NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark
📣 IF YOU ARE NOT COMFORTABLE WITH THE ADS ON THIS WEB, YOU CAN JUST USE AD-BLOCK, NO NEED TO YAPPING ON DISCORD LIKE SOMEONE, SIMPLE. | JIKA KALIAN TIDAK NYAMAN DENGAN IKLAN YANG ADA DIDALAM WEB INI, KALIAN BISA MEMAKAI AD-BLOCK AJA, GAK USAH YAPPING DI DISCORD KAYAK SESEORANG, SIMPLE. ⚠️

Jinseigyakuten Uwakisare Enzai wo Kiserareta Orega Gakuenichi no Bisyoujo ni Natsukareru V3 Selingan 3

 Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty 


Selingan 3


── Sudut pandang Kondou (anak) ──


Setelah diperiksa dengan ketat, aku kembali lagi ke ruang tahanan.


Kasus penganiayaan dan perundungan, perusakan fasilitas sekolah, unggahan kebohongan di media sosial, menghalangi tugas aparat…… semuanya diperiksa dengan sangat keras. 


Selain itu, mereka juga menanyai secara rinci apakah masih ada kejahatan lain yang pernah kulakukan. Karena itulah penyelidikan memakan waktu lama, dan aku terus ditahan di sini.


Kenapa semuanya bisa berakhir seperti ini? Bahkan pengacaraku pun meninggalkanku. Rupanya, dia terikat kontrak dengan perusahaan ayahku, jadi katanya dia tidak punya kewajiban apa pun terhadapku sebagai anaknya. 


Terlalu kejam. Saat semuanya berjalan lancar, mereka mendekat dan menjilat, tapi begitu keadaan memburuk, mereka langsung kabur begitu saja.


Ayahku juga tampaknya sedang mengalami banyak masalah—dikeluarkan dari partai dan berbagai hal lainnya. Kata-kata terakhir yang diucapkan pengacara pribadi ayah terus berputar-putar di kepalaku.


"Kalian berdua, ayah dan anak, sudah tamat tidak peduli seberapa keras kalian berjuang."


"Kalaupun aku bisa keluar dari sini, apa aku masih punya tempat untuk pulang?"


Ucapan yang meluncur begitu saja itu membuatku sadar bahwa aku sedang berada di titik keputusasaan yang paling dalam.


Apa aku sudah dibuang? 


Apa aku akan mati sendirian di sini, begitu saja? 


Aku yang selama ini selalu dimanjakan oleh perempuan dan orang dewasa…… sekarang tidak bertemu siapa pun, hanya dimarahi keras oleh polisi, sambil menunggu harga diriku hancur berkeping-keping.


Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku masih punya sepak bola. Kalau aku punya bakat sepak bola, mungkin masih ada jalan keluar. Lagi pula, banyak pemain sepak bola luar negeri yang bermasalah—bahkan pernah ditangkap—tapi tetap bisa kembali berkarir.


Saat aku mati-matian berpegang pada secercah harapan itu, petugas tahanan memanggilku. Sepertinya ada pengacara baru yang datang menemuiku.


Dengan langkah sempoyongan, aku menuju ruang pertemuan untuk menemui pengacara itu.


Seorang kakek renta sudah menunggu di ruang kunjungan.


"Perkenalkan, nama saya Hiramatsu. Saya diminta oleh ibu Anda, dan mulai hari ini saya akan menangani pembelaan Anda. Mohon kerja samanya."


Dari mana pun dilihat, dia tampak sama sekali tidak bersemangat.


Kenapa ibu, bukan ayah? Apa sesuatu telah terjadi pada ayah?


"Kondou-kun, ibumu sangat mengkhawatirkanmu. Jadi, bertahanlah, ya. Yah, mungkin lebih baik kamu mengakui saja semua kesalahanmu. Ibumu juga bilang begitu. Dengan begitu kamu bisa lebih cepat keluar, dan kesannya juga lebih baik. Lagipula, kamu memang melakukan hal buruk, jadi kamu harus bertanggung jawab dengan benar."


Nada bicaranya terdengar nggak peduli, dan kecurigaanku pun semakin bertambah. 


Apa ibu benar-benar mengkhawatirkanku? 


Perempuan itu, yang hampir selalu pergi ke pria lain dan jarang pulang ke rumah. Memilih pengacara pun pasti cuma demi menjaga citra.


Aku tidak dicintai.


"Tidak mau. Aku sama sekali tidak salah. Ayahku bagaimana?"


Pengacara tua itu menatapku dengan wajah sebal, lalu menghela napas.


"Hah… Ayahmu ditangkap gara-gara kamu. Rekaman suara yang berisi ancaman terhadap pihak sekolah dan keluarga korban terkait kasus perundungan dan kekerasan bocor ke publik. Ditambah lagi, partai tempat dia bernaung membuangnya dan mengungkap dugaan dana gelap, tepat di konferensi pers permintaan maaf. Setelah itu, dia langsung ditangkap polisi. Sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi."


"Ayah ditangkap!? Tidak mungkin! Ayah itu warga kelas atas…… tidak mungkin dia ditangkap!"


"Oh, jadi kamu benar-benar percaya istilah ‘warga kelas atas’ yang ditulis di internet itu. Kamu ini benar-benar naif ya. Lagipula, anggota dewan kota tidak punya hak istimewa seperti itu. Ini bakal jadi kasus yang sulit dibela. Ah—pengacara sebelumnya, Sawabe-san, pintar juga kaburnya."


Dengan senyum menyeringai, pengacara itu menghantamku dengan kenyataan yang kejam.


"Aku sudah dijadwalkan mendapat rekomendasi masuk universitas lewat sepak bola……"


"Makanya, itu tidak mungkin. Tidak ada SMA yang mau memberi rekomendasi pada murid yang berbuat kejahatan lalu ditangkap. Secara normal, kamu pasti akan dikeluarkan dari sekolah. Itu sudah tidak bisa diubah lagi, jadi lebih baik kamu menerimanya dan mengaku saja."


Mendengar kata-kata itu, aku memukul keras papan akrilik transparan di ruang kunjungan, mati-matian menolak kenyataan.


"Tidak mau, tidak mau, tidak mau!"


Beberapa petugas tahanan yang panik menarikku dari tempat itu dan langsung membawaku kembali ke sel.


Sementara itu, pengacara yang sama sekali tidak bersemangat itu hanya tertawa mengejek, memandang rendah diriku.


Previous Chapter | Next Chapter

0

Post a Comment

close