NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Side Story 2 Chapter 4

 Penerjemah: Nobu

Proffreader: Nobu


Chapter 4

Oleh Karena Itu, Shiiba Yataro Menuliskan Sebuah Masa Muda Palsu


     Sudah satu minggu berlalu sejak dia berhasil (atau gagal?) mengajak Enomoto Kureha bergabung.

     Di sekolah.

     Saat istirahat makan siang, Sakura mengeluarkan kantong bekalnya dari tas untuk makan.

     (Tidak biasanya Momoe-neesan mau membekaliku...)

     Makan siang keluarga Natsume biasanya berupa roti atau onigiri dari minimarket milik keluarga mereka.

     Apalagi, sejak Sakura masuk SMP, dia tak ingat pernah melihat bekal buatan tangan.

     (Yah, apa pun itu, yang penting kenyang...)

     Dengan perasaan yang seakan sudah pasrah itu, aku pun hendak bangkit dari kursi.

     Pintu kelas pun mendadak dipenuhi bisik-bisik riuh. 

     Ada apa gerangan... Saat Sakura mengalihkan pandangannya, dia terkejut.

     "Wah, Kureha-chan!"

     "Ada apa? Ada perlu dengan kelas kami?"

     Di balik keriuhan dan suara-suara melengking para siswi—

     Ada Enomoto Kureha.

     Gadis yang sangat manis, dengan dada yang sungguh besar, dan seolah-olah seluruh sekitarnya berkilauan.

     Dia adalah si gadis ceria yang paling ceria, anggota kelas unggulan yang letaknya berlawanan dengan kelas ini.

     Bagi Sakura yang sinis, satu-satunya gadis di dunia ini yang pantas disebut "bidadari" mungkin hanyalah dia.

     Berkat karakternya yang lembut dan ceria, dia adalah sosok gadis cantik yang sangat dihormati di antara murid kelas dua.

     Kedatangan Kureha mengubah suasana kelas yang damai.

     "K-Kureha-chan. Bagaimana kalau kita makan siang bersama!?"

     "Bodoh! Kamu tidak diundang!"

     "Kamu diam saja!"

     Menyusul para siswi, kini giliran para siswa yang menyerbu.

     Pemandangan itu bagaikan kerumunan di hadapan Pangeran Shotoku.

     Tiba-tiba—pandangan Kureha menangkap sosok Sakura.

     "Ah! Sakura-chaan~ ♪"

     "…!?"

     Seketika itu juga.

     Semua tatapan teman-teman sekelas—langsung menoleh tajam ke arah Sakura.

     "Hah? Kenapa harus dia?"

     "Memang mereka saling kenal?"

     "Ada apa ini?"

     Sakura merasa terancam oleh tatapan yang hampir seperti ingin membunuh, membuat tubuhnya bergetar.

     Tak peduli dengan gejolak hati "para rakyat jelata" itu.

     Sang bidadari yang turun ke bumi dengan terang-terangan mendekati Sakura.

     "Sakura-chan. Kita makan siang bareng ya~ ☆"

     "Hah? Aku? Kenapa?"

     "Soalnya~, kan kita sudah 'terlibat'..."

     Tiba-tiba, pandangannya mengarah ke sudut lain di kelas.

     Ada Shiiba Yataro di sana.

     Salah satu anggota kelompok terpopuler di kelas itu, dan juga dalang di balik paksaan agar Sakura terlibat dalam kegiatan klub drama.

     Yataro menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecut.

     Melihat itu, Kureha tersentak, lalu buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangan.

     Dia memasang senyum ceria yang menyilaukan (alami), lalu meraih tangan Sakura.

     "Pokoknya, ayo pergi bersama~!"

     "T-tunggu sebentar...!?"

     Secara refleks Sakura menarik tangannya untuk menolak...

     "Aduh~. Ayo cepetan~♪"

     "Ugh... mataku...!?"

     Cahaya dari senyum yang menyilaukan itu perlahan mengikis kekuatan perlawanannya.     

     Sakura memang pada dasarnya sinis, tetapi dia lemah menghadapi gadis-gadis baik hati yang polos seperti ini.

     (Aduh, sialan! Ini semua gara-gara si anak populer brengsek itu!)

     Tepat sebelum dia ditarik keluar dari kelas.

     Sakura menatap tajam ke arah Yataro yang sedang menyeringai.

***

     Seperti yang sudah diduga, mereka sampai di ruang sains.

     Kureha membuka pintu dengan riang.

     "Permisi~ ♪"

     Ternyata pintunya sudah tidak terkunci.

     Saat masuk ke ruang sains, Sakura mengerutkan kening melihat pemandangan di dalamnya.

     Di tengah ruangan, entah kenapa, ada sebuah kursi santai yang sangat mewah.

     "Hah? Apa ini...?"

     Pertanyaan wajar dari Sakura itu dijawab oleh suara dari arah lain.

     "E-Enomoto Kureha-kun. Kamu pasti lelah setelah pelajaran pagi ini, kan? Silakan gunakan kursi itu."

     "Eh~. Boleh ya~!?"

     "Tentu saja. Ini adalah hak istimewa yang hanya dimiliki anggota klub drama."

     "Keren sekali~. Fasilitasnya lengkap, ya~ ♪"

     Sambil membetulkan letak kacamatanya, murid laki-laki itu menawarkan kursi santai kepada Kureha.

     Itu adalah Inuzuka Hibari.

     Dengan alasan tertentu, dialah yang mendirikan klub drama sekaligus menjabat sebagai ketuanya.

     Hibari adalah murid serbabisa yang unggul dalam pelajaran dan olahraga. Dia juga bangga akan kehebatannya...

     ...Namun, karena nilai ujiannya selalu kalah dari Sakura, dia bersikap sedikit galak padanya.

     "Hah, kamu juga datang, Natsume Sakura?"

     Hibari mengerutkan alisnya dengan tidak senang sambil menatap Sakura.

     "Tidak biasanya kamu kemari saat istirahat makan siang."

     "Aku juga tidak mau datang kok. Putri kesayanganmu itu yang memaksaku."

     "P-putri...!"

     Wajah Hibari langsung memerah—lalu dia menghilang begitu saja dari tempatnya.

     (...Hah?)

     Seperti adegan di komik pertarungan.

     Seolah-olah musuh yang kuat tiba-tiba menghilang di depan para tokoh utama.

     Saat Sakura tertegun, entah bagaimana, sosok Hibari sudah muncul di sampingnya.

     "K-kamu, barusan bagaimana... Aduh, aduh, aduh. Kenapa kamu menarikku!?"

     Detik berikutnya, tubuh Sakura diseret ke sudut ruang sains.

     Dengan wajah masih memerah, Hibari membisikkan sesuatu kepada Sakura dengan tergesa-gesa.

     "Sstt! Bodoh, kalau kamu bicara seperti itu, seolah-olah aku jatuh cinta pada Enomoto Kureha!"

     "Kamu, padahal sampai mendirikan klub seperti ini untuk bisa dekat dengannya, masih berpikir bisa menyembunyikannya...? Kamu waras tidak, sih...?"

     "Jangan bilang begitu dengan wajah serius penuh kekhawatiran!?"

     Klub drama ini.

     Pada dasarnya didirikan oleh Hibari demi Kureha, yang ingin menjadi model di masa depan.

     Hibari punya nyali untuk berbuat sejauh itu, kenapa dia tidak bisa mengambil langkah terakhir?

     Atau, jika sudah sejauh ini, seharusnya Kureha juga sudah menyadarinya...

     Mengenai Kureha, dia sudah tertidur pulas di kursi santai yang sengaja disiapkan Hibari, dengan raut wajah penuh kebahagiaan. 

     "Hibari-kun. Kamu baik sekali, melakukan semua ini untuk teman sekelasmu, ya~ ♡"

     Kureha mengatakannya tanpa sedikit pun rasa curiga.

     ...Bagi pihak yang sudah bersusah payah, ucapan itu terasa menyakitkan.

     "…Kamu. Apa benar-benar tidak apa-apa begini?"

     "…Aku tidak tahu. Apa yang kulakukan ini benar?"

     Sakura berpikir, 'Kenapa kamu malah bertanya padaku?'

     "Daripada itu, mana punyaku?"

     "Apanya?"

     Sambil melirik kursi santai mewah yang dipakai Kureha...

     "Itu kan hak istimewa anggota klub drama?"

     "Kamu bukan anggota. Jangan besar kepala."

     "Kamu ini bicara seenaknya sekali pada penyelamatmu."

     "Hah. Siapa yang kamu sebut penyelamat? Tanpa bantuanmu pun aku berhasil mengajak Kureha-kun bergabung. Aku hanya mengizinkanmu berada di sini karena Yataro yang memohon-mohon..."

     "..."

     Saat Hibari terus mengoceh dengan bangga, Sakura menatapnya dengan pandangan dingin...

     "Enomoto-san. Sepertinya Inuzuka-kun punya hal penting yang ingin dia sampaikan."

     "Tungguu... tunggu sebentaaar!"

     Hibari buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.

     Lima menit kemudian, sebuah kursi santai yang sama sudah berada di ruangan itu.

     "S-silakan gunakan! Ini spesial untukmu!"

     "Harusnya dari awal kamu begini saja."

     Saat Sakura dan Kureha bersantai di kursi santai mereka, berdampingan...

     "…Ada apa ini?"

     Yataro membuka pintu ruang sains dan masuk.

     Rupanya dia baru datang setelah makan siang bersama para gadis dari kelompok terpopuler.

     "Dari mana kursi-kursi itu?"

     "Kata Inuzuka-kun, itu hadiah untuk semua anggota klub drama."

     "Serius? Gila. Maaf ya, merepotkan."

     "Santai saja. Nomor rekening untuk pembayarannya nanti kukirimkan."

     "Kenapa aku harus bayar pada Sakura...?"

     Saat mereka berbincang, Hibari pun tentu saja langsung meledak.

     "Hei! Jangan menyebarkan cerita seenaknya!"

     Mengabaikan Hibari, Sakura dan Yataro melanjutkan percakapan mereka.

     "Ah, iya. Kelas jadi heboh setelah kamu pergi, tahu."

     "Hah? Ada apa?"

     "Ternyata, fakta kalau kamu dekat dengan Kureha itu cukup bikin syok yang lain."

     "Mereka itu bikin repot saja..."

     Sakura membalas dengan wajah muram, sementara Yatarou tertawa riang.

     Tiba-tiba, Kureha yang sedang berbaring di kursi santai sambil "bahagia~ ♪" menggembungkan pipinya dan mengadu.

     "Eh~, Sakura-chan. Kamu tidak suka ya kalau dianggap akrab denganku?"

     "Ugh!"

     Terkena "sinar" mata berkaca-kaca... Sakura langsung menyerah begitu saja.

     "B-boleh... sedikit saja..."

     "Yaaay! Horeee~!"

     "Hei, jangan! Nanti kursinya jatuh kalau kamu kemari!"

     Hibari menatap pemandangan itu dengan iri.

     Di tengah situasi itu, pintu ruang sains kembali terbuka.

     Anggota terakhir, Makishima Hidekazu, masuk dan tersenyum lembut.

     "Wah, hari ini kalian berdua terlihat mesra sekali, ya."

     "Jangan bilang yang aneh-aneh! Hentikan ini! Kamu kan teman masa kecilnya!"

     "Hahaha. Aku tidak suka jadi pria yang di tengah-tengah begitu."

     "Aku tidak mengerti, tapi aku tahu kamu sedang mengatakan hal yang tidak beres..."

     Saat itu, Hibari membetulkan letak kacamatanya.

     Dia memasang pose sangat cerdas sambil mengumumkan dengan nada yang sangat berlebihan.

     "Anggota utama klub drama ini akhirnya berkumpul. Mari kita mulai pembicaraan inti."

     "Kamu orang yang paling tidak melakukan apa-apa, tapi mendadak jadi pemimpin."

     "Berisik! Bukankah semua prosedur untuk mendirikan klub ini sudah kulakukan!?"

     Tak terpengaruh oleh celotehan Sakura, dia mulai menulis jadwal di papan tulis ruang sains.

     "Target klub drama ini adalah festival budaya di bulan November. Sampai saat itu, kita akan menyelesaikan sebuah drama original!"

     Tepuk tangan yang canggung pun terdengar.

     "Pemeran utamanya adalah aku dan Enomoto Kureha. Keputusan ini diambil berdasarkan keahlian dan karakteristik masing-masing, dan sama sekali tidak ada motif lain..."

     "Kamu sudah terdengar seperti sedang mencari alasan sejak awal."

     "Kubilang jangan berisik! Pokoknya pemeran utamanya kita berdua!"

     Kureha mengangkat tangannya dengan gembira.

     "Iyaaa~! Hibari-kun, ayo kita berjuang bersama~!"

     "I-iya. Tentu saja..."

     Lalu, dengan wajah serius, Kureha mengepalkan kedua tangannya.

     Karena gerakan itu, dadanya yang berisi berguncang.

     "Hibari-kun, kamu pasti orang yang sangat perfeksionis dalam berakting, ya. Jadi, kamu tidak bisa terima aku yang seenaknya bilang mau jadi model, kan?"

     "...Hah?"

     Ucapannya sedikit melenceng dari intinya.

     "Aku akan berusaha keras supaya Hibari-kun tidak kecewa!"

     "…Baiklah. Aku mengerti."

     Kesalahpahaman yang terlalu melenceng itu membuat semangat mereka semua meredup.

     (Hebat sekali, bisa berpikiran begitu setelah melihat aktingnya yang kaku waktu itu...)

     Mengambil napas dalam-dalam, Hibari melanjutkan.

     "Dan untuk pemeran pendamping, aku akan mengandalkan Hidekazu."

     "Oke. Aku akan berusaha meskipun gugup."

     Lalu... mata Hibari beralih ke Yataro dan Sakura.

     "...Apa naskahnya akan baik-baik saja?"

     Menanggapi pertanyaan yang penuh keraguan itu.

     Yataro langsung menjawab dengan aura ceria yang menyilaukan.

     "Tenang saja. Serahkan padaku."

     "Kamu waras tidak, sih?"

     "Bukankah itu gunanya seorang ahli strategi?"

     "Jangan seenaknya menaikkan pangkatku."

     Banyak sekali hal yang meragukan... atau, malah tidak ada satu pun yang bisa diandalkan?

     Berbeda dengan Sakura yang merasa muram, Kureha yang tidak tahu apa-apa memegang tangannya dengan mata berbinar.

     "Aku tidak sabar menunggu naskah buatan Sakura-chan~ ♪"

     "Aku bukan yang menulisnya. Dan, sebaiknya jangan terlalu berharap."

     Mendengar kata-kata Sakura, Kureha hanya bisa memiringkan kepalanya, bingung.

     Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi, menandakan jam istirahat telah usai.

     Ketika setiap orang keluar dari ruang sains menuju tempat bersih-bersih...

     Yataro menyodorkan buku catatan naskah yang dimaksud.

     "Sampai ketemu sepulang sekolah, ya."

     "...Kamu sudah menulis yang lebih baik, kan?"

     Sakura merasa cemas dengan jawaban "Tentu saja!" dari Yataro, namun tetap menerima buku itu.

     (...Hm?)

     Dia merasa ada yang memperhatikan dan menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa.

     "Kenapa?"

     "Bukan... sepertinya hanya perasaanku saja."

     Atau mungkin itu adalah dendam yang terperangkap di dalam buku catatan... Sakura menertawakan imajinasinya sendiri.

     (Kalau begini, aku tidak bisa menertawakan karya buruk si anak populer itu)

***

     Pulang sekolah.

     Setelah kelas selesai, para murid pergi menuju kegiatan masing-masing.

     Di salah satu sudut kelas, pemandangan yang biasa terlihat.

     Para gadis dari kelompok terpopuler menarik tangan Yataro dengan manja.

     "Hei, ayo pulang bareng hari ini."

     "Yataro, akhir-akhir ini kamu susah banget diajak nongkrong, deh."

     Para murid laki-laki juga mengajak, "Ayo ke karaoke," dan "Ayo, dong."

     Yatarou hanya tersenyum canggung sambil menolak ajakan mereka.

     "Maaf, maaf. Hari ini aku ada urusan lagi."

     "Yah~! Lagi-lagi!?"

     "Nanti aku bakal menebusnya."

     "Waktu itu kamu juga bilang begitu~"

     Mengabaikan percakapan itu, Sakura mengambil tasnya dan keluar kelas.

     Dia tidak menuju tempat sepatu, melainkan mampir ke ruang guru untuk meminjam kunci ruang sains.

     Begitu keluar dari ruang guru, dia berpapasan dengan wali kelasnya, Sasaki.

     Melihat kunci ruang sains di tangan Sakura, dia mengangguk puas.

     "Natsume-san, ternyata kamu juga sudah mulai menikmati masa mudamu, ya."

     "Hah?"

     Sakura memiringkan kepalanya, bingung dengan perkataan yang berlebihan itu.

     Kalau tidak salah, gurunya pernah mengatakan hal serupa sebelumnya.

     "Nikmati masa muda yang hanya datang sekali seumur hidup," atau entah apa lagi...

     Apakah seperti itu dia terlihat di mata gurunya?

     Sakura mengerutkan kening dan bertanya.

     "Apa maksudnya?"

     "Kamu akan pergi ke klub drama sekarang, kan?"

     "Ya."

     "Aku juga sudah dengar dari Inuzuka-kun. Katanya kamu banyak membantu untuk mengajak Enomoto-san bergabung. Berarti kamu mengerti apa yang kumaksud, kan?"

     "..."

     Sakura menatap Sasaki yang menganggap itu semua adalah jasanya dengan tatapan datar.

     "Bagaimana kalau saya melaporkan ke sekolah tentang Anda yang seenaknya memberikan alamat rumah murid perempuan ke murid laki-laki?"

     "Aku minta maaf! Aku sungguh-sungguh menyesal, jadi tolong jangan lakukan itu...!"

     Posisi mereka berbalik.

     Sakura menghela napas melihat Sasaki yang langsung bersujud.

     "Ini sudah terlalu berlebihan untuk 'bermain masa muda', jadi jangan pernah lakukan lagi. Anda tidak mau dipecat, kan, padahal sudah susah payah jadi guru?"

     "…B-baik, akan aku camkan."

     Tidak jelas lagi siapa yang sebenarnya mengajari siapa.

     Sakura mendengus dan berjalan menyusuri koridor.

     Dia sampai di ruang sains.

     Meletakkan tasnya, dia menyeret kursi santai yang tertutup kain di sudut ruangan, lalu duduk dengan nyaman di sana.

     (Tapi... kursi ini dibiarkan begitu saja, apa tidak akan disingkirkan, ya? Yah, yang penting sangat nyaman...)

     Sakura mengirim pesan ke kakaknya, Momoe, "Aku akan pulang sedikit terlambat."

     Momoe langsung membalas, "Baik! Sampaikan salamku untuk Yatarou-kun!"

     (…Tidak kusangka Kakakku yang gila kencan buta itu bisa berubah sikap drastis seperti ini)

     Tujuannya adalah pria tampan teman Yataro, jadi situasinya cukup rumit.

     Sakura merinding membayangkan para murid laki-laki dari kelompok terpopuler yang tadi mengobrol dengan Yataro—berkencan dengan kakaknya.

     Saat itu, pintu ruang sains terbuka.

     "Cih."

     Itu adalah Yataro. 

     Dia hanya bisa tersenyum masam melihat Sakura yang bersantai di kursi santai.

     "Kenapa? Kamu menyukainya?"

     "Menyebalkan, tapi ini nyaman sekali. Pasti mahal, kan?"

     "Keluarganya kaya. Aku dengar mereka menyumbang banyak ke sekolah ini."

     "Oh, jadi itu sebabnya tidak pernah disingkirkan. Benar-benar sisi gelap institusi pendidikan."

     "Ini masih tergolong 'imut' lah. Lagipula, tidak ada gunanya kamu protes, kan, yang memakainya saja dirimu."

     "Berisik. Cepat kita mulai."

     Sakura membuka buku catatan naskah.

     Dia menunjuk bagian yang perlu diperbaiki, lalu menjelaskan dengan teliti satu per satu.

     Di tengah-tengah itu, pandangan Sakura terarah ke luar jendela.

     Musim semi perlahan berganti, dan udara mulai terasa panas.

     Itu menunjukkan seberapa lama waktu yang telah dia habiskan bersama Yataro.

     (…Aku sudah sangat terbiasa menghabiskan waktu seperti ini)

     Awalnya dia menganggap Yataro menyebalkan.

     Namun, seiring waktu, kesan itu perlahan berubah.

     (…Waktu seperti ini, tidak buruk juga)

     Namun, ada sesuatu yang berbeda pada hari itu.

     Yataro menatap Sakura.

     Sakura sudah tahu alasan di balik tatapan penuh kehangatan itu.

     "Sakura..."

     "A-ada apa..."

     Tangan Sakura yang sedang membalik halaman buku catatan ditahan oleh tangan besar Yataro.

     Sakura mencoba menarik tangannya untuk menghindar... tapi kali ini pergelangan tangannya malah digenggam.

     Seolah-olah niat di dalam hatinya yang tak mampu menolak sudah terbaca.

     Sakura langsung mengutuk dalam hati, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

     (Bagian ini yang sungguh menyebalkan darinya...)

     Dia sudah tidak punya tenaga untuk melarikan diri.

     Rasa lelah yang membuatnya ingin menyerah itu, entah karena pelajaran olahraga sore tadi, atau karena udara lembap yang gerah...

     (Aku takut, kalau mengambil langkah ini, hubungan tenang ini akan hancur...)

     Keraguan itu tidak ada artinya.

     Sebelum dia sadar, Yataro sudah melonggarkan dasinya...

     —Sampai di bagian itu, Sakura langsung merobek halaman tersebut menjadi serpihan dan membuangnya ke tempat sampah.

     Ngomong-ngomong, dari bagian (...Aku sudah sangat terbiasa menghabiskan waktu seperti ini) itu adalah naskah buatan Yataro.

     Sakura menggulung buku catatannya, lalu memukul kepala Yataro dengan sekuat tenaga, terdengar bunyi "pok" yang bodoh.

     "Ini kan jadinya novel erotis!"

     "Bukankah kamu yang bilang, 'Jangan berpikir pembaca zaman sekarang akan senang hanya dengan dada yang bergoyang'?"

     "Terlalu vulgar! Jangan suruh aku baca laporan tentang apa yang kamu lakukan dengan pacarmu!"

     "Bukankah kamu juga yang bilang, kalau dicampur pengalaman pribadi akan menambah realistis?"

     "Realistis itu sebatas realistis! Tidak menarik kalau aku harus membaca kisah nyata apa adanya!"

     Yataro mengangguk dengan wajah serius, "Ohh, begitu, ya."

     ...Sakura merasa kesal. Yakin sekali dia tidak mengerti.

     "Lagipula, jangan jadikan aku modelnya! Apa-apaan itu 'Aku takut, kalau mengambil langkah ini, hubungan tenang ini akan hancur...'? Kenapa seolah-olah aku jatuh cinta padamu, sih?"

     "Eh? Tidak ya?"

     "Tentu saja tidak! Seberapa besar sih kamu merasa dirimu populer..."

     ...Saat itu, Sakura teringat kalau beberapa hari lalu dia melihat Yataro sedang didekati oleh siswi senior.

     "…Haaah. Kamu, di kehidupan selanjutnya tidak akan mendapatkan hal baik."

     "Hahaha. Yah, buat apa juga memikirkan kehidupan selanjutnya dari sekarang."

     Sakura merasa muak melihatnya tertawa santai.

     Di hadapan orang yang dijadikan model novel erotis, bagaimana bisa dia bersikap seringan ini?

     Apakah dia orang hebat, atau bodoh?

     Sakura langsung menyimpulkan kalau Yataro jelas adalah yang kedua.

     Mengabaikan adegan bermasalah itu, dia kembali meninjau alur cerita secara keseluruhan.

     "Tapi, lumayanlah, lebih baik dari yang pertama."

     "Oh, serius?"

     "Setidaknya, di tengah alur keseluruhan, tidak ada lagi adegan bodoh yang memotong cerita. Tidak ada lagi pria bertopeng misterius yang mendadak menantang duel di awal, atau gerbang dunia lain yang tiba-tiba terbuka. Tidak ada juga adegan di mana tangan teman masa kecil yang kupikir heroine terlepas dan ternyata dia adalah zombie..."

     Ini adalah kisah masa muda yang menggambarkan gejolak hati sekelompok pria dan wanita yang menghabiskan waktu bersama di klub.

     Setidaknya, ceritanya sudah bisa dibaca.

     (...Anehnya, dia tidak pernah mengulangi kesalahan yang sudah kuperbaiki)

     Sakura menghela napas, berpikir bahwa Yataro memang mengerjakannya dengan serius.

     "Yah, soal menarik atau tidak itu masalah lain."

     "Eeh?! Tidak menarik!?"

     "Itu tidak ada jawabannya. Pada dasarnya, tidak ada hiburan yang disukai semua orang. Menurutku, ini semua tentang membayangkan siapa pembacamu, tapi pada akhirnya, kamu hanya bisa menilainya dari sudut pandangmu sendiri."

     Yataro memutar-mutar pulpennya sambil berpikir.

     "Apa yang harus kulakukan?"

     "Secara garis besar, mungkin kamu bisa menentukan satu contoh target pembaca."

     "Menentukan contoh?"

     "Maksudnya, kamu tentukan satu orang dan anggap, 'Kalau orang ini bilang menarik, pasti sudah bagus.' Lalu minta dia membacanya sampai dia bilang menarik. Apa yang kulakukan selama ini hanya mencari kekurangan dan hal-hal yang tidak konsisten dari karyamu."

     "Paham..."

     Tak berpikir lama, Yataro tertawa.

     "Aku cuma ingin kamu bilang itu menarik, Sakura."

     "..."

     Senyumnya terlihat tulus.

     Yataro sungguh-sungguh mengatakan hal murahan seperti itu.

     ...Sakura menyadari bahwa dia telah menghabiskan begitu banyak waktu bersamanya hingga dia bisa mengerti hal sekecil itu, dan dia merasa kesal.

     Dia pun mengalihkan pandangannya dari Yataro.

     "Lagipula, aku tidak tertarik dengan komedi romantis."

     "Jawabanmu kejam sekali. Penulis itu makhluk yang sensitif, tahu..."

     "Orang yang bahkan belum jadi amatir, jangan sok-sokan."

     "Aduh. Aku terluka..."

     Dia berlagak seperti akan menangis, hanya untuk mencairkan suasana.

     Sakura juga mengerti hal itu.

     ...Tapi, hubungan mereka tidak lebih dari itu.

     "Kalau kamu mau pendapat soal menarik atau tidak, minta saja Inuzuka-kun untuk membacanya."

     "Oke. Terima kasih banyak hari ini."

     Saat Sakura mengambil tasnya dan berdiri, Yataro melakukan hal yang sama.

     "Ayo kuantar sampai tempat sepatu."

     "Eeh? Bagaimana kalau para pengikutmu itu melihat?"

     "Tenang saja. Mereka seharusnya sudah pergi ke karaoke."

     "...Haaah. Yah, pastikan saja tidak ada murid lain yang melihat."

     Mereka mengunci ruang sains dan berjalan menyusuri koridor yang sepi.

     "Ngomong-ngomong, kamu benar-benar terlalu sering ke sini akhir-akhir ini, ya?"

     "Eh? Apa begitu?"

     "Gini ya. Kalau kamu datang, berarti aku juga harus datang, kan. Akhir-akhir ini, aku ada di sini setiap dua hari sekali."

     "Ah, benar juga."

     Sakura merasa muak melihat Yataro yang tertawa santai.

     "Pastikan kamu menjaga hubungan baik dengan para pengikutmu itu. Kalau mereka sampai tahu, aku yang harus menanggung akibatnya."

     "Ah, kamu terlalu khawatir. Mereka bukan orang jahat kok."

     Ucapan Yataro, yang merupakan salah satu dari kelompok itu, sama sekali tidak meyakinkan.

     Sakura menghela napas panjang... dan tiba-tiba merasa ada yang memperhatikannya, lalu menoleh ke belakang.

     (...Ada yang melihatku?)

     Namun, tidak ada satu pun bayangan orang di sana.

     Melihat ekspresi itu, Yataro memiringkan kepalanya.

     "Ada apa, Sakura?"

     "Tidak... tidak ada apa-apa."

     Sakura mengangkat bahu dan kembali melangkah menuju tempat sepatu.

     (...Jangan-jangan, rasa ke-GR-an dia menular padaku)

***

     Masalahnya terjadi keesokan harinya.

     Sebelum pelajaran pagi.

     Cuaca buruk terus berlanjut, tetapi pagi ini kelas juga ramai.

     Sakura, seperti biasa, berada di sudut kelas.

     (Musim hujan, benar-benar merepotkan...)

     Dia memainkan rambutnya yang mengembang dengan jari.

     Lalu, dia menatap kosong ke luar jendela.

     Kelompok anak populer yang berkumpul di depan kelas bersuara lebih keras dari biasanya.

     Mereka sepertinya sedang melihat ponsel seorang siswi—yang kebetulan adalah pacar selingkuhan Yataro.

     Namun, Yataro tampaknya belum tiba... 

     (Anak itu, tumben sekali datang terlambat)

     Bukan berarti dia peduli.

     Hanya saja, rasanya aneh jika siswa yang biasanya berisik tidak ada.

     (Apa dia begadang lagi?)

     Ada pepatah yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan dengan senang hati akan menghasilkan keahlian.

     Hebat sekali dia bisa mendedikasikan dirinya pada satu hal seperti itu.

     Setiap tiga hari sekali, dia selalu datang dengan naskah baru.

     Sakura mengagumi hal itu.

     Dia juga tetap mampu menjaga hubungan sosialnya, sungguh luar biasa... Saat itulah.

     "Hei."

     Sakura mengangkat kepalanya mendengar suara yang terdengar tidak senang itu.

     Di hadapannya, ada wajah yang tak enak dipandang.

     Itu adalah salah satu gadis populer yang tadi mengobrol dengan heboh. 

     Pacar Yataro.

     Seperti yang bisa ditebak dari suaranya, gadis itu menatap Sakura dengan tatapan kesal.

     Apa aku melakukan sesuatu? Pikir Sakura sambil mencoba mengingat-ingat.

     Namun, saking banyaknya hal yang terlintas, dia malah tidak tahu yang mana.

     "Ada perlu apa?"

     Sikapnya itu tampaknya dianggap pura-pura tidak tahu.

     Siswi itu terlihat semakin kesal, lalu menunjukkan ponselnya.

     Itu adalah ponsel milik gadis yang tadi berkumpul di sana.

     "Apa maksudnya ini?"

     "..."

     Sakura terdiam.

     Namun, dalam hatinya, dia menjerit "Sialan...".

     Foto itu menunjukkan Sakura dan Yataro yang baru keluar dari ruang sains saat pulang sekolah.

     Jika diibaratkan, itu adalah lokasi pertemuan rahasia.

     Sakura menghela napas, kini mengerti alasan keributan tadi.

     Tatapan yang dia rasakan kemarin... ternyata bukan hanya perasaannya.

     Dia juga mengingat percakapan dengan Yataro saat itu.

     Tanpa disangka, ramalannya menjadi kenyataan.

     "Si Anjing Gila. Ada apa ini?"

     "..."

     Dia menelan kata-kata, 'Aku juga bingung'.

     (Mari kita perjelas situasinya...)

     Jelas sekali siswi ini mencurigai Yataro berselingkuh.

     Dan yang lebih parah, dia tidak suka kalau selingkuhannya adalah Sakura.

     Anggota kelompoknya saja heboh sampai membuat keributan besar tempo hari.

     Maka, sudah jelas apa yang akan terjadi jika Sakura dituduh bersalah.

     "Jawab dong!"

     Dan mungkin karena sikap diam Sakura itu membuatnya merasa kesal.

     Gadis itu tiba-tiba menendang kaki meja Sakura.

     (Aduh...!)

     Keseimbangannya goyah, dan dagu Sakura terbentur meja dengan keras.

     (Kenapa aku harus mengalami ini?)

     Sosok pembawa sial baginya... belum juga datang.

     Rupanya, gadis ini ingin menjelekkan nama Sakura selagi Yataro tidak ada.

     "Lagi pula, aku sudah curiga. Akhir-akhir ini, kamu sering menggoda Yataro, kan? Waktu itu juga, kamu mengarang cerita yang tidak-tidak dan mencoba merusak hubungan kami, kan?"

     Mendengar kata-kata itu, Sakura mengerutkan kening.

     (Soal selingkuh, sih, terserah. Tapi kenapa aku dianggap yang menggoda duluan...)

     Sakura merasa muak karena dijadikan model untuk novel yang sangat aneh...

     Sekilas dia melirik, dan melihat satu lagi gadis populer tersenyum licik.

     Sepertinya siswi itulah yang mengambil foto.

     Rupanya, ini adalah balasan atas insiden perselingkuhan yang terungkap tempo hari.

     (Si anak populer sialan itu, bagaimana bisa dia berteman dengan orang-orang seburuk ini...)

     Meskipun Sakura tidak merasa berhak mengomentari selera teman Yataro.

     Namun, entah kenapa, dia seolah bisa memahami perasaan para gadis populer ini.

     (Apa mereka juga merasa putus asa?)

     Agar ruang nyaman yang mereka bangun tidak direbut.

     Anehnya, pertemuan klub drama tempo hari terlintas dalam pikiran Sakura.

     Hingga saat itu, lawan bicaranya hanyalah orang yang menyebalkan dan tidak masuk akal, tetapi sekarang dia melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

     (Kucing liar yang mengancam... ah, itu terlalu imut...)

     Itu adalah perasaan yang belum pernah Sakura rasakan sebelumnya.

     Dia memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini.

     Biasanya dia akan langsung mencemooh ketidakdewasaan orang lain tanpa ragu, tetapi kali ini dia berpikir sejenak.

     (Ini semua salah anak itu, jadi bagaimana kalau aku ceritakan semuanya saja...)

     Itu adalah cara yang paling efisien.

     Buku catatan naskah itu, ada satu di dalam mejanya.

     Lagipula, semua ini terjadi karena Yataro menyembunyikan sesuatu dari teman-temannya.

     Saat itu, wajah Yataro terlintas di benak Sakura.

     'Aku memang membosankan dan kurang ajar. Tapi aku benar-benar serius ingin melakukannya.'

     Masa muda.

     Sungguh hal yang merepotkan.

     Di satu sisi, ada hal yang diimpikan, dan di sisi lain, ada posisi yang telah susah payah dibangun di dalam kelas.

     Keduanya tidak ingin dilepaskan... pasti itu adalah sebuah keegoisan.

     Namun, bukankah perasaan seperti itu adalah hak istimewa dari masa muda?

     ...Setidaknya, itu adalah gairah yang tidak dimiliki oleh Sakura.

     (Bagaimanapun, tidak ada gunanya berdebat di sini)

     Pada akhirnya, dia hanyalah "si anjing gila".

     Semua ini adalah buah dari perilakunya selama ini.

     Meski dia mengklaim tidak bersalah, tidak ada seorang pun di kelas yang mau mendengarkan.

     Dalam situasi seperti ini, menjadi penyendiri benar-benar merugikan.

     ...Yah, sudahlah.

     Apa pun yang terjadi pada kehidupan sekolahnya, toh tidak akan merugikan siapa pun.

     Setelah mengambil keputusan itu, Sakura memilih untuk pasrah.

     "Ya. Aku yang menggodanya—"

     Saat itu juga.

     "—Apa itu?"

     Sebuah bayangan menutupi tubuh Sakura.

     Saat dia menoleh, Yataro sedang mengintip ke ponsel.

     "Ini fotoku dan Sakura... Siapa yang mengambilnya?"

     Orang yang jadi pusat masalah, yang baru tiba, belum memahami situasi.

     Dia melihat foto di ponsel itu, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh kelas.

     "Ah! Yataro!"

     Gadis yang tadi menyalahkan Sakura langsung mendekat dengan senyum seolah-olah dia orang yang berbeda.

     "Hei, ada apa ini? Tidak mungkin kan Yataro bersama si Anjing Gila ini? Apa kamu diancam? Ceritakan saja padaku~"

     "..."

     Mendengar suara manja itu, Yataro menghela napas kecil.

     "Aku yang minta tolong ke Sakura. Hubungan kami tidak seperti yang kalian pikirkan."

     "Bohong! Ada urusan apa kamu dengan si Anjing Gila itu?"

     Yataro ragu untuk menjawab.

     Sikapnya seolah mengisyaratkan ada rahasia yang hanya diketahui oleh mereka berdua.

     Melihat tingkah kekasihnya, wajah gadis itu memerah dan suaranya meninggi.

     "Lagi pula, siapa Sakura!? Kenapa kamu memanggil namanya!?"

     Sekejap, dia berubah jadi ribut, menggonggong tak henti-henti layaknya anjing kecil.

     Dengan sikap histerisnya, keadaan semakin tidak terkendali.

     Sakura menghela napas dan menatap Yataro.

     (Sudah, biarkan saja aku jadi orang jahat)

     Apakah pesannya tersampaikan?

     Yataro sedikit menunduk dengan ragu.

     Pada saat itu.

     "Yataro itu kan bagian dari kami! Kalau kamu terus bersama gadis suram membosankan itu, kamu bisa ketularan bodoh!"

     ...Yataro tersentak, matanya terbelalak.

     "Kamu benar..."

     Seperti orang yang baru terbangun dari mimpi buruk.

     Dengan wajah yang terlihat lega, dia mulai melangkah santai.

     Gerakannya membuat mata Sakura menunjukkan sedikit rasa sayang yang tertinggal.

     (Semuanya kembali normal...)

     Sakura kembali menjadi orang yang merepotkan, dan Yataro kembali menjadi pusat perhatian.

     Bagaimanapun, satu bulan terakhir ini hanyalah anomali.

     —Namun, dia sedikit merasa senang dengan apa yang terjadi sebulan terakhir ini.

     "…?"

     Kelas menjadi heboh.

     Yataro melewati pacarnya dan menepuk pundak Sakura.

     "Kurasa, aku akan tetap berada di pihak ini."

     Dia menatap lurus ke arah teman-temannya dan menyatakan dengan jelas.

     "Aku lebih senang bersama Sakura daripada kalian."

     (—...!) 

     Mata Sakura terbelalak.

     Yataro menatap balik padanya.

     (Aku pikir tidak ada yang akan menyukai orang sepertiku)

     Tapi Yataro berbeda.

     Meskipun dia diperlakukan dengan dingin, diucapkan hal-hal yang tidak menyenangkan—dia tetap memilih Sakura.

     (Jangan menatapku seperti itu...)

     Kehangatan itu mulai menjalar ke dalam diri Sakura.

     Dia segera membuang muka untuk menyembunyikan pipinya yang merona.

     (Jika perasaan yang membakar dada ini harus diberi nama—...)

***

     —Setelah membaca sampai bagian itu, Sakura merobek buku catatannya.

     Pulang sekolah.

     Di ruang sains seperti biasa.

     Dia meremas serpihan kertas itu, lalu melemparkannya ke tempat sampah dengan sekuat tenaga dan penuh amarah.

     Kemudian, dia membentak Yataro.

     "Sudah kubilang, jangan jadikan aku modelnya!"

     "Eh, enggak apa-apa kan. Bukannya ini yang paling terasa seperti hiburan? Jujur saja, aku sangat bangga dengan karyaku ini."

     Yataro tertawa cengengesan tanpa merasa bersalah.

     Sakura tahu, percuma saja bicara dengan orang seperti ini.

     "Untuk pertama kalinya aku melihat bakatmu. Kamu berani dan tidak tahu malu, itu bukti seorang pahlawan."

     "Serius? Gila banget, ya."

     "Jangan senang begitu...."

     Sakura merasakan sakit kepala yang tumpul.

     Belakangan ini, dia membenci dirinya yang tidak bisa lepas dari obat pereda nyeri.

     "Lagi pula, kenapa aku harus menerima tuduhan palsu? Bodoh sekali, kan. Apa kamu pikir aku reinkarnasi seorang santa? Kenapa kamu terlalu melebih-lebihkan diriku, sih?"

     "Bukankah kamu yang bilang, suruh aku menulis yang realistis, bukan yang nyata?"

     "Ugh...!"

     Untuk pertama kalinya, Yataro berhasil menang, dan dia tertawa terbahak-bahak.

     "Apa kamu pikir pembaca mau membaca 'Sakura menghancurkan dan mengalahkan semua orang dengan argumennya, lalu menjadi ratu jahat'?"

     "..."

     Memang benar.

     Jika pembaca disuguhkan kisah nyata seperti itu, mereka hanya akan bingung.

     Sakura menyerah.

     Dia menyampirkan tas di pundaknya dan menghela napas panjang.

     "Kamu. Kalau terus-terusan bersama orang sepertiku, kamu benar-benar tidak akan punya tempat di sekolah."

     "Ohh. Jadi kamu sadar kalau kamu sudah melakukan hal yang salah."

     "Setidaknya, di lingkungan sekolah ini, aku adalah orang jahat, kan?"

     Saat Sakura hendak keluar dari ruang sains, Yataro mengikuti sambil membawa tasnya.

     Berada di luar ruangan kecil ini pun, mereka sudah mulai terbiasa bersama.

     Jika seperti ini, mereka berdua seperti teman.

     Sakura bersikeras tidak ingin omong kosong yang dikatakan Sasaki menjadi kenyataan.

     "Sudahlah, berhenti jadikan aku pasangan di novelmu lagi. Cepat minta maaf pada mantan-mantan pacarmu dan kembali ke teman-temanmu."

     "Tidak mau."

     "Kenapa...?"

     Yataro tersenyum lebar.

     "Aku sudah bilang di depan semuanya, kan? Aku lebih senang bersama Sakura."

     "—!"

     Karena ucapan tak terduga itu, Sakura spontan memalingkan wajahnya.

     "Sakura. Naskah kali ini, nilainya berapa?"

     "Seratus."

     "Serius?!"

     Kepada Yataro yang kegirangan, Sakura menjawab dengan dingin.

     "Dari skala satu triliun."

     "Itu inflasinya sudah seperti komik pertarungan yang jadi serial panjang..."

     "Tidak ada wanita di dunia ini yang bisa luluh oleh komedi murahan seperti itu. Kamu itu tipe orang yang tidak mengerti cinta."

     "Begitu, ya..."

     Entah kenapa, Yataro malah berpikir keras tentang candaan Sakura.

     Sakura yang mengira dia akan membalas dengan santai, langsung panik.

     "Eh, jangan terlalu serius..."

     Ketika dia hendak melanjutkan perkataannya.

     "Kalau begitu, setelah naskahnya selesai, ajari aku tentang cinta."

     Dia menatap lurus ke arah Sakura.

     Entah sejak kapan, tatapan matanya yang cemerlang tidak lagi terasa mengganggu.

     (…Hanya orang ini di dunia yang bisa mengatakan hal seperti itu dengan wajah serius)

     Saking bodohnya, Sakura tak bisa menahan senyum.

     "Tidak mungkin aku mau melakukan hal merepotkan itu. Bodoh."

     Karena, ini bukan kisah tentang cinta.

     Ini hanyalah cerita kecil tentang kenakalan masa muda, dan hari-hari yang terlalu mentah untuk disebut masa muda.



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close