NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shaberanai Kurusu-san Kokoro no Naka wa Suki de Ippai V1 Prolog

Prolog
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

"Kurusu-san...? Bolehkah aku minta printoutnya? Siswa yang lain memintaku untuk..."

"............"

Gadis itu menatap dingin siswa laki-laki yang mendekatinya dan tanpa mengubah wajahnya, dia mengambil printout tersebut dari tasnya dan meletakkannya di tangannya.

Siapa pun akan mengalami kesulitan bereaksi terhadap serangkaian tindakan tanpa ekspresi dan tanpa gangguan ini.

Bahkan, ketika dia mendekatinya, siswa laki-laki itu terlihat berusaha menjauh.

"........."

"Oh...eh...umm...maaf."

Dia secara refleks meminta maaf ketika menerima tatapan dingin itu.

Mungkin dalam menanggapi sikap siswa laki-laki tersebut, yang tampak seperti tidak nyaman dengan situasinya saat ini, gadis yang sudah diam sepanjang waktu itu menulis 【Tidak perlu meminta maaf】di aplikasi tablet yang ada di tangannya.

"Oh Syukurlah. Kalau begitu..."

Siswa laki-laki yang menerima printout itu kemudian lari dari gadis tersebut.

...Ah. Dia melakukannya lagi.

Aku menghela nafas saat melihat pemandangan itu dari lorong.

Dia tidak berbicara dengan keras.

Jika dia ingin mengatakan sesuatu, dia hanya menulisnya di tabletnya seperti yang dia lakukan sekarang.

Dia sudah mempertahankan sikap ini sejak dia memasuki sekolah ini, sebuah sekolah persiapan di Prefektur Ibaraki.

Halusnya, dia adalah orang yang misterius. Kasarnya, dia adalah orang yang tidak bisa bersosial.

Penampilannya pun semakin mempertegas auranya yang seakan tidak dapat didekati oleh siapapun.

Rambut peraknya sepanjang pinggangnya yang bersinar seperti brokat. Itu mengingatkanku pada Malaikat atau Dewi dalam mitos yang pernah aku baca. Rambutnya yang mengkilap berkibas tanpa suara saat angin bertiup dan aromanya yang wangi berhembus bersama angin.

Kulit putihnya yang halus begitu indah dan artistik sehingga aku ingin menjangkau dan menyentuhnya.

Ya, itu adalah seni. Berdiri saja di sana dan melihatnya selamanya - betapa cantiknya dia. Dia adalah seorang gadis muda yang cantik, begitu cantik hingga kalian bisa berdiri saja di sana dan memandanginya selamanya. Tidak, dia pasti salah satu yang terbaik di sekolah ini.

Sayangnya, bagaimanapun, faktor-faktor ini yang membuatnya semakin sulit untuk didekati. Sebut saja itu menakutkan. Selain itu, terlepas dari upaya terbaik setiap orang untuk berbicara dengannya, dia tidak akan berbicara dan tetap tidak berekspresi.

Akibatnya, dia diasingkan dari orang-orang di sekitarnya karena kepribadiannya.

Yah, itu... hal yang wajar.

Jadi, seolah-olah seperti siapapun yang menyentuhnya akan dikutuk oleh Dewa, orang-orang pun mencoba untuk berinteraksi seminimum mungkin dengannya.

Namun, ini tidak berarti bahwa dia tidak berperasaan atau acuh tak acuh terhadap kondisi di sekitarnya.

(...Apakah dia mendapatkan pesanku bahwa aku tidak marah? Ini adalah langkah pertama.)

(Ya... ini adalah langkah pertama.)

Orang lain tidak bisa merasakan perhatian dan perasaannya, tetapi dia memikirkannya di dalam hatinya.

Jadi aku mendekatinya dan berbicara dengannya, "Kurusu, boleh kita berbicara?”. Kurusu berbalik menanggapi suaraku dan buru-buru mulai menulis tanggapannya di tabletnya.

【Halo, Kaburagi-kun. 】

"Yo. Aku akan mengunjungimu sepulang sekolah hari ini, bolehkah aku datang?"

【Yupp】(Momen kebahagiaanku. Aku hidup untuk ini.)

"Tidak masalah. Yah, kurasa kita akan berlatih lagi. Satu per satu."

【Usaha】( ...Aku tidak bisa terus-menerus membuat kesalahan...Aku harus terus mencoba)

"Yah, tenang saja. Semua orang gagal dan berhasil sewaktu-waktu. Lagipula, aku suka orang yang berusaha keras."

【Ganbaru!】

"Haha. Aku bisa merasakan betapa gugupnya kau ketika berbicara dengan cara itu. Kalau kau gugup, itu tandanya kau serius berusaha. Jadi, aku bisa merasakan perasaanmu meski hanya sedikit."

Rurina menghapus tulisan di tabletnya dan menatap wajahku.

(...Bagaimana kamu bisa menebak perasaanku seperti itu? Apa kamu memiliki kemampuan tersembunyi...?)

"Tersembunyi... tidak, bukan apa-apa."

Aku memiringkan kepalaku ke belakang dan batuk, mengalihkan diri dari pandangan Kurusu, yang menatapku.

"Nah, Kurusu. Apa kau sudah siap dengan apa yang kita bicarakan kemarin?"

【Yupp..】(Latihan senyum sangatlah menarik... untuk mendapatkan teman juga)

"Oke. Aku senang mendengarnya... sampai jumpa sepulang sekolah."

【..Aku sangat menantikannya】(Aku tidak sabar ingin bertemu dengannya sepulang sekolah. Bisakah jam pelajaran kali ini berlalu lebih cepat?)

Kurusu menggelengkan kepalanya dan menatapku. Dia terus menatapku dan aku tahu itu karena dia bersemangat dan menantikannya.

Sayangnya, ekspresi yang dia coba tunjukkan sangatlah kaku dan cenderung mengintimidasi. Jadi, sangat sulit untuk menyebutnya sebagai senyuman. Hal tersebut tentu membuat orang-orang di sekitarnya menjadi salah paham...

"Kaburagi luar biasa, bukan? Aku kagum bagaimana dia berkomunikasi dengannya tanpa merasa canggung sedikit pun." (Aku tidak yakin apakah aku mampu melakukannya. Aku takut padanya dan tidak ingin berurusan dengannya.)

Ketika aku duduk, siswa lain mulai berbicara kepadaku, seolah-olah mereka terkesan.

Mereka tersenyum padaku tanpa menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran pada hal buruk yang telah mereka pikirkan.

"Begitu, kah? Kurusu adalah orang yang normal dan sangat baik, tahu."

"Tidak, tidak. Kau tidak tahu itu! Dia tidak berbicara dan bahkan ketika dia mencoba sebaik mungkin untuk berbicara, keheningan yang lama benar-benar membuat suasana menjadi sangat canggung!"

"Hahaha!"

"Eh... Kenapa kau ketawa? Sejujurnya, tidakkah menurutmu itu sedikit menyeramkan...?"

Kurasa dari sudut pandang orang-orang di sekitarku, aku hanyalah "Orang yang berusaha sebaik mungkin untuk menjadi pasangan Kurusu".

Itu sebabnya kata "luar biasa" mungkin dimaksudkan sebagai tanda penghargaan atas usahaku.

Tapi, tidak ada yang tahu.

Baik teman-teman sekelasku maupun siswa/i lainnya tidak ada yang mengetahui.

Pertukaran yang tampaknya tidak komunikatif itu benar-benar terjadi.

Perasaan terdalam Kurusu Rurina sangatlah jujur dan menggemaskan.

Dan tidak ada yang tahu bahwa aku, Kaburagi Ritsu, dapat mendengar (suara dalam hati) orang-orang di sekitarku.


TL: Retallia

Editor: Sipoi


Catatan Penerjemah:
Mungkin beberapa dari kalian ada yang bingung dengan percakapan diatas. Sebenarnya editor udah memberikan note sebelumnya diawal terkait arti dari percakapan dalam simbol '( )'. Tapi aku pikir, ada baiknya untuk membiarkan para pembaca untuk berpikir sendiri terlebih dahulu tentang makna dari percakapan dalam simbol itu dengan membaca keseluruhan prolognya. Toh juga prolognya sangat singkat hhehe. Menurutku itu bisa menambah sedikit "reading experience" bagi para pembaca, karena aku sendiri juga awalnya bingung saat mulai membaca rawnya. Dan perasaan "Oh gitu toh..." di akhir setelah membaca keseluruhan prolognya menurutku cukup menyenangkan, jadi aku cuma pengen sedikit berbagi perasaan itu wkwkwkwk. Untuk yang masih belum mengerti, jadi percakapan di dalam simbol '( )' merupakan suara dalam hati/pikiran orang-orang disekitarnya yang dibaca oleh MC (Kaburagi Ritsu), seperti yang sudah dijelaskan di akhir prolog atau di sinopsisnya. Ya, rada mirip Naoya, tapi lebih jelas supernatural, karena disini dia jelas bisa langsung membacanya sedangkan Naoya hanya menebak isi pikiran orang lain dengan persepsinya (walaupun tebakannya 99.9999999% akurat). Untuk selanjutnya, note pengingat terkait simbol '( )' akan selalu diberikan di awal chapter agar para pembaca tidak lupa/kebingungan lagi.


0

Post a Comment



close