Nama wanita muda itu adalah Shimizu Shizuku-san.
Dia bekerja di penginapan Shimizu, tempat kami akan menginap selama perjalanan. Orangtuanya mengelola penginapan itu dan dia adalah putri tunggal mereka.
Seperti yang bisa dilihat dari cara mereka memanggil satu sama lain 'Rikkun' dan 'Shi-chan', mereka sudah saling mengenal sejak mereka masih kecil. Dengan kata lain, mereka adalah teman masa kecil.
"Astaga, aku tidak menyangka Rikkun pulang~ Kenapa kamu tidak memberitahuku, Nek? Jika aku tahu bahwa Rikkun akan datang, aku akan merias wajahku dulu tau~"
"Nenek, kau tidak memberitahuku bahwa Shi-cha- Shizuku ada di sini?"
"Shizuku? Ada apa, Rikkun? Kenapa kamu tidak mau memanggilku Shi-chan lagi?"
"Eh, mari kita bicarakan itu nanti... Pokoknya, kenapa kau tidak memberitahuku apa-apa, Nek?"
"Mn, itu benar. Kenapa kamu tidak memberitahuku apa-apa, Nek?"
"Astaga, kalian masih berisik seperti biasa 'ya.. Nenek hanya lupa memberitahu kalian. Aku sudah tidak muda lagi, kau tahu?"
Ketika mereka berdua mendesaknya untuk menjawab. Mizore-san segera memberi mereka satu jawaban dan mengakui kesalahannya.
Meja itu dipenuhi dengan sushi, makanan pembuka dan berbagai hidangan lain yang dibuat oleh Shimizu. Shizuku-san sedang berada di luar jam kerja, tetapi Mizore-san tetap mengundangnya karena dia belum makan siang.
"Ah, ngomong-ngomong, Rikkun, kenapa kamu tidak menghadiri reuni terakhir kali? Aku sangat menantikan untuk bertemu denganmu karena sudah lama sekali. Aku mengirimimu kartu pos, bukan?"
"Benarkah? Kurasa aku tidak menerimanya-"
"Apa maksudmu, Nii-san? Bukankah kamu sudah menerimanya beberapa waktu yang lalu? Aku yakin aku pernah melihat kartu pos di dalam kamarmu sebelumnya. Tunggu, apakah itu sebabnya kamu akhir-akhir ini gelisah?"
Sambil melahap bulu babi dan salmon roe gunkan maki buatan ayah Shizuku-san, Umi menanyakan pertanyaan itu.
Sejujurnya aku sudah memperhatikan tingkah laku aneh Riku-san sejak beberapa waktu yang lalu. Tapi, karena aku tidak terlalu dekat dengannya, aku hanya menyimpannya sendiri tanpa bertanya kepada siapa pun tentang hal itu.
"Dasar mulut ember.."
"Heh, panggil aku apa pun yang kau inginkan. Tapi, kenapa kamu berbohong padanya, Nii-san? Bukankah dia teman masa kecilmu?"
"Ugh... Ya, tapi..."
Dari reaksinya, sepertinya dia enggan untuk bertemu Shizuku-san.
Bisakah aku berasumsi bahwa ini adalah bagian dari alasan mengapa dia memutuskan untuk mencari pekerjaan?
"Hm~ Meskipun ini pertama kalinya kita bertemu. Kamu ternyata tipe orang yang blak-blakan 'ya, Umi-chan. Senang bertemu denganmu, Rikkun selalu menjagaku sejak kami masih kecil."
"Ah, senang bertemu denganmu juga. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu karena harus berurusan dengan Kakak bodohku... Ayo, Nii-san, katakan sesuatu!"
"Ugh... Maki, bisakah kau membungkam mulut adik bodohku ini. Ngoceh terus kerjaannya.."
"Ahaha... Umi, aku mengerti perasaanmu. Tapi, kau harus menghabiskan makananmu dulu."
"Ba~ ik~ Kalau begitu, suapi aku tuna berlemak itu, Maki."
"Baiklah."
Sesuai permintaannya, aku segera menyuapi makanan dari piring. Untuk saat ini, kami memutuskan untuk mengamati sepasang teman masa kecil itu.
"Fufufu, bukankah mereka pasangan yang serasi? Oh, kita juga pernah mengalami hal itu, bukan? Nee, Rikkun. Apa kamu ingin melakukannya seperti dulu?"
"Itu 20 tahun yang lalu... Aku tidak akan lakukan sesuatu yang memalukan pada usia ini..."
"Ahaha, kamu benar... Sekarang kita sudah untuk melakukan hal itu, ya?"
"Ya. Dan juga, aku benci kenyataan bahwa umurku setua ini."
"Benar?"
Mereka berdua mengobrol dengan cukup baik pada awalnya, tetapi setelah beberapa saat, suasana di antara mereka menjadi canggung.
Baik Riku-san maupun Shizuku-san sangat dekat ketika mereka masih anak-anak.
Tapi, apakah ini yang akan terjadi jika kau tidak bertemu seseorang untuk waktu yang lama?
"....Um, Rikkun, kalau kamu merasa tidak nyaman, kamu tidak perlu memaksakan dirimu untuk berbicara banyak, oke?"
"Ah, ya."
"Oh, ya. Aku mendengar dari Nenek katanya kamu bekerja bersama Ayahmu, Daichi-san. Jadi, um..."
"Ah, tentang itu. Aku sudah berhenti... Di musim dingin, 2 tahun yang lalu..."
Dengan ekspresi malu di wajahnya, Riku-san berhasil mengeluarkan jawaban.
Musim dingin 2 tahun yang lalu, sekitar waktu ketika aku pindah ke rumahku yang sekarang bersama Ibu.
Jadi, selama tahun itu, orang tuaku bercerai, Umi pindah sekolah dan Riku-san berhenti dari pekerjaannya.
Selain aku, sepertinya keluarga Asanagi mengalami masa-masa yang penuh gejolak. Kurasa alasan mengapa mereka masih bisa hidup damai sekarang adalah karena betapa menakjubkannya Daichi-san dan Sora-san sebagai orang tua.
"B-Begitu. M-Maaf, aku bertanya sesuatu yang aneh, ya?"
"Tidak, santai saja. Toh, aku juga berniat untuk memberitahumu pada akhirnya... Bagaimana denganmu? Bagaimana keadaanmu? Kau dulu mengeluh tentang bagaimana kau tidak suka mengambil alih bisnis keluarga. Jadi, mengapa kau tampak nyaman bekerja di penginapan Shimizu sekarang?"
"Ah, Um... Yah, saat kamu menjadi pengangguran terlalu lama, hal-hal seperti ini terjadi begitu saja, kau tahu~"
"Huh? Mungkinkah kau..?"
"Ah-ahaha... S-Sebenarnya aku berhenti dari pekerjaanku beberapa waktu yang lalu juga, itu sebabnya aku pindah ke sini..."
"B-Begitu... Maaf, aku tidak sensitif..."
"M-Mm, tidak apa-apa, setidaknya kita impas sekarang!"
""...""
Percakapan mereka benar-benar berhenti di sana.
Keduanya mungkin mencoba untuk menghindari ranjau darat yang mungkin mereka picu, tetapi sayangnya tak satu pun dari mereka berhasil memunculkan topik untuk melanjutkan.
Umi mengeluh tentang bagaimana menonton mereka membuatnya merasa frustasi dan sejujurnya, aku setuju dengannya.
"Shi-chan, bukankah waktu istirahatmu hampir berakhir? Ibu kos akan memarahimu lagi kalau kamu berlama-lama."
"O-Oh, sudah selarut ini? Sudah lama sekali. Jadi aku lupa waktu. K-Kalau begitu, aku harus pergi sekarang..."
"Oi, Shi-chan, uangnya!"
"E-Eh?! M-Maaf, Nenek! Muu, ada apa denganku sih?"
Mizore-san menyadari kesulitannya dan memberinya garis hidup.
Setelah itu, Riku-san, Umi dan aku akan pergi ke penginapan Shimizu.
Apa dia akan bertindak normal ketika kami sampai di sana?
Umi dan aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua. Jadi, tidak ada yang bisa kami lakukan untuk membantu mereka.
"K-Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Rikkun!"
"Y-Ya, sampai jumpa..."
Dan begitulah, reuni dua teman masa kecil berakhir dengan nada canggung.
Setelah mendengar suara Shizuku-san perlahan-lahan menghilang, Riku-san menghela napas.
"Apa kau baik-baik saja, Riku-san?"
"Ini lebih menegangkan daripada terakhir kali aku pergi ke Hello Work... Yah, setidaknya aku berhasil melihatnya lagi setelah sekian lama."
"Dia sangat cantik, bukan? Aku dengar dia sudah menikah."
"... ?!"
Riku-san memberikan reaksi yang kuat terhadap kata 'menikah'.
Jadi, dia menyukainya 'ya?
"Aku belum pernah mendengarnya, apa kau serius, Nek?"
"Ada apa dengan tatapan itu? ...Aku sendiri tidak begitu tahu tentang hal itu, tetapi gadis itu pernah pindah dari pedesaan ke kota. Jadi, dia pasti akan menemukan satu atau dua orang pria, kan?"
"Kurasa ya, tapi..."
Shizuku-san cukup menarik, meskipun aku tidak benar-benar meluangkan waktu untuk melihatnya dengan benar.
Sepertinya Riku-san sedang membayangkan apa yang terjadi padanya selama dia berada di kota dan apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatnya berhenti bekerja dan kembali ke kampung halamannya. Dia tampak sedikit patah hati ketika dia memikirkannya.
"Maki, tuh orang masih perjaka meskipun umurnya..."
"O-Oi! .. Asal kau tahu, ada langkah yang harus kau ambil sebelum itu."
"Riku-san, berhenti. Tarik napas dalam-dalam."
Aku bisa mengerti perasaannya, aku yakin bahwa Riku-san tidak berakhir seperti ini karena dia menginginkannya.
Rupanya orang dewasa dan anak-anak punya kesamaan. Mereka ingin terlihat baik di depan semua orang dan mereka akan melakukan apa saja untuk menyembunyikan sisi memalukan mereka.
Post a Comment