Penerjemah: Kryma
Proffreader: Kryma
Bab 4
Sehari di Kantor
Aku terbangun dari tidur.
Pagi yang menenangkan.
Dulu, momen inilah yang paling menakutkan.
Karena jika aku terbunuh saat tidur, tempatku terbangun bukanlah di kasur, melainkan di tengah hutan yang remang-remang.
Sampai aku tahu di mana tempat tidur yang aman, aku takut untuk tidur. Sebaliknya, pernah juga aku mati karena kurang konsentrasi akibat insomnia. Keadaan sedikit membaik setelah aku mempelajari cara untuk tetap waspada pada sekitar bahkan saat tidur, tapi...
Meski begitu, saat itu aku tidak pernah membayangkan akan berakhir tidur dan bangun di tempat seperti ini.
"..."
Sambil menenangkan napas, aku berjalan menuju ruang kerja di kantor.
Di ruang kerja, bertumpuk dokumen-dokumen yang berisi catatan tentang perbedaan antara loop kali ini dengan biasanya.
Yang tertulis adalah tentang 'Dasar' dan 'Divergensi'.
Sejarah yang terjadi jika aku tidak melakukan apa-apa kusebut sebagai 'Dasar', sedangkan akhir yang berubah dan peristiwa yang terjadi karena tindakanku kusebut sebagai 'Divergensi'.
Aku menulis dokumen-dokumen ini demi mengalahkan Hitogami.
Untuk mengalahkan Hitogami, aku harus bisa mencapai tempatnya dengan sesedikit mungkin pengorbanan.
Kuncinya terutama adalah Perang Laplace Kedua yang akan terjadi delapan puluh tahun lagi.
Mengurangi pengorbanan di sana sebanyak mungkin akan membawaku pada kemenangan atas Hitogami.
Oleh karena itu, aku akan memanfaatkan 'Dasar' dan 'Divergensi' ini untuk mengubah sejarah, dan melaluinya dengan pengorbanan seminimal mungkin.
Tentu saja, dokumen ini tidak bisa dibawa ke loop berikutnya, jadi satu-satunya cara adalah merangkum semua tindakan sesaat sebelum loop berakhir, membacanya berulang kali, dan menghafalnya.
Akan tetapi, kali ini berbeda dari biasanya.
Ada Rudeus Greyrat.
Setiap kali dia bergerak dan bertemu dengan seseorang, dunia berubah dengan sendirinya. Dokumen-dokumen ini pun, awalnya aku berniat untuk mencatat poin-poin divergensinya, tapi tanpa kusadari, ini sudah menjadi seperti catatan harian pengamatan tentangnya.
Nama Rudeus ada di hampir setiap halaman. Jumlahnya sangat banyak, sampai-sampai aku tidak sempat menuliskannya.
Aku berniat untuk terus mencatat sampai loop ini berakhir, tapi hasilnya mungkin akan menjadi catatan dengan banyak sekali informasi yang hilang.
Sejujurnya, aku merasa ini adalah tindakan yang tidak begitu berarti.
Di loop kali ini, ada sesuatu yang aneh. Aku merasa ada sesuatu yang istimewa sedang terjadi.
Kemungkinan Rudeus ada di loop berikutnya sangat kecil, jadi ada kemungkinan semua catatan ini akan sia-sia.
Kemungkinan besar, aku harus menang melawan Hitogami di loop kali ini.
Mungkin inilah takdirnya.
Untuk saat ini, rencanaku adalah mengumpulkan kekuatan tempur, menyimpan energi sihir untuk saat yang akan datang, mengalahkan Laplace dengan seminimal mungkin penggunaan sihir, dan mengerahkan segalanya di pertarungan terakhir melawan Hitogami.
Itulah niatku.
Akan tetapi, itu bukan berarti aku tidak perlu mencatat. Jika aku gagal kali ini, dan Rudeus juga ada di loop berikutnya, informasi ini pastilah akan menjadi senjata yang membawaku lebih dekat pada kemenangan.
Meskipun begitu, aku tidak bisa memperlihatkan ini pada Rudeus. Mengingat sifatnya, kalau dia melihat ini, dia bisa-bisa salah paham lagi.
"..."
Sambil berpikir begitu, aku kembali mencatat informasi untuk hari ini.
Pertama, informasi yang datang dari Batu Tulis Komunikasi di tengah malam. Berkat Batu Tulis Komunikasi ini, pengumpulan informasi menjadi jauh lebih mudah. Di loop-loop sebelumnya, jika aku menyebabkan suatu perubahan, aku tidak bisa mengetahui hasilnya tanpa pergi langsung ke lokasi dan mengumpulkan informasi.
Meskipun sudah terbiasa, bagi diriku yang memiliki kutukan, itu adalah pekerjaan yang sangat sulit.
Sekarang, aku bisa mendapatkan informasi yang cukup hanya dengan duduk di sini.
Mengingat masa-masa di mana aku harus melalui banyak loop hanya untuk mengetahui hasil dari satu perubahan saja, perbedaannya sangatlah luar biasa.
Meskipun, bisa dibilang jaringan informasi seluas ini pun tidak akan diperlukan jika Rudeus tidak ada.
Jika hanya aku sendiri, dunia tidak akan berubah sebanyak ini. Sudah terlalu banyak berubah hingga aku bingung harus mengambil langkah apa selanjutnya.
Boneka otomatis—automaton—ciptaan orang itu juga, aku bingung harus bagaimana menanganinya.
Aku juga sudah melihat boneka yang diberi nama Anne itu, dan aku tidak pernah menyangka benda seperti itu bisa dibuat oleh tangan manusia.
Perugius juga terkejut. Katanya, wujudnya lebih mendekati manusia daripada roh-roh pelayannya sendiri.
Kemungkinan besar, itulah wujud yang diimpikan oleh Raja Naga Gila Chaos.
Chaos memang sudah mati dan tidak ada lagi di dunia ini, tetapi jika ia masih hidup, apakah ia akan ikut membuat boneka bersama mereka...? Jika ada loop berikutnya, apa sebaiknya aku menunda pengambilan harta pusaka dari Chaos, ya.
"Hm."
Sambil memikirkan hal itu dan melihat Batu Tulis Komunikasi, ada sebuah informasi yang menarik.
Informasi dari Ariel.
Katanya, Isolte dan Doga telah menikah. Sejauh yang kutahu, mereka berdua tidak pernah menjadi suami-istri.
Lagi pula, kemungkinan Isolte untuk menikah saja seharusnya hampir tidak ada. Apalagi punya anak.
Ini juga, pasti karena keterlibatan Rudeus.
Apa yang harus kulakukan untuk bisa mereplikasi hal ini? Di tahap ini, aku sama sekali tidak tahu...
Meskipun begitu, aku bisa menunggu untuk mereplikasinya setelah melihat akan menjadi manusia seperti apa anak-anak mereka, dan peran apa yang akan mereka mainkan.
Tergantung situasinya, di loop berikutnya, mungkin aku akan membuat agar mereka tidak terlahirkan, tapi...
Jika itu terjadi, kemungkinan besar Rudeus akan menentangnya.
"..."
Terhadap Rudeus, aku tidak mau lagi berbohong atau menipunya.
Bahkan jika aku pergi ke loop berikutnya, dan dia telah melupakan segalanya.
★ ★ ★
"Selamat pagi!"
Saat aku sedang membereskan dokumen, Rudeus muncul.
"...Ya."
"Hari ini menulis lagi! Wah, Orsted-sama rajin sekali!"
"Ini sudah biasa."
"Sikap untuk selalu mengerjakannya itulah yang penting! Hidup ini panjang, tahu! Selalu sedikit demi sedikit! Seperti yang diharapkan dari Orsted-sama! Anda benar-benar mengerti!"
Rudeus, terkadang menjadi aneh seperti ini.
Biasanya ia sedikit lebih tenang. Tapi, aku tahu ada pola dalam sikapnya.
Saat ia sedang bersemangat seperti ini, itu artinya ada sesuatu yang baik telah terjadi.
Sebaliknya, saat ia bersikap malu-malu dan penuh rasa bersalah, itu artinya ada sesuatu yang sulit ia katakan.
Ia mudah sekali ditebak.
"Ada apa hari ini?"
"Seperti yang diharapkan dari Presiden! Anda bisa langsung tahu, ya! Dyufu*, tidak, begini, Lara. Sejak pagi tadi. Dia bilang, 'Hari ini aku mau bersama Papa terus!' begitu, lho, dyufu. Chris memang sudah akrab denganku, tapi aku tidak menyangka akan mendengar hal seperti itu dari Lara, jadi aku sedikit terbawa suasana, deh. Dyuffuu."
(TL Note - Dyufu: Tawa atau dengusan khas otaku (penggemar berat budaya pop Jepang), yang digunakan untuk menunjukkan rasa senang atau gembira yang canggung dan berlebihan. Rudeus sering menggunakannya saat terlalu bahagia membicarakan keluarganya.)
"Kau bawa mereka ke sini?"
"Iya. Lara dan Sieg, di atas punggung Leo."
Sieg juga? Sedikit tidak terduga.
Saat aku berpikir begitu, mungkin raut wajahku berubah, karena ekspresi Rudeus langsung berubah seketika.
"Ah, soal Sieg! Katanya dia jadi penggemar Alec. Cerita yang ia dengar dari Alec tentang Kerajaan Biheiril saat insiden tempo hari sepertinya menarik baginya. Dia bilang kalau bisa bertemu dengan Tuan Dewa Utara, dia mau ikut dan ingin mendengar ceritanya lagi. Jadi sekarang Alec yang menemaninya."
"Begitu, ya."
"Anu... apa jangan-jangan memang tidak boleh, ya, membawa anak ke tempat kerja...?"
"Tidak, tidak masalah."
Kelemahan Achilles* Rudeus adalah keluarganya.
(TL Note - Kelemahan Achilles (Achilles' Heel): Sebuah kiasan yang berarti satu-satunya titik lemah fatal dari seseorang atau sesuatu yang sangat kuat. Istilah ini berasal dari mitos pahlawan Yunani, Achilles, yang seluruh tubuhnya kebal kecuali tumitnya, yang menjadi penyebab kematiannya. Dalam konteks ini, berarti keluarga adalah satu-satunya kelemahan Rudeus.)
Orang ini sangat menyayangi keluarganya dan hidup demi mereka.
Demi keluarganya ia akan melakukan apa saja, dan jika keluarganya disakiti, ia akan menjadi musuh.
Ia akan melancarkan serangan membabi buta tanpa memikirkan konsekuensinya, dan jika ia merasa akan kalah, ia akan dengan mudah mengkhianati bahkan Hitogami sekalipun, membuang jauh-jauh harga dirinya dan menundukkan kepala.
Sejauh yang aku tahu, ada banyak orang yang seperti itu.
Untuk menjaga Rudeus tetap sebagai sekutu, aku juga harus memperhatikan keluarganya.
Setidaknya, memperlakukan mereka dengan kasar adalah hal yang tabu.
Aku akan menjaga keluarganya dan melindungi keselamatan mereka sebisa mungkin. Selama aku terus melindungi hal yang paling berharga bagi Rudeus, ia tidak akan berkhianat. Karena Hitogami tidak akan bisa melakukan itu.
Yah, kesampingkan dulu pemikiran penuh perhitungan itu, kutukanku sepertinya tidak bekerja pada anak-anak Rudeus, dan aku pun tidak membenci mereka. Suasananya yang ramai juga tidak buruk.
Rasanya seolah-olah aku bisa menjadi manusia biasa.
"Anak-anakmu manis, soalnya."
Aku sudah berusaha tersenyum dan bermaksud untuk memuji anak-anaknya.
Tetapi, wajah Rudeus malah menjadi datar. Ini tidak bagus, wajah seperti ini tidak bagus.
Itu adalah wajah yang Rudeus pasang saat ia sedang waspada.
Aku harus berhati-hati. Pria ini, dengan wajah tenangnya, terkadang bisa tiba-tiba melakukan hal-hal yang tidak terduga. Kurasa aku akan baik-baik saja, tetapi ada juga kemungkinan aku akan dikubur hidup-hidup saat sedang tidur.
Mengalahkannya saat ini mungkin mudah, tetapi jika ia melancarkan serangan kejutan...
"Meskipun Anda adalah Orsted-sama, putriku tidak akan kuberikan."
"...Bukan itu maksudku."
Saat aku berkata begitu, wajah Rudeus kembali seperti semula.
"Nanti akan kusuruh mereka berdua menyapa Anda."
"Tidak perlu. Tidak usah terlalu formal."
"Begitu, ya... yah, Lara memang anak yang terkadang agak kurang ajar, jadi mungkin begitu lebih baik."
Rudeus berkata begitu, lalu duduk di sofa.
"Baiklah, mari kita bekerja keras lagi hari ini! Apa yang akan kita lakukan? Pertarungan latihan menggunakan Armor Sihir—Magic Armor—'Mark I'? Atau, penyesuaian helm anti-kutukan? Laporan kemajuan pengembangan 'Mark III' atau penyesuaian 'Mark Zero' juga boleh. Atau, kita bisa rapat lagi untuk membahas rencana ke depan..."
Semua itu adalah hal yang bisa dipimpin langsung oleh Rudeus.
Ia mungkin ingin menunjukkan sisi hebatnya pada putri dan putranya.
Akan tetapi, saat membereskan dokumen tadi, aku teringat sesuatu.
Ini adalah hal sepele, tetapi jika kita akan berperang dengan Laplace, ini adalah sesuatu yang lebih baik diselesaikan.
"Ah, soal itu..."
Tahun ini, akan terjadi musim kemarau panjang di sebuah negara di bagian selatan Benua Tengah, dan akan terjadi kelaparan.
Banyak keluarga akan mati kelaparan. Yah, hal itu sendiri tidak masalah. Itu adalah hukum alam.
Akan tetapi, masalahnya adalah ada satu keluarga tertentu di antara mereka.
Keluarga itu tidak memiliki ciri khas apa pun, tetapi putra bungsunya adalah pengecualian. Saat ia tumbuh dewasa, ia akan menjadi seorang komandan yang hebat. Dan dalam Perang Laplace Kedua, ia akan memimpin pertahanan di Palagan Timur. Ia akan menunjukkan kemampuan komando yang langka dan membuat pasukan Kerajaan Raja Naga bertahan untuk waktu yang lama.
Biasanya, ada kalanya aku mencegah perang dengan Laplace terjadi, jadi dengan mempertimbangkan keseimbangan energi sihirku, aku akan membiarkannya.
Akan tetapi, kali ini perang dengan Laplace akan terjadi, dan Rudeus juga ada di sini.
Lebih baik kita pergi sekarang dan menyelamatkan keluarga itu.
"Begitulah situasinya."
Saat penjelasan selesai, Rudeus memasang wajah kecewa.
"Kalau tugas ke luar kota, aku tidak bisa menunjukkan pada Lara bagaimana aku bekerja, ya..."
"Kalau kau mau, kau bisa berangkat besok."
Melihat kekecewaannya, aku mengusulkan hal itu, tetapi Rudeus menggelengkan kepala.
"Tidak, selama kita tidak tahu tanggal pasti kapan keluarga itu akan mati kelaparan, lebih baik kita bergerak cepat. Kurasa belum akan terlambat, tapi manusia itu lemah, dan bisa mati kapan saja. Aku selalu menyiapkan perlengkapan perjalanan untuk saat-saat seperti ini, jadi aku harus segera berangkat."
Justru aku yang malah diyakinkan.
"...Jika kau tidak keberatan, kalau begitu tidak apa-apa."
"Baik. Kalau begitu, saya akan segera bersiap-siap."
Rudeus segera meninggalkan ruangan dan pergi mengambil perlengkapan yang selalu disiapkan di gudang kantor.
Ia kembali sekitar lima belas menit kemudian.
Rudeus dalam pakaian perjalanannya, lengkap dengan ransel, makanan, Scroll Vernier*, dan berbagai perlengkapan lainnya.
(TL Note - Scroll Vernier: Sebuah peralatan sihir berbentuk gulungan yang berfungsi untuk meningkatkan kecepatan gerak penggunanya secara drastis untuk waktu yang singkat.)
Ia menghadap ke arahku, lalu memberikan hormat dengan sigap.
"Kalau begitu, maaf merepotkan, tapi tolong antarkan mereka berdua pulang nanti. Kurasa mereka akan baik-baik saja karena ada Leo. Tapi akan terlambat jika sampai terjadi sesuatu."
Tidak perlu diberitahu pun aku tahu.
Aku tidak berniat mengabaikan alasan mengapa Rudeus berada di pihakku.
"Ya."
"Baiklah, saya berangkat."
Setelah berkata begitu untuk terakhir kalinya, Rudeus segera berlari menuruni tangga menuju ruang bawah tanah tempat lingkaran sihir teleportasi berada.
Dalam beberapa tahun ini, pengambilan keputusan dan tindakannya di saat-saat seperti ini menjadi lebih cepat. Dan ia hampir selalu menjalankan misinya dengan tuntas.
Di loop-loop sebelumnya, aku pernah memperlakukan seseorang sebagai bidak catur.
Bahkan pernah ada orang yang bisa disebut... bawahan.
Akan tetapi, belum pernah ada orang yang begitu fleksibel dan kompeten, yang begitu patuh mengikuti perintahku. Untuk sesaat, aku jadi mengerti perasaan Hitogami yang memanipulasi para rasulnya.
"..."
Aku bisa merasakan alisku berkerut.
Rudeus adalah pria yang bisa diandalkan, tetapi aku tidak boleh terlalu bergantung padanya.
Setidaknya, tidak baik jika aku sampai merasakan perasaan yang sama seperti Hitogami saat memanipulasi rasulnya.
Meskipun begitu, saat ini tidak banyak yang bisa kulakukan. Di loop kali ini, aku sudah terlalu banyak menggunakan energi sihir. Aku memang telah memutuskan untuk bertarung bersama Rudeus, tetapi itu bukan berarti aku bisa seenaknya menghamburkan energi sihir.
"..."
Untuk saat ini, aku mengenakan helm anti-kutukan dan keluar dari ruang kerja.
Saat aku melewati meja resepsionis, Fariastia tersentak kaget.
"Ah! Tuan Presiden!"
Sepertinya aku membuatnya terkejut.
Akan tetapi, berkat helm ini, reaksinya hanya sebatas terkejut. Ada atau tidaknya helm ini memang membuat perbedaan besar. Cara membuatnya sudah kurangkum dalam dokumen. Memodifikasinya memang sulit, tetapi mereplikasinya masih mungkin. Akan kubuat lagi di loop berikutnya.
"Tuan Rudeus baru saja pergi, apakah Orsted-sama juga akan berangkat? Perlu pengawal?"
"Tidak perlu. Aku hanya keluar sebentar, akan segera kembali."
"Baik, saya mengerti."
Saat aku keluar, aku langsung mendengar suara dari samping.
"Saat itulah! ZRASH! Memanfaatkan celah sesaat, pedang sang Raja Pedang Gila Eris menebas lengan Sang Tiga!"
Suara yang teatrikal itu terdengar dari belakang kantor, dari tempat yang teduh.
"Di hadapan Sang Tiga yang kehilangan sebelah lengannya, berdiri Dewa Utara Kalman II dan Raja Iblis Atoferatofe! Di belakangnya ada Raja Pedang Gila Eris dan Raja Sihir Rudeus! Di depan dan di belakang, semuanya adalah orang-orang yang tidak bisa diajak bicara! Tanpa basa-basi! Pertarungan sudah usai! Sang Tiga, bersiaplah! Tepat di saat semua orang berpikir begitu! Hyaa! Sang Tiga melarikan diri ke Lembah Naga Tanah!"
Di tempat yang teduh itu, seorang pria duduk di atas batu.
Dan seorang anak laki-laki kecil duduk di tanah.
Yang duduk di atas batu adalah Dewa Utara Kalman III, Alexander Ryback.
Yang satunya lagi adalah seorang anak kecil. Sieghart Saladin Greyrat.
Ia sudah jauh lebih besar dari terakhir kali kulihat. Waktu berlalu begitu cepat.
"Sang Tiga melarikan diri. Ia menilai jika berhasil kabur dari sini, pada akhirnya ia akan punya kesempatan untuk menang, maka ia lari ke Lembah Naga Tanah! Kenyataannya, tidak ada manusia di tempat itu yang bisa melompat ke dalam lembah. Hanya ayahnya, Alex, yang sudah bersimbah luka, dan Raja Iblis Atofe!"
"Apa mereka berdua bukan manusia?"
"Benar, mereka berdua bukan manusia! Mereka adalah pejuang tangguh yang mewarisi darah Ras Iblis Abadi! Dan Sang Tiga memperhitungkan, jika lawannya hanya mereka berdua, ia masih bisa kabur! TETAPI! DHUAR! Dengan suara yang keras, sesosok tubuh besar melompat! Siapa yang melompat!? Sang Dua kah, Raja Iblis kah, atau Raja Pedang Gila!? SALAH! Itu adalah Rudeus Greyrat!"
"Papa!"
Sieg tampak terpukau dengan cerita Alec, tetapi di mana Lara?
Sambil berpikir begitu, aku mencoba merasakan hawa keberadaan di sekitar, dan menemukannya di atas sebuah tumpukan jerami di halaman kantor.
Saat kulihat, di puncak tumpukan jerami itu, seorang gadis berambut biru sedang tidur siang dengan nyaman.
Di bawahnya, seekor hewan buas putih raksasa mondar-mandir sambil menengadah ke atas.
Itu adalah Lara Greyrat dan Hewan Suci Leo.
Lara adalah sang juru selamat yang diakui oleh Hewan Suci, tetapi ia adalah anak yang tindakannya tidak bisa ditebak. Tapi, untuk seseorang yang bilang ingin bersama Rudeus, sikap macam apa ini. Mungkin belum ada satu jam berlalu sejak ia berpisah dengan Rudeus di depan pintu kantor...
Kalau dipikir-pikir, aku pernah dengar Lara itu suka jahil.
Mungkin saja, ia baru saja melakukan suatu kejahilan, lalu memanfaatkan ayahnya untuk menghindari omelan.
Jika begitu, kasihan sekali Rudeus, sampai bersemangat seperti itu...
"Dia menggerakkan Armor Sihir—Magic Armor—nya yang sudah rusak parah dan mengejarku seorang diri! Sendirian! Lalu di udara, saat Sang Tiga tidak bisa bergerak, DHUAR! DHUARR! Ia menghantamnya dengan tubuh raksasa Magic Armor! Menghantam! Menghantam! Menghantam! DHUAAAAAR! Sang Tiga dan Rudeus jatuh ke Lembah Naga Tanah! Yang bangkit dari kepulan debu adalah Sang Tiga yang telah kehilangan satu lengan dan satu kaki! Dan, Rudeus, yang mengenakan Magic Armor yang penuh retakan! Tidak ada yang mengejar. Ini duel satu lawan satu!"
"Satu lawan satu!"
Saat ini, sepertinya Alec sedang menceritakan pertempuran di Kerajaan Biheiril pada Sieg.
Meskipun ia dibawa ke sini oleh Lara, karena Lara malah langsung tertidur, mungkin Alec yang akhirnya menemaninya.
"Akan tetapi, Rudeus tidak punya kekuatan untuk mengalahkan Sang Tiga. Melancarkan pukulan kejutan memang bagus, tapi kegagalannya untuk mengakhiri pertarungan saat itu adalah penyebab kekalahannya! Sang Tiga berpikir begitu, lalu ia mengamati Rudeus dengan saksama. Dia lengah. Rudeus adalah seorang penyihir, jika bertarung, ia pasti akan mengambil jarak dan menggunakan Meriam Batu—Stone Cannon—andalannya. Dia pikir tidak mungkin ia kalah dari lawan yang hanya bersiap untuk kabur! Di situlah Rudeus memanfaatkannya! Ia menggunakan Stone Cannon sambil berlari! Meskipun meremehkannya, Sang Tiga adalah pejuang veteran! Untuk menghindari Stone Cannon, sesaat ia mundur ke belakang. Tetapi Stone Cannon itu lenyap di depan mata Sang Tiga! Itu adalah feint!"
"Tipuan!"
"ZRASH! Saat ia sadar, tebasan Sang Tiga sudah melesat! Tapi hanya goresan dangkal! Itu karena feint tadi, karena ia mundur selangkah, lukanya tidak fatal! Tapi, ini masih bisa! Sang Tiga mencoba melompat mundur... dan tiba-tiba, kakinya melayang. Benar, itu ulah Rudeus! Di saat-saat terakhir, ia masih menyimpan kartu trufnya! Pengendalian Gravitasi! Menggunakan sihir setara dengan Pedang Raja Naga Kajakut, ia membuat Sang Tiga melayang sedikit! BRAK! Saat ia sadar, Sang Tiga sudah dipukul! DHAG DHAG DHAG DHAG! Rentetan pukulan! Pukulan bertubi-tubi! Terus menerus! Peralatan sihir terkuat Rudeus mencabik-cabik Sang Tiga! ZGYAGYAGYAGYA! Sang Tiga pun kehilangan kesadaran... ia tidak bisa berdiri lagi. TRANG...! Pedang Raja Naga jatuh dari tangannya. Rudeus, menang!"
"Horeee!"
Sieg bersorak gembira.
Alexander menceritakan kekalahannya sendiri dengan wajah puas.
Aku, yang merasakan sesuatu yang menghangatkan hati dari pemandangan itu, mendekati Alec.
"Alexander Ryback."
"Waduh, ini Orsted-sama! Anda mau pergi?"
"Tidak, Rudeus baru saja berangkat."
"Baik. Saya sudah diminta olehnya untuk menjaga anak-anak. Katanya, tolong antarkan mereka pulang jika sudah waktunya, dan jelaskan situasinya pada istrinya."
Begitu, ya, jadi Rudeus juga sudah menitipkannya pada Alec.
Kalau begitu, aku tidak perlu mengantar mereka pulang... sepertinya.
"Kalau kau sudah dengar, bagus. Kuserahkan padamu."
"Siap!"
Aku mengangguk mendengar jawabannya, lalu kembali ke ruang kerja.
★ ★ ★
Sore hari. Setelah menyelesaikan satu bagian dari catatanku, aku keluar lagi dari ruang kerja.
Sepertinya Alec belum mengantarkan kedua anak itu pulang. Sebentar lagi matahari akan terbenam, sebaiknya mereka segera dipulangkan.
Entah karena jam kerjanya sudah selesai, Fariastia sudah tidak ada di meja resepsionis.
"Papamu itu, biasanya memang bersikap seperti seorang pengecut tak berdaya. Kenyataannya, menjadi penakut mungkin memang sifat asli papamu. Tapi, kalau kau membuatnya marah, dia akan lebih menakutkan dari siapa pun."
Saat aku kembali, ternyata percakapan mereka masih berlanjut.
Akan tetapi, nadanya bukan lagi seperti sedang bercerita, melainkan seperti sedang mengajar dan menasihati.
Sieg pun mendengarkannya dengan ekspresi serius.
"Aku terdesak oleh semangat juangnya dan kalah. Kudengar, Orsted-sama juga pernah mengalami hal serupa. Tentu saja, sepertinya beliau tidak sampai terdesak sepertiku, tapi karena beliau mengakui semangat juang itu, mungkin karena itulah beliau menjadikan papamu sebagai bawahannya. Tapi, apa kau tahu kenapa aku dan Orsted-sama menaruh hormat padanya?"
"Nggak?"
"Itu karena, dia kuat."
"Papa kuat? Tapi Papa sering kalah sama Mama Merah, lho?"
"Benar. Yah. Kuatnya itu sedikit berbeda dari kuat pada umumnya."
Aku pun jadi tertarik, ingin tahu bagaimana sebenarnya Alec memandang Rudeus.
"Papamu itu tidak punya kelebihan selain energi sihirnya. Papamu, sejak lahir tidak bisa menggunakan Touki.
Kemampuan mengambil keputusan dalam situasinya juga tidak bisa dibilang tinggi, dia akan langsung panik jika menghadapi sesuatu yang tak terduga.
Penglihatannya juga tidak bagus. Meskipun punya mata iblis, kemampuannya baru bisa mencapai satu tingkat di bawah aku dan Orsted-sama.
Reaksi tubuhnya juga lambat. Sehebat apa pun ia bisa melihat masa depan dengan mata iblisnya, tubuhnya tidak bisa mengimbanginya.
Dia juga ragu untuk membunuh orang, sepertinya ia tidak begitu pandai dalam melancarkan serangan mematikan pada lawan manusia.
Kemampuannya menggunakan sihir tanpa rapalan memang sebuah kelebihan, dan kecepatan sihirnya pun termasuk yang tercepat di antara para penyihir, tapi itu sama sekali tidak bisa mengimbangi kecepatan kami para ahli pedang.
Dalam waktu yang ia butuhkan untuk menciptakan satu 'Meriam Batu—Stone Cannon' yang bisa membunuhku, aku bisa membunuhnya tiga kali.
Artinya, jika kami mau, kami bisa 'melumpuhkannya total'.
Tidak peduli seberapa banyak taktik yang ia punya, semua itu tidak akan ada artinya.
Dan aku bukanlah yang tercepat di dunia. Kalau hanya soal kecepatan, aku masih satu atau dua tingkat di bawah kelas atas.
Tentu saja, jika ia menjaga jarak, ia bisa melancarkan sihir yang rumit, tapi situasi seperti itu jarang terjadi.
Artinya secara keseluruhan, dia itu, tidak begitu cocok untuk bertarung."
"Papa... lemah...?"
Sieg memasang wajah sedih.
Tentu saja, jarang ada anak yang tidak sedih jika ayahnya dijelek-jelekkan di depan matanya.
Terlebih lagi, karena Rudeus selalu mencurahkan kasih sayangnya pada anak-anaknya.
"Ah, jangan pasang wajah seperti itu. Ceritanya belum selesai. Dengar baik-baik, ya. Kehebatan papamu itu adalah, dia sangat mengerti akan kelemahan-kelemahannya itu. Karena itulah, dia memikirkan cara untuk menghilangkan kelemahannya dan memanfaatkan kelebihannya."
"Hoo-hoo?"
"Iya. Itulah Armor Sihir—Magic Armor—yang bisa meningkatkan kecepatan tubuhnya berkali-kali lipat. Berkat itu, papamu jadi bisa selamat bahkan jika kami berhasil menyerangnya lebih dulu. Dengan kata lain, ia membuat kami tidak bisa 'melumpuhkannya total'. Tentu saja, kami tidak seimbang. Posisinya yang tidak menguntungkan tidak berubah. Tapi, dia telah melangkah masuk ke arena kami. Seorang penyihir yang tidak bisa menggunakan Touki, yang kelebihannya hanyalah jumlah energi sihirnya yang besar. Dan lagi, dia tidak kabur, melainkan menghadapi kami. Terkadang secara ksatria, terkadang secara licik dari belakang, terkadang dengan bantuan teman-temannya, dan terkadang sendirian. Apa kau tahu kenapa dia bisa melawan meskipun dalam posisi yang tidak menguntungkan?"
Sieg menggelengkan kepalanya.
"Demi melindungi kalian. Demi melindungi keluarga yang ia cintai, ia tidak akan ragu mengorbankan nyawanya sendiri."
Saat Alec berkata begitu, mata Sieg berbinar.
Ia mengepalkan tangannya dengan semangat, menatap Alec dengan senyum penuh kegembiraan.
"Papa memang Cheddarman, ya!"
"Benar, dia adalah Cheddarman, seorang pahlawan sejati!"
Tiba-tiba muncul sebuah kata yang tidak kukenal.
Cheddarman? Metafora untuk apa itu? Atau nama orang? Itu adalah sesuatu yang belum pernah kudengar selama ribuan tahun ini.
Kalau begitu, mungkin itu adalah istilah baru yang diciptakan oleh Rudeus.
Pria itu, sering sekali menciptakan kata-kata baru.
Nanti, akan kutanyakan langsung padanya.
Aku berpikir begitu, dan menambahkan entri 'Cheddarman' di buku catatan di kepalaku.
"Hei, Tuan Dewa Utara! Aku juga mau jadi Cheddarman!"
"Tentu saja bisa. Pahlawan sejati itu terbentuk dari usaha keras. Ayahku, yang merupakan pahlawan sejati, berkata begitu. Apa papamu tidak pernah mengatakannya?"
"Papa belum pernah bilang."
"Begitu, ya. Yah, kalau kau sudah sedikit lebih besar, Papa pasti akan mengatakannya juga."
"Usaha keras itu, bagaimana caranya?"
"Menjadi kuat."
"Bagaimana caranya?"
"Latih tubuhmu, dan pelajari ilmu pedang serta sihir."
Alec dengan sangat tenang, mengajar dan menasihati Sieg.
Akan tetapi, di sana, Sieg seolah sudah membulatkan tekad, menatap Alec, dan berkata.
"Saya mengerti, kalau begitu Tuan Dewa Utara! Tolong ajari saya ilmu pedang!"
"Eh? Aku?"
"Tidak boleh, ya?"
"Kalau ilmu pedang, mamamu sudah mengajarimu Aliran Dewa Pedang, 'kan?"
"Aku mau belajar dari Tuan Dewa Utara! Aku mau membuat Papa dan Mama kaget!"
"Tetapi, aku... meskipun aku sendiri merasa cukup hebat, sepertinya aku sangat payah dalam mengajar sampai-sampai hampir semua muridku lebih memilih belajar dari ayahku. Aku tidak begitu cocok untuk ini, tahu?"
Kenangan masa muda Dewa Utara Kalman III Alexander Ryback adalah kenangan yang pahit.
Saat ia menjadi Dewa Utara, ada lebih dari dua puluh orang yang menjadi muridnya. Akan tetapi, hanya dalam beberapa tahun, mereka semua meninggalkan Alec dan menempuh jalan yang berbeda.
Sejak saat itu, Alec tidak pernah lagi mengambil murid.
"Tapi, cara Tuan Dewa Utara bertarung itu keren sekali. Kalau mau belajar, aku mau Aliran Dewa Utara."
"Tetapi, bagi diriku yang belum dewasa ini untuk mengambil murid..."
Saat aku melihat Alec yang bimbang, tiba-tiba sosok Rudeus terlintas di benakku. Pria yang, meskipun menyebut dirinya belum dewasa, telah mengajari berbagai macam hal pada berbagai macam orang. Dan semua yang ia ajari, berterima kasih padanya.
Termasuk diriku ini.
"Alexander Ryback. Sebaiknya kau ajari dia."
Saat aku berkata begitu, Alec mengangkat wajahnya dengan ekspresi terkejut.
Sikapnya seolah-olah ia tidak menyadari aku mendekat.
Padahal tidak mungkin begitu.
"Orsted-sama... tetapi, saya masih belum dewasa sebagai seorang Dewa Utara..."
"Justru karena itulah, sebaiknya kau coba melatih anak ini. Jika kau hanya memperhatikan anak ini, dan hanya membesarkan anak ini, kau akan mulai mengerti apa itu sebenarnya Aliran Dewa Utara, dan apa yang kurang dari dirimu."
Dalam sejarah yang asli, Dewa Utara Kalman III Alexander Ryback akan memperbaiki dirinya setelah dikalahkan oleh Dewa Pedang Jino Britts.
Dan kemudian, di tengah keputusasaan, ia mengambil seorang anak sebagai muridnya. Anak itu sama sekali tidak berbakat, tetapi dengan terus mengawasinya, Alec juga mulai bercermin pada dirinya sendiri, dan tumbuh menjadi Dewa Utara sejati.
Dewa Utara Kalman III dalam Perang Laplace Kedua adalah Dewa Utara terkuat sepanjang sejarah.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada anak itu di loop kali ini, tetapi Alec sudah mengalami kekalahan dan memperbaiki dirinya.
Kalau begitu, tidak ada salahnya ia mulai mengajari seseorang lebih awal dari jadwal.
Selain itu, sepertinya Sieg juga memiliki bakat pedang.
Mungkin karena Faktor Laplace, kekuatan fisiknya lebih besar dari anak-anak biasa. Mungkin tidak sekuat Zanoba yang seorang Miko, tetapi di masa depan, ia mungkin akan bisa mengayunkan pedang dua tangan dengan sebelah tangan dengan mudah.
Jika ia berbeda dari manusia biasa, maka jalan yang akan ia tempuh adalah Aliran Dewa Utara.
Ini pun, sebaiknya dimulai dari sekarang.
Terlebih lagi, sepertinya ada satu hal yang belum dimengerti oleh Alec.
Kelebihan Rudeus bukan hanya energi sihirnya.
Tetapi juga fakta bahwa Rudeus memiliki teman-teman yang akan datang menolongnya di saat genting.
Dan teman-teman itu, ia dapatkan di luar medan pertempuran.
Bagi Alec, yang pertarungannya selalu diakhiri dengan duel satu lawan satu, hal ini mungkin sulit dimengerti... tetapi dengan berinteraksi dengan anak Rudeus, mungkin ia akan bisa melihatnya.
Dan jika ia bisa melihatnya, mungkin ia bisa tumbuh menjadi Dewa Utara yang lebih agung dan kuat daripada dalam sejarah yang asli.
"Soal Rudeus, biar nanti aku yang bicara padanya."
"...Jika Orsted-sama yang berkata begitu, maka baiklah."
Alec tersenyum ramah, lalu berbalik menghadap Sieg.
"Baiklah, Sieg-kun, mulai besok akan kulatih. Tapi, kalau kau mau membuat Papa dan Mamamu kaget, ini rahasia dari semuanya, ya?"
"Iya!"
Sieg menatap Alec dengan mata berbinar-binar.
Dibandingkan rasa bingungnya karena setelah sekian lama akhirnya punya murid lagi, Alec justru terlihat lebih bersemangat karena bisa kembali mengajar ilmu pedang secara serius kepada seseorang. Mereka pasti akan menjadi guru dan murid yang baik.
Akan tetapi...
"...Alexander Ryback, ada satu hal yang ingin kutanyakan, boleh?"
"Siap!"
"Apa yang menempel di punggungmu itu?"
Di punggung Alec, menempel sejumlah besar buah onamomi*. Benda yang sering dilempar-lemparkan oleh anak-anak ras manusia untuk ditempelkan di baju sebagai bahan permainan. Di kalangan anak-anak, benda itu juga disebut hittsukimushi atau serangga penempel.
(TL Note - Onamomi: Sejenis tanaman (cocklebur) yang buahnya memiliki duri-duri kecil berbentuk kait sehingga mudah menempel pada kain atau bulu.)
"Ah, ini ulah Nona Lara. Mungkin karena bosan, ia diam-diam mendekat dari belakang dan menempelkan ini."
"..."
"Ini hanya keisengan anak-anak. Nanti akan saya lepas."
Lara suka jahil, ya. Begitu, rupanya. Masuk akal.
"Di mana Lara sekarang?"
"Tadi ia masuk ke dalam kantor...?"
Jangan-jangan, ia pergi sampai ke ruang bawah tanah dan melompat ke lingkaran sihir teleportasi?
Sesaat aku berpikir begitu, dan saat aku mencoba merasakan hawa keberadaannya, ternyata Lara baru saja keluar dari kantor.
Dengan wajah yang tenang seolah tidak terjadi apa-apa, bersama dengan Leo. Hawa keberadaan Fariastia juga ada di dalam kantor.
Kemungkinan besar, Fariastia yang menemaninya di lantai dua.
"Nona Lara! Tuan Leo! Sudah waktunya pulang!"
"...Baik."
Lara berkata begitu, lalu meraih tangan Sieg dan mendorongnya naik ke atas punggung Leo.
Kemudian, ia sendiri memanjat naik ke punggung Leo dan duduk di belakang Sieg seolah memeluknya.
"Kalau begitu, saya akan mengantar mereka."
Dengan Alec sebagai pemandu, Leo mulai berjalan pelan.
Tiba-tiba. Saat melewati sisiku, Lara menatapku dan tertawa 'fufun' seolah-olah menang.
Tawa apa itu?
Aku tidak mengerti, tetapi aku mengantar kepergian mereka dan kembali masuk ke dalam kantor. Melihat Fariastia ada di meja resepsionis, sepertinya ia turun bersama Lara.
Aku memberitahunya bahwa ia sudah boleh pulang, lalu berjalan menuju ruang kerja.
"Mh..."
Dan di sanalah, aku mengerti arti dari senyuman Lara.
Kursi.
Di atas kursi yang biasa kududuki, sejumlah besar buah onamomi telah disebar.
Jika aku langsung duduk, buah-buah ini pasti akan menempel di pantatku.
Sebuah kejahilan.
Sambil merasakan sudut bibirku sedikit terangkat, aku mengumpulkan buah-buah onamomi itu dan memasukkannya ke dalam sebuah kantung. Saat aku hendak menyimpannya ke dalam laci meja, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang ganjil.
"Mh...?"
Sebuah kejanggalan kecil. Kejanggalan yang sama seperti saat aku pernah diracun oleh seorang pembunuh.
Meskipun racun sudah tidak lagi mempan pada tubuh ini yang dilindungi oleh benda sihir dan Touki Suci Naga, tetapi rasa ganjil itu tetap ada.
"..."
Akan tetapi, aku membuka laci meja tanpa waspada.
Lalu, dari dalamnya, melompat keluar belalang hidup. Lima ekor.
Jadi, ini adalah rencana dua tahap: membuatku lengah dengan buah onamomi, lalu mengejutkanku dengan ini.
Kemungkinan besar, Lara bersembunyi di suatu tempat di dekat meja resepsionis, menunggu saat yang tepat ketika aku keluar untuk menyusup masuk dan melancarkan aksinya.
Pantas saja ia tersenyum penuh kemenangan.
"..."
Akan tetapi, khusus untuk Lara, aku benar-benar tidak bisa menebak akan tumbuh menjadi seperti apa dia.
Apa gerangan yang ditakuti oleh Hitogami dari anak itu...?
★ ★ ★
Beberapa hari kemudian, Rudeus kembali.
Rupanya, ia tidak hanya menyelamatkan keluarga yang menjadi target, tetapi juga menurunkan hujan di seluruh wilayah sekitar dan berhasil mengatasi bencana kelaparan. Benar-benar pria yang kompeten.
Setelah menerima laporan lengkap, aku berbicara padanya.
Tentang masalah Sieg.
"...Aku berpikir untuk menyuruh Sieghart datang ke tempatku secara rutin."
"Itu... kenapa?"
Tentu saja, ia menatapku dengan ekspresi curiga. Nah, bagaimana sebaiknya kujelaskan ini.
"Ada sesuatu yang menarik, dan aku ingin mengamatinya dari dekat."
"............Apa akan berbahaya?"
"Tidak."
"Boleh aku menentukan jam malamnya?"
"Tidak masalah."
"Saya mengerti. Untuk berjaga-jaga, akan saya sampaikan juga pada istri saya."
Untuk bisa mendapatkan persetujuannya tanpa penjelasan yang layak, apakah karena ia memercayaiku? Ataukah karena ia sudah pasrah karena aku memang tidak pandai menjelaskan?
"Kau tidak bertanya hal lain?"
"Tidak, karena saya kurang lebih sudah bisa menebak siapa yang akan melakukan apa... meskipun saya tidak mengerti kenapa harus dirahasiakan dari saya."
"Ya."
"Saya juga berpikir begitu lebih baik. Tolong sampaikan pada Alec, saya titip Sieg padanya."
Dia bisa menebaknya, ya. Akan tetapi, justru ini lebih baik.
Hubunganku dengan Rudeus akan terus berlanjut. Lebih mudah jika aku bisa membaca pikiran lawan bicaraku. Karena lebih baik jika ada sedikit rahasia.
"Baiklah, saya juga akan pulang."
"Ya, kerja bagus."
Tepat saat Rudeus berbalik, tiba-tiba aku teringat sesuatu dan bertanya.
"Rudeus."
"Ya?"
"Apa itu Cheddarman?"
Sesaat, Rudeus memasang wajah bengong, tetapi,
"Dia adalah pahlawan yang wajahnya terbuat dari keju. Dia akan datang ke anak-anak yang kelaparan, merobek wajahnya sendiri untuk diberikan pada mereka, dan mengalahkan orang-orang jahat yang mengancam warga hanya dengan satu pukulan."
"...Di duniamu yang dulu, apa ada pria seperti itu?"
"Di duniaku sih, isinya roti yang diisi anko (pasta kacang merah manis). Tapi karena anko tidak akan dimengerti di sini, jadi kuganti dengan keju. Aku sering menceritakan kisah-kisah seperti itu saat menidurkan anak-anak."
Begitulah, ia menjelaskan padaku.
Cheddarman. Merobek wajahnya untuk diberikan pada orang lain... aku tidak mengerti logikanya.
"Memangnya kenapa dengan itu?"
"Tidak, aku hanya sedikit penasaran."
"Begitu, ya. Kalau begitu, saya permisi."
Aku mengantar kepergian Rudeus dengan pandanganku, lalu kembali ke ruang kerja.
Saat aku melihat ke atas meja, ada kantung berisi buah onamomi yang ditinggalkan Lara.
Para belalang sudah kabur ke luar. Sudah tidak ada lagi.
Apakah setelah pulang nanti, Lara akan dimarahi habis-habisan karena kejahilannya di sini?
"Hah."
Sebuah tawa kecil lolos dari bibirku.
Lara, Fariastia. Alexander dan Sieg, lalu Rudeus dan Cheddarman, ya.
Loop kali ini, benar-benar terasa baru.




Post a Comment