NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Mushoku Tensei: Redundancy Jilid 2 Bab 9

 Penerjemah: Kryma

Proffreader: Kryma


Bab 9 

Pemandian Air Panas


Bicara soal gunung, tentu saja pemandian air panas.

Setelah kejadian itu, kami memasuki kota penginapan, menerobos kerumunan Ras Buas yang berkerumun seperti semut begitu melihat Leo, dan akhirnya tiba di penginapan.

Setelah berkeliling kota penginapan, kami bertemu dengan Talhand dari Suku Tambang (Dwarf) yang sudah kami minta untuk menjadi pemandu. Setelah anak-anak tertidur lelap, kami para orang dewasa pergi ke bar di malam hari dan berpesta.

Setelah menginap semalam, kami berangkat pagi-pagi keesokan harinya.

Dengan panduan Talhand, kami pun tiba di lokasi pemandian air panas.

Aku pernah dengar kalau monster sering muncul di area pemandian air panas, tetapi lokasinya ternyata lebih dekat dari kota daripada yang kuduga. Pemandangannya seolah berkata, 'sebuah lokasi yang tadinya berbatu kini telah terisi oleh air panas berwarna putih susu yang indah'. Dinding batu dibangun mengelilingi area pemandian yang luas sebagai langkah perlindungan terhadap monster.

Jika menengok ke bawah ke arah kami datang, terlihat kota penginapan di kejauhan.

Dengan kata lain, ini adalah pemandian air panas terbuka dengan pemandangan yang luar biasa.

Tentu saja, ini adalah pemandian campur. Akan tetapi, jumlah orang yang berendam sedikit.

Terlebih lagi, tidak ada orang dari ras manusia. Sosok-sosok yang terlihat kebanyakan adalah Suku Tambang (Dwarf), Suku Kerdil (Hobbit), atau berbagai macam Ras Buas. Sepertinya di kalangan ras manusia dan Ras Telinga Panjang (Elf), budaya pemandian air panas tidak begitu populer.

Untuk ras manusia, bahkan kegiatan mengisi bak mandi dengan air panas dan berendam pun sepertinya hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan.

Baiklah, orangnya sedikit.

Ras manusia juga tidak ada. Meskipun begitu, tetap ada laki-laki.

Ada perempuan juga, tetapi ada laki-laki.

Apa boleh aku memperlihatkan tubuh telanjang istri dan anak-anak perempuanku yang tercinta pada laki-laki asing?

Tidak, tidak boleh.

Terlebih lagi kali ini, bukan hanya para wanita dari keluargaku saja.

Ada Elinalise juga. Meskipun dulu ia adalah seorang penari telanjang memesona yang menggemparkan dunia petualang, apa boleh aku melihat tubuh telanjang seorang Elf bertelinga panjang yang memesona yang kini telah menjadi istri orang?

Tidak, tidak boleh.

Maka dari itu, kali ini aku telah menyiapkan yukatabira*.

(TL Note - Yukatabira: Pakaian mandi sederhana dari kain tipis, mirip seperti kimono atau yukata versi ringan, yang digunakan saat berendam di pemandian umum pada zaman dulu di Jepang.)

Itu adalah tunik sederhana yang terbuat dari kain berwarna gelap. Meskipun tidak memiliki ketahanan khusus, pakaian ini memberikan kenyamanan yang alami seperti pakaian renang. Desainernya adalah Aisha Greyrat.

"Kak Aisha, di sebelah sana ada air terjun!"

"Eh? Mana, mana?"

"Itu, lho, Aisha, di sebelah sana."

"Ah, tunggu, Mama!"

Aisha, bersama dengan Eris, Ars, dan Sieg yang bersemangat dengan pemandian air panas pertama mereka, sedang menjelajahi area pemandian yang luas sambil bermain air dengan heboh.

Karena warna kainnya yang gelap, pakaian itu memang tidak tembus pandang, tetapi kain yang basah itu menempel di tubuh mereka, memperlihatkan lekuk tubuh mereka dengan jelas. Sambil tanpa malu-malu memperlihatkan pemandangan seperti itu, mereka pergi ke sana kemari...

Eris mungkin tidak sadar, jadi tidak apa-apa... tapi apa Aisha tidak merasa malu?

Yah, sudahlah. Ini adalah pemandian air panas umum. Selama bagian-bagian penting tertutup, anggap saja tidak masalah.

Yang berpikir ini memalukan, dialah yang seharusnya malu.

Akan tetapi, aku harap mereka tidak mengganggu pengunjung lain.

Pasti ada tata krama bahkan di tempat seperti ini.

"Hei, Mama Biru dulu juga pernah ke sini?"

"Iya. Tapi sudah lama sekali."

"Ceritakan!"

"Baiklah. Ini adalah cerita saat aku baru saja meninggalkan Benua Iblis, kira-kira saat aku baru saja lulus dari status petualang pemula—"

Sambil menggendong Lili, Roxy bercerita pada Lucy.

Clive juga ikut mendengarkan di dekatnya. Wajah Clive yang memerah, apa mungkin karena Lucy yang berpakaian tipis ada di sebelahnya? Tapi, masih terlalu dini bagimu untuk paham soal cinta, Clive-kun.

Baik aku maupun papamu tidak akan merestui cinta yang terlalu dini seperti itu.

"...Jadi, Tuan Hewan Suci, inikah Sang Juru Selamat?"

"Guk!"

"Begitu, rupanya!"

"..."

Sementara itu, Lara dan Leo sedang dikelilingi oleh anggota Ras Buas. Wajah Lara tetap menantang seperti biasa, tetapi ia tampak terganggu. Maklum saja, ini sudah berlangsung sejak mereka berada di kota penginapan.

"Nona Chris, kalau merasa kepanasan bilang, ya. Minumannya juga sudah saya siapkan."

"Hm..."

Lilia sedang menjaga Chris sambil menyuruh Zenith merendam kakinya di air panas.

Awalnya Chris ikut berendam sambil kugendong, tetapi sepertinya ia tidak suka air panas dan langsung naik. Sekarang ia menempel erat pada Zenith.

Yah, tidak akan apa-apa, sepertinya.

"...Haaah! Ini yang terbaik, ya...!"

"Ini pertama kalinya aku minum sake Suku Tambang (Dwarf), tapi keras juga, ya... tapi enak."

Dan begitulah, aku, Sylphie, Elinalise, Cliff, dan Talhand, kami berlima membuat lingkaran di salah satu sudut pemandian dan berpesta minum-minum. Ini adalah sake rahasia Suku Tambang yang kami beli di kota penginapan. Kami meminumnya setelah didinginkan dengan es. Sejujurnya, aku belum pernah merasakan rasa seperti ini dan tidak tahu terbuat dari apa, tetapi sake ini benar-benar enak.

Rasanya lembut di mulut tetapi aftertaste-nya bersih, dan saat melewati tenggorokan, aroma bunga yang lembut menguar.

Sake dingin itu meresap ke dalam tubuh yang terasa panas, lalu perlahan menghangatkan dari dalam.

"Rudy, hei, aku juga mau. Kau yang kasih, ya? Boleh, 'kan?"

Sylphie sudah mabuk dan kini bersandar padaku dengan ekspresi sayu.

Sylphie yang mabuk memang manis seperti biasa. Kata-katanya begitu manis, tidak disangka ia adalah ibu dari dua anak. Ini tidak boleh dilihat oleh anak-anak.

"Ah, tentu saja."

Berendam di pemandian air panas, meminum sake lezat bersama sambil membelai pinggang wanita cantik.

Ini yang terbaik. Inilah surga.

"..."

Begitulah pikirku, tapi...

"..."

Entah kenapa, sejak tadi aku merasa merinding.

"..."

Penyebab rasa dingin ini aku tahu.

Itu adalah pria yang sedang diam-diam meminum sakenya tepat di hadapanku.

Talhand. Salah satu anggota party dari 'Taring Serigala Hitam', kelompok tempat Paul dulu bernaung.

Sebagai seorang petualang Peringkat S, saat ini ia masih terus beraktivitas secara solo. Ia adalah orang yang bisa dipercaya dari segi kemampuan.

"..."

Tidak ada alasan untuk mencurigainya.

Kalaupun ia melakukan sesuatu, aku pasti bisa menanganinya.

Aku juga sudah mewawancarainya secara mendetail dan memastikan ia bukanlah rasul Hitogami.

Tentu saja, ada kasus Gisu.

Orang itu dengan santainya berbohong saat diinterogasi dan mengacaukan segalanya. Jadi ini memang tidak pasti, tetapi jika aku mulai berpikir seperti itu, aku tidak akan bisa memercayai siapa pun. Aku akan memercayai Talhand. Aku sudah memutuskannya.

Tapi, kenapa, ya.

Setiap kali tatapanku bertemu dengan Talhand, punggungku terasa merinding.

Saat dalam perjalanan menuju pemandian air panas pun begitu.

Sambil melindungi kereta kuda yang ditumpangi anak-anak, kami berjalan dengan Eris di depan, Elinalise dan aku sebagai barisan depan, Talhand berjalan tepat di belakang kami, dan bagian belakang kereta kuda dijaga oleh Sylphie dan Roxy. Aku berjalan sambil meratakan tanah dengan sihir tanah agar kereta bisa lewat dengan nyaman, tetapi aku merasakan hawa dingin berulang kali.

Dan setiap kali aku berbalik, Talhand sedang menatapku.

Yah, karena arah jalan kami sama, wajar saja jika tatapan kami bertemu saat aku yang berjalan di depan menoleh ke belakang.

Apa mungkin aku jadi terlalu sensitif karena sedang berjalan bersama anak-anak di tempat yang banyak monsternya?

Begitulah tadinya kupikir...

Tetapi, fakta bahwa tatapannya masih terus mengarah padaku sampai sekarang dan aku masih terus merinding, rasanya tidak masuk akal.

"Anu, ada apa, ya?"

Akhirnya tidak tahan lagi, aku pun bertanya pada Talhand.

"Apanya?"

"Sejak dalam perjalanan, sepertinya Anda terus memperhatikan saya..."

"Ah... bukan apa-apa. Aku hanya berpikir kau sudah mulai mirip dengan Paul. Jadi aku terus memperhatikanmu."

"Seperti ayahku?"

"Iya, saat kau berjalan di depan bersama Elinalise, aku jadi teringat masa lalu. Punggung Elinalise, Ghislaine, dan Paul, suara Gisu dan Zenith dari belakang... masa-masa saat kami menjelajahi labirin sebagai 'Taring Serigala Hitam'..."

Sambil mengelus jenggotnya, Talhand berkata dengan nada penuh kenangan.

Aku tidak bisa melihat punggungku sendiri jadi aku tidak tahu, tapi apa memang begitu, ya.

Tapi, kalau begitu, kenapa aku merasa merinding? Aneh sekali.

"Rudeus, hati-hati, lho. Dwarf yang satu ini, seleranya laki-laki juga."

"Eh?"

Diberitahu begitu oleh Elinalise yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Cliff, aku tanpa sadar berseru.

Mendengar kata-kata itu, Talhand memasang wajah kesal.

"Hei, jangan berkata seolah-olah mengundang salah paham."

Benar juga, ya.

Astaga, Elinalise-san ini. Selalu saja menghubung-hubungkannya dengan hal-hal mesum.

Dasar Elf mesum.

"Aku, hanya suka laki-laki."

Dwarf mesum!

Tidak, tunggu dulu.

Kalau begitu, rasa merinding ini, karena itu? Aku sedang diincar!?

K-Kalau kau macam-macam dengan atashi, Eris tidak akan tinggal diam, lho! Kau akan ditebas jadi dua!

Sambil berpikir begitu, aku tanpa sadar memeluk Sylphie dan bergidik.

Sylphie pun, seolah melindungiku, menatap tajam ke arah Talhand.

"...Tenang saja. Aku tidak akan mengganggu pria yang sudah menikah, ataupun pria yang tidak punya ketertarikan ke arah sana."

J-Jadi Anda bilang Anda punya moral?

Tapi yah, benar juga. Seleranya hanya sedikit berbeda dari orang lain. Zona sasarannya hanya sedikit di luar kebiasaan, dan lebih sempit. Kalau dipikir-pikir begitu, ini normal.

"Tapi, kau tetap saja suka menatap pantat laki-laki, 'kan?"

"'Melihat pantat itu sudah menjadi sifat laki-laki... kau mengerti, 'kan?"

Menanggapi candaan Elinalise, Talhand berkata begitu dengan wajah yang sedikit bingung.

Tentu saja, aku mengerti sifat itu. Karena sejak tadi aku juga sedang memandangi pantat Eris yang berjalan-jalan di dalam pemandian.

Ah, Eris melihat ke sini. Jangan-jangan dia merasa merinding?

Ah, dia menutupi dadanya! Jadi benar dia merasakannya! Tapi kau menutupi bagian yang salah, yang kulihat itu pantatmu, bukan dadamu!

"Fakta bahwa kau mirip Paul dan membuatku bernostalgia itu juga benar, sih... tapi, yah, kalau kau tidak suka, aku akan berhenti."

"Tidak, kalau hanya melihat saja silakan."

"Hoho, kalau begitu maaf, ya."

Talhand berkata begitu sambil menyipitkan matanya, lalu mengambil botol sake.

"Nah, mau tambah segelas lagi?"

"Boleh."

Selera setiap orang memang berbeda. Jika ia sudah bilang akan bersikap dengan bermoral, maka tidak perlu waspada berlebihan. Tubuhku juga tidak akan aus hanya karena dilihat. Yah, meskipun tubuh Talhand kekar seperti beruang, jadi aku mungkin akan merasa minder jika dibandingkan.

"Omong-omong, aku tidak menyangka Anda akan mau menerima permintaan untuk menjadi pemandu kami."

Tiba-tiba Elinalise mengatakan hal seperti itu.

"Apa itu, apa maksudmu?"

"Karena Anda selama ini selalu menghindari pergi ke arah kampung halaman Anda, bukan? Area pemandian air panas ini juga wilayah Suku Tambang (Dwarf), 'kan? Bukankah akan merepotkan jika ada kenalan yang melihat Anda?"

Sepertinya Talhand juga punya masalahnya sendiri.

Kalau dipikir-pikir, di antara mantan anggota party Paul, hanya orang inilah yang tidak begitu kukenal.

Yah, sebagian karena aku tidak begitu tertarik, sih.

"............Hmph. Kau juga, dulu saat masih berpetualang bersama kami, sering bilang tidak mungkin akan terikat dengan satu laki-laki saja, 'kan."

"Jika kita hidup cukup lama, cara berpikir pun bisa berubah."

"Aku juga sama. Karena ini adalah kesempatan yang baik, kurasa sudah saatnya untuk menyelesaikan masalah ini."

"Oh, jantan sekali."

"Aku tidak butuh pujianmu. Aku hanya merasa terlalu menyedihkan karena terus lari dari keluarga selama puluhan tahun setelah melihat kalian semua."

Talhand berkata begitu, lalu menenggak cawannya dengan wajah pahit.

"Kalau begitu, artinya Anda akan pulang ke kampung halaman?"

"Yah, begitulah."

"Nah, Rudeus."

Namaku dipanggil, dan aku pun menatap Elinalise.

Sesaat, aku tidak mengerti kenapa aku dipanggil, tetapi mungkin maksudnya adalah, "Ini kesempatan bagus, minta tolong saja padanya sekarang." Akan tetapi, ia pasti punya urusan keluarganya sendiri, apa tidak apa-apa jika aku memintanya?

Tidak, bertanya saja 'kan gratis.

"Talhand-san. Sebenarnya, saya juga berencana untuk menghubungi Dewa Pertambangan..."

"Dewa Pertambangan?"

"Ya, kalau memang memungkinkan saja tidak apa-apa, tapi saya akan sangat berterima kasih jika Anda bisa sekadar menyampaikan pesan bahwa nanti saya... bawahan Dewa Naga, ingin memberi salam."

Aku tidak tahu posisi seperti apa yang Talhand miliki di kampung halamannya.

Mungkin ia akan terganggu jika kujadikan sebagai perantara. Karena itu, aku memintanya dengan hati-hati.

"Hmm... meskipun begitu, orang itu sulit sekali diajak bicara."

Benar. Orsted juga bilang begitu. Katanya, Dewa Pertambangan itu sulit diajak bicara dan sulit untuk disukai.

Sebagai catatan, hal yang ia sukai adalah sake, batu permata, serta bijih dan logam yang cocok untuk bahan senjata dan zirah.

Tetapi, Orsted bilang, hanya dengan memamerkan hal-hal yang ia sukai saja mungkin tidak akan cukup untuk menjalin aliansi.

"Bahkan jika aku yang meminta, ada kemungkinan ia akan menolak."

"Anda kenal dengannya?"

"Yah, begitulah..."

Talhand mengangguk dengan wajah masam.

Apa mungkin mereka keluarga? Mungkin lebih baik aku menanyakannya pada Orsted saat rapat nanti setelah pulang.

"Saya tidak akan memaksa. Karena Talhand-san juga pasti punya banyak urusan."

"Yah, bagaimana, ya..."

Sambil berpikir, Talhand menenggak sakenya.

Dengan wajah yang memerah, ia mengembuskan napas berbau alkohol. Lalu, ia menatapku dengan mata menyipit.

"Yah, biarkan aku berpikir sebentar."

"Saya mengerti. Maaf jika permintaan saya merepotkan."

Saat aku hendak menundukkan kepala, Talhand mengambil botol sake dan mengarahkan mulut botol itu ke arahku.

Mungkin maksudnya, 'jangan minta maaf, minum saja'.

Aku pun menurutinya dan membiarkan cawanku terisi penuh.

Setelah selesai berendam, kami kembali ke kota penginapan.

Kemudian, setelah menyuruh keluargaku menunggu di penginapan, aku, Roxy, Talhand, dan Elinalise pergi keluar untuk mencari lokasi pemasangan lingkaran sihir teleportasi. Rombongan kali ini adalah orang-orang pilihan yang sudah terbiasa berjalan di gunung dan hutan. Eris juga ingin ikut, tetapi aku memintanya untuk tetap tinggal menjaga keluarga.

Untuk saat ini, kami berempat masuk lebih dalam ke pegunungan.

Sedikit lebih jauh dari lokasi pemandian air panas.

Tempat untuk memasang lingkaran sihir teleportasi sebaiknya adalah lokasi yang sepi.

Ariel pernah berkata bahwa suatu saat ia ingin "membuat gerbang teleportasi yang menghubungkan negara-negara besar", dan rencana untuk itu sedang berjalan, tapi... itu masih nanti.

Mencabut larangan sihir teleportasi. Karena masih belum jelas apakah rencana itu akan terwujud atau tidak, lingkaran sihir yang kubuat untuk keperluan pribadi akan kupasang di tempat-tempat yang sepi. Jika terlalu tinggi ada kemungkinan kami akan masuk ke wilayah naga biru, jadi kami tetap berada di area yang masih bisa dijangkau manusia.

"Kurasa di sekitar sini saja..."

Setelah menemukan lokasi yang bagus, saatnya membangun.

Pada dasarnya, aku akan membuatnya dengan struktur yang mirip dengan reruntuhan Ras Naga.

Aku akan membuat empat ruangan, di salah satunya akan kubuat tangga tersembunyi, dan di lantai bawahnya akan kupasang lingkaran sihir teleportasi.

Aku meminta Roxy dan Elinalise untuk berjaga di luar, lalu menggunakan sihir tanah untuk menggali lubang dan membentuk ruangan-ruangan bawah tanah. Untuk urusan interior dan ukuran, aku dibantu oleh Talhand.

Meskipun kubangun di lokasi yang tidak mudah ditemukan, lingkaran sihir yang kupasang di sini terhubung ke kantor.

Akan sangat merepotkan jika sampai ada yang menemukannya.

Maka dari itu, sambil tetap menyamarkannya sebagai reruntuhan biasa, aku akan memasang sesuatu yang terlihat seperti peti harta karun di bagian dalam ruangan agar para petualang yang menemukannya merasa puas. Selain itu, aku juga akan membuatnya agar bisa digunakan untuk beristirahat.

Intinya adalah untuk memberikan kesan bahwa 'ini adalah fasilitas yang dulu digunakan oleh para petualang untuk beristirahat~'.

Dekorasi untuk tujuan itu dibuatkan oleh Talhand.

Seperti yang diharapkan dari seorang Suku Tambang (Dwarf), ia sangat terampil.

Dengan satu buah pahat super keras buatanku, ia mengukir batu dan memberikan dekorasi pada seluruh ruangan agar terlihat kuno.

Saat matahari terbenam, interior bangunan itu sudah memiliki penampilan seolah-olah telah berdiri di sana selama seratus tahun.

"Luar biasa. Dengan begini, siapa pun yang melihatnya tidak akan curiga."

"Hmph, tidak ada lumut ataupun jamur. Orang yang jeli pasti akan langsung tahu."

Oh. Sepertinya sang ahli sedikit tidak puas dengan hasil karyanya.

Meskipun begitu, tempat ini tidak akan ditemukan dalam waktu dekat.

Saat bangunan ini benar-benar ditemukan nanti, ia pasti sudah akan terlihat tua secara alami.

Lagi pula tidak ada yang akan membersihkannya.

"Ngomong-ngomong, ini agak terlambat untuk ditanyakan, tapi apa tidak apa-apa kita membangun seenaknya di sekitar sini? Bukankah ini wilayah Suku Tambang (Dwarf)?"

"Bagi Suku Tambang (Dwarf), gunung adalah milik dewa, dan bangunan adalah persembahan untuk dewa. Siapa pun yang membangun apa pun, kami tidak akan mengeluh."

Begitu, ya.

Kalau begitu, mungkin lebih baik jika kubangun di atas tanah dengan terang-terangan, bukan di bawah tanah. Pintu masuk di bawah tanah malah seperti memberi kesaksian bahwa ada sesuatu yang mencurigakan di sini.

Yah, sudah terlambat juga.

"Kalau sudah selesai, ayo kita pergi."

"Mohon tunggu sebentar."

Terakhir, aku mengaktifkan lingkaran sihir dan berteleportasi.

Aku memastikan bahwa tujuan teleportasinya benar-benar ruang bawah tanah di kantor, lalu kembali.

"Oke."

"..."

"Talhand-san, kalau ada apa-apa, Anda juga boleh menggunakannya."

"Tidak perlu. Aku lebih suka berjalan."

Talhand menggelengkan kepalanya dan berkata begitu. Untuk saat ini, dengan begini lingkaran sihir teleportasi telah selesai.

Tinggal pulang saja.

Keesokan harinya. Kami memutuskan untuk meninggalkan kota penginapan pagi-pagi sekali.

Di sinilah kami berpisah dengan Cliff dan Talhand. Kami menaiki kereta kuda dan mengucapkan selamat tinggal pada mereka berdua.

Sepertinya Cliff akan menyelesaikan peninjauan gerejanya hari ini dan kembali ke Millision dalam beberapa hari.

"Clive. Jadilah anak yang baik, ya."

"Baik! Ayah!"

Cliff tampak berat hati berpisah dengan Clive.

Bukannya mereka tidak akan bertemu selama bertahun-tahun, tetapi berpisah dengan keluarga memang menyakitkan.

"Belajar dan berlatih pedang yang rajin, ya. Dan juga, jangan buat gadis yang kau suka menangis. Bersikap baiklah padanya."

"T-Tidak ada gadis yang kusuka!"

"Kalau begitu, bersikap baiklah pada semua gadis yang menurutmu kau sukai. Mengerti?"

"...Baik."

Cliff menepuk kepala Clive, lalu menoleh ke arahku.

"Rudeus. Untuk beberapa tahun ke depan, aku titip Lize dan Clive padamu."

"Iya, aku mengerti. Cliff-senpai juga semangat, ya."

"Ya."

Seolah berkata tidak ada lagi yang perlu diucapkan, Cliff melangkah mundur.

Fakta bahwa ia tidak banyak bicara mungkin adalah tanda kepercayaan. Aku ingin memenuhi kepercayaan itu.

Yah, Elinalise adalah orang yang bisa diandalkan, jadi tidak banyak yang harus kulakukan.

Benar juga, mungkin tugasku adalah membimbing Clive ke arah yang baik sebagai seorang laki-laki, untuk bersiap-siap jika nanti ia sudah dewasa dan datang untuk meminta restu menikahi Lucy. ...Tidak, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Mungkin cukup dengan membantunya saat ia mendapat masalah saja sudah pas.

Sambil berpikir begitu, aku mendekati Talhand yang sedang berbicara dengan Elinalise dan Roxy agak jauh di sana.

Sepertinya Talhand juga akan kembali dulu ke Millision. Mungkin ia butuh persiapan untuk pergi ke kampung halaman Suku Tambang (Dwarf).

Entah itu persiapan barang, atau persiapan hati.

"Talhand-san, terima kasih banyak."

"Hm."

"Soal keluarga Anda, soal kampung halaman Anda... semoga berhasil."

"Hmph. Dikhawatirkan oleh putra si Paul itu memang sedikit menyebalkan, tapi..."

Di sana, Talhand menatap tubuhku. Aku merasa ia menatapku lekat-lekat, terutama di sekitar selangkanganku.

"Tadi pagi aku sempat berpikir, Dewa Pertambangan itu, kalau kau perlihatkan 'benda itu' milikmu, mungkin dia akan senang dan mau bertemu denganmu."

"Benda itu?"

"Benda hitam dan keras milikmu yang kau tunjukkan kemarin."

"Eh!?"

Benda hitam dan keras yang ada di selangkanganku!?

Apa jangan-jangan: Dewa Pertambangan juga gay?

Lagipula, punyaku tidak sehitam itu. Keras sih, kurasa. Keras, 'kan? Aku tidak pernah membandingkannya dengan orang lain jadi tidak tahu. Roxy, jangan cuma memerah begitu, katakan sesuatu dong. Bilang kalau 'itu milikku', gitu.

"Talhand, kalau hanya 'hitam, keras, dan tebal' kami tidak mengerti. Coba katakan lebih langsung."

"Aku tidak bilang tebal. Itu, lho, itu. Batu yang Rudeus ciptakan dengan sihir tanah."

Batu, ya. Kalau dipikir-pikir, saat membangun kemarin aku memang menciptakan banyak batu hitam.

Jenis yang sangat keras, demi mengejar kekokohan.

Oh, kirain. Cuma batu, ya... Lho, Roxy kok wajahnya memerah. Kenapa, kenapa? Apa yang kau bayangkan? Dasar, Roxy ini bikin malu saja. Yah, aku juga membayangkan hal yang sama, sih.

"Kalau ada contohnya, akan kubawakan dan kumintakan untukmu. Bagaimana?"

"Baiklah."

Aku langsung menggunakan sihir tanah di tempat dan menciptakan sebuah batangan batu.

Batangan yang hitam, keras, dan tebal.

Tentu saja, berat. Panjangnya sekitar lima belas sentimeter, dengan berat mungkin lebih dari sepuluh kilogram.

Berat yang mungkin bisa menipu seseorang jika dilapisi emas. Meskipun karena ini jauh lebih keras dari emas atau platina, kurasa akan langsung ketahuan.

"Apa yang seperti ini cukup?"

"Yang seperti ini justru bagus. Boleh aku minta beberapa batang lagi?"

Talhand menerima sekitar lima batangan dariku, dan sambil menyipitkan mata merasakan beratnya, ia pun mengangguk.

Kurasa lima batang itu sudah cukup berat... apa ini yang namanya petualang veteran, ya.

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik."

Saat Talhand hendak berbalik, Roxy melangkah maju.

"Talhand-san juga, hati-hati di jalan."

"Kau juga, Roxy, jangan sampai sakit."

"Baik."

Talhand berkata begitu dan tersenyum.

Roxy pun, sedikit tersenyum saat berpisah dengan temannya.

Dan begitulah, liburan keluarga kami pun berakhir dengan selamat.

Kalau diingat-ingat, sepertinya isinya hanya pekerjaan saja, tetapi kurasa ini adalah liburan yang menyenangkan. Semoga saja, ini bisa menjadi pengalaman bagi anak-anak, dan menjadi bekal untuk masa depan mereka—

Meskipun aku mencoba terdengar keren, rasanya tidak cocok untukku, ya.

Semoga semuanya tumbuh dengan sehat.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close