NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shaberanai Kurusu-san Kokoro no Naka wa Suki de Ippai V1 Chapter 2 Part 2


Chapter 2 - Perubahan Sehari-hari yang Ramai

[Part 2]


Pengingat:

【】: kata-kata Kurusu di tabletnya

() : suara hati orang lain yang dibaca/didengar oleh MC (Kaburagi)

 

"Mungkin dia sudah ada di sana."

Setelah sekolah. Aku menggumamkan sesuatu seperti itu dan berjalan menuju ruang UKS.

Biasanya, aku pergi ke UKS untuk membantu sensei, tetapi akhir-akhir ini tujuannya berbeda.

"Bagaimana cara mengembangkan toleransi untuk seseorang dengan hati yang cantik seperti itu?"

Tawa kering keluar dari mulutku, 'hahaha', dan pada saat yang sama, aku melihat wajahnya yang tanpa ekspresi.

Jika dia sedingin penampilannya, aku tidak akan begitu khawatir.

Semakin aku berbicara dengannya, semakin aku merasakan adanya misi tertentu.

Jika aku tidak mengenalnya, dia hanya akan menjadi teman sekolah biasa, tetapi begitu aku mengenalnya, aku menjadi khawatir.

Aku mulai lelah dengan sifatku sendiri.

"Aku hanya bisa mengeluh tentang itu, tapi ya beginilah kepribadianku..."

Sambil menghela nafas, aku melanjutkan perjalananku, dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah berada di depan ruang UKS.

Aku berdiri di depan pintu dan mengulurkan tangan untuk membukanya. Kemudian, aku mendengar suara yang akrab dan indah.

(...Aktivitas klub terdengar menyenangkan. Aku iri pada mereka, sepertinya mereka sangat akrab...)

Kau di sini begitu cepat, sungguh.

Ya, sejak acara bersih-bersih sukarela itu── Aku jadi sering menghabiskan waktu bersamanya sepulang sekolah.

Aku tidak sedang mencari pacar atau hubungan yang mesra, aku hanya membantunya dengan apa yang dia coba capai.

Kami telah berlatih percakapan untuk itu, dan dia memujiku tanpa pertanyaan dan dengan perasaan yang tulus, dan aku merasakan hal yang tak terlukiskan dalam hatiku.

...Aku ingin tahu apakah dia akan menarik diri jika dia tahu aku bisa mendengar suara hatinya.

Aku menghela nafas dan perlahan membuka pintu.

"Permisi."

Saat aku memasuki UKS, pandanganku menangkap sosok Kurusu di depanku.

Dia berdiri di dekat jendela, menatap kosong ke luar, tampaknya tidak menyadari kehadiranku.

"...Ini seperti lukisan, bukan?"

Kata-kata seperti itu secara alami keluar dari mulutku ketika aku melihatnya, dan aku segera menutup mulutku.

Apa yang aku bicarakan... itu sangat memalukan jika dia mendengarnya.

Tetapi tidak dapat dihindari jika kata-kata seperti itu akan keluar. Aku membuat alasan dalam pikiranku.

Karena, cahaya yang bersinar melalui jendela menyinarinya, cahaya merah matahari senja itu seperti lampu sorot, menciptakan suasana yang agak misterius.

Penampilannya sangat menarik sehingga kata-kata itu keluar dari mulutku.

Jangan bodoh. Jangan tunjukkan kepanikanmu.

Aku menampar pipiku dan menarik napas dalam-dalam. Setelah menyesuaikan ekspresiku, aku menatapnya. Dia sepertinya baru menyadari kehadiranku dan berbalik dan menundukkan kepalanya dengan sopan.

"Kau datang lebih awal. Apa aku membuatmu menunggu?"

(...Aku datang terburu-buru karena aku menantikannya... Tapi aku terlalu malu untuk mengatakan itu...)

Dia menggelengkan kepalanya, lalu melihat ke bawah dengan mata tertunduk.

"Oke. Bagus lah kalau begitu."

Aku kehilangan kata-kata ketika dia meninjuku terlebih dulu.

Tidak ingin dia menyadari betapa saltingnya aku, aku langsung mengalihkan pembicaraan ke Kurusu.

"Oh, btw, Kurusu. Apakah sensei tidak ada di sini hari ini?"

Hanya kita berdua (...Aku bisa berbicara banyak dengan Kaburagi-kun.)

"Heee..."

Tidak akan ada yang datang (...penggantinya sensei. Tapi jika seseorang yang patah tulang datang... Apa yang harus aku lakukan?)

"............"

Tidak, tidak apa-apa bagiku karena aku tidak akan salah paham dengan pernyataan itu.

Mengapa kau menyampaikan dengan cara yang memalukan? Selain itu, matanya tajam dan cemberut, dan jika dilihat dari samping orang lain pasti akan berpikir bahwa dia sedang merencanakan sesuatu.

Bagi seseorang yang tidak mengenalnya, itu agak menakutkan...

Aku menghela nafas dan melihat sekeliling untuk melihat kemana sensei pergi.

Barang-barang miliknya tidak bisa ditemukan di mana pun, begitu pula tasnya, sepertinya dia tidak akan kembali dalam waktu dekat.

"Hmmm. Apakah sensei ada di sesi latihan atau rapat?"

Ya

"Oalah, begitu. Tapi, tempat ini tidak akan bisa digunakan tanpa sensei."

Jika orang lain melihat kita berduaan di ruang UKS tanpa sensei, mereka mungkin akan salah paham. Bahkan jika aku tidak menyembunyikan apa pun, ada orang yang akan mengolok-olokku karena ini, jadi ini adalah situasi yang rumit.

Tapi bukan berarti aku bisa menyewa tempat lain di hari yang sama karena aku belum mengajukan permohonan menggunakan ruangan ke OSIS.

Jika sensei memberitahuku, aku akan bisa melakukan sesuatu tentang ini...

"Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita membatalkannya hari ini?"

Sementara aku khawatir, Kurusu mulai menulis sesuatu dengan ekspresi tidak sabar di wajahnya.

Setelah dia selesai menulis, dia menunjukkannya padaku dari kejauhan seolah-olah itu akan menghantam wajahku.

Sensei berkata, 'Aku memasang tanda di pintu masuk, jadi kamu bisa menggunakannya sesukamu. Tapi jangan aneh-aneh ya.' (...Aku tidak mau pulang.)

"Benarkah? Aku tidak menyadari ada tanda seperti itu di pintu masuk... Terlebih lagi, apa yang sensei khawatirkan itu."

(...Jika sesuatu terjadi, aku akan melakukan yang terbaik. Aku sudah siap.)

"Yah, aku tahu kau bersedia untuk melakukannya... Apa yang akan kau lakukan dengan beberapa perban dan alat berat semacam itu?"

(...Yosh!)

Aku terkekeh melihat semangat hatinya yang tak bisa dijelaskan tersebut.

"Haha. Aku mengerti kalau kau sangat bersemangat, tetapi satu-satunya hal yang akan kita lakukan di UKS adalah pertolongan pertama..."

Dimengerti (...Sayang sekali. Aku punya kesempatan untuk terlihat berguna...)

"Yah, jangan berkecil hati. Lebih baik memiliki waktu luang dan bebas dari masalah di UKS. Lebih damai dan lancar, kan?"

(...kesehatan adalah yang utama...)

"Pokoknya, yang bisa kita lakukan adalah tidak panik. Mari kita bersikap tenang dan santai saja."

Sasuga, Master (Tenang dan dewasa... dia sangat keren)

Aku bukan master…

Yah, aku tidak akan memberi tahunya, karena aku dapat melihat bahwa dia akan kecewa jika aku menyangkalnya.

"Oke. Kalau begitu, mari kita langsung mulai saja Kurusu──eh, apa yang kau lakukan?"

Seperti yang telah dijanjikan, aku mencoba membantu Kurusu dan dia buru-buru mulai bersiap-siap.

Sebuah ikat kepala ditempatkan di kepalanya dan perekam suara ditempatkan di mejanya. Dia mengatur ponselnya dan menyesuaikannya sehingga aku dapat terlihat, seolah-olah dia ingin mengambil video. Akhirnya, dia mengeluarkan buku catatan dan memegang sepotong cokelat di tangannya dan menatapku dengan serius.

Silahkan (...konsentrasi, konsentrasi)

Silahkan, huh. Um... apakah ini konferensi pers atau semacamnya?

(...Aku perlu merekamnya agar aku bisa berlatih di rumah)

"Aku tahu kau sangat serius. Tapi aku tidak pernah tahu kalau kau akan merekamnya."

Review (...Suara Kaburagi-kun, aku ingin mendengarnya berulang-ulang)

"Hahaha... iya sih review itu penting kan."

Suara hatinya buruk bagi hatiku sehingga membuatku tertawa aneh...

Aku tahu kau hanya berniat untuk melatih percakapanmu di rumah, tetapi aku pikir itu tidak perlu.

Aku batuk untuk membersihkan tenggorokanku dan kembali ke topik awal.

"Jadi, mari kita pikirkan bagaimana cara membuat komunikasi Kurusu dapat berjalan dengan baik. Aku malu mengatakannya sendiri, tapi maksudmu sepertiku, kan?"

(...Aku ingin tahu tipsnya. Aku rasa itu akan berhasil)

"Oh, aku minta maaf sebelumnya kalau kau berharap terlalu banyak. Karena kenyataannya, aku tidak bisa melakukannya."

Kurusu terlihat sangat kecewa hingga aku hampir bisa mendengar efek suara ‘gahn’, dan dia menundukkan kepalanya. Cara dia menatapku dengan matanya mengingatkanku pada seekor chihuahua.

"Bukan begitu, maaf! Sederhananya, seringkali sulit untuk meniru cara seseorang melakukan sesuatu. Aku tetaplah aku, jadi tidak peduli seberapa banyak kau mencoba meniruku, kau tidak akan pernah bisa menjadi diriku, dan jika kau mencoba terlalu keras, itu akan buruk bagi dirimu sendiri."

Selain itu, dalam kasusku, aku memiliki cheat untuk bisa mendengar suara hati orang lain, jadi tidak mungkin aku bisa membuatnya meniruku... Yah, aku tidak akan bisa mengatakan ini padanya.

Kurusu, yang mungkin telah mengerti apa yang aku katakan, meluruskan posturnya dan duduk.

Apa yang harus aku lakukan?

"Sederhana saja. Aku akan menambah jumlah orang yang mengetahui kebaikan Kurusu."

Kebaikan?

"Kau jujur, pekerja keras... dan bodoh."

(...Menurutku itu bukan pujian, kan? Tapi jika Kaburagi-kun mengatakannya, itu pujian, ya?)

"Haha. Singkatnya, mari mencari teman. Dalam berteman, kita harus memiliki hubungan di mana kita saling menghormati dan peduli dan dapat berbicara dengan jujur. Pertemanan seperti itulah yang aku inginkan."

Teman sejati (...Pertemanan yang bertahan lama dan tidak pernah berubah. Pertemanan yang sederajat. Itulah yang aku dambakan)

"Oh, ya kau sudah tahu itu, Kurusu. Menyenangkan memang memiliki seseorang seperti itu dalam hidupmu, bukan? Jadi, tujuanku adalah menemukan seseorang seperti itu."

(...Teman yang bisa kita ajak bicara ketika kita bertambah tua. Ya...memikirkannya saja membuat hatiku terasa hangat. Aku harus bekerja keras untuk membuatnya)

Tidak ada perubahan dalam ekspresinya, tapi Kurusu mengepalkan tinjunya seolah telah bersemangat.

Semakin aku mengenalnya isi hatinya, dia semakin terlihat manis... Jika aku tidak tahu isi hatinya, aku akan berpikir dia adalah seorang psikopat yang sedang mengepalkan tinjunya ke arahku tanpa ekspresi di wajahnya.

Maka dari itu...kita harus melakukan latihan senyum.

Tidak ada salahnya melakukannya, dan jika ditingkatkan, itu akan membuat perbedaan dalam kesannya.

Aku ingin memberitahunya langsung dan mengambil tindakan, tapi...hm.

Aku melirik ke arah Kurusu.

Dia sepertinya menunggu reaksiku dan matanya bersinar.

──Tentu, itu akan berjalan secara tidak terkendali.

Aku yakin akan hal itu, mengingat kembali kejadian-kejadian di ruang UKS dan saat acara bersih-bersih sukarela.

Kurusu memiliki kelebihan menjadi orang yang serius dan pekerja keras, tetapi pada saat yang sama, dia memiliki kelemahan karena dirinya tidak fleksibel.

Jadi, jika kita terburu-buru, kita mungkin akan mendapatkan ban kempes saat mencoba melakukan segalanya.

Jika aku mengatakan 'Ayo kerahkan semuanya hari ini!', dia akan langsung melakukannya tanpa menanyakan…apa pun.

Jadi, meskipun ini akan berjalan dengan lambat, kita hanya perlu mengambilnya selangkah demi selangkah saja...kan?

"Kenapa kau menarik lengan bajuku... Ah-, kau ingin menanyakan sesuatu padaku? Maaf, aku hanya sedang berpikir."

(...Maaf mengganggu)

"Sudah. Pokoknya, jangan pedulikan itu. Aku sama sekali tidak merasa terganggu olehmu, dan aku malah berterima kasih padamu karena telah membawaku kembali ke kenyataan."

Aku menindaklanjutinya ketika dia menunjukkan kekhawatiran.

Kemudian dia tampak lega dan mulai menulis apa yang ingin dia tanyakan di tabletnya.

Menurutmu teman seperti apa Kaburagi-kun?

"Aku?"

Dia menganggukkan kepalanya dan tampak tertarik.

"Apakah itu sesuatu yang kau pedulikan? Yah...mari kita lihat. Jika aku harus mengatakannya.... mungkin seperti 'Persahabatan Guan Bao'." [TN: Ini adalah idiom cina dari kiasan sejarah di sana, merujuk pada hubungan antar teman yang mendalam dan saling percaya]

(...Kamu adalah orang yang sangat berpengetahuan, Kaburagi-kun. Aku bahkan tidak tahu sama sekali...)

"Itu adalah istilah yang jarang terdengar. Tapi itu tidak berarti banyak. Mari kita pikirkan saja bagaimana baiknya kedepannya."

Aku memotong pembicaraan dan membawa papan tulis besar di UKS ke depan Kurusu.

"Jadi, mari kita mulai. Untuk mendapatkan teman, aku akan mengenal Kurusu lebih baik. Untuk saat ini, aku yakin kesempatan itu sering berakhir sebelum mereka dapat mengenalmu."

Sayangnya (...Karena aku tidak bisa bicara, seperti biasa)

"Maka dari itu, aku akan mencoba menciptakan kesempatan untuk membuat orang berbicara denganmu dan mempersiapkan dirimu agar berhasil memanfaatkan kesempatan itu. Pertama-tama, aku ingin bertanya kepadamu, Kurusu, apakah kau tahu 'tiga faktor terpenting’ agar disukai orang?"

Kurusu memiringkan kepalanya dengan bingung pada pertanyaanku, jadi aku menulis tiga elemen itu di papan tulis.

"Yah, ini hanya teoriku. Secara kasar aku membaginya menjadi tiga: penampilan, kepribadian, dan timing."

(...Aku bisa membayangkan penampilan dan kepribadian, tapi apa maksudnya timing?)

"Timing adalah apakah kau berada pada gelombang yang sama atau tidak. Kau tahu, terkadang ada orang yang membuat orang lain kesal karena timing mereka yang buruk, tidak peduli apa pun yang mereka lakukan. Seperti, 'Apalagi sekarang?' atau ‘Kenapa harus sekarang?’, ya sesuatu seperti itu."

(...Aku merasa sepertinya aku satu-satunya yang begitu)

"Jangan terlalu sedih dengan hal itu. Ini hanya masalah kompatibilitas dan apakah kau bisa berhasil cocok dengan orang yang kau ajak bicara. Selain itu, dua hal sebelumnya lebih penting dibandingkan timing itu."

Tidak satupun (Aku tidak pernah dipuji...sekalipun)

"Sungguh?"

Kurusu merasa sedih setelah menulis ini, dan menundukkan kepalanya dengan bahu terkulai.

Sepertinya, dia memiliki kepercayaan diri yang rendah...

Yah, aku mengerti. Dia tidak pernah tahu, karena jika tidak ada yang datang kepadanya, tidak ada cara untuknya mengetahui evaluasi dirinya.

Jika dia terus kehilangan kepercayaan diri, tidak ada yang akan berubah. Kalau begitu, aku harus menghiburnya...

"Aku mungkin tidak terlalu meyakinkan saat mengatakan ini, tapi Kurusu tidak buruk dalam hal apapun."

(...Benarkah?)

Kurusu menanggapi kata-kataku dan sedikit mendongak, lalu kembali mendengarkan.

Aku mengkonfirmasi itu dan lanjut berbicara.

"Aku tidak perlu memberitahumu betapa cantiknya dirimu, kan? Jika aku memotretmu dan mempostingnya di media sosial, itu pasti akan ramai."

(...Aku malu. Wajahku terasa panas)

"Dan bahkan kepribadianmu, jika orang memperhatikan, kau pasti akan disukai. Kau pekerja keras, selalu bersungguh-sungguh, dan fokus ke depan. Kau juga bisa peduli dan menghormati orang lain. Itu elemen yang bagus, seperti mengambil langkah ke belakang untuk membela orang lain, atau bersikap jujur."

(...Ini pertama kalinya seseorang memujiku seperti ini. Aku senang mendengarnya, tapi... aku tidak terbiasa dipuji)

Kemudian, setelah itu──.

Kurusu memegang tanganku dan menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi.

 

Aku tidak bisa melihat ekspresinya saat dia menunduk, tapi telinganya terlihat me-merah.

(...Tidak. Jangan dilanjutkan lagi... Jantungku akan berhenti)

"Oh, maafkan aku. Tapi aku hanya ingin kau tahu bahwa jika kau berubah sedikit, keadaan akan berubah menjadi lebih baik."

(...Terima…kasih)

Wajah Kurusu merah dan gelisah, tapi sepertinya pikirannya sudah berubah menjadi positif.

Maksudku...Aku punya firasat bahwa jika orang-orang di sekitarnya melihat ekspresi malu dan semacamnya dari dirinya, mereka akan menggeliat karena merasa gemas.

Sayang sekali dia belum bisa menunjukkan penampilannya yang seperti ini.

Yah, semua ini akan terselesaikan jika aku bisa membicarakannya... tapi sulit untuk bertanya jika alasannya tidak bisa berbicara adalah sesuatu yang sensitif.

"Yah, kurasa kau mengerti maksudku sekarang. Jika Kurusu bisa merubah kesan awalmu, kau pasti akan dapat melakukan percakapan dengan lancar."

Diterima

"Ngomong-ngomong, apakah kau punya alat komunikasi lain selain tablet?"

Hanya tablet (...Aku tidak bisa bicara. Aku akan membeku...)

"Jadi begitu... Baiklah, aku harus memikirkan cara memanfaatkan tablet itu dengan lebih baik."

Kurusu pun menundukkan kepalanya.

Aku pikir, aku telah melihat sedikit wajahnya dan terlihat dia menggigit bibirnya seolah sedang menyimpan kenangan yang pahit. [TN: Ini hint besar sih, terkait kenapa Kurusu ‘tidak berbicara’. Jadi ku pikir, konflik utamanya itu ‘trauma’ masa lalu Kurusu.]

Aku yakin pasti ada masalah yang menyebabkan gangguan komunikasinya.

Tapi aku tidak bisa bertanya lagi sekarang.

Setiap orang memiliki hal-hal yang tidak ingin mereka katakan.

Bahkan aku memiliki satu atau dua hal yang tidak ingin aku katakan pada siapa pun. Jadi aku meyakinkan diriku tentang itu.

Yah, bagaimanapun juga, aku akan tetap membantunya.

Aku akan meningkatkan kesempatanku untuk terlibat dan melihat apa yang bisa aku lakukan untuknya.

"Untuk sekarang, mari kita bertukar informasi kontak, oke?"

Nomor telepon rumah?

"Tidak, bukan itu. Dengar, kau membawa ponselmu, kan? Kita akan bertemu, dan jika aku tidak punya kontakmu, aku tidak bisa bertanya padamu jika terjadi sesuatu, kan?"

(Ya... tapi apakah kamu benar-benar ingin bertukar kontak denganku?)

"Jika kau tidak mau memberikan kontakmu, aku akan mencari cara lain."

Aku mau

Ketika dia menjawab seperti itu, matanya bersinar dengan cara yang mudah dimengerti.

Kemudian, dengan panik, dia mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan meletakkannya di pangkuannya.

Dia menatap ponselnya dan menunggu instruksi.

...Aku sangat senang, dan ini agak memalukan.

"Mungkinkah, Kurusu tidak tahu bagaimana melakukannya?"

Kurusu memalingkan wajahnya dengan canggung pada pertanyaanku.

...Dia pikir jika orang tahu apa yang tidak bisa dia lakukan, mereka akan kecewa.

Yah, aku harus melakukannya sendiri.

"Nah, berikan padaku. Aplikasinya... oh, sudah didownload. Apakah itu kelinci? Mungkinkah itu hasil kerajinan tangan wolmu?"

(...Oh, jangan lihat itu)

Apakah Kurusu malu. Wajahnya, yang biasanya tidak menunjukkan perubahan, menjadi merah dan dia menyembunyikannya dengan tangannya.

Tapi sayangnya, dia tidak bisa menyembunyikan telinganya. Terlebih lagi, karena suara hatinya bocor...aku bisa mendengar suaranya yang malu sebelumnya dengan volume yang tinggi.

Aku tersenyum, dan berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang itu.

"Aku akan meneleponmu ketika aku telah mengajukan ijin menggunakan ruang kelas atau ketika aku akan bertemu denganmu."

Tidak repot, kah? (Aku senang... tapi...)

"Tidak apa-apa. Aku selalu membantu sensei sepulang sekolah, dan aku berpikir untuk meminta tolong Kurusu ikut membantu jika kau bisa...Yosh, kontakku sudah ditambahkan."

Aku menyerahkan kembali ponselnya ke Kurusu dan membiarkannya memeriksa layarnya.

Kurusu melihat ikonku 'ritu' dengan gembira.

(...Aku akan mengirimkannya)

Saat dia memikirkan itu, ponselku berdering dan layarnya bersinar.

Aku melihat ke layar dan terlihat bahwa dia telah mengirimiku sticker kelinci yang lucu.

"Kau punya sticker yang lucu."

(...Fufu, ini pertama kali aku mengirimnya)

"Yah, jangan ragu untuk menghubungiku. Aku akan mengirimimu sesuatu juga."

Bolehkah?

"Iya, boleh. Aku selalu luang, jadi sedih jika kau tidak mau."

Dia menundukkan kepalanya, berbalik, dan meletakkan teleponnya di tasnya.

Gerakannya tampak seperti sebuah penolakan...

Aku tidak bisa melihat ekspresinya, tapi────

(...Aku sangat senang...Hehe)

Suara hatinya itu, bergema di kepalaku.

 

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||   

Post a Comment

Post a Comment

close