NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shujinkou no Osananajimi ga, Wakiyaku no Ore ni Guigui Kuru V1 Chapter 2

Penerjemah: Flykitty 

Proffreader: Flykitty 


Chapter 2

Seorang Stalker Adalah Orang Aneh Yang Melakukan Upaya Agresif.


Untuk menghindari terlibat dalam kisah romansa komedi Amada dan tetap menjadi pemeran pendukung saja, sekaligus menghindari kerumitan hubungan sosial di SMA Hirasaka yang penuh dengan berbagai intrik.


Aku memutuskan untuk mencari teman baru dengan bekerja paruh waktu di minimarket dekat rumah. Dengan penuh semangat, aku pergi ke wawancara kerja.


Namun, begitu sampai di minimarket yang menjadi lokasi wawancara sekaligus tempat kerja masa depanku, aku terkejut luar biasa.


Tokoh utama wanita dalam romansa komedi Amada, Hidaka Mikoto, berdiri di sana.


Lebih parahnya lagi, dia juga datang untuk wawancara kerja.


"…………"


Dia sangat menakutkan.


Orang ini, sejak tadi tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya menatapku tajam dengan diam.


"Umm, jadi, karena waktu wawancara sudah dekat, boleh aku masuk dulu?"


"Mm."


Ketika kutanyakan itu, dia hanya menjawab singkat sambil mengangguk kecil.


Mendapat izin darinya, aku buru-buru masuk ke dalam toko seolah melarikan diri.


Di wawancara, aku ditanya mengapa memilih toko ini dan berapa banyak waktu yang bisa kuhabiskan untuk bekerja setiap minggu. Aku menjawab bahwa lokasinya dekat rumah, dan aku bisa bekerja setiap hari. Namun, karena aku tahu ada pajak jika penghasilan melebihi batas tertentu, aku memastikan untuk tidak melewati batas itu.


Hasil wawancara terasa sangat positif—atau lebih tepatnya, aku langsung diterima di tempat.


Manajer toko berkata, "Baiklah, mulai besok datang ya. Kita akan mulai pelatihan untuk karyawan baru." Mendengar itu, aku merasa lega dan keluar dari ruang kantor minimarket.


Tapi kemudian, Hidaka berdiri menempel di pintu kantor untuk giliran wawancaranya. Aku mencoba melarikan diri dengan hati-hati agar tidak menyentuhnya, tetapi saat kami hampir berpapasan.


"Tunggu aku ya."


Apa aku bisa pura-pura tidak mendengarnya?


Sayangnya, aku tidak punya keberanian untuk itu, jadi aku hanya bisa menunggu di luar toko.


Sekitar 15 menit kemudian, Hidaka selesai wawancara dan berjalan-jalan di dalam minimarket sebelum menemukan aku yang menunggu di luar. Dia lalu mendekat ke arahku.


"…………Terima kasih."


"Ah, tidak masalah sih…"


Hidaka yang berdiri di depanku benar-benar sangat cantik.


Melihatnya dengan pakaian kasual yang jarang terlihat membuatku berpikir ini pasti momen langka bagi teman-teman sekelas kami. Tapi kenapa aku harus menunggunya?


"…………"


Diamnya terasa menekan. Aku diam-diam mengeluh dalam hati, Aku menunggu hanya karena kau yang memintanya, tahu?


Tidak tahan dengan suasana itu, aku akhirnya bertanya.


"Jadi, bagaimana wawancaranya?"


"Lolos. Mulai besok pelatihan. Bagaimana denganmu?"


Wqh, Hidaka-san benar-benar bertanya balik.


Biasanya, apapun yang kutanyakan padanya hanya dijawab dingin dengan kata-kata singkat, tapi sekarang dia mengucapkan lebih dari sepuluh kata! Apakah besok akan hujan kapak?


"Aku juga lolos. Mulai besok pelatihan."


"────Bagus."


"Hah?"


Dia mengatakan sesuatu dengan suara kecil, tapi terlalu pelan untuk kudengar.


Tapi sepertinya dia tidak ingin aku mengungkitnya lebih jauh, karena dia menatapku tajam dengan pandangan yang sangat menusuk.


Sangat menakutkan.


"Tidak ada apa-apa. Jam berapa dimulainya?"


"Uh, dari jam 10 sampai jam 6 sore…"


"Sama."


Tolong, aku mohon! Aku bekerja di sini dengan harapan bisa berteman dengan teman sebaya, tapi kenapa harus orang yang membuatku gelisah seperti ini?


"Jadi… kenapa kau ingin bekerja di minimarket ini?"


"…………!"



Astaga! Tatapan Hidaka tiba-tiba membelalak lebar.

Apakah itu pertanyaan yang tidak boleh kutanyakan?


"Karena dekat."


Bohong. Rumahmu dari sini butuh waktu 30 menit naik kereta.


Untuk pekerjaan paruh waktu, itu terlalu jauh. Aku tidak mengerti.


Kenapa dia harus menjadi rekan kerjaku? Dalam kehidupan pertamaku, Hidaka tidak pernah bekerja paruh waktu atau ikut kegiatan klub, selalu langsung pulang.


Namun, dia selalu hadir dalam acara kelas yang melibatkan semua orang…


"Hei, Hidaka…san."


"Apa?"


Dia menatapku dengan mata indahnya yang berkilauan.


Melihatnya dari jarak sedekat ini, aku jadi mengerti kenapa anak laki-laki di kelasku, termasuk Amada, tergila-gila padanya. Jujur, aku juga dulu menyukainya.


Meski tidak sekuat perasaan Amada… Tapi ini bukan saatnya larut dalam kecantikannya. Aku harus mengatakan sesuatu.


"Kalau bisa, bisakah kita merahasiakan bahwa kita bekerja di tempat yang sama?"


"…………!"


Ekspresinya menegang. Apakah dia sangat tidak suka dengan permintaanku?


Yah, aku tahu dalam kehidupan pertama, dia benar-benar membenciku…


"Kau tidak mau, ya?"


Sejujurnya, aku sangat tidak ingin dia tahu.


Dalam kehidupan pertamaku, Hidqka memang tidak pernah menyakitiku.


Tapi dia adalah orang yang disukai Amada…


"Bukan tidak mau, tapi…"


"…………"


Keheningan ini seperti ketenangan sebelum badai. Apakah ini pertanda buruk?


Tidak, jangan takut. Jika aku gentar dan melarikan diri, bukan hanya aku, keluargaku juga akan mati.


Aku harus mengatakan apa yang perlu dikatakan. Jika ditolak, aku akan memikirkan langkah selanjutnya.


"Begini, aku tidak ingin anak-anak di sekolah tahu kalau aku bekerja di sini."


"…………Maaf."


Hah? Apakah aku salah dengar? Hidaka Mikoto meminta maaf padaku?


Apakah besok akan hujan kapak dan meteor?


"Ini bukan salahmu, Hidaka. Aku hanya ingin kita merahasiakannya, ya… semacam rahasia kita berdua."


"────!"


Wajah Hidaka langsung memerah seperti tomat.


Gawat. Aku malah menambahkan bahan bakar ke api pada Hidaka yang sudah hampir meledak.


"────Bagus."


"Apa?"


Apa yang baru saja dia katakan? Bisakah dia menjelaskan di mana bagian dari ucapanku yang dianggapnya bagus?


"Aku mengerti. Akan ku rahasiakan. Ra-ra-rah-rahasi-rahasia kita be-be-berdua…"


Astaga, senyumnya terlalu menakutkan. Ini seperti adegan horor.


"Terima kasih. Hidaka memang mencolok, jadi mungkin bakal agak sulit, tapi aku akan berusaha membantumu semampuku."


"Mencolok? Kenapa?"


Dia benar-benar memiringkan kepalanya dengan serius?


"Kamu sangat cantik, Hidaka. Jadi, ya, kamu mencolok."


"!?!?!?!? !!!??? !!!?"


Entah bagaimana ekspresinya benar-benar sulit dipahami sekarang.


"Hari ini adalah hari yang indah… hari yang luar biasa indah."


Ternyata Hidaka punya kepribadian yang cukup unik juga, ya?


"Baiklah. Kalau Ishii… Ka… ka… kazuki berkata begitu, aku akan berhati-hati. Aku akan memikirkan langkah-langkahnya."


Namaku tidak se-eksentrik itu.


"Kalau begitu, sampai jumpa besok—"


"Tunggu dulu."


"Apa?"


Ketika aku hendak pergi, dia dengan lembut tapi kuat menarik ujung bajuku.


"Ano… Umm… Jadi…"


Kenapa dia terus membuatku gelisah seperti ini? Apa dia akan meminta sesuatu sebagai balasan? Seperti, "Aku akan merahasiakannya, tapi serahkan separuh gajimu."


Saat aku gemetar membayangkan itu, Hidaka tetap diam selama tiga menit sebelum dia mulai mengacak-acak tasnya, mengeluarkan ponsel, dan mengarahkannya padaku.


"Tukar kontak. Menurutku, berbagi rahasia berarti harus saling bertukar kontak kan."


Menurutku, tidak perlu. Aku ingin mengumpulkan seluruh keberanian di dunia untuk mengatakan itu dengan lantang.


"Baiklah. Kalau begitu…"


Dengan terpaksa, aku mengeluarkan ponselku dan bertukar kontak dengan Hidaka.


Setelah itu, meskipun kami masih berdiri berhadapan, Hidaka mengirimiku stiker. Sebuah gambar manusia salju lucu dengan pesan "Senang berkenalan" dan tanda hati. Itu sama sekali tidak sesuai dengan karakternya.


Tatapan matanya seolah berkata, "Balas sekarang," jadi aku mengirimkan stiker juga. Sebuah gambar onigiri dengan pesan "Senang berkenalan" dan tanda bintang.


Saat dia melihat balasanku, Hidaka tersenyum kecil.


Senyuman itu sempurna seperti lukisan. Rasanya bahkan ada aura yang menyelimuti dirinya.


"Senang berkenalan."


"Ah, iya…"


Setelah puas, Hidaka segera pergi.


Aku yang ditinggalkan hanya bisa memandang punggungnya dengan bingung,


"Kenapa bisa begini?"


Aku hanya bisa mengeluh tentang situasi mendadak ini yang terasa sangat menyedihkan.


Oh, dan sampai malam tiba, aku tidak menerima foto acara dari Tsukiyama.


Ternyata, si sialan mesum itu hanya ingin mendapatkan kontak Hidaka melalui aku.


◆ ◆ ◆


Hari Minggu. Saat aku tiba di minimarket untuk hari pertama kerja, Hidaka sudah ada di sana.


Namun, penampilannya sangat berbeda dari kemarin.


"…Bagaimana menurutmu?"


Dia mengenakan gaya yang tidak biasa, rambut dikepang dan memakai kacamata.


Kenapa dia sampai seperti ini?


"Ini strategi. Dengan ini, meskipun ada siswa SMA Hirasaka yang datang, mereka tidak akan mengenaliku."


Pernah dengar tentang name tag? Ada name tag bertuliskan "Hidaka" di dadamu, jadi bagaimana cara menyembunyikan identitasmu?


"Bagaimana menurutmu?"


Dia mengulangi pertanyaannya lagi, menunggu jawabanku.


"Uh, menurutku cocok kok."


"Hmm, begitu ya."


Sepertinya dia puas dengan jawabanku, karena dia memberikan pose dua jari tanpa banyak ekspresi.


Mungkin itu tandanya dia senang… kurasa


"Kamu juga terlihat cocok kok."


Apa dia sedang membicarakan seragam minimarketku? Rasanya tidak terlalu menyenangkan meskipun dipuji.


"Terima kasih. Umm, mulai hari ini kita bekerja sama ya."


"Oke."


Akankah aku berhasil melewati hari ini tanpa masalah?


◆ ◆ ◆


"──Seperti ini, barang yang lebih lama ditaruh di depan, sedangkan yang baru di belakang."


"Dimengerti."


"Baik."


Pada hari pertama pelatihan, aku dan Hidaka menerima penjelasan tentang tugas dari manajer toko, seorang wanita paruh baya.


Dia menjelaskan bagaimana cara menata barang, membersihkan toilet, membuat makanan seperti bakpao Cina dan gorengan, serta cara menggunakan mesin kasir.


"Sementara itu, hari ini kalian fokus pada kasir dulu, ya. Untuk merek rokok, kalau tidak tahu, cukup bilang pada pelanggan untuk menyebutkan nomor. Itu sudah cukup."


Rokok yang berjajar di belakang kasir jumlahnya lebih dari 100 jenis.


Apakah karyawan minimarket yang sudah berpengalaman benar-benar menghafal semua nama itu?


Begitulah, hari pertama kerja paruh waktuku dimulai...


"Pelanggan berikutnya, silakan ke sini!"


Begitu aku berkata begitu, beberapa pelanggan pria tampak sangat enggan datang ke kasirku.


Mereka sama sekali tidak mencoba menyembunyikan perasaan "ah, sial, terpaksa" di wajah mereka.


Di minimarket ini ada tiga kasir. Satu tidak digunakan, sementara dua lainnya dijaga oleh aku dan Hidaka. Dan hampir semua pelanggan pria, setelah melihat Hidaka, langsung menuju kasirnya, bukan ke kasirku.


Akibatnya, kasirku sangat sepi, sedangkan kasir Hidaka dipenuhi antrian panjang, menciptakan fenomena aneh.


"Tolong bantuannya!"


"Senang bekerja sama!"


"Eh, kalau boleh, bolehkah aku minta kontakmu──"


"Hei, kalau sudah selesai, minggir sana!"


"──Sial!"


"Tolong bantuannya!"


Baru hari pertama, tapi Hidaka sudah harus menangani banyak pelanggan sekaligus.


Dia tampak bingung, tidak memahami mengapa hanya kasirnya yang penuh, tapi dia tetap fokus memindai kode barang dengan usaha keras.


"Ini… semacam perpeloncoan untuk karyawan baru…"


Bukan, bukan itu alasannya.


Di sisi lain, aku melayani pelanggan lansia.


"Maaf, bisa tolong berikan nomor saja?"


"Oh, 27."


Ketika aku mengambil rokok nomor 27, di bungkusnya tertulis "Super Light," tapi namanya bukan "Mycen" seperti yang disebutkan pelanggan, melainkan "Mevius."

Bagaimana caranya "Mevius" bisa disebut "Mycen"? Rokok memang penuh misteri.


Setelah sekitar dua jam bertugas di kasir, manajer datang dan berkata kepada Hidaka.


"Hidaka-san, silakan istirahat."


Hidaka yang terus sibuk melayani pelanggan akhirnya menuju ruang kantor.


Saat melewatiku, dia berkata pelan.


"Semangat ya."


"Terima kasih."


Serius? Hidaka sampai memotivasi aku? Apa dia sedang kerasukan?


Setelah 30 menit berlalu, Hidaka kembali, dan aku gantian istirahat.


Sebagai balasan atas dukungannya tadi, aku berkata,


"Semangat ya."

Dia hanya menjawab pendek,


"Oke."


Ruang kantor minimarket ternyata jauh lebih kecil dari yang kubayangkan. Hanya sekitar dua tatami, dan setengahnya dipenuhi meja dan komputer.


Aku duduk di pojok agar tidak mengganggu pekerjaan, lalu memeriksa ponselku.


[Bagaimana kerja part-timenya?]


Pesan dari Yuzu muncul di layar, membuatku tersenyum.

Ah, adikku sangat perhatian. Sungguh luar biasa dia.


Tunggu aku, Yuzu. Uang hasil kerja paruh waktu ini akan aku tabung untuk kebutuhanmu atau untuk masa depan.


[Semua lancar! Kamu mau oleh-oleh apa?]


[Papa sudah belikan. Kalau Kazu yang beli, pasti seperti waktu itu, terlalu banyak.]


Huh, dia terlalu memikirkan aku.


Tapi dia sangat manis. Adikku benar-benar manis!


Ketika aku sedang tersenyum melihat ponsel, manajer menyapaku.


"Fufu, Ishii-kun, senyummu lebar sekali. Pacar, ya?"


"Bukan, adikku."


"Oh, begitu. Kalian pasti akur sekali."


"Iya. Walaupun dunia hancur, aku akan melindungi adikku kali ini."


"Kamu bicara seolah sudah pernah mengalami kiamat dunia…"


Yah, aku sudah pernah kehilangan keluargaku.


Karena itu, di kehidupan kedua ini, aku bertekad tidak akan mengulangi kegagalan.


Namun, segalanya terasa semakin aneh.


Baru empat hari berlalu sejak kehidupan kedua ini dimulai, tetapi sudah ada banyak perbedaan dari kehidupan pertamaku.


Tentu, aku sadar perbedaan ini terjadi karena tindakanku yang berbeda.


Aku berhasil menghindari hubungan dengan Amada dan acara pertemanan kelas, sesuai rencanaku.


Namun, kenyataan bahwa Hidaka bekerja di minimarket yang sama denganku adalah di luar rencana.


Apakah ini yang disebut efek kupu-kupu?


Yah, tak ada gunanya meratapi yang sudah terjadi. Aku harus memikirkan langkah selanjutnya.


Untungnya, Hidaka setuju untuk merahasiakan pekerjaannya di minimarket ini.


Tapi bagaimana aku harus bersikap di sekolah? Haruskah aku menyapanya?


Tidak, itu terlalu berbahaya. Jika aku menyapa Hidaka, Amada pasti akan ikut campur, dan jika mereka tahu kami bekerja di tempat yang sama, Amada pasti akan mencari alasan untuk datang ke minimarket ini.


Jika dia membuat drama romantis di minimarket sambil melibatkan aku, itu bisa menjadi skenario terburuk yang menghancurkan segalanya.


Hanya memikirkannya saja sudah membuat tubuhku gemetar.


Gadis menjengkelkan itu dulu mempersiapkan segalanya dengan sangat teliti untuk menjatuhkanku. Aku tidak bisa menemukan bukti apa pun untuk membela diriku.


Pelajaran ini mengajarkanku, betapa menakutkannya perempuan yang kehilangan akal karena cinta.


Dan Amada, tolonglah, percayalah sedikit padaku. Kita pernah bersahabat, bukan? Jangan langsung membuat keputusan tanpa mendengar apa pun dariku. 


Aku tidak ingin melalui pengalaman itu lagi.


◆ ◆ ◆


Pukul 5 sore. Pekerjaan paruh waktu ini hampir selesai. Tinggal satu jam lagi, dan aku akhirnya akan bebas.


Hal paling melelahkan dari bekerja di minimarket adalah berdiri di kasir saat jumlah pelanggan sedikit.


Tidak ada yang bisa dilakukan, dan itu sangat membosankan.

Lagi pula, meski ingin mengobrol untuk membuang waktu, aku bersama Hidaka, dan rasanya sulit memulai percakapan dengannya. Selain itu, berbincang saat bekerja bisa memicu keluhan dari pelanggan.


Jadi, aku mengisi waktu dengan mengisi ulang rokok, menata barang dengan sangat rapi meski tidak perlu, atau menambahkan sedikit bakpao Cina yang berkurang.


Sementara itu, Hidaka terlihat fokus menatap rak rokok, berusaha keras menghafal nama-nama mereknya.


Pelanggan yang memesan rokok biasanya terbagi menjadi tiga jenis: yang memesan dengan nomor, nama lengkap, atau singkatan. Yang paling merepotkan adalah pelanggan yang menggunakan singkatan.


Singkatan aneh seperti "Mycen" untuk Mevius, "Kinmaru," "Setter," "Amesupi," atau "Ronpi."


Kadang, ada pelanggan yang menyebut singkatan berbeda untuk rokok yang sama, dan itu benar-benar membingungkan.


Bagaimanapun, hari pertama bekerja hampir selesai. Sebentar lagi aku bebas.


Saat aku memikirkan itu, pintu otomatis toko terbuka, dan seseorang yang kukenal masuk.


"......Ah! … Halo!"


Orang itu tersenyum senang saat melihatku, melambaikan tangan kecilnya dengan semangat. Seorang pria paruh baya yang sangat ceria… Ayahku.


Dia sempat terlihat sedikit terkejut saat melihat Hidaka di kasir sebelah, tetapi segera menguasai diri, mengambil beberapa barang, dan mendekat ke kasir tempatku berdiri.


"Tolong bantuannya!"


"Apakah Anda memerlukan kantong plastik?"


"Ya, tolong!"


Dia terlihat sangat senang. Benar-benar tidak bisa diapa-apakan, Ayah ini.


"Terima kasih sudah datang, Ayah."


"Ayah datang karena ingin, kok. Ayah harus melihat Kazuki bekerja keras! Tapi ngomong-ngomong, teman kerjamu itu cantik sekali, ya! Dia pacarmu?"


"Menurut Ayah, apakah aneh kalau aku mendekati rekan kerja di hari pertama?"


"Ya, itu sama buruknya dengan menodai setelan jas dengan air mata, ingus, dan ludah di pagi hari."


… Aku sangat menyesal untuk kejadian waktu itu…


Saat aku hendak memasukkan keripik kentang, minuman, dan beberapa camilan lain yang dibeli Ayah ke dalam kantong plastik, Hidaka tiba-tiba sudah berada di sampingku, mengambil kantong plastik dari tanganku.


"Aku yang masukkan. Kamu fokus ke pembayaran."


"Oh, baiklah… Terima kasih…"


Memang ada instruksi untuk membantu mengemas barang saat tidak sibuk, tapi karena tidak ada pelanggan lain yang antre, aku pikir tidak perlu.


Mungkin Hidaka juga bosan. Dia diam-diam memasukkan barang ke kantong plastik.


Entah kenapa, dia terlihat seperti sengaja memamerkan dadanya ke arah Ayah. Apa ini semacam jebakan?


"Kamu Hidaka-san, ya? Kamu teman Kazuki?"


"Saat ini, ya."


Jadi aku dan Hidaka adalah teman? Dan "saat ini" saja?

Apakah itu berarti di masa depan hubungan kami akan berubah dan membawaku pada kehancuran?


"Kazuki, selamat ya!"


Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang dirayakan. Ayah terlihat terlalu senang.


"Hidaka-san, tolong jaga Kazuki, ya. Dia memang punya sisi aneh, tapi dia anak yang sangat baik."


"Baik, Ayah."


Rasanya ada penekanan khusus pada kata "Ayah," tapi mungkin aku hanya salah dengar.


Setelah menyelesaikan pembayaran dan menerima barang dari Hidaka, Ayah berkata puas, "Semangat, kalian berdua," lalu keluar dari toko.


Waktu kerja tersisa 30 menit. Ayah sudah pulang, dan Hidaka selesai mengemas barang. Aku pikir dia akan kembali ke kasirnya, tapi dia tetap berdiri di sebelahku.


Kemudian, pelanggan berikutnya datang.


"Apakah Anda memerlukan kantong plastik?"


"Tidak perlu."


"…Apa?! Serius?"


Mendengar pelanggan perempuan itu mengatakan tidak perlu kantong plastik, Hidaka tampak sangat kecewa. Dengan lesu, dia berjalan kembali ke kasirnya.


Pukul 6 sore, setelah melayani pelanggan terakhir, hari pertama pelatihan aku dan Hidaka pun selesai. Kami berdua kembali ke tempat istirahat, melepas seragam, dan menggantinya dengan pakaian biasa.


Saat itu, manajer toko menyapa kami dengan wajah penuh semangat.


"Kalian berdua, terima kasih atas kerja kerasnya. Pasti cukup berat untuk pertama kali, ya? Istirahatlah yang cukup malam ini."


"Ya, terima kasih."


"Terima kasih."


"Kalau kalian lapar, silakan makan bento yang akan dibuang. Sebenarnya ini dilarang, tapi selama tidak dibawa pulang, aku rasa tidak apa-apa. Toh, akhirnya hanya akan dibuang."


Aku pikir salah satu keuntungan bekerja di minimarket adalah bisa makan bento yang akan dibuang, tapi ternyata itu dilarang. Ya, aku tinggal dekat, jadi aku tidak membutuhkannya.


"Oh, aku tidak apa-apa."


"Aku juga."


"Wah, jarang sekali. Biasanya anak-anak yang kerja di sini menantikan hal itu."


Manajer yang ramah seperti ini sangat menyenangkan. Kalau dia orang yang keras, mungkin aku akan merasa tidak nyaman bekerja. Tapi bersama orang seperti ini, aku bisa bekerja dengan tenang… meskipun ada satu faktor lain yang cukup mengkhawatirkan.


"Kalau begitu, aku pamit dulu. Terima kasih banyak untuk hari ini."


"Kerja bagus, Ishii-kun, Hidaka-san. Sampai jumpa besok, ya!"


"Ya… Tunggu, Hidaka juga?"


"Ya, aku masuk besok."


Jadi, aku juga akan bekerja dengan Hidaka besok. Apa kami akan pergi bersama dari sekolah ke tempat kerja? Ah, itu ide konyol.


"Semangat ya, kita sama-sama bekerja keras."


"Ya."


Lagipula, mengajak Hidaka pergi bersama dari sekolah pasti merepotkannya. Hidaka menyukai Amada. Bahkan jika kami bekerja di tempat yang sama, dia pasti tidak ingin terlihat pulang bersama pria yang tidak disukainya, apalagi oleh orang yang disukainya.


Berpikir seperti itu, aku pun meninggalkan minimarket dengan cepat.


◆ ◆ ◆


Rumahku berjarak sekitar 15 menit jalan kaki dari minimarket ini.


Ada minimarket lain yang lebih dekat, hanya 5 menit dari rumahku. Tapi bekerja di toko terdekat rasanya terlalu canggung, jadi aku memilih toko yang sedikit lebih jauh.


Namun, itu tidak penting. Yang harus kupikirkan sekarang adalah Hidaka.


Kenapa dia memulai pekerjaan paruh waktu yang sama denganku? Hal aneh seperti ini tidak terjadi di kehidupan pertamaku. Pasti ada alasan tertentu.


Kemungkinan besar, ini terkait dengan Amada.


Skenario terburuknya adalah Hidaka memintaku untuk membantunya menjadi pasangan Amada.


Di kehidupan pertamaku, itulah yang menyebabkan keluargaku berakhir dalam tragedi, dan aku sendiri kehilangan nyawa. Karena itu, aku tidak boleh terlibat dalam urusan cinta Hidaka…


"Tunggu, tunggu."


Kalau dipikir-pikir, bagaimana jika Amada yang sekarang, bersama dengan Hidaka, justru tidak menjadi masalah?


Dia memang tipe tokoh utama dalam cerita cinta komedi, tapi saat ini, dia belum seperti itu.


Tidak ada satu pun heroine yang menyukai Amada sekarang. Selain itu, meskipun banyak heroine yang mendekatinya, Amada hanya fokus pada Hidaka.


Kalau begitu, bagaimana kalau aku menyatukan mereka sekarang?


Memang, terlibat dalam cerita cinta Amada sangat berisiko. Tapi kalau aku hanya menyampaikan informasi, risikonya masih terkendali.


Lagipula, jika Amada dan Hidaka menjadi pasangan, ini justru menguntungkan bagiku.


Jika mereka sudah berstatus pasangan, heroine lain tidak akan jatuh cinta pada Amada. Selain itu, aku juga bisa menolak permintaan cinta dari "perempuan brengsek" yang pernah menjebakku dengan alasan kuat: aku tidak ingin mengganggu pasangan yang sudah ada.


Ya, benar! Jika aku bisa menyatukan mereka sekarang, semuanya akan selesai dengan baik!


Kalau begitu, mulai besok──


"Hei, boleh bicara sebentar?"


"Wah!"


Aku terkejut. Suara itu tiba-tiba muncul dari belakang, dan ternyata Hidaka.


Kenapa dia ada di sini? Bukankah stasiun berada di arah yang berlawanan? Tapi, tidak masalah. Ini malah bagus.


"Hidaka? Kebetulan sekali. Sebenarnya, aku ingin membicarakan sesuatu yang penting denganmu."


"Hal penting?"


Hidaka tampaknya tidak mau menatapku, memalingkan wajah ke arah lain.


Dibenci sampai seperti ini rasanya menyakitkan juga.


"Kalau kamu bilang punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan, itu membuatku deg-degan, tahu? Apa kamu sadar soal itu?"


"Uhm, tidak terlalu. Ngomong-ngomong, nada bicaramu… apa ada yang berubah?"


Sikap Hidaka terasa sangat berbeda dari sebelumnya.


Saat bekerja, dia sering memberikan jawaban singkat atau berbicara seperti robot. Tapi sekarang, dia terlihat sangat bersemangat.


"Sejujurnya, aku biasanya seperti ini. Hanya saja, kalau aku menatap orang tertentu, aku jadi gugup dan tidak bisa bicara dengan baik. Itu kesalahan yang paling aku sesali dari hari ini. Karena itu, aku ingin meminta maaf dan mengejarmu."


Jadi, dia biasanya berbicara seperti itu karena tidak ingin melihat wajahku? Rasanya cukup menyakitkan mendengar penjelasan ini.


"Tidak masalah. Aku tidak mempermasalahkannya."


"Terima kasih. Ngomong-ngomong, sebelum kamu bicara soal hal penting itu, aku mau bertanya satu hal."


"Ada apa?"


"Kamu punya pacar?"


"Tidak."


Apa yang sebenarnya dia tanyakan?


Namun, jawabanku tampaknya tidak menyenangkan hatinya. Ekspresinya berubah, bukan marah, tapi lebih ke khawatir. Dia tetap tidak mau menatapku.


"Tapi setelah upacara penerimaan siswa baru, aku melihatmu berjalan pulang sambil bergandengan tangan dengan seorang gadis."


"Itu adikku, Yuzu. Dia adik paling imut di dunia bagiku! Oh! Mau lihat fotonya? Aku dipaksa memohon agar dia membiarkanku mengambil foto ini!"


"Tidak perlu sejauh itu. Jadi dia adikmu, ya? Sekarang kalau kamu bilang begitu, aku bisa melihat kemiripannya…"


Hidaka tersenyum lembut sambil menghela nafas lega.


Jangan melakukan gestur sensual seperti itu. Nanti ada orang yang salah paham.


"Syukurlah. Jadi, apa pembicaraan penting yang ingin kamu sampaikan, Ishii-kun?"


Oh, akhirnya giliranku bicara. Baiklah, langsung saja...


"Hidaka, kamu kerja di minimarket ini karena ada hubungannya dengan orang yang kamu suka, kan?"


"…!"


Saat aku menyebutkan itu dengan tegas, wajah Hidaka langsung memerah dengan jelas. Sepertinya dugaanku benar.


Hidaka memutuskan untuk bekerja di sini karena dia ingin dekat dengan Amada dan mungkin ingin menjalin hubungan. Kemungkinan besar, alasan dia tidak hadir di acara perkenalan kelas juga terkait dengan itu.


Pendekatan yang terlalu berputar-putar, tapi cinta memang sering kali rumit. Sebagai penonton kisah cinta orang lain, aku cukup mengerti hal itu.


"T-tidak... itu tidak benar."


"Jangan memaksakan diri, kamu jelas tidak bisa menyembunyikannya."


"…!"


Wah, reaksi gadis yang sedang jatuh cinta itu memang menggemaskan. Baiklah, karena ini kasus spesial, aku akan memberikan kata-kata paling membahagiakan untuk Hidaka. Semoga dia sangat senang sampai ingin meletuskan kembang api.


"Kalian itu saling suka. Jadi tenang saja."


Selesai. Misiku selesai. Aku tidak akan melakukan apa pun lebih dari ini. Membantu menyiapkan situasi untuk pengakuan? Tidak mungkin.


Aku hanya akan bergerak di zona aman. Kalau hanya bicara seperti ini, masih bisa dianggap aman.


"Benarkah!? Benarkah kami saling suka!?"


Gadis yang sebelumnya sama sekali tidak melihatku ini tiba-tiba mendekatkan wajahnya dengan kecepatan luar biasa begitu mendengar bahwa mereka saling suka. Jaraknya seperti mau menciumku, tapi karena aku sadar bahwa aku bukan orang yang dia suka, aku sama sekali tidak merasa gugup.


"Ya. Tidak salah lagi, kalian saling suka. Jadi cepatlah akui perasaanmu."


"…! Ishii-kun, kamu benar-benar tegas! Tapi, itu sangat bagus!"


Baiklah, kalau dia sudah sebahagia ini, usahaku terasa tidak sia-sia. Sekarang, pergilah ke Amada dan akui perasaanmu.


Cinta kalian akan menyelamatkan duniaku. Cinta memang bisa menyelamatkan dunia. Kadang ada penyalahgunaan di sana-sini, sih.


"Baiklah. Aku akan melakukan seperti yang kamu bilang. Kalau situasinya sudah mendukung seperti ini, aku tidak punya alasan untuk menolak!"


Benar kan? Ini juga sangat menguntungkan buatku. Win-win solution, kan?


Aku juga akan pulang ke rumah dan menunjukkan kasih sayang penuh kepada Yuzu—


"Ishii Kazuki-kun, aku menyukaimu. Jadilah pacarku."


"...Apa barusan?"


"Kamu menyuruhku mengulanginya? Ishii-kun benar-benar tegas! Tapi, aku suka itu! Sangat suka!"


Tunggu, tunggu. Hidaka, bisakah kamu berhenti bersemangat sendirian seperti itu?


Aku pikir kamu menyukai Amada, jadi…


Ah, pasti tadi aku salah dengar. Atau mungkin itu halusinasiku. Pasti begitu.


"Ishii Kazuki-kun, aku mencintaimu. Menikahlah denganku."


"Kenapa malah jadi jauh lebih intens!?"


Sebentar, tunggu dulu! Apa-apaan ini!?


Kenapa Ratu Es, Hidaka Mikoto, malah menyatakan cinta padaku, karakter pendukung super ini!?


"Saling suka itu seperti mimpi! Jangan-jangan, ini mimpi? Tapi, walaupun mimpi, aku suka! Kalau ini mimpi, aku akan melakukan apa pun yang kuinginkan! Jadi, sekarang...!"


"Berhenti dulu!"


Dia tiba-tiba ingin memelukku, jadi aku dengan cepat menahan bahunya.


Hidaka langsung memelototiku dengan wajah sangat kesal.


"…Tidak adil."


"Aku juga merasa begitu."


Keadaan yang benar-benar di luar dugaan terus bermunculan, tapi yang ini benar-benar paling tak terduga.


Hidaka menyukaiku? Apa aku membangun pagoda raksasa dari kebajikan di kehidupan sebelumnya?


Tapi tidak, aku ingat, di kehidupan sebelumnya aku mengalami perundungan sampai akhirnya meninggal.


Mungkin itu alasan aku dapat bonus seperti ini?


Tidak, ini buruk... Aku salah paham besar dan malah mengambil langkah terburuk. Aku pikir Hidaka menyukai Amada, jadi aku memprovokasi dia untuk mengakui perasaannya, tapi ternyata malah aku yang jadi sasaran.


Aku pikir berada di zona aman, tapi ternyata malah berada di pusat ledakan.


Kalau situasinya normal, mungkin aku akan melompat-lompat kegirangan karena akhirnya mendapat pengakuan cinta dari gadis paling cantik di sekolah. Tapi, aku tahu masa depan, dan itu tidak memungkinkan.


Jika aku sampai pacaran dengan Hidaka, hubungan antara aku dan Amada pasti akan memburuk. Ditambah lagi, aku akan jadi sasaran kebencian luar biasa dari Tsukiyama.


Lebih buruk lagi, mungkin akan muncul "acara penghakiman" yang akan mengubah segalanya menjadi kacau...


"Apakah kamu tidak salah orang?"


"Tidak. Aku sudah menyukaimu sejak dulu. Boleh aku memanggilmu Kazupyon?"


Dia bahkan belum menunggu izinku untuk memanggilku dengan nama kecil, langsung saja membuat nama panggilan. Benar-benar misterius.


"Kamu tidak ikut acara perkenalan kelas karena?"


"Karena Kazupyon tidak ikut. Tidak ada gunanya pergi ke tempat tanpa Kazupyon."


"Kenapa kamu memilih bekerja di minimarket ini?"


"Karena aku tahu Kazupyon akan bekerja di sana."


"Bagaimana kamu bisa tahu?"


"Kamu bilang di kelas, ingin kerja di minimarket."


Gadis ini punya pendengaran macam apa? Dia bahkan mendengar pembicaraan antara aku dan Amada...


"Itu saja tidak cukup untuk menyimpulkan minimarket yang mana, kan?"


"Setelah upacara penerimaan, aku melihatmu bersama adik perempuanmu mampir ke sana dan melihat pengumuman lowongan kerja. Waktu itu aku sangat terpukul karena kukira kamu sudah punya pacar. Tapi aku lega karena ternyata salah. Bagus sekali! Sangat bagus!"


Benar, Yuzu memang pernah bilang ada wanita cantik yang memperhatikanku waktu itu…


Tunggu, ini artinya—


"Hidaka, apa kamu mengikuti aku sepulang upacara penerimaan?"


"Tidak kok. Aku cuma mengantarmu pulang sampai rumah. Setelah itu, juga keesokan harinya, dan kemarin. Hanya mengantarmu sampai rumah."


"Itu namanya nge-stalking, tahu!?"


"Bukan, itu namanya usaha agresif."


Tidak mungkin ada negara hukum yang mengakui orang seperti itu sebagai pekerja keras.


"Tapi, tidak apa-apa, kan? Lagipula kita saling suka."


"Ugh!"


Benar… Itu memang benar…


Dalam situasi kali ini, aku memang terkejut oleh pengakuan mendadak dari tindakan stalking Hidaka yang tak terduga. Tapi kesalahan fatal sebenarnya ada padaku sendiri. Karena aku salah paham bahwa Hidaka menyukai Amada, lalu malah mendorongnya untuk mengaku.


Kalau aku tidak mengatakan hal yang tidak perlu, Hidaka pasti tidak akan mengaku, dan semua tindakan stalking-nya hanya akan dilakukan diam-diam tanpa ketahuan. Walaupun itu juga sangat mengkhawatirkan.


"Kazupyon?"


Apa yang harus aku lakukan? Apa yang sebaiknya aku lakukan?


Haruskah aku tetap menyembunyikan kebenaran ini dan memulai hubungan dengan Hidaka?


Tentu saja, dia ini perempuan yang sangat cantik. Kalau jadi pacarnya, pasti aku akan merasa bangga.


Selain itu, ini juga bisa jadi balas dendam untuk Amada yang membuatku menderita di kehidupanku yang lalu.


Event kehancuran yang mungkin muncul juga bisa kuhindari kalau aku bekerja sama dengan Hidaka.


Tapi, karena aku memikirkan hal-hal seperti itu saja, sudah jelas kalau aku tidak memiliki perasaan cinta yang Hidaka inginkan. Hidaka bukanlah sekadar piala. Dia adalah seorang perempuan dengan hati yang sesungguhnya.


Kalau begitu...


"Maafkan aku! Aku telah salah paham!"


Aku membungkukkan kepala ke tanah dengan sekuat tenaga, bersujud.


Di kehidupan pertamaku, aku sudah sering dipaksa bersujud, jadi posisiku sempurna tanpa cela.


Tak pernah terpikirkan bahwa kemampuan ini akan berguna dalam situasi seperti ini.


"Sa... salah paham?"


Hidaka berbicara dengan suara bergetar.


"Maaf! Aku pikir orang yang kamu suka adalah Amada! Karena itu, kupikir Amada juga menyukaimu, jadi kupikir kalian berdua cocok untuk menjadi pasangan... Aku benar-benar minta maaf!"


"────! Jadi, Kazupyon, kamu tidak menyukaiku?"


Suaranya terdengar begitu sedih, seolah dia terlempar dari puncak kebahagiaan ke jurang kekecewaan.


Perasaan bersalah karena kesalahan yang kulakukan terus menggunung.


"Kalau ditanya suka atau tidak suka, tentu aku sangat suka! Kamu sangat sempurna secara penampilan, gadis yang benar-benar ideal! Tapi hanya itu saja! Aku rasa perasaan 'suka' kita ini sangat berbeda! Karena aku hanya menyukai penampilanmu, menjadikanmu pacarku adalah hal yang sangat tidak sopan! Dan... meskipun aku sudah salah paham dan malah melakukan hal yang lebih tidak sopan... Aku benar-benar minta maaf!"


Kalau ini adalah kehidupanku yang pertama, aku pasti sudah langsung setuju untuk berpacaran dengan Hidaka.


Tapi, sekarang situasinya berbeda.


Karena pengalaman buruk dari kehidupan sebelumnya, aku mengerti betul bagaimana menakutkannya hubungan seperti ini.


Itulah sebabnya aku tidak akan menjalin hubungan berdasarkan penampilan saja, dan aku tidak ingin menghadapi seseorang yang tulus dengan perasaan yang setengah hati.


"…………Begitu, ya."


Hidaka bergumam pelan.


"Salah paham itu wajar, kok. Aku sendiri juga salah paham, kupikir Kazupyon punya pacar waktu itu..."


Dia mencoba membantuku dengan mengatakan hal itu, tapi aku tahu kesalahanku jauh lebih besar.


"Hei, Kazupyon. Angkat wajahmu."


"Ah, iya..."


Saat aku mengangkat wajahku seperti yang dia minta, aku melihat Hidaka menatapku dengan air mata yang menggenang di matanya.


Air matanya berkilauan di bawah cahaya lampu jalan, hingga tanpa sadar aku berpikir betapa cantiknya dia, meski di situasi seperti ini.


"Aku senang kamu mengatakan semuanya dengan sangat jujur. Rasanya menyenangkan, kamu tidak hanya melihat penampilanku saja, tapi juga mau menilai isi diriku. Meskipun, aku merasa sangat tersinggung karena dikira aku menyukai keju busuk yang lengket itu."


Apa perlu dia mengatakannya sekeras itu?


"Tidak apa-apa. Hanya sedikit rencana yang berubah, aku tetap baik-baik saja. Sebenarnya, sejak awal aku memang berniat untuk mengaku pada Kazupyon hari ini."


"Ke... kepadaku?"


"Iya. Aku sudah memikirkan cara untuk menyelin... eh, berkunjung ke kamarmu juga. Kupikir, aku akan mengaku di sana."


Baru saja dia ingin bilang menyelinap, kan?


"Walaupun sangat mengecewakan, tapi tidak apa-apa. Aku senang bisa banyak bicara dengan Kazupyon, dan juga..."


"Juga apa?"


"Kalau kamu menyukai penampilanku, berarti aku hanya perlu membuatmu juga menyukai kepribadianku, kan?"


"............!"


Senyum Hidaka saat mengatakan itu sangat menawan, bahkan meski ada rasa takut yang menyertainya.


Dengan senyuman seperti itu, kurasa semua pria di dunia pasti akan jatuh cinta padanya.


"Wajahmu memerah lho. Berarti, masih ada harapan untukku."


"Tunggu, Hidaka. Itu... aku..."


Sebelum aku selesai berbicara, aku merasakan sesuatu yang lembut menyentuh pipiku.


Hidaka… gadis itu… dia baru saja mencium pipiku.


"A-a-a-apa yang...!!"


"Untuk hari ini, itu sudah cukup bagiku. Ah, Kazupyon, besok kita ngobrol lagi, ya! Sampai jumpa!"

Setelah mengatakan itu, Hidaka berlari ke arah stasiun dengan wajah merah padam.


Aku hanya bisa memandangi punggungnya yang menjauh dengan tatapan kosong, lalu aku bergumam pelan.


"Sahabat masa kecil sang protagonis... malah mendekati aku, si karakter sampingan…"


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close