Aku meninggalkan ruang ganti di depan Umi dan menunggunya selesai berganti pakaian.
Berkat kesabaranku, aku berhasil menahan diri, tetapi aku masih merasa panas untuk beberapa alasan.
.... Apakah ini karena air panas?
"Kurasa malam ini aku tidak bisa tidur nyenyak..."
Jika ini adalah rumahku, aku bisa melakukan berbagai hal untuk menenangkan diriku atau mungkin jika aku bisa sendirian dengan Umi di kamar kami, kami bisa melanjutkan hal yang sudah kami lakukan ketika di gunung. Tapi, Riku-san akan bersama kami. Jadi, itu bukan pilihan terbaik.
"Yo, apa kamu menunggu lama, Maki? Aku agak haus, apa ada jus di Vending Machine itu?"
"Ada kok."
Kami memiliki beberapa jus dari Vending Machine di kamar kami, tetapi ada banyak minuman yang tidak biasa di sini. Harganya sedikit lebih mahal dari biasanya, tetapi itu sepadan.
"Maki."
"Hm?"
"Batu, kertas..."
""Gunting!""
Aku mengeluarkan batu sedangkan Umi kertas.
Aku kalah dalam permainan dan aku harus membelikannya jus. Maksudku, aku tidak keberatan. Tapi, mengejutkanku seperti ini tidak adil.
Haruskah aku mengusulkan yang terbaik dari tiga? ...Nah, aku tidak sekecil itu. Aku mengeluarkan koin 500 yen dari dompetku.
"Minuman mana yang kau inginkan?"
"Hm... Susu buah ini kelihatannya enak, aku akan mengambilnya. Bagaimana denganmu, Maki?"
"Kopi dengan sedikit susu, kurasa. Aku tidak tahu kenapa, tetapi semua minuman di sini menarik perhatianku, terutama yang susu... Apa ini karena botolnya?"
"Ah, aku mengerti itu."
Kami masing-masing membeli sebotol dan duduk di sofa bersama-sama dan meneguk minuman kami perlahan-lahan.
Minuman dingin itu membasahi tenggorokanku dan masuk ke dalam tubuhku yang terasa panas sejak aku keluar dari bak mandi.
"Bolehkah aku mencoba punyamu, Maki?"
"Tentu, bolehkah aku mencoba punyamu juga?"
"Silakan."
"Terima kasih."
Kami menukar botol kami dan meneguknya.
Rasa pisang di dalam minuman itu cukup kuat, tetapi rasa jeruk dan apel melengkapinya dengan sangat baik dan membuat minuman itu terasa luar biasa enak.
"Entah bagaimana kita mulai melakukan hal semacam ini secara alamiah, ya?"
"Ahaha, benar? Seakan-akan ciuman tidak langsung yang membuat kita malu itu kebohongan. Yah, kita sudah sering melakukan ciuman. Jadi, wajar kalau kita tidak malu-malu lagi."
Sudah setengah tahun sejak kami mulai pacaran dan kami telah merasa nyaman satu sama lain.
Dulu ketika kami pertama kali bertemu, kami biasanya hanya bergaul pada hari Jumat, tetapi sebelum aku menyadarinya, kami mulai pergi ke sekolah bersama dan lebih sering mengunjungi rumah satu sama lain. Sekarang, kami berhasil bergaul dengan baik dengan keluarga masing-masing.
Dari sudut pandang orang luar, mungkin sulit dipercaya bahwa kami bisa sejauh ini hanya dalam waktu 6 bulan.
Mempertimbangkan situasiku tahun lalu, rasanya seperti semuanya adalah sebuah keajaiban.
"Maki, menurutmu apa yang akan terjadi jika kita tetap bersama seperti ini untuk waktu yang lama?"
"Entahlah... M-Mungkin kita akan memulai sebuah keluarga bersama?"
Masih jauh sebelum hal itu bisa terjadi, tetapi aku berharap bahwa pada akhirnya kami akan mencapai masa depan itu.
Sebaliknya, aku harus mencapainya atau kalau tidak, aku ragu bahwa aku bisa mendapatkan kesempatan lain seperti ini dengan gadis lain.
"Teman laki-laki pertamaku menjadi pacar pertamaku dan akhirnya menjadi suamiku? Itu adalah cerita yang terdengar sempurna sampai-sampai terdengar seperti lelucon..."
"Apa kau membenci cerita seperti itu, Umi?"
"Mm, aku menyukainya. Meskipun aku seperti ini, aku juga gadis SMA pada umumnya, kau tahu..."
"Begitu?"
"Mnm! Itu sebabnya, tidak peduli apa yang terjadi. Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi dariku~!"
Saat aku meneguk cepat minumanku, dia menarik tubuhnya lebih dekat ke tubuhku.
Efek dari minuman dingin yang berhasil menenangkanku benar-benar batal karena tindakannya.
Sungguh, kami adalah pasangan bodoh...
"Maki."
"Ada apa?"
"Ehehe, bukan apa-apa. Cuma mau manggil doang~"
"....Astaga."
"Aku pacarmu, oke? Bukankah normal bagi seorang pacar untuk memanggil nama pacarnya secara acak seperti itu?"
Seperti yang kukatakan, jika ini adalah rumahku, kami akan melanjutkan rayuan kami seperti biasa dan perlahan-lahan kehilangan kendali. Tapi, ini bukan rumahku.
Dua langkah kaki mendekati kami.
"Ara, apakah kami mengganggu kalian berdua?"
"Shizuku-san, Riku-san..."
"....Yo."
Sudah 1 jam sejak kami meninggalkan kamar kami dan datang ke sini. Jadi, mereka mungkin sudah selesai mengobrol dan memutuskan untuk memeriksa kami.
"Dengar, aku tidak peduli apa yang kalian berdua lakukan. Tapi, cepatlah kembali ke kamar. Aku tidak bisa pergi mandi kalau kalian berkeliaran seperti ini."
"Jangan khawatir, dia hanya mengkhawatirkan kalian berdua. Makanya dia bersikap seperti ini. Ah, dia juga yang memintaku untuk mencari kalian loh~"
".... Shizuku, mulutmu ember juga 'ya.."
"Ehehe, begitu~"
Shizuku-san entah bagaimana berhasil membuatku berpikir bahwa Riku-san itu lucu.
Kata-kata dan tindakannya memang kasar. Tapi, sebenarnya dia adalah orang yang peduli dan baik hati. Meskipun orang itu sendiri tampaknya tidak menyadarinya. Dia adalah seorang Kakak laki-laki yang baik.
Karena aku adalah anak tunggal, aku tidak memiliki siapapun untuk dibandingkan dengannya, tetapi aku akan senang memilikinya sebagai Kakak laki-lakiku.
"Yah, kurasa kita sudah keluar terlalu lama, Umi. Jadi, ayo kita kembali dan membiarkan Riku-san menikmati waktu luangnya."
"'Kay. Tenang saja, berbeda dengan Kakak bodohku di sana. Aku pandai membaca suasana. Aku tahu kalau kedua teman masa kecilnya ingin mandi bersama. Jadi, aku tidak akan menghalangi."
"Ap!? Apa yang kau katakan?!"
Kami meninggalkan Riku-san yang wajahnya memerah, semerah tomat dan segera kembali ke kamar kami.
Hal terakhir yang kami lihat darinya adalah dia berdiri dengan canggung sambil memiringkan kepalanya sementara Shizuku-san terkikik di sampingnya.
"Mereka sangat akrab, ya?"
"Tentu saja, mereka adalah teman masa kecil. Aku benci mengakuinya karena itu dia. Tapi, melihat mereka seperti itu... Kurasa seperti inilah romansa orang dewasa, ya?"
"Kalau dipikir-pikir, kita masih anak-anak, ya?"
"Mn. Kita memang masih anak-anak.. Tapi, kamu tahu apa, Maki?"
Dia meremas tanganku.
"Kupikir aku lebih suka hal-hal seperti itu."
"...Aku juga."
Karena aku kesepian, aku ingin dia memanjakanku dan aku ingin dia hanya menatapku.
Memiliki pikiran seperti itu adalah hak istimewa yang disediakan untuk anak-anak seperti kami.
Kami tidak perlu terburu-buru dalam perkembangan kami. Hal-hal seperti romansa dewasa bisa menunggu sampai kami dewasa.
Oleh karena itu, mari kita nikmati cinta kekanak-kanakan kita selama mungkin.
Pikiran seperti itu muncul di kepalaku setelah melihat senyum kesepian Riku-san dan Shizuku-san.
Post a Comment