-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 3 Chapter 8

Chapter 8 – Pikiran yang Tak Terucap


Seorang gadis bernama Koyuki Shirogane adalah orang yang sangat ceroboh.

Dia terlahir lugu dan tidak pandai bersosialisasi dengan orang lain.

Dia mencoba memainkan persona keren untuk melindungi dirinya sendiri, tetapi hal sekecil apa pun dapat membuatnya terlihat seperti orang bodoh.

Dia sangat rentan terhadap kecelakaan kecil dan sering sekali menjadi orang yang keras kepala. Namun, dia akan selalu merenungkan sikapnya setelahnya.

Dia adalah apa yang semua orang sebut sebagai "Putri Salju dengan lidah beracun", seorang yang keras kepala, kesepian dan lemah.

Itulah mengapa Koyuki tidak terlalu menyukai dirinya sendiri.

Dia bahkan tidak pernah berpikir akan dapat menyukainya sampai kapanpun.

Tetapi akhir-akhir ini, kesadaran itu telah berubah dengan cepat.

Pemicunya adalah sesuatu yang halus. Meski begitu, kehidupan Koyuki telah berubah total. Ini adalah pertama kalinya dia ingin mengubah dirinya seperti ini dan mencintai seseorang dari lubuk hatinya.

Jadi hari ini, dia akan melakukan yang terbaik dengan caranya sendiri.

Aku akan memberikan semuanya...

Dan kenyataannya...

"Kenapa aku berakhir seperti ini?"

Matahari sudah lama menghilang di cakrawala dan bulan putih mengambang di langit.

Duduk sendiri di bangku yang bisa kita lihat dimana saja di taman hiburan, Koyuki tenggelam dalam kesedihannya.

Rambutnya, yang seharusnya tertata sempurna di pagi hari, berantakan dan di pakaiannya terdapat noda jingga.

Dia tidak terluka secara fisik, tetapi hati dan pikirannya begitu terluka.

Dia memegang sebuah boneka harimau dengan erat, dengan setengah dari wajahnya terkubur di boneka tersebut.

Di sekelilingnya sepi, tidak banyak orang yang terlihat di sekitar sana.

Itu karena parade akan dimulai di jalan utama, di depan gerbang utama. Musik ceria dapat terdengar jauh dari arah selatan dan seberkas cahaya menari-nari di langit, menerangi bianglala yang terus berputar dengan anggunnya.

Koyuki sekarang berada di tepi taman, jauh di utara gerbang.

Jika dia berlari secepat yang dia bisa, dia akan dapat melihatnya dari tengah taman. Namun, dia tidak memiliki sedikit pun energi yang tersisa untuk melakukannya. Koyuki hanya bisa menatap kosong pada kerumunan yang ramai di kejauhan, sendirian.

Terlebih lagi, Naoya tidak terlihat di sebelahnya.

Setelah makan siang, Koyuki mengajak Naoya berkeliling ke berbagai tempat.

Dari wahana ortodoks hingga pertunjukan boneka binatang, window shopping di toko-toko suvenir dan sebagainya. Meskipun tempat yang dapat dikunjunginya terbatas, karena Koyuki tidak pandai dengan wahana yang akan membuatnya berteriak. Tapi, tetap saja itu semua masih bisa menjadi momen yang menyenangkan bagi mereka.

Namun, kesialan menimpa mereka dan sejumlah peristiwa terjadi.

Mereka tidak bisa melihat pertunjukan karena penuh sesak oleh pengunjung lain, wahana yang mereka tunggu dalam antrean terhenti karena kerusakan, jus mereka tumpah ketika membantu seorang anak yang akan jatuh, barang-barang yang akan mereka beli terjual habis di depan mereka ... Mereka benar-benar bernasib buruk hari ini.

'Itu bukan salahmu, Koyuki. Sebaliknya, ini cukup menyenangkan kok.'

Naoya mengatakan itu pada Koyuki, yang sedang depresi.

Tapi Koyuki tidak yakin.

Hari ini adalah hari pertarungan penting. Dia berpikir bahwa dia seharusnya tidak dalam keadaan seperti ini.

Jadi, dengan seluruh energinya, dia mencoba membimbing Naoya menuju ke parade.

"Kyaaaaaa!"

"Hee?"

Jeritan kecil muncul entah dari mana.

Dia bergegas untuk melihat ke arah itu dan terlihat kepala boneka binatang kuning di kejauhan. Orang lain juga melihatnya dan mulai memutar mata mereka dan menjadi bersemangat.

"Itu Tora-kun! Tora-kun ada di sini!"

'Apa? Apa ini event mendadak yang berlangsung hanya sekali sehari di taman?'

'Papa! Aku ingin berfoto dengan Tora-kun!'

'Oke! Kita akan lari menghampirinya!'

Dari sana, segalanya menjadi kacau.

Orang-orang yang telah bersemangat bergegas dan berlari untuk menghampirinya.

"Heeee!? Uwahhh!?"

"Koyuki!?"

Gelombang orang seperti tsunami menyapu Koyuki dan dalam waktu singkat dia dan Naoya terpisah.

Ketika dia menyadari bahwa dia berada di blok berikutnya, dia seharusnya bergegas kembali ke lokasi sebelumnya.

Tetapi, dia tidak bisa melakukannya. Itu karena ...

"Uuu... Dimana Ibuku...?"

"Ehh, eee... aku juga tidak tahu."

Seorang gadis kecil memegang rok Koyuki saat dirinya sedang kebingungan mencari Naoya.

Koyuki pun bergegas menuju pusat penitipan anak yang hilang, tetapi gadis itu tidak mau melepaskannya. Jadi, dia harus berusaha keras untuk menemaninya.

Orang tua gadis itu tiba tidak lama setelah itu.

Namun, ketika dirinya merasa lega, dia menyadari bahwa waktu yang lama telah berlalu sejak dirinya terpisah dari Naoya.

Dia pun segera mencoba menghubunginya. Tapi tidak berhasil, dia meninggalkan tasnya di Naoya.

Kemudian Koyuki meminjam telepon dari petugas Lost and Found Center dan mencoba menelepon ke smartphonenya, tetapi sepertinya baterainya habis.

Tidak mungkin dirinya dapat mengingat nomor Naoya. Setelah itu, dia mencoba untuk meminta tolong ke petugas Lost and Found Center untuk mengumumkan dirinya lewat speaker, namun sepertinya antreannya sangat panjang karena banyaknya anak yang hilang hari ini.

Dengan kata lain, dia berada dalam situasi yang biasa disebut sebagai "jalan buntu".

Dan yang menambah ketidaknyamanan Koyuki adalah ....

'Ohh... Kembang api!'

Itu adalah kembang api kecil di langit.

Yang tidak lain merupakan sinyal bahwa parade telah berakhir dan banyak sorakan terdengar dari kejauhan.

Bianglala juga masih berputar dengan menyenangkan, bermandikan lampu yang berkelip warna-warni.

Koyuki melihat ke atas.

Kilauan cahaya menyilaukan mekar di langit malam.

Itu seharusnya menjadi pemandangan yang mendebarkan. Tapi semakin langit berwarna cerah, semakin besar bayangan yang jatuh di hati Koyuki.

"... Uuu. Aku seharusnya melakukan yang terbaik hari ini."

Aku seharusnya menonton parade dan kembang api bersama Naoya-kun.

Namun, karena berbagai alasan, Koyuki sendirian di tengah angin malam, memegang boneka binatang di tangannya.

Dia merasa hatinya hancur karena kesedihan... Tapi, ada sesuatu yang lebih menjengkelkan bagi Koyuki dibanding itu.

"Seperti yang aku pikirkan... Naoya-kun pasti marah... karena aku sudah merusak momen kencan kita hari ini."

Sebelumnya, aku sudah memutuskan untuk menyatakan perasaanku padanya hari ini.

Tapi, semua ini terjadi di saat-saat terakhir.

Itu adalah kemungkinan terburuk yang dapat terjadi dan Koyuki merasa begitu tertekan. Pemandangan di depan matanya cerah dan menyenangkan dan dia tenggelam semakin dalam ke dalam pikiran yang suram.

"Bagaimana kalau Naoya-kun membenciku..."

Jauh di lubuk hatinya, dia tahu itu tidak akan terjadi.

Tetapi saat pikiran itu muncul, keoptimisan itu menghilang begitu saja.

"Uuu..."

Sebuah isakan kecil terdengar darinya.

Itu adalah tanda betapa besar luka di hatinya saat ini.

Air mata yang sudah terus ditahan olehnya sejak awal, perlahan mengalir membasahi pipinya.

Sembari menekan wajahnya ke boneka binatang yang dipeluknya, Koyuki terus menangis.

Kegembiraan dan hiruk pikuk taman hiburan sekarang terasa jauh dan kepalanya dipenuhi dengan dering di telinganya.

Kelopak matanya tertutup dan dia merasa seolah-olah dia adalah satu-satunya yang tersisa di dunia ini.

"Koyuki!"

"......!?"

Tapi, tiba-tiba terdengar suara familiar yang memanggilnya entah dari mana. Mendengar namanya dipanggil, Koyuki yang terkejut mengangkat wajahnya ke arah suara itu.

* * *

Di sebuah taman hiburan di malam hari yang diterangi dengan kembang api berwarna-warni.

Naoya akhirnya menepuk dadanya ketika dia melihat Koyuki di sudut taman, diterangi oleh lampu jalan yang redup. Dia bergegas untuk melihat wajahnya yang berlinang air mata.

"Hah..hah, akhirnya aku menemukanmu."

"B-Bagaimana bisa, bahkan belum ada siaran panggilan yang keluar di speaker..."

"Ya… ini cukup sulit bagiku, kau tahu"

Naoya tertawa sambil menyeka wajahnya dengan saputangannya.

Setelah berpisah dari Koyuki, dia menuju ke tujuan berikutnya, Jalan Utama.

Tapi, dia tidak dapat melihatnya di sana. Jadi, dia berasumsi bahwa sesuatu yang tidak disengaja telah terjadi.

Dia menyimpulkan pola perilaku Koyuki dan mencarinya kemana-mana. Dan dia pikir mungkin Koyuki menemukan anak yang hilang dan menjaganya. Dia menduga bahwa Koyuki akan tertekan di sekitar pusat penitipan anak yang hilang sekarang ... dan akhirnya dia menemukannya.

"Uuuu… ughh..."

Koyuki menumpahkan seluruh tangisnya sambil mengguncang bahunya.

Tidak peduli seberapa keras usahanya untuk menghapusnya, air matanya tidak kunjung berhenti.

Ketika gemetar tubuhnya mencapai puncaknya, Koyuki melompat ke pelukan Naoya.

"Kamu terlambat, b-baka..."

"Maaf. Tapi, aku juga sangat panik karena ini, kau tahu.."

Naoya menghibur Koyuki, yang menangis dan menggerutu, dengan suara pelan.

Memang benar Naoya panik dan karena itu dia terlambat menebak bahwa Koyuki ada di sini.

Namun, setelah beberapa saat menangis, Koyuki mulai terlihat sedikit tenang.

Setelah duduk di bangku sekali lagi, Koyuki menganggukkan kepalanya.

"Aku juga minta maaf... karena merusak kencan hari ini..."

"Tidak, tidak. Apa yang kau bicarakan?"

Naoya menertawakan Koyuki, yang mengulangi permintaan maafnya dengan suara gemetar.

Mudah untuk memprediksi bahwa Koyuki akan merasa bersalah padanya dan menyalahkan dirinya sendiri.

Untuk mencegah hal itu, Naoya membungkuk dan menatap wajah Koyuki.

"Mana mungkin kau merusak kencan kita hanya karena hal ini, kan? Apakah kencan hari ini begitu membosankan sehingga kejadian seperti ini akan mengubahnya menjadi kenangan buruk?"

"... Tidak."

"Benar, kan? Jadi, tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Uuu........."

Ketika aku mengatakan ini padanya, wajah Koyuki semakin berubah.

"K-Kamu tidak membenciku, kan...?"

"Tidak. Lagian, tidak mungkin aku membencimu, kan?"

"Mn...hiks ..."

Naoya segera menjawab pertanyaan Koyuki.

Kemudian Koyuki mulai menangis seolah-olah dia semakin kehilangan ketenangannya.

"Aku sangat tahu kalau itu benar…! Aku yakin Naoya-kun tidak akan pernah, tidak peduli karena apapun... meninggalkanku sendirian...!"

"Aku senang kau dapat mengerti maksudku. Jangan khawatir, aku tidak akan kemana-mana lagi."

"Mnm... Makasih, Naoya-kun..."

Mengetahui bahwa ini adalah air mata kelegaan, bukan kesedihan, Naoya memutuskan untuk membiarkannya menangis sebanyak yang dia mau. Dia duduk di sebelahnya dan memegang tangannya dan Koyuki pun meremasnya balik tangannya.

Kami menghabiskan beberapa waktu di bangku tersebut.

Parade diadakan di gerbang depan, sehingga area itu sepi dan kosong.

Kami berdua menyaksikan suara kembang api bergema di kejauhan.

"Pada akhirnya, kita tidak bisa melihat parade itu..."

"Yah, kita bisa melakukannya lain kali saat kita kesini lagi."

Naoya hanya menjawab dengan ringan dan Koyuki menghela nafas kecil.

Dia tampaknya sudah sedikit tenang, tetapi suasana hatinya masih belum membaik.

Suara Koyuki sangat gelap sehingga tidak cocok dengan suasana riang taman hiburan.

"Tapi bagaimanapun juga, seharusnya aku tidak mencoba melakukannya jika aku tidak terbiasa dengan itu. Jadi, tidak mungkin bagiku .... untuk menyatakan perasaanku sendiri."

"Apa yang kau katakan, Koyuki? Kemana perginya motivasi yang kau miliki sebelumnya?"

"Tapi, kamu lihat sendiri 'kan? Kesialan yang aku alami hari ini. 'Dewa' pun berkata itu tidak mungkin."

Koyuki masih tenggelam dalam kesedihannya.

Naoya tidak masalah jika harus menyatakan perasaannya sendiri. Itu adalah niatnya sejak awal.

Namun, Koyuki sudah membuat keputusan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mendorongnya kembali.

"Masih terlalu dini untuk menyerah. Rencana Koyuki belum berakhir."

"Tapi…..."

"Masih ada waktu sebelum taman ditutup!"

Naoya menunjuk ke arah suatu wahana taman di depan Koyuki, yang masih menundukkan kepalanya.

Wahana tersebut mekar di langit malam seperti bunga besar.

"Kau akan menyatakan cintamu padaku sambil menonton kembang api di bianglala di sana, kan? Jadi, belum terlambat!"

"Naoya-kun..."

Koyuki mendongak kaget.

Namun, dia segera mengerutkan alisnya.

"Tunggu. Sudah kubilang jangan membaca pikiranku, kan!? Bagaimana kamu bisa tahu!?"

"Yah, itu sederhana. Itu karena kau sudah memperhatikan bianglala itu sepanjang hari..."

Ada beberapa poin yang menarik perhatian Koyuki.

Boneka binatang, permen yang tampak lezat, barang-barang lucu... dan bianglala.

"Bukannya aku mencoba menebaknya, hanya saja aku memikirkan rencana yang sama sejak awal. Jadi, aku tahu..."

"Kamu punya rencana yang sama!?"

Koyuki terkejut.

Menutupi wajahnya yang merah cerah dengan tangannya, dia mengeluarkan argumennya dengan erangan.

"Ummm... karena bianglala adalah cara standar untuk mengungkapkan perasaanmu saat kencan di taman hiburan..."

"Yah, kau menyukai hal-hal semacam itu 'kan?"

"T-Tentu saja! Emang apa salahnya mengiginkan situasi yang sering terjadi di dalam manga?"

"Aku tidak mengatakan itu salah, aku hanya berpikir itu lucu sekali."

Naoya dengan ringan menepis upaya Koyuki yang berlinang air mata untuk meraihnya.

Dia menunjuk sekali lagi ke bianglala yang berkilauan.

"Nah, daripada kita membuang-buang waktu disini. Bagaimana kalau kita naik bianglala itu?"

"Um, Naoya-kun.. Apa kamu tahu kalau kamu terlalu gegabah?"

"Tapi, kau sudah berencana untuk pergi kesana 'kan?"

"Itu, benar. Tapi...! Sekarang setelah kamu tahu bagaimana perasaanku padamu, tidak mungkin aku bisa menyatakannya lagi padamu."

"Haha, apa masalahnya sekarang? Hanya aku yang tahu segalanya."

Naoya membalas kata-kata Koyuki dengan ringan.

"Aku sudah memberitahumu berkali-kali sebelumnya, aku tahu apa yang dipikirkan Koyuki. Aku tahu betapa kau menyukaiku."

Sejak beberapa hari yang lalu, tingkat kesukaan Koyuki padanya tetap berada di angka 100%.

Dari gerak tubuh, ekspresi wajah dan kata-katanya, dapat terlihat bahwa dia mencintai Naoya.

Tapi, Koyuki ingin menyatakan perasaannya dengan mulutnya sendiri. Dan jika itu menjadi kenyataan, tentu dia akan bahagia.

"... Meskipun keadaannya menjadi kacau begini?"

"Ya. Sama seperti kita, bukan?"

"Uuugh...."

Koyuki masih memalingkan wajahnya yang tersipu.

Tampak seperti ada konflik besar dipikirannya sehingga matanya tampak berputar ke belakang.

Tapi setelah menunggu beberapa saat, Koyuki mengepalkan tangannya di pangkuannya.

"Jika aku bisa mengatakannya dengan benar ..."

"Ya."

"Naoya-kun, apakah kamu akan senang...?"

"Tentu saja. Aku ingin tahu apakah aku akan menangis dan memujamu dengan sangat gembira."

"Itu sikap yang baik...! Baiklah, aku akan ikut kesana!"

Koyuki, dengan energi terakhirnya, terhuyung-huyung berdiri dari bangku tersebut.

Dia menunjuk ke medan perang terakhirnya di hari ini, bianglala.

"Ikuti aku, Naoya-kun! Aku akan memberikan perlawanan padamu!"

"Baik."

* * *

Bianglala baru saja akan tutup ketika kami berdua bergegas ke sana.

Namun setelah melihat Koyuki yang nampak gelisah dan panik, petugas wanita disana pun akhirnya tetap melanjutkan pengoperasian bianglala tersebut dan mengantarkan Naoya dan Koyuki ke gondola yang telah dipakai oleh pasangan yang baru saja turun.

"Silahkan masuk."

Setelah salam ringan tersebut, pintu ditutup dan kami berdua sendirian di sebuah ruangan kecil yang tertutup.

Perjalanan singkat kami ke langit dimulai perlahan.

Saat kami duduk saling berhadapan. Koyuki membusungkan dadanya, tampak percaya diri.

"Fufufu. Kamu tidak bisa melarikan diri sekarang, Naoya-kun. Kamu sekarang seperti tikus di dalam tas."

"Yah, hanya akan ada kita berdua disini selama sepuluh menit atau lebih."

“Kalau kamu sudah tahu itu, maka ini akan lebih singkat. Aku akan menaklukanmu disini. Sebaiknya kamu bersiap-siap.”

"Ya. Itu sangat menarik, tapi..."

Naoya menggaruk pipinya dan menggerutu.

Dia sangat berani dengan kata-katanya, tapi...

"Kenapa kau memalingkan wajahmu?"

"Apakah kamu menyuruhku untuk mati?"

"Kata-kata dan tindakanmu tidak cocok, kau tahu."

Koyuki benar-benar berpaling dari Naoya dan melihat ke arah lainnya.

Meskipun dia datang sejauh ini secara mendadak, dia masih tidak berani melihat wajahnya.

Naoya menunjuk ke luar jendela dengan senyum masam pada Koyuki.

"Tapi lihat, kau bisa melihat kembang api dengan lebih jelas dari sini."

"Eehh ... Waaa, itu benar!"

Di luar jendela yang ditunjuk Naoya, ada beberapa kembang api besar yang menyala bergantian.

Suara dentuman yang menggelegar keras terdengar jelas dan membuat gondola sedikit bergetar.

Mata Koyuki terpaku pada kaca jendela, tetapi dia dengan cepat memiringkan kepalanya.

"Ah... Sudah berakhir, ya.."

"Sepertinya begitu. Tapi, kau beruntung bisa melihatnya tepat waktu."

"Mungkin keberuntungan kita akhirnya kembali... dan pemandangan malamnya sungguh indah."

Koyuki benar, pemandangan dari bianglala ini terlihat spektakuler.

Tidak hanya taman hiburan di bawah kami, tetapi juga lampu-lampu yang menyala indah membentang jauh ke kejauhan. Keramaian dan hiruk pikuk di bawah tidak terdengar sampai di sini. Jadi, kami seperti berada di perahu kecil yang hanyut di atas permukaan air.

Gondola dilengkapi dengan pencahayaan yang sangat lemah sehingga di dalam hampir gelap.

Ini membuat cahaya dari luar menjadi sangat menonjol. Cahaya bulan mulai menyinari gondola dari atas.

"Ohh! Apakah itu villa tempat kita menginap!?"

"Ah, ya. Itu benar."

Koyuki mengangkat suaranya yang melenting dan menunjuk ke arah pegunungan.

Matanya, menatap pemandangan, tampak bersinar lebih terang daripada di siang hari, memantulkan cahaya dari luar.

Dia... sangat cantik sekali...

Aku berpikir sudah siap untuk itu, tetapi pada momen terakhir, aku merasa sedikit sakit di dadaku.

Saat Naoya melihat ke arah Koyuki, dia tiba-tiba menoleh ke arahnya.

"Wah... disana pemandangannya bagus... bolehkah aku kesana?"

"... Mn, tentu."

Gondolanya sempit dan hampir seluruhnya terbuat dari kaca. Tidak peduli di mana kita duduk, tidak akan ada perbedaan dalam pemandangannya. Naoya juga tahu itu, tetapi dia tetap menganggukkan kepalanya.

Koyuki dengan canggung menutup jarak di antara mereka, yang bisa dia dilakukan hanya dengan satu langkah.

Dia duduk di sebelah Naoya.

Sampai beberapa menit yang lalu, mereka telah duduk berdampingan di bangku di luar. Jadi, jarak antara mereka tidak jauh berbeda dengan saat itu. Satu-satunya perbedaan adalah mereka saat ini ada di dalam gondola.

Ugh, entah kenapa aku menjadi sedikit gugup...

Tangan mereka mulai berkeringat karena situasi canggung ini.

Untuk beberapa saat, tidak ada percakapan di antara mereka berdua dan hanya menatap pemandangan malam bersama.

Waktu yang tenang dan santai.

Namun, hati Naoya hampir melompat keluar dari mulutnya setiap saat.

Hati Koyuki juga berada dalam kondisi yang sama. Ketegangan diantara keduanya bisa dirasakan melalui udara malam.

Di tengah semua ini, Koyuki tiba-tiba membuka mulutnya. Tatapannya masih tertuju ke luar jendela, tetapi apa yang dia lihat di matanya bukanlah dunia di bawahnya, tetapi tempat lain yang jauh.

"Aku sudah memutuskan untuk naik bianglala ini di momen terakhir ... Tapi, aku benar-benar tidak yakin."

"... Kenapa?"

"Karena hanya akan ada kita berdua di bianglala ini."

Koyuki melirik Naoya dan tersenyum.

"Aku tidak tahu apakah hatiku bisa menerimanya... Itulah yang kupikirkan."

"Begitu... aku tidak berpikir sejauh itu."

"Fufufu, Naoya-kun benar-benar sudah di luar kebiasaannya."

Tawa Koyuki bergema di dalam gondola.

Tampaknya ini sedikit meredakan ketegangan diantara mereka. Dia memalingkan wajahnya ke arah Naoya dan mengangkat bahunya.

"Aku sudah mengatakannya ketika aku mengunjungi rumahmu tempo hari..., bahwa aku merasakan waktu telah berlalu begitu cepat sejak aku pertama kali bertemu denganmu. Semuanya terasa begitu tiba-tiba dan aku merasa begitu kewalahan."

"Yah, banyak yang telah terjadi, bukan?"

"Itu benar. Naoya-kun berlari dengan kecepatan penuh sejak awal."

Mereka berdua mencatat banyak kenangan yang telah mereka miliki bersama.

Dari pertemuan pertama mereka hingga kencan pertama mereka.

Pergi ke kolam renang dan munculnya rival kecil.

Ada sedikit kesalahpahaman dan Koyuki memiliki kesempatan untuk membantu rivalnya berbaikan dengan teman masa kecilnya.

Tak ada habisnya kenangan yang sudah mereka berdua lalui bersama.

"Ada begitu banyak hal yang sudah kita lalui ... tapi ..."

Koyuki menghembuskan napas seolah-olah dia mencoba mengatur napasnya.

Dia menghirup banyak udara dan menghembuskannya bersama pikirannya.

"Akan ada banyak hal lagi yang akan datang ..."

"Itu wajar. Aku ingin kau bersamaku selama seratus tahun lagi."

"Kamu pikir aku bisa hidup selama itu...? Fufu, Naoya-kun. Kamu mencoba bersikap tenang, tetapi kenyataannya kamu juga gugup, kan?"

"Itu karena aku tidak bisa melakukan apa pun tanpa membuat lelucon ringan."

"Fufufu... kamu benar."

Koyuki tertawa pelan dan meletakkan tangannya di dadanya.

“Jantungku tidak dapat berhenti berdebar sejak beberapa waktu yang lalu. Ini mungkin adalah momen yang paling menegangkan selama hidupku. Jika aku lebih gugup lagi, mungkin aku akan mati.”

Detak jantung Koyuki bisa dirasakan melalui sentuhan samar di bahunya.

Seperti yang dia katakan, jantungnya berdetak sangat kencang hingga rasanya seperti akan meledak.

Namun, Koyuki seolah membersihkan tenggorokannya dan menatap dengan serius wajah Naoya.

"Naoya-kun,  aku akan melakukan yang terbaik... bolehkah aku mengatakan sesuatu padamu?"

"... Mn."

Naoya dengan lembut memegang tangan Koyuki. Tangan mereka yang tumpang tindih begitu hangat.

Sekelompok cahaya yang dipancarkan dari permukaan bumi menari-nari di langit, menerangi keduanya di dalam gondola.

Napas mereka tumpang tindih. Gondola akhirnya mencapai puncak. Di suatu tempat di kejauhan, seperti terdengar suara lonceng.

Kemudian, Koyuki mengeluarkan suaranya dengan lirih.

"Aku mencintaimu, Naoya-kun."


"Mn."

"Aku sudah mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu."

"Mn."

Saat dia berbicara, air mata mulai mengalir dari sudut mata Koyuki.

Meski begitu, dia mengerutkan wajahnya dan melanjutkan kembali perkataannya dengan sebaik mungkin.

"Kadang aku memang jahat. Tapi saat bersamamu, aku merasa aman. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu."

"Mn.."

"Maafkan aku karena tidak mau jujur. Aku juga tidak pernah bisa mengatakannya dengan benar. Terimakasih sudah selalu ada untukku."

"Mn."

Naoya dengan pelan menganggukkan kepalanya dan terus mendengarkannya agar tidak terlewatkan satu kata pun.

"Aku menyukai dirimu yang selalu dapat mengerti isi hatiku..."

"Aku menyukai kebaikan hatimu yang selalu membantuku ketika aku mendapat masalah."

"Aku menyukai segala sesuatu tentangmu, bahkan sikapmu yang sedikit menyebalkan!"

"Karena itu kamu, Naoya-kun, aku bisa sangat mencintaimu."

Koyuki menatap lurus ke arah Naoya tanpa menyeka air matanya.

Suaranya meninggi, dia mengeluarkan kata-kata terakhirnya dengan sekuat tenaga.

"Kalau kamu baik-baik saja dengan orang yang merepotkan dan menyebalkan sepertiku.... Naoya-kun, maukah kamu menjadi pacarku?"

"Koyuki..."

Itu adalah pernyataan cinta yang tulus.

Dan itu juga kalimat yang sudah ia impikan untuk dapat diucapkan.

Naoya menerima semuanya dan tersenyum.

"Sekarang, giliranku.."

"... Heee?"

Koyuki sedikit terkejut, tampaknya ini adalah reaksi yang sama sekali tidak terduga baginya.

Naoya, tanpa peduli dengan itu, menggenggam erat tangan Koyuki.

Dia menyerangnya secara langsung. Ini adalah serangan balik cepat.

"Aku mencintaimu, Koyuki!"

"...Fueeee!?"

Wajah Koyuki berubah menjadi merah padam dan membeku.

Kemudian Naoya melanjutkannya.

"Aku menyukai segala sesuatu tentang Koyuki, termasuk ketidakmampuanmu untuk jujur, keras kepalamu, kekanak-kanakanmu dan sifatmu yang merepotkan."

"T-Tunggu..."

"Aku tahu aku membuatmu melalui banyak masalah, seperti menggodamu dengan ringan dan menyatakan perasaanku padamu secara mendadak. Aku benar-benar minta maaf."

"Dan, terima kasih karena selalu berada di sisiku selama ini!"

Mulut Koyuki menganga seperti ikan mas yang kehabisan oksigen.

Meski begitu, Naoya tidak berhenti menyerangnya.

"Aku menyukai sifatmu yang baik kepada semua orang."

"Aku suka keseriusan dan kemampuanmu untuk bekerja keras dalam hal apa pun."

"Aku suka sifat kekanak-kanakanmu, caramu untuk selalu mendapatkan masalah karena tingkahmu sendiri, aku mencintai segalanya tentangmu."

"Kurasa Koyuki-lah yang membuatku sangat mencintainya. Jadi, aku bertanya padamu lagi."

Naoya menarik napas panjang dan meneriakkan kata-kata yang tegas.

"Kalau kau baik-baik saja denganku yang menyebalkan ini. Aku ingin kau menerima perasaan-- tidak, tolong jadilah pacarku! Dan, tolong menikahlah denganku di masa depan!"

"Sudah kubilang tunggu sebentar, Naoya-kun!"

Koyuki berteriak dengan volume yang lebih tinggi dari itu.

Dia tersipu malu dengan air mata di matanya dan mengangkat alisnya.

"Apa kamu tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan? Aku baru saja mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaanku padamu! Apa yang kamu lakukan, menyatakan balik perasaanmu seolah-olah pernyataanku sebelumnya itu tidak pernah terjadi? Apa yang kamu inginkan!?"

"Bagaimana aku bisa berpura-pura itu tidak terjadi. Tentu saja tidak."

Naoya perlahan menggelengkan kepalanya.

"Apa ada masalah dengan pernyataanku? Tidak ada aturan yang mengatakan kita tidak bisa saling menyatakan perasaan satu sama lain."

"Ugh... Itu mungkin benar, tapi..."

"Dan, tentu saja jawanku 'Ya'. Bagaimana denganmu, Koyuki?"

"Umm... Mn..!"

Mulut Koyuki gemetar dan pandangannya berkeliaran dari satu tempat ke tempat lain.

Gondola telah melewati puncak dan perlahan turun menuju ke permukaan. Namun masih ada pemandangan yang mempesona di bawah.

Namun, baik Naoya maupun Koyuki tidak tahu sedikit pun tentang apa yang ada di luar.

Apa yang mereka lihat di mata mereka masing-masing adalah wajah orang yang mereka cintai.

Koyuki kemudian menundukkan kepalanya dan berkata.

"Aku akan berusaha sebaik mungkin kedepannya, tolong jaga aku."

"Ya. Aku juga."

"Mouuuu... kamu membuatku kesal...!"

Koyuki bergumam dengan suara rendah meskipun mereka akhirnya telah menjadi pasangan.

Dia menatap Naoya dengan tatapan kesal.

"Seharusnya hari ini berjalan sesuai rencanaku saja... Naoya-kun bahkan tidak memberitahuku bahwa kamu akan menyatakan perasaanmu padaku juga... Ada apa denganmu!?"

"Eh… Tidak apa-apa, kan?"

"Tentu saja tidak! Jangan tanya sesuatu yang sudah jelas!"

Nada suara Koyuki semakin tinggi seperti saat dia meneriakkan cintanya padanya.

Dia memalingkan wajahnya darinya seolah-olah dia akhirnya merasa bersalah.

"Maafkan aku. Aku hanya kesal karena Naoya-kun terlihat begitu tenang. Sepertinya hanya aku yang selalu gugup."

"Tidak, jantungku juga masih berdebar loh."

"Mouu... Kamu bohong. Kuharap aku bisa menunjukkan padamu apa yang kurasakan."

“Heee… Jadi, itu hal yang ingin kau katakan pada pacar barumu.”

Koyuki gelisah, tetapi memang benar bahwa Naoya juga tidak dapat menahan perasaannya.

Jantungnya berdegup kencang dan tangannya semakin berkeringat.

Tapi, sekarang permainan telah usai dengan kemenangan. Berkat ini, dia mulai sedikit tenang.

Jadi, sekarang kita resmi berpacaran, ya .... Ini luar biasa ....

Mereka baru saja saling menyatakan perasaan mereka dan akhirnya menjadi sepasang kekasih.

Namun, diluar itu tidak ada yang berubah di antara mereka berdua.

Dan kenyataannya, kehangatan memenuhi hati Naoya.

Naoya sibuk merasakan kebahagiaan itu sehingga dirinya tidak menyadari mata Koyuki yang berkilauan padanya seperti harimau yang telah menemukan mangsanya.

"Yah, semuanya akan baik-baik saja sekarang."

Dia mencengkeram dada Naoya dan menariknya ke arahnya.

Tidak ada waktu bagi Naoya untuk mengedipkan matanya.

Dan…

Sebuah ciuman.

Sesuatu yang lembut menempel di bibirnya.

Berkat ini, Naoya membeku di tempat.


Setelah beberapa detik, Koyuki perlahan melepaskan dirinya.

Wajahnya merah cerah dan dia memiliki senyum kemenangan di wajahnya. Bibirnya mengkilap dan cahaya pemandangan malam membuatnya terlihat sangat berkilauan.

Koyuki pun berseru dengan nada putus asa.

"Fufufu... kamu lengah, Naoya-kun."

"Uh-huh ...."

Hanya dapat mengatakan itu, Naoya tidak punya pilihan lain selain menekan bibirnya.

Ya, aku sangat kaget dan gugup. Kejutan seperti itu tidak adil sama sekali.

Namun, setelah melihat wajah sombong Koyuki yang telah berhasil dengan kejutannya... emosi yang berbeda dari sebuah kegembiraan meluap di hati Naoya.

Naoya sengaja memiringkan kepalanya dan tersenyum.

"Kalau begitu, bisakah aku melakukannya kembali?"

"...... Iya?"

Sekarang giliran Koyuki yang membeku.

Ketika Naoya mendekatkan wajahnya ke wajah Koyuki, dia menjerit pendek dan tersentak menjauh.

"T-Tu-Tunggu! Kurasa itu bukan ide yang bagus! Tidak! Tunggu!"

"Apa yang kau bicarakan? Ini adalah ketiga kalinya kita berciuman. Jadi, ciuman yang keempat dan kelima tidak ada bedanya. Selain itu, kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih, nggak usah malu-malu."

"Tidaaaaaaak! Tidak bolehhhhhh!"

Jeritan Koyuki bergema tinggi di langit malam.

Hanya mereka berdua dan bulan di langit malam yang tahu apakah balas dendam Naoya berhasil atau tidak.


TL: Retallia

Editor: Sipoi


Catatan Penerjemah:
Haaaaaaa........Baper bener.


|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close