-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha V8 Chapter 7

Chapter 7 - Berita Tak Terduga


"Mm.... bagus."

Berdiri di gerbang sekolah, Natsukawa Aika tersenyum, angin musim gugur yang dingin menggelitik pipinya yang berkeringat. Ia meletakkan pulpennya di dalam binder yang dibawanya, menyelesaikan daftar tugas lainnya. Sambil menyipitkan matanya lega karena sudah menyelesaikan tugas lainnya, ia menyisir rambut sampingnya ke belakang telinga. Sekitar satu setengah jam telah berlalu sejak upacara penutupan selesai.

Ketika tiba waktunya untuk membereskan semuanya, panitia pelaksana bertugas memberikan perintah dan arahan. Hal itu untuk memastikan bahwa semua benda dan kebutuhan lain yang digunakan untuk festival akan kembali ke tempat semula. Aika melihat sampah dengan selotip warna-warni di dekatnya, memungutnya dan memasukkannya ke dalam kantong sampah yang dibawa oleh siswa lain. Tidak lama lagi, pekerjaan panitia juga akan berakhir. Dengan pemikiran itu, dia melihat sekelilingnya sekali lagi, ketika sebuah bayangan muncul di belakangnya.

"... U-Um!"

"?"

Suara serak seorang anak laki-laki mencapai telinganya, mungkin belum cukup untuk memasuki masa puber. Sama seperti murid-murid lain di sekitar Aika, ia menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang anak laki-laki berdiri di samping gerbang, mengenakan hoodie putih dengan celana kargo kebesaran, rambutnya ditata dengan gel rambut. Pakaiannya sangat kontras dengan kulitnya yang agak kecokelatan. Dan kecuali Aika sedang membayangkan sesuatu, pria itu menatapnya secara langsung.

"Maafkan aku, tapi orang luar tidak dilarang masuk-"

"Tidak, bukan itu!"

"Uh-huh..?"

"S-Saat kau mengajak kami berkeliling sekolah, aku tak bisa melupakanmu! Aku terus memikirkanmu selama ini! Jika aku diterima di SMA Kouetsu... maka, berpacaran lah denganku!"

Entah dari mana datangnya, sebuah pengakuan yang penuh gairah. Sekelilingnya menjadi riuh, saat Aika berdiri membeku kaku karena hal itu membuatnya terkejut. Hal pertama yang muncul dalam benaknya adalah hari saat liburan musim panas lalu, saat ia ditugaskan untuk berkeliling di sekitar para siswa SMP. Ia ingat, bahwa salah satu anak laki-laki di sana terkadang sedikit memberontak.

'Apa ini? Sebuah pengakuan?'

'Bocah SMP, yang bener saja.'

'Ara...'

"... Ah...!"

Gumaman dari sekeliling menarik Aika kembali dari pikirannya, saat gelombang rasa malu memenuhinya dan dia menyadari bahwa kepalanya mulai mendidih. Dia harus mengatakan sesuatu. Jadi, dia berbalik ke arah anak laki-laki itu lagi-Namun, sebuah bayangan besar muncul dari sisi Aika. Jadi, dia berhenti sebelum mengambil satu langkah pun.

"Hei sekarang, pikirkan tentang tempat dan waktu, nak."

"Hah?!"

Kemudian, seorang siswa lain, mengenakan kaos hitam, datang dan melingkarkan lengannya di bahu anak laki-laki itu. Dia adalah salah satu Senpai yang sibuk membawa alat peraga yang lebih besar tadi. Dia ditemani oleh dua siswa lain, yang semuanya bekerja untuk menyeret anak laki-laki itu ke luar gerbang sekolah.

"Apa?! Hei...?!"

"Aku akui keberanianmu."

"Tapi, kau tidak seharusnya membuat keributan."

Siswa SMP itu mencoba memprotes, tapi dia tidak bisa mengalahkan beberapa siswa SMA. Setelah mereka menjauh, keadaan di sekitar mereka kembali sepi. Aika menjadi khawatir mereka mungkin terlalu agresif.

"Yo. Kau baik-baik saja, anak kelas satu?"

"Ah... I-Iya!"

Semuanya terselesaikan tanpa Aika sadari. Para siswa berkaos hitam kembali dari gerbang sekolah, berhasil membuat siswa SMP itu pulang dengan tenang. Beberapa siswa di sekitar kembali bekerja, sedangkan beberapa gadis lain tampak kecewa karena tidak ada lagi yang terjadi.

"Yah, bagaimana jika pengakuannya di terima jika dia benar-benar diterima di sini?"

"A-Ahaha."

Salah satu Senpai perempuan di dekatnya mengatakan itu seperti itu bukan masalah siapa-siapa. Dan dia memang benar, tetapi mengatakannya dengan begitu blak-blakan...Aika tidak bisa sepenuhnya menerimanya. Ia hanya tersenyum ramah dan menanggapinya, sebelum kembali ke pekerjaannya. Meskipun satu-satunya pekerjaan yang tersisa adalah mengumpulkan kebutuhan lainnya, sementara fokusnya berkurang drastis, Aika mengikuti kerumunan orang. Di dalam kepalanya, pengakuan sebelumnya terulang berulang-ulang dan meninggalkan kesan yang pasti. Tetapi, bukan dampak dari pertemuannya dengan orang yang tidak dikenal, yang melekat pada dirinya. Hal itu memberinya rasa nostalgia. Suara yang terulang di kepalanya perlahan-lahan mulai berubah menjadi suara milik pria lain... tetapi Aika tidak menyadarinya.

* * *

Ruang rapat panitia pelaksana Festival Budaya dipenuhi oleh orang-orang dan Aika kebetulan sedikit terlambat karena pekerjaannya. Jadi, dia segera bergegas ke tempat duduknya. Di sebelah kirinya duduk seorang anak laki-laki dari kelasnya, Sasaki, dan di belakang dia juga bisa melihat Senpainya, Inoue. Setelah mendekat, Senpai itu berbicara.

"Aku dengar ada anak laki-laki yang menyatakan cinta padamu?"

"Fuehh?!"

Kata-kata itu, keluar dari mulut Inoue yang membentuk seringai jahat, membuat Aika memekik kebingungan. Ia segera menutup mulutnya, namun tetap saja dihujani perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya. Melihat Aika sebegitu bingungnya, Inoue menyuarakan kegembiraannya.

"Gah, kamu imut sekali!"

"Ah, ugh..."

Ia menggerakkan lengannya melewati Sasaki dan menampar punggung Aika. Karena tidak terlalu berpengalaman dengan godaan semacam ini, Aika hanya tersipu malu.

"Hei, Senpai.. Asetmu menyentuhku..!"

"Jijik, menjijikkan."

Sebagai hasil dari semua ini, Sasaki bisa merasakan dada gadis itu secara langsung mengenai punggungnya, meskipun gadis itu seharusnya punya pacar. Tak peduli seberapa hebatnya dia, dia masih terguncang oleh hal itu. Namun, anugerah penyelamat tiba untuk pemuda malang yang baru saja menemukan pacar-

"Oke semuanya, kerja bagus. Kita akan mengadakan pesta kecil-kecilan saat istirahat makan siang dalam beberapa hari mendatang. Jadi, nantikan saja."

""Okaaaay!""

Dengan pidato terakhir itu, Festival Budaya yang penuh dengan banyak drama ini akhirnya berakhir. Dari semua anggota, yang paling banyak mengalami perubahan selama itu adalah ketua panitia, Hasegawa. Ia mengubah rambutnya menjadi lebih pendek, beralih dari kacamata ke lensa kontak, memperkuat penampilannya yang anggun. Kau akan mengira bahwa dia mengalami patah hati dengan perubahan sebesar ini. Namun, berkat itu, ia terdengar lebih tenang saat mengucapkan kata-kata terakhirnya.

"Baiklah! Waktunya bubar!"

"Saitou-san sudah menunggu."

"Baik!"

Berkat ketegangan yang menghuni pertemuan terakhir ini, Aika berhasil mendapatkan kembali ketenangannya. Menyadari bahwa Sasaki anehnya gatal untuk kembali ke kelas mereka, Aika berkomentar sambil mengingat situasi saat ini. Anak perempuan selalu tertarik pada urusan cinta dan dia tidak berbeda. Dan perhatian yang ia tujukan pada Sasaki telah berkembang cukup banyak dibandingkan sebelum ia mulai berkencan dengan Yamato Nadeshiko yang saat ini menunggunya di kelas.

Oh, begitu...

Berjalan tidak di samping Sasaki tetapi beberapa langkah di belakangnya, Aika menatap punggungnya sementara dia menyadari bahwa jenis cerita seperti ini telah bertambah banyak akhir-akhir ini. Dibandingkan dengan masa SMP, hubungan antar manusia di sekelilingnya terus berkembang, membuat perjalanan waktu menjadi semakin nyata.

Apa yang harus kulakukan... sekarang?

Ia teringat akan kejadian yang sangat berpengaruh dengan pengakuan anak laki-laki tadi, saat ia membuka tutup hatinya untuk mengintip ke dalam. Perasaan pucat bergejolak di dalam dirinya. Itu mungkin sesuatu yang baru saja membusuk baru-baru ini. Gumpalan cairan aneh ini memberikan rangsangan yang kuat setiap kali Aika mencoba membelai permukaannya. Jika ia mencoba mencari tahu konsistensinya, cairan itu mengirimkan gelombang ke seluruh tubuhnya, hampir mendesaknya untuk berteriak. Itu menyerupai energi yang membuatnya benar-benar gelisah. Itu sebabnya dia tidak bisa sembarangan bersentuhan dengannya.

Anak laki-laki yang berjalan di depannya, serta pacarnya... Mereka berdua pasti merasakan hal yang sama seperti Aika sendiri. Membelai, menyentuhnya, rangsangan yang sama akan menjalar ke seluruh tubuh mereka. Hal itu pasti membuat mereka berpikir, gelisah. Dan sekarang, dengan keberadaan yang ia rindukan di sisinya, gadis itu pasti mencoba menyentuh benjolan yang akhirnya penuh. Tentu saja, dengan cara yang paling ideal.

Apa... yang harus kulakukan dengan ini?

Menyadari bahwa ia kekurangan sesuatu, Aika merasakan rasa lapar hatinya semakin kuat. Sejak hal ini dimulai, dia menyesali apa yang telah dia lakukan di masa lalu untuk pertama kalinya. Dan nalurinya sayangnya tidak membantunya menemukan cara untuk menghilangkan perasaan ini. Ia tahu, bahwa hati manusia memang tidak sempurna. Namun pada akhirnya, terserah pada orang-orang itu sendiri untuk menggunakan akal sehat mereka sendiri untuk mengendalikan diri dan menghapus lelucon para Dewa itu. Melalui hal itu, mereka akhirnya bisa tumbuh menjadi dewasa. Dan karena Aika tidak pernah menyadari bahwa manusia akan saling membutuhkan satu sama lain untuk menjadi utuh, dia sangat tidak berpengalaman.

Di tengah-tengah semua ini, dia menyadari bahwa rasa lapar dan haus ini membuatnya sangat kesepian. Apa yang harus dia lakukan agar tidak kehilangan rasa yang masih tersisa di dalam dirinya? Menggunakan keahlian khusus dari hati seorang gadis, dia memilih untuk menggunakan sampel di depannya untuk menemukan jawabannya sendiri.

"... Wah!"

"Ups."

Dia mendengar dua suara kebingungan dan dengan cepat mengangkat kepalanya. Saat mereka berbelok di tikungan, Sasaki tampaknya telah menabrak seorang gadis kecil. Untungnya, tak satu pun dari mereka yang terluka. Gadis itu membawa smartphone di kedua tangannya, menempelkan ke dadanya seakan-akan smartphone itu adalah jimat. Melihat tingkah laku itu, Aika menyipitkan matanya.

"Oh, Ichinose-san? Ada apa?" Sasaki bertanya.

Mungkin dia menyimpan perasaan yang sama dengan Aika di dalam hatinya? Bahkan di mata Aika, gadis itu menggemaskan seperti binatang yang lucu. Hal itu membangkitkan keinginan untuk melindunginya bahkan dari sesama jenis, membuatmu ingin merawatnya. Namun, jika Aika tidak memprioritaskan itikad baiknya pada saat itu, dia mungkin tidak akan bisa mengulurkan tangannya kepada Ichinose-san. Memiliki seorang adik perempuan, dia sadar bahwa dia memiliki kecenderungan sebagai pengasuh, namun dia merasa seperti ini.

"Apa kamu baik-baik saja, Ichinose-san?"

"I-Iya. Maaf..."

Semua orang tahu bahwa dia adalah seorang gadis yang sangat penurut. Ia dan Sasaki jarang sekali berbicara. Jadi, mungkin akan sulit baginya untuk memulai percakapan. Karena itulah Aika mengambil alih, mengantar Sasaki pergi saat ia menyemangati dirinya sendiri dan kembali ke kelas. Semoga berhasil.

"U-Um ... Natsukawa-san?"

"Iya? Ada apa?"

Dengan betapa jinak dan tidak amannya suaranya, hampir tidak mungkin untuk menunjukkan kebencian pada gadis itu. Dan hasrat keibuan Aika semakin kuat saat ia bertanya pada gadis itu. Roda gigi Onee-san-nya berputar.

"... Apa kamu tahu dimana Sajou-kun?"

"... Um..."

Dan sekarang, kesadarannya menjadi netral. Dia bahkan tidak tahu mengapa, tetapi Aika tahu bahwa dia berdiri di sana dengan senyum yang membeku. Ia berhasil menguasai diri dan melanjutkan percakapan. Dari kelihatannya, gadis ini sedikit panik, mencengkeram erat smartphonenya, sambil mencari seorang anak laki-laki bernama Sajou.

"...Ada apa dengan Wataru?"

"Aku hanya... tidak bisa menemukannya... Dan dia juga tidak meresponku," katanya dan melihat ke layar smartphonenya, lalu ke sekelilingnya.

Menyaksikan hal itu, Aika menyadari bahwa sikapnya itu bukan karena kepribadiannya yang pemalu, melainkan karena dia benar-benar panik.

"Bukankah dia membantu membersihkan ruang kelas?"

"A-Aku tidak melihatnya..."

"Eh, tidak ada...?"

Ruang kelas tidak terlalu luas. Jadi, tidak bisa melihatnya hampir tidak mungkin. Dan meskipun Sajou Wataru sangat membantu panitia eksekutif Festival Budaya, dia juga tidak menjadi bagian dari pertemuan terakhir sebelumnya. Itu berarti...

"Dia mungkin berada di ruang OSIS atau Komite Moral Publik...?"

"Eh...?"

"Kakak perempuannya Wakil Ketua OSIS. Apa dia tidak pernah memberitahumu?"

"....."

Gadis muda itu menunjukkan ekspresi yang hampir seperti kebingungan. Dia tampaknya tidak tahu bahwa Wakil Ketua OSIS berhubungan dengan Sajou Wataru. Dan untuk beberapa alasan, itu membuat Aika merasa sedikit lebih baik. Ia menyadari bahwa posisinya tidak terlalu normal, mengingat ia adalah adik dari seseorang sehebat Kaede.

"Dan komite moral publik..."

"...?"

"Apa... sebenarnya komite moral publik itu?" Mata almond bulat gadis itu menatap Aika.

Ketua komite moral publik, Shinomiya Rin, sangat berwibawa dan luar biasa seperti namanya, menjadi target kekaguman banyak gadis di sekolah ini. Sahabat Aika, Ashida Kei tidak terkecuali, selalu memperhatikan gadis itu dengan sinar yang kuat di matanya, tersenyum gembira. Untuk beberapa alasan, Wataru kebetulan sering berhubungan dengan gadis itu, bahkan terkadang makan siang bersama mereka. Aika mengerti bahwa ini sebagian besar berasal dari fakta bahwa Kakak perempuannya dan Shinomiya Rin berteman baik, tetapi dia bahkan datang ke kelas mereka kadang-kadang tanpa ada hubungannya dengan Kakaknya, yang bahkan membingungkannya.

"Seharusnya.. bentar lagi dia kembali, kan?"

"Mmm..."

Bagaimanapun juga, ini cukup menjelaskan bahwa Kakak Wataru mengirimnya berkeliling untuk melakukan pekerjaan lagi. Tentunya, dia pasti melakukan pekerjaannya seperti biasa, sambil memiliki tatapan yang jauh dan tidak peduli di matanya. Itulah kesimpulan yang Aika dapatkan.

"Pokoknya, ayo kita pergi, Ichinose-san."

"I-Iya..."

Dengan komite eksekutif yang telah bubar, mereka hanya harus pulang. Gadis itu masih tampak khawatir sambil menatap smartphonenya. Jadi, Aika memberinya senyuman hangat. Menjauh dari ruang kelas terlalu lama hanya akan membuat mereka lebih menonjol, bagaimanapun juga.

* * *

"..."

Sekolah telah kembali ke prosedur reguler, karena para siswa-siswi di dalam kelas terlibat dalam berbagai percakapan. Aika duduk di kursinya yang paling belakang, di samping jendela, menatap kursi kosong di depannya. Itu adalah tempat duduk Sajou Wataru, namun bocah itu sendiri tidak bisa ditemukan. Karena kursi itu masih diletakkan di atas meja, Aika meletakkannya dan menaruh barang-barangnya di gantungan.

"Terkutuklah kau, Sajocchi...! Melewatkan pekerjaanmu untuk membantu kami bersih-bersih...!"

"Ah, Kei 'ya.."

Di sana, sahabat Aika berlari dengan ekspresi masam. Ia mengenakan blazernya di atas hoodie kuningnya, meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil cemberut. Aika merespon dengan memanggil namanya, sambil duduk di kursi Wataru.

"Menghilang begitu saja, bahkan membolos kelas saja sudah berlebihan, kan?"

"Itu... ada benarnya juga."

"Dia juga tidak membalas pesanku. Aku yakin dia sedang mendekati wanita lain."

"Dia tidak mungkin..."

Aika berusaha menyangkal tuduhan kasar yang dilontarkan Kei, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda untuk tenang.

"Pertama teman sekelas yang tsundere, lalu Onee-san yang lebih tua, maskot, Onee-san yang lebih muda dan bahkan adik Sasakichi! Berikutnya siapa lagi?"

"Susunan apalagi itu? Kamu bahkan menambahkan Kakaknya dan-tunggu, siapa yang tsundere?!"

"Tehe~!"

"Hmph..."

Aika mendinginkan kepalanya setelah ledakan ini dan kemudian menyadari sesuatu. Tidak hanya maskot yang disebut tidak sampai ke Wataru, tetapi bahkan Kei juga tidak mendapatkan respon apapun. Karena penasaran, Aika pun mengonfirmasi hal ini.

"Apa kamu sudah mencoba menghubunginya?"

"Beberapa kali. Bagaimana denganmu, Aichi?"

"Aku akan mengirim pesan padanya sekarang juga..."

"Kamu benar-benar tidak mengerti. Aku akan mengobrol dengannya di grup chat!"

Aika mengambil smartphonenya dan membuka obrolan dengan Wataru. Percakapan terakhir yang mereka lakukan adalah pada malam hari pertama festival. Setelah mereka pulang, mereka berdiskusi tentang berjalan-jalan di sekitar festival bersama. Dan, meskipun masih terlalu dini untuk tidur, mereka masing-masing mengucapkan, "Selamat malam." Untuk sesaat, Aika mendapati dirinya tersenyum, tetapi ia segera menenabgkan diri dan mengusap-usap jemarinya di layar.

'Di mana kamu sekarang? Bentar lagi jam pulang tau.'

Pesan itu muncul... lima detik berlalu... tapi tidak terbaca. Menatap layar sejenak, pesan Kei muncul di obrolan grup kelas mereka.

'Kunci, kapten Sajocchi. Pesta nanti, kamu yang traktir.'

"Ah, pesta..."

"Itu benar! Untuk merayakan keberhasilan festival. Tapi rahasiakan dari Ootsuki-chan!"

"Kamu tidak menghormati guru kita..."

'Hanya Sajou yang mendapat nilai selama karaoke.'

'Kunci +3 juga.'

Mengikuti pesan individu Kei, teman-teman sekelas lainnya bergabung, melontarkan keluhan mereka. Sepertinya rasa bersalah karena tidak membantu lebih besar daripada yang diperkirakan. Dan pesan awal Kei jelas tidak membantu.

"... Dia tidak merespon."

"Apa yang sedang dia lakukan..."

Memeriksa obrolan pribadi, Wataru belum membaca pesan itu. Hal yang sama juga terjadi pada Kei. Mereka berdua menjadi khawatir kalau-kalau dia mendapat masalah serius kali ini, jadi mereka saling bertukar pandang.

"Aku... akan meneleponnya."

"Oh, ide bagus."

"Erm..."

Karena Aika tidak pernah memulai panggilan sendiri, dia harus terlebih dahulu mencari tombol panggilan. Setelah menemukan dan menekannya, layar berubah dan ia meletakkan smartphonenya di telinganya, menunggu Wataru menjawab. Gugup adalah satu hal, tetapi dia juga merasakan jantungnya berdegup lebih cepat karena ini adalah yang pertama baginya.

"... Um."

"Dia tidak menjawab sama sekali?"

"Aku akan menunggu sebentar lagi-"

'Permisi!'

""?!""

Kira-kira sepuluh detik setelah Aika memanggil Wataru, sebuah suara yang jelas terdengar dari luar kelas. Saking kerasnya, seluruh isi kelas menoleh ke arah pintu, ketika seorang murid kelas tiga, dilihat dari warna dasinya, berlari ke dalam.

'Ini kelas C, kan? Benar, kan?'

'Y-Ya?'

Dia adalah seorang Senpai dengan rambut hitam panjang yang ditata bergelombang. Dari nada suaranya dan sikapnya secara umum, dia tidak terlihat seperti siswi yang paling serius. Dan dengan kemunculannya yang tiba-tiba ini, para siswa-siswi di dalam kelas mulai berbisik-bisik. Tentu saja, Kei dan Aika saling berpandangan. Namun, calon target Wataru berikutnya tidak terlalu peduli dengan perhatian itu dan hanya melihat sekeliling.

'Maaf, di mana tempat duduk Otouto-kun. Ah, maksudku. Sajou-kun?'

""Eh...?""

Dari orang yang tak dikenal itu kini muncul nama Wataru, membuat Aika dan Ashida kebingungan. Senior misterius itu mendengar tentang tempat duduk Wataru dan berjalan ke arah kami.

'Hei...?'

"Ah, tempat duduknya di sini."

"Oh, di situ. Permisi, ya."

"Silakan... Ah, hei?!"

"Tunggu, siapa kamu ini...?!"

Kei bangkit dari meja Wataru, memberi ruang untuk sang Senpai. Ia berjalan mendekat dan langsung meraih tas Wataru tanpa mengatakan apapun, berbalik untuk pergi. Namun, itu terlalu mendadak, jadi Aika dan Kei memanggilnya.

"Apa lagi sih? Aku sedang terburu-buru, sekarang."

"T-Tunggu, kenapa kamu..."

"Sajou-kun lagi di rawat di rumah sakit. Jadi, dia tidak akan kembali ke sekolah."

"Apa..."

"Seperti yang kukatakan, aku sedang terburu-buru! Dadah, juga makasih!"

"Tung-...!"

Tidak memberikan para gadis itu waktu untuk bertanya, Senpai misterius itu bergegas pergi. Tidak mengerti apa yang terjadi, Aika dan Kei mencoba meraih lengannya tetapi hanya bertemu dengan udara kosong. Mengetahui situasi Wataru, teman-teman sekelas mereka saling berbisik satu sama lain.

'Eh? Apa Sajou... pingsan lagi?'

Salah satu siswa laki-laki bergumam. Tak lama kemudian, spekulasi memenuhi seluruh ruang kelas. Dan karena seorang Senpai datang untuk mampir dan mengambil barang-barang Wataru, itu menyinggung bahwa seluruh cobaan ini menjadi lebih serius daripada yang mereka duga. Tebakan-tebakan menjadi liar, bahkan tentang hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan Wataru.

""....""

Meskipun diberitahu secara langsung, Aika dan Kei tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, hanya membeku kaku. Seorang gadis lain, yang duduk di sisi berlawanan dari ruang kelas, benar-benar pucat dan dalam keadaan yang sama.

* * *

Wataru dibawa... ke rumah sakit...

Dengan Aika yang terus-menerus mengulang kata-kata ini pada dirinya sendiri, ia tidak bisa fokus kembali pada percakapannya dengan Kei. Seluruh tubuhnya bergegas untuk berlari ke sisinya saat itu juga, tapi Kei memegang tangan Aika dan menggelengkan kepalanya. Karena wali kelas telah tiba, mereka tidak bisa pergi. Jari-jari Aika dengan gugup berlari di sepanjang layar smartphone nya, karena ia ingin mengirim pesan padanya, tetapi tidak tahu detailnya, ia bahkan tidak yakin bagaimana cara menyampaikannya.

"...."

"A-Aichi... Tenang dulu, oke?"

Aika pasti terlihat panik dan khawatir karena Kei menyuruhnya untuk tenang. Mendapati hal itu, Aika menunduk menatap tanah.

"Aku tahu. Kamu menghangatkannya."

"... Iya..."

Setelah percakapan singkat itu, Aika terlihat sedikit lebih tenang. Ia bahkan sudah duduk di kursinya lagi, dengan lengan Kei melingkari tubuhnya, seperti syal yang menghangatkan hatinya yang membeku.

"Itu Sajocchi. Dia akan baik-baik saja."

"... Iya."

Suara Kei berbisik lembut di telinganya. Menyadari bahwa ia telah bertindak terlalu jauh, Aika mempertahankan alasannya dan mengangguk. Dia tahu bahwa menerima kehangatan orang lain tidak pada tempatnya pada saat ini, tetapi dia juga tidak bisa menyangkal perasaan nyaman dari lehernya yang dingin membeku yang perlahan-lahan menghangat. Dan meskipun begitu, saat ia menatap ke bawah ke mejanya, perjalanan waktu terasa jauh lebih lambat dari biasanya.

* * *

"Mengenai Sajou-kun. Tampaknya dia harus dilarikan ke rumah sakit karena cedera. Sangat di sayangkan, tapi dia tidak bisa kembali ke sekolah untuk mengakhiri Festival Budaya bersama kita semua."

"Cedera..."

Akhirnya, wali kelas tiba. Wali kelas mereka, Ootsuki, menyampaikan kebenaran yang sama dengan yang telah mereka dengar, yaitu skenario terburuk untuk Aika. Sekarang setelah kucing itu keluar dari kantong, tidak ada yang berani memperkeruh suasana.

"Pokoknya, kita perlu mendiskusikan rencana untuk besok."

Setelah itu, wali kelas mereka mengikuti prosedur standar mereka untuk tidak membiarkan suasana hati menjadi lebih buruk daripada yang sudah terjadi. Dengan bermain bersama seperti biola, para siswa-siswi dengan cepat mendapatkan kembali ketenangan mereka. Dan kemudian, topik pembicaraan berganti menjadi Ootsuki yang menggerutu karena harus pergi minum-minum dengan rekan-rekannya yang sudah paruh baya, yang membuat para siswa-siswi kembali tersenyum dan melupakan Wataru.

Segera setelah jam pelajaran berakhir, Kei dan Sasaki menghampiri Aika. Dan di belakang mereka ada Saitou Mai, yang benar-benar bingung. Ia mungkin tidak tahu bagaimana perasaannya melihat pacar barunya lari ke gadis lain tepat saat jam pelajaran dimulai. Namun, Sasaki tidak terlalu memperhatikan hal itu dan memanggil Aika.

"Natsukawa... Bagaimana dengan acara kumpul-kumpulnya?"

"Eh...?"

Tentunya, ini adalah Sasaki yang mencoba untuk menjadi perhatian. Karena ia peduli pada Aika lebih dari sekedar teman belum lama ini, ia tahu betul bahwa Aika tidak akan bisa berlarian dan bersenang-senang sementara seseorang yang dekat dengannya dirawat di rumah sakit. Dan meskipun ia berpikir sejenak, keraguannya tidak berlangsung lama, karena ia akan menolak tawarannya, karena ia tahu bahwa ia tidak akan bisa bersenang-senang. Dia membuka mulutnya untuk menyuarakan perasaannya, tapi sahabatnya mendahuluinya.

"Aichi... Ayo pergi, oke? Duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa hanya akan membuatmu semakin cemas."

"Kei..."

"Aku setuju dengan Ashida..."

Seperti yang dikatakan Kei, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Jadi, mengalihkan perhatiannya setidaknya akan membuat hati dan pikirannya tenang. Sasaki sangat setuju dengan hal itu. Dan mendengarkan alasan mereka, Aichi menyadari bahwa kemampuannya sendiri untuk menilai sudah sangat terganggu.

"Kamu... benar. Aku juga ikut."

"Yup! Itu membuatku senang!"

Perasaan khawatirnya, kebaikan yang terkait dengan hal itu, mungkin tidak selalu sampai pada orang tersebut. Untuk menyampaikan perasaannya, ia tidak boleh terburu-buru. Apa yang ia butuhkan saat ini adalah memikirkan kata-kata yang tepat yang bisa ia sampaikan pada Wataru saat ia bisa bertemu dengannya lagi. Aika menarik napas dalam-dalam dan kemudian memikirkannya.

... Oh, ya.

Ia telah memulihkan sebagian dari vitalitas dan energinya dan menatap Ichinose Mina, yang pasti sama bingungnya dengan Aika karena seberapa dekatnya dia dengan Wataru. Meskipun pelajaran telah berakhir, dia masih tetap duduk di sudut kelas, tidak bergerak sama sekali.

Ehh...?

Dia pasti berada dalam kondisi yang sama dengan Aika. Dan dia bisa mengerti itu. Namun, tetap saja ada sesuatu yang aneh tentang dia. Dia mungkin seorang gadis penurut yang menghabiskan waktunya dalam kesendirian, tetapi mulai dari semester kedua, dia selalu bersama orang lain. Khawatir, Aika menuju ke arahnya.

"Ichinose-san... apa kamu baik-baik saja?"

"Ehh?! Ah, err..."

Saat Aika meletakkan tangannya di bahu Mina, Mina hampir melompat dari tempat duduknya karena terkejut. Ia segera menyadari bahwa itu adalah Aika dan kembali tenang.

"Pelajaran hari ini sudah berakhir."

"Ah..."

Seperti yang Aika perkirakan, gadis itu bahkan tidak menyadari kalau dia dibebaskan dari sekolah untuk hari ini. Menyadari bahwa ia telah menyendiri selama ini, Mina menunduk malu. Aika dapat dengan mudah mengetahui bagaimana perasaan Mina saat ini karena ia juga pernah mengalami hal yang sama.

"Ichinose-san, apa kamu akan ikut dengan kami ke acara kumpul-kumpul?"

"..."

Jika ia merasakan hal yang sama dengan Aika, maka melakukan hal yang sama persis dengan Kei dan Sasaki adalah yang terbaik untuk semuanya. Yakni, mencoba mengajak Mina untuk bergabung dengan pesta mereka. Ia bahkan mempertimbangkan untuk menyeretnya dengan paksa jika perlu. Ia tahu bahwa Mina telah diminta untuk bergabung dengan pesta ini oleh teman-teman sekelasnya yang lain. Ia akhirnya menatap Aika dengan mata bergetar-

"Aku... aku ada shift kerja hari ini!"

"Ah..."

Dengan langkah cepat yang tak terduga, Mina melesat dan menolak ajakan Aika, yang membuatnya terkejut. Ia kemudian mengambil tasnya dan berlari keluar dari kelas. Aika tidak tahu harus berkata apa dan ia juga tidak sempat menghentikannya.

"Apa dia akan baik-baik saja...?"

"Kamu baik sekali, Aichi."

Melihat Aika yang begitu khawatir, Kei berjalan mendekat sambil tersenyum lembut. Tapi setelah ditolak oleh Mina, dia hanya bisa tersipu malu.

* * *

Di bawah bimbingan ketua kelas Iihoshi, semua orang menuju ke tempat karaoke yang telah ditentukan. Agak sempit untuk memuat semua teman sekelas mereka, tapi hari ini adalah hari terakhir Festival Budaya di Kouetsu, seluruh tempat karaoke penuh dengan murid-murid dengan seragam yang sudah dikenal, menuju ke berbagai ruangan. Sasaki dipiting oleh seorang Senpai dari klub sepak bolanya dan diseret pergi.

Bagian dalam ruangan penuh dengan musik dan suara-suara yang bersemangat, bahkan Aika pun tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Tentu saja, ia bukan tipe orang yang mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Jadi yang paling banyak ia lakukan hanyalah memegang minumannya sambil duduk diam di sofa, tetapi hal itu sudah lebih dari cukup untuk memulihkan kondisi mentalnya. Di tengah-tengah semua itu, sebuah lagu yang ringan dan lembut mulai diputar. Itu adalah lagu terkenal dari seorang penyanyi populer dan dengan ini adalah giliran gadis yang mereka semua tunggu-tunggu, anak laki-laki di ruangan itu bersorak.

"Aichi! Ayo bernyanyi!"

"Hah?! Apa?!"

Kei meletakkan gelas Aika di atas meja dan menarik lengannya. Tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi, Aika diseret ke depan sambil memegang mikrofon. Kemudian, Kei mulai bernyanyi. Setelah melodi A berakhir, Aika bergabung untuk melodi B, meskipun agak terlambat. Suaranya yang telah dilatih dengan menyanyikan lagu-lagu pengantar tidur untuk adik perempuannya yang sangat disayanginya, dengan lembut membelai telinga para siswa-siswi, menenangkan jiwa mereka. Meskipun begitu, dia tidak fokus pada liriknya sama sekali dan baru menyadari bahwa itu adalah lagu cinta dan tersipu malu.

"Phew..."

Pergantian gadis-gadis itu terus berlanjut saat Aika merebahkan diri di sofa sambil mendesah kelelahan meskipun tidak berolahraga. Tapi tentu saja, Kei bersama anak laki-laki lainnya berpesta seperti tidak ada hari esok. Aika sedang mengendap-endap sejenak saat melihat layar smartphonenya menyala di atas meja. Dan Aika tidak terkecuali. Ia mengangkat smartphonenya dan melihat ada pesan baru yang masuk ke grup kelas.

'Maaf aku tidak bisa ikut.'

Melihat pesan singkat di layar kunci smartphone nya, warna mata Aika berubah saat ia membuka kunci smartphone nya. Ia ingin menjawab, tetapi teman-teman sekelasnya yang lain sudah mendahuluinya.

'Kami mendengar kabar dari Ootsuki-chan. Kau baik-baik saja, kan?'

'Muncul juga lu. Gimana dengan lukamu?'

'Tidak menyangka kau akan berada di sini.'

"Ugh..."

Aika jarang menyentuh smartphoenya sepanjang hari. Benar saja, ia tidak bisa mengikuti teman-teman sekelasnya yang selalu mengirim pesan 24 jam sehari. Dan ketika ia memilih kata-kata dengan hati-hati, semakin banyak pesan yang masuk. Belum lagi orang lain sudah mengajukan pertanyaan yang sama dengan yang dia miliki.

'Ada sedikit kecelakaan yang membuat tangan kiriku terluka.'

"Ah..."

Aika bisa mendengar napas terengah-engah dan erangan dari orang-orang di sekelilingnya. Mereka pasti membayangkan pemandangan yang digambarkan Wataru. Tidak terkecuali Aika. Ia bisa melihat seorang anak laki-laki, memegangi pergelangan tangannya saat wajahnya berubah menjadi kesakitan. Seorang anak laki-laki yang jatuh berlutut, menggosok-gosokkan pipinya ke tanah sambil mengerang. Kemudian, dia akan dibawa pergi dengan ambulans...dan pemandangan ini terlalu hidup di kepalanya. Tak tahan, dia menekan telepon ke dadanya.

'Begitu?'

'Pasti sakit, kan?'

'Agak sakit, tapi aman kok. Juga, aku tidak di rawat di sini.'

Begitu katanya, tapi Aika tidak bisa mempercayai kata-kata itu. Dia tidak bisa mendengar suara apapun dari pesannya. Dia tidak bisa membaca ekspresinya saat dia menulis ini. Jadi, seberapa bisa dipercayakah hal ini? Aika melonjak, karena semua perhatian di ruangan itu tertuju padanya. Ia berlari ke pintu, sementara beberapa teman sekelasnya membaca suasana hati dan semakin tenggelam di sofa.





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close