Chapter 22 – Bersama dengan Gadis paling imut pertama dan kedua dirumahku
Aku pulang ke rumah dengan Asanagi dan menyiapkan teh, kue, dan barang-barang lain yang baru saja kami beli. Tidak lama setelah itu, interkom rumahku berbunyi.
"Ya?"
[Yo, aku datang, Maehara-kun~]
Di layar interkom adalah Amami-san dengan senyum manisnya.
Dia mungkin sedikit memaksakan dirinya saat berlari, beberapa poninya menempel di dahinya karena keringatnya.
"Maaf, aku akan membuka kunci gerbangnya... Oke, masuklah."
[Roger ~]
Aku membuka kunci otomatis dan menunggu Amami-san masuk. Ruangannya agak berantakan karena pertemuan ini agak mendadak. Tapi, tidak terlalu berantakan sehingga kami tidak bisa menerima tamu.
Untuk saat ini. Aku mendorong tumpukan pakaian yang ditinggalkan Ibuku ke kamarnya dan membersihkan meja di ruang tamu.
“Hei, Maehara dimana piringnya?"
"Piring?"
"Iya, untuk meletakkan kue ini dan beberapa makanan lainnya.."
"Ah, soal itu. Jika kau mencari piring, coba periksa lemari di sebelah kulkas. Oh, di sana seharunya ada cangkir dan piring, gunakan itu juga."
"Oke."
Asanagi dan aku membagi peran dan membuat persiapan untuk menerima Amami-san sebagai tamu.
Yah, Asanagi juga seorang tamu, tidak apa-apa jika dia hanya duduk di sofa, tapi…
'Biarkan aku membantu.'
Itu yang dia katakan setelah sampai di rumahku. Jadi, aku membiarkan dia membantuku.
“Permisi~ …O-Ohh… Jadi, ini rumah anak laki-laki, ya.."
“Maaf jika terkesan sempit. Soalnya, hanya aku dan Ibuku yang tinggal di sini.”
“Ah… M-Maaf, apa aku tidak sopan? I-ini pertama kalinya aku datang berkunjung ke rumah laki-laki. Jadi …”
Amami-san berbalik ke sini dengan pipi memerah. Dia terlihat sangat alami ketika dia berbicara dengan anak laki-laki lain di kelas, tetapi melihat reaksinya sekarang, dia lebih tidak berpengalaman daripada yang kukira sebelumnya. Dia mungkin juga tidak pernah berpacaran dengan siapa pun.
“…Ada apa, Maehara-kun? Apakah ada sesuatu di wajahku?"
“Eh? T-tidak ada…”
Asanagi sedang bersantai di sofa sambil mengawasi kami.
Benar, dia juga bersikap pendiam seperti ini pertama kali dia datang ke rumahku. Tapi sekarang, dia memperlakukan tempat ini seperti rumah keduanya.
Padahal, karena ini seharusnya menjadi pertama kalinya dia datang ke sini, dia menahan diri untuk tidak bertingkah seperti biasa. Dia membimbing Amami-san ke meja di ruang tamu.
“Woah, ada kue ~? Aku suka kue itu. Tapi, bukankah kue ini agak mahal."
"Begitu? Kami sudah menyiapkannya untuk tamu. Jadi, silahkan dimakan."
“Benarkah~? Yay~ Umi juga, jangan hanya duduk di sana, ayo sini makan bersamaku ~”
“Ya, iya. Tapi pertama-tama, bersihkan dulu keringat di wajahmu, oke? Ini sapu tangan.”
“Terima kasih ~ …Tunggu, jangan perlakukan aku seperti anak kecil!”
“Gadis SMA itu masih anak-anak~ Selain itu, jangan lupa cuci tangan sebelum makan, oke?”
“Muu.”
Asanagi terus menggoda Amami-san yang bertingkah seperti anak kecil.
Entah kenapa, melihat mereka berdua begitu dekat. Membuatku berpikir bahwa mereka terlihat seperti Kakak-adik daripada anak SMA yang seumuran.
Asanagi terus menggoda Amami-san yang cemberut.
Mau tak mau aku mengagumi pemandangan itu. Akan sangat bagus jika seseorang mengabadikan ini dalam sebuah lukisan.
“Um… Amami-san, kau mau minum apa? Kopi atau teh hitam…? Ah, aku juga punya teh hijau.."
"Hmm~ Ah, aku ingin minum kopi~. Tentu saja, dengan banyak gula dan susu, oke..."
"Oke, btw.. Kau pernah bahwa kau suka yang manis-manis, kan?"
"Mnm, Maehara-kun. Jadi, kamu masih ingat itu? Aku senang~"
"Y-yah, aku ingat. Lagipula, perkenalanmu sangat berpengaruh di kelas." kataku, sambil menyiapkan kopi.
Karena Amami-san suka dengan yang manis-manis, aku menambahkan susu. Sedangkan, Asanagi.. dia baik-baik saja dengan kopi pahit, tetapi aku tetap menambahkan susu ke dalam kopinya.
“Um, Umi. Apa kamu juga ingin kopi? Sepertinya Maehaera-kun juga sedang membuatkan untukmu.”
"Ah…"
Saat Amami-san mengatakan itu tubuhku menegang.
Aku benar-benar lupa bahwa ini seharusnya menjadi pertama kalinya Asanagi di sini dan aku seharusnya menanyakan preferensinya demi formalitas.
“Hmm? Ah, aku memintanya sebelum kamu datang ke sini. Kopi, tanpa gula tapi dengan susu, kan, Maehara-kun?”
“A-ahh… Y-ya, benar.”
Saat aku mulai tegang, Asanagi membantuku dengan jawaban santainya. Karana aku dan Asanagi tiba di rumah terlebih dahulu. Jadi, seharusnya tidak ada yang aneh dengan jawaban itu.
.... Nice, Asanagi.
“Kalau begitu, seperti yang direncanakan, kita akan membicarakan kejadian minggu lalu. Tapi sebelum itu… Yuu, Maehara-kun.”
“Mm. Ada apa?"
"…Apa?"
"Aku ingin menanyakan ini pada kalian. Kapan kalian bertukar nomor telepon?"
““Ah…””
Asanagi menyipitkan matanya saat dia melihat kami berdua.
Meksipun dua tersenyum. Tapi, senyuman bagiku sangat menakutkan.
Karena aku tidak ingin membuat Asanagi marah padaku. Aku dan Amami-san memutuskan untuk mengatakannya dengan jujur, lalu meminta maaf.
"Jadi, begitu.. Yah, aku sudah menebak akan hal ini "
“Maaf, Umi.. Aku tahu, seharusnya aku tidak melakukan itu. Tapi, aku mengkhawatirkanmu…”
"Aku juga minta maaf. Sudah menyembunyikan ini darimu."
"Eh!? Kenapa kamu juga ikut minta maaf, Maehara-kun!? Kamu tidak melakukan kesalahan apapun! Kamu hanya terlibat denganku dan Nina-chan."
“Meski begitu, aku tetap bersalah karena membiarkan kalain menguping."
Asanagi sudah memaafkanku. Tapi karena aku merahasiakan masalah nomor telepon Amami-san darinya, kupikir aku harus minta maaf untuk itu.
“Apa kalian sudah cukup berdebatnya?"
"'I-Iya..""
"Kalau begitu. Yuu, mendekatlah. Kamu juga, Maehara-kun.”
“"Um? Untuk apa?""
Dengan senyum di wajahnya, Asanagi menyuruh kami mendekat ke arahnya. Mau tak mau, aku dan Amami-san mendekatkan wajah kami ke arah Asanagi.
Hal berikutnya yang kutahu, aku merasakan sakit yang tajam di dahiku.
""Aduh!""
“Itu hukuman kalian.."
Dia menyentil dahi kami berdua. Itu sangat menyakitkan. Rasanya seperti dia menusuk dahiku dengan jarum.
Bagian yang dia sentil masih terasa mati rasa bahkan setelah beberapa saat. Mungkin aku mendapat pendarahan internal karena itu.
"Aku tidak marah atau semacamnya. Aku hanya mencoba membuatnya impas. Juga, Yuu.."
"I-Iya..."
"Lain kali, jangan lakukan itu. Aku mengerti bahwa kamu menghawatirkanku. Tapi, kalau kamu melibatkan orang lain lagi. Kamu tahu 'kan, apa yang terjadi selanjutnya?"
"I-Iya, lain kali aku tidak akan melakukannya."
"Selama kau mengerti, maka tidak apa-apa.."
"Maehara-kun. Sekali lagi, aku minta maaf karena melibatkanmu.."
“T-Tidak apa-apa, aku juga salah. Jadi, aku pantas mendapat dekopin dari Asanagi-san.."
Mengesampingkan Amami-san. Aku berjanji. Lain kali, aku tidak akan menyembunyikan apapun dari Asanagi. Jika tidak, aku akan mendpaatkan dekopin yang lebih menyakitkan darinya.
Serius... bahkan jika aku memiliki seribu dahi, aku tidak akan mampu menahan kekuatan konyolnya itu.
“Oke, itu saja untuk saat ini. Tapi ingat, kalau kalian berani melakukan hal yang sama lagi. Aku akan menunjukkan kepada kalian kekuatan sebenarnya dari gaya Asanagi: Jentikan dahi."
“Eh?”
.... Kekuatan yang sebenarnya…?
“Um… Amami-san… Hal yang Asanagi-san katakan itu…?”
Saat aku memanggil Amami-san, dia mengalihkan pandangannya ke arahku saat mata kami bertemu. Dia memberiku anggukan diam dengan wajah pucat.
"Serius?"
“…Mau mencobanya?”
"T-tidak, terima kasih."
Bagaimana kau bisa menemukan teknik seperti itu? Gaya Asanagi: Jentikan Dahi… Sungguh menakutkan.
|| Previous || Next Chapter ||
1 comment