-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 3 Chapter 5

Chapter 5 – Dua Orang yang Bepergian Bersama


Pengingat lagi: 
【  】Membaca pikiran
"( )" Bisik-bisik
==================================================

Sabtu pertama liburan musim panas.

"Hmm...?"

Ketika Naoya sedang tertidur di kamarnya, dia mendengarkan suara kecil.

Dia mendengar Ibunya sedang mengobrol dengan seorang wanita.

Kemudian, diikuti oleh suara langkah kaki kecil.

Langkah kaki itu datang menuju kamar Naoya.

... Oke, saatnya kembali tidur.

Biasanya Naoya akan segera bangun. Namun melihat momen ini, dia mencoba untuk melakukan hal lain.

Naoya dengan cepat menyesuaikan kasurnya, menutup matanya dan menunggu orang itu datang.

Angin pagi yang kencang bertiup melalui jendela yang terbuka, mengguncang tirai. Jangkrik masih bernyanyi dengan lembut dan itu adalah pagi musim panas yang sangat damai.

Pintu kamar akhirnya terbuka.

"P-Permisi.."

Tentu saja, orang itu adalah Koyuki yang memasuki ruangan setelah mengucapkan salam dengan nada pelan.

Dia memang orang yang sangat disiplin, bahkan dirinya tetap memberikan salam walaupun sedang ingin membuat kejutan bagi orang yang sedang tertidur.

Aku mencoba membuka tipis mataku untuk mengintip dan melihat Koyuki sudah mengenakan pakaian yang sangat cocok dengan musim panas saat ini.

Dia mengenakan gaun one-piece putih dan topi jerami di kepalanya. Dia juga memakai gelang tipis berkilauan di lengannya dan juga beberapa aksesoris lainnya.

Entah dia menggunakan sandal rumah atau bertelanjang kaki saat ini.

Dan jari-jari tangannya dihiasi dengan ... oke, aku akan bertanya tentang ini nanti.

Berhati-hati untuk tidak membuat suara dengan langkah kakinya, dia berjalan perlahan ke sisi tempat tidur.

Kemudian dia duduk di pinggir tempat tidur Naoya.

"Fufu, kamu ternyata tukang tidur, ya? Dengan begini, kamu tidak akan bisa mengeluhkan tentang apa yang akan aku lakukan padamu.." kata Koyuki, menatap wajah Naoya sambil tersenyum nakal.

Segala jenis lelucon yang akan dimainkan pada orang yang sedang tidur biasanya akan lucu.

Aku ingin tahu apa yang akan dia lakukan padaku...

Naoya menelan ludahnya dan menunggu aksi dari penjahat imut itu.

Cekrekkk!

Suara jepretan kamera smartphone bergema di ruangan yang sunyi.

"Aku belum pernah melihat wajah tidurnya sebelumnya...! Hehehe, aku senang aku datang lebih awal."

Sambil berbisik, Koyuki memotret wajah tidur Naoya.

Adalah hal yang baik karena sepertinya Koyuki terlihat bersenang-senang. Namun, ada sedikit kekesalan muncul di hati kecil Naoya.

… Ya, aku tahu itu.

Gadis yang disukainya bukanlah tipe gadis yang bisa melakukan sesuatu yang sangat berani.

Ini membuatku senang dan aku bisa tersenyum, tetapi aku merasa seperti ada yang kurang.

Oke, kalau itu yang kau inginkan ...

Naoya sengaja berbalik dan menghadapkan tubuhnya ke arah Koyuki.

Strateginya adalah menunjukkan adanya celah yang terbuka baginya dan mengundangnya untuk menyerangnya lagi.

"Ohooo...?"

Koyuki menatap wajah Naoya.

Meskipun matanya tertutup, dia bisa melihat ekspresi serius di wajah Koyuki.

"Hmm... Dia masih belum bangun?"

Koyuki berdehem.

Udara di ruangan itu sedikit tegang.

Suara gemerisik kain bergema dan Koyuki dengan lembut mengulurkan tangannya.

"... Eeei!"

Dia menyodok pipi Naoya.

Dia terus menikmati perasaan itu.

Bahkan dengan mata tertutup, wajah Koyuki bersinar dan Naoya bisa melihat bahwa dia sangat bersemangat. Tapi, sepertinya Koyuki hanya bisa menyerang Naoya sejauh ini saja.

"Hei, Koyuki. Bukankah ada hal lain yang bisa kau lakukan dalam situasi seperti ini?"

"Eee!?"

Karena tidak bisa menahannya lagi, Naoya membuka matanya untuk melihat gadis yang dia sukai.

Seketika juga, Koyuki melompat mundur darinya.

"Kyaaaaaa!"

"Uwaa.."

Segera setelah itu, Koyuki melemparkan bantal yang tergeletak di sekitar ruangan ke arah Naoya.

Naoya menghela napas saat dia seketika melompat menjauhinya.

"Astaga, kenapa kau malah menyerangku? Seharusnya aku, kan?"

"Aku tidak melalukan itu! Tidak, lebih penting lagi. Kamu sudah bangun dari tadi, kan!?"

"Ayolah, aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."

"Benar-benar orang ini………!"

Koyuki terkejut dan gemetar, tetapi tidak menyatakan kekesalannya lebih dari itu.

Memang benar bahwa dia mencoba menyerang Naoya ketika masih tidur (meski pura-pura) dan sekarang Koyuki tahu bahwa ini semua memang rencana Naoya dari awal.

Sebagai gantinya, dia mengarahkan jari telunjuknya ke arah Naoya dan berkata dengan nada tinggi

"Pokoknya, cepat dan bersiaplah, hari ini adalah hari yang penting!"

"Ya, iya. Aku tahu kok."

"Uuuuuu… Aku sudah muak dengan ini."

Koyuki dengan pipi cemberut turun ke bawah.

Housuke yang masih mengenakan piyamanya, lewat di depan kamar Naoya sambil tersenyum.

Setelah melihat Koyuki turun dari tangga, dia menatap Naoya dengan hangat.

【Astaga, senangnya menjadi anak muda.】

【Kau sangat berisik, Ayah.】

"Hei! Kalian jangan hanya saling memandang saja. Mulai hari ini, Koyuki-chan dan yang lainnya akan pergi bersama kita."

Kemudian, Ibu Naoya, Airi, lewat dan menegur mereka berdua.

Hari ini menandai awal dari liburan musim panas bersama antara keluarga Sasahara dan keluarga Shirogane.

* * *

Karena ini adalah hari libur pertama dari liburan musim panas, stasiun kereta api di pusat kota dipadati oleh orang-orang yang keluar untuk bersenang-senang. Keluarga dengan koper di belakangnya, anak sekolah yang hendak pergi ke kolam renang dan pasangan yang berjalan dengan bergandengan tangan.

Dengan cuaca yang sangat cerah, menjadikan hari ini momen yang sempurna untuk bepergian.

Di platform ruang tunggu yang dipenuhi dengan suasana yang menyenangkan, Koyuki masih dalam keadaan kesal.

"Mouu... apa kamu pikir menyenangkan mempermainkan orang lain?"

"Iya, iya. Kan aku sudah minta maaf."

Naoya tertawa di sebelahnya.

Sudah sekitar satu jam berlalu dan Koyuki masih dalam suasana hati yang buruk sejak insiden pagi tadi. Rupanya, Naoya menggodanya terlalu berlebihan.

Naoya membuka kotak permen yang baru saja dibelinya dan memberikannya kepada Koyuki.

"Ayolah, jangan cemberut terus. Ini akan menjadi perjalanan pertama kita. Mari kita bersenang-senang, oke?"

"Itu tidak akan berhasil bahkan jika kamu mencoba membujukku dengan permen."

Mata Koyuki berkaca-kaca, tetapi wajahnya beranjak menjadi cerah.

"Yah, aku akan menerima permennya.."

"Silakan, ambil sebanyak yang kau mau."

Bahkan setelah mengatakan dia tidak akan mengambilnya, tangan Koyuki tidak berhenti untuk mengambilnya.

Sepertinya dia sangat menyukai permen soda rasa stroberi yang aku beli.

Untung saja Naoya sudah membawanya, karena dia tahu Koyuki pasti akan menyukainya.

Setiap kali dia memasukkan satu atau dua permen ke dalam mulutnya, ekspresi Koyuki mengendur. Naoya menatap jari-jari Koyuki.

Jari ini... Tidak mungkin...

Naoya sedikit kepikiran dengan sesuatu, tetapi dia menahannya untuk saat ini. [TN: Naoya bener-bener dah akhir-akhir ini suka ngelamun jorok.]

Tepat di depan keduanya, keluarga Sasahara dan Shirogane berkumpul.

"Hei, Misora-san! Coba lihat ini, katanya sumber air panas ini juga memiliki salon kecantikan!"

"Ara, benarkah? Luar biasa, bagaimana kalau kita pergi ke sana nanti."

"Tentu. Mari kita rentangkan sayap kita sepenuhnya!"

Duo ibu, yang tampaknya sudah saling mengenal dengan baik, sedang mendiskusikan rencana perjalanan mereka dengan buku panduan ditangan. Mereka tampak seperti anak sekolah dengan kegembiraan imut mereka.

Tepat di samping mereka, Howard memegang pergelangan tangan Housuke dengan ekspresi muram di wajahnya.

"Dengar, kali ini jangan membuat masalah, ngerti!?"

"Ya, iya. Santai saja, Naoya dan yang lainnya juga ada di sana. Jadi, aku akan diam."

"Baiklah, tapi..., tunggu. Mau kemana kau?"

"Ayolah, aku tidak akan pergi kemana-mana. Hanya saja, wanita di sana sepertinya dalam masalah dan aku berpikir apakah aku bisa membantu. Dari penampilannya, dia sepertinya kehilangan tiketnya."

"Aku sudah memberitahumu untuk tidak ikut campur dengan hal-hal disekitarmu dan kau baru saja bilang akan setuju… Oiii! Tunggu aku!"

Howard terus mengeluh padanya, tetapi dia masih saja mengikuti Housuke.

Dan Sakuya membuat beberapa catatan serius setelah melihat Ayahnya.

"Hmm, mungkin heroine semacam ini bagus juga. Haroine dengan latar Istri yang baik dengan lidah yang tajam. Aku mungkin bisa memberikan cerita ini kepada Sensei."

Dia tidak ragu untuk membuat Ayahnya sendiri menjadi seorang gadis cantik di catatannya. Dia sepertinya tidak begitu memikirkan perasaan orang lain.

Melihat itu, Naoya bertanya kepada Sakuya dengan berbisik.

"(Ngomong-ngomong, Sakuya-chan. Kau masih belum punya jawaban untuk Kirihiko-san, kan?)"

"(...Bukannya aku tidak mengerti. Hanya saja, pemikiran itu aku tahan untuk saat ini.)"

Sakuya perlahan menggelengkan kepalanya.

Dia masih tidak bisa mengakui apa yang Naoya katakan padanya tempo hari.

Namun, dia tampaknya tidak terganggu oleh itu dan mengatakannya secara langsung.

"(Aku membutuhkan lebih banyak informasi untuk membuat keputusan itu. Jadi, aku memutuskan untuk tidak memikirkannya sementara waktu.)"

"(Oh begitu. Yah, beri tahu aku ketika kau mendapatkan jawaban. Aku akan berada di sana untuk mendengar jawabannya, apa pun yang terjadi.)"

"(Oke. Terima kasih, Nii-sama.)"

"Apa yang kalian berdua bicarakan?"

Saat kedua keluarga sedang bersantai, sebuah kereta ekspres tiba di peron. Housuke dan yang lainnya kembali pada saat yang sama dan mereka semua mulai berbaris di pintu masuk kereta.

Naoya juga berdiri dengan barang bawaannya.

"Mereka bilang butuh satu jam dari sini dengan kereta ekspres."

"Yah, ini perjalanan yang cukup jauh."

"Tapi menyenangkan menghabiskan waktu di jalan, bukan? Melihat pemandangan dan saling bercengkrama."

"... Huum."

Koyuki langsung menjawab tanpa pikir panjang.

Tidak cukup lama bagi Naoya menganggukkan kepalanya, Koyuki mengambil barang bawaannya dan menuju ke arah yang berlawanan dari gerbang keberangkatan.

"Aku akan melihat-lihat ke toko sebentar. Kalian bisa mendahuluiku."

"Kita punya waktu sekitar sepuluh menit sebelum kereta berangkat. Jadi, jangan lama-lama, Onee-chan."

Sakuya mengingatkan Kakaknya untuk bergegas.

Naoya hanya bisa menggaruk pipinya dan tersenyum.

"Ah... aku akan ikut dengannya.. untuk jaga-jaga."

"Oke.. hati-hati, Naoya."

Housuke melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum.

* * *

Naoya mengikuti Koyuki ke toko kecil di peron.

Di dalam, ada banyak orang yang berbelanja kotak makan siang dan barang-barang lainnya, tetapi Koyuki berada di luar toko, menatap poster, terlihat agak linglung.

"Koyuki, ayo cepat. Apa yang kau inginkan?"

"Bentar dulu, aku sedang memikirkannya. Hmm, ahh.."

Mata Koyuki bergerak kesana kemari dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kemudian dia melihat ke atas.

"Oh, ya. Permen soda sebelumnya itu milikmu, kan? Itu enak. Jadi, kupikir aku akan membelinya sendiri. Tapi, aku tidak bisa menemukannya di sini."

"Aku masih punya banyak permen itu dan aku akan memberimu sebanyak yang kau mau."

"Aku tidak ingin berhutang budi pada Naoya-kun. Aku mau membelinya sendiri."

"Begitu. Tapi, permen itu edisi terbatas di toserba tertentu. Jadi, untuk saat ini. Ayo kembali, bentar lagi keretan akan segera berangkat. Kita bisa mencari permen itu setelah kita turun."

"Ugh... Tapi, aku maunya sekarang!"

Koyuki keras kepala dan menolak untuk bergerak.

Beberapa orang berlari melewatinya dan naik kereta ekspres tepat pada waktunya.

Jika mereka tidak terburu-buru, mereka akan ketinggalan kereta. Tapi, Naoya hanya mengangkat bahunya dan tersenyum.

“Aku tahu apa yang kau inginkan, Koyuki. Tapi, kalau kau masih keras kepala, aku akan menggendongmu seperti seorang putri dan membawamu kembali ke kereta.”

"Ughhhhhh...kamu benar-benar memiliki kepribadian yang baik."

"Ahaha, aku malu dipuji seperti itu."

"Itu bukan pujian. Sama sekali tidak."

Koyuki menatap Naoya dan berteriak kecil dengan nada protes.

Mereka berdua menunggu di luar toko, menunggu waktu berlalu di peron yang sedang sibuk.

"Sebenarnya, kamu tahu ..."

Koyuki berbisik dan akhirnya terdiam.

Wajahnya cemberut, tetapi pipinya seolah diwarnai dengan warna bunga sakura.

"Sebenarnya, aku ingin bepergian berdua dengan Naoya-kun, bukan dengan yang lain...."

"Ya, kau mengatakannya dengan sangat baik."

"... Tapi, aku masih berpikir kalau lebih baik kita tetap pergi dengan yang lainnya."

"Sayang sekali, waktu kita sudah habis."

Bel keberangkatan kereta ekspres berbunyi di seluruh peron saat itu.

Naoya dan Koyuki sekarang sendirian di dalam kereta menuju villa.

Seharusnya, hanya butuh satu jam perjalanan dengan kereta ekspres.

Walau jaraknya cukup jauh, tetapi mereka bisa tiba di sana dalam waktu singkat sambil menikmati percakapan santai.

Namun...... bahkan setelah satu jam, keduanya belum juga sampai setengah perjalanan.

Di kotak kursi kereta lambat, Koyuki mengangguk dan mengeluarkan suara kecil seperti nyamuk.

"... Maafkan aku."

"Astaga, sampai kapan kau mau meminta maaf?"

Naoya, yang sedang memeriksa rute di smartphonenya, tiba-tiba mendongak.

Bahu Koyuki merosot dan dia tampak sedih.

Kereta sedang melewati pegunungan dan pemandangannya hijau dengan beberapa rumah.

Tidak ada penumpang selain mereka berdua dan suasananya sangat sepi.

Dengan senyum di wajahnya, Naoya berkata,

"Kita tidak sedang terburu-buru untuk melakukan perjalanan ini. Jadi, jangan khawatir tentang itu."

"Tapi .... Ini salahku hingga semuanya menjadi seperti ini ..."

"Tidak terlalu buruk untuk melakukan hal seperti ini sesekali, mari kita nikmati. Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Ugh, ya. Aku baik-baik saja sekarang."

Koyuki menganggukkan kepalanya.

Kondisinya terlihat tidak buruk, seperti yang dia katakan. Berkat itu, Naoya merasa lega.

Tepat setelah mereka ketinggalan kereta, mereka memutuskan untuk naik kereta ekspres berikutnya. Tapi karena ini adalah liburan musim panas, kursi reservasi dan lainnya penuh sehingga tidak ada kursi yang tersedia.

Selain itu, Koyuki mabuk darat dan wajahnya membiru. Maka dari itu, kami turun dari kereta di stasiun yang sesuai, beristirahat dan memilih untuk mengambil perjalanan menggunakan kereta yang lambat dan santai.

"Mualku sudah membaik. Tapi, aku merasa bersalah karena sudah membuat khawatir Ayahku dan yang lainnya."

"Tidak apa-apa. Ayahku yang akan mengurusnya."

Ketika Naoya memberitahu orang tuanya bahwa mereka ketinggalan kereta, Naoya hanya menerima pesan ringan dari Housuke, 'Ya, hati-hati'. Dia sepertinya sudah menebak perkembangan ini ketika Naoya mengejarnya.

Howard tampak sangat khawatir dan ingin kembali, tetapi Housuke membujuknya untuk tetap tinggal.

Saat Naoya menjelaskan ini padanya, Koyuki tersenyum masam.

"Ayah Naoya-kun pasti sudah mengetahuinya... Kurasa dia benar-benar curang, seperti hero dalam cerita Isekai. Dan aku ingin tahu apakah Ayahku yang pergi bersamanya adalah heroinenya."

"Aku tahu kalau aku yang sudah membujuknya untuk ikut dalam perjalanan ini. Tapi sejujurnya, kupikir ini akan menjadi waktu yang sulit baginya."

Perut Howard mungkin akan mual selama perjalanan ini. Meskipun awalnya Howard terus mengeluh, kemudian Naoya bersikap sangat baik padanya dan itu sebabnya dia memilih untuk ikut.

Maka dari itu, Naoya bersumpah untuk membawakan Howard obat sakit perut, karena Naoya yakin dia pasti sedang tersiksa sekarang.

"Yah, pokoknya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan orang tua kita. Daripada itu, mari kita nikmati perjalanannya. Kita seharusnya sudah bisa melihatnya sekarang."

"Apa maksudmu--"

Naoya tersenyum kepada Koyuki, yang memiringkan kepalanya dan kemudian bangkit dari tempat duduknya.

Karena kereta yang mereka naiki kelas ekonomi. Jadi, jendelanya bisa dibuka-tutup.

Pepohonan di antara kedua sisi yang dilewati oleh kereta yang mereka naiki, berganti dengan warna biru yang menyilaukan.

Segera setelah itu, wajah Koyuki berbinar melihat pemandangan didepannya.

"Woah, itu laut!"

Di balik pegunungan, sejauh mata memandang, ada lautan luas.

Deburan ombak di pantai berpasir putih dan sekelompok besar orang menikmati diri mereka sendiri saat mereka berjalan-jalan.

Langit berwarna biru cerah dengan awan besar. Ini adalah awalan dari seluruh musim panas kali ini.

Pemandangan itu lebih dari cukup untuk menggerakkan Koyuki, yang merasa sedikit sedih. Dia menatap laut dengan mata berbinar, menunjuk burung laut yang terbang di langit dan bermain-main. [TN: Aku sangat mengharapkan sebuah ilustrasi disini dimana Koyuki, sambil memegang topinya dan rambutnya yang berkibar karena tertiup angin, melihat ke arah jendela dan terlihat pemandangan laut di sisi jendela itu. Momen yang sangat indah, bukan? Itu yang aku bayangkan waktu membaca bagian cerita diatas.]

Naoya tersenyum lembut padanya.

"Hei, bukankah ini hampir jam makan siang?"

"Eh? Ah, benar juga..."

Bahu Koyuki melonjak sedikit.

Setelah mengalihkan pandangannya dari satu tempat ke tempat lainnya,

"Hmm… Mari kita lihat, kita bisa turun di stasiun berikutnya... mungkin pergi ke tokoserba di sekitar sana?"

"Tidak, bukankah kau memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu?"

"Eehh??"

Menunjuk koper Koyuki – sebuah kantong daur ulang di atas kopernya - Naoya pun mengajukan permintaan.

"Bisakah kita memakan bento buatanmu itu?"

"Kamu mengetahuinya!?"

Koyuki berteriak, memegangi kepalanya.

Dia duduk di kursinya dan menganggukkan kepalanya lagi.

"Ugh... Aku tadinya mau mengejutkanmu. Tapi...masih terlalu sulit untuk mengejutkan Naoya-kun..."

"Tidak, dengan banyak plester di jarimu, siapapun akan dapat menebaknya bahkan jika itu bukan aku."

Naoya sudah memperhatikannya sejak dia datang ke kamarnya di pagi hari, tetapi dia telah menahan diri untuk tidak bertanya padanya dan menunggu saat yang tepat.

Bahkan di jalan, dia terus mengkhawatirkan isi ranselnya... Jadi, bahkan jika Naoya adalah MC manga romcom yang tidak peka, dia pasti akan tetap dapat menebaknya.

Sambil tersenyum pada Koyuki, yang terlihat kecewa, Naoya menunjuk ke arah kereta.

"Jadi, ini stasiun berikutnya. Ada taman tepi laut tepat di sebelah stasiun ini. Karena kita di sini, gimana kalau kita makan sambil melihat laut..."

"Yup! Ayo kita kesana!"

Wajah Koyuki berseri lagi dan depresinya hilang.

Stasiun tempat mereka turun adalah stasiun kosong tanpa penjaga dan tidak ada tokoserba di sekitar daerah itu.

Meski begitu, ada beberapa vending machine di sekitar sana. Jadi, kami bisa membeli beberapa kaleng teh dingin. Dari sana, kami berjalan santai di sepanjang kawasan pejalan kaki di tepi pantai.

Meskipun matahari musim panas masih bersinar terang, angin laut terasa sejuk.

"Aku menantikannya. Bento buatan Koyuki."

Naoya tersenyum dan dalam suasana hati yang baik saat dia menarik dua koper.

Lagi pula, ini adalah pertama kalinya dalam hidupnya dia mendapatkan bento yang dibuat oleh gadis yang disukainya.

Jika kalian seorang pria, ini pasti situasi yang membuat kalian bersemangat.

"Hmm, kalau dipikir-pikir aku pernah makan arang yang kau buat bersama Sakuya-chan sebelumnya. Jadi, ini pertama kalinya aku makan bentou buatanmu 'kan, Koyuki?"

"Itu bukan arang, tapi kue... Jangan naikkan standarnya, oke?"

Koyuki menurunkan alisnya.

Dia mengenakan topi jerami dan membawa ransel.

Dia tampak agak tidak nyaman saat dia mengalihkan pandangannya ke arah laut dan berkata.

"Aku akan memberitahumu sesuatu. Tapi, aku tidak ingin kamu berharap terlalu tinggi. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi bento ini tidak terlihat baik..."

"Tidak, tidak masalah. Yang penting 'kan rasanya."

"Aku ingin tahu apakah rasanya juga ... Aku sudah mencicipinya, tapi..."

Koyuki masih memasang ekspresi bermasalah di wajahnya.

Itu bagus bahwa dia berhasil membuatnya, tetapi tampaknya dia tidak yakin dengan hasilnya. Jika Naoya tidak menyarankannya, mungkin dalam waktu yang lama dia tidak akan bisa memberitahunya bahwa dia sudah membawa bento.

Itu sebabnya, Naoya mengatakan hal ini dengan senyuman.

"Aku percaya pada lidah Koyuki. Lagipula, Koyuki adalah gadis yang cantik..."

"Apa--!? Kenapa kamu tiba-tiba mengatakan itu!?"

"Karena bento ini dibuat oleh gadis cantik, rasanya pasti berkali-kali lipat lebih enak. Itulah nilai tambahnya!"

"A-Apa benar itu saja yang kamu maksud...?"

"Tentu saja. Itu sebabnya, kau harus percaya diri. Jika Koyuki membuatnya untukku, bahkan beberapa set arang pun akan tetap menyenangkan!"

"Kali ini tidak seburuk itu!"

Pembicaraan ringan Naoya membuat Koyuki mengangkat matanya.

Dia kemudian membuat wajah yang tegas dan serius.

"Yah, kalau kamu sampai sejauh ini.. makanlah dengan sepenuh hati, oke? Kalau kamu tidak memujiku dengan tulus, aku tidak akan memaafkanmu."

"Ya. Pokoknya, aku akan mengambil banyak foto makan siangmu. Jadi, tolong lakukan..."

"Apa ini semacam balasan untuk pagi tadi?"

Sementara kita berbicara seperti ini, akhirnya kita tiba di taman.

Ada beberapa keluarga lain di sana, tetapi itu adalah tempat yang tenang dengan beberapa orang. Suara ombak bergema di udara dan pemandangan laut bisa dilihat dari lereng bukit.

Tampaknya, berenang dilarang di daerah ini dan hanya sedikit orang yang datang untuk bermain.

"Oh, akan menyenangkan pergi ke sana. Ada atapnya."

"Iya, ayo pergi ke sana!"

Di sudut taman, ada tempat yang tampak seperti paviliun.

Ada meja dan kursi besar di bawah atap dan itu tampak seperti tempat untuk bersantai tanpa khawatir dengan sinar matahari.

"Kalau begitu, aku akan membantumu bersiap-siap."

"Yup."

Naoya menyiapkan makanan seperti yang Koyuki suruh. Dia membuka ranselnya dan menemukan selembar kain piknik, piring dan sumpit.

Otou-san pasti sudah menyiapkan barang-barang ini sejak tadi malam...

Ngomong-omong, ketika aku menghubunginya tadi malam untuk mengkonfirmasi jadwal, jawabannya sangat hangat. Kupikir dia sedang sibuk mempersiapkan perjalanan, tapi...sepertinya aku salah.

Seperti yang diharapkan, tidak mungkin bagi Naoya untuk melihat sebanyak ini hanya dari pesan singkat. Housuke mungkin bisa melakukannya.

Jadi, dalam waktu singkat, persiapan pun selesai.

Kotak bertumpuk dua tingkat sudah tersedia di atas meja.

Dan duduk di seberang Naoya, Koyuki membuka mulutnya dengan ekspresi agak gugup di wajahnya.

"Aku sudah berlatih memasak akhir-akhir ini dan karena kita akan pergi bersama..., aku memutuskan untuk mengambil risiko!"

"Yup. Terima kasih banyak. Aku tak sabar untuk melihat bento seperti apa ini."

"Tidak, aku yakin Naoya-kun sudah tahu isinya. Dengan jariku yang terluka dan sebagainya."

"Yah, aku tahu. Tapi tetap menyenangkan untuk melihatnya sendiri, bukan?"

"Hmmm... baiklah..."

Koyuki berdehem seolah-olah dia sudah siap.

"Kalau begitu, ...... silakan nikmati makananmu."

Perlahan, dia membuka tutup kotak bertumpuk itu.

Isi kotaknya adalah makanan yang tersusun sangat padat.

Beberapa onigiri dibungkus plastik wrap, tamagoyaki, sosis gurita tomat ceri, bakso, dan masih banyak lagi. Lauk pauk yang dikemas tanpa ruang sangat berwarna-warni sehingga hanya dengan melihatnya dapat membuat Naoya langsung lapar.

Naoya meneriakkan kegembiraannya dengan jujur.

"Ini luar biasa! Kelihatannya sangat lezat!"

"Yup, benar kan? Fufufu"

Wajah Koyuki menjadi sedikit rileks berkat reaksi gembira Naoya.

Namun, mungkin karena dirinya masih sedikit gelisah, dia melihat ke bawah ke arah isi kotak tersebut dan menghela napas.

"Tapi baksonya dibeli di toko, sosisnya juga hanya dimasak biasa, tamagoyakinya juga sedikit gosong... dan hanya ada beberapa hal sederhana di sana. Coba saja lihat sendiri."

Dia mengangkat tangannya yang tertutup plester dan mengeluh lagi.

"Aku melukai jariku hanya karena berusaha membentuk sosis menjadi gurita dan saat membuat telur dadar juga... Jadi, aku masih bukan juru masak yang baik…"

"Apa yang kau bicarakan? Kau sudah bekerja keras."

"Yah, aku bangun sedikit lebih awal ..."

Naoya tersenyum saat melihat Koyuki terkikik mengatakan itu.

"Jika ini pertama kalinya bagimu, ini bukan hanya bernilai bagus, ini adalah skor yang sempurna. Terima kasih banyak, Koyuki!"

"Ugh.... Aku hanya ingin mencoba membuatnya. Daripada itu, cepat makan!"

"Iya, iya. Kalau begitu, selamat makan!"

Koyuki yang sudah tak tahan lagi dengan pujian Naoya menyuruhnya untuk segera memasukkan sumpitnya ke kotak tersebut dan mulai untuk makan.

Pertama, tamagoyaki. Sedikit terlihat pucat dan agak gosong, tetapi Naoya tetap memakannya.

Setelah mengunyahnya dengan baik, dia menelannya. Di sisi lain, Koyuki yang sedang menunggu pendapatnya tentang makanannya ...... membuat jantungnya berdebar dengan kencang. 

Setelah mencicipi tamagoyaki buatan Koyuki, Naoya memberikan kesan jujurnya.

"Mn, ini enak!"

"Benarkah!? Senang mendengarnya..."

Koyuki menepuk dadanya dengan lega dan mengambil tamagoyakinya juga.

"Mn, untuk rasanya enak. Tapi, lebih baik lagi kalau warnannya tidak kecoklatan."

"Aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Koyuki akan segera mahir melakukannya. Aku akan mengicipinya lagi nanti."

"Kapanpun kamu mau, Naoya-kun."

Wajah Koyuki serius meskipun dia mengatakannya tanpa ragu-ragu.

Sepertinya dia sedang mensimulasikan tamagoyaki di otaknya. Aku merasa bahwa setelah liburan musim panas ini, aku akan diizinkan untuk mencicipi tamagoyaki di kotak makan siangnya setiap hari.

Setelah itu, mereka berdua melanjutkan makan siang mereka sambil menatap laut.

Tentu saja, semua hidangan lainnya juga lezat.

Onigirinya diisi dengan ume-boshi (acar plum) dan rumput laut, dan rasa asin dari onigiri itu terasa sangat enak di tubuhnya yang berkeringat. Naoya meneguk secangkir teh dan menghela nafas lega. Itu semua benar-benar lezat tanpa dilebih-lebihkan.

"Ini benar-benar enak. Aku tidak percaya kau seorang pemula."

"Fufufu, iya kan? Aku sempurna dalam segala hal!"

Setelah memakan bentonya, Koyuki tampaknya kembali ke dirinya yang biasa dan dengan bangga membusungkan dadanya.

“Sebelumnya Sakuya menggangguku memasak dan berkata, 'Sebagai heroine di kisah romcom, menjadi juru masak yang buruk adalah bagian dari kepribadianmu, Onee-chan. Bagaimana dengan cokelat atau wasabi ini untuk isian onigiri?'. Tapi, ternyata aku benar untuk menendangnya keluar dari dapur."

"Haha... kurasa aku bisa mengerti situasimu. Tapi, yah.. makanan apapun yang dibuat olehmu, aku akan memakannya."

Dia memang terkadang mudah dihasut. Tapi untuk urusan ini, dia cukup tegas...ya?

Sementara Naoya menikmati onigirinya, Koyuki menatapnya dan dengan lembut mengulurkan tangannya. Sambil mengedipkan matanya pada tindakannya yang tiba-tiba, ujung jarinya dengan lembut menyentuh pipi Naoya dan dengan cepat menarik kembali jarinya.

Koyuki mengambil sebutir nasi dari ujung jarinya dan berkata seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"J-Jangan salah paham, oke? Aku hanya mengambil sebutir nasi dari pipimu!"

"O-Oh, terima kasih "

Naoya hanya bisa mengucapkan terima kasih dengan canggung.

Percakapan terputus dan yang bisa didengar hanyalah suara ombak dan anak-anak yang bermain-main di kejauhan.

Setelah menyelesaikan makan siang dalam diam, Naoya mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Koyuki.

Dia mengambil sebutir nasi seperti yang baru saja Koyuki lakukan padanya, lalu memakannya.

"... Ada nasi di bibirmu.."

"Ah... terima kasih!"

Koyuki mengucapkan terima kasih dengan wajah merah cerah dan ...... membeku di sana.

Kemudian dia melihat wajah Naoya dan bertanya dengan suara lirih...

"... Aku yakin kamu sadar bahwa aku ingin kamu melakukan itu..."

"Hmm... begitulah…"

"Ini benar-benar sulit dilakukan ..."

"Mudah untuk mengetahuinya kalau kau sengaja menaruh sebutir nasi di mulutmu seperti itu ..."

Naoya melihat adegan di mana Koyuki menaruh sebutir nasi di mulutnya dengan sengaja. Setelah itu dia melirik Naoya dan seperti berkata, 'Cepat lakukan!'.

Naoya, sambil tersenyum kepada Koyuki, yang sedang malu dan marah, dengan lembut melihat jari telunjuk kanannya.

Oh, barusan aku sedikit menyentuh bibirnya...

Meski sudah menjalani rehabilitasi sejak saat itu, ciuman pertama mereka pada tempo hari masih menghantui pikirannya.

Naoya lanjut memakan bentonya dengan lahap sambil menghilangkan kegugupannya.

Kemudian mereka memutuskan untuk berjalan di sepanjang pantai sebentar.

Mereka memiliki sedikit waktu luang sebelum kereta berikutnya datang.

Matahari musim panas bersinar di pantai dan pasir berkilau, dan satu-satunya suara yang terdengar adalah suara laut. Dari kereta, kami bisa melihat orang-orang berjalan dengan anjing mereka, tetapi sekarang tidak ada seorang pun kecuali kami berdua.

Koyuki terlihat sangat bersemangat, mungkin karena dia seperti memiliki pantai itu untuk dirinya sendiri.

"Ohh! Nee, lihat ini, kepiting! Ada kepiting!"

"Ya, iya.. aku tahu."

Koyuki berteriak dengan gembira saat dia melihat kepiting berjalan di sepanjang pantai.

Kita bahkan melihat beberapa hewan lain yang ada dipantai, mengambil beberapa kerang, dan melambai ke perahu di kejauhan.

Berenang tidak diperbolehkan dan kita tidak punya banyak waktu. Jadi, kita hanya bisa bermain di pantai sedikit..., tetapi langkah-langkah kecil ini meninggalkan kesan yang mendalam di hati Naoya.

Aku sangat suka hal semacam ini... Aku senang kami terpisah dari Ayahku dan yang lainnya...

Ketika Koyuki menuju toko tersebut di stasiun sebelumnya, Naoya tentu saja sudah menyadari niatnya.

Naoya seharusnya memarahinya karena mencoba keluar dari kelompok dan Naoya tahu bahwa semua orang akan khawatir.

Tetap saja, Naoya menerima undangan Koyuki.

Itu sebabnya, kita harus tiba disana dengan selamat, kan? Aku sudah berjanji pada Ayahku.

Itulah yang dia janjikan pada Housuke dengan syarat dia harus bisa menjaganya.

Jika mereka bukan Ayah dan anak yang bijaksana, tidak mungkin mereka membuat perjanjian satu sama lain hanya dengan saling memandang.

Koyuki, yang tidak mengetahui bahwa Naoya sedang memikirkan hal itu, melihat kepiting berenang ke pasir dan kemudian melihat ke laut dan berkata.

"Setiap musim panas, kebiasaan keluargaku adalah melakukan perjalanan bersama."

"Ah, keluarga Koyuki sangat dekat, bukan? Apa kalian semua sering pergi ke pantai?"

"Mn, kami sering pergi ke pantai di Jepang. Tapi, rumah kakekku di Inggris juga dekat dengan pantai. Jadi, sebagian besar kenangan musim panasku adalah di pantai. Naik kapal pesiar, minum es kelapa di tepi laut..."

"Oh ya, Koyuki 'kan Ojou-sama.."

Ngomong-omong, dia adalah putri presiden sebuah perusahaan perdagangan yang cukup besar.

Naoya sudah benar-benar melupakannya karena Koyuki benar-benar membaur dengan yang lainnya layaknya orang biasa.

Dibandingkan dengan pantai tempat Koyuki dan keluarganya menghabiskan musim panas, pantai kosong ini pasti terasa membosankan.

Namun, Koyuki menatap wajah Naoya dengan senyum tipis di wajahnya.

"Tapi...mungkin pantai yang kosong seperti ini tidak terlalu buruk."

"Karena ini adalah 'momen di pantai terbaik dalam hidupku'?"

"Hah? Aku tidak mengatakan itu. Yah, itu mungkin cocok untuk Naoya-kun yang merupakan orang biasa."

Koyuki mengatakan itu dengan ekspresi malu di wajahnya.

Saat Naoya tersenyum, Koyuki melanjutkan pembicaraannya sambil menghela napas.

"Tapi... kalau Naoya-kun bilang dia suka pantai yang seperti ini, aku akan pergi bersamamu."

Koyuki mencuri pandang seolah mengintip ke Naoya, lalu dia berkata dengan wajah serius.

"Jadi, tahun depan dan seterusnya.. kamu harus mengajakku ke pantai."

"T-Tentu saja."

Naoya hanya bisa mengangguk canggung pada pengakuan beraninya.

Bahkan jika dia bisa membaca pikiran orang lain atau mengantisipasi berbagai hal, dia tetap merasa gugup.

Percakapan di antara mereka berdua baru saja berhenti dan mereka hanya terus berdiri di samping satu sama lain sambil menatap lepas pantai.

Meskipun ini merupakan momen yang canggung. Namun, mereka dapat merasakan bahwa hati mereka sedang saling terhubung.

"Emm... eh?"

Saat tenggelam dalam perasaan manis dan asam, Naoya tiba-tiba melihat ke langit.

Di sana dia merasakan darah mengalir dari wajahnya.

"Oh tidak... Ini benar-benar buruk..."

"Apa maksudmu buruk...? Masih ada waktu untuk mengejar kereta, kan?"

"Tidak, bukan itu! Kita harus cepat..."

"Kyaaa, apa yang terjadi?"

Naoya meraih tangan Koyuki dan berlari ke jalanan tempat koper mereka berada.

Beberapa tetes air hujan jatuh dari awan yang tiba-tiba terlihat mendung - dan dalam waktu singkat, hujan turun sangat deras sehingga pemandangan di sekitarnya sudah sulit untuk dilihat.

"Ya, disana!"

"Uwaa!"

Kami berdua berlari ke stasiun, dengan kondisi basah kuyup.

Melihat balik kebelakang, ini bukanlah kenangan yang buruk, tetapi pada saat itu kami sama-sama putus asa untuk segera mencapai stasiun.

Dibutuhkan waktu sepuluh menit berjalan kaki dari pantai ke stasiun, tetapi kami berhasil mencapainya dalam waktu kurang dari setengahnya karena kami benar-benar berlari sekuat tenaga.

Tidak ada orang lain yang menunggu kereta di stasiun yang kosong.

Ada beberapa keluarga lain di taman, tetapi mereka pasti sudah berlindung dari hujan ini di suatu tempat.

Hujan turun dengan deras dan karena kencangnya angin, rintikannya turun ke samping.

Pemandangan di sekitar stasiun menjadi berkabut sehingga vending machine yang berada tepat di depan stasiun pun hanya terlihat samar-samar.

"Ugh... Ini benar-benar waktu yang buruk."

Koyuki mengangguk dan menghela napas.

Seluruh tubuhnya basah kuyup dan rambutnya meneteskan banyak tetesan air.

Topi jeraminya pun tidak dapat membantunya. Naoya kemudian melepaskan topinya dan kemudian menunduk di hadapannya.

"Maaf, aku berharap bisa menyadarinya lebih awal, tapi..."

"Itu bukan salahmu, Naoya-kun. Aku bahkan tidak berharap kamu bisa meramalkan cuaca."

Koyuki berbalik dan berkata dengan panik.

"Udara disini panas. Jadi, aku yakin ini akan cepat kering. Yah, semoga aja ini cepat kering sebelum kereta datang."

"Umm, ya... Yah, ...... kurasa begitu, ya."

"Ada apa dengan reaksi aneh itu?"

Naoya dengan cepat membuang muka dan hanya bisa memberikan jawaban samar.

Mengesampingkan Koyuki yang bingung untuk saat ini, dia mengobrak-abrik kopernya sendiri.

Hal yang dia cari adalah sebuah handuk mandi besar. Dia menyodorkannya ke arah Koyuki.

"Ini, untuk saat ini. Gunakanlah."

"Eh? Kenapa kamu membawa handuk? Bukankah mereka sudah menyiapkan handuk dan barang-barang lain yang kita butuhkan."

Di vila yang akan kita tuju, pengurusnya akan menyiapkan semua kebutuhan sehari-hari untuk sejumlah orang yang sudah ditentukan. Wanita mungkin membutuhkan ini dan itu. Tapi, Naoya.. atau lebih tepatnya, laki-laki hanya membutuhkan sedikit pakaian ganti.

Tidak ada alasan baginya untuk membawa handuk mandi.

"Yah, aku khawatir kau terjatuh ke genangan air karena terlalu bersemangat. Jadi, aku menyiapkannya untuk berjaga-jaga."

"Naoya-kun, apa kamu pikir aku ini anak TK?" 

Koyuki menatapnya dengan gelisah, lalu menyodorkan balik handuk itu ke dirinya.

"Baiklah, tapi.. Naoya-kun, kamu bisa memakainya duluan. Lagipula, kamu lebih basah daripada diriku.."

"Tidak, aku baik-baik saja. Err, Koyuki.. kau tahu.."

Naoya mendorongnya kembali.

Dia masih mengalihkan pandangannya.

Koyuki memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu dan akhirnya Naoya memutuskan untuk mengatakan situasi yang sebenarnya sedang terjadi.

"Pakaianmu... tembus pandang..."

"Eehh?"

Segera setelah itu, Koyuki membeku di tempat.

Lalu, tatapannya perlahan jatuh ke bawah.

Gaun putihnya basah karena hujan dan menempel di kulitnya. Karena itu, garis tubuhnya dan pola bunga dari bra merah mudanya yang terlihat halus benar-benar tembus pandang. (TN: gausah di zoom.)


"Kyaaaaaaaaaa!!"

Jeritan bergema di seluruh ruang tunggu stasiun, hampir sekeras hujan.

Meraih handuk mandi yang disodorkan Naoya, Koyuki membungkus dirinya sendiri.

Berkat ini, Naoya akhirnya menepuk dadanya dengan lega, tapi... Koyuki memberinya tatapan yang sangat tajam padanya.

"Kamu melihatnya, kan...?"

"... Ya, aku melihatnya."

Karena tidak ada gunanya berbohong, Naoya langsung jujur ​​dan mengaku.

Berkat ini, wajah Koyuki berubah menjadi merah cerah dengan suara kabur.

Naoya bergegas untuk menghiburnya saat dia mulai terlihat panik dan gemetar.

"Aku tidak yakin apakah itu ide yang bagus untuk menggunakan jenis pakaian renang yang berbeda. Jadi bisa dibilang keduanya sama saja, kan?"

"Ini benar-benar berbeda!"

"Kupikir itu benar sekali."

Naoya sangat terkesan sehingga dia tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan.

Pakaian renang memiliki area kain yang lebih sedikit dan tentu saja mengekspos lebih banyak kulit.

Tapi tetap saja, pakaian dalam transparan itu berkali-kali lebih sensasional. Fakta mengejutkannya adalah bukan karena desain yang berani seperti baju renang, melainkan karena desain sederhananya yang menambah kesan erotismenya.

Naoya memperhatikannya dengan cermat dan mungkin akan tersimpan di memori otaknya selama sisa hidupnya.

"Kamu pasti memikirkan sesuatu yang ... mesum, kan!?"

"Haha, aku tidak tahu apa yang kau bicarakan..."

Saat Koyuki memelototinya, Naoya dengan cepat membuang muka. Namun, mungkin karena tidak bisa menutupinya, Koyuki memalingkan wajahnya.

"Mouuu! Naoya-kun!"

"Maaf, maaf..."

Aku meminta maaf dan duduk di bangku yang agak jauh dari Koyuki.

Seperti yang diharapkan, aku merasa sedikit kasihan pada diriku sendiri.

Aku melirik jam tangan dan jadwal, dan melihat bahwa kereta berikutnya akan tiba sekitar 20 menit lagi.

Bahkan jika kami berhenti beberapa kali setelah ini, kami masih bisa mencapai tujuan kami di malam hari. Yah, tidak apa-apa, kurasa...

Haruskah aku menelepon Housuke untuk memberitahunya perkiraan waktu kedatangan kami selagi sempat?

Dengan pemikiran itu, aku mengeluarkan smartphoneku.

"Achoo~"

"Eh..."

Lalu, aku sedikit bersin.

Berkat itu, Koyuki terengah-engah dan menatapku. Alisnya, yang seharusnya terangkat sejak awal, menjadi turun seolah dia sedang sangat khawatir.

"Naoya-kun, apa kamu kedinginan? kamu baik-baik saja?"

"Oh, aku baik-baik saja. Ya, mulai sedikit dingin. Tapi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Tapi Naoya-kun, kamu baru saja sakit beberapa hari yang lalu ..."

"Itu lebih dari sebulan yang lalu. Sudah kubilang, aku baik-baik saja."

Aku tidak pilek dan juga tidak demam. Hanya saja hidungku sedikit gatal.

Hujan deras membuat suhu di sekitar sini sedikit lebih sejuk, tapi tidak terlalu terasa dingin.

Namun, Koyuki tetap menatap Naoya dengan ekspresi serius di wajahnya.

Kemudian, seolah-olah dia sudah mengambil keputusan, dia mengatakan dengan serius.

"... Baiklah, kalau begitu--"

"Ehh? Apa... tunggu sebentar!?"

Naoya tertegun sejenak, tetapi langsung mengerti maksud Koyuki.

Dia buru-buru berteriak untuk menghentikannya, tetapi suaranya hanya tenggelam dalam hujan.

Koyuki berdiri dengan cepat dan melepas gaun one-piece-nya tanpa ragu-ragu.

Pakaian dalamnya yang lembab diterangi oleh lampu neon redup di ruang tunggu.

Naoya tiba-tiba berteriak dengan tangan di kepalanya.

"Sudah kubilang.. tunggu dulu, Koyuki!"

"Berisik! Buka bajumu sekarang juga...!"

"Tunggu, tunggu, hyaaa!?"

Tidak semua pria dapat menolak untuk didekati oleh seorang gadis yang hanya menggunakan pakaian dalamnya.

Sedetik kemudian, Koyuki melepaskan kemeja dari badan Naoya dan membuatnya telanjang dada.

Koyuki duduk di sebelahnya dan membungkus handuk mandi di sekitar dirinya dan Naoya. Naoya tersentak saat kulit basah mereka menempel satu sama lain.

Koyuki, di sisi lain, mencoba menenangkannya.

"Kamu tahu, mereka mengatakan bahwa ketika kamu tersesat di pegunungan bersalju. Kita bisa saling menghangatkan tubuh kita satu sama lain dengan cara seperti ini.."

"Tapi, ini pertengahan musim panas...?! Bagaimana jika seseorang datang?!"

"Tidak ada yang akan datang di hujan deras seperti ini. Dan juga, tidak ada cctv di sekitar sini .. Selain itu, pakaianku akan lebih cepat kering kalau aku melepaskannya seperti ini."

"Yah, itu mungkin benar, tapi ..."

Sebelum aku menyadarinya, dua set pakaian yang kita lepas sudah terjemur dengan rapi di bangku belakang.

Dengan begitu pakaian tersebut akan kering lebih cepat dibanding jika kita tetap mengenakannya.

Bahkan jika itu masuk akal...! Ini tidak bagus!

Situasinya mirip dengan terakhir kali kami berada di kolam renang.

Tapi dengan Koyuki yang hanya mengenakan pakaian dalamnya dan ini terjadi di siang hari, maka ini semua jelas adalah cerita yang berbeda.

Untuk alasan yang berbeda dari panasnya musim panas, kulitku berkeringat secara perlahan.

Mungkin merasakan hal yang sama persis, kulit Koyuki juga mulai sedikit memanas.

Naoya memaksakan dirinya untuk mengucapkan beberapa patah kata.

"Aku senang kau mengkhawatirkanku... Tapi, kau benar-benar ceroboh..."

"Habisnya....."

Koyuki mencoba beralasan dan membuang mukanya dengan agak kesal.

"Kalau Naoya-kun sakit lagi, kita tidak akan bisa bermain bersama selama liburan panas ini. Aku tidak mau itu."

"Tapi bukan berarti seorang gadis harus melepaskan pakaiannya di depan seorang laki-laki..."

"Heh, aku baik-baik saja dengan itu. Kamu melihatku dalam pakaian renangku tempo hari. Sama halnya dengan pakaian dalam."

"Apa yang kau katakan sebelumnya adalah kebalikannya..."

Naoya hanya bisa melihat ke langit-langit dan menggerutu.

Udara di sekitar mulai menurun dan memang benar sangat nyaman merasakan kehangatan satu sama lain seperti ini

Aku akan menerimanya dengan penuh rasa syukur ... Tapi, aku tidak berpikir hatiku akan dapat bertahan...

Meskipun aku senang memiliki seseorang yang mengkhawatirkanku, tidak mungkin aku bisa mentolerir situasi seperti ini.

Jantungku berdegup kencang hingga rasanya seperti akan melompat keluar dari mulutku dan aku bahkan tidak bisa bergerak.

Pada akhirnya, kami tidak bisa berkata apa-apa lagi dan kami berdua terdiam.

"Achoo~"

"Eh"

Tiba-tiba, suara bersin kecil yang lucu bergema di ruang tunggu. Tentu saja, itu bukan suara bersinku.

Aku menoleh dan melihat Koyuki mengendus sedikit. Ujung hidungnya sedikit kemerahan dan bibirnya agak biru.

Itu membuat Naoya sangat khawatir.

"Kupikir Koyuki lebih merasa dingin dariku, bukan? Kau sudah memberiku sebagian besar handuknya."

"Apa maksudmu? Sebenarnya tidak sedingin itu."

Dia mengatakan itu, tetapi suaranya tidak jelas dan terlihat bahwa dia berusaha untuk menguatkan diri.

Handuk mandi melilit Naoya dan Koyuki, tetapi karena handuknya tidak cukup panjang, Koyuki merelakan sedikit sisinya terbuka dan tidak tertutup handuk.

Jadi meskipun dia dan Naoya terbungkus erat, dia masih sedikit merasa kedinginan.

Di sisi lain, jika Naoya memaksakan memberikan seluruh sisi handuk padanya, Koyuki pasti akan menolaknya.

"Yah, kalau begitu ... kita lakukan dengan cara ini."

"Ehh, apa... Kyaaaa!?"

Naoya memutuskan untuk melakukannya, dia membalikkan tubuhnya ke arah Koyuki.

Kemudian, dia memasukkan lengannya ke bawah pahanya dan mengangkatnya.

Naoya menyentuh pantatnya sedikit, tetapi dia lanjut melakukan apa yang sebenarnya ingin dilakukannya sebelum Koyuki menyadarinya. Dia mendudukkan Koyuki di antara kedua kakinya dan meletakkan handuknya untuk cukup menyelimuti mereka berdua secara keseluruhan.

Naoya memanggilnya, meskipun dia sedikit gugup.

"Ini... Ini akan membuatmu lebih hangat dari sebelumnya."

"Ugh... ya... sepertinya... Umm... ya..."

Koyuki, yang menegang dan kaku karena situasi tiba-tiba ini, berhasil mengeluarkan beberapa kata untuk mengungkapkan bahwa dirinya setuju.

Meskipun rasa malu benar-benar menyelimutinya, tetapi itu tidak cukup untuk membuatnya mendorong Naoya dan menjauh. Sebaliknya, dia sepertinya berpikir, 'Wow, ini situasi seperti di manga-manga…!', Koyuki sepertinya malah tampak senang dengan ide ini.

Telinga Koyuki, terlihat melalui celah di rambutnya, berwarna merah cerah dan tampak sangat panas.

Namun, hal tersebut juga dapat dilihat pada Naoya.

Gawat...! Aromanya bahkan lebih harum dari sebelumnya...!

Tentu saja aroma tubuhnya memang sudah harum sejak awal.

Tapi tetap saja, mencium aroma leher dan rambutnya langsung dari belakang seperti ini adalah cerita yang sungguh berbeda.

Bau manis campuran shampo dan keringat menggelitik lubang hidungku...bahkan menggoyahkan isi otakku.

Selain itu, karena tubuhku digunakan sebagai sandarannya, aku bisa merasakan bra-nya dengan sangat baik.

Jika benar-benar diperhatikan dari belakang, aku hampir bisa melihatnya.

Tidak, tidak..! Apa yang kau pikirkan, Naoya! Bersihkan hati, sucikan diri...

Naoya meremas tangannya di lututnya.

Tapi kemudian sesuatu terlintas di benaknya.

Tunggu...? Mungkinkah sekarang saatnya untuk melakukannya...

Tempo hari, dia melewatkan kesempatan untuk mengakui perasaannya karena Housuke dan yang lainnya.

Naoya diam-diam sudah menetapkan tujuan untuk membalasnya dalam perjalanan ini.

Saat ini, Naoya dan Koyuki adalah satu-satunya orang yang berada di stasiun. Jadi, tidak akan ada yang menginterupsi mereka.

Sepertinya ini kesempatan yang sempurna…

"Um, Koyuki..."

"Mm... Iya...?"

Naoya bertanya dengan hati-hati.

"B-Bisakah aku melakukan apa yang tidak bisa aku lakukan di tempatku tempo hari...."

"Um............."

Koyuki mengangkat bahunya dan menjawabnya setelah berpikir panjang.

"...... Tidak."

Dia mengangkat bahu dan melanjutkan dengan suara pelan.

"Karena, saat ini... sedikit... kau tahu?"

"Oke, aku mengerti..."

Naoya mengangguk penuh semangat pada jawaban Koyuki, yang seharusnya tidak terdengar jelas.

Singkatnya, 'Situasi ini agak terlalu ecchi' .

Dan aku pun sangat setuju dengan itu.

Ini mungkin akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan, tetapi perjalanan kami baru saja dimulai.

Aku memiliki perasaan bahwa jika aku menyatakan perasaanku dalam situasi seperti ini, aku tidak akan dapat melakukan kontak mata dengannya di sisa hari perjalanan ini. Terutama Koyuki.

Ya... sudah terlalu banyak hal yang terjadi untuk para pemula dalam hal cinta...

Aku akan menyimpan pengakuanku untuk nanti. Aku tidak berniat untuk menundanya lagi.

"Kalau begitu.. aku akan mengatakannya lain kali..."

"Mnm.. Ngomong-ngomong, sepertinya hujannya tidak akan berhenti dalam waktu dekat."

"Sepertinya begitu..."

Kemudian untuk sementara waktu, mereka berdua berbicara tentang cuaca dengan sangat gugup.



TL: Retallia

Editor: Sipoi


Catatan Penerjemah:

Speechless. Sungguh chapter yang menyenangkan sekali untuk dibaca bagiku. Ada banyak momen yang membuatku hampir menumpahkan kopiku saat membacanya. Diawali dengan suasana riang khas jalan-jalan keluarga, dilanjutkan dengan momen yang sungguh hangat dari pasangan yang seolah terdampar dalam dunia mereka sendiri, dan diakhiri dengan momen yang super ultra gula yang cukup “panas”. Aku sangat menantikan apa yang akan terjadi kedepannya. Oke, akhir kata, semoga kalian bisa merasakan kesenangan yang juga ku rasakan saat membacanya ^^ [ED: Why? Fuumi-sensei..!? Kenapa tidak ada illustrasi di bagian terakhir itu..!?]



|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close