-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Make Heroine ga Oosugiru Volume 4 Chapter 2

Chapter 2 - Sedikit Kebaikan


Pelajaran hari Jumat sudah berakhir. Waktunya pulang sekolah.

Aku meletakkan siku di atas meja saat aku teringat percakapanku dengan Teiara-san kemarin.

'-Berada di sisiku.'

Nada bicaranya relatif ringan. Namun, aku dihancurkan oleh maknanya setelah berlalunya waktu.

Aku akan bertanya pada Teiara-san setelah dorongan dari Shikiya-san. Namun, Teiara-san ingin aku berada di sisinya dan memperbaiki hubungan Shikiya-san dan Tsukinoki-senpai.

"... Tidak, tidak mungkin, kan?"

Aku tidak sengaja mengucapkannya di dalam kelas.

Amanatsu-sensei sedang membaca daftar tindakan pencegahan untuk liburan musim dingin. Dia memelototiku.

"Nee, Nukumizu. Kenapa kamu tidak mengatakannya dengan lantang kalau kamu punya masalah? Apa sulit untuk tidak memiliki hubungan yang tidak murni dengan lawan jenis? Apa kamu mau bilang kalau kamu tidak akan melajang di Natal ini? Apa itu yang kamu maksud?"

"Eh? Tidak, bukan itu yang kumaksud."

Aku bergumam. Amanatsu-sensei mendecakkan lidahnya dan membuang daftar tindakan pencegahan liburan musim dingin. Guru kelas yang satu ini memang punya temperamen yang buruk.

"Terserah, kalian bisa membacanya sendiri. Biar kuberitahu sesuatu. Sebenarnya, aku pergi ke pesta pernikahan temanku beberapa hari yang lalu."

Ini adalah awal dari sebuah cerita yang aneh. Suasana di dalam kelas langsung menjadi tegang.

Amanatsu-sensei berbicara dengan senyum cerah yang terpampang di wajahnya.

"Upacara yang luar biasa. Alasan mempelai wanita memutuskan untuk menikah adalah hal terbaik yang pernah kudengar. Dia mengatakan bahwa dia merasa kesepian untuk kembali ke kamar yang kosong dan suram setiap malam. Bukankah itu lucu? Ahaha."

Amanatsu-sensei tertawa. Keheningan gelap menyelimuti ruang kelas.

Sensei tiba-tiba menundukkan kepalanya dan memukul podium.

"... Bayangkan bagaimana perasaan Sensei malam itu saat aku kembali ke kamarku yang kosong dan suram dengan pakaian formalku dengan hadiah di tanganku. Seperti itulah penampilan kalian 10 tahun lagi."

Ada apa dengan kutukan ini?

Sensei mengangkat kepalanya setelah beberapa waktu. Dia kembali ke ekspresi pemakan manusia seperti biasanya.

"Baiklah, bersiap-siaplah untuk pulang setelah semuanya merasa lebih baik! Sensei akan membagikan semua lembar nilai kalian setelahnya. Tidurlah dengan satu mata terbuka akhir pekan ini!"

Ehh, ... apa kita harus menyambut akhir pekan dengan ketegangan seperti itu? Kalau dipikir-pikir, Sensei, apa kau sudah dekat dengan kucing yang baru saja kau pelihara?

Amanatsu-sensei keluar dari kelas. Semua orang meninggalkan tempat duduk mereka. 

Sekarang bukan waktunya untuk mengkhawatirkan hal itu. Yang paling penting sekarang adalah melanjutkan konferensi strategi kita kemarin. Aku harus memanggil Shikiya-san. Yanami sepertinya sudah meninggalkan ruang kelas.

Aku harus pergi ke ruang klub juga. ... Sejujurnya, aku merasa sesak. Tekanannya sangat luar biasa. Aku harus menanyakan apa yang terjadi antara Tsukinoki-senpai dan dia sambil menjaga rahasia Teiara-san-

Dapatkah aku benar-benar menarik langkah agen ganda di sini?

Mata-mata itu luar biasa, bung. Bisakah aku mendapatkan adaptasi anime juga...? [TN: Dia mengatakannya. Bis jadi 2/3 volume lagi ada announcement adaptasi animenya]

Sedikit aroma bunga terbang ke hidungku saat aku berusaha melarikan diri dari kenyataan.

Novel ringan BGM terputar di kepalaku. Jalan masuk ini tidak diragukan lagi-

"Nukumizu-kun, apa kamu punya waktu?"

-Karen Himemiya. Tokoh utama klasik mengalahkan Sosuke Hakamada dalam waktu 2 bulan, yang tidak dapat dilakukan Yanami selama 12 tahun.

Bintik-bintik cahaya berkilauan di sekitar rambut panjang Himemiya-san. Aku menyipitkan mataku pada senyumnya yang menawan.

"Ah, tentu, ada apa?"

"Bolehkah aku bertanya apakah kamu libur di hari Natal?"

"Eh?"

Dia pasti akan memintaku untuk bekerja di shift-nya jika aku bilang aku bebas di sini. Aku tahu ini karena aku selalu menjelajahi web.

"Bekerja paruh waktu dilarang di sekolah kami. Membantumu sedikit-" 

"Eh? Ayolah, Nukumizu-kun bercanda lagi."

Himemiya-san menutup mulutnya dan tertawa kecil. Sepertinya itu adalah hal terlucu yang pernah ia dengar.

"Upacara penutupan pada hari Natal, kan? Teman-teman sekelas kita ingin mengadakan pesta Natal. Bagaimana kalau Nukumizu-kun datang dan bergabung dengan kami?"

Aku pikir Yanami telah membicarakan hal ini.

"Baiklah, aku menghargainya, tapi aku sibuk hari itu."

"Sibuk...?"

Aku tidak bohong. Kaju melakukan yang terbaik untuk merayakan ulang tahunku..

Ada penghitung waktu mundur yang dibuat dengan lampu LED di dinding rumahku. Ini sebenarnya adalah hari yang tersisa sampai hari ulang tahunku. Aku yakin para tetangga berpikir bahwa keluarga kami sangat menyukai Natal.

"Nukumizu, kau sibuku di hari Natal?"

Orang yang duduk di sebelah Himemiya-san adalah Sosuke Hakamada. Ekspresi penyesalan muncul di wajah pria tampan itu.

"Yah, ... maaf, ada sesuatu yang harus aku lakukan hari itu."

"Tidak masalah kalau kau datang di tengah-tengah acara. Datanglah sebentar saja."

"Eh, tapi-"

"T-Tunggu, Sosuke!"

Himemiya-san buru-buru menghentikan ajakan Sosuke.

"Ada apa, Karen?"

"Dengar, Anna-chan juga bilang dia tidak tahu apakah dia bisa datang, kan? Mungkin..."

"Ah, benar. Maaf."

"Sosuke tidak peka seperti biasa."

Himemiya-san mengatakan itu sambil tersenyum dan mencium pipi Hakamada.

Aku merasa kesalahpahaman yang menjengkelkan ini muncul begitu saja. Dan juga, bisakah kalian berdua berhenti bermesraan di depanku?

"Yah, rencana Natal-ku tidak ada hubungannya dengan Yanami-san-"

Aku menjelaskan dengan harga diriku dipertaruhkan. Kemudian, BGM yang selama ini terputar di benakku tiba-tiba berubah.

Berubah menjadi sebuah melodi yang menakutkan.

Dimensi Himemiya yang berkilauan dengan cepat ditelan kegelapan.

Tidak ada orang lain yang bisa melakukan ini. Sebuah bayangan suram membayangi Himemiya-san.

"Kamu masih di sini..."

"Kya!"

Himemiya-san berteriak dan memeluk Hakamada.

Bayangan itu dilemparkan oleh Shikiya-san. Dia goyah saat berdiri di depanku.

"Aku ada ... sesuatu yang penting yang harus kulakukan ... hari ini."

Shikiya-san memiringkan kepalanya dalam-dalam.

"Maaf... karena... melanggar janji kita terus-menerus."

"Eh? Yah-"

Janji? Apa itu berarti kita tidak akan mengadakan rapat strategi hari ini?

"Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Sampai jumpa minggu depan."

Aku hendak berdiri. Shikiya-san mencondongkan wajahnya ke arahku di atas meja.

Wajahnya hampir menyentuh keningku. Dengan panik aku duduk kembali.

"Err, baiklah-"

"Sebagai gantinya, ... apa kamu ada waktu luang di hari Minggu sore ini...?"

Pada dasarnya, aku selalu punya waktu luang.

Aku mengangguk dalam diam. Shikiya-san berdiri, dia tiba-tiba berjongkok dan membanting wajahnya ke meja.

"Naik ke atas, ... melelahkan ..."

"Kau naik ke lantai dua, kan? Sini. Aku akan membantumu. Berdirilah pelan-pelan. Baiklah, pegang erat-erat dan bangunlah."

... Aku sudah terbiasa merawat gadis ini. Dahiku sudah penuh dengan keringat saat dia akhirnya berdiri. Shikiya-san menyeka dahiku dengan saputangannya saat aku mencari-cari di saku.

"Ah, terima kasih."

"Baiklah, hari Minggu, ... Aku akan menunggumu di tempat lama itu..."

Shikiya-san berjalan goyah saat dia meninggalkan ruang kelas.

Hmm? Dimana tempat yang lama itu? Aku tidak begitu paham. Ah, aku harus memberitahu Yanami dan Komari apa yang terjadi dan konferensi hari ini juga dibatalkan. Sungguh menyedihkan.

Baiklah, ayo kita ke ruang klub dulu.

Aku menaruh tasku di pundakku. Himemiya-san dan Hakamada menatapku sambil berpelukan.

"Eh, ada apa?"

"Nukumizu. Gadis itu siswi kelas dua di OSIS, kan? Kalian berdua cukup dekat."

"Itu tidak benar. Dia selalu seperti itu."

Hakamada tampak bingung.

"Dia selalu begitu lengket?"

"Bahkan aku juga merasa malu."

Keduanya saling merangkul satu sama lain dan tertawa kecil.

Aku berhasil menahan kalimat berikut ini di tenggorokanku.

-Sepertinya kalian berdua yang harus berkaca pada diri sendiri.

* * *

Ini adalah koridor gedung sekolah bagian barat. Aku memeriksa layar notifikasi smartphoneku. Shikiya-san membalas pesan di Line.

Hmm, konferensi strategi di kafe permainan papan pada hari Minggu jam 3 sore?

Meskipun dia bilang kita tidak perlu khawatir tentang uang, agak berlebihan jika dia terus membayar untuk kita padahal dia sudah melakukannya terakhir kali. Ayo kita bawakan gadis itu makanan penutup. Aku harus memperhatikan dan tidak membiarkan Yanami melahapnya.

< (Nukumizu) Mengerti.

Aku mengirim pesan padanya. Kemudian, sebuah pesan baru segera masuk ke layar.

Bukan balasan dari Shikiya-san, tapi Teiara-san yang mengirim pesan padaku.

< (Teiara): Aku ingin mendiskusikan sesuatu denganmu. Hari Minggu jam 3 sore. Aku akan menunggumu di karaoke sebelum Stasiun Toyohashi.

... Kenapa karaoke?

Dia dengan sopan mengirimiku lokasinya. Namun, waktu pertemuannya sangat dekat dengan Shikiya-san. Ini akan sangat merepotkan. Aku ingin menolaknya, tapi aku menghentikan jariku untuk mengetik jawaban.

... Tunggu, dia pasti akan meminta waktu lain meskipun aku menolaknya di sini. Bagaimana kalau aku datang lebih dulu dan kemudian kabur dengan alasan ada pertemuan lain?

Aku rasa dia tidak akan menolaknya jika aku mengatakan itu adalah janji dengan OSIS.

Aku membuka pintu ruang klub sambil tersenyum. Yanami dan Komari ada di dalam.

"Otsukare."

Mereka sedang berdebat sengit tentang apakah Pretz atau Pocky yang lebih baik. Aku menceritakan rencana akhir pekanku kepada mereka dan mereka hanya menatapku dengan tatapan dingin.

"Setelah makan crepes dengan Basori-san, kali ini kita akan pergi ke karaoke? Nukumizu-kun, tidakkah kamu sedikit mencampuradukkan tanggung jawab dan hobimu?"

Yanami mengarahkan Pretz-nya ke arahku.

Aku adalah pahlawan kesepian yang berjuang untuk mengambil kembali doujinshi. Bukankah perlakuannya yang tidak masuk akal terhadapku sedikit keterlaluan?

"Lebih nyaman bertemu satu sama lain sendirian di karaoke, kan? Mungkin ada kenalan yang melihatku jika kita memutuskan untuk bertemu di kafe."

"K-Kenapa kamu menemuinya sendirian?"

Komari menggigit Pocky dan memelototiku.

Aku tidak bisa mengatakan apa yang sudah kujanjikan pada Teiara-san. Aku tergagap.

"Yah, ... itu sedikit merepotkan. Selain itu, aku tidak bisa membiarkan seorang gadis masuk ke kamarku begitu saja."

"Loh 'kan aku udah pernah masuk ke kamarmu.."

Yanami mengunyah Pocky dan Pretz. Mata Komari melotot.

"Eh!? Y-Yanami, kamu pergi ke rumahnya?"

"Yup, Nukumizu-kun memaksaku. Jahat sekali, kan? Padahal aku juga seorang gadis."

Entah kenapa, Yanami berbicara dengan manis. Dia baru saja secara terang-terangan merusak fakta.

"Yanami-san kau datang hanya untuk liburan musim panas, bukan? Selain itu, Asagumo-san juga ada disana saat kau berada di kamarku."

"Ah, sekarang aku ingat. Kamu bahkan tidak membagikan makanan penutup pada dua gadis manis. Komari-chan, bisakah kamu percaya itu?"

"A-Ah, apakah makanan penutup sepenting itu..?"

Komari benar. Yanami mengangguk dan membuka bungkus Pretz berikutnya.

"Cowok harus bisa diandalkan. Pastikan kamu ingat itu, Komari-chan."

"Berhentilah berkata omong kosong pada Komari. Lagipula, aku akan menemuinya sendirian."

"Tapi Shikiya-senpai juga memanggilmu, kan?"

Yanami tampak kesal. Ia mengukur panjang Pretz dengan jarinya.

"Nee, apa menurutmu aku bisa menghabiskan ini dalam satu gigitan tanpa merusaknya?"

"Huhh, ayo kita bertemu di kafe permainan papan yang kita datangi beberapa hari yang lalu pada pukul 15.00. Dan juga, tolong kunyah Pretz-nya dengan benar."

"J-Jadi, apa kamu akan datang?"

Kekhawatiran tergambar jelas di wajah Komari.

"Aku berjanji untuk bertemu Basori-san pada pukul 2 siang di Stasiun Toyohashi. Aku bisa datang jika kita selesai dalam waktu 30 menit. Kita harus berbicara dengan Shikiya-san segera setelah itu."

"Ah, aku harus berkumpul dengan teman-temanku. Jadi, aku tidak bisa datang."

Yanami berbicara dengan tenang.

"Eh, begitu? Kalau begitu, kau bisa datang sendirian 'kan, Komari."

"T-Tapi Nukumizu tidak akan terlambat, kan...?"

Hmm, aku hampir yakin aku akan terlambat jika aku harus berbicara dengannya dan kemudian naik kereta. Kalau begitu, Komari dan Shikiya-san akan sendirian...

"Aku pasti tidak akan terlambat. Dengar, apa aku pernah berbohong padamu sebelumnya?"

"C-Cukup adil."

Lihat? Aku berbohong padamu sekarang.

"Bagaimana kalau aku bertanya pada Remon-chan saja?"

Yanami tergagap saat ia mengunyah dan berbicara. Apa gadis ini baru saja menghabiskan Pretz dalam satu gigitan tanpa merusaknya...?

"Y-Yakishio?"

"Dia dilarang ikut kegiatan klub sekarang. Dia pasti akan datang jika dia bebas."

Meskipun tujuan dari pelarangan kegiatan klub adalah belajar, tidak ada yang akan berubah karena dia tidak akan melakukan itu.

"Kalau begitu, bolehkah aku mengirim pesan padanya? Apa itu tidak masalah bagimu juga, Komari?"

"I-Iya, silakan."

"Kalau begitu sudah diputuskan. Basori-san dan aku akan mengunjungi karaoke. Lalu aku akan bertemu dengan Komari. Yakishio dan Komari bisa berkumpul di kafe permainan papan pada jam 3 sore. Bagaimana?"

Kurasa aku sedang sibuk akhir-akhir ini.

Kalau dipikir-pikir, kami berencana untuk menyelesaikan majalah klub kami tahun ini. Bisakah kita benar-benar melakukannya?

"Kita tidak punya waktu untuk bermain-main..."

Komari dan Yanami menatapku. Mereka bergumam.

"A-Aku tidak berencana untuk bermain-main sejak awal."

"Eh?"

"Kita akan mengambil kembali doujinshi Tsukinoki-senpai, kan? Jangan lupa tujuan kita."

... Aku tidak lupa. Percayalah. Serius.

* * *

Hari Minggu.

Setelah sarapan aku berada di kamarku, menyilangkan tangan ke arah pakaian di tempat tidurku.

Ini adalah debut karaoke pertamaku.

Apalagi orang yang akan kutemui adalah Teiara-san. Dia adalah teman sekelasku.

Aku tidak berpikir itu benar, tapi beberapa rumor mengatakan ini adalah-

"Mungkinkah ini masa populerku...?"

Seseorang memanggilku saat aku bergumam.

"... Onii-sama, ini tehmu."

Kapan kau datang ke kamarku? Kaju tersenyum dan mengangkat piring berisi secangkir teh.

"Oh, Kaju 'ya? Makasih. Taruh saja di sana."

Kaju meletakkan teh di atas meja dan memiringkan kepalanya tak percaya.

"Ada apa dengan semua pakaian di tempat tidur?"

"Aku mau pergi keluar. Menurutmu pakaian apa yang harus aku pakai? Bagaimana dengan yang satu ini?"

Aku meraih sesuatu. Ini adalah harta karun istimewa dengan ilustrasi kutu kayu.

"Apa itu serangga pil?"

"Ini adalah kutu kayu karena tidak bisa meringkuk. Kau bisa membedakannya dari bagaimana bagian tubuh mereka saling tumpang tindih."

"Oh, begitu. Aku tidak tahu tentang itu. Onii-sama, etiket fashion melarang memakai kaus di bulan Desember. Bagaimana dengan kemeja berkerah?"

Eh, ada aturan seperti itu? Aku rasa itu tidak bisa dihindari jika ini tentang etiket. Aku membuka kemeja yang baru saja aku beli.

"Bagaimana dengan yang ini? Seluruh bagian kemeja ini dicetak dengan koran berbahasa Inggris-"

"Pakai saja kemeja yang sederhana ini, oke? Corak adalah hal yang tabu menjelang Natal."

Bahkan ada aturan seperti itu...? Fashion itu rumit, bung.

"Kurasa aku akan memakai celana ini."

"Ara, apa ini celana jeans denim?"

"Bukankah celana jeans ini sedang trendi? Motifnya menyerupai noda cat. Ada rantai di bagian pinggangnya juga..."

"Memang, itu bagus. Namun, mengenakan celana jeans akan membuatmu menjadi sasaran dari setan di Festival Hantu. Jadi, ayo kita pakai celana chino saja."

Festival Hantu. Itu adalah tradisi di Toyohashi di mana hantu-hantu berparade di jalan-jalan dan menyemprotkan garam ke penduduk.

"Festival Hantu ada di bulan Februari, kan?"

"Ini adalah acara spesial akhir tahun. Tidak enak rasanya jika orang-orang menyemprotkan garam ke arahmu saat keluar rumah, bukan?"

Memang, aku tidak ingin mengkhawatirkan hal itu saat aku keluar rumah.

Kaju memindahkan semua pakaian cadanganku. Dia menaruh baju itu di dadaku.

"Nah, bagaimana kalau kamu memakai kardigan coklat dengan kemeja ini? Aku akan membawanya nanti."

"Kenapa Kaju punya itu?"

Kaju memberikan senyuman atas pertanyaanku.

"Wajar jika seorang adik mendandani kakaknya. Lihat, bukankah itu yang terjadi di light novel yang kupinjamkan padamu tempo hari?"

Itu dari novel ringan. Itu tidak bisa dihindari.

"... Ngomong-ngomong, Onii-sama, kamu akan bertemu dengan seorang gadis setelah itu, kan?"

"Eh, bagaimana kau tahu?"

Kaju mendekatiku dengan mata berbinar setelah mendengar itu.

"Iya, aku sudah tahu! Ini pasti kencan, kan? Apa dengan Yanami-san? Atau Komari-san- bukan, gadis lain 'kan?"

"Tunggu, tunggu, ini bukan kencan. Aku hanya akan mengobrol dengannya sebentar."

"Tapi, tapi! Kalian hanya berduaan, kan? Jika bisa, Kaju ingin ikut dan mewawancarainya-"

"Bukan begitu. Aku juga harus bertemu dengan orang lain setelah itu."

Aku menyelipkan hal itu. Senyum cerah Kaju menghilang.

"... Dua kali lipat."

"Eh?"

Kita tidak sedang membicarakan bisbol, kan? Kaju perlahan menggelengkan kepalanya.

"Aku mengerti dunia tidak akan membiarkan Onii-sama sendirian, tapi aku tahu apa yang akan terjadi setelah kencan beruntun. Saranku adalah setidaknya kamu harus memindahkan satu kencan ke kencan lain."

Saran macam apa itu?

"Banyak yang harus kita diskusikan mengenai kegiatan klub. Ayolah, Onii-chan mau ganti baju dulu. Jadi, bisa Kaju keluar dulu?"

"Tapi Kaju tidak keberatan, kau tahu?"

"Onii-chan keberatan. Baiklah, pergilah ke luar."

"Nya!"

Aku menggendong Kaju dan membawanya ke luar sebelum mengganti pakaianku. Kemudian, kata-katanya tadi melintas di kepalaku.

-Kencan biasanya merujuk pada pria dan wanita yang pergi bersama.

Tidak, tapi Yanami mengajakku jalan dan kami bertemu selama liburan musim panas. Rasanya sama sekali tidak seperti kencan. Memang, ada atau tidak adanya perasaan romantis itu penting.

Namun, jika memikirkan hal ini dengan cara lain, jika Basori-san memiliki perasaan romantis sekecil apapun-

Orang itu memberikan perasaan yang sama seperti Yanami.

Aku menyingkirkan pikiran jahatku dan mengancingkan kancing bajuku. Kemudian, aku melihat celana jeans yang menempel di sisi tempat tidur.

Keren juga. Pilihan adikku memang terbaik...

* * *

Toko Buku Seibunkan yang terkenal di depan stasiun. Saat ini, aku sedang berada di ruang karaoke di dekatnya.

Waktu yang tertera di jam tanganku menunjukkan pukul 13:05.

Memang, aku tiba 1 jam lebih awal sehingga tidak ada yang tahu tentang debut karaokeku.

"... Hampir saja."

Jebakan pertama adalah minuman. Anggota staf dengan ramah menjelaskan tentang bar minuman kepadaku ketika aku hendak meminta cola di resepsionis.

Ini pertama kalinya aku mengetahui bahwa aku bisa memilih jenis karaoke. Aku bisa saja mati seketika jika itu bukan latihan.

Aku mendongak setelah melihat sekilas ke arah menu. Ada sebuah gagang telepon di dinding.

Begitukah cara orang memesan? Haruskah aku berlatih menggunakannya?

Tanpa sadar aku mengangkat gagang telepon. Sebuah suara terdengar di detik berikutnya.

"Halo, di sini resepsionis!'

Tunggu, langsung di angkat!?

Kupikir aku harus menekan tombol panggilan dulu.

"Halo!? Apa Anda ingin memesan?"

"Ah, aku pesan yang sedang trend. Ah ya, yang itu."

Aku meletakkan kembali gagang telepon. Keringat menetes di dahiku.

Kekuatan mentalku mencapai batasnya. Aku berlari meninggalkan ruangan dan menuju ke bar minuman.

Namun saat itu, ada seseorang di depan mesin jus. Aku hanya bisa menunggu di belakang dengan bingung.

Gadis di depan tampak memegang gelas di kedua tangannya.

Dia menuangkan jus ke dalam salah satu gelasnya dan menenggak gelas lainnya. Kemudian, dia meminum jus yang baru saja dia tuangkan dan mengisi gelas satunya. Sebuah mesin gerak abadi telah selesai dibuat.

Hmm? Dia minum banyak sekali. Rambutnya yang agak panjang membuatku merasa pernah melihatnya di suatu tempat...

Gadis itu berbalik sambil minum cola.

"Oh, Nukumizu-kun toh. Jadi, gimana? Apa ada kemajuan?"

"... Yanami-san, kenapa kau ada di sini?"

Sial, aku lengah karena gaya rambutnya terlihat berbeda dari biasanya.

"Imouto-chan bilang Nukumizu-kun pergi keluar dengan penampilan keren. Ini masih terlalu pagi. Aku yakin kamu sedang mempersiapkan kencan karaoke, kan? Oh, benar ya."

Dia benar secara keseluruhan. Jujur saja, aku benci mengakuinya.

"Ini bukan kencan, tapi ini pertama kalinya aku datang ke karaoke. Aku ingin membuat rencana terlebih dahulu."

"Ya, iya. Aku juga melakukan pemeriksaan awal ketika aku pergi berkencan dengan Sosuke. Ngomong-ngomong, dimana ruanganmu?"

"Eh, apa kau ikut juga, Yanami-san? Bukankah kau bersama teman-temanmu?"

"Masih ada waktu. Apa kamu keberatan jika aku bergabung denganmu?"

Semuanya menyebalkan.

Yanami dengan paksa mengikutiku ke ruanganku. Dia duduk di sofa dan melihat sekeliling. 

"Sosuke dan aku datang ke toko ini juga. Tepatnya di ruangan ini saat itu."

Ekspresi Yanami berubah menjadi gelap.

"Oh, begitu, ... saat itu, ... begitu."

Tolong berhenti datang ke sini dan menyalakan saklar anehmu. Aku buru-buru mengganti topik pembicaraan.

"Lihat, ada banyak hal dalam menu ini, kan? Yanami-san, apa kau punya rekomendasi?"

"Kami makan kentang goreng bersama. 'Anna kau makan terlalu banyak, kan?' Sosuke selalu bercanda."

Aku bertanya-tanya apakah aku harus membencinya. Kemudian, seseorang mengetuk pintu. Seorang anggota staf masuk.

"Terima kasih sudah menunggu. Ini pesananmu."

Sesuatu yang luar biasa telah diletakkan di atas meja.

Cahaya kembali ke mata Yanami setelah melihat makanan yang ditumpuk.

"... Eh? Nukumizu-kun, apa kamu tahu aku akan datang? Atau apa kamu menantikan kedatanganku?"

"Hah? Tidak, siapa juga yang menunggumu."

"Oh, begitu. Kamu kesepian, ya? Nggak usah malu-malu~ Maaf, ya. Seharusnya aku menemanimu dari awal."

Suasana hati Yanami pulih sepenuhnya. Dia memasukkan roti ke dalam mulutnya. Aku tidak bilang kau boleh memakannya.

"Tidak, aku sudah sendirian sejak awal."

"Lalu kenapa kamu memesan itu? Ini akan menjadi dingin sebelum Basori-san datang, kan?"

Pipi Yanami terasa sesak. Dia memiringkan kepalanya.

Aku mengangkat telepon, menyambungkannya ke resepsionis, menanyakan sesuatu secara acak dan inilah yang kudapat-ya, aku terlalu malu untuk mengatakannya.

"Sebenarnya, aku bertanya-tanya apakah Yanami-san akan datang."

Aku segera berubah pikiran dan menjawab. Yanami memberiku acungan jempol dengan cola di tangannya.

"Aku suka jawabanmu. Baiklah, Onee-san akan mengajarimu banyak hal."

Yanami mengambil remote dan mulai menekan layar dengan pena sentuh.

"Kontrol dasar bisa dilakukan dengan remote. Mari kita membiasakan diri dengan ini terlebih dahulu, hmm?"

"Eh, jadi aku bisa memilih lagu atau sesuatu, kan?"

"Yup, kamu bisa mencari lirik dengan ini. Kamu juga bisa mengubah kunci saat bernyanyi."

Bukankah remote ini terlalu canggih?

"Kalau begitu, bagaimana dengan yang ini?"

"Hmm, itu-"

Inilah awal dari seminar karaoke Yanami. Di luar dugaan, penjelasannya lebih mudah dipahami daripada yang kuduga. Gadis ini mungkin cocok untuk melakukan presentasi tentang hobi bagi orang dewasa yang lebih tua. Aku rasa dia akan mendapatkan banyak permen dari mereka.

"Baiklah, hanya itu yang kamu perlukan agar tidak mempermalukan dirimu sendiri."

Yanami berdiri setelah berbagi pemikiran dan pengalamannya tentang karaoke. 

"Kita masih punya waktu, kan? Mari kita menyanyikan beberapa lagu, hmm?"

Aku memeriksa jam tanganku. Sekarang pukul 1:40 siang. Hanya tersisa 20 menit lagi.

"Tapi Basori-san mungkin akan datang lebih awal. Dia gadis yang serius."

"Hmm? Apa maksudnya?"

Yanami memegang mix dengan kedua tangannya. Ia tampak terkejut.

"Eh, ... Aku yang akan membayarnya. Jadi, sudah waktunya kau kembali, kan?

"... Ho."

Dia kenapa.sih? Yanami mengeluarkan suara seperti burung hantu.

Oh, begitu. Apa karena aku tidak berterima kasih padanya dengan benar? Sopan santun itu penting, bahkan jika kita berbicara tentang Yanami di sini. Aku menundukkan kepalaku.

"Terima kasih atas bantuannya hari ini. Aku sangat menghargainya. Pastikan kau tidak melupakan barang-barangmu."

Baiklah, aku sudah berterima kasih.

Aku bahkan mengingatkannya untuk tidak meninggalkan barang-barangnya. Bahkan kupikir aku melakukannya dengan cukup baik.

".........."

"Um, Yanami-san?"

Yanami menggumamkan kata "ho" lagi. Dia memelototiku dengan tajam seolah-olah dia adalah burung hantu sebelum meninggalkan ruangan.

... Apa itu tadi? Mungkin dia marah karena tidak ada makanan penutup.

Soal Yanami-san kita pikirkan nanti. Lebih penting lagi, Teiara-san bentar lagi datang.

Aku mengiriminya pesan Line nomor ruangan setelah membersihkannya.

Aku tidak terbiasa menggunakan email. Aku hanya menggunakannya untuk mendaftar majalah dan situs.

Akhirnya, aku menemukan tombol kirim. Aku menekannya dengan hati-hati.

* * *

Seseorang mengetuk pintu tepat pukul 2 siang.

Teiara-san masuk ke dalam ruangan. Ia duduk di sofa yang diduduki Yanami beberapa saat yang lalu.

"Maaf sudah menunggu, Nukumizu-san."

"Tidak, aku juga baru saja tiba."

Aku melirik ke arah Teiara-san. 

Dia mengenakan gaun biru tua dengan kerah putih. Alih-alih kencan, ia lebih terlihat seperti pergi ke pesta pernikahan kerabatnya.

"Ada apa? Menatapku terus."

"Bukan apa-apa. Mengapa kita datang ke karaoke dari semua tempat?"

"Kita bisa menghindari orang lain dan tidak membuatmu mendapatkan ide yang kacau. Para staf juga akan berada di sini. Ini adalah istana yang bagus untuk diskusi pribadi."

Teiara-san membusungkan dadanya, yang ukurannya sesuai dengan usianya. Gadis ini tidak sopan seperti biasanya.

"... Oh, begitu. Apa kau mau minum?"

"Tidak, terima kasih. Aku sudah membawa sebotol air."

Eh, lagi? Apa lagi? Aku merasa tidak percaya. Teiara-san memelototiku.

"Pengaturan tempat di karaoke dimaksudkan untuk mengurangi kontak dengan orang lain sebanyak mungkin. Aku tidak ada di sini untuk bermain hari ini."

Teiara-san meletakkan sebuah brosur warna-warni di atas meja.

"Apa ini- brosur untuk sekolah cram?"

"Nee, Nukumizu-san. Kamu berada di sekolah yang sama dengan mereka berdua beberapa hari yang lalu, kan? Kuharap aku bisa mendapatkan referensi darimu jika memungkinkan."

Eh, bukankah kita seharusnya membicarakan Shikiya-san dan Tsukinoki-senpai hari ini? Ya, dia memang bertanya padaku tentang belajar, tapi ini cukup membingungkan ...

"Aku di sini bukan untuk membicarakan tentang sekolah menjejalkan. Kalau kau ingin lebih jelasnya, aku bisa bertanya pada mereka berdua."

"Tidak, mereka berdua adalah orang yang baik. Mendekati mereka didepanmu adalah sedikit, ...y-yah, aku tidak akan banyak bicara karena ini adalah masalah diluar sekolah!"

... Ini tidak bisa dihindari. Aku membuka brosur sekolah yang menjejalkan itu.

"Dibandingkan dengan web, aku lebih suka pelajaran tatap muka di kelas. Itu sebabnya aku suka sekolah menjejalkan ini. Ada banyak ruang belajar dan materi juga."

"Oh, begitu. Aku tidak suka dengan pelajaran satu lawan satu. Apa kamu punya pengalaman, Nukumizu-san?"

"Aku tidak pernah berpikir tentang mengajar satu lawan satu. Aku tidak benar-benar ingin berbicara dengan orang asing."

"Kamu tahu guru dari sekolah yang menjejalkan, kan...?"

Aku tahu. Apa itu yang dia pikirkan?

Tetap saja, Teiara-san tidak tampak menakutkan hari ini. Berbeda dengan dirinya di sekolah.

Setelah beberapa saat mengobrol, aku menyadari bahwa dia terkadang juga tersenyum.

... Dari awal gadis ini memang imut, kan? Aku harap dia bisa mempertahankannya.

Aku menatapnya dengan bingung. Teiara-san dan aku saling bertukar pandang.

"Ada apa, Nukumizu-san?"

"T-Tidak, bukan apa-apa. Kalau dipikir-pikir, masih ada waktu yang tersisa."

Aku mengulurkan tanganku ke arah remote. Akhirnya tiba juga saatnya untuk debut karaoke-ku.

Aku teringat ajaran Yanami dalam pikiranku. Memang-


1. Pemula sebaiknya tidak mencoba menyanyikan lagu-lagu romansa.

2. Hindari lagu-lagu anime dengan cara apa pun, bahkan yang terkenal sekalipun.

3. Lagu-lagu meme adalah tentang bernyanyi pada waktu dan tempat yang tepat.

4. Seseorang akan menangis pada saat-saat yang menegangkan karena adanya kesenjangan emosional.

5. Itu sebabnya aku bilang lagu anime tidak akan berhasil.


Apakah lagu anime membunuh orang tua Yanami?

Tapi apa lagi yang bisa kunyanyikan selain itu...? 

Aku ragu-ragu dengan remote di tanganku. Saat itu, Teiara-san mengeluarkan sebuah buku referensi bahasa Jepang dari dalam tasnya.

"Basori-san, apa yang sedang kau lakukan?"

"Aku ingin belajar dulu. Kamu juga, Nukumizu-san. Kenapa kamu tidak mengeluarkan alat tulismu?"

"Eh, kau benar-benar di sini untuk belajar?"

Ekspresi Teiara-san berubah menjadi serius.

"Bukankah kamu bilang aku bisa berkonsultasi denganmu? Menurutmu untuk apa kita kemari?"

Ehh, ... bukankah menurutmu kita seharusnya bernyanyi di karaoke?

Aku terdiam karena malu. Teiara-san memberiku sebuah buku kosakata bahasa Inggris.

"Apa kamu mau menggunakan ini?"

"Ah, tentu saja."

Aku menatap buku kosakata itu seperti yang diperintahkan.

.... Mengapa aku belajar di ruang karaoke dengan gadis lain yang bahkan tidak berteman denganku?

Setelah menghafal kosakata ketiga, aku menutup wajahku dengan buku itu dan mengamati Teiara-san.

Sama seperti di sekolah, rambutnya dikuncir rapi. Dia tidak memakai aksesoris apapun dan juga tidak memancarkan aura gelisah.

Teiara-san hanya menatap tabel penggunaan kosakata dan bergumam. Ini sama sekali tidak terasa seperti kencan.

Setelah beberapa saat, Teiara-san meregangkan punggungnya.

"Aku sedikit lelah. Apa kamu ingin mendengarkan musik?"

"Yah, ... aku ingin membicarakan hal lain."

Aku tidak akan ragu jika ini bukan kencan. Teiara-san menutup buku setelah melihat penampilanku.

"Apa yang kamu maksud tentang Shikiya-senpai?"

Aku mengangguk dengan ekspresi serius.

"Ya, bukankah kau yang menyuruhku untuk menghentikan perseteruan di antara keduanya?"

"Iya. Itu adalah syarat untuk mengembalikan buku itu padamu."

"Kita berdua tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Aku akan jujur dan mengatakan ini. Apa tidak masalah jika kita ikut campur?"

Teiara-san menuangkan teh ke dalam botol minumnya tanpa suara. Dia perlahan-lahan menghirup uap yang mengepul.

Keheningan pun terjadi. Aku mencoba mencairkan suasana dengan berbicara. Dia memotong pembicaraanku.

"... Mereka berdua tidak terlihat saling membenci di mataku."

Teiara-san perlahan menyeruput tehnya setelah mengatakan itu.

Aku berpikir dengan hati-hati tentang bagaimana aku harus menafsirkan kata-katanya.

"Apa itu berarti kau berpikir bahwa mereka berdua bisa mencapai saling pengertian jika mereka berkomunikasi dengan baik?

"Bagaimana aku harus mengatakannya? Aku pikir justru karena mereka saling mengenal satu sama lain, mereka bisa memutuskan hubungan mereka sepenuhnya jika mereka bertemu."

Teiara-san menatap mataku.

"Orang-orang yang menghindari kontak takut hubungan mereka yang samar-samar akan putus jika mereka saling berhadapan. Hal ini cukup umum, bukan?"

Aku menunduk untuk menghindari tatapan Teiara-san.

Aku tahu apa yang dia maksud. Namun-

"Aku masih punya pertanyaan lain. Basori-san, kenapa kau begitu peduli dengan hubungan mereka berdua?"

"Sudah kubilang sebelumnya, kan? Aku tidak ingin terseret ke dalam masa lalu mereka berdua."

"Tapi, jika itu alasanmu, kenapa kau tidak mengabaikan mereka? Tsukinoki-senpai akan segera lulus. Dia bahkan akan menghadapi ujian. Kau bisa meninggalkannya sendirian."

"Mungkin begitu..."

"Kalau kau tidak bisa mengabaikan mereka, itu lebih seperti alasannya berkaitan denganmu, kan?"

"Itu-"

Teiara-san menunduk dan menatap cangkirnya.

"Itu karena Shikiya-senpai... terlihat sangat kesepian saat Koto Tsukinoki mengabaikannya."

Teiara-san meminum tehnya setelah menjawab dengan tenang. 

Kemudian, dia menatapku dengan tatapan provokatif.

"Apa itu tidak cukup menjadi alasan?"

Itu sudah cukup. Aku menggelengkan kepalaku dalam diam.

"Maaf, aku terlalu banyak bertanya. Tapi kuharap kau tidak berpikir terlalu buruk tentang Tsukinoki-senpai."

"Bahkan jika kamu berkata begitu, aku tidak punya alasan untuk memiliki kesan yang baik tentang dia."

"Tentu, dia bisa menjadi sedikit-tidak, cukup kurang ajar kadang-kadang. Dia belajar dari pelajarannya- atau tidak. Maksudku, ada banyak hal baik tentangnya, meskipun tidak terlalu banyak."

"... Aku mengagumi kemurahan hatimu."

Teiara-san menghela nafas dengan takjub.

"Aku benci orang yang ceroboh dan aku juga benci orang yang menyebabkan Senpai yang aku sayangi menunjukkan wajah seperti itu. Juga, aku benci-orang yang merusak nilai-nilaiku lebih dari apapun."

Tidak ada yang bisa kita lakukan tentang perbedaan nilai. Meskipun tidak ada alasan untuk membuat fanfic BL, aku tidak ingin dia berhenti menulis. Aku ingin merahasiakan hal ini jika memungkinkan.

"Aku akan mencoba melakukan sesuatu tentang keduanya. Jangan lupa janji kita tentang doujinshi."

"Hal yang sama berlaku untukku. Aku mohon padamu."

Teiara-san mengembalikan perhatiannya pada buku referensi dalam diam.

... Baiklah, aku akan pergi ketika waktunya tepat.

Aku sedang mencari waktu kereta di smartphonenku. Kemudian, Teiara-san berbicara sambil membaca buku referensinya.

"Tapi aku memang khawatir dengan jadwal yang padat."

Dia membalik halaman setelah mengatakan itu.

"Aku memiliki seorang adik laki-laki. Dia tidak mau masuk sekolah, tidak peduli berapa kali aku mencoba meyakinkannya."

"Kenapa?"

"Dia baru saja bergabung dengan klub sepak bola dan mereka membutuhkan biaya latihan. Keluarga kami juga tidak terlalu kaya."

Dia mengatakan hal itu sambil menyoroti beberapa bagian dalam buku referensi.

"Meski begitu, kupikir dia akan pergi jika aku meminta orang tuaku untuk meyakinkannya. Itu sebabnya, aku ingin menemukan cara yang paling tidak membebani mereka, jika memungkinkan."

Itulah akhir dari cerita Teiara-san.

Dia terus belajar dalam diam. Aku angkat bicara.

"Orang tuaku pernah berkata bahwa aku harus memberitahu mereka jika ada sesuatu yang ingin kulakukan. Mereka akan membantu sebisa mungkin."

"Terus?"

Teiara-san berhenti. Dia perlahan mengangkat kepalanya.

"Jadi, kurasa orang tuamu juga berpikiran sama."

"Keluargamu cukup diberkati."

"Eh? Tidak, tapi kedua orang tuaku bekerja-"

"Ini tidak ada hubungannya dengan uang. Tentu saja, keluargaku juga tidak miskin."

Teiara-san sepertinya ingin mengatakan sesuatu yang lain. Ekspresinya tampak seperti dia tidak tahan lagi.

"Sial, sungguh menyebalkan. Aku akan jujur di sini."

Teiara-san menyilangkan jari-jarinya dan meregangkan punggungnya.

"Sebenarnya, aku datang kesini hari ini berniat untuk mengacaukan Nukumizu-san."

"Eh? Kenapa kau melakukan itu?"

"Itu karena kamu di sini untuk mengambil kembali doujinshi di bawah bimbingan Shikiya-senpai, kan? Aku merasa aku sedikit banyak punya hak untuk sedikit membalas dendam."

Aku tak bisa berkata apa-apa selain tersenyum kecut. Teiara-san memelototiku.

"Tapi tolong jangan salah paham! Bukannya aku hanya ingin berbicara denganmu tanpa tujuan! Peraturan sekolah sudah jelas menyebutkan bahwa hubungan dengan lawan jenis haruslah sehat dan transparan. Tidak ada lagi interaksi yang lebih dari yang diperlukan-"

Teiara-san mengomel dengan cepat.

"... Nukumizu-san, apa semua itu salah?"

"Tidak, aku hanya berpikir ini lebih seperti Teiara-san yang biasa."

"Hah!? Bukankah itu berarti kamu pikir aku selalu marah!? Dan juga, jangan panggil aku dengan nama depanku!"

Teiara-san mengeluarkan sebuah buku pertanyaan dari tasnya dengan marah.

"Aku tidak akan menahan diri lagi. Nukumizu-san, apa kamu pintar matematika?"

"Yah, tidak juga."

"Kamu ada di pihakku, kan? Ajari aku."

Eh, apa yang harus aku lakukan? Aku akan terlambat jika tidak segera keluar dari sini.

Aku ragu-ragu untuk menjawab. Teiara-san sudah membuka buku soal tanpa menunggu jawabanku.

"Aku sudah memahami kosinus dan sinus sepenuhnya. Namun, entah kenapa, aku tidak bisa mengerjakan soal ini."

Bukankah itu karena kau tidak memiliki pemahaman yang lengkap? Aku melirik pertanyaan Teiara-san dari sisi lain meja.

"Um, aku tidak bisa melihatnya dengan baik dari sini"

"Kalau begitu, silakan duduk di sini."

Teiara-san menepuk sofa di sebelahnya.

"Eh? Di sebelahmu? Kau yakin?"

"Aku hanya memintamu untuk mengajariku. Jangan memikirkan yang aneh-aneh."

Aku benci mengakuinya, tapi aku merasa hanya aku yang merasa gugup. Aku bersikap tenang dan duduk di sebelah Teiara-san. Ada sedikit aroma makeup yang halus.

... Teiara-san, apa kau memakai make up? Ah, aku menemukan tanda kecantikan di lehernya.

"Ini pertanyaannya. Apa kamu tahu bagaimana cara mengatasinya?"

Teiara-san memberikan buku soal padaku. Aku menepis pikiran cabul dan menatapnya.

Dia sepertinya sudah setengah jalan mengerjakan soal itu. Mari kita lihat...

"Aku tidak membuat kemajuan apapun. Mungkinkah ada yang salah dengan pertanyaannya?"

"Eh, yang ini. Kurasa kau menukar hukum kosinus dan sinus."

"............"

Teiara-san menulis sesuatu dengan pensilnya sebentar. Dia kemudian menutup buku soal dengan cepat.

"Akulah yang salah, bukan buku soalnya."

Ya, hal seperti itu memang terkadang terjadi.

Aku pikir inilah yang disebut dengan rasa malu yang kedua. Merasa tak tahan, aku mencoba berdiri. Teiara-san menunduk dan memegang lenganku.

"Um, apa ada hal lain yang tidak kau mengerti?"

"Tidak, nggak juga. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu."

"Ya.?"

Teiara-san menundukkan kepalanya. Ia memainkan ujung-ujung jarinya.

"Yah, selain aku datang kesini untuk belajar dan berkonsultasi dengan Senpai-ku, ada satu hal lagi yang tak boleh didengar orang lain."

... Hmm? Apa itu?

Tunggu, dia punya sesuatu yang dia tidak ingin orang lain tahu dan dia bahkan memanggilku selama akhir pekan-

Eh, tunggu dulu. Dengan kata lain, ... apa ini benar-benar di sini, fase kepopuleranku?

Wajah mungil dan murung Teiara-san sedikit bergetar. Lehernya yang ramping memancarkan warna sakura.

Glup. Tenggorokanku mengeluarkan suara.

"Um, Nukumizu-san!"

"Y-Ya!"

"------?"

Hmm? Apa yang dia katakan? Berdasarkan alurnya, apakah dia bertanya kepadaku apakah aku punya pacar?

"Tidak, aku tidak punya pacar."

"... Benarkah?"

Teiara-san mengangkat kepalanya.

"Jadi... Um, apa ada kelanjutan dari buku itu?"

"Eh? Buku itu?"

Aku bingung. Teiara-san tersentak.

"M-Maksudku kelanjutan dari doujinshi yang disita! Apa masih ada? Apa masih belum terbit?"

"Eh, orangnya aja lagi ujian Dia tidak bisa menulis secepat itu."

"Oh, begitu. Mau bagaimana lagi. Mempersiapkan diri untuk ujian itu lebih penting."

Bahu Teiara-san langsung turun. Jadi, dia-

"... Apa kau penasaran dengan kelanjutannya?"

"Apa!? J-Jangan mengada-ada! Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya karena itu berakhir dengan klimaks. Itu saja!"

Jadi, kau penasaran.

Tentu saja, seseorang bisa memutuskan apakah mereka ingin tenggelam dalam rawa BL. Namun, bukankah memiliki fetishmu yang terbangun oleh novel BL dari seorang Senpai yang dihormati adalah kecanduan yang terlalu dalam? Tidak mungkin dia bisa puas.

"Hei, tolong rahasiakan apa yang aku katakan. Jangan katakan pada siapapun, terutama Koto Tsukinoki!"

"Kalau begitu, tidak apa-apa kalau aku memberitahu Ketos?"

Aku berkata dengan tenang. Wajah Teiara-san menjadi pucat.

"Kenapa kamu membawa-bawa Ketua!? Apa kau sudah gila!?"

Aku tidak akan menyangkalnya, tapi Teiara-san juga tidak lebih baik.

Juga, ini salahku karena telah menggodanya.

"Teiara-san, wajahmu... terlalu dekat."

"Eh?"

Itu benar. Teiara-san tinggal selangkah lagi untuk mendorongku. Aku berlari menjauh.

Teiara-san segera melompat menjauh. Kali ini, bahkan telinganya memerah. Dia menundukkan kepalanya.

"Ah, itu karena kamu terus mengatakan hal-hal aneh! Dan juga, tolong jangan panggil aku dengan nama depanku!"

"Ya maap..."

Ini... cukup canggung. Berduaan dengan seorang gadis di sebuah ruangan pribadi. Aku tidak bisa menghadapi suasana ini. Ini sama sekali berbeda dengan saat aku menghadapi Yanami dulu.

Tanpa sadar aku melihat jam dinding. Sudah hampir jam 3 sore. Waktunya bertemu dengan Shikiya-san.

"Maaf, Shikiya-senpai pasti sudah menungguku.."

Aku mengatakannya dengan lega. Teiara-san mengangkat kepalanya.

"... Kamu mau menemui Shikiya-senpai?"

"Ya, anggota yang lain sudah pergi duluan. Aku harus bergabung dengan mereka."

Tidak apa-apa terlambat karena Komari dan Yakishio akan berada di sana. Namun, hatiku tidak tahan lagi jika aku tinggal di sini lebih lama lagi.

Aku mencoba untuk berdiri. Bisikan Teiara-san mengikutinya.


"-Tidak bisakah kamu tinggal di sini lebih lama lagi?"


Apa? Aku hampir ingin bertanya padanya, tapi aku menahannya.

Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi aku tahu aku diizinkan tinggal di sini.

... Tidak bisakah kamu tinggal di sini lebih lama lagi?

Teiara-san memalingkan muka dan mendorong buku pertanyaan itu ke arahku.

"Tolong jangan salah paham. Aku hanya ingin menanyakan satu pertanyaan lagi."

"Oh, begitu. Yang mana?"

"Baiklah, aku akan menanyakan yang satu ini."

Teiara-san meletakkan jarinya yang halus di atas buku pertanyaan.

Karena cahaya yang redup, aku harus mendekatkan wajahku dan memfokuskan pandanganku pada pertanyaan itu. Err, mari kita lihat.

"Bisakah kamu menyelesaikan soal geometri ini bersamaku?"

Tiba-tiba, aku mendengar suara Teiara-san di sebelah telingaku.

Teiara-san, apa kau tidak terlalu dekat? Apa yang akan terjadi jika aku menoleh ke arahnya sekarang...?

Aku tetap diam di tempat. Kemudian, pintu terbuka dengan suara yang mencolok.

"Terima kasih atas penantiannya! Maaf, aku terlambat!"

Eh, kenapa dia ada di sini!?

"Maaf, aku salah masuk ke ruangan yang salah..."

Teiara-san dan aku buru-buru menjauhkan diri satu sama lain.

Remon Yakishio. Senyum gadis yang seharusnya tidak ada di sini perlahan-lahan berubah menjadi wajah kebingungan.

"... Um, apa aku mengganggu kalian berdua?"

""Tidak, kau salah paham!""

Kami menjawab dengan serempak. Wajah Yakishio berubah menjadi lebih kaku.

Tidak, sungguh. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku berdiri dan membawa Yakishio ke sudut ruangan.

"Oh ya. Yakishio, kenapa kau ada di sini? Bukankah kau bersama Komari?"

"Eh? Itu karena karaoke terdengar lebih menyenangkan daripada permainan papan."

Eh, apa yang dia bicarakan? Yanami, bagaimana kau menjelaskannya pada Yakishio...?

Yakishio melihat dari balik bahuku ke arah Teiara-san.

"Maaf, aku tidak menyangka kalian berdua akan seperti ini. Aku akan pulang jika kalian merasa aku mengganggu kalian."

"T-Tidak! Kami hanya belajar- ini hanya pertemuan belajar!"

"Benar! Lihat, dia hanya duduk di sampingku karena hanya ada satu buku soal!"

"... Pertemuan belajar?"

Yakishio mengambil buku soal di atas meja dan membolak-baliknya.

"Kenapa kalian berdua belajar di ruang karaoke? Bukankah kalian seharusnya bernyanyi?"

"Eh, ahh, kau benar. Basori-san, bagaimana kalau kau menyanyikan sebuah lagu?"

"Yah, aku tidak keberatan-"

"Itu benar!"

Yakishio mengambil gagang mix. Teiara-san berdiri di sampingku.

"Kamu yang memanggilnya kemari, kan? Apa kau tahu apa arti kata 'rahasia'?"

"Eh? Tidak, maksudku, aku tidak memberitahunya."

Teiara-san menatap tajam ke arahku. Aku tergagap. Dia melanjutkan dengan nada yang lebih dingin.

"Nukumizu-san, jangan lupakan janji kita. Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu melanggarnya, kan?"

Dia menatapku dengan tatapannya yang tegas. Rasanya seperti suasana saat itu tidak pernah ada.

Apa yang sudah kulakukan...?

* * *

Stasiun Aichidaigaku-Mae. Ini adalah stasiun terdekat dari SMA Tsuwabuki.

Aku dan Teiara-san membubarkan diri di sana. Hari mulai gelap ketika aku meninggalkan peron bersama Yakishio.

Kami menunggu lampu lalu lintas di penyeberangan jalan. Aku memeriksa jam tanganku.

Sudah lewat pukul 4 sore. Sudah 1 jam berlalu dari waktu yang dijanjikan.

"Sudah kubilang kalau lagu terakhir tidak perlu. Kita ketinggalan kereta, kan?"

"Bukankah Nukkun juga terbawa suasana? Kamu jago juga, ya."

Eh, benarkah? Mungkin aku memang memperhatikan ketukan dan irama.

Aku malu karena menerima pujian. Yakishio mencolekku dengan sikunya.

"Hei, apa Komari-chan mengirim pesan padamu? Smartphoneku kehabisan baterai."

"Ya, kurasa dia sudah menghubungiku."

Aku tergagap saat mengeluarkan smartphoneku. Ngomong-ngomong, Komari sudah menghubungiku lewat Line, SMS, telepon, email dan Twitter. Aku tidak menjawab satu pun dari mereka.

Yakishio mengintip di sebelahku. Dia mengeluarkan suara "uwah".

"Bukankah dia mengirimimu pesan terus-menerus? Nukkun, kamu anak nakal."

... Ah, satu lagi kata "Mati sana" yang keluar dari obrolan itu.

Yakishio menutup matanya dengan telapak tangannya. Ia meregangkan punggungnya dan melihat ke arah seberang penyeberangan.

Kafe permainan papan ada di seberang jalan. Namun, aku tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam dari sini.

"Shikiya-san adalah gadis cantik sekaligus menakutkan dari OSIS, kan? Apa Komari-chan baik-baik saja bersamanya sendirian?"

"Komari sudah mulai terbiasa dengan orang itu akhir-akhir ini. Seharusnya tidak masalah bagi mereka untuk mengobrol selama 1 jam."

Di depan kami ada jalan raya nasional dengan dua jalur di setiap sisinya. Lalu lintasnya padat.

Lampu-lampu tidak akan berubah dalam waktu dekat. Kemudian, aku melihat seorang wanita memasuki kafe permainan papan.

-Rambutnya diikat menjadi ekor kembar di belakang. Dia tampak akrab. Yakishio menarik bajuku.

"Nee, Nukkun. Bukankah itu Tsukinoki-senpai? Apa kamu yang menyuruhnya datang ke sini?"

Aku menggelengkan kepala.

Tsukinoki-senpai tidak tahu tentang semua kegagalan ini dan juga aku tidak meminta bantuan Shikiya-san.

Mengenai mengapa Tsukinoki-senpai ada di sini-aku rasa ini bukan suatu kebetulan.

... Aku punya firasat buruk tentang hal ini.

Aku menunggu sinyal berubah dengan cemas.

Yakishio mulai berlari saat lampu berubah menjadi hijau.

Aku segera berjalan melewati penyeberangan dan mengejar Yakishio.

Sesuatu pasti terjadi di antara mereka berdua. Aku bisa merasakan ada penghalang di antara mereka.

Namun, mereka berbicara dengan normal ketika mereka bertemu satu sama lain secara langsung. Aku tidak pernah melihat mereka berdebat dengan emosi yang kuat.

Jadi, aku pasti terlalu khawatir.

Yakishio mulai berlari dengan ekspresi khawatir.

Aura yang tidak biasa terpancar dari punggung Tsukinoki-senpai.

... Aku mengikuti Yakishio dan membuka pintu kafe. Keduanya saling menatap satu sama lain di seberang meja.

Tidak, Tsukinoki-senpai berdiri di depan meja dengan wajah tegas.

Shikiya-san tanpa emosi, seperti biasa. Dia duduk di kursi. Muridnya yang putih dan indah menatap Tsukinoki-senpai.

Yakishio berdiri di pintu masuk. Aku bertanya padanya.

"Aku tidak tahu. Sudah seperti ini saat aku masuk."

Komari telah meributkan di antara mereka berdua. Kemudian, dia segera berlari ke arahku setelah menyadari kehadiranku.

"A-Aku bilang pada Tsukinoki-senpai kalau aku ada di sini bersama orang itu. Maaf, err, a-aku tidak menyangka hal ini akan terjadi."

Air mata memenuhi mata Komari. Dia menyerahkan sebuah model ayam dari kayu kecil padaku.

Aku mengerti keseluruhan ceritanya sekarang, tapi dari mana ayam ini berasal?

"Lumayan, Komari. Jadi, apa yang terjadi?"

"M-mereka saling memelototi satu sama lain sejak Senpai bergabung."

Oh, begitu. Masih ada sesuatu yang lain.

Tsukinoki-senpai memukul meja.

"Shikiya, apa yang kau lakukan?"

Tsukinoki-senpai tersentak dan berbicara lebih dulu.

Shikiya-san memiringkan kepalanya tidak percaya. Dia tampak tidak terpengaruh oleh kemarahannya.

"Apa yang... salah?"

"Aku tahu kau sudah menjaga Kouhai-ku. Tapi, kau sudah kelewatan akhir-akhir ini."

"Apa itu hal yang buruk...? Semua orang benar-benar baik..."

Shikiya-san berdiri sambil bergoyang-goyang. Rambutnya yang panjang dan berombak berayun dengan lembut.

Pupil putih Shikiya-san memperhatikanku.

Tsukinoki-senpai mengikuti arah pandangannya. Dia melihatku, dan kemudian wajahnya bergerak-gerak.

"Jadi, kali ini Nukumizu-kun, Shikiya? Mungkin semua ini terlihat seperti permainan bagimu, tapi apa kau sudah memikirkan kami?"

"Bukankah ... permainan itu menyenangkan ...?"

"Cih! Kau ini!"

-Eh? Aku? Apa mereka sedang membicarakanku? Aku segera memotong pembicaraan mereka berdua.

"Tunggu sebentar! Aku meminta bantuan Shikiya-san ketika novel Senpai disita. Dia tidak melakukan sesuatu yang aneh."

"Nukumizu-kun, apa itu benar? Bagiku, Shikiya dan-"

Tsukinoki-senpai terdiam di tengah-tengah.

"Eh? Yah, ya. Itu bukan sesuatu yang serius."

"Senpai, ... Koto-san, ... Ketos meminta bantuanku, kau tahu?"

Shikiya-san berdiri di sampingku dengan tenang sebelum aku menyadarinya.

"Itu sebabnya. Kau-"

"Semua orang ... sedang membersihkan kekacauan yang ditimbulkan oleh Koto-san."

Shikiya-san mendekati Tsukinoki-senpai dengan agak provokatif.

"Apa kau... mengerti?"

Tsukinoki-senpai memelototi wajah Shikiya-san dalam diam.

Dia melangkah mundur dan memalingkan muka sebelum ketegangan itu hampir mendidih.

"Maafkan aku, Nukumizu-kun. Komari-chan dan Yakishio-chan, aku minta maaf karena telah menyeret kalian berdua ke dalam kekacauan ini."

Tsukinoki-senpai membungkuk pada kami dengan dalam.

"Jangan libatkan diri kalian dalam hal ini lagi. Ini adalah kesalahanku sejak awal, jadi aku akan bertanggung jawab sepenuhnya."

Tsukinoki-senpai mengangkat kepalanya dengan senyum tak berdaya.

"Jadi, jangan terlalu dekat dengan Shikiya."

Kami semua terdiam mendengar kata-kata itu.

Seluruh tempat menjadi hening. Aku memilih kata-kata dengan hati-hati saat bertanya.

"... Apa ini nasihatmu sebagai Senpai kami?"

"Ya, meskipun itu bukan kewajibanku untuk mengatakannya."

"Begitu. Tapi, Senpai- sudah menjadi pensiunan anggota Klub Sastra."

"Hei, Nukkun!"

Yakishio memegang pundakku dari belakang.

Tsukinoki-senpai menggigit bibirnya dan menunduk.

"... Kau benar. Maafkan aku. Aku tidak akan membuat masalah lagi pada semua orang."

"Itu sebabnya kau harus menyerahkan doujinshi dan hal-hal lain pada anggota saat ini seperti kami. Entah kau sudah pensiun atau apapun itu, Senpai tetaplah bagian dari Klub Sastra. Serahkan saja pada Kouhaimu. Tolong percaya pada kami."

... Aku tidak tahu apakah ini jawaban yang benar.

Tapi, setidaknya, aku selalu dibantu oleh Senpai yang merepotkan ini.

Aku telah banyak menderita di tangannya, tapi dia telah memberiku lebih banyak sebagai gantinya.

Itulah mengapa aku tidak ingin melihat Senpai menyakiti siapa pun atau diri mereka sendiri demi kami.

Aku tidak tahu apakah dia mengerti atau tidak. Tsukinoki-senpai menundukkan kepalanya sekali lagi.

"... Aku benar-benar minta maaf, semuanya. Aku juga minta maaf karena telah menyebabkan masalah bagi semua orang di toko."

Kemudian, dia menyadari Shikiya-san menatapnya. Dia ragu-ragu sejenak sebelum berbicara.

Namun, satu hal yang kami harapkan akan dikatakannya untuk menyelesaikan semuanya tidak muncul. Kata-kata ajaib seperti itu tidak ada.

"Maaf sudah mengganggumu, Shikiya-san."

Dengan itu, Tsukinoki-senpai diam-diam meninggalkan toko.

Aku hanya berdiri diam. Komari adalah orang pertama yang bergerak.

"A-Aku akan menyusul Tsukinoki-senpai."

"Ya, aku serahkan dia padamu, Komari."

Komari mengangguk sebelum melangkah keluar dari kafe.

Setelah beberapa saat, hiruk pikuk akhirnya kembali ke toko.

Shikiya-san berdiri dalam diam. Ia kemudian mengambil selembar uang dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja.

"Maaf. ... Aku akan meninggalkan bayaranku di sini..."

Shikiya-san berjalan keluar dari toko dengan langkah goyah.

Aku ragu-ragu untuk mengejarnya. Yakishio dengan lembut mendorong punggungku.

"Pergilah, Nukkun."

"... Apa kau yakin?"

Shikiya-san baru saja ditolak oleh teman dekatnya.

Pikiran berputar-putar di kepalaku, namun jawabannya tak kunjung ditemukan.

"Kurasa dia ingin menyendiri di saat-saat seperti ini."

Yakishio mendorong punggungku lagi. Kali ini cukup keras.

"-Sendirian dan merasa kesepian itu berbeda."

Pupil mata coklat tua Yakishio menyampaikan perasaan yang tak terlukiskan.

Aku meninggalkan kafe. Entah kenapa, aku menatap langit yang gelap sambil menekan pipiku yang terbakar karena sinar matahari beberapa saat yang lalu.

-Hujan mulai turun.

* * *

Shikiya-san berjalan menuju SMA Tsuwabuki di trotoar.

Hujan dingin yang turun secara sporadis dengan cepat menenggelamkan senja musim dingin yang samar-samar.

Shikiya-san berjalan dalam kegelapan. Lampu mobil yang lewat menyinari dirinya.

Aku berlari ke arahnya dan berjalan di sampingnya.

"Apa kau baik-baik saja? Err, kau mau pergi kemana?"

"Mau... pulang ke rumah..."

Shikiya-san bergumam dengan nada kekanak-kanakannya yang tak berdaya.

"Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu sampai di tengah jalan."

Sha. Suara itu menandakan bahwa hujan semakin deras.

Aku mendesak Shikiya-san untuk terus berjalan. Kami pergi ke bawah atap gedung apartemen terdekat.

Meskipun hari masih menjelang senja, langit sudah gelap, seperti ada yang menorehkan cat di atasnya.

Aku menghela napas lega dan melirik ke arah Shikiya-san di sebelahku.

Setetes air menetes dari poninya yang basah membasahi pipinya yang pucat.

Aku mencari-cari di saku bajuku dan menyadari bahwa saputanganku ketinggalan di suatu tempat.

Ceroboh di saat-saat yang sebenarnya penting adalah hal yang biasa bagiku.

"Hujannya makin deras. Aku akan membeli payung di sana. Bisakah kau menunggu sebentar?"

"Tidak apa-apa. ... Aku akan memanggil taksi..."

Hujan membasahi layar smartphone Shikiya-san. Dia menatapnya tanpa emosi.

Wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya karena cahaya smartphone.

"Apa kau tidak kedinginan?"

"... Entahlah."

Shikiya-san bergumam tanpa daya.

Apa dia begitu sakit sampai tidak bisa merasakan dingin? Ini cukup mengkhawatirkan.

"Aku tidak mengerti... apa yang Koto katakan."

Dia bergumam lebih tak berdaya lagi.

"Yah, orang itu terkadang bisa berat sebelah. Tolong jangan terlalu dipikirkan."

Shikiya-san mencubit rambut yang menempel di dahinya sambil memiringkan kepalanya.

"Apa aku... membuat kalian kesulitan...?"

"Eh, tidak, itu tidak benar. Sebaliknya, kamilah yang meminta bantuanmu."

Aku menyerahkan sebungkus tisu yang kutemukan di saku bajuku.

"Makasih. ... Kamu baik sekali."

Shikiya mengambil satu dan menyeka dahinya yang basah.

"Adik perempuanku yang menaruhnya di sana untukku. Dia sangat baik hati."

Rasanya seperti film rom-com saat aku diberitahu bahwa aku baik hati hanya dengan memberikan selembar tisu.

Ujung jari Shikiya-san menyentuh jariku ketika aku memikirkan hal itu.

"Kalau begitu, ... untuk saat ini, ... tolonglah bersikap baik padaku."

Eh? Apa-

Tanganku menjadi kaku. Jemarinya menyentuh jariku lagi.

Apa ini... pegangan tangan?

Tidak, tunggu. Apa ini akan menjadi pelecehan seksual jika aku menanggapinya terlalu serius dan menyentuhnya?

Dikatakan bahwa banyak tragedi terjadi karena kesalahpahaman pada saat tepukan kepala menjadi populer.

"Um, Shikiya-senpai...?"

Tidak ada jawaban.

Shikiya-san berdiri sangat dekat denganku hingga bahu kami bersentuhan. Dia tidak bergerak.

Taksinya belum datang.

Kemudian, Shikiya-san menyentuh ujung jariku dengan ujung jemarinya sedikit sebelum menjauhkan tangannya lagi.

Dia mengulanginya tiga kali. Kemudian, dia tidak melepaskannya setelah menyentuh ujung jariku untuk keempat kalinya.

... Aku ingin tahu sudah berapa lama sejak itu?

Mungkin tidak terlalu lama, tapi rasanya seperti selamanya bagiku.

Karena itulah aku meraih tangan Shikiya-san tepat saat ujung jarinya akan menjauh sekali lagi.

Jari-jari Shikiya-san sangat halus dan dingin.

Dia dengan lembut menggenggam tanganku seakan-akan sedang merawat seekor burung kecil.

Ini lebih sederhana daripada perasaan romantis atau semacamnya.

Ingin berhubungan dengan orang lain. Emosinya sangat menular kepadaku.

Profil samping Shikiya-san tetap tanpa emosi seperti biasanya.

Itu adalah pertama kalinya aku menyadarinya.

-Gadis ini tidak meneteskan air mata saat menangis.






|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close