Chapter 6 - Mille-Feuille yang Rusak
"Kalau begitu, aku ingin benar-benar memulai syutingnya hari ini!"
Sepulang sekolah, serbuk sari yang berterbangan telah mereda dan cuaca mulai cerah. Kita sudah memasuki pertengahan bulan Mei.
Naskah filmnya telah diserahkan oleh ketua kelas, dan aku membagi
peran secara keseluruhan menjadi 3 tim: tim pemeran, tim videografi dan tim
perlengkapan. Dengan begitu, kami dapat segera memulai syuting filmnya.
Sistem penugasan satu orang untuk bertanggung jawab terhadap tiap tim (dengan Kasumi yang bertanggung jawab untuk tim pemeran, aku yang bertanggung untuk tim videografi dan Kotono yang bertanggung jawab untuk tim perlengkapan) sepertinya dapat berjalan dengan baik, dan sejauh ini semuanya berjalan dengan lancar…mungkin.
"Kashiwagi, bagaimana rencanamu untuk merekam adegan ini?"
"Kau dapat memperbaiki bagian itu dengan sederhana menggunakan tripod dan merekamnya dengan ponselmu, sehingga kau sendiri juga dapat melakukannya."
"Oke. Aku coba dulu deh ya."
Sejujurnya, aku takut tidak ada yang mau bekerja sama denganku karena mereka telah melihat tragedi pisang cokelat tahun lalu, tetapi aku terkejut melihat betapa kooperatifnya semua orang begitu kami memulainya.
Aku sebenarnya sudah siap untuk merekam semua adegannya, tetapi para anggota di tim videografi ternyata memiliki antusiasme yang tinggi untuk ikut mempersiapkannya setelah sekolah. Ada dari mereka yang mengatakan, ‘Aku melihat ini di MeTube’, dan karena menurutnya kita juga bisa merekamnya dengan cukup baik menggunakan kamera smartphone, dia menyarankan agar kita berbagi tugas dalam pengambilan gambarnya. Setelah sebulan menjalani semester baru, akhirnya aku merasa berada di kelas yang baik.
"Kashiwagi~~. Sini…"
"Oke, aku datang."
Aku senang karena mulai memiliki teman laki-laki yang mau berbicara denganku, setelah terasingkan selama sebulan sebelumnya bersama Kasumi.
Ngomong-ngomong, Kasumi sepertinya bekerja keras dalam pelatihan aktingnya yang cukup unik. Awalnya aku mengkhawatirkannya, tetapi kemudian dia berkata, ‘Aku juga tidak bisa selamanya berada dalam penjagaan Ren-kun. Yah, kurasa sudah waktunya bagi Miru-chan untuk menunjukkan kemampuannya!’. Akhirnya, aku pun menyerahkan tugas itu padanya yang memang sudah berpengalaman, dan secara mengejutkan dia dapat melakukannya dengan lancar.
"Kashiwagi! Salah satu dari mereka pingsan saat demonstrasi dari Kasumi, jadi aku akan membawanya ke UKS."
...Yah, walaupun sesekali tetap saja ada korban yang jatuh.
"Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku."
"Sudah, tidak usah minta maaf, Miruffy. Ya mau bagaimana lagi."
“Iya, kita sudah tau kok kalau kamu tidak memiliki niat buruk.”
"Kalau begitu, mari kita lanjutkan latihannya. Aku yakin dia akan pulih sekitar 10 menit lagi.”
Yang berbeda dibanding bulan April lalu adalah orang-orang di sekitarnya sudah mulai memahami dirinya.
Usahanya tidak sia-sia, dia rajin pergi ke sekolah setiap hari, menyerahkan tugas, dan terus mencoba berbicara dengan teman sekelasnya bahkan ketika ditegur olehku karena kelalaiannya.
"...Terima kasih, semuanya."
Setelah dihibur oleh teman-teman sekelasnya, Kasumi mengungkapkan sedikit rasa terima kasihnya dengan wajah emosional dan kembali ke pelatihan aktingnya.
"…...!"
Kemudian, setelah mungkin memperhatikan tatapanku saat dia mengucapkan terima kasihnya itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke arahku dengan wajah yang gembira.
Oh tidak. Kelenjar air mataku sepertinya mulai bermasalah. Aku mulai menangis karena terharu.
Bentar, apa-apaan aku ini, seorang wali baginya?
“Oke, aku juga tidak akan kalah...!”
Pencarianku untuk apa yang ingin aku lakukan baru saja dimulai kembali.
Ini adalah momen yang sangat penting bagiku untuk memulai sesuatu yang baru, tetapi untuk saat ini aku harus fokus dalam tugas pengambilan gambar yang sudah ada di depan mata.
Aku memusatkan perhatianku hanya pada kamera di depanku.
Pada saat itu, aku merasa seolah-olah semua suara di sekitarku tiba-tiba menghilang.
Aku senang telah mulai merasakan apa yang Kasumi katakan. Sedikit demi sedikit, aku semakin mendekat ke hal nyata itu. [TN: Maksudnya yang Kasumi katakan, di beberapa chapter sebelumnya Kasumi pernah bilang ketika dia fokus pada satu hal, suara yang ada di sekitarnya seolah seperti menghilang.]
Aku pun mengatur lensa kameraku dan menyipitkan mataku untuk melawan silaunya sinar matahari.
Beberapa saat kemudian, ketika sekolah bersiap-siap untuk festival, seluruh siswa di sekolah pun mulai terlihat bersemangat.
"Ah, Ren toh. Apa kabar?"
Aku disapa oleh seseorang di kotak sepatu, dan aku berbalik untuk merespon suara yang aku kenali itu.
"Baik, baik. Sudah lama juga ya kita tidak bertemu semenjak berada di kelas yang berbeda.”
"Iya juga ya, tapi kita tetap sering chat-chatan di LIME kan, jadi tidak begitu terasa sih."
Orang yang menyapaku adalah Tadokoro. Tadokoro telah sering berinteraksi denganku dan hubungan kami baik-baik saja walaupun sempat sedikit canggung karena masalah dengan Maina sebelumnya.
"Ya begitulah. Maksudku, kau tiba-tiba sudah akrab dengan Miruffy tanpa ku sadari. Hei, kita berteman, kan? Tentu saja kau akan memperkenalkanku padanya, kan!?”
“Ada hubungannya ya?”
"Ada dong. Yah…aku bercanda saja sih, tapi bisakah kau mendapatkan tanda tangannya untukku lain kali?"
“…Padahal kau yang bilang dulu kalau kau lebih suka mengidolakannya dari jauh saja.”
"Itu hanya imajinasimu! Dia adalah malaikat jika dilihat secara langsung. Dia benar-benar luar biasa. Maksudku…yah aku hanya cemburu saja sih karena tidak sekelas dengannya~."
"Iya, iya. Terserahmu saja deh."
"Uwaa, kau memang tidak pernah cocok denganku."
Tentu saja.
Aku pun hanya tersenyum dan mengganti topik pembicaraan.
"Jadi, apa yang kelasmu rencanakan untuk festival nanti? Kebetulan aku menjadi anggota komite festival tahun ini."
"Wahh. Aku terkejut kau memutuskan untuk menjadi anggota komite festival setelah tragedi pisang coklat tahun lalu. Kelasku akan mengadakan perang bantal. Jadi yang harus kita lakukan hanyalah menata tikar dan bantal, sederhana sekali."
"Ah, aku tidak kepikiran sampai sana."
Tentunya dengan begitu, mereka tidak perlu sibuk saat liburan, dan hanya perlu membawa tikar sehari sebelumnya.
"Bagaimana dengan kelas Ren?"
"Kelasku akan membuat film original dan menayangkannya. Kami sedang bekerja keras mempersiapkannya sekarang."
"Serius, kau benar-benar bisa melakukan apa saja. Aku ingat di akhir tahun pertama, kau bermain musik dan membuat lagu. Kau tahu, aku masih hafal dengan lagu mie cup itu~.”
"Hah!? Lupakan itu oi!!"
"Tidak mau ♡."
Aku akan menghajarnya.
Aku membeli gitar secara impulsif karena aku terpengaruh dengan band yang aku suka, tetapi menulis lagu adalah tantangan yang paling tidak cocok untukku yang pernah aku lakukan sebelumnya.
Tolong jangan menggali sejarah kelam seseorang dengan mudahnya di depan orangnya sendiri.
"Eh, bentar-bentar, Ren itu ada di kelas tiga kan ya?" [TN: Nomor kelas ya, bukan tahun kelas.]
"Iya, benar."
"Nah aku ingat. Rumornya, banyak yang merasa tidak suka dengan kelasmu, jadi apakah kalian baik-baik saja?"
“…Hah?”
Aku pun bertanya padanya untuk detailnya, dan dia memberitahuku bahwa ada banyak pembicaraan di antara kelas-kelas lainnya bahwa ‘Kelas 3 tidak adil karena ada Miru Kasumi’ dan karena ini adalah kompetesi, banyak yang tidak ingin kelas kami berpartisipasi.
“Yah, kelas kami sih tidak masalah karena kita semua hanyalah penikmat festival yang tidak mau repot-repot memikirkan kompetisi kelas itu, tapi untuk orang-orang yang sangat niat sampai ingin membuat rumah hantu atau semacamnya, itu jelas akan membuat mereka merasa frustasi kan? Terutama untuk para senior, karena ini adalah tahun terakhir mereka.”
"Masuk akal sih, tapi...Kasumi kan murid sekolah ini juga, jadi tidak pantas untuk memintanya tidak berpartisipasi."
“Tidak, lebih tepatnya karena ada Mirufy di kelasmu, mereka menganggap kalian curang dan kalian lah yang menanggung kebencian itu. Yah, itu hanyalah kebencian dari fans-fansnya saja kan? Tapi bagaimanapun juga, anggota komite festival sepertimu lah yang akan menjadi sasarannya, jadi berhati-hatilah, oke?”
"...Oke deh, terima kasih ya."
Untuk sekarang, itu hanya sebatas rumor.
Meskipun begitu, mendengar adanya rumor seperti itu tetap saja membuatku gelisah.
Selain itu, aku tahu kalau Kasumi sangat takut mengacaukannya dan dia sudah terus mengkhawatirkan hal ini.
"Aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi kedepannya..."
Namun, bertentangan dengan keinginanku, suara ketidakpuasan dari siswa-siswa lainnya secara bertahap meningkat. Mereka manyatakan bahwa tidak adil bagi kelasku karena memiliki selebriti kelas atas seperti Miru Kasumi, sampai akhirnya teman-teman sekelasku berkonsultasi denganku terkait hal itu.
Kami pun memutuskan untuk berdiskusi dengan wali kelas, dan disimpulkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena tidak ada yang salah dengan partisipasi Kasumi dalam festival nanti, meskipun dia adalah mantan idol, dan Kelas 3 jelas tidak bersalah terkait hal ini...
Meski demikian, jumlah siswa yang melakukan persiapan untuk festival budaya yang awalnya cukup banyak kini berkurang dengan drastis. Mungkin itu terjadi bukan semata-mata hanya karena rumor yang sedang beredar, tetapi tetap saja rumor itu pasti memiliki peran yang besar dalam kejadian ini.
"Jadi, seharusnya kalimat itu diucapkan dari hati dengan intonasi ‘gyun’! Dan bukankah kamu harus bergerak dengan cepat seperti ‘zusha’?"
"Bentar-bentar, Mirufy, onomatopoeia apaan itu? Aku tidak mengerti sama sekali." [TN: Onomatopoeia itu semacam bunyi-bunyian yang menggambarkan suatu gerakan atau suasana.]
"Eh, ya gitu seperti kamu jatuh dengan ‘gyuwa’..."
“Hah, apaan sih!?”
Aku tidak tahu apakah mereka akan bisa mengerti dengan ajarannya itu, tetapi hatiku berdetak dan sedikit terasa sakit ketika melihat Kasumi tersenyum begitu lebar hari ini ketika dirinya memberikan instruksi akting tersebut.
Aku ingin tahu apakah dia tahu tentang rumor yang beredar saat ini.
Tentu saja aku belum memberitahunya, dan Kotono yang merupakan teman terdekat Kasumi lainnya di kelas, mengatakan bahwa dia akan mencoba untuk menekan rumornya sebanyak mungkin, jadi aku akan menganggap rumornya benar-benar belum sampai ke telinga Kasumi.
"Kalau begitu, kita hanya akan memotret pemandangan di luar hari ini, jadi ayo bubar dan melanjutkannya."
Saat aku membubarkan timku dan merapikan tripodku, Kasumi mengintip dari belakangku.
“Kau bisa pulang duluan kok, oke?"
"Tidak apa, aku tidak sibuk. Aku juga tidak yakin apakah aku harus meninggalkan Ren-kun sendirian.”
“Kalau begitu aku juga akan menunggu disini. Aku sedang senggang.”
Saat aku berbalik, aku melihat Kotono berdiri di belakang Kasumi dengan postur yang rapi.
"Aku yakin Kotono bukan satu-satunya yang sedang senggang, kan?"
"Eh, kamu memanggilnya dengan nama depannya? Kamu juga selalu bersama dengan ketua kelas..."
"Oh, aku hanya memanggilnya dengan nama depannya karena kita sudah saling mengenal sejak SMP."
Bahkan, sebagian besar alasannya karena dia tidak ingin dipanggil sebagai ketua kelas.
"Kalau begitu aku akan memanggilmu Kotono-chan juga. Maksudku, kita berdua adalah teman baik kan."
"Tidak, itu, umm."
"Kupikir kita sudah cukup dekat..."
"Yah, kalau begitu, kita memang sudah berteman baik."
"Hahaha. Kotono-chan imut juga ya. Oh ya, kamu juga bisa memanggilku Miru."
"Waa, aku tidak imut!! Dan itu, umm, aku masih sungkan..."
Aku dan Kasumi pun tersenyum. Tidak sering bagiku untuk bisa melihat Kotono dalam situasi panik, jadi ini sangat menyenangkan.
"Jadi, kau benar-benar akan menunggu di sini?"
"Tentu saja!"
"Memangnya kenapa kalau aku ternyata berbohong?"
Astaga, disiplin sekali dirimu.
"...Ya, tidak apa-apa sih."
"Yah, aku akan pergi kalau sudah mulai bosan."
Kasumi pun duduk di tangga, memasang wajah serius, dan membentuk clapper board dengan tangannya. [TN: Clapper Board itu papan yang biasanya dibawa asisten sutradara sambil bilang “Action!”.]
"Yosh, action!"
***
Matahari mulai terbenam.
"Baiklah... ayo kita pulang!"
Entah bagaimana, akhirnya aku berhasil menyelesaikan pengambilan gambarnya dengan memuaskan, jadi aku mulai bersiap untuk pulang dengan semangat.
"Selamat~."
"Terima kasih sudah mau menemaniku, Kasumi...Oh iya, di mana Kotono?"
Aku mencari-cari Kotono, tetapi tidak menemukannya.
"Kotono-chan, umm, dia tadi pergi ke vending machine untuk membeli minuman, tapi sampai sekarang dia belum kembali."
"Ah, aku bahkan tidak sadar."
Maaf karena aku sudah sibuk sendiri.
“Ren-kun, karena kamu terlihat sedang berkonsentrasi, dia jadi merasa tidak enak untuk mengganggumu, jadi dia hanya memberitahuku. Hah...aku menyukai Kotono-chan. Dia sangat manis, imut dan perhatian. Dia sangat baik..."
"Dia akan mati jika mendengarnya langsung."
"Eh?"
"Ah, tidak, tidak apa-apa. Aku akan pergi menyusulnya. Apakah kau mau ikut?”
“Tidak, tidak~. Aku akan menunggu kalian di sini.”
"Oke~"
Lalu, ketika aku berlari ke tempat vending machine berada, aku melihat Kotono sedang berbicara dengan beberapa siswa.
"...Jadi...Itu sebabnya..."
Aku tidak bisa mendengar mereka dengan baik, tetapi tampaknya Kotono sedang kesulitan.
"Oi! Apa yang kalian inginkan lakukan dengan ketua kelas kita?"
Ketika aku buru-buru menegur mereka, beberapa siswa yang telah berbicara dengan Kotono berkata, ‘Tidak ada!’ dan dengan cepat melarikan diri.
“Apa-apaan itu tadi?"
"Yah itu mereka, biasa."
“Biasa?”
"Rumor itu. Mereka adalah contoh sekelompok orang yang mengatakan untuk jangan mengambil keuntungan dari adanya Miru Kasumi di kelas kita. Mereka mengatakan bahwa kelas kita mengeksploitasinya secara paksa dan itu tidak adil. Yah, mereka hanyalah orang-orang yang iri.”
Kotono mengatakan hal tersebut dengan wajah datar dan mengambil saputangan dari sakunya.
“…Fans seperti itulah yang menjelek-jelekkan citra komunitas idol dan membuat orang-orang berpikir bahwa semua fans idol itu seperti mereka. Ini sangat buruk, benar-benar buruk. Tapi orang-orang seperti mereka memang sudah ada sejak lama… Ah, Kashiwagi-kun yang tidak begitu mengikuti perkembangan idol mungkin tidak akan bisa mengerti.” [TN: Translate di bagian ini kebanyakan hasil improvisasi sendiri biar bisa dibaca dengan jelas, jadi mungkin tidak akurat dibanding naskah rawnya. Tapi intinya yang jelas Kotono sedang menggerutu terkait fans-fans idol yang toxic.]
Kotono menyeka roknya dengan saputangannya saat dia menggerutu terkait hal itu. Jika diperhatikan lebih dekat, aku dapat melihat bagian roknya itu terdapat noda yang berwarna cukup gelap.
Aku hanya dapat berdiri di sana, dan tidak mampu menanggapi keluh kesah Kotono.
"...Air, apakah mereka menyirammu?”
“Bukan air, mereka menyiramku dengan Pocari. Ini yang terburuk sejauh ini karena sangat lengket.”
“Sejak kapan?”
“Umm? Sejak rumor kalau Mirufy akan berpartisipasi dalam festival sekolah mulai beredar, mungkin? Ah, tapi sepertinya gadis-gadis yang lain tidak mendapatkan perlakuan buruk ini. Aku menjadi sasaran karena terlihat sangat dekat dengan Mirufy, tapi ya itu karena aku merupakan anggota komite di kelas.”
"......?"
“Dan juga, akan lebih mudah melampiaskannya padaku dibanding dengan Kashiwagi-kun, kan? Itu karena kamu memiliki koneksi yang banyak dan badanmu jelas lebih besar.”
Kotono mengatakan itu sambil terus menyeka roknya.
"Ayo kita segera kembali. Nanti dia akan khawatir."
Aku tersenyum, dan memasang wajah seolah tidak terjadi apa-apa.
"...Ayolah, sensei."
"Tidak, tidak bisa. Jika dia melihatnya, Mirufy mungkin tidak mau lagi berpartisipasi dalam festival nanti."
"Tapi bukan berarti Kotono harus dikorbankan."
“Bukan aku saja kok, tapi aku tidak pernah berpikir kalau aku sedang dikorbankan.”
Kotono menekan jari telunjuknya ke mulutnya dan melanjutkan kata-katanya dengan suara pelan.
"Duh, ya Tuhan, tidak apa-apa. Tolong jangan pernah beritahu Mirufy tentang ini... Kashiwagi-kun, tolong hati-hati juga ya?"
Aku benar-benar merasakan emosi di dalam hatiku dan seolah darahku membeku dari ujung kakiku.
Aku terlalu optimis kalau tidak akan terjadi apa-apa.
Lagi pula, aku adalah orang yang terlalu menganggap remeh hal ini.
"Hei, lama sekali kalian berdua."
"...Ah, ramai banget tadi di sana."
"Bercanda kok. Aku tidak menunggu selama itu. Ya sudah, ayo kita pulang, oke?"
Kasumi sedang menunggu dan memegang tas sekolahnya dengan kedua tangannya.
"Eh, tapi Ren-kun maupun ketua kelas tidak membawa apapun. Terus kalian ngapain ke vending machine tadi?"
Melihat tangan kosong kami, Kasumi tertawa kecil.
"Eh!? Ah iya, ini..."
“Kami mengadakan kontes adu cepat meminum dan langsung membuangnya. Iya kan, Kashiwagi-kun?”
"Iya, iya. Aku yang menang."
"Jangan bohong, aku yang menang ya."
Respon yang bagus, Kotono.
Aku berusaha sebaik mungkin untuk ikut dalam aktingnya, dan tampaknya Kasumi mempercayai kami. Kemudian dia cemberut dan bergumam kalau dia juga berharap untuk diajak.
"Kalau begitu, kalian berdua, sampai jumpa besok."
Sambil mengatakannya, Kasumi tetap tidak bergerak dari tempatnya.
"Eh? Kasumi, kau masih akan tinggal di sini?"
"Aku meninggalkan sesuatu di kelas."
"Ya sudah, aku tungguin sini."
"Tidak masalah! Lagipula aku akan mampir ke perpustakaan, dan itu akan memakan waktu yang cukup lama, jadi kamu bisa pulang duluan."
Kotono dan aku pun saling memandang.
"Okelah kalau begitu, sampai jumpa."
"...Cepatlah pulang sebelum hari gelap, oke?"
"Mn. Bye-bye!"
Sapaan ceria Kosumi mengantar kami pulang, dan meskipun kami meninggalkan gerbang sekolah bersama-sama, aku segera berpisah dengan Kotono, yang jalan pulangnya berlawanan arah denganku.
"Tolong berhati-hati ya."
"Iya, tahu. Kashiwagi-kun juga ya."
"Yap. Sampai jumpa lagi."
Aku melambaikan tanganku ke Kotono, dan setelah memastikan dia berbelok di tikungan, aku segera berputar balik dan kembali ke sekolah.
"......."
Pintu masuk ke sekolah. Kelas. Lorong. Di depan vending machine.
Di lantai atas, tangga menuju ke rooftop.
"Huff…hah..."
"...Kenapa kamu kembali?"
"Entahlah."
Kasumi yang aku kenal tidak sebodoh itu untuk percaya dengan akting burukku.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Disana, dia meringkuk dan menekan kuku jarinya dengan keras ke betisnya sendiri.
"...Tidak ada, tidak ada."
"Bohong. Itu tidak normal."
Bersembunyi di tempat seperti ini, dan melukai dirinya sendiri di tempat yang tidak terlihat, itu jelas bukan tindakan yang normal.
"Aku tidak akan bisa menjadi normal."
Kasumi mengatakannya dengan suara yang tertahan, kemudian dia mencakar kulit putih bersihnya dengan lebih kuat.
Lukanya terlihat dengan sangat jelas dan seharusnya itu sangat menyakitkan, tetapi ekspresinya bahkan tidak berubah sama sekali.
Tidak tahan untuk terus melihatnya, aku pun dengan paksa menarik lengannya, dan Kasumi menghela nafasnya.
"Aku mengerti. Aku akan mencoba agar tidak ketahuan lain kali."
"Kau tidak boleh melakukannya lagi, oke?"
Sudah kuduga, ada sesuatu yang terdistorsi dari diri Kasumi.
Sesuatu yang penting yang ada di pikirannya seperti mentalnya atau kepercayaan dirinya.
"...Aku melihatnya. Apa yang harus aku lakukan?"
Kemudian, seolah ingin meluapkan semuanya, dia melanjutkan perkataannya.
"Aku tidak tahu. Kotono-chan, dengan Kasumi-san, dia selalu…" [TN: Ini yang ngomong memang Miru. Ada hal yang menjadi masalah di diri Miru (yang akan terungkap kedepannya) dengan pandangan dirinya sebagai “Mirufy” dan dirinya sebagai “Miru Kasumi”.]
"Iya."
"Dia sangat baik. Itu sebabnya aku sangat menyukainya, dan kupikir kami benar-benar bisa akur, tapi karena aku... ya Tuhan, aku tidak tahu tentang itu selama ini."
"Iya."
Nafas Kasumi semakin cepat.
"Ti-tidak, bukan itu, hyuh─, tidak."
"Kasumi, tenanglah."
"Tidak, itu, hyuuh──, a-aku.”
"Tenang Kasumi, tidak apa-apa. Aku akan memastikan ini tidak akan terjadi lagi kedepannya."
Aku mengusap punggung Kasumi, yang mulai mengalami hiperventilasi. [TN: Hiperventilasi itu kondisi ketika orang tidak bisa mengatur nafasnya karena serangan panik, jadi dia akan menarik-dan mengeluarkan nafasnya dengan ritme yang sangat cepat.]
“…Ah…Semuanya, salahku.”
"Tidak apa-apa, sungguh. Tolong, tenanglah."
"...ah..."
“Tenang dan tarik napas dalam-dalam."
Entah bagaimana, akhirnya aku berhasil menenangkan Kasumi yang telah kehilangan kekuatannya dan ambruk karena lemas.
Pada saat itu, dia perlahan membuka telapak tangannya.
"...hah...ah."
Sambil memeriksa gambar bunga sakura yang mulai terlihat samar di tangannya, nafas Kasumi secara bertahap mulai kembali normal.
"...Sudah tenang?"
"...Sedikit."
"Kau butuh minum, kan? Bisakah kau menunggu sebentar?"
Dia mengatakan dirinya tidak ingin dibawa ke UKS, jadi aku akan bergegas mengambilkannya air, tetapi dia mencengkram lengan baujuku.
“…Jangan pergi.”
"Tapi..."
"Ren-kun... Tetaplah di sini."
"..."
“Aku akan baik-baik saja."
Aku tidak bisa bergerak setelah dia mengatakan itu.
Lalu keheningan pun datang menyelimuti kami, dan aku tidak tahu seberapa lama keheningan ini telah berlangsung.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Kasumi mengatakannya dengan lirih dan menutupi wajahnya.
"Maafkan aku, maafkan aku..."
Air mata terlihat menumpuk hingga batas yang bisa ditahan oleh matanya yang besar.
Meskipun begitu, dia membuka matanya lebar-lebar dan berusaha keras untuk menahannya.
Jika aku mengatakan kepadanya bahwa tidak apa-apa baginya untuk menangis, dia mungkin akan mengatakannya lagi kalau dirinya tidak berhak untuk menangis.
Dia akan mengatakan dengan frustasi kalau ini semua adalah salahnya.
"Ini bukan salah Kasumi."
"...Tidak, jelas ini semua salahku."
"...Sungguh, ini bukan salah Kasumi."
Aku terus mengusap punggung Kasumi.
"...Aku tidak akan berhenti sampai di sini."
Setelah aku menarik napasnya, Kasumi kembali membuka mulutnya.
"Aku tidak akan berhenti berpartisipasi dalam festival nanti. Jika aku berhenti sekarang, aku akan menyia-nyiakan perjuangan Kotono-chan. Itu juga berarti aku menyerah, dan akan terlihat kalau aku dipaksa untuk berpartisipasi sebelumnya."
Dia kemudian membuka dan menutup telapak tangannya berulang kali sebelum akhirnya mengepalkannya.
"Tolong jangan beri tahu siapa pun tentang hari ini."
"...Aku tahu bagaimana perasaanmu. Apa kau baik-baik saja dengan itu, Kasumi?"
Memang, tekad Kotono akan sia-sia jika dia mengetahui semua ini.
Tapi tetap saja, setelah melihat apa yang baru saja terjadi pada Kasumi, aku merasa akan lebih baik untuk berkonstulasi dengan wali kelas sekali lagi.
Namun, tampaknya tekad Kasumi telah bulat.
“…Aku tidak bisa menjamin kalau aku tidak akan membuat masalah lagi untuk Ren-kun, tapi aku akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak merepotkanmu.”
Kemudian, dia terus mencoba sekuat mungkin untuk mengeluarkan kata-katanya.
“Aku tidak tahan memikirkan seseorang yang aku sayang disakiti dan disalahpahami karenaku dan membiarkannya begitu saja.”
Itu adalah ekspresi yang belum pernah aku lihat darinya sebelumnya. Seolah terlihat bintang yang berderak dan terbakar di matanya.
Dia selalu tersenyum sepanjang waktu di manapun, tetapi ketika orang lain terluka karenanya, dia memiliki ekspresi seolah dia sedang menahan luka yang amat dalam.
Apa yang terjadi di masa lalu, yang bahkan membuatnya mengalami hiperventilasi?
"...Umm. Aku selalu bertanya-tanya, apa yang membuatmu begitu takut? Hancur atau sakit begitu..."
"Hentikan!!"
Suara yang tajam tiba-tiba terdengar.
Wajah Kasumi menjadi sangat pucat dan merah.
Ekspresinya lebih gelap dari yang pernah aku lihat sebelumnya.
"Aku selalu berterima kasih atas bantuanmu, dan aku menyukaimu. Tapi…tidak peduli seberapa banyak hal yang kita alami bersama sebagai aliansi, kamu bukan keluargaku atau kekasihku, kan?"
Ketajaman kata-katanya merenggut habis nafasku.
Kreek!! Lapisan pertahanan Kasumi sepertinya sudah tidak terbendung lagi.
***
Hari berikutnya, aku bangun lebih awal dari biasanya dan berangkat ke sekolah.
Kemarin, Kasumi akhirnya berhasil mengatur nafasnya, memanggil taksi, dan entah bagaimana berhasil pulang ke rumahnya.
Aku telah mencoba menghubunginya beberapa kali sejak saat itu, tetapi dia tidak kunjung menjawab, dan aku pun merasa khawatir. Tapi aku tidak tahu di mana dia tinggal, dan bahkan jika aku menanyakannya langsung padanya, dia mungkin akan sangat khawatir dengan situasinya dan kabur dari rumahnya.
Jika itu masalahnya, menurutku akan lebih baik untuk pergi ke sekolah lebih awal dan menunggu Kasumi disana, dan jika dia tidak kunjung datang, aku akan bertanya kepada wali kelas di mana dia tinggal.
"Selamat pagi."
"Oh, selamat pagi."
Dia menyapaku di koridor, jadi aku secara refleks membalas sapaannya dan bergegas ke kelas.
Biasanya, aku akan mengobrol dengan teman yang aku temui di koridor itu dan masuk ke kelas pada menit terakhir. Tetapi hari ini─────Hah, siapakah dia?
“……!?”
Aku berbalik dengan panik.
Rambut berwarna sakura. Kulit putih bersih. Wajah seperti boneka.
"... Ka──sumi?"
"Ya?"
Segala hal yang terlihat darinya memang menunjukkan bahwa dia adalah Miru Kasumi, tetapi sesuatu di dalam diriku merasakan bahwa dirinya bukanlah Kasumi yang aku kenal.
Kasumi tersenyum masam, mengangguk dengan samar dan mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan dari kelas.
Jika dia adalah Kasumi yang biasanya, dia setidaknya akan membebaniku dengan tas ranselnya dari belakang dan tersenyum bahagia, atau menepuk pundakku dan berpura-pura bersembunyi.
Selain itu, aku belum pernah melihatnya terlihat begitu muram.
"...Sudah kuduga, dia benar-benar terguncang."
Aku hanya dapat bergumam dan berjalan ke kelas.
Selama Kasumi sepertinya tidak ingin disentuh, tidak ada yang bisa kulakukan.
Setelah beberapa saat, lonceng berbunyi dan Kasumi kembali ke kursinya di sebelahku.
"Kemana saja kau?"
"Tidak ada. Aku hanya ke kantin untuk membeli minuman."
"Kantin!? Kasumi!?”
“Kamu pikir aku itu apa? Aku setidaknya akan ke kantin untuk membeli minuman kan, itu normal.”
"......."
Aku tidak bisa begitu saja menerimanya dengan ‘Oh, begitu’.
Biasanya, Kasumi tidak pergi berbelanja sendiri.
Alasannya karena meskipun dia sudah bersekolah disini dalam waktu yang cukup lama, itu masih saja menimbulkan keributan bagi orang-orang. Maka dari itu, sangat sulit bagi Kasumi untuk meninggalkan kelas.
Namun, Kasumi sepertinya tidak membuat keributan hari ini.
Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak tahu, tapi jelas ada sesuatu yang salah disini.
Aku memutuskan untuk berbicara dengan Kotono untuk meminta pendapatnya.
"Hei. Ada yang tidak beres dengan Kasumi hari ini, kan?"
"...Ya, kurasa. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Sepertinya dia kehilangan aura malaikatnya atau halo-nya.”
"Halo, ya? Kurasa begitu. Entahlah, sepertinya dia jadi tidak begitu mencolok, atau lebih pendiam, atau semacamnya..."
──────Dia menjadi lebih dan lebih normal lagi.
Di mana pun dia berada, dia selalu menarik perhatian orang-orang.
Dia begitu menonjol tidak peduli dengan siapa dia sedang bersama.
Itu pasti hal yang sudah mendarah daging dalam dirinya sebagai idol.
Suaranya yang manis dan bergema, bahasa tubuhnya yang sangat tegas, cara dia memiringkan kepalanya, senyum lembutnya, kebiasaannya mengatakan ‘Aku menyukaimu’. Tidak ada habisnya bagiku untuk mendeskripsikannya.
Miru Kasumi adalah ‘Mirufy’ karena sikapnya yang lucu dan jail, dia dicintai oleh semua orang.
"Ya, dia sedang berakting."
Suaranya, kata-katanya, gerak tubuhnya, senyumnya, tingkah lakunya.
Tanpa elemen-elemen yang membentuk Mirufy, Kasumi hanyalah seorang gadis normal yang sangat imut.
Aku yakin dia sedang mencoba membuatnya sedekat mungkin dengan ‘normal’.
Ketika dia mulai fokus pada sesuatu, tidak ada yang lebih baik darinya.
Aku telah lama mengetahui kalau dia mampu mendapatkan hasil yang luar biasa dalam waktu yang sangat singkat dengan fokus dan kepekaannya yang luar biasa itu.
Karena selama dua bulan terakhir, ada banyak sampel yang bisa dia tiru di sekitarnya.
Kotono menatapku dengan ragu dan bertanya padaku.
"Akting seperti apa memang?"
"Mungkin, seorang gadis normal."
Sejak hari itu, Kasumi menjadi ‘gadis normal’.
Berkat ini, dia tidak terlalu mencolok, dan tidak ada masalah besar yang terjadi sejak saat itu.
Meski begitu, suasana di kelas terasa begitu berat.
Karena Kasumi yang biasanya selalu asik mengobrol saat jam istirahat, hanya duduk sendirian di kursinya sambil memainkan ponselnya.
Sepulang sekolah, dia langsung bersiap-siap dan pergi sendiri tanpa ada yang memperhatikan.
Dalam tugas berpasangan di kelas, dia hanya berinteraksi seadanya dan kemudian melihat buku pelajarannya dengan ekspresi bosan.
Dia tidak pernah lagi mengatakan ‘Aku menyukaimu’ pada siapapun.
Dia tidak tersenyum dan tertawa seperti bunga yang mekar.
──────Ini bukan Kasumi, yang aku kenal.
Semua orang di kelas juga pasti berpikiran sama, walaupun mereka tidak menyatakannya langsung.
Nyatanya, bahkan Maina datang kepadaku dan berkata, ‘Bukankah Kasumi terlihat sedikit buruk akhir-akhir ini? Semua orang merasa khawatir dengan hal ini.’.
“…Aku tidak bisa menjamin kalau aku tidak akan membuat masalah lagi untuk Ren-kun, tapi aku akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak merepotkanmu.”
Kata-kata yang Kasumi ucapkan waktu itu kembali ke pikiranku.
Ini pasti hasil pemikirannya untuk menghindarkan dirinya menyebabkan masalah dengan caranya sendiri.
Memang benar, tidak ada yang terganggu dengan keputusannya itu.
Mungkin karena Kasumi bersikap seperti ini, perundungan yang dilakukan oleh siswa-siswa kelas lain ke kelas 3 nampaknya mulai berhenti.
Jika Kasumi terus bertingkah seperti gadis normal, mungkin masalah festival budaya ini akan selesai.
"Kasumi, kau tahu..."
"...Apa?"
Kilau di matanya hilang.
Gambar bunga sakura yang ada di telapak tangan kanannya pun mulai pudar.
"Kau tidak lupa kan, dengan janji itu?"
Aku akan membuat Kasumi menjadi gadis yang normal. Sebagai imbalannya, Kasumi akan membantuku mencari sesuatu yang membuatku tergila-gila.
Itu sebabnya kami membuat aliansi bersama.
"Aku belum lupa. Lihat, aku sudah menjadi gadis yang normal berkatmu."
Kasumi tersenyum tipis saat mengatakannya.
“Aku senang mendengarnya.”
Aku memang ingin menjadikan Kasumi sebagai 'gadis normal'.
Aku mengagumi kekuatannya untuk tersenyum pada semua orang di sekitarnya tanpa pernah meneteskan air mata, meskipun dia dipenuhi dengan bekas luka, dan aku ingin lebih membantunya.
Tapi aku tidak ingin dia menjadi gadis normal dengan cara seperti ini.
Aku tidak ingin kenormalan semacam ini yang mengabaikan, mengacaukan dan menimpa secara paksa segala sesuatu yang ada dalam diri Miru Kasumi.
Aku tidak ingin dia sendirian.
"...Hei. Apakah kau bersenang-senang di sekolah sekarang?"
Aku tahu ini adalah cara Kasumi yang secara putus asa berusaha untuk tidak menyakiti orang lain.
Tetapi aku merasakan rasa sakit untuknya, dan aku merasa tidak bisa membiarkannya terus melakukannya.
"Ini sangat menyenangkan, bukan?"
Untuk sesaat, senyum Kasumi seolah terdistorsi.
Itu terlihat seperti senyuman yang dibuat dengan menekan semua emosinya dan dapat pecah menjadi tangisan kapan saja.
"...Jadi begitu."
────Miru Kasumi, perlahan menghilang.
Jika dia terus memainkan peran ‘normal’ ini, suatu hari dia akan hancur.
Ini, tidaklah ‘normal’.
Bagaimana dia bisa begitu terdistorsi hingga dia bahkan membenci dirinya sendiri.
Tidak ada yang bisa aku lakukan jika aku tidak mengetahui apapun.
Malam itu. Aku pun memutuskan untuk menyelidiki masa lalu Kasumi, bahkan jika aku harus terpaksa melakukannya.
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment