-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha V8 Chapter 8

Chapter 8 - Langit Yang Jatuh


'Mau lihat nggak? Gw bisa nunjukin nya loh.'

'Tidak, makasih.'

'Nggak usah.'

'Menjijikkan.'

[TN: Percakapan di atas dimulai Wataru yang bercanda mau nunjukin lukanya ke teman sekelasnya]

Suara-suara pertimbangan dan kekhawatiran itu akhirnya berubah menjadi fitnah, ketika aku selesai mengatakan kepada semua orang bahwa aku baik-baik saja. Yah, karakterku selalu kacau. Gadis-gadis itu masih menjadi ratu dalam menghinaku. Aku bisa merasakan obat penghilang rasa sakit mulai berkurang.

Aduh, aduh, aduh...

Setelah itu, foto demi foto teman sekelasku yang sedang bersenang-senang di pesta memenuhi obrolan. Aku senang mereka bersenang-senang. Aku lega, karena seluruh situasiku tidak mengurangi suasana hati mereka. Tapi, aku merasa sedikit kesepian.

Tidak bisakah salah satu dari mereka setidaknya mengirimiku video? Aku hanya ingin merubah suasana hatiku ...

"... Kampret lah..."

Berbaring di tempat tidur, satu-satunya hal yang bisa kudengar adalah keheningan total, tidak seperti yang mungkin terjadi dalam foto-foto itu. Aku berguling dan memusatkan perhatian pada telingaku, tetapi hanya bisa mendengar suara mobil di kejauhan. Untuk memastikan bahwa aku tidak akan secara tidak sengaja menjatuhkannya, aku secara hati-hati meletakkan tangan kananku di atas tempat tidur di sampingku, memegang smartphone.

.... Kenapa malah berakhir seperti ini?

"... Hm?"

Meskipun aku masih membuka obrolan, smartphonenku mulai bergetar. Sepertinya ada seseorang yang mencoba meneleponku. Aku mengangkat lenganku yang berat untuk mengarahkan mataku ke layar, di mana layar itu menunjukkan nama-

"Natsukabglegh?!"

Melihat nama yang tidak kuduga, keterkejutan itu membuat genggamanku mengendur dan smartphoneku terjatuh dari tanganku. Benda itu menghantam hidungku, membuatku melihat bintang sejenak.

Oh, begitu... Hari ini, semua nasib burukku menyusulku. Semuanya terhubung... Dalang dari semua ini adalah kau!

"N-Natsukawa...?!"

Yang tentu saja tidak demikian. Bahkan ketika aku baru saja berhenti mengejarnya, dia masih menanyakan alamatku pada Yamazaki karena dia mengkhawatirkanku. Itu adalah kebaikan yang kuharapkan dari Natsukawa. Aku menggosok hidungku untuk menekan rasa sakit dan mengangkat tubuh bagian atasku, menerima panggilannya.

"H-Halo... ooo?!"

Aku hendak menempelkan smartphoneku ke telingaku, ketika secara mengejutkan, wajah cantik Natsukawa muncul di layar smartphoneku. Karena tidak menyangka akan ada panggilan video, aku tidak bisa mengendalikan suaraku. Aku segera memperbaiki posisiku, menggunakan lengan kananku sebagai tongkat selfie. Di layar, Natsukawa menatapku dengan tatapan khawatir.

"... Um, bagaimana kabarmu, Natsukawa? Baik-baik saja, kan?"

'Aku yang harusnya nanya itu!'

Berita terbaru: Natsukawa marah. Jelas, aku melakukan kesalahan di sana...

Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara yang benar. Karena lebih dari itu, bertanya 'Apa yang kau inginkan?' akan lebih buruk lagi. Aku tidak memiliki waktu luang untuk benar-benar memilih sekarang. Jadi ketika aku sedang mencari kata-kata yang tepat, aku baru menyadari bahwa aku mulai tertawa.

"M-Maaf, apa aku membuatmu khawatir?"

'Kamu... Kamu ini benar-benar..! Kamu tidak datang ke kelas, lalu ada seorang Senpai yang tidak dikenal datang menerobos masuk untuk mengambil barang-barangmu... dan mengatakan kamu dibawa ke rumah sakit...'

"....."

Aku tahu, bahwa aku pasti memiliki ekspresi konflik di wajahku. Pada akhirnya, Natsukawa tetaplah Natsukawa. Selalu baik hati, menjaga orang lain dan seorang gadis yang benar-benar imut. Dia begitu sempurna, aku mulai meragukan kenyataan yang kuhadapi. Mungkin aku hanya masuk ke dalam VRMMO tanpa jalan keluar. Namun... aku memaksa orang yang begitu ideal melalui begitu banyak kesedihan. Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi itu juga mengapa aku tahu aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang sebenarnya terjadi.

'... Apa kamu baik-baik saja?'

Dia pasti bisa melihatku dengan baik melalui kameraku, karena tatapannya mengembara dari atas ke bawah. Aku mulai merasa sangat gatal sekarang. Meskipun tidak berhadapan langsung dengannya, aku terpaksa memalingkan muka.

'Nee, lihat ke arahku.'

"Ah, baik..."

Karena takut dia akan marah kepadaku, aku menghadap ke arah smartphoneku lagi.

Apa ini benar-benar situasi yang membuatnya menatapku? Aku menjadi sangat malu sekarang... Bagian mana dari diriku yang dia lihat? Aku ingin dia memberitahuku. Karena di situlah aku akan menaruh semua fokusku untuk beberapa bulan ke depan. Apa dia akan marah padaku jika aku memasang wajah sombong...?

'Eeek...?!'

"!"

Pikiran yang berbahaya memenuhi dadaku ketika Natsukawa tiba-tiba melompat, dua tangan merangkulnya dari belakang. Layar di ujungnya bergetar dan meskipun aku tidak bisa melihat suaranya... aku tahu itu Ashida.

Itu pasti Ashida. Itu pasti dia... Tolong biarkan itu dia...! Jika itu bukan perempuan, maka aku akan pingsan. Jadi, tolonglah...!

'Temukan penjahat yang menyekap Sajocchi!'

'K-Kei...! Aku tidak mencoba untuk...'

'Yahoo, Sajocchi. Kamu baik-baik saja...? Tunggu, kenapa kamu terlihat begitu lega?'

'Ah, tanganmu...'

Melihat pasangan yuri yang sudah tidak asing lagi itu saling menggoda di depanku membuatku lega. Tentu saja, gadis lain akan baik-baik saja, tapi aku hanya senang bahwa beberapa bajingan tidak mencoba melecehkannya secara seksual. Namun, kelegaan ini hanya berlangsung sesaat, karena mereka bisa melihat tangan kiriku dengan seluruh bawaannya. Paling tidak, itu hanya punggung tanganku.

"Ya, kau tahu, ini seperti gambar yang aku kirim di grup chat. Ini hanya kebetulan saat aku sedang bersih-bersih."

'Yang membuat tangan kirimu tertusuk.?'

"Ya. Salah satu alatnya meleset ke kanan... Slang! Begitulah luka ini aku dapat."

''Ugh...''

Mereka berdua pasti membayangkan pemandangan saat aku terluka karena mata mereka menyipit mendengar penjelasanku.

Maaf karena telah membuat kalian khawatir... tapi wajah itu sangat menggemaskan. Aku mungkin bisa menyelinap untuk menciumnya sekarang... Tidak, hentikan. Itu hanya akan menjadi bagian lain dari masa laluku yang kelam yang akan kupikirkan 10 tahun lagi.

'Jadi... apa kamu benar-benar baik-baik saja? Apa ada efek sampingnya...?'

"Itu... tidak bisa dikesampingkan dulu."

'Begitu..'

'Semoga cepat sembuh, Sajocchi!'

'Benar. Semoga cepat sembuh.'

Melihat mereka benar-benar khawatir membuatku merasa sedikit geli. Tapi paling tidak, hal ini seharusnya menghilangkan kekhawatiran mereka sehingga mereka bisa menikmati pesta. Saat ini, aku ingin mereka bersenang-senang untukku juga.

"Makasih sudah mengkhawatirkanku. Kalian masih di tempat karaoke, kan? Maaf merusak kesenanganmu."

'Eh? Tunggu...'

"Sangat di sayangkan, jika kau hanya mengobrol denganku. Ashida, pastikan untuk mengirimiku video Natsukawa bernyanyi."

'Santai masbro. Aku sudah merekamnya.'

'Hah? T-Tunggu, kamu sudah?! Aku tidak mendengar tentang itu!'

'Keh ... heh ... heh ...'

Ashida muncul dari layar dan menilai dari reaksi Natsukawa, dia pasti sudah kembali ke ruang karaoke. Natsukawa menyerah untuk mengejarnya dan malah menatapku.

'Tapi, kamu beneran baik-baik saja, kan?'

"Ya, maaf mengganggumu."

'Yah, nggak masalah.'

Dia pasti ingat fakta bahwa seseorang merekamnya saat bernyanyi karena dia mulai tersipu dan mengalihkan pandangannya.

Oh, begitu... jadi dia memang bernyanyi... Astaga, aku ingin mendengarnya secara langsung... Itu mungkin penyesalan terbesar yang kumiliki saat ini...

'... Bisakah kamu datang ke sekolah?'

"Oh, bisa, mungkin."

'Jawabanmu terdengar tidak meyakinkan.'

Sudah berapa kali aku melihat ekspresi jengkel seperti itu darinya? 

Aku yakin Airi-chan bisa menyaingi itu, bahkan lebih. Tapi dibandingkan ketika kami baru saja mulai berbicara, ekspresinya melunak cukup banyak. Kurasa menelepon seperti ini berhasil menenangkannya. Itu adalah anugerah yang menyelamatkan.

"Beritahu semua orang bahwa aku baik-baik saja. Aku yakin itu akan terdengar lebih meyakinkan jika berasal darimu dan Ashida."

'Iya.. T-Tunggu, apa kamu ingin mengatakan pada semua orang bahwa aku baru meneleponmu melalui video call. Itu maksudmu?'

"Aku Mengandalkanmu. Aku tidak ingin mereka mengkhawatirkanku."

'Y-Yah... baiklah.... Oh, ya, Ichinose-san...'

"Hm? Ada apa dengan Ichinose-san?"

Tiba-tiba, sebuah nama yang tidak terduga keluar dari mulut Natsukawa, memaksaku untuk membalas pertanyaan dengan tercengang. Sebagai mantan Senpainya di tempat kerja paruh waktu dan Papa-nya, aku tidak bisa tidak penasaran dengan apa yang terjadi dengannya.

Apa dia ikut ke karaoke juga... Wow, aku akan mati mendengarnya.

'Ichinose-san... dia tidak datang ke pesta.'

"Ehh? Serius?"

Aku masih ingat Shirashi-san dan Okamocchan yang sangat agresif saat mencoba mengundangnya... Tapi aku ragu dia menyukai tempat yang bising seperti karaoke. Tidak sulit untuk membayangkan bahwa dia tidak akan termotivasi untuk hal ini.

Kurasa ini masih terlalu dini untuknya... Tunggu, Ichinose-san... Hm... Aku merasa seperti melupakan sesuatu...

"... Ah."

'Hm?'

"Aku seharusnya pergi berkencan dengannya pada hari libur besok."

'H-Hah?! Kencan?!'

Suara kaget Natsukawa membuat telingaku berdenging. Aku rasa dia juga lupa tentang hal itu. Jadi, aku langsung menyelesaikan kesalahpahaman yang sedang terjadi.

"Aku berjanji untuk pergi membeli rak buku dengannya. Dan Ashida bilang dia juga ingin ikut."

'Ah...'

Rak buku, belanja, kencan, hm... mungkin tangan kiri ini tidak memungkinkan. Dan kembali ke sekolah juga berarti aku harus beristirahat dengan baik besok. Aku tidak ingin membuat Ichinose-san merasa tidak enak melihatku berkutat dengan perban di tangan kiriku. Aku sudah tahu... dia mencoba untuk bersikap perhatian...

'Begitu, ya... Itu sebabnya Ichinose-san mencarimu tadi...'

"Eh?"

'Nee... Wataru? Bisakah kamu menghubungi Ichinose-san nanti? Dia bertingkah aneh sejak dia mendengar kabar dari Ootsuki-sensei...'

"O-Oh... Mengerti."

'Itu adalah janji, oke?'

Ichinose-san, ya... Ya, mendengar bahwa aku harus masuk rumah sakit pasti cukup mengejutkannya. Dan mengingat bahwa kencan besok tidak mungkin sesuai jadwal, aku mungkin harus meminta maaf...

'J-Juga...'

"Ya?"

'K-Kenapa... kamu menyebutnya kencan? Kamu hanya pergi bersamanya untuk membeli rak buku, kan? Kalian hanya akan pergi bersama.'

"Ugh...!"

Logika itu... Tidak, bahkan pasangan sahabat yang berbeda jenis kelamin pun pergi keluar di hari libur mereka dan itulah yang disebut kencan. Ini jelas bukan karena aku ingin melihat Ichinose-san bingung melihatku menggunakan istilah itu sehingga aku begitu bersikeras untuk menggunakannya atau semacamnya. Percayalah..

'A-Apa yang kamu rencanakan dengannya?!'

"Aku bahkan tidak mengatakan apa-apa! Seorang pria dan wanita pergi bersama di hari libur. Bisa di artikan kencan, kan?"

'Kalian hanya bertemu di hari libur! Kalian hanya membeli sesuatu bersama!'

"Tapi, kau bisa menyebutnya kencan!"

'Kencan adalah sesuatu yang kamu lakukan ketika kamu dan orang lain memiliki... hubungan semacam itu! A-Apa kamu tidak salah paham tentang hal ini?'

"S-Sangat tidak masuk akal...!"

Aku tidak bisa membiarkan hal itu. Aku tidak bisa membiarkanmu mengutarakan pikiranmu lebih jauh lagi, Natsukawa-dono! Kau tidak boleh membelah fantasiku dengan pedang realitasmu! Dan kau bahkan mengatakan itu pada anak laki-laki yang kau tolak berulang kali... Mengapa kau jauh lebih emosional sekarang daripada saat pengakuan-pengakuanku sebelumnya?! Aku tidak melihat kemenangan dalam hal ini dan aku tahu kalau bertarung dengan Natsukawa lagi seperti ini, aku tidak akan menang, aku tahu itu.

"T-Terserahlah... Mengingat luka yang kualami saat ini, kupikir aku tidak akan bisa datang ke mana pun besok. Jadi, kencan atau apa pun sebutannya dibatalkan."

'A-Ayolah, tidak perlu merajuk seperti itu!'

Kenapa, terima kasih. Aku adalah pecundang menyedihkan yang menyebut pergi dengan seorang gadis yang dipaksa berlutut di depannya sebagai "kencan". Ini semua karena aku pantas mendapatkannya. Aku adalah Jinjinmaru kidal. Dan seperti denyutan di namaku, aku merasa sangat sakit..

"Beritahu Ashida bahwa... perjalanan belanja dibatalkan."

'K-Kenapa harus aku...!'

"Aku tidak tahu apakah bisa memajukan jadwalnya, tapi kita lihat saja nanti. Aku akan berbicara dengan Ichinose-san nanti."

'T-Tunggu sebentar... Jadi kamu masih akan pergi berbelanja dengannya kapan-kapan?'

"Yah, setidaknya aku harus membayarnya karena telah membatalkan rencana kami. Jika dia tidak menginginkan bantuanku lagi, ya sudah."

'B-Baiklah..'

Alasan Ichinose-san mengundangku adalah karena dia tidak bisa berbicara dengan seorang karyawan sendirian... Dan setelah kupikir-pikir, kurasa ini benar-benar tidak terasa seperti kencan... Aku yakin siapapun akan baik-baik saja... Ugh...

'Um... Saat itu.. tidak harus kalian berdua.. bisa..'

"Pokoknya, itu saja. Nikmati pestanya, oke? Sampai jumpa di sekolah."

'Eh? T-Tunggu, aku tidak-'

Sniff, sniff.

* * *

Malam pun tiba dan keesokan harinya pun tiba. Setelah semua yang terjadi, aku terbangun dan menyadari bahwa aku seharusnya tidur lebih lama lagi, karena merasa sangat lesu. Demam akibat luka membuatku terbangun dalam keadaan basah kuyup oleh keringat, yang membuat fakta bahwa aku belum mandi selama sehari menjadi lebih buruk lagi. Dengan menggunakan energi yang tersisa di tubuhku, aku makan bubur yang dibuatkan Ibu, dilanjutkan dengan menelan obat penghilang rasa sakit dan obat penurun panas. Berkat itu, aku merasa mengantuk sekali lagi dan pergi tidur... membawaku ke masa sekarang.

"Aku ingin tahu..."

Sambil berbaring di tempat tidur, aku bergumam dalam hati. Meskipun aku baru saja masuk SMA, aku sudah pingsan saat musim hujan dan mengalami luka seperti ini di musim gugur... jadi ada sesuatu yang tidak beres. Tubuhku berhasil pulih dari pukulan Aneki dan sikapnya yang bar-bar, membuatku bangga dengan tubuhku yang kokoh dan vitalitas yang tinggi.

Aku seharusnya menjadi pria dengan spesifikasi tinggi...

"... Hm?"

Smartphoneky bergetar. Karena aku baru saja bangun tidur, aku menyimpannya di samping bantal. Waktu sudah lewat tengah hari dan aku melihat ada sekitar 20 pesan yang belum terbaca. Karena mereka mengadakan pesta semalam, aku menduga ini tidak ada hubungannya denganku. Aku membuka aplikasi LINE dan melihat DM langsung dari beberapa orang.

'Aku yakin kamu ingin mendengarkan ini. Ini untukmu.'

"Ooooh..."

Ketua kelas Iihoshi-san mengirimiku video dari karaoke kemarin. Saat memutarnya, aku mendapati Natsukawa sedang menggenggam erat mikrofon dengan kedua tangannya, bernyanyi sekuat tenaga.

Ini dia! Ini yang aku inginkan! Dengan ini, kuras aku bisa melawan Aneki lagi...!

'Tuh. Berterima kasihlah padaku.'

"Oh, di sini juga..."

Aku mendapat video serupa dari Yamazaki. Kali ini, itu menunjukkan Natsukawa dan Ashida.

Yang kau butuhkan hanyalah seorang teman...! Dia melakukan pekerjaan yang hebat kali ini. Aku akan mentraktirnya sesuatu...

"... ehh?"

Dan sekarang, giliran Matsuda. Kami mungkin duduk berdekatan di kelas, tetapi kami bahkan hampir tidak pernah berbicara, namun dia juga mengirimiku video Natsukawa yang sedang bernyanyi. Video itu diambil dari sudut yang berbeda dari yang sebelumnya.

Dia berusaha keras untuk merekamnya untukku dan bahkan menambahkanku sebagai teman.

Benar-benar orang yang baik.

Setelah itu datanglah Yasuta, Iwata, Ogami dan juga beberapa gadis yang semuanya mengirimiku video Natsukawa sedang bernyanyi.

Tunggu dulu. Apa kalian benar-benar melakukan ini dengan itikad baik?

Tidak ada satu pun video sudut rendah yang bisa ditemukan. Dan mereka semua hanya mengirimiku video tanpa pesan lain. Jadi, aku menduga mereka mencoba untuk bersikap baik.

Tapi, mengapa rasanya seperti mereka menaruh sidik jari di smartphonenku sendiri?

"...!"

Merasakan dorongan niat membunuh muncul di dalam diriku, aku memeriksa pesan-pesan lainnya ketika aku melihat nama tertentu-Ichinose Yuu. Itu adalah Kakak Ichinose-san, Bear-senpai.

'Dia sudah tenang sekarang. Hubungi dia jika kau punya waktu.'

"....."

Terlihat jelas bahwa dia agak putus asa. Dia mungkin dalam mode Onii-chan dan jelas sekali dia peduli pada adiknya. Kemarin setelah aku selesai menelepon Natsukawa, aku mengirim pesan kepada Ichinose-san, meminta maaf karena sudah membuatnya khawatir. Dia memang merespons dengan cepat setelahnya, tetapi kami hampir tidak berbicara di telepon. Suaranya terdengar kalah dan lemah, sehingga sulit untuk mengetahui apa yang dia katakan.

"Aku tidak menyangka dia akan menangis karena hal itu..."

Aku menghubungi Kakaknya untuk menanyakan tentang dia. Menurutnya, dia sangat terkejut mendengar tentang lukaku, merasa cemas dan takut pada situasi yang tidak biasa dia alami. Dan apa yang dia katakan kepada Natsukawa tentang pergantian giliran kerja mungkin bohong belaka. Aku ingat dia mengatakan bahwa dia tidak punya pekerjaan.

"... Fiuh."

Jantungku berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya, saat aku mengirim pesan kepada Ichinose-san, menanyakan apakah dia punya waktu untuk berbicara. Semenit kemudian, sebuah jawaban "Iya" kembali terdengar. Jadi, aku meneleponnya. Aku mendengar melodi yang familiar ketika suaranya berubah, memberitahukan bahwa ia menerima panggilan.

"Um... Sudah sekitar satu hari, Ichinose-san."

'... H-Halo.'

"Apa kau merasa lebih baik sekarang?"

'I-Iya...'

Aku mencoba berbicara selembut mungkin, bersikap sama seperti saat kami baru saja mulai bekerja bersama. Dan sebagai balasannya, perasaan nostalgia memenuhi diriku. Sebagai balasannya, aku bisa mendengar suara gumam yang kau harapkan selama apel pagi.

"Maaf sudah membuatmu khawatir."

'T-Tidak, aku yang harus minta maaf... Aku bahkan tidak mengatakan apa-apa padamu...'

"Itu salahku yang membuatku terluka, jadi jangan khawatir."

'.....'

"Tapi, kurasa itu tidak akan berhasil."

Suasananya sangat canggung. Kami seperti kembali ke masa-masa awal kami mulai bekerja bersama. Kami tidak pernah sedekat itu. Tapi aku pikir, tembok yang ada di antara kami perlahan-lahan mulai runtuh. Dan mencoba untuk menjadi perhatian sekarang tidak akan membuat kami lebih dekat... jadi aku mengambil keputusan dan mengambil langkah maju.

"Aku senang kau mengkhawatirkanku... Tapi, apakah itu benar-benar sesuatu yang perlu ditangisi?"

'.....!'

Aku memastikan untuk tidak membuatnya terdengar seperti sedang menggodanya. Dan melalui itu, aku akan tahu bagaimana perasaan Ichinose-san yang sebenarnya. Aku tidak boleh mengambil langkah yang salah di sini.

'Apa... lukamu tidak apa-apa?'

"Ya, baik-baik saja sekarang."

Percakapan tiba-tiba berubah, saat aku menerima pukulan. Aku bermain tegar dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Dan tentu saja, aku merasa tidak nyaman dalam kehidupan sehari-hari di sana-sini, tetapi aku seorang pria. Aku tidak bisa menunjukkan kelemahan apa pun terhadap wanita.

'Ada... sesuatu yang tidak bisa aku katakan... kemarin...'

"Hah?"

'Maafkan aku.'

Sebuah tanda tanya muncul di atas kepalaku.

Seharusnya dia tidak perlu meminta maaf. Bagaimana dia bereaksi dan memperlakukanku terkait luka ini, itu terserah dia. Aku tidak berteman dengannya hanya karena mengharapkan kebaikannya. Karena ini bukanlah persahabatan dan juga bukan ikatan yang kuinginkan.

"Kau benar-benar baik, Ichinose-san."

'T-Tidak...!'

"Eh?"

Penyangkalannya yang tiba-tiba membuatku terkejut. Aku tahu betapa baiknya dia saat melihat bagaimana dia memperlakukan buku-bukunya. Tentu saja, terkadang hal ini berubah menjadi kelemahan, tapi tanpa itu Ichinose-san tidak akan menjadi Ichinose-san. Itu adalah faktor penting dalam menciptakan Ichinose-san yang sekarang. Dan aku tidak akan menerima siapa pun yang mengatakan dia tidak baik.

'Saat aku mendengarmu di bawa rumah sakit ... hal pertama yang kurasakan adalah kekecewaan. Berpikir bahwa janji yang kita buat untuk pergi berbelanja bersama akan batal.'

"....."

'Dan... aku benar-benar membenci diriku sendiri karena memikirkan hal itu. Meskipun aku ingin menghubungimu, aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat... atau waktu yang tepat...'

"Um, Ichinose-san?"

'Dan bahkan ketika aku ingin mengunjungimu, aku tidak tahu rumah sakit mana kamu di rawat... Aku juga tidak tahu di mana kamu tinggal... Aku tidak tahu apa-apa tentangmu...!'

"Ichinose-san."

'Aku minta maaf.. karena tidak melakukan apa-apa...!'

"....."

Teriakannya memperjelas betapa berantakannya Ichinose-san. Dan aku bisa melihatnya. Perasaan tidak stabil, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau ke mana harus pergi, kau merasa tidak berdaya. Terlebih lagi, jika perasaan pribadimu menciptakan keretakan yang jelas dengan orang lain. Aku pernah merasakan hal yang serupa sebelumnya. Aku ingat tidak dapat melakukan apa pun selain menundukkan kepala dalam kekalahan.

Namun, Ichinose-san mengungkapkan perasaan itu dengan kata-kata, mengatakannya secara langsung kepadaku. Dia benar-benar luar biasa. Berjuang untuk menemukan kata-kata yang tepat, namun pada akhirnya menelannya... Apa yang dia lakukan begitu sulit, namun dia tetap berhasil.

"Aku senang dengan hal ini, kau tahu?"

'... Apa...'

"Karena itu berarti kau menantikan kencan kita, kan?"

'Hah...?! Ah...!'

Biasanya, ini akan menjadi momen untuk menerima bahwa ini bukan kencan. Dan kata-kata yang Natsukawa katakan padaku masih terngiang di dalam diriku, menyebabkan pendarahan internal dan kerusakan yang sangat besar. Namun, ketika Ichinose-san menyatakan bahwa "Aku ingin pergi berkencan! Waaah!" (Dia tidak mengatakannya) dengan suara berkaca-kaca, dadaku terasa begitu hangat. Aku yakin tangan kiriku akan sembuh besok seperti yang kalian lihat di manga.

"Apa aku salah?"

'Eeek... Tidak, um... yah... tidak sepenuhnya...!'

"Aku akan menebusnya suatu hari nanti, oke?"

'Ah...'

"Jadi setidaknya untuk hari ini... Biarkan aku beristirahat sebentar, oke?"

'Uh-uh, iya...!'

Pada akhirnya, akulah yang harus membatalkan kencan tersebut.

Apa tidak apa-apa jika aku memiliki gadis yang baik hati sebagai teman? Tunggu sebentar... Jadi Ichinose-san adalah gadis yang cukup baik selama di luar pekerjaan?

"Sampai jumpa lagi di sekolah besok."

'I-Iya. Sampai jumpa...'

"Sampai jumpa," kataku lalu menutup telepon.

Aku merasa jauh lebih segar sekarang. Aku merasa tidak enak karena tidak ada yang benar-benar sembuh, tapi setidaknya itu membantuku melupakan rasa sakit di tangan kiriku. Karena aku minum lebih banyak obat. Aku merasa seperti aku akan dapat memiliki mimpi yang hebat sekarang, jadi mungkin aku harus minum...Siapa lagi sih...?

"....."

"... Halo."

"..ehh?"

Di sudut pandanganku berdiri seseorang yang tidak kuharapkan untuk bertemu. Seorang gadis yang seharusnya tidak ada di kamarku. Smartphone yang kupegang terjatuh di atas kaus biru tuaku. Dan benturan itu membuat tenggorokanku bergerak. Tapi aku tidak punya waktu untuk membentuk kata-kata, karena penyerbu kamarku-Natsukawa-melangkah maju dengan ekspresi tanpa emosi, meletakkan sebuah kantong plastik di atas meja kecil di sebelah mejaku.

"Natsukawa, kenapa kau..."

"... Aku datang untuk mengunjungimu."

"Ah, terima kasih... Kau tidak perlu melakukannya."

Barang-barang yang muncul dari kantong plastik itu adalah barang-barang khas seperti puding, pokari, sebungkus jus sayuran, onigiri dan-

Tunggu, onigiri?! Dibungkus, tidak kurang?! Apa dia yang membuatnya?!

"Ini..."

Tidak dapat memahami apakah ini kenyataan atau mimpi, aku melihat di antara penyusup rumah yang perlahan-lahan mulai terlihat seperti Dewi dan barang-barang yang dibawanya untukku. Aku ingin memastikan apakah dia benar-benar membuatnya ketika aku merasakan kehangatan samar menjalar di tangan kiriku.

"Ini..."

"N-Natsukawa...?"

Dia tidak mengangkat tanganku atau apa pun, tetapi hanya dengan lembut melingkarkan kedua tangannya di tangan kiriku, menatapnya dengan ekspresi kesakitan. Karena perawatan medis yang kudapatkan bukanlah sesuatu yang luar biasa, bahkan orang yang tidak tahu apa-apa pun bisa tahu bahwa ini adalah urusan yang serius. Tetapi tatapannya membuatku merasa kulitku sembuh lebih cepat.

"... Apa itu sakit?"

"Yah... obat penghilang rasa sakit tidak sepenuhnya menghilangkannya."

"... Ada apa dengan jawaban itu."

"Yah, kadang-kadang aku tidak percaya diri."

Maafkan aku karena memanggilmu penyusup. Kau adalah seorang Dewi. Aku akan mengikutimu selama sisa hidupku. Benar, aku akan memasang kuil untukmu di kamarku. Dan aku akan mempersembahkan onigiri ini setiap hari. Jadi, berikanlah aku kekuatan ilahimu, aku akan membuat rasi bintang untukmu. Berbahagialah kalian semua yang lahir di bulan Oktober...

"... Maafkan aku."

"Eh?"

"Jaga dirimu."

"Tunggu, Natsukawa?!"

Dia mengambil tas kosong dan dengan cepat meninggalkan kamarku. Tak bisa menghentikannya, aku mendengar suara langkahnya menuruni tangga. Dengan semua yang terjadi secara tiba-tiba ini, aku tidak bisa mengikutinya.

"...'Maafkan aku'?"

Apa ini tentang dia yang dengan panik menyangkal seluruh kejadian kencan itu?

Tapi, terlepas dari itu, ekspresi dan nada suaranya sungguh terlihat... berubah-ubah dan sia-sia. Kurasa itu tidak akan cukup untuk membuatnya merasa seperti ini.

.. Untuk apa dia meminta maaf?

'... Maafkan aku. Saat ini... Aku tidak tertarik pada cinta atau semacamnya.'

"... Sekali lagi, ?"

Sudah berapa kali aku diberi tahu kata-kata itu? Berapa kali aku memaksa Natsukawa untuk menunjukkan ekspresi sedih seperti itu? Mengguncang, mengubah, menggerakkan hati... Memahami satu hal, misteri lain semakin dalam. Menderita luka ini demi orang lain... sama sekali tidak ada gunanya untuk melihat langit yang jatuh.

Catatan Penerjemah: 

Ini perasaan Mimin aja atau emang Ichinose Mina tambah imut yak? wkwk





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close