NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark
📣 IF YOU ARE NOT COMFORTABLE WITH THE ADS ON THIS WEB, YOU CAN JUST USE AD-BLOCK, NO NEED TO YAPPING ON DISCORD LIKE SOMEONE, SIMPLE. | JIKA KALIAN TIDAK NYAMAN DENGAN IKLAN YANG ADA DIDALAM WEB INI, KALIAN BISA MEMAKAI AD-BLOCK AJA, GAK USAH YAPPING DI DISCORD KAYAK SESEORANG, SIMPLE. ⚠️

Jinseigyakuten Uwakisare Enzai wo Kiserareta Orega Gakuenichi no Bisyoujo ni Natsukareru V3 Prolog

 Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty 


Prolog


── 10 September · Sudut Pandang Ichijou Ai ──


Aku turun dari panggung bersama senpai dan akhirnya bisa menarik napas lega.


"Deg-degan ya."


"Iya."


Kami saling tersenyum, dan benang ketegangan yang menegang pun perlahan terurai. Aku ingin selalu bersama dirinya. Mungkin karena ini cinta pertamaku. Aku sampai sejauh ini benar-benar terhanyut dalam dirinya.


Namun, bersamaan dengan itu, rasa takut pun muncul. Aku telah kehilangan ibu dan ayahku. Aku tidak lagi bisa mempercayai diriku sendiri. Di dalam hatiku, selalu ada kecemasan yang bergetar—apakah orang yang kucintai memang ditakdirkan untuk pergi meninggalkanku.


Aku yakin novel senpai akan semakin populer ke depannya. Itu membuatku bahagia. Tapi sekaligus menakutkan. Mungkin saja, suatu hari nanti aku akan ditinggalkan begitu saja. 


Aku rasa, pada akhirnya aku belum benar-benar melangkah maju. Sejak hari kecelakaan itu, aku terus berhenti di tempat yang sama.


Karena itulah, aku pikir aku tak boleh jatuh cinta pada siapa pun. Dengan keyakinan itu aku menjalani hidup selama beberapa tahun terakhir. 


Namun, seorang pria bernama Aono Eiji bahkan mampu mencairkan hatiku yang sedingin ini. Aku merasa tak akan pernah lagi bertemu dengan seseorang yang bisa kucintai sedalam ini.


Justru karena itu, aku takut kehilangannya.


Mulai sekarang, semuanya akan menjadi sulit. Keluarga Kondou pasti akan mengajukan protes ke sekolah. Bahkan, mereka mungkin belum puas dan akan mengganggu Aono Kitchen atau keluarga senpai. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Dengan cara apa pun, aku harus melindungi tempat yang kucintai dan keluarga orang yang kucintai.


Aku teringat kembali sentuhan saat dia mengantarku tadi. Aku ingin terus menggenggam tangan itu. Betapa bahagianya jika aku bisa menghabiskan waktu di sisinya, saling tersenyum dengan tenang.


Mungkin ini pemikiran yang terlalu seperti dongeng. Tapi inilah yang selalu kuinginkan. Aku ingin memiliki keluarga. 


Aku ingin kembali ke masa ketika aku bahagia. Aku tahu, di mata orang lain, hidupku sekarang pun terlihat berkecukupan. 


Namun, seberapa pun aku diberkahi, aku selalu merasa sendirian. Sampai kecelakaan itu terjadi, aku benar-benar bahagia… tapi pada hari itu, semuanya berakhir.


Apa yang seharusnya kulakukan waktu itu?


Meski tahu tak akan menemukan jawabannya, aku terus memikirkannya.


Namun, aku tidak ingin kehilangan dirinya. Perasaan posesif seperti itu muncul, membuatku membenci diriku sendiri.


Dan akhirnya, aku memikirkan hal yang sebenarnya tak ingin kupikirkan.


Apakah aku benar-benar pantas dicintai oleh seseorang? 


Semakin kupikirkan, semakin aku tenggelam dalam pikiran gelap. Fakta bahwa aku belum bisa menceritakan soal keluargaku kepada senpai pun memperparah pikiran negatif itu. Aku terus berbohong pada orang-orang yang kucintai. 


Aku takut untuk berbicara. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri yang tak mampu melangkah maju pada bagian terpenting.




── Sudut Pandang Kondou ──


"Ayah, tolong aku. Ini jadi masalah besar."


Sial. Memalukan, tapi tidak ada pilihan lain. Aku memutuskan untuk menangis minta tolong pada ayahku.


"Ada apa? Lagipula, bagaimana dengan sekolahmu?"


Tidak apa-apa. Ayahku sama sepertiku—suka perempuan. Bahkan jika dia menganggapku merepotkan, demi melindungi dirinya sendiri dia pasti akan melindungiku dan bergerak.


"Masalahnya…"


Aku menceritakan semua yang terjadi apa adanya.


Bahwa aku terlibat masalah karena urusan asmara dan memukul seorang junior laki-laki.


Bahwa karena kesal, aku menyebarkan fitnah dan hinaan tentangnya di internet hingga membuatnya terisolasi.


Bahwa anggota klub sepak bola yang mengagumiku bertindak berlebihan dan melakukan perundungan terhadap junior itu.


Dan bahwa semua itu mulai terungkap sebagai kasus kekerasan, hingga polisi menghubungi pihak sekolah.


Sambil mengatakannya, darah di wajahku sendiri terasa menghilang.


"Di saat genting menjelang pemilihan wali kota… Ini bahkan bisa berakibat lebih fatal daripada masalah hotel kemarin! Itu harus dihindari bagaimanapun caranya! Tapi tetap saja, kenapa bisa sampai seperti ini?"


"Tapi, belum ada pergerakan besar. Jadi masih aman. Ayah, tolong aku."


Kalau sudah sampai sini, ayah pasti akan menekan pihak sekolah dan mencoba menutupinya.


Kalau itu gagal, dia pasti akan mengancam keluarga Aono dengan kekuasaan dan uang, lalu memaksakan penyelesaian damai. Jika polisi sudah bergerak, berarti pihak sana telah melapor. Tapi ayah pasti bisa mengatasinya.


Belum jelas apakah ada bukti kuat bahwa akulah pelakunya. Kalau tidak ada, tinggal tekan saja dan pura-pura tidak tahu. Benar juga. Kenapa aku sampai panik? Sebagai orang kelas atas, masalah segini masih aman. Aku terlalu takut.


"Kalau masalah ini sampai keluar ke publik, kau dan aku tamat. Dengarkan baik-baik, jangan lakukan hal bodoh lagi. Jangan sampai menghalangiku. Sisanya, serahkan padaku. Kebanyakan masalah bisa diselesaikan dengan uang dan kekuasaan."


Ayah menegaskannya. Menyesali yang sudah terjadi tak ada gunanya. Yang penting adalah apa yang dilakukan selanjutnya. 


Tidak apa-apa. Selama ini aku selalu bisa bertahan berkat kekuatan ayah.


"Baik, aku akan mengurus sekolah. Kau untuk sementara tetap di rumah. Jangan sekalipun keluar."


Seperti dugaan, ayah memang bisa diandalkan. Dengan ini, aku pasti akan selamat.



── Sudut Pandang Ketua Klub Sastra ──


Pelajaran bahasa Jepang yang membosankan pun dimulai.


Aku sama sekali tidak mengerti apa yang ingin diajarkan guru ini kepada kami.


Karena itu, aku membaca buku pelajaran secara asal. Di bagian sastra asing, pengenalan sastra Rusia menarik perhatianku.


Aku sangat menyukai Crime and Punishment karya Dostoyevsky.


"Sedikit dosa bisa ditebus dengan banyak perbuatan baik."


"Karena itu, seorang jenius yang mampu membawa kemajuan besar bagi masyarakat tidak perlu terikat oleh moralitas yang membosankan."


Cara berpikir favoritku.


Sejak kecil aku suka menulis cerita. Dalam lomba karangan bahasa Jepang, aku meraih emas tingkat nasional. Entah slogan atau resensi buku, aku selalu menang. Semua orang memujiku sebagai jenius.


Saat SMP, aku menyadari bahwa dunia ini seperti sebuah cerita. Dengan sedikit campur tangan dariku, nasib orang-orang bodoh bisa hancur dengan mudah. 


Aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri—cukup membuat orang lain melakukannya. Hanya perlu sedikit pengarahan.


Misalnya, jika aku mengatakan pada binatang buas seperti Kondou, "Anak itu lucu, tapi sepertinya dia sudah punya pacar. Katanya pasangan sejak kecil," maka dia—yang suka menghancurkan martabat orang lain—akan bergerak untuk memisahkan mereka. Mudah sekali.


Nasib manusia ada di telapak tanganku. Karena akulah penulis ceritanya.


Kondou adalah mainan yang sangat hebat. Tidak ada tokoh yang lebih mudah dikendalikan darinya.


Dalam hidupku yang selalu mulus, kegagalan pertama datang karena seorang junior bernama Aono Eiji. Aku memanggilnya Eiji-kun dengan akrab, tapi hingga kini aku terus merasa iri padanya.


Dalam hal bakat menulis, aku yakin tak ada tandinganku di generasiku. Namun, dia memiliki bakat yang melampauiku. 


Saat membaca novelnya, keringat dingin mengalir di punggungku. Bagaimana mungkin seorang junior tak dikenal bisa menulis sejauh itu?


Aku iri. Bahkan sempat berpikir lebih baik dia mati saja. Rasanya posisiku runtuh. Karya andalanku tiba-tiba terasa murahan, dan aku menghapus data naskahku sendiri.


Karena itu, aku memutuskan untuk menghancurkan bakatnya. Jenius mudah hancur oleh konflik hubungan manusia—aku tahu betul itu.


Selama bakat itu belum keluar ke dunia, cukup kupangkas saja. Dengan begitu, posisiku tetap aman.


Aku sempat berpikir untuk menjerat dan menjatuhkannya, tapi karena dia punya kekasih sejak kecil dan sifatnya yang tulus, aku menyerah. Itu justru melukai harga diriku lebih dalam. Aku marah karena sebagai perempuan pun aku tidak dipilih.


Sebagai langkah berikutnya, aku menggunakan Kondou. Karena diriku sebagai perempuan ditolak, aku ingin menghancurkan harga dirinya sebagai laki-laki. 


Aku mengarahkan Kondou dengan baik agar mendekati Amada Miyuki. Lalu, pada hari ulang tahun Eiji-kun, aku berniat membuat mereka bertemu diam-diam, memotret mereka masuk ke hotel, dan menyelipkan foto itu di mejanya.


Namun, sesuatu yang lebih menarik terjadi. Tak kusangka mereka akan berpapasan. Takdir memang lucu. Jadi, aku mengubah alurnya menjadi lebih menarik. Aku menghasut Kondou dan membuat Eiji-kun terisolasi.


Omong-omong, aplikasi SNS yang kami gunakan agak khusus. Jika salah satu pihak menghapus riwayat pesan, semuanya akan hilang tanpa jejak. 


Aplikasinya buatan luar negeri, dan server-nya juga di sana, jadi sekalipun ketahuan, polisi tak bisa berbuat apa-apa. Lagipula, ini hanya masalah perundungan. Polisi tak akan sejauh itu. Aku sudah menghapus riwayatnya, jadi begitu Kondou membuka aplikasinya, semua pesan otomatis lenyap.


Sayang sekali. Seberapa pun Kondou mengklaim keterlibatanku, tidak ada bukti. Ditambah reputasinya yang buruk, tuduhan itu tak akan pernah sampai padaku—siswi teladan yang lembut ini.


Eiji-kun juga pasti akan keluar dari klub sastra dan pensiun dari dunia kreatif. Untuk sementara, tujuan awalku tercapai. Ah, menyenangkan sekali.


Dengan ini, tak ada seorang pun yang bisa lari dari skenario yang kutulis.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment

close