NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Mushoku Tensei: Redundancy Jilid 2 Bab 5

 Penerjemah: Kryma

Proffreader: Kryma


Bab 5 

Kunjungan ke Kediaman Latreia


Anak-anak tumbuh dengan sehat.

Lucy sudah mulai terbiasa di Universitas Sihir Ranoa.

Lara sepertinya benci belajar, tapi selama ia sehat dan bersemangat, kurasa tidak apa-apa.

Ars sedikit kasar mirip Eris, tapi ternyata ia cukup serius dan bukan anak yang suka menindas yang lemah, jadi kurasa ia akan baik-baik saja.

Sieg masih kecil dan cengeng seperti biasa, tetapi belakangan ini, entah karena dilatih oleh seseorang, ia jadi sedikit lebih tangguh.

Lily dan Chris masih balita, tapi mereka sudah lama berhenti menyusu, dan baru-baru ini pendidikan anak berbakat mereka telah dimulai.

Anak ketujuh memang belum lahir, tapi tetap saja, ada enam orang anak kecil di rumah.

Setiap hari terasa ramai, dan masalah pun tiada henti.

Meskipun begitu, setelah Lara dan Ars mulai bersekolah, dan Lily serta Chris sudah bisa berdiri dan berjalan dengan kaki mereka sendiri sambil mulai mempelajari banyak hal, kurasa keadaan sudah jauh lebih tenang.

Tidak ada tanda-tanda Hitogami akan merencanakan sesuatu. Hari-hari yang damai terus berlanjut.

Malam itu pun, suasana terasa ramai.

Di meja makan ada Lucy yang sudah bisa mengurus dirinya sendiri, Lara yang dimarahi karena memainkan makanannya, Ars yang ditegur karena memilih-milih makanan, Sieg yang menyumpal pipinya penuh dengan nasi, Lily yang meminum supnya sambil mengotori celemeknya yang lucu, dan Chris yang duduk di pangkuanku sambil membuka mulutnya 'aaahn' menunggu suapan berikutnya.

Lalu, ada tiga orang istri, satu adik perempuan, dan dua orang ibu.

Meja makan yang sangat ramai.

Bukan hanya di meja makan, belakangan ini rumah kami selalu ramai.

Tentu saja. Kalau punya enam orang anak, mau tidak mau suasana pasti menjadi ramai.

Ars dan Lara sangat nakal dan sering membuat keributan. Lily dan Chris, mungkin karena seumuran, sering bertengkar dengan suara keras. Bahkan Lucy yang dewasa dan Sieg yang relatif pendiam pun tidak selamanya diam.

Setiap hari tidak pernah lepas dari kebisingan.

Dan saat itulah aku berpikir. Semua ini, mungkin hanya untuk saat ini saja.

Saat anak-anak tumbuh dewasa, aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

Apakah mereka akan ikut bertarung bersamaku dan Orsted, ataukah mereka akan meninggalkan Sharia dan pergi ke tempat lain.

Setelah dewasa, mereka semua akan bersekolah di Kerajaan Asura selama tiga tahun, jadi mungkin saja mereka akan menetap di sana.

Atau, bisa jadi jauh sebelum dewasa, mereka kabur dari rumah karena suatu hal sepele.

Paul juga kabur dari rumah setelah bertengkar dengan ayahnya, jadi mungkin saja hal seperti itu akan terjadi juga di keluarga kami.

Aku sendiri, karena masalah dengan Hitogami, sering kali ingin ikut campur dalam urusan mereka. Tetapi, anak-anak tidak akan selalu menuruti kemauan orang tuanya. Lara misalnya, sepertinya ia sangat benci disuruh belajar dan berlatih, jadi ia sering kabur.

Yah, sudahlah.

Intinya, aku berpikir.

Waktu di mana semua anak berkumpul bersama ini, pastilah hanya untuk saat ini saja.

Karena itulah aku berpikir. Ayo kita pergi liburan keluarga.

Mumpung masih bisa.

★ ★ ★

Tentu saja, ini bukanlah perjalanan keliling dunia.

Hanya perjalanan sekitar satu bulan untuk mengunjungi dan menyapa orang-orang yang sudah lama tidak kami temui, sambil menunjukkan pada anak-anak tempat yang sedikit berbeda dari kota ini.

Itu saja.

Maka dari itu, tujuannya adalah Benua Millis.

Rencananya seperti ini:

Pertama, kami akan berpindah ke Kerajaan Suci Millis menggunakan lingkaran sihir teleportasi. Kami akan tinggal di sana selama sekitar sepuluh hari. Paruh pertama akan digunakan untuk mengunjungi keluarga Zenith dan menyapa Cliff serta para petinggi Gereja Millis. Setelah itu, kami akan mengunjungi tempat-tempat khas Kerajaan Suci Millis seperti markas besar Guild Petualang dan Menara Sihir.

Kemudian, kami akan naik kereta kuda ke utara menyusuri Jalan Raya Pedang Suci, melihat-lihat Hutan Raya sebentar, dan berendam di pemandian air panas yang konon ada di Pegunungan Naga Biru. Terakhir, aku akan memasang lingkaran sihir teleportasi di sekitar sana sebelum pulang.

Sekalian, aku juga akan mempersiapkan jalan untuk menghubungi Dewa Pertambangan, sesuatu yang sudah lama ingin kulakukan tapi terus tertunda.

Kira-kira seperti itulah rencananya.

Aku memberitahukan rencana ini pada keluarga enam bulan sebelum keberangkatan.

Tentu saja ada jadwal Roxy sebagai guru, dan aku juga harus meminta izin pada bosku, Orsted. Anak-anak juga punya jadwal belajar, jadi semua jadwal harus disesuaikan.

Meskipun begitu, semua anggota keluarga menyetujuinya dengan senang hati.

Terutama Lucy, mungkin karena ia masih ingat perjalanannya ke Kerajaan Asura dulu, ia tampak sangat gembira saat mendengar kata 'liburan'.

Sekalian aku juga bertanya pada Elinalise apakah ia mau ikut, dan ia pun menyatakan niatnya untuk bergabung.

Ia tampak senang karena punya alasan.

Meskipun sepertinya ia bertemu dengan Cliff beberapa kali dalam setahun, sebenarnya ia pasti ingin terus bersama suaminya itu.

Akan lebih baik jika Cliff bisa cepat naik pangkat dan memboyong Elinalise serta Clive, tetapi perebutan kekuasaan di dalam Gereja Millis sepertinya cukup rumit.

Karena kali ini kami juga akan mengunjungi kediaman Latreia, Zenith dan Lilia pun ikut serta.

Sekalian, aku juga ingin meminta seorang Miko untuk membaca isi hati Zenith lagi. Lara sepertinya bisa berkomunikasi dengan Zenith, tetapi ia tidak mau banyak bicara. Kalau ditanya, ia hanya memasang wajah malas.

Mungkin di usianya sekarang, ia belum mengerti pentingnya hal semacam itu.

Terlepas dari Lara, meskipun ini urusan pribadi, jika aku sudah membuat janji temu dengan pihak-pihak terkait di Millis seperti Miko dan Paus sejak enam bulan sebelumnya, rasanya tidak mungkin aku tidak bisa bertemu mereka.

Selain itu, kali ini aku juga mengundang keluarga Norn.

Dulu aku pernah berjanji pada Claire untuk membawa Norn.

Tidak, apa aku pernah berjanji, ya? Intinya, aku merasa lebih baik jika aku bisa menunjukkan secara langsung bahwa Norn sudah menikah dan hidup bahagia. Sebagai catatan, aku sudah memberitahukan soal pernikahannya lewat surat.

Termasuk orang seperti apa suaminya, dengan penjelasanku sendiri. Tentu saja, termasuk fakta bahwa ia adalah seorang anggota Ras Iblis.

Sampai sekarang belum ada balasan, mungkin ia marah.

Atau mungkin ia berniat untuk pura-pura tidak pernah mendengar kabar itu.

Tapi, ini adalah semacam cara untuk menyelesaikan urusan.

Awalnya, Norn menolak ikut dengan alasan anaknya masih kecil.

Putri Norn, Luicelia, mungkin karena pertumbuhannya yang cepat, sudah tidak menyusu, giginya sudah tumbuh lengkap, dan sudah bisa berjalan tertatih-tatih sambil mengibaskan ekornya yang lucu serta rambut hijaunya yang diwarisi dari ayahnya. Tapi, ia bilang anaknya masih harus terus diawasi.

Akan tetapi, Ruijerd berkata pada Norn.

"Biar aku yang menjaga anak kita. Pergilah."

"Tapi..."

"Hargailah kerabat darahmu."

Norn pun menuruti perkataan Ruijerd, yang entah kenapa terdengar begitu berat.

Sepertinya, Ruijerd sendiri juga ingin ikut. Meskipun ia tidak begitu tahu tentang adat istiadat ras manusia, ia berpikir jika memang harus memberi salam, maka ia akan ikut.

Akan tetapi, bepergian selama sebulan penuh dengan membawa seorang anak, terlebih lagi seorang anak dari ras Supard, adalah hal yang sulit.

Meskipun memakai topi seperti Sieg, ekornya tidak bisa disembunyikan. Dan jika orang-orang tahu ia bukan hanya berambut hijau tetapi juga seorang ras Supard asli... itu akan menimbulkan keributan dan bisa menjadi trauma baginya.

Selain itu, Ruijerd juga memiliki tugas di desanya dan di Kerajaan Biheiril.

Maka dari itu, dengan berat hati, ia melepas kepergian Norn.

"Saya mengerti. Tapi saya hanya akan memberi salam. Saya tidak akan pergi ke pemandian air panas atau semacamnya dan akan langsung kembali."

"Kau tidak perlu kembali. Bersantailah di sana."

"Saya ingin bersama Ruijerd-san dan Luicelia."

Sambil sedikit pamer kebahagiaan rumah tangganya, Norn dengan enggan menerima untuk ikut serta.

Untuk urusan rumah, aku akan menitipkannya pada anggota Kelompok Tentara Bayaran dan Zanoba.

Aku akan meninggalkan Beat dan Jirô di rumah, tapi ini hanya untuk berjaga-jaga. Akan jadi masalah jika ada pencuri yang masuk, dan kebun sayur juga perlu diurus.

Jadi, seperti itulah rencana perjalanannya.

Secara keseluruhan memang agak longgar, tetapi dikejar-kejar oleh jadwal yang padat juga tidak menyenangkan.

Kira-kira seperti ini sudah pas.

★ ★ ★

Enam bulan kemudian.

Kota Sihir Sharia telah diselimuti salju seperti biasanya.

Kami memanggil kereta kuda ke depan rumah, melewati kota yang tertimbun salju, masuk ke kantor, menyapa Orsted sepatah dua patah kata, lalu menaiki lingkaran sihir teleportasi menuju Millision. Titik kedatangan lingkaran sihir itu adalah sebuah markas di dalam Millision.

Dalam sekejap mata, kami sudah berada di Benua Millis.

Meskipun aku yang ingin pergi berlibur, rasanya tidak ada kesan mendalam sama sekali.

Kalau bisa, setidaknya aku ingin menaiki lingkaran sihir yang menuju ke luar kota, agar aku bisa memperlihatkan Millision dari luar pada mereka. Perasaan gembira saat melihat menara raksasa itu dan memasuki kota bertembok tinggi adalah pengalaman yang langka.

Meskipun begitu, pemandangan seperti itu masih bisa dilihat saat kami meninggalkan kota nanti.

Tidak perlu terburu-buru.

Di markas, kami berganti ke kereta kuda yang telah disiapkan sebelumnya, dan langsung menuju ke kediaman keluarga Latreia di Millision.

Termasuk diriku, ada empat belas orang ditambah satu ekor.

Karena itu, kami menyiapkan dua kereta kuda berukuran besar.

Kereta pertama diisi oleh aku, Roxy, Zenith, Lilia, Lara, Chris, dan Leo.

Kereta kedua diisi oleh Sylphie, Eris, Lucy, Ars, Sieg, Lily, Aisha, dan Norn.

Kami berpisah sementara dengan Elinalise dan Clive di sini. Mereka berdua langsung menuju ke tempat Cliff.

Anak-anak sangat kegirangan dengan liburan pertama mereka, dan ketiga ibu mereka tampak kewalahan menenangkan mereka.

Terutama Lara, entah karena ia menyukai pemandangan Millision, ia menatap ke luar jendela kereta dengan napas yang memburu penuh semangat.

Bagi Lara, yang biasanya tidak menunjukkan emosi dan lebih sering tidur siang, ini adalah hal yang langka.

"Lara, jangan menjulurkan badanmu keluar."

"...Baik."

Terkadang ia menjulurkan badannya, jadi Roxy menariknya mundur.

Tapi, ia tetap menopang dagunya di bingkai jendela dan melihat ke sana kemari dengan penasaran.

Aku khawatir ia akan tiba-tiba menjulurkan badan dan terjatuh, tetapi sepertinya tidak apa-apa karena Leo menahan ujung bajunya dengan mulutnya.

"...Mama Biru, di sini lebih banyak warna daripada di dekat rumah kita."

"Itu karena banyak desainer terkenal yang tinggal di Millision dan merancang busana untuk rakyat biasa. Semua orang di sini suka berdandan."

"Tidak ada salju padahal ini musim dingin. Tidak dingin juga."

"Di sekitar sini memang tidak banyak turun salju. Tapi saat musimnya tiba, akan turun banyak sekali hujan. Namun, menara besar itu menjaga ketinggian air tetap stabil, jadi kota ini tidak akan kebanjiran."

Melihat Roxy menjelaskan berbagai hal pada Lara yang tampak sangat tertarik, hatiku terasa hangat.

Kalau dilihat-lihat begini, Lara memang mirip dengan Roxy.

Seperti Roxy versi mini.

"Papa, lapar."

Chris terus berada dalam suasana hati yang baik di pangkuanku.

Akan tetapi, entah karena takut dengan suasana di luar atau takut dengan guncangan kereta, ia terus memegang erat lengan bajuku.

Mungkin, jika aku menariknya paksa, ia akan menangis meraung-raung.

"Makanannya nanti, ya, kalau sudah sampai di rumah nenek buyut."

"Iya."

Chris menuruti perkataanku dengan lancar.

Jika ini dengan ibu-ibu yang lain, ia mungkin akan merengek ingin makan sesuatu sekarang juga.

Aku merasa tidak enak pada Sylphie dan yang lain, tetapi saat bersama Chris, aku jadi merasa sedikit lebih unggul.

Akan tetapi, melihat Chris yang mengambil tanganku dan mengusap-usapkannya ke perutnya sendiri, aku jadi ingin membelikannya sesuatu.

Wahai pedagang kaki lima di sana. Aku mau beli apel manismu. Apa? Kau tidak tahu mana yang manis? Kalau begitu, akan kubeli seluruh tokomu. Jangan khawatir. Sisanya akan kujadikan oleh-oleh untuk keluarga Latreia. Rasanya aku ingin mengatakan hal seperti itu.

Omong-omong soal oleh-oleh, aku memang membawa berbagai macam hadiah untuk keluarga Latreia demi mengambil hati mereka, tapi apa Claire-san akan menyukainya, ya.

Bagaimana kalau nanti dia berkata, "Saya tidak butuh barang rendahan seperti ini."

T-Tidak, tidak mungkin ia akan sekasar itu, 'kan?

Sambil berpikir begitu, aku melirik dan melihat wajah Lilia menegang.

"...Lilia-san, ada apa?"

"Saya sedikit... cemas."

"Cemas karena apa?"

"Karena Nyonya Claire."

Dalam perjalanan kali ini, ada satu rintangan.

Nenekku, Claire Latreia.

Nenekku yang keras kepala itu, begitu mendengar kami akan berlibur ke Millis, langsung menghubungi dan berkata, "Kalau begitu, menginaplah di rumah kami."

Aku bisa saja menolaknya.

Ada juga usulan untuk hanya sekadar menyapa dan tidak menginap.

Mengingat 'perlakuan' kasarnya di masa lalu pada Norn, Aisha, dan Lilia, tentu ada rasa cemas.

Akan tetapi, bagiku pribadi, aku tidak begitu membenci nenek yang keras kepala itu.

Claire memang punya kekurangan besar, tetapi tidak sampai pada titik di mana aku tidak ingin ia menghabiskan beberapa hari yang singkat bersama anak-anakku yang lucu.

Jadi, bagaimanapun juga, kami putuskan untuk menemuinya lebih dulu, mempertemukan mereka. Jika sepertinya tidak akan berhasil, kami bisa mencari penginapan lain.

Kesimpulan itu kami capai dalam rapat keluarga.

Meskipun begitu, Lilia adalah orang yang benar-benar pernah dihina olehnya.

Wajar jika ia merasa cemas membayangkan akan mendengarnya lagi.

"Claire-san, bagaimanapun juga, dia tetap memikirkan kita. Hanya saja cara berpikirnya sedikit kaku... Ah, kalau begitu, Anda bisa bersembunyi di belakangku saja."

"Tidak, bukan saya."

Arah pandangan Lilia tertuju pada Roxy dan Lara.

Benar, kali ini ada Roxy dan Lara... dengan kata lain, ada orang yang memiliki darah Ras Iblis.

Norn pun, telah menikah dengan anggota Ras Iblis. Ditambah lagi, kali ini ketiga istriku ikut semua.

Sementara itu, Claire adalah penganut ajaran Millis yang fanatik dan termasuk dalam fraksi anti-Ras Iblis.

Dulu aku pernah memintanya untuk tidak terlalu ikut campur, tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Manusia, setelah beberapa tahun, bisa dengan mudah melupakan janji-janji kecil.

Tentu saja, Roxy sudah memperhitungkan hal itu.

Dalam rapat keluarga pun, ia menjawab dengan dada tegap, "Tidak masalah."

Ia berkata bahwa Lara dan Lily mungkin akan merasakan sedikit kesulitan, tetapi ini bisa menjadi pelajaran bagi mereka bahwa orang berdarah Ras Iblis sering kali menerima perlakuan seperti itu di tempat tinggal ras manusia.

Begitulah, ia menjawabnya.

Norn pun, pastinya sudah bersiap akan mendengar hinaan dalam bentuk apa pun.

Bagi diriku sendiri, terlepas dari masalah Ras Iblis atau semacamnya, aku lebih khawatir Lara akan melakukan hal-hal aneh jika ia dihina. Kejahilan Lara itu membuatku waswas. Karena ia tidak pandang bulu.

"Tidak apa-apa, Lilia-san."

Yang berkata begitu adalah Roxy.

"Kalau memang tidak boleh, dari awal dia tidak mungkin akan mengundang kita, 'kan?"

"Apa... begitu, ya?"

Aku pun merasa ragu.

Bukannya aku tidak memercayai Claire.

Dia sendiri yang bilang akan mengundang kami.

Mengundang seseorang jauh-jauh hanya untuk menghinanya, bukankah itu melanggar etiket bangsawan? Meskipun aku tidak tahu etiket seperti apa yang dimiliki bangsawan Millis.

Tetapi, meski begitu, rasanya tidak mungkin ia akan mengusir tamunya yang datang dari jauh.

Tapi ya, begitulah manusia. Meskipun tahu sopan santun, kalau ada sesuatu yang ia benci muncul di hadapannya, kita tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ada kalanya semua berakhir dengan "ternyata memang tidak bisa".

"..."

Dan saat itu, Zenith menggenggam tangan Lilia.

Tidak ada kata-kata, tetapi aku tahu ia sedang mencoba menyampaikan sesuatu. Aku menepuk-nepuk pundak Lara.

"Nenek bilang apa?"

Lara menatapku dengan wajah malas, lalu menatap Zenith, menatapku lagi, dan berkata.

"...Katanya, nenek buyut itu hanya terlalu khawatir, jadi tidak apa-apa."

"Terima kasih."

Tumben sekali ia mau menjadi penerjemah.

Yah, kalau Zenith yang bilang begitu, pasti akan baik-baik saja.

★ ★ ★

Penyambutan di kediaman itu terasa penuh kehangatan.

Para pelayan tersenyum ramah, dan kepala pelayan pun melayani kami dengan sopan.

Setidaknya, aku bisa merasakan bahwa kami disambut jauh lebih baik daripada saat aku datang ke Millision sebelumnya.

Setelah menitipkan barang bawaan kami pada mereka, kami diantar ke ruangan tempat Claire berada.

"Terima kasih atas perjalanan jauh Anda."

Claire berkata begitu sambil tetap duduk di kursinya, bahkan setelah melihat kami.

Ia tetap duduk. Aku tidak akan bilang sikapnya tidak sopan. Bagaimanapun, dialah tuan rumah di sini.

"Tidak, sekarang perjalanannya tidak jauh."

"Benar juga. Meskipun, itu masih hal yang sulit saya pahami..."

Claire menekan pelipisnya, tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya ia menelannya kembali.

Yang ia telan kembali kemungkinan besar adalah omelan tentang diriku yang menggunakan lingkaran sihir teleportasi seolah milik pribadi.

Bagaimanapun, sihir teleportasi dianggap sebagai hal yang tabu.

"Saya akan memperkenalkan keluarga saya."

"Ya. Silakan."

Aku menyuruh anggota keluargaku untuk berbaris.

Anak-anak, ketiga istriku, lalu Norn dan Aisha.

Hari ini Aisha tidak mengenakan seragam pelayan, melainkan gaun terusan yang manis.

Sekilas, ia bisa saja dikira sebagai putri sulung. Lilia juga sama, tetapi ia sudah pindah ke ruangan lain lebih dulu bersama Zenith.

"Mary."

"Ya, Nyonya."

Dan saat itu, Claire memerintahkan seorang pelayan di dekatnya dan mengulurkan tangannya.

Pelayan itu menopang Claire, membantunya berdiri, lalu menyerahkan sebuah tongkat.

Dengan gontai, Claire berdiri. Tanpa tenaga, sambil bersandar pada tongkatnya. Dalam posturnya itu, tidak ada lagi sikap tegas yang kulihat sebelumnya. Alasannya tetap duduk saat kami datang tadi bukanlah karena keangkuhan.

"Apa Anda tidak enak badan?"

"Faktor usia, begitulah."

"Tapi rasanya Anda belum setua itu sampai kaki dan pinggang Anda melemah..."

Meskipun usianya sudah pantas dipanggil nenek buyut, baik aku yang merupakan cucunya maupun anak-anakku, semuanya adalah anak yang lahir di usia muda. Aku tidak akan bertanya umurnya, tetapi karena Zenith saja sekitar empat puluh tahun, berarti usia Claire paling tua sekitar enam puluh sampai tujuh puluh tahun.

"Kalau Anda mau, apa perlu saya gunakan sihir detoksifikasi atau penyembuhan?"

"Tidak perlu. Anda mungkin seorang penyihir yang hebat, tetapi ini adalah Millision, dan saya adalah seorang bangsawan."

Maksudnya, ia tidak kekurangan perawatan dengan sihir penyembuhan, begitu?

Yah, jika ia bilang tidak apa-apa, mungkin memang begitu, tetapi melihatnya dalam kondisi lemah seperti ini membuatku sedikit cemas.

"Daripada mengkhawatirkan saya, saya lebih suka jika Anda segera menyelesaikan perkenalannya."

"Anda benar juga."

Maka dari itu, aku pun mulai memperkenalkan mereka.

Pertama, Sylphie, Roxy, dan Eris. Dimulai dari ketiga istriku.

"Ini adalah Sylphie. Istri pertama yang kunikahi. Saat ini, aku menyerahkan urusan rumah padanya."

"Saya Sylphiette. Terima kasih telah mengundang kami hari ini. Mohon bimbingannya."

Seperti yang diharapkan dari Sylphie. Hanya dari sapaannya saja, terlihat pengalaman dan keanggunannya.

Pasti tidak ada yang menyangka bahwa ia berasal dari desa di Wilayah Fittoa.

"Ini adalah Roxy. Dari ras Migurd... seorang anggota Ras Iblis. Meskipun penampilannya seperti ini, usianya lebih tua dariku. Saat ini ia bekerja sebagai guru di Universitas Sihir."

"Saya Roxy. Saya mengerti Anda mungkin punya pemikiran tersendiri karena saya dari Ras Iblis, tetapi untuk beberapa hari ke depan, mohon kerja samanya."

Meskipun Roxy memperkenalkan dirinya sebagai anggota Ras Iblis, alis Claire tidak bergerak sedikit pun.

Walaupun ini pertama kalinya kami bertemu muka, aku memang sudah memberitahunya lewat informasi sebelumnya.

Untuk saat ini, apakah ini artinya ia tidak akan menghinanya hanya karena ia dari Ras Iblis?

"Ini adalah Eris. Seorang ahli Aliran Dewa Pedang, dan merupakan adik dari kepala keluarga bangsawan agung Boreas dari Kerajaan Asura saat ini."

"S-Saya Eris. Mohon bimbingannya."

Seperti yang kuduga, Eris masih terlihat sangat kaku.

Di pesta-pesta Kerajaan Asura, ia biasanya bersikap wajar, tapi apa mungkin ia gugup karena berada di hadapan nenekku?

"..."

Claire tidak berkata apa-apa. Setidaknya, tidak ada omelan mengenai diriku yang memiliki tiga orang istri.

Berikutnya adalah anak-anak.

"Ini putri sulungku, Lucy."

"Saya Lucy Greyrat! Senang bertemu dengan Anda untuk pertama kalinya, Nenek Buyut! Mulai hari ini, untuk sementara waktu mohon bimbingannya!"

Ia memberi salam sambil memegang ujung roknya.

Pipi Claire sedikit mengendur. Bahkan Claire yang keras pada cucunya pun, sepertinya luluh pada cicitnya.

"Putri keduaku, Lara."

"...Saya Lara."

Sikap Lara yang ketus, tampak bosan, dan malas-malasan.

Alis Claire sedikit berkerut. Sepertinya, status sebagai cicit tidak ada pengaruhnya.

"Ini putra sulungku, Ars."

"Saya Ars! Sebentar lagi umur delapan tahun! Mohon bimbingannya!"

Meskipun begitu, yang bersikap ketus hanyalah Lara.

Anak-anak yang lain sopan, dan alis Claire tidak lagi berkerut.

Setelah Ars, giliran Sieg, Lily, dan Chris, semua perkenalan berjalan dengan lancar.

"Kalian berdua juga, beri salam."

Atas perintahku, Norn dan Aisha maju ke depan.

Mereka berdua serempak menundukkan kepala dengan gerakan yang bisa disebut anggun. Tentu saja Aisha, tetapi Norn juga.

"Saya Norn Superdia. Sudah lama tidak bertemu, Nenek."

"Saya Aisha. Terima kasih telah mengundang kami hari ini."

Gerakan mereka adalah sapaan yang tanpa cela. Claire, sambil tetap bersandar pada tongkatnya, mengangkat dagunya dengan angkuh.

"Ya. Sudah lama tidak bertemu, kalian berdua."

Hanya itu saja.

Ia tidak menanyakan apa-apa soal pernikahan Norn. Apa mungkin ia merasa ini bukanlah tempat yang pas untuk menanyakannya?

Intinya, suasana tidak menjadi buruk sejak awal.

Mungkin ini berkat semua orang yang bersikap sopan dan memberi salam dengan baik.

Baguslah... ah, Lara sedang mengupil. Nanti akan kuingatkan dia sedikit.

"Ini adalah Claire Latreia. Nenek buyut kalian. Kita akan berada dalam perawatannya selama sepuluh hari ke depan, jadi jangan bersikap tidak sopan."

Saat aku berkata begitu, Claire membungkuk dengan anggun.

Seperti biasa, cara membungkuknya begitu mengagumkan. Aku sangat ingin anak-anakku mencontohnya.

"Saya Claire. Mewakili suami saya yang sedang tidak di tempat, saya menyambut Anda sekalian. Silakan gunakan pelayan dan kepala pelayan sesuka Anda. Mungkin akan ada kebingungan atau ketidaknyamanan karena perbedaan budaya, tetapi anggaplah ini seperti rumah sendiri dan bersantailah."

"Kami berterima kasih atas kebaikan hati Anda. Nah, semuanya, ucapkan terima kasih."

"Terima kasih banyak! Mohon bimbingannya!"

Saat anak-anak serempak menundukkan kepala, Claire duduk kembali di kursinya seolah itu adalah pekerjaan yang sangat berat. Terima kasih atas kerja keras Anda, Nek.

Dan begitulah, wisata keluarga kami di Millision pun dimulai.

"Rudeus-san, ada yang ingin saya bicarakan. Bisakah Anda tetap di sini?"

Begitu pikirku, tetapi aku dipanggil kembali saat hendak keluar dari ruangan.

Aku menyuruh anggota keluarga yang lain untuk pergi lebih dulu dan tetap tinggal di ruangan.

Ekspresi Claire, yah, biasa saja. Tidak terlihat marah secara khusus.

"Silakan duduk."

"Permisi."

Mengikuti perintahnya, aku duduk di kursi yang berada tepat di hadapannya.

Lalu, seolah-olah kursi itu dilengkapi tombol, teh langsung disajikan.

Mungkin ada yang berpikir, "Dia bahkan tidak menyajikan teh untuk keluargaku?", tetapi akulah yang tidak menyuruh mereka duduk.

Lagipula kursinya juga tidak cukup.

"Anda tidak perlu sekaku itu. Saya tidak bermaksud untuk memarahi Anda."

Sepertinya ia bisa membacaku. Tapi mengingat kejadian yang dulu, aku harap ia bisa memakluminya. Sedikit waspada itu wajar, 'kan.

"Jadi, apa yang ingin Anda bicarakan?"

"Obrolan santai."

Aku menatap wajah Claire.

Dengan ekspresi tenang seolah tidak terjadi apa-apa, ia menyeruput tehnya.

Gerakannya begitu indah. Pasti ada tata krama bahkan hanya untuk sekadar minum teh.

Aku pun, sambil menirunya, mulai meminum tehku. Hmm, daun teh yang digunakannya berkualitas baik.

"Bicara soal teh... belakangan ini, Aisha mulai menanam pohon teh. Saya membawa sekantong daun teh hasil panennya, silakan dicoba."

"Kalau begitu, akan saya coba besok."

"Semoga cocok dengan selera Anda."

Setiap beberapa tahun, Aisha selalu mengganti tanamannya.

Dulu, ia sempat menanam sesuatu seperti herbal dan menggunakannya untuk masakan, tetapi kemudian berhenti.

Kenapa, ya?

Ah, benar juga. Seingatku, karena Chris sepertinya alergi. Setiap kali aroma herbal itu mulai tercium, hidung Chris akan mulai meler. Alergi itu, gejalanya memang bisa disembuhkan dengan sihir detoksifikasi, tetapi kondisi tubuhnya sendiri tidak bisa diubah.

"Aisha itu, apa dia belum akan menikah?"

"Sepertinya belum."

"Kalau Norn, sudah, ya."

"Ya."

"Pasangannya, orang seperti apa?"

Kukira topik itu sudah lewat begitu saja, tetapi ternyata, memang tidak bisa dihindari.

Akan tetapi, aku bersyukur ia menanyakannya padaku, bukan pada Norn.

"Dia dari Ras Iblis."

Itu adalah hal yang sudah kuberitahukan lewat surat. Merasa percuma jika harus menutup-nutupinya, aku pun berkata begitu.

"Saya tahu itu. Sepertinya dia tidak datang hari ini, tapi yang saya tanyakan adalah orang seperti apa dia."

Oh, jadi itu maksudnya. Benar juga, dia membiarkan istrinya yang baru menikah bepergian sendirian. Wajar jika ia ingin tahu alasannya tidak ikut.

"Anak mereka masih kecil, jadi dia bilang biar dia yang menjaganya di rumah. Dia melepas kepergian Norn sambil berkata, 'Setidaknya kau pergilah untuk menyapa nenekmu.' Dia sama sekali tidak bermaksud meremehkan Anda, Claire-san, atau keluarga Latreia..."

Alis Claire berkerut.

"Saya rasa saya bertanya orang seperti apa dia, bukan alasan kenapa dia tidak datang?"

"Eh? Ah, tentu saja dia orang yang bisa dipercaya. Seperti yang sudah saya tulis di surat, dia adalah orang yang adil, menolong yang lemah dan tidak memaafkan kejahatan. Latar belakang keluarganya memang berbeda dari ras manusia, tetapi dia adalah orang yang pernah menjabat sebagai kapten pengawal pribadi di sebuah pasukan besar dan memegang posisi penting di antara rasnya. Ah, selain itu, bahkan 'Tuan Perugius dari Tiga Pahlawan Pembunuh Dewa Iblis' pun sangat menghormatinya. Dan lagi..."

"...Cukup."

Claire memotong perkataanku di tengah jalan dan menatap mataku lekat-lekat.

Apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang salah?

"Hanya dari perkataan Anda barusan, sudah tersampaikan bahwa Anda telah menitipkan Norn pada pasangan yang bisa Anda percaya. Jika memang begitu, maka bagi saya, meskipun saya punya pemikiran sendiri, tidak ada lagi yang perlu saya katakan."

"Saya bersyukur mendengarnya."

"Anda tidak perlu berterima kasih. Saya sudah berjanji pada Anda sebelumnya, bukan? Bahwa saya tidak akan ikut campur."

"Anda masih mengingatnya, ya."

"Tentu saja. Pinggang saya mungkin sudah melemah, tetapi kepala saya masih sehat."

Syukurlah. Tapi, kalau begitu kenapa dia menanyakan hal seperti itu...? Ah, karena ini 'obrolan santai', ya.

"Omong-omong, Roxy-san itu mungil sekali, ya."

"Karena dia dari ras Migurd. Usianya lebih tua dari penampilannya. Ah, tapi jangan sekali-kali mengatakan dia mungil di hadapannya, ya. Sepertinya dia sensitif soal itu."

"Saya mengerti. Saya juga seorang wanita dari keluarga Latreia. Meskipun mulut saya tajam, saya tidak akan menghina penampilan fisik orang lain."

Aku mengatakannya setengah bercanda, tetapi ia menanggapinya dengan serius.

"Selain itu, setelah kejadian yang dulu, saya juga berusaha sebisa mungkin untuk lebih memahami orang-orang dari Ras Iblis dan Ras Buas."

"Menurut saya itu hal yang baik. Baik nantinya akan suka atau tidak suka, mengetahui lebih dulu adalah hal yang penting."

Justru, terkadang orang membenci sesuatu hanya karena mereka tidak mengenalnya dengan baik. Manusia cenderung merendahkan hal yang tidak mereka ketahui. Semacam prasangka.

"Tetapi, anak yang bernama Lara itu bermasalah, ya?"

"...Ya."

"Tentu saja, saya tidak berbicara soal statusnya sebagai setengah iblis. Yang saya bicarakan adalah, sikapnya tadi pada orang yang baru pertama kali ia temui."

"Saya minta maaf. Saya memang berniat untuk membuatnya setidaknya bisa memberi salam dengan benar, tetapi belakangan ini ia jadi sulit diatur."

"...Saya tidak bermaksud mengkritik. Tapi menurut saya, terkadang, disiplin yang keras juga diperlukan."

Cara bicaranya memang halus, tetapi mungkin maksudnya adalah jika itu putrinya sendiri, ia akan mendidiknya walau harus dengan pukulan.

Yah, terkadang cara seperti itu memang lebih baik. Tapi, Lara sangat pintar dalam hal ini.

Ia selalu memprovokasi Eris sampai ke batas nyaris dipukul pantatnya. Terlihat bebas, tetapi ternyata ia penuh perhitungan.

"Anda pasti mengerti kenapa hal itu perlu dilakukan."

"Demi masa depannya."

"Tepat sekali. Satu sapaan saja bisa mengubah kesan orang lain terhadap kita. Gara-gara tidak menunjukkan sopan santun di awal, seseorang bisa jatuh ke dalam kesulitan di kemudian hari. Itulah sebabnya kami para bangsawan mempelajari tata krama."

Wah, ini sudah mulai terdengar seperti omelan.

Tapi, entah kenapa, Claire terlihat sedikit menikmati ini.

"Akan tetapi, ibunya, Roxy-san, meskipun seorang anggota Ras Iblis, ia sangat tahu diri."

"Begitukah?"

"Ya. Tadi pun, ia selalu menghormati istri utama, Sylphie-san, dan selalu berdiri sedikit di belakangnya. Sapaannya juga tidak berlebihan, sangat baik. Itu adalah sikap yang menunjukkan bahwa ia mengerti posisinya."

Oh, jadi itu yang ia perhatikan.

Aku sendiri tidak bermaksud membuat urutan seperti istri utama atau istri kedua...

Tidak, bukan itu. Roxy, berpikir bahwa cara itu tidak akan menimbulkan masalah, sengaja melakukannya.

"Soal Eris-san... yah, jika ia seorang pejuang, kurasa mau bagaimana lagi."

"Saya senang Anda bisa memakluminya."

"..."

Wajah Claire tampak seolah ia masih ingin mengomel.

Yah, kuharap ia tidak terlalu banyak mengkritiknya. Eris juga sudah berusaha sekeras yang ia bisa.

"Bagaimanapun juga, Rudeus-san."

"Ya."

"Terima kasih banyak, Anda telah membawa mereka kemari."

Claire berkata begitu, lalu menundukkan kepalanya dengan perlahan.

Ia tidak menyebutkan siapa.

Bukan Norn, bukan Aisha, bukan juga Roxy. Bukan orang tertentu.

Melainkan, semuanya.

Begitu aku mengerti maknanya, aku pun sadar.

Sepertinya, aku memang telah bersikap terlalu waspada.

Seharusnya aku bisa lebih santai, dengan perasaan seperti hendak 'main ke rumah nenek' saja...

Dan beginilah, wisata keluarga kami di Millision pun dimulai.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close