-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha V8 Chapter 6

Chapter 6 - Tanggung Jawab Dan Kemarahan


Perawatan luka di tangan kiriku selesai dengan cepat. Tanganku dicuci dan didesinfeksi secara menyeluruh, dengan salep dan pembungkus tembus pandang di sekelilingnya, dengan perban untuk menutupnya. Menurut pemeriksaan, pisau tidak menusuk seluruh tangan kiriku, karena struktur di punggung tanganku bertindak sebagai perisai. Dari segi fisik secara menyeluruh, aku beruntung bahwa itu hanya cutter dan bukan pisau tajam, yang berarti sarafku tidak terluka. Dengan pengobatan dan perawatan yang tepat, seharusnya tidak meninggalkan masalah yang berkepanjangan. Kepada dokter, aku menjelaskan bahwa aku hanya kebetulan saja mendarat di atas peralatan tajam saat mengerjakan tugas di sekolah. Alasan itu mungkin bisa digunakan saat pihak sekolah bertanya.

"U-Um..."

"...."

Aku sedang berbaring di tempat tidur murah di kamar rumah sakit biasa, menerima infus, ketika Ojou-sama angkat biacara. Dia duduk di samping tempat tidur di atas kursi bundar. Dibandingkan dengan saat dia mengantarku ke rumah sakit, dia terlihat lebih tenang. Namun, dia tidak melanjutkan setelah itu. Sebaliknya, kami bahkan tidak berbicara sepanjang perjalanan ke sini. Dan aku tidak mengabaikannya atau apa pun, aku hanya tidak tahu bagaimana berinteraksi dengannya. Mempertimbangkan bagaimana luka ini bisa terjadi, mungkin aku tidak seharusnya berbicara dengannya sama sekali. Meski begitu, logika dan perasaan pribadi selalu bertentangan, dan perasaanku tidak ingin bersikap keras. Sebaliknya, aku bersyukur, dia mengizinkanku keluar dari sekolah tanpa menimbulkan masalah besar. Jadi, dengan mengingat hal itu, aku memutuskan untuk mundur.

"... Terima kasih atas bantuanmu. Kau tidak hanya membantuku agar tidak mencolok, kau bahkan membiayai perawatannya..."

"Tolong, jangan pedulikan itu."

Kepala pelayan yang sudah lanjut usia yang berdiri di belakang Ojou-sama menanggapi rasa terima kasihku dengan tenang dan damai.

Apa ini yang kau sebut sebagai orang tua?

Harus aku katakan, aku sedikit kecewa dia tidak terlihat seperti kepala pelayan asli dan lebih mirip pengawal. Mobilnya juga lebih mirip taksi dan tidak seperti mobil Benz pribadi yang kau harapkan.

Astaga, itu adalah satu-satunya anugerah bagiku.

"... Sajou-sama."

"Ah, ya?"

Sajou-sama... Karena ini adalah yang pertama bagiku, aku tidak bisa tidak mengaguminya. Aku menanggapinya dengan hormat, saat Kakek itu menatapku dengan ekspresi rendah hati.

"Sepertinya Anda cukup baik untuk tidak mengatakan yang sebenarnya selama penyelidikan medis sebelumnya..."

"Ah... yah..."

"...!"

Selama pemeriksaan fisik yang sebenarnya, tak satu pun dari mereka ikut serta, meninggalkan aku bersama dokter. Di sana, aku diharapkan untuk menjelaskan dengan tepat bagaimana luka ini terjadi, tetapi aku menduga Kakek ini diberitahu kemudian. Itu sebabnya dia berterima kasih kepadaku karena telah berbaik hati. Melihat Ojou-sama dan dia hanya menatap ke tanah, aku pikir dia pasti sudah berterus terang pada kepala pelayannya.

Yah, aku tahu itu. Lagipula, mengapa dia mau repot-repot membawaku ke rumah sakit dan membayar tagihannya ketika aku diduga mengalami cedera ini karena aku terjatuh?

Dan aku menduga dia mengatakan hal ini sekarang agar dia tidak merasa bersalah.

"Juga, saya tahu bahwa saya tidak pantas untuk mengatakan ini. Tapi, maukah Anda merahasi kejadian ini?"

Melihat seorang pria yang mungkin tiga kali lipat dari usiaku dengan sangat sopan sambil memohon padaku membuatku tidak bisa menjawab. Ini benar-benar bukan sesuatu yang akan dialami oleh murid SMA biasa. Mungkin dia mengira aku akan mengambil foto dan mengunggahnya di media sosial dengan deskripsi seperti "Kena tikam, lul." Mungkin tidak.

"Aku tidak keberatan..."

Bahkan jika dia tidak memintanya, aku akan membawa seluruh cobaan ini ke liang kubur. Tidak tahu bagaimana perasaan Ojou-sama, tapi aku pasti melihat ini sebagai bagian dari masa laluku yang kelam. Karena... Akulah yang menyebabkan hal ini. Aku tidak berpikir aku bisa menertawakan hal ini bahkan dalam 20 tahun. Masalah yang lebih besar adalah bagaimana aku bisa menjelaskan luka yang begitu besar tanpa harus mengakuinya.

* * *

Sudah sekitar 1 jam sejak kami tiba di rumah sakit. Kupikir kebanyakan orang di sekolah sudah selesai membersihkan diri dan perlahan-lahan pulang ke rumah. Resepsionis juga sudah tutup. Jadi, tidak banyak orang yang keluar masuk gedung. Aku merasa bahwa membantu di kepanitiaan membuatku tinggal di sekolah lebih lama dari biasanya. Sampai-sampai aku bertanya-tanya apakah aku benar-benar tidak memiliki klub. Tentu saja tidak terasa seperti itu.

"Aku akan menyimpan obatnya."

"Ah, ya..."

Ojou-sama tampak putus asa, saat dia meraih tangan kananku. Dia memberikan sebuah kantong plastik berisi obat. Dia membuka ritsleting tasku, yang dia bawa dengan kedua tangannya dan dengan hati-hati memasukkan kantong plastik itu ke dalam. Meskipun begitu, dia tampak lebih lemah dari biasanya dan juga lebih lemah lembut, karena seluruh situasi ini benar-benar sulit dipercaya. Aku dengan hati-hati memilih kata-kata selanjutnya, tapi Kakek itu langsung mendahuluiku.

"Sajou-sama, biarkan aku mengantarmu pulang."

"Oh, ok-"

"Nggak usah!"

"Eh?"

Aku hendak menyetujui tawaran ini, tetapi sebuah suara yang kuat, penuh dengan tekanan, menyela aku dan Kakek itu. Aku melihat ke arah sumber suara dengan terkejut, di mana aku melihat Aneki, terengah-engah dengan kedua tangan di pinggulnya. Aku berjuang untuk menelan situasi yang tiba-tiba ini ketika aku melihat orang lain di belakangnya-Yuuki-senpai, Senpai yang aku lihat di ruang UKS ... aku pikir namanya Onitsuka-senpai? Dia tersenyum dan melambaikan tangan padaku, tapi aku benar-benar berjuang untuk memahami mengapa dia tersenyum dalam situasi ini.

"Tamao, pegang tasku."

"Shaap!"

Gawat, tatapannya sedingin gunung Everest..

Naluriku meneriakkan ketakutan dan teror, saat Aneki memegang bahu Kakek itu, mendorongnya ke samping. Aku melihat dia mengangkat siku kanannya. Jadi, aku menggunakan tangan kiriku untuk meletakkannya di antara Aneki dan Ojou-sama.

"Hentikan."

"... Kenapa."

Penjagaan cepatku tampaknya berhasil, karena Aneki menghentikan tinjunya agar tidak melangkah lebih jauh. Jika dia melepaskan pukulan itu sampai melewati batas, bahkan dia tidak akan bisa menghentikannya. Aku hampir saja masuk ICU di sini. Kakek itu berdiri di belakang Aneki, mungkin berniat untuk menghentikannya, tetapi wajahnya berubah menjadi ketakutan dan berkeringat dingin.

Jika kau ingin bertemu dengan penciptamu hari ini, lanjutkan Kek.

"...?!"

Aneki melihat tangan kiriku yang terbalut perban, menunjukkan ekspresi kemarahan dan amarah yang tak terkendali. Itu sama sekali tidak pantas dilakukan oleh seorang anggota OSIS. Dia menurunkan tinjunya dan kemudian memelototi Kakek di belakangnya.

"Bukankah sudah kukatakan padamu bahwa tidak ada hal baik yang akan terjadi jika membiarkannya bebas? Dan seorang Kakek tua yang sudah berumur tidak bisa mengatasinya?"

"Yah... aku berharap Ojou-sama bisa mengatasi ini..."

"Dan ini hasilnya, ya?"

"Cukup..."

Ditemui dengan rentetan keluhan Aneki, Kakek itu berjuang untuk memberikan sanggahan. Dari kedengarannya, mereka sudah saling mengenal sebelum hari ini. Bisa dimengerti, melihat sikap Aneki terhadap seorang pria yang usianya beberapa kali lipat lebih tua darinya. Tapi, dia masih terlalu kejam dan aku tidak bisa terus menonton dalam diam.

"Aku terkejut kau tahu aku ada di sini."

Aku memilih untuk mengganti topik pembicaraan untuk menghindari situasi yang semakin memburuk dan Yuuki-senpai bergabung dengan rencanaku saat dia berbicara.

"Aku menyuruhmu pergi sekitar 1 jam yang lalu. Tapi, kau tidak kembali, dan juga orang yang meminta untuk bertemu dengan anggota OSIS. Kupikir ada sesuatu yang tidak beres. Jadi, kami pergi ke ruang OSIS, menemukan sisa-sisa perkelahian dan jejak darah. Setelah diselidiki, orang yang menelepon kami adalah seorang karyawan dari sekolah, yang ditugaskan oleh Marika. Saat kami mencari lokasimu, Onitsuka mendekati Kaede. Begitulah cara kami mengetahui bahwa kau ada di sini."

"Kaede benar-benar tidak bisa diam, kau tahu!"

"Uh-huh..."

Aku benar-benar lupa bahwa kami meninggalkan ruangan OSIS dalam keadaan seperti itu. Pasti terlihat seperti adegan pembunuhan. Aku hampir bisa melihat wajah mereka saat mereka menemukannya.

"Dan kamera keamanan merekam apa yang terjadi di sana. Jadi, Kai memberitahu kami. Tidak ada yang perlu disangkal lagi."

"Ah..."

"Biar kami yang mengantar Wataru pulang."

"T-Tapi, kita harus menjelaskan hal ini pada orang tuamu..."

"Tidak perlu. Kau tidak perlu melakukan apapun. Lebih tepatnya, jangan pernah mendekatinya lagi," kata Aneki.

"..."

Aku mengulurkan tanganku untuk menghentikan semua pertengkaran ini, tapi aku bingung harus berkata apa. Jika ini hanya dia melampiaskan kemarahannya, itu akan menjadi satu hal, tetapi aku tidak berpikir satu hal pun tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik layar. Jadi, aku tidak bisa sembarangan berbicara. Dan jika ini adalah peringatan ketiganya, dia sangat berhak atas kemarahannya.

"Marika."

Karena aku tidak yakin apa yang harus kulakukan, Yuuki-senpai memanggil Ojou-sama.

"Bukankah sudah kukatakan padamu sebelumnya? Aku tidak berniat untuk terikat oleh keputusan yang dibuat keluargaku. Aku menghindari untuk mengatakannya secara langsung, tapi itu termasuk hubungan yang kita miliki."

"Ah..."

"Sebagai orang yang akan mewarisi keluarga, aku sadar akan posisiku sendiri. Itu sebabnya aku sudah memberitahu Keluarga Shinonome bahwa tidak ada kerugian yang akan menimpa kalian meskipun kita tidak menikah. Karena aku sangat yakin tradisi kuno ini seharusnya tidak menjadi faktor penentu untuk menjaga hubungan keluarga kita."

"A-Aku hanya ingin..."

"Hanya itu yang akan aku katakan hari ini. Kau mengerti maksudku, kan?"

"...!"

Pertunangan ini dipaksakan oleh keluarga mereka. Dan bagi Ojou-sama, ini adalah tanggung jawab yang ingin dia penuhi, tapi bagi Yuuki-senpai, ini berubah menjadi belenggu untuk mengikatnya. Orang yang paling masuk akal dalam hal ini adalah Yuuki-senpai. Meminta orang tuamu memutuskan masa depanmu sedemikian rupa adalah hal yang sangat konyol. Tapi dengan penampilannya... kau akan mengaguminya.

"...Itu saja."

Meninggalkan kata-kata itu, Yuuki-senpai meninggalkan ruangan. Aku pikir dia masih berusaha untuk bersikap baik... Tapi tidak berhasil. Sekali lagi, dia berada di pihak yang benar. Sebagai sesama monster yang tidak akan menyerah tidak peduli berapa kali aku ditolak, aku bisa mengatakan bahwa itu membutuhkan banyak hal

Sial, aku mungkin akan mulai menangis sebelum Ojou-sama menangis.

"Ayo kita pergi."

"Baik..."

Aneki mendesakku untuk bangun dengan menggerakkan dagunya. Kata-kata dan pernyataan Yuuki-senpai pasti membantunya menenangkan diri, karena dia tampak jauh lebih tenang dibandingkan sebelumnya.

Melawan keinginannya dalam situasi seperti ini pasti akan menjadi bumerang, untuk saat ini mari kita ikuti kemauannya...

"... Ah."

Aku lupa, Ojou-sama masih membawa tasku.

Wahai pencipta Umat Manusia, yang mengawasiku sekarang... Kenapa kau harus menyakitiku? Apa yang telah kulakukan sehingga aku pantas menerima hukuman seperti ini?

"Err ... Ojou-sama."

"Aku... aku tidak menangis...!"

"Erm..."

"Aku tidak menangis...!"

Dia memeluk erat tasku, rambutnya yang panjang dan pirang menutupi wajahnya. Meski begitu, dilihat dari suaranya yang bergetar, Sherlock sendiri tidak perlu mencaritahu apa yang dia rasakan. Dan kata-kata kepura-puraan dan sikap sok kuat itu hanya menambah tanggung jawab yang kupikul.

"... Air mata hanya akan merusak kecantikanmu saja."

Dia mungkin ingin mengakhiri hidupnya sebelum waktunya, namun dia masih berdiri di depanku sekarang. Dan jika ini adalah langkah pertamanya untuk bangkit kembali, maka aku tidak bisa menghalangi jalan itu dengan kata-kata yang aku lontarkan sebelumnya tanpa banyak berpikir. Aku tidak mengalami kesulitan untuk mengambil tasnya sekarang. Tidak sanggup menahan kesedihan ini, bergumul dengan perasaannya sendiri, ekspresi wajahnya pasti sangat kacau sekarang. Bukan air mata dingin kepasrahan, tetapi air mata yang membara dengan gairah yang membara.

Aku tidak ingin dia berpikir bahwa semua ini sia-sia. Karena penyesalan selalu menjadi bagian dari cinta yang tidak mekar, tetapi penyesalan ini memungkinkan orang untuk memperbaiki diri dan kemudian... benar-benar bersinar. Aku yakin bahwa saat kami bertemu lagi, dia akan jauh lebih cantik dari sebelumnya..

* * *

"Itu..."

Kami melewati tempat parkir dan lingkaran lalu lintas. Aku melihat sebuah mobil panjang dan putih, sangat berbeda dengan mobil yang kutumpangi tadi. Yang ini terlihat seperti mobil orang kaya.

Dan aku akan menaikinya sekarang?

"La la la~"

"Ugh..."

Saat aku bergegas mengejar Aneki dan Yuuki-senpai, sebuah tatapan tajam memasuki pandanganku dari waktu ke waktu. Dari kanan ke depan belakang ke kiri, aku diamati dari segala arah yang memungkinkan.

"Apa ada... sesuatu di wajahku?"

"Hehe, adiknya Kaede~!"

"Tidak, um..."

Seperti sedang menguji bahan kain tertentu, Onitsuka-senpai dengan tulus meletakkan lengan atasnya di bahu kananku. Dia sudah menghujaniku dengan perhatian sejak dia tahu aku punya hubungan dengan Aneki.

Mungkinkah... dia jatuh cinta padaku...?

Aku melirik ke arah Aneki, yang matanya terbuka lebar saat dia menatap kami.

"Tamao, kamu..."

"Nggak apa-apa, kan~?"

"Jangan sekarang."

"Tapi, kamu merahasiakannya dariku selama ini!"

"Ah, hei!"

Senpai tiba-tiba memelukku dari samping dan dengan berat tubuhnya yang menekan tubuhku, aku bisa dengan jelas menangkap sesuatu yang tidak salah lagi: kelembutannya yang seperti daging. Satu-satunya penyesalan yang kumiliki yaitu, bahwa hal itu tidak langsung seperti yang kuharapkan, karena sweter yang dikenakannya. [TN: Si kampret, malah nambah Harem lagi. Masuk deretan Harem nya Wataru gak nih? Wkwk]

Seandainya saja ini terjadi saat musim panas...

"Ouchies~"

Aku menikmati aroma femininnya yang sangat berbeda dengan Aneki, saat sebuah pukulan tajam menghantam kepalanya.

Sakit woi... Tangan gw juga kena dampaknya tau...

Onitsuka-senpai menggosok-gosok kepalanya kesakitan. Cara dia bertindak tidak membuatnya terlihat seperti orang yang lebih tua dariku, tapi rambut hitamnya sangat membantu dalam menjaga citranya sebagai peserta ujian.

"Dia sekali lagi..."

"Kurasa para wanita tidak memiliki rasa jarak seperti yang dimiliki oleh orang pada umumnya."

"Aku rasa itu tidak sepenuhnya benar untuk Onitsuka."

"...?"

"Pokoknya, tentang apa yang terjadi kali ini..."

Tanggapan Yuuki-senpai terdengar asing bagiku, tapi sebelum aku bisa menanyakan hal lain, dia membalikkan seluruh tubuhnya ke arahku. Dengan seberapa dekatnya kami, aku bahkan dipaksa untuk menatapnya secara langsung. Perbedaan ketinggian ini... sempurna untuk sebuah ciuman...

"Maaf. Aku tidak menyangka akan terjadi seperti ini."

Permintaan maafnya yang tiba-tiba membuatku terkejut. Dia mungkin tidak menundukkan kepalanya, tapi dia pasti menunduk ke tanah. Tidak seperti nada dan cara bicaranya yang acuh tak acuh seperti biasanya, suaranya menggambarkan penyesalan yang jelas atas apa yang terjadi kali ini. Ketua OSIS yang kukenal selalu dapat diandalkan dan licik.

Tapi, apa ini hanya akting atau memang ini dirinya yang sebenarnya? Aku tidak punya mata untuk melihat itu.

"....."

Memalingkan muka dari Onitsuka-senpai, Aneki menatap tanah di bawahnya dengan ekspresi seperti sedang menggigit serangga, tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi aku mengenalnya. Dia langsung mengatakan apa yang dia pikirkan. Jadi, jika dia yakin Yuuki-senpai bersalah, dia akan langsung memarahinya. Alasan dia tidak melakukannya berarti ada sesuatu yang lain di balik layar. Sama seperti yang aku pikirkan.

"Tetap saja...'Jangan pernah mendekatinya lagi,' huh? Aku ingin tahu, apa itu akan berhasil."

Aneki mendengar kata-kataku dan menatapku. Aku menjawab tatapannya, serta matanya yang bergetar dalam ketidakpastian, dengan tekad yang tak tergoyahkan, seperti saat itu di atap.

"... Apa maksudmu?"

Karena kata-kataku pasti terdengar merendahkan, bahkan Yuuki-senpai menatapku ragu-ragu dengan ekspresi bingung.

Apa dia pikir aku akan membiarkan hal itu berlalu begitu saja dan tidak mengomentarinya?

Tapi dengan cara yang sama sepertiku tidak benar-benar mengenalnya, dia mungkin tidak bisa mengantisipasi apa yang akan kukatakan.

"Aku sudah mendengar rumor tentang Aneki sejak hari pertamaku mendaftar. Sepertinya dia juga sosok yang cukup berpengaruh. Tapi semakin besar pengaruhmu, semakin mudah untuk kehilangan kendali. Kau menyebutkan bahwa membiarkan segala sesuatunya tidak akan membawa kebaikan... Tapi apakah itu benar-benar sesuatu yang harus kau katakan?"

"T-Tunggu dulu. Kejadian dengan Marika ini tanggung jawabku. Kaede hanyalah pelampiasan dari rasa frustasinya. Dia tidak memiliki tanggung jawab dalam-"

"Cuma Ojou-sama saja?"

"... Apa?"

"Apa hanya Ojou-sama yang ... menyimpan dendam padamu, Aneki?"

"..."

Tentu saja, kejadian hari ini adalah kasus yang istimewa. Tragedi ini disebabkan karena Yuuki-senpai dan Ojou-sama seharusnya bertunangan. Tentu saja, dia mengarahkan dendamnya pada Aneki secara langsung, tetapi bahkan seseorang yang berpengaruh seperti Yuuki-senpai tidak tahu. Sebenarnya, kesalahan kali ini jatuh pada dirinya. Namun, aku ragu itu hanya karena posisi Yuuki-senpai dalam situasi ini yang membuat Ojou-sama melakukan tindakan kekerasan.

"Aku mengetahui dengan cepat setelah mendaftar bahwa sesuatu terjadi di SMA Kouetsu di masa lalu. Aku tidak tahu detail dari apa yang sebenarnya terjadi saat itu, tetapi pekerjaan anggota OSIS saat ini memungkinkan hal-hal yang terjadi terkendali. Beberapa tahun yang lalu, Aneki adalah seorang yankee. Salah satu yankee yang ditakuti. Aku sangat meragukan kalau Ojou-sama adalah satu-satunya yang memiliki masalah dengannya."

"Itu..."

Aneki sepertinya menyadari fakta ini, saat dia menurunkan pandangannya. Apapun alasannya, Aneki hampir saja dirugikan kali ini. Jika salah satu pilihan yang diambil dalam acara ini sedikit berbeda, maka aku tidak akan berakhir dengan lubang di tanganku, tapi Aneki dengan lubang di tengkoraknya berkat gunting. Tidak mungkin dia bisa menarik kartu kekuatan dan membiarkannya begitu saja.

"Ini terjadi karena kau lemah... Orang lemah tidak bisa bertarung... Kau butuh kekuatan untuk bertarung... Kau selalu mengatakan itu beberapa tahun yang lalu. Apa kau masih berencana untuk mengacungkan kekuatan itu untuk membuat lebih banyak musuh di masa depan?"

"Tunggu, apa yang kamu katakan..."

"Orang tua kita membuang posisinya untuk melindungi keluarganya. Hasilnya, dia berhasil melindungi apa yang dia inginkan, seperti yang direncanakan. Berkat itu, kita berada di sini sekarang."

"...!"

Ketika aku mengungkit-ungkit tentang Ayah kami, wajah Aneki terangkat, ekspresinya berubah. Dia tentu saja tidak membencinya, tapi mengungkit keberadaan yang dia lihat sebagai contoh yang buruk pasti tidak akan membuatnya tinggal diam.

"Apa kau masih berpikir dia salah atas apa yang dia lakukan?"

"Itu...!"

Aneki mengepalkan tangan, mengertakkan gigi saat dia ragu-ragu untuk merespon. Bahkan sekarang, rasanya dia bisa mengamuk kapan saja, tapi aku sudah terbiasa. Melihat wajahnya, aku tahu dia tidak mau menerima kata-kataku. Namun, menyerah pada emosinya dan membiarkan kekerasan berbicara bukanlah sesuatu yang tampaknya hampir tidak pernah ia lakukan. Mungkin karena apa yang ingin dia lindungi... termasuk diriku.

"Tapi, Kaede tidak salah~"

"Wah, Tamao...!"

Pada saat itu, Onitsuka-senpai melompat ke arah Aneki. Ekspresi yang berubah-ubah itu dengan cepat menghilang dari wajahnya, membuatnya lebih bingung dari apapun. Di saat yang sama, aku juga tidak sepenuhnya yakin bagaimana harus bereaksi terhadap kemunculan Onitsuka-senpai yang tiba-tiba.

"Kalau bukan karena Kaede, aku tidak akan berada di sini! Sekolah ini juga tidak akan seperti sekarang. Kaede sangat luar biasa, kau tahu!"

"Erm..."

"Ditambah lagi, orang-orang mungkin punya masalah dengan Kaede, tapi kita akan menanganinya. Bukankah itu benar, Ketua?"

"... Ya, tentu saja."

"...."

Dengan Onitsuka-senpai menekan pipinya pada dirinya, Aneki berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya. Bahkan dengan kekuatan konyolnya, dia tidak bisa melawan kelengketan teman perempuannya. Dan ketua OSIS yang tersayang melihat hal ini dengan pandangan cemburu.

"Kakiku lelah! Ayo kita pergi!"

"Ya, ya! Lepaskan aku dulu!"

"Okemaru!"

"...."

Onitsuka-senpai dengan paksa menyeret Aneki.

Aku belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya... Aneki baru saja diperlakukan seperti boneka raksasa... Dan mengingat dia adalah seorang gadis yang baik pada pecundang sepertiku, dia bukan sembarang orang, ya?

"... Apa kau puas dengan ini?" Yuuki-senpai bertanya.

"Kurasa begitu. Yah, bahkan aku pun tidak tahu apa yang benar atau salah di sini."

"... Begitu?"

Ditambah lagi, aku tidak menjalani hidupku dengan terus memikirkan masalah yang mendalam seperti ini. Aku hanya memiliki satu hati. Jadi, aku hanya berusaha untuk tidak memikul beban atau tanggung jawab yang tidak perlu. Mengesampingkan apakah hal itu bisa dicapai atau tidak.

"Lebih penting lagi, aku ingin segera pulang. Bolehkah aku masuk ke dalam mobi-..."

"Apa yang terjadi saat itu?"

"... Ya?"

Aku ingin menerimanya dengan tawaran mengantarku pulang, tapi Yuuki-senpai melanjutkan dengan suara yang dalam.

"Aku sebelumnya mencari tahu masa lalu Kaede. Dorongan dan kemampuan untuk mengambil tindakan di luar lingkup orang biasa, keberanian untuk tidak gentar menghadapi kekerasan... Aku merasa sulit untuk percaya bahwa masa lalu yang biasa saja bisa melahirkan seorang wanita seperti itu. Dan begitulah caraku mengetahui bahwa dia memiliki seorang adik laki-laki- itu kau."

"Astaga..."

Aku tidak bisa menyembunyikan ketidakpuasan dan rasa jijikku. Itu tidak terdengar seperti evaluasi yang akan kau lakukan terhadap gadis yang kau sukai. Dan aku pribadi tidak tahu reaksi apa yang tepat ketika diberitahu bahwa Kakak perempuanku seperti monster. Tapi masuk akal jika dia akan mencaritahu tentang semua itu.

"Namun, setiap kali aku berinteraksi denganmu atau Kaede, cenderung ada beberapa informasi yang muncul yang tidak kusadari. Dan itu akan menjadi sesuatu yang mudah untuk digali jika itu terkait dengan keluargamu. Tapi, aku tidak pernah menemukan apapun tentang Kaede dan hubungannya dengan Ayahmu."

"Yah... itu jelas tidak normal, anggap saja begitu."

Bagaimana dia bisa menemukan informasi tentang keluarga seseorang secara acak? Setiap episode yang tidak dituliskan secara ketat pada dokumen akan cukup sulit untuk diselidiki, bukan?

Dan dia bertingkah seolah-olah itu adalah hal yang paling normal di dunia... meskipun aku tidak tahu seberapa banyak yang benar.

"Tidak ada perselisihan yang buruk antara Ayah kami dan Aneki. Mereka hanya memiliki pandangan yang berbeda tentang beberapa hal."

"Begitu..."

Ada suatu masa ketika Aneki mencela Ayah dengan keras. Tetapi pada saat yang sama, keputusannya berarti dia bisa melindungi keluarganya dan dia menerimanya. Mereka juga bisa berbicara dengan normal.

"Pokoknya, ayo kita pergi."

"... Ya."

Yuuki-senpai melihat ke depan, memberikan tatapan rumit kepada kakak perempuannya yang sedang dimainkan seperti biola oleh Onitsuka-senpai. Aku selalu berpikir bahwa dia hanya jatuh cinta secara membabi buta, tapi mungkin tidak hanya itu.

Tetap saja... setelah ditelusuri, tidak ada yang muncul... ya?

Saat aku masih kecil, hampir tidak memiliki kesadaran, aku selalu mengikuti Aneki, menirunya. Jika hal itu terus berlanjut hingga hari ini, maka mungkin kami akan tumbuh menjadi sepasang saudara kandung biasa yang akan saling jengkel satu sama lain dan masih tinggal di rumah yang sama untuk tumbuh bersama. Tapi sekarang... bukan seperti itu hubungan yang kami jalani. Aneki mungkin mengatakan bahwa itu bukan masalahnya, tapi aku bisa merasakan keretakan yang pasti di antara kami.

Pernah ada seorang pria yang salah memisahkan diri dari orang lain. Jika dipikir-pikir lagi, dia pasti merupakan target kekaguman Aneki... dan bahkan mungkin cinta pertamanya. Sejak saat itu, Aneki mulai melihat kelemahan sebagai sesuatu yang jahat dan bekerja untuk mendapatkan kekuatannya saat ini. Sejak saat itu, aku mulai menghindari masalah seperti yang dilakukan Ayah kami-sejak saat itu, Aneki dan aku tidak pernah bisa bertatap muka lagi.






|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close