertanyaan itu muncul, aku tidak bisa mengabaikannya. Aku jadi berpikir, apa yang harus kulakukan...

"Yah, kan kita bisa makan, minum, dan mengobrol...?"

"Tapi, hal-hal seperti itu... rasanya tidak harus saat Natal juga bisa bukan...? Apa ya acara yang khas Natal itu...?"

"Ah... aku sama sekali tidak pernah memikirkan soal itu."

Aku ditertawakan dengan kecut oleh Nanami. Aku sendiri juga berpikir kalau aku ini merepotkan, tapi sekali sudah penasaran, rasanya akan terus terpikirkan sampai menemukan jawabannya bukan?

"Kalau dipikir-pikir, Natal itu... aneh juga ya. Meskipun ini acara dari luar negeri, tapi kalau Halloween kan ada trick-or-treat."

"Benar juga. Natal itu kan identik dengan Sinterklas, ayam, dan kue, kan? Jadi, apa ya... yang acaranya bersifat seperti itu."

"Apa jangan-jangan Youshin tidak bersenang-senang?"

"Tidak, aku senang kok. Ini pertama kalinya aku berkumpul untuk Natal dan rasanya menyenangkan. Aku hanya penasaran saja... yah, memang bukan topik yang harus diangkat tiba-tiba sih."

Un, aku harus introspeksi diri.

"Yah, aku juga sebenarnya baru pertama kali berkumpul dengan banyak orang seperti ini untuk Natal."

"Eh? Benarkah? Tumben sekali."

"Habisnya, Hatsumi dan yang lain biasanya kencan dengan Oto-nii dan pacar mereka, dan teman-teman perempuanku di sekolah juga pada dasarnya mainnya dengan laki-laki, jadi aku juga tidak begitu..."

Mendengar cerita yang sangat tak terduga itu aku membuatku jadi terkejut, tapi kalau dipikir-pikir lagi, mengingat lingkaran pertemanan Nanami, hal itu mungkin tidak aneh, dan entah kenapa aku jadi bisa menerimanya.

"Karena itu, pada dasarnya Natal itu kuhabiskan bersama keluarga, atau pergi keluar dengan Saya... teman-teman Saya juga sepertinya hampir semuanya pergi kencan..."

"Justru Saya-chan yang tidak kencan...?"

"Katanya dia bilang 'anak laki-laki seumuranku kekanak-kanakan jadi aku tidak suka', sangat sombong kan. Yah, mungkin karena di sekelilingnya selalu ada orang yang lebih tua seperti Oto-nii juga sih."

Padahal sepertinya Saya-chan populer. Lagipula, membandingkan anak laki-laki SMP dengan Souichirou-san itu sangat kejam bukan?

Yang satu orang dewasa pegulat yang tampan, dan yang satunya lagi anak laki-laki SMP... yang levelnya hanya sedikit di atas anak SD. Aku sendiri waktu itu hanya tertarik pada game.

"...Omong-omong, hari ini Saya-chan sedang apa? Menghabiskan waktu dengan keluarganya?"

"Katanya sih kencan."

Kencan?! Saya-chan?! Eh, cerita yang tadi itu apa. Katanya anak laki-laki itu kekanak-kanakan, tapi dia malah kencan?

"Katanya dia mau kencan dengan teman perempuan yang baru dikenalnya. Aku juga pernah bertemu dengannya sekali, anaknya sangat manis, tipe yang benar-benar kebalikan dari Saya."

"Ah, begitu... Entah kenapa, meskipun terdengar aneh, aku jadi lega."

"Oh, lega sebagai calon kakak ipar?"

Bukan begitu juga sih. Saya-chan itu ada sisi yang suka seenaknya, jadi kalau dia kencan dengan laki-laki saat Natal aku jadi khawatir...

"Yah, meskipun dia sempat bertengkar dengan Ayah karena berencana menginap di rumah temannya itu dan baru pulang pagi harinya... coba tebak dia mau pergi ke mana?"

"Eh... memangnya dia mau pergi ke tempat segawat itu...?"

"Anak itu bilang mau mengadakan 'Pesta Perempuan di Hotel Cinta'!! Tidak masuk akal kan?!"

Aku hampir menyemburkan minumanku. Itu sama mengkhawatirkannya dengan kencan dengan laki-laki, atau lebih tepatnya, Saya-chan malah terdengar seperti pihak laki-lakinya?!

"Kalau begitu... wajar saja Genichirou-san marah ya... Tidak, bahkan aku pun akan menghentikannya."

"Iya kan... apa yang dia pikirkan coba. Padahal aku saja belum pernah pergi ke sana dengan Youshin..."

"Eh?"

"Eh? ...Ah."

Mendengar Nanami yang baru saja mengatakan 'belum', aku jadi sedikit terdiam kaku. Tanpa sadar aku hanya bisa menggumamkan satu kata itu dan kami lalu saling bertatap muka, lalu kami berdua sama-sama terdiam sambil meminum minuman kami.

Keheningan itu menjadi sedikit canggung, jadi aku mencoba sebisa mungkin untuk menyambung pembicaraan. Apa ada topik, apa ada topik...

"Ya... yah, Natal di Jepang kan memang biasanya sering dihabiskan untuk kencan atau bersama kekasih. Jadi kalau untuk berduaan saja, tempat seperti itu mungkin tidak apa-apa bukan?"

Sebenarnya aku sedang mencoba menutupi apa? Aku sendiri tidak begitu paham, tapi kata-kata seperti 'Natal kan memang begitu' keluar begitu saja dari mulutku.

Hanya saja, memang ada gambaran kalau Natal itu adalah hari di mana para pasangan menjadi bersemangat, jadi seharusnya itu bukan kebohongan.

...Apa Natal di luar negeri juga sama ya?

(Tln: Sama aja bro)

Rasanya pembicaraannya kembali lagi ke awal. Pada akhirnya, cara menghabiskan waktu itu tergantung pada masing-masing orang ya.

"U-unn, benar juga. Kalau bisa berduaan saja, tempat seperti itu juga..."

Tiba-tiba, kata-kata Nanami terputus.

Lalu dia melirik ke arahku, dan matanya terlihat sedikit... benar-benar hanya sedikit, seperti sedang mengharapkan sesuatu, atau sedang kebingungan.

Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh... Tidak, apa jangan-jangan semua yang kukatakan memang aneh?

"Youshin... apa kamu... ingin pergi... ke tempat seperti itu?"

"Eh? Eeh...?"

Meskipun dia mengatakannya dengan samar 'tempat seperti itu'... ini pasti merujuk pada fasilitas yang disebut hotel cinta yang tadi disebutkan. Lagipula, tadi dia sudah mengatakannya, kenapa sekarang disamarkan lagi.

Mungkin ini kasus di mana seseorang jadi malu begitu dia mulai menyadarinya. ...Aku sendiri juga tidak bisa mengucapkan kata 'hotel cinta' dengan lantang.

"Uhm... kenapa kamu... berpikir begitu?"

"Habisnya kan, itu... besok kita akan kencan kan? Kita akan pergi keluar berdua kan? Malamnya juga bersama... jadi kupikir, apa kamu ingin pergi ke tempat seperti itu..."

...Oh, begitu ya. Memang benar besok kami akan berkencan... dan kami juga sudah berjanji akan melihat pemandangan malam atau iluminasi bersama.

Katanya, tempat yang kami datangi untuk berbelanja hari ini, akan dihiasi lampu-lampu yang sangat indah di malam hari. Jadi kami sempat berbicara untuk tinggal sedikit lebih lama.

Lalu... memang benar... kalau kulihat di peta, sedikit jauh dari sana sepertinya ada banyak tempat seperti itu. Tidak, mungkin cukup jauh sih.

Jujur saja, aku juga sudah mencari tahu berbagai hal. Tapi kami kan tidak bisa pergi ke sana...

...Tidak, bukan begitu. Kali ini Nanami bertanya apakah aku 'ingin' pergi. Artinya, dia ingin tahu apakah aku mau pergi atau tidak, bukan bisa atau tidak.

Kalau itu, tentu saja.

"Yah... ingin... sih... kurasa..."

Entah kenapa jawabanku jadi terdengar menyedihkan dan melemah di akhir. Tapi sebenarnya, apa jawaban yang benar untuk pertanyaan seperti ini. Kalau aku bilang 'sama sekali tidak mau', malah akan jadi aneh kan?

Lagipula, apa ada laki-laki yang bilang tidak mau pergi dengan pacarnya? Itu mustahil kan. Tapi kalau bilang 'mau' secara langsung, rasanya seperti pelecehan seksual...

"Syukurlah..."

"Syukurlah...?"

"Habisnya, kalau memang bisa, aku juga... ingin mencoba pergi dengan Youshin... lalu... aku juga penasaran apa rasanya sedikit berbeda dengan hotel di Hawaii..."

"Uhm... maksudnya hanya dalam artian menginap...? Atau, termasuk juga dengan artian yang 'itu'?"

Ah, sial. Aku mengatakan hal yang tidak perlu. Aku bertanya karena penasaran, tapi ini... sepertinya, adalah pelecehan seksual tambahan.

Tidak, tapi, bagaimana ini? Apa mungkin justru aku yang sedang dilecehkan oleh Nanami...?

"...Termasuk dengan artian yang 'itu'."

...Aku benar-benar bersyukur tidak ada siapa pun di sekitar kami saat ini. Otofuke-san dan yang lain sedang berbicara dengan orang lain di kejauhan, dan Teshikaga-kun serta Shizuka-san juga sepertinya sedang sibuk bergerak ke sana kemari.

Orang lain juga sepertinya sengaja membiarkan kami berdua, jadi tidak ada yang mendekat. Aku benar-benar bersyukur ruang pesta ini cukup luas.

Nanami sudah memberanikan diri sampai sejauh ini. Kalau begitu, hal yang harus kulakukan adalah...?

"Aku juga..."

"Woi!! Turnamen bingo akan dimulai!! Kertasnya akan kubagikan!!"

Kata-kataku yang baru saja akan terucap, buyar begitu saja oleh satu kalimat yang mengubah suasana itu.

Sial, waktunya sangat tidak tepat.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Tukar kado dengan turnamen bingo di pesta Natal itu sepertinya sudah menjadi hal yang umum... Yah, aku sama sekali tidak tahu soal itu, jadi aku baru mendengarnya tadi.

(Tln: Kurang lebih kayak game Secret Angel kalau kalian tau)

Kalau bertukar kado dengan teman tertentu, lebih baik melakukannya secara pribadi dengan barang yang sama-sama disukai.

Daya tarik dari tukar kado dengan banyak orang adalah interaksi dengan orang-orang yang biasanya tidak pernah bertukar kado, dan juga... melihat siapa yang akan mendapatkan hadiah lelucon.

"Tunggu, apa itu hadiah lelucon?"

Aku tanpa sadar melontarkan tsukkomi pada penjelasan Hitoshi, tapi sepertinya itu adalah hadiah yang tidak bisa dipakai sehari-hari, atau hadiah yang sepertinya dibutuhkan tapi sebenarnya tidak.

Contohnya, pajangan Sinterklas yang lumayan mahal. Pohon Natal dengan hiasan yang mewah. Kelihatannya memang manis, tapi kalau benar-benar menerimanya, mau diletakkan di mana?

Seperti itu.

Lalu ada juga pakaian dengan motif yang aneh, atau kue kering dengan gambar wajah orang, pokoknya hadiah yang tujuannya adalah untuk menikmati reaksi orang yang menerimanya.

Katanya, daya tariknya ada pada hadiah-hadiah yang akan membuatmu berpikir, 'ternyata ada ya barang seperti ini...'.

"Aku sudah terlanjur membeli kue kering yang lumayan mahal."

"Aku juga... sudah terlanjur membeli satu set kaus kaki yang manis."

Hadiahku dan Nanami ternyata sangat normal, jadi kami mulai menyesal, apa jangan-jangan lebih baik hadiah lelucon saja ya. Benar-benar, aku baru menyesal sekarang.

"Tidak, tidak, yang normal juga tidak apa-apa kok. Dia saja yang aneh-aneh."

"Kami juga hadiahnya normal kok. Aku memilih krim dari merek favoritku."

"Loh, Hatsumi dan yang lain... tidak apa-apa tidak membantu bingo?"

"Tidak apa-apa. Biarkan saja, si ketua kelas sedang sangat bersemangat, katanya biar dia yang urus."

Sambil memegang kartu bingo, Otofuke-san dan yang lain menatap Hitoshi yang sedang menjelaskan aturan bingo dengan tatapan yang sedikit heran.

Tentu saja... semua orang mengenakan baju Sinterklas.

Otofuke-san mengenakan baju Sinterklas dengan celana pendek. Atasan dan bawahannya terpisah, memperlihatkan sedikit otot perutnya yang terlatih. Dia memakai kaus kaki setinggi lutut, sepertinya mengutamakan kemudahan bergerak.

Kamoenai-san... mengenakan baju Sinterklas yang berani seperti bikini. Saat aku melihatnya sekilas tadi, seingatku dia lagi memakai kostum maskot pohon Natal... sepertinya dia memakai baju sinterklas ini di dalamnya.

Tentu saja tingkat keterbukaannya tidak separah bikini sungguhan, tapi mungkin ini juga caranya memberikan 'servis' pada para laki-laki...

Yah, meskipun setelah itu dia juga menjatuhkan mereka ke dalam keputusasaan dengan mengatakan kalau besok dia akan kencan dengan pacarnya.

"Tapi... Shizuka-san terlihat sangat bersemangat ya..."

"Ah... sepertinya dia dipuji oleh Teshikaga-kun."

Pantas saja... aku pun mengalihkan pandanganku pada Shizuka-san yang sedang bertugas sebagai asisten bingo bersama Hitoshi. Tentu saja dia juga mengenakan baju Sinterklas.

Mungkin, yang paling seksi di tempat ini hari ini adalah Shizuka-san? Dia mengenakan baju Sinterklas dengan siluet yang mirip dengan Nanami, tapi...

Entah kenapa, bajunya terlihat seperti pakaian bondage dengan tambahan rok. Punggungnya juga sepertinya terbuka lebar... dan, di kepalanya ada telinga kelinci.

(Tln: Bondage apa? Ga tau dah intinya kek pakaian dalam BDSM wkwk)

Kalau asisten, sudah pasti kelinci kan.

Sepertinya dia memakainya dengan alasan itu, tapi Teshikaga-kun yang khawatir terus menempel di sisinya seperti pengawal.

Jadi, formasi pembawa acaranya terdiri dari Hitoshi, asisten Shizuka-san, dan Teshikaga-kun, total tiga orang.

Setelah dia mulai berpacaran dengan Teshikaga-kun, sudah tidak ada lagi laki-laki yang mendekati Shizuka-san dengan tujuan seperti itu. Tapi, sepertinya Teshikaga-kun tetap saja khawatir.

Kembali ke turnamen bingo... semua hadiah sudah diberi nomor, dan orang yang menang bingo akan menarik undian untuk mendapatkan hadiahnya.

Mereka benar-benar mempersiapkannya dengan matang ya. Sepertinya kartu bingonya juga sudah disiapkan... mungkin ini pertama kalinya aku memegang kartu bingo.

Saat kukatakan itu, entah kenapa Nanami mengelus kepalaku. Kenapa? Yang lain juga menatapku dengan tatapan hangat yang aneh...

"Baiklah, turnamen bingo dimulai!!"

Dimulai dengan kata-kata Hitoshi itu, bingo pun dimulai.

"Semoga kita dapat yang bagus ya."

"Un, yah... sepertinya semua orang sudah memikirkannya dengan matang-matang..."

Setelah itu, turnamen bingo yang juga berfungsi sebagai acara tukar kado pun berjalan dengan damai. Teshikaga-kun memilih angkanya, lalu Shizuka-san membacakannya.

Hitoshi lalu menggoda semua orang untuk memeriahkan suasana, dan semua orang balas menggodanya... oh, begitu, jadi ini yang namanya pesta Natal.

"Lama sekali terbukanya... ayo dong keluarkan nomor yang lebih bagus."

"Barato, jangan minta yang aneh-aneh. Bagaimana dengan suamimu di sebelah?"

"Suamiku juga tidak mendapat apa-apa."

"Betul, saya adalah suami yang tidak berguna sama sekali."

Tidak, aku sendiri yang mengatakannya, tapi interaksi macam apa ini. Tapi memang benar, baik aku maupun Nanami sama sekali belum dapat apapun. Padahal sudah ada beberapa orang yang kartunya terbuka...

(Tln: Mungkin ada hadiah kosong buat iseng)

Pada akhirnya, kami baru mendapatkan hadiah kami di giliran-giliran akhir.

"Nanami, kamu dapat apa?"

"Aku dapat... ah, krim tangan. Sepertinya ini merek yang belum pernah kucoba."

"Oh, jadi Nanami dapat hadiahku ya. Itu bagus tahu, aku merekomendasikannya."

Sepertinya Nanami mendapatkan hadiah dari Kamoenai-san. Krim tangan ya. Melihat betapa senangnya Nanami, mungkin lain kali aku bisa memberikan hadiah seperti itu juga.

Baiklah, apa ya yang kudapat... pikirku sambil membuka kantong berbentuk persegi itu. Di dalamnya ada... sebuah buku.

Apa ya, novel mungkin? Belakangan ini aku hanya membaca manga secara digital, jadi sudah sangat lama rasanya tidak memegang buku kertas seperti ini.

Terutama novel yang hanya berisi tulisan... aku hanya membacanya saat ada tugas resensi buku atau semacamnya.

Hadiah dari siapa ya, pikirku sambil melihat sampul depan dan punggung bukunya, tapi tentu saja tidak ada petunjuk dari siapa hadiah itu.

"Itu, dariku."

"Eh? Ini, dari Teshikaga-kun?"

Entah sejak kapan Teshikaga-kun yang mengenakan kostum Sinterklas itu sudah berada di sini bersama Shizuka-san, dia menatap buku di tanganku dengan raut wajah gembira.

Tanpa sadar, pandanganku bolak-balik antara buku itu dan Teshikaga-kun.

Habisnya, maaf saja... tapi ini mengejutkan bukan?

"Betul. Karena itu, aku senang novel rekomendasiku jatuh ke tangan Master. Silakan dibaca. Untuk jaga-jaga, saya sudah memilih yang relatif mudah dibaca."

Maksudnya untuk pemula ya. Tapi untuk ukuran itu, ini terlihat cukup... tidak, ini terlihat sangat sulit. Tidak ada ilustrasinya, dan sampulnya juga terlihat serius hanya dengan tulisan dan sedikit desain.

Tapi, yah, kalau sudah direkomendasikan, lebih baik kucoba baca.

"Terima kasih, akan kubaca."

Teshikaga-kun terlihat sangat senang. Tidak, ini benar-benar di luar dugaan...

"Kamu suka buku ya?"

"Betul. Buku itu bagus. Kalau Master suka, aku masih punya rekomendasi lain, jadi katakan saja. Baik itu novel ringan, manga, pada dasarnya aku membaca apa saja."

Jawaban yang penuh dengan kesenjangan karakter. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, mengingat Shizuka-san, mungkin ini cocok untuknya.

Shizuka-san juga menatap Teshikaga-kun yang terlihat malu-malu itu dengan senang... tidak, rasanya bukan hanya senang, tapi tatapannya terlihat sangat berapi-api...

...Lebih baik kuanggap aku tidak melihatnya.

Apa acara tukar kado sudah selesai... saat aku berpikir begitu, entah kenapa Hitoshi sendirian kembali membagikan kertas bingo pada semua orang.

Padahal acara tukar kado sudah selesai, kenapa...? Saat semua orang merasa heran dengan tindakan Hitoshi... seseorang menyadarinya.

"Loh? Hadiahnya masih ada?"

Hadiah yang kami kira sudah habis, ternyata masih tersisa satu buah. Sebuah amplop kecil, tanpa bungkus atau hiasan apa pun.

Hitoshi tidak menjelaskan soal amplop itu, dan hanya terus membagikan kartu bingo pada semua orang... jadi kami pun ikut membantunya.

Setelah selesai membagikan amplop, Hitoshi kembali berdiri di hadapan semua orang, lalu berdeham sekali dengan gaya yang dibuat-buat.

"Baiklah, baiklah, ada satu amplop di sini. Soal hadiah yang satu ini... sebenarnya kali ini, untungnya kita berhasil mendapatkan satu... hadiah utama yang luar biasa."

Hadiah utama...? Memangnya ada hadiah yang bisa jadi hadiah utama? Anggaran hadiahnya kan hanya seribu sampai dua ribu yen per orang.

Tidak, lagipula, bukankah semua orang membeli hadiahnya masing-masing, apa jangan-jangan ada yang merogoh uang sendiri untuk membeli hadiah tambahan?

Tapi kalau begitu, untuk apa dia membelinya?

Sepertinya semua orang memiliki pendapat yang sama, karena mereka semua memiringkan kepala mereka dengan bingung. Mungkin karena reaksi kami yang seperti itu menyenangkan, Hitoshi kembali berbalik dengan gaya yang dibuat-buat.

Ah, dia langsung dihujani cemoohan. Teshikaga-kun juga hanya bisa tersenyum kecut melihatnya... Entah kenapa Hitoshi terlihat meminta bantuan pada Teshikaga-kun, tapi ditolak.

Interaksi mereka berdua itu menimbulkan tawa. Mereka berdua juga sudah jadi teman baik ya. Rasanya kecepatan mereka berteman lebih cepat daripadaku. Tidak, ini bukan cemburu, tapi lebih ke rasa kagum.

Kecepatan seperti itu adalah sesuatu yang tidak kumiliki.

"Baiklah, baiklah, akan kukatakan sekarang!! Hadiah utama hari ini adalah... ini!!"

Hitoshi mengangkat tinggi-tinggi ponselnya. Ada sebuah foto yang ditampilkan di layarnya, tapi karena jauh dan layarnya juga kecil, aku sama sekali tidak bisa melihatnya...

Cemoohan kembali terdengar, tapi kali ini dia seolah tidak peduli dengan cemoohan itu dan malah tersenyum menyeringai dengan senang.

Seolah... seperti anak kecil yang sedang menantikan sesuatu yang menyenangkan akan terjadi, Hitoshi tersenyum.

Faktanya, cemoohan ini... berubah seketika dengan satu kata dari Hitoshi.

"Aku dapat ini dari undian berhadiah saat berbelanja tadi!! Tiket menginap di pemandian air panas untuk pasangan!!"

Dia mengangkat tinggi-tinggi ponselnya seperti sebuah piala kemenangan. Mungkin di sana ada foto dari tiket pasangan itu.

Tunggu... dia dapat barang seperti itu?!

Seketika, cemoohan berhenti, dan ruang pesta menjadi hening. Apa ini yang disebut keheningan yang menyebar seperti riak air...

Semua orang terdiam, dan saling bertatapan. Saat aku melihat Hitoshi dengan tatapan 'tidak mungkin', Hitoshi... seolah mengiyakan, dia menunjukkan wajah penuh kemenangan yang luar biasa pada semua orang.

Ah, semua orang jadi marah. Yah, memang sih wajah penuh kemenangannya itu sangat menyebalkan... Kenapa ya, kalau wajah penuh kemenangan Nanami terlihat manis, tapi kalau punya dia malah menyebalkan?

Tapi semua orang jadi yakin setelah melihat wajah itu. Orang ini serius.

Keheningan yang penuh dengan ketegangan itu, pecah oleh sorak-sorai. Apa yang paling bersemangat ini adalah para perempuan yang punya pacar atau para laki-laki yang punya pacar?

Tidak, sepertinya hampir semuanya bersorak.

"Lagipula, kan Hitoshi yang dapat? Kamu tidak mau?"

"Aku kan dapatnya karena mengumpulkan kupon bantuan dari semua orang. Kalau aku diam saja kan nanti seperti mencuri. Lagipula ini tiket pasangan."

"Kalau pasangan kan kamu bisa pergi dengan seseorang."

"Aku tidak punya pacar, dengan siapa aku akan pergi berpasangan?! Sialan!!"

Ah, Hitoshi yang dilempari tsukkomi tersungkur di lantai. ...Yah, kamu hebat kok. Karena kamu berusaha untuk membagikannya secara adil pada semua orang.

Tiket pasangan ke pemandian air panas ya. Kalau bisa pergi saat liburan musim dingin... enak sekali ya. Sudah lama aku tidak pergi ke pemandian air panas.

Sebentar lagi akan semakin dingin, jadi aku ingin bersantai dan menghangatkan diri di pemandian air panas.

"Karena itu, kita akan mengadakan bingo perebutan!! Hadiahnya hanya ini, jadi yang pertama kali dapat bingo akan langsung mendapatkannya!!"

Oh, begitu, makanya dia membagikan kartu bingo sekali lagi. Semua orang, di hadapan hadiah utama ini, matanya berbinar-binar dengan tajam.

Sepertinya ini akan jadi pertarungan yang sengit...

"Kalau kita dapat, kita pergi bersama ya."

"Un, ya. Tapi, sepertinya kita tidak akan mendapatnya."

Yah, kemungkinannya kecil sih. Lagipula, semua orang sepertinya lebih menginginkan tiket pemandian air panas untuk pasangan ini, jadi mereka sangat bersemangat. Rasanya seperti bisa melihat api yang berkobar-kobar.

Meskipun begitu, aku dan Nanami tetap santai.

Kenapa? Habisnya kan, saat bingo yang tadi, aku dan Nanami sampai giliran-giliran akhir sama sekali tidak dapat. Jadi kurasa, kali ini juga mungkin tidak akan dapat.

Karena itu, yah, kami memutuskan untuk ikut serta dan menikmatinya saja, begitulah, kami ikut dengan santai. Nanami juga sepertinya begitu...

Kupikir begitu, tapi tidak kusangka... Tidak kusangka aku akan masuk ke dalam pertarungan sengit itu.

"Baiklah, kita akan adakan suit antara Youshin dan Ketua Kelas yang pertama kali dapat bingo!!"

"Aku pasti akan menang...!!"

Sambil berpikir 'tidak mungkin', aku berhadapan dengan Shizuka-san di hadapan semua orang. Sialnya, aku dan Shizuka-san mendapatkan bingo di saat yang bersamaan sebagai juara pertama.

(Tln: Ini sistem bingo undian kek mana bjir, ga ngerti tolong)

Karena itu, sebagai pertarungan terakhir, aku dan Shizuka-san harus melakukan suit.

"Baiklah, kalau begitu silahkan sampaikan semangatnya. Pertama, dari Ketua Kelas."

Hitoshi yang jelas-jelas sedang menikmati momen ini, menyodorkan sesuatu yang berbentuk seperti tongkat pada Shizuka-san untuk wawancara. Shizuka-san masih dengan mata setengah terpejamnya yang biasa, tapi entah kenapa terlihat berapi-api.

Dipadukan dengan kostumnya, pemandangannya jadi sangat aneh.

"Aku akan mendapatkan tiket perjalanan ke pemandian air panas ini dan mandi bersama dengan Taku-chan...!!"

"Kotoha?!"

Mendengar deklarasi yang luar biasa di hadapan semua orang itu, Teshikaga-kun tanpa sadar meninggikan suaranya. Hanya saja, orang-orang di sekitar malah menunjukkan antusiasme yang luar biasa.

Mereka sampai lupa kalau Teshikaga-kun itu adalah anak nakal... omong-omong aku juga lupa sih... semua orang malah menyoraki mereka berdua.

Seolah berkata 'dengan ini aku unggul secara mental', Shizuka-san membuat tanda V ke arahku. ...Apa ini wajahnya yang penuh kemenangan ya?

Kalau aku... bagaimana sebaiknya kujawab...?

"Kalau begitu, Youshin juga, silakan sampaikan semangatnya."

Sial, Hitoshi benar-benar menikmati ini. Yah, karena ini pesta Natal jadi tidak apa-apa, sih. Aku harus bilang apa ya... pikirku sambil melirik Nanami.

Di saat hampir semua orang mendukung Shizuka-san, Nanami mendukungku. Mendengar suaranya... sebagai pacarnya, aku harus menjawabnya.

"Aku juga akan... masuk ke pemandian air panas... bersama Nanami!!"

Aku mengepalkan tanganku, lalu mengulurkannya ke arah Shizuka-san. Ini adalah pertarungan yang serius, jadi aku harus melakukannya dengan segenap tenaga.

Aku mengepalkan tanganku dengan sungguh-sungguh seolah berkata kalau menahan diri itu tidak sopan.

Kemeriahan di ruangan ini mencapai puncaknya. Rasanya seperti getaran mengguncang kulitku, seolah hanya tempat ini yang bergetar.

Aku merasakan getaran yang belum pernah kurasakan sebelumnya, sensasi kesemutan yang menyebar ke seluruh tubuhku.

Apa ini getaran dari suara semua orang, atau karena tubuhku yang gemetar seperti seorang prajurit yang akan berperang...

Saat aku ikut serta dalam kontes pasangan di festival sekolah, ada juga yang mendukungku, tapi ini sedikit berbeda dengan perasaan saat aku berusaha keras di festival olahraga.

Apa ini... perasaan saat melakukan sesuatu sendirian?

"Baiklah, aku mulai."

"Akan kuladeni...!!"

Kami saling menatap lurus dari depan. Rasanya seperti tanah sedang bergetar, sepertinya udara juga bergetar... Efek suara kami saat ini, aku yakin pasti 'Gogogo...'.

Aku membuka kakiku selebar bahu, dan mengepalkan tanganku di pinggang. Seperti kuda-kuda dalam seni bela diri. Sebaliknya, Shizuka-san menurunkan kedua tangannya dengan santai.

Ketegangan yang aneh, terasa sebagai keringat di pipiku. Entah sejak kapan, suara di sekitarku sudah tidak terdengar lagi, dan aku hanya fokus mendengarkan kata-kata Hitoshi yang akan menandai dimulainya pertarungan.

Rasanya aku mendengar suara Hitoshi yang menelan ludah. Dan...

"Suit... Jan...!!"

Seolah mengikuti kata-kata Hitoshi, kami mengayunkan tangan kami dengan lebar. Lengan kami bergerak membentuk setengah lingkaran, dan menunjukkan tangan kami pada lawan.

Rasanya, ini adalah saat di mana aku paling serius melakukan suit.

"Ken--Ponn!!"

Dengan kata itu, lengan kami berhenti bergerak seketika. Bentuk tanganku adalah kepalan yang erat... dengan kata lain, batu. Dengan bentuk batu, aku menunjukkan tekadku.

Sebaliknya, bentuk tangan Shizuka-san adalah dua jari... gunting.

Pada saat itu, pemenangnya telah ditentukan.

Aku pun, tanpa berkata apa-apa, mengangkat tinggi-tinggi kepalan tanganku dengan penuh semangat. Bukan karena niat untuk menunjukkan kemenangan, tapi karena tubuhku tanpa sadar bergerak begitu saja oleh fakta bahwa aku telah menang.

Setelah hening sesaat, sorak-sorai pun menggema.

Shizuka-san tersungkur sambil terus menatap guntingnya, lalu dihibur oleh Teshikaga-kun yang berlari mendekat. Entah kenapa, melihat pemandangan itu aku jadi merasa bersalah...

Tiba-tiba dia berdiri, lalu mengulurkan tangannya seolah mengajakku berjabat tangan. Aku pun membalasnya dengan menggenggam tangannya.

Setelah pertarungan selesai, tidak ada permusuhan adalah hal yang mendasar. ...Tidak, padahal kami hanya melakukan suit, tapi entah kenapa ada rasa lelah yang menyegarkan.

Begitulah, aku... tanpa berpikir panjang, berhasil mendapatkan tiket perjalanan ke pemandian air panas untuk pasangan.



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close