NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shaberanai Kurusu-san Kokoro no Naka wa Suki de Ippai V1 Chapter 4 Part 2

Chapter 4 - Gadis yang Tidak Berbicara dan Perkembangan yang Klise

[Part 2]

 

Pengingat:

【】: kata-kata Kurusu di tabletnya

() : suara hati orang lain yang dibaca/didengar oleh MC (Kaburagi)

 

(Aku tahu kalau aku merepotkan, terima kasih banyak atas bantuannya sebelumnya)

Aku melihat teman sekolahku duduk berlutut dan menundukkan kepalanya di hadapanku.

──Bagaimana ini bisa terjadi?

Kurusu, yang seharusnya diurus oleh kakak perempuanku, entah mengapa datang ke kamarku.

Dan entah bagaimana, dia mengenakan baju tidur yang lucu...

Sepertinya itu punya kakak perempuanku…tetapi mengapa dia menggunakannya sekarang.

Baju tidur yang digunakan berbentuk seperti hiu.

Dan untungnya karena ukurannya longgar, dia jadi tidak terlihat seksi sama sekali...

(...Kaburagi-kun. Aku dalam masalah...apa yang harus aku lakukan?)

Wajahnya mengintip dari dalam mulut hiu tersebut dan dia menatapku.

Aku terkejut melihat bagaimana dia melakukan itu dengan polosnya...

Dan karena aku sudah mengetahui isi pikirannya, aku jadi tergerak dengan perilaku polosnya itu.

“Ada masalah apa memang? Dan, apa yang terjadi dengan kakakku?”

(Bagaimana ya bilangnya…Mungkin lebih mudah jika melihatnya langsung...)

Kurusu menggandeng tanganku dan membawaku ke ruang tamu.

Dan terlihat kakak perempuanku dengan wajah tidak karuan yang sangat tidak cocok dengan profesinya sebagai salah satu pengajar di sekolah.

“…Astaga, dia tertidur seperti bayi.”

(Dia tertidur dengan sangat nyenyak…Aku jadi tidak enak jika harus membangunkannya)

Aku pun meletakkan selimut di atas dirinya yang sedang terbaring di sofa.

Yah, aku sudah terlalu lelah untuk mencoba tidur...

Aku pun menyerah untuk mengharapkan bantuan kakakku dan mematikan lampu ruang tamu.

Kemudian aku pergi ke dapur bersama Kurusu untuk mengambil makanan.

(...Hmm. Ada aroma enak)

Kurusu mengendus dan menggerakkan hidungnya, dia sepertinya menyadari adanya sesuatu dan menggerakkan tubuhnya dengan penasaran. Aku pun tersenyum padanya, lalu menutupi mulutku untuk menyembunyikan tawaku.

(Aroma enak apa ini)

“Ah. Karena kau sepertinya sedang flu, aku membuatkanmu bubur. Menurutku akan lebih baik untuk memakan makanan yang mudah dicerna.”

Jadi itu untukku? Apakah tidak apa-apa?

“Ya untuk siapa lagi memang? Yah, tapi aku juga akan ikut makan kok.”

Aku ingin makan bersamamu

“Mn. Mari kita lakukan.”

Aku hanya menjawab dengan singkat.

Jika tidak…aku akan merasa malu karena suara senang yang terdengar dari dalam hatinya.

(Makan…Makan…Hehehe)

Suara hatinya yang lucu mengguncang pikiranku.

Untuk mencoba menutupi rasa maluku, aku berbicara dengan Kurusu.

“Oiya, mungkin agak telat untuk menanyakannya, tapi apakah Kurusu memang masih lapar?”

Aku bisa makan sebanyak apa pun sekarang

“Haha, baguslah kalau begitu...terus, apa kau sudah mengeringkan rambutmu?”

Dia terlihat tidak nyaman dengan rambutnya yang aku lihat dari balik baju tidurnya, dan aku pun menanyakannya.

Awalnya Kurusu tampak seperti kehilangan kata-kata, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi dan terlihat murung.

Kurasa dia merasa tidak enak denganku.

Ya, kurang lebih pasti begitu. Aku sendiri juga akan merasa tidak enak jika menggunakan barang-barang di rumah orang lain tanpa izin.

Aku pun menghela napas dan melepas penutup di kepalanya.

(Aku merepotkanmu lagi)

“Kau tidak merepotkanku kok. Kau pasti akan merasa tidak nyaman jika kau tidak menyekanya…”

(Aku tahu, tapi...)

“Sudah jangan murung terus begitu. Aku akan membawakan handuk lainnya jadi kau bisa langsung menyeka rambutmu. Dan pengering rambutnya ada disana ya.”

Aku pun menunjukkan letak pengering rambut dan menyerahkan handuk padanya.

Kurusu menerima handuknya, menarik sedikit ritsleting bajunya ke bawah untuk menyeka tubuhnya seperti yang aku perintahkan, dan memasukkan handuk itu ke dalamnya. Begitulah urutan gerakan yang dia lakukan dengan polosnya, dan aku segera memalingkan wajahku saat melihat bagian dari kulitnya yang terekspos di balik risletingnya.

“Kurusu, aku punya permintaan…”

(Eh, wajahnya merah... Ada apa?)

“Ah, tidak apa-apa. Maksudku…aku tidak bermaksud untuk melihatnya.”


Wajahku terasa panas, dan bahkan aku tidak perlu melihat ke cermin untuk mencari tahu kalau wajahku sudah sangat memerah.

Aku pikir, aku sudah kebal terhadap perempuan karena aku memiliki kakak perempuan, tapi... apa yang aku rasakan dengan kerabatku ternyata benar-benar berbeda dibandingkan dengan orang lain. Terutama jika sosok itu memiliki tubuh yang indah seperti Kurusu, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terkesima.

(...Ah)

Ketika suara hatinya itu terdengar, Kurusu bergegas menarik risletingnya ke atas.

Dia tampaknya masih memiliki rasa malu terhadap itu meskipun dia memiliki sifat yang unik.

Pipi di wajahnya yang tidak berekspresi itu pun memerah.

Aku hanya bisa menghela napas melihat kecerobohan Kurusu, walaupun aku sudah tahu kalau memang ada yang aneh dengan karakternya.

“Kurusu, kau harus lebih sadar lagi kalau kau sedang berdua di kamar dengan seorang pria. Meskipun kali ini situasinya darurat dan kau tidak punya pilihan lain...”

Maaf sudah menunjukkanmu sesuatu yang tidak enak untuk dipandang (…Ini adalah pelanggaran berat. Maafkan aku…)

“Tidak, bukan masalah itu tidak enak untuk dipandang…oke? Kau harus lebih percaya diri.”

Aku tidak bisa mengatakan kalau itu jelas pemandangan yang sangat indah.

Tentu saja, aku tidak bisa bilang kalau kulitnya yang terlihat lembut dan putih itu masih menempel di dalam pikiranku dan tidak kunjung pergi.

Makanya, aku hanya menunjukkan sikap yang tidak jelas.

“Yah…Pokoknya lebih berhati-hatilah mulai sekarang.”

Aku akan lebih berhati-hati (Aku harus bertekuk lutut padanya kali ini…)

“Serius, kau harus benar-benar berhati-hati ya... Itu membuatku khawatir...”

Khawatir?

“Tentu saja aku akan khawatir.”

Ketika kau mengenal seseorang dan mulai berbicara dengannya, dan menyadari kalau ternyata karakternya tidak wajar dan membahayakan dirinya, maka matamu akan terus mengikutinya bahkan jika kau tidak menyukainya.

Itu adalah refleks yang wajar.

Kurusu pun menatapku dengan ekspresi canggung.

Senang mengetahui ada yang mengkhawatirkanku

“Tidak, tolong prioritaskan untuk tidak membuatku khawatir sejak awal.”

Tidak bisa, karena aku orang yang bodoh(Aku yakin pasti akan membuat kesalahan lagi nanti)

“Jangan menyerah begitu saja!”

Kurusu menatapku dengan pasrah saat dia meyakinkan diriku kalau itu tidak mungkin.

Aku pun menghembuskan napas dalam-dalam untuk menunjukkan bahwa diriku menyerah, lalu aku memberikannya termometer yang sudah aku bawa sebelumnya.

“Untuk jaga-jaga, tolong ukur suhu tubuhmu. Sementara itu, aku akan menyajikan bubur untukmu.”

OK(Aku akan menyembunyikannya jika ternyata aku demam)

“Btw, kalau kau memang demam, jangan disembunyikan. Aku yakin kau sudah tahu kalau aku cukup sensitif dengan hal yang kau sembunyikan.”

(...Dia membaca pikiranku. Maaf)

“Dan ketika mengukur suhumu... Jangan buat kesalahan yang sama, oke?”

Tidak akan (...Aku jadi sangat malu untuk melihatnya saat ini...Uuu)

Dia sepertinya teringat dengan perilakunya sebelumnya, dan langsung membalikkan badannya.

Dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, tapi telinganya yang terbuka menunjukkan dengan jelas bahwa dia sedang malu.

...Bukankah dia bereaksi dengan cara yang lucu.

Aku pun lanjut menyiapkan buburnya, dan berusaha untuk tidak memandangnya. Hingga akhirnya aku mendengar suara elektronik khas dari termometer.

Lalu aku mengipas-ngipasi bubur di mangkuk dengan kipas.

Buburnya masih cukup panas, dan uapnya naik dari dalam mangkuk.

Tidak apa kok kalau tidak didinginkan dulu (Tidak sopan sama yang buat kalau tidak dimakan selagi panas...)

“Mn? Bukannya Kurusu punya lidah seperti kucing ya. Karena kau sendiri juga seperti kucing.”

Aku ingin membantah penilaianmu itu(Dia juga tau kalau aku punya lidah seperti kucing…)

“Iya, iya.”

Bukan karena dia terlihat seperti kucing.

Tapi karena aku ingat dia tidak pernah memasukkan makanan panas ke dalam mulutnya dan seringkali dia mencoba mendinginkannya dengan meniup-niupnya.

Tapi aku tidak ingin dia jadi berpikir kalau aku terlalu memperhatikannya, jadi aku hanya mengatakan sesuatu secara acak untuk mengalihkannya.

“Oke, sudah tidak terlalu panas. Kalau kau ingin tahu, yang kubuat ini bubur telur.”

(Kelihatannya enak sekali... Aku harus berhati-hati agar perutku tidak keroncongan)

Kurusu menyendok bubur dihadapannya dan menatapnya.

Kemudian dia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.

“Mn? Ada apa dengan tatapan rakusmu itu? Kau bahkan sudah membuka mulutmu...”

Ini seperti plot di novel-novel (Dan apakah aku diijinkan untuk makan disini?)

“Astaga. Apaan lagi sih itu. Sudah, jangan terlalu banyak berpikir, makan saja…”

Setelah aku mengatakannya, Kurusu pun menyatukan kedua tangannya dan menundukkan kepalanya padaku.

Mulutku secara alami terbuka saat aku melihatnya memakan bubur itu dengan senang hati.

 

 

Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam setelah kami selesai makan dan membereskannya.

Awalnya aku ingin mempercayakan Kurusu pada Sayaka, tetapi dia malah tertidur dengan wajah puas seolah dia sudah selesai dengan pekerjaannya.

…Yah, menjadi tenaga pengajar di sekolah adalah pekerjaan yang berat, jadi tidak sopan jika aku membangunkannya.

Di samping itu...

“Dia tidak akan bisa menyetir kalau begini. Kapan dah dia mulai minum…”

Aku menghela napas sambil membersihkan meja.

Dia jarang meminum alkohol, jadi aneh rasanya tiba-tiba dia meminumnya hari ini.

Ada tiga kaleng minuman dengan kandungan alkohol tinggi tergeletak di atas meja.

“Syukurlah aku libur besok. Dia pasti akan mual-mual besok…yah, kalau begitu, aku akan membuatkan sesuatu yang mudah untuk dimakan untuknya.”

(...Aku juga ingin membantu. Tapi, salahkah kalau aku ikut campur?)

Saat aku sedang mengelap meja sambil menggerutu, Kurusu menjulurkan kepalanya keluar dari pintu kamar dan menatapku.

Dia sepertinya merasa dirinya sedang mengintip sambil bersembunyi, tapi suara di hatinya membuatku tahu kalau dia ada di sana.

Lalu aku bertanya padanya, ‘Bisakah kita berbicara sebentar?’, dan bahu Kurusu pun tersentak. Kemudian dia muncul di depanku dengan canggung, seperti anak kecil yang ketahuan sudah melakukan kesalahan.

Tangan dan kakinya bergerak dengan ritme yang sama.

Baiklah, mari kita selesaikan masalah ini.

“Hmm, Kurusu. Maaf, tapi bisa tidak ya kau menginap saja malam ini di sini? Ini karena kakakku yang bodoh itu. Kau bisa tidur di kamar Sayaka.”

Tidak apa-apa?

“Maafkan aku, awalnya kupikir semua dapat diatasi dengan adanya kakak perempuanku, tapi ternyata malah ini yang terjadi…”

Aku senang kalau ramai begini (…Aku senang karena menginap di rumah teman adalah salah satu impianku)

“Senang, huh... Yah, apa kau yakin tidak mau pulang, Kurusu?”

Sudah, biarkan saja begini(…Lebih menyenangkan berbicara seperti ini)

“Begitu ya. Oke lah kalau begitu.”

Dari responnya, tampaknya tidak ada masalah jika dia tidak pulang ke rumah.

‘Yah jika terjadi sesuatu, aku akan meminta maaf untuknya…’, begitu pikirku dan aku pun menuju ke kamar bersama Kurusu.

“Ini kamar Sayaka, gunakan saja sesukamu.”

Kurusu menundukkan kepalanya.

Kemudian dia melihat sekeliling dan bertanya,

Kalian tinggal berdua saja? (Kelihatannya hanya ada Kaburagi-kun dan sensei yang tinggal di sini)

“Yah, begitulah. Ketika aku memutuskan untuk melanjutkan ke SMA di sini, kebetulan kakak perempuanku juga bekerja di sini. Jadi orang tuaku meninggalkanku dengannya.”

Sama denganku?

“Yah, mungkin saja sama.”

(Sama ya... Fufufu)

Kurasa dia senang saat mengatakan kalau nasibnya sama denganku.

Wajahnya, yang biasanya tidak berekspresi──berubah menjadi senyum yang menawan.

Sepertinya dia tidak menyadarinya, dan sepertinya dia melakukannya tanpa sadar…

Aku pun tak bisa menahan diri untuk tidak mengaguminya.

Ya mau bagaimana lagi. Ekspresi wajahnya itu bukan seperti yang biasa aku lihat saat kita latihan bersama.

Senyumnya sangat alami dan menawan hingga membuatku terperangah.

…Jujur, ini benar-benar buruk.

Wajahnya yang biasanya tidak berekspresi dan memancarkan aura tidak bisa didekati oleh siapa pun, berubah total.

Dan hal tersebut menimbulkan kekuatan destruktif tersendiri, pikirku.

Kamu baik-baik saja? (Kenapa wajahnya…memerah?)

“Tidak apa-apa kok.”

Kurusu melihatku terperangah, dan aku mengambil sikap kasar.

Aku merasa malu dengan sikapku yang berada di luar kebiasaanku,

“Pokoknya, kalau kau demam, tidurlah. Memang penting untuk bekerja keras, tapi lebih penting lagi untuk beristirahat di saat yang tepat.”

Aku mengatakannya dan beranjak pergi ke kamarku.

Aku ingin berada di kamarku sesegera mungkin.

Begitu suasana hatiku, namun tiba-tiba Kurusu meraih lenganku.

Kamu tidak mau tidur ya?

“Sudah, jangan khawatirkan aku.”

Tidak

“Aku mau belajar.”

Aku juga

“Tidak, kau harus tidur. Kau sedang demam.”

Tidak mau!

“Jangan kekanak-kanakan begitu!”

Dia menggambar emotikon di tabletnya dengan pipi menggembung, dan bersikeras padaku.

Dia menempel padaku dengan putus asa saat aku mencoba melepaskannya dari lenganku.

Astaga! Jarak di antara kita...

Maksudnya, jangan menempel padaku seperti itu!

Aku tahu dia keras kepala dan tidak akan berhenti begitu dia mulai berbicara, aku tahu itu semenjak berinteraksi dengannya, tapi...

Ini buruk dalam banyak hal...dan terlebih lagi yang buruk adalah akal sehatku yang mulai terguncang...

Aku menimbang-nimbang antara bahaya dari akal sehatku yang kian terkikis dan permintaannya...

…Aku tidak punya pilihan lagi. Aku harus membodohi diriku sendiri dan menyelesaikan kerusuhan ini.

Aku tidak mau tidur

“Tapi kau lelah, kan?”

Kalau Kaburagi-kun tidur, baru aku mau tidur

“…Baiklah. Aku akan tidur. Jadi, biarkan aku pergi ke kamarku.”

Aku pun memutuskan untuk tidur dan mematikan lampu kamarku.

Aku menunjukkan padanya kalau aku akan tidur, tapi dia menatapku dengan ragu.

Tidak (Kaburagi-kun pasti menyelinap keluar. Dia pasti akan membuatku tidur duluan dan tetap bangun)

“...Tidak lah. Itu tidak mungkin.”

Aku akan tidur kalau Kaburagi-kun sudah tidur

“Tidak, kau duluan saja.”

Pokoknya tidak

Aku masuk ke kamarku dan dia mengikutiku.

Aku tidak akan pergi.

Begitulah suara hatinya, dan aku menghela napasku atas sikapnya yang keras kepala.

Ini, sepotong cokelat untuk menenangkan diri

“Hah...salah siapa memang yang membuatku jadi seperti ini?”

Aku menertawakan Kurusu yang tampak bingung.

Lalu mengambil cokelat yang ditawarkan olehnya untukku dan melemparkannya ke dalam mulutku.

Yah, rasanya manis seperti biasanya.

Makan sesuatu yang manis memang membuatku tenang, bukan?

Setelah tenggelam dalam manisnya rasa cokelat itu, aku memutuskan untuk menanyakan Kurusu perkara hal yang terlintas di dalam benakku.

“Kurusu, aku bertanya-tanya mengapa kau selalu memberiku cokelat?”

Rahasia

“Rahasia? Apakah kau sedang memancingku?”

Kurusu menggelengkan kepalanya dan tampaknya dia tidak akan mengatakannya.

Jika dia melakukannya di tanggal 14 Februari, hal tersebut akan wajar selayaknya hal yang biasa terjadi di hari Valentine, tetapi dalam kasus Kurusu, dia hampir melakukannya sepanjang waktu.

Jadi sepertinya begitu…entahlah, aku juga tidak tahu.

Aku pun menatapnya dengan ragu.

Tapi sepertinya dia tidak berencana untuk memberitahuku, dan dia membuat tanda silang di depan mulutnya dengan jarinya.

“Kau benar-benar tidak akan memberitahuku ya?”

Tanda terima kasih dariku (Aku tidak ingin mengungkapkannya padanya)

“Begitu ya. Apakah benar hanya untuk itu?”

Iya(…Cokelat baik untuk dimakan disaat penat. Kaburagi-kun, dia tampak sulit untuk bersantai, sama sepertiku. Dan jika aku memberitahunya, dia pasti akan mengelak dan menolak untuk menerimanya)

Dia menjawab pertanyaanku dengan jujur ​​di dalam hatinya.

Ah, begitu toh. Jadi dia mengkhawatirkanku.

Yah, layaknya Kurusu seperti biasanya.

Aku senang mengetahui alasannya memberikanku cokelat setiap saat, tetapi pada saat yang sama aku malu karena tampaknya aku selalu terlihat sok tangguh dihadapannya.

“Apakah aku terlihat begitu lelah? Aku dalam kondisi fisik yang baik kok.”

Aku menanyakannya untuk menutupi perasaanku yang sebenarnya.

Kurusu terkejut di dalam pikirannya karena baginya aku tampak seolah telah membaca pikirannya lagi, dan kemudian dia menunjukkan tabletnya padaku.

Iya, kamu terlihat begitu bagiku (Sama seperti saat di UKS. Dia tampak berlagak kuat...karena tidak ingin membuat yang lainnya khawatir)

“Seperti di UKS ya... Oh iya, kau juga memberiku cokelat pada saat itu. Jadi itu ya alasannya.”

Bumerang (Penting untuk beristirahat dan tidak bekerja terlalu keras sewaktu-waktu. Seperti yang dikatakan oleh Kaburagi-kun sebelumnya)

“Haha... Aku juga tidak bisa berbicara mewakili orang lain ternyata.”

Kurusu terlihat bangga dan membusungkan dadanya saat aku mengakuinya.

Ekspresi bangganya itu terlihat lucu hingga aku tidak bisa menahan tawa.

Setelah sekitar 30 menit berbicara dengan Kurusu, dia mulai menyandarkan tubuhnya.

“Apakah kau mengantuk?”

Dia menggelengkan kepalanya walaupun terlihat mengantuk, dan dia mengedip-kedipkan kelopak matanya.

Lalu dia tiba-tiba menegakkan punggungnya dan melebar matanya.

…Sepertinya dia berusaha keras untuk tetap terbangun.

Dia mengulangi tindakan itu lagi dan lagi, tetapi tampaknya dia telah mencapai batasnya, dan kepalanya bersandar di bahuku.

(...Istirahat sebentar)

“Oke, biarkan aku memberikan bahuku padamu sebentar...”

Aku menatap langit-langit.

Saat aku mencoba memalingkan wajahku dari Kurusu, aroma harum menggelitik lubang hidungku.

Kami berdua terdiam, jadi satu-satunya suara yang terdengar di ruangan itu adalah dengungan suara AC.

Aku bisa merasakan panas tubuhnya di tubuhku, dan dengan memikirkannya saja membuat jantungku berdebar.

Malunya...kenapa aku melakukan ini?

Saat aku merasa malu dan sedikit menyesali tindakanku beberapa saat yang lalu, aku mendengar napasnya dari sampingku. Tanpa ku sadari, ternyata dia sudah tertidur.

“Nah kan benar... Kau pasti mengantuk. Dasar keras kepala.”

Aku memandangnya dari samping.

Dia tampak begitu tidak berdaya dan polos dalam tidurnya sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melihatnya.

Melihatnya seperti itu, aku secara reflek tersenyum.

“Mungkin kita lebih mirip dari yang kukira...”

Gumaman itu segera berubah menjadi keheningan.

Dan keheningan itu membuatku semakin gugup.

...Menghilanglah, nafsu duniaku.

Aku mencoba untuk tidak memikirkan semua sensasi yang dia berikan padaku.

Dan itu terus berlanjut, sampai aku tertidur.

 

 

Aku merasakan cahaya menerpa wajahku dan membuka mata.

Bersandar di dinding, aku sudah berada di posisi yang sama begitu lama hingga...setiap sendi di tubuhku terasa sakit.

Aku meregangkan tubuhku untuk meredakannya.

…Aku telah menaklukkan hawa nafsuku.

Menghabiskan malam dengan seorang gadis yang cantik adalah pengalaman yang mengujiku sebagai seorang pria.

Tapi aku merasa lega karena aku berhasil melewatinya.

Tapi rasa lega itu hanya berlangsung sementara.

Alih-alih beban di pundakku, aku merasakan kehangatan dan beban di kakiku.

“Astaga, yang benar saja...”

Aku membuka selimut dengan perlahan untuk melihat apa yang ada di baliknya.

“────?!”

Aku pun membeku di tempat.

Mau bagaimana lagi. Apa yang tampak dihadapanku adalah sosok Kurusu yang tertidur dan menggunakan kakiku sebagai bantal.

Baju tidurnya sedikit terbuka dan memperlihatkan pusarnya.

Bukan hanya itu..., yah yang jelas pemandangan ini terlalu merangsang bagi pria SMA sepertiku.

Benar-benar pemandangan yang sulit untuk dilihat.

…Bagaimana ini bisa terjadi?

Aku meraih ujung pakaiannya dan memperbaikinya agar tidak terbuka lagi.

Jika aku membangunkannya sekarang, aku yakin akan terjadi kesalahpahaman.

Untungnya, dia tertidur lelap dan sepertinya tidak akan mudah terbangun.

“Dia benar-benar ceroboh... Sungguh...”

Suara yang teredam keluar dari mulutku. Aku menarik napas dalam-dalam dan mencubit pipiku.

Aku mencoba menenangkan diri dengan cara ini──tetapi suara ‘mmm’ yang lembut darinya meruntuhkan kembali ketenanganku.

“Aku bukan bantal... Astaga, kau benar-benar tertidur dengan lelap...”


Dia tidak menunjukkan tanda kewaspadaan meskipun dia sedang berduaan dengan seorang pria.

Dia tidur nyenyak dengan ekspresi yang damai.

Aku merasa senang mengetahui betapa dia mempercayaiku, tetapi aku menjadi khawatir melihat bagaimana mudahnya dia mempercayaiku ketika kita bahkan belum saling mengenal lebih dari setahun.

Aku berharap dia akan belajar untuk sedikit lebih skeptis dan berhati-hati.

Sementara aku memikirkan hal seperti itu, Kurusu berguling dan membenamkan wajahnya di perutku seolah dia merasakan kehadiran seseorang.

Apakah ini seperti kebiasaan hewan untuk bergerak mencari tempat yang hangat.

Atau karena──dia merasa kesepian?

“...Kau tahu, aku benar-benar kebingungan sekarang.”

Tidak seperti biasanya dengan wajahnya yang tidak berekspresi, dia terlihat begitu nyaman.

Kesenjangan tampilannya itu membuatku merasa malu dan frustrasi...

Emosiku yang bercampur aduk kian melonggarkan akal sehatku.

Aku berulang kali mencubit pipiku, tapi sepertinya itu tidak akan mereda.

Tapi aku tidak akan menghentikannya hanya karena aku merasa itu tidak berhasil.

Karena tiap kali aku berhenti mencubit pipiku, perhatianku secara alami beralih ke Kurusu, dan tanpa sadar aku jadi memperhatikan tiap gerakan atau sentuhan sekecil apa pun darinya.

Aku tidak begitu menyadarinya ketika dia menggunakan seragamnya, tetapi saat ini aku dapat merasakan beban dari tubuh bagian atasnya yang terlihat lebih ramping dari kelihatannya, dan kelembutan seorang wanita darinya yang semakin terasa karena dirinya yang mengikat kakiku.

Bahkan jika aku mencoba bergerak untuk melarikan diri, aku tidak dapat melakukannya karena cengkeramannya yang begitu kuat.

Aku bisa saja menyingkir dengan paksa, tetapi ketika aku tahu kalau dia sedang kelelahan membuatku enggan untuk melakukannya.

──Jadi tolong, segeralah bangun.

Aku terus berharap, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa itu akan segera terjadi.

Setiap kali aku menghitung bilangan prima di kepalaku, melantunkan mantra Budha, dan mencoba mengalihkan pikiranku darinya, perhatianku akan selalu kembali padanya.

Kalau begini, apakah lebih baik aku rebahan saja dan tidur bersamanya?

Tetapi aku segera menghilangkan pemikiran itu karena tidak mungkin bagi kami untuk melakukannya karena hubungan kami.

Kurusu mungkin akan dengan serius mengatakan ‘Tidak apa-apa kalau itu Kaburagi-kun’ atau semacamnya, jadi lebih baik untuk tidak melakukannya. Selain itu, dia mungkin malah akan berpikir untuk harus melakukannya jika perlu sebagai latihannya.

Memikirkan semua kemungkinan itu, aku jelas tidak boleh bertindak gegabah.

…Aku berharap dirinya yang murni akan tetap murni.

Aku melihat wajah tidur Kurusu dan tersenyum.

Kulitnya yang halus dan rambutnya yang lembut hanya dengan melihatnya.

Sedikit sentuhan mungkin bukan hal yang buruk dalam situasi saat ini.

Tetapi aku tidak ingin mengkhianati kepercayaannya padaku, tidak peduli seberapa banyak akal sehatku yang sudah terkelupas.

Yah, mungkin perilaku dan kurangnya kehati-hatiannya ini disebabkan karena dia tidak menganggapku sebagai seorang pria...

Bagaimanapun juga, aku tidak mau bertindak impulsif hanya karena keraguan yang terjadi secara mendadak.

“Pokoknya, aku tidak akan menyentuhnya sampai dia bangun...”

Aku melipat tanganku ke belakang kepalaku dan menguap dengan keras.

Tolong jangan biarkan akal sehatku runtuh.

Tapi untuk saat ini──

“Kalau dia sudah bangun…aku akan memberikannya beberapa patah kata.”

 

──Beberapa saat kemudian.

Kehangatannya mencoba membuaiku untuk kembali tidur.

“...Aku mulai mengantuk. Hoamm...”

Aku mencubit pipiku, mencoba untuk tetap bangun. Tapi aku masih tidak bisa mengendalikan diriku dengan baik, dan kelopak mataku yang terasa berat ku kedip-kedipkan.

“Mn...”

Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara di dekatku────dan seketika aku pun terbangun.

“Mn─...lenganku masih terasa sakit...”

Aku merentangkan lenganku yang mati rasa.

Ini pasti karena aku telah menyilangkan tanganku begitu lama.

Peredaran darahku di tanganku mulai kembali mengalir dan rasa gatal sedikit terasa.

Dan aku terkejut ketika memegangnya.

Ketika aku berjuang dengan situasi ini,

(…Di sini kan…Eh?)

Aku mendengar suaranya, yang terdengar seperti seseorang yang mengigau.

“Selamat pagi. Bagaimana? Apakah kau sudah merasa mendingan?”

Kurusu menggosok matanya, meletakkan tangannya di dahinya, dan termenung.

Kemudian dia menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang ragu.

(Sepertinya sudah mendingan…mungkin? Tapi aku masih mengantuk sih. Setidaknya aku tidak merasa lemas lagi)

“…Oh, begitu. Bagus deh.”

Tampaknya, dia sudah baik-baik saja sekarang…

Melihat kondisinya yang sudah membaik, aku menghela napas lega.

Tapi begitu satu masalah selesai, timbul masalah lainnya.

“...Kurusu. Perlahan...”

(...Perlahan?)

Kurusu memiringkan kepalanya dengan ekspresi mengantuk di wajahnya.

Kurusu sepertinya tidak punya waktu untuk mengkhawatirkannya karena dia baru saja terbangun, tapi karena aku sudah terbangun sejak lama, aku ingin segera membereskan situasi ini.

Aku sendiri adalah seorang siswa SMA.

Meskipun aku cukup santai untuk dekat dengan gadis di sekitarku, tapi aku tetap tidak terbiasa dengan kontak fisik semacam ini.

Jadi kepalaku terasa panas, dan aku tidak tahan berada dalam situasi ini lebih lama lagi.

“Kau sedang berada di depan seorang pria, jadi tolong benahi sedikit pakaianmu. Aku senang kau begitu mempercayaiku, tapi setiap kali kau menggerakkan tubuhmu…itu terasa berbahaya…Karena semuanya…ada di depan mataku.”

(Wajahnya memerah... Kaburagi-kun, bukankah kamu terlihat canggung? Kalau dipikir-pikir lagi, waktu aku tertidur────ah)

Kurusu akhirnya menyadari berbahayanya situasi ini dan merangkak masuk ke dalam selimut.

Seketika wajahnya memerah.

Dari dalam selimut,

(Aku sudah melakukannya. Ini adalah kejahatan serius. Jika aku tidak bertanggung jawab, aku tidak bisa menunjukkan wajahku dihadapan Kaburagi-kun lagi. Aku tidak melakukan apa pun pada Kaburagi-kun, kan? Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak berani menanyakannya langsung padanya... Bagaimana kalau aku ngiler atau semacamnya?)

Aku bisa mendengar suara penyesalannya.

...Normalnya, pihak pria lah yang harusnya memikirkan apakah dia melakukan sesuatu atau tidak.

Maksudnya, bukan itu yang seharusnya kau khawatirkan.

Sejak awal, kau harusnya khawatir apakah kau tertidur dengan seorang pria atau tidak.

Yah, tapi setidaknya itu membuatku sedikit tenang.

Selimut tempat Kurusu bersembunyi terasa berguncang.

Dia pasti sedang menggeliat di dalam.

Walaupun kepalanya berada di dalam selimut, kakinya mencuat keluar dan dia menggerak-gerakkan kakinya.

Aku hanya bisa tertawa dan menghela napas.

“Sudah tidak apa-apa, jadi keluarlah. Kurusu hanya tertidur dengan nyenyak, dan kita berdua hanya bersandar satu sama lain, jadi tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan kok.”

Aku menunggunya keluar, dengan santai menunjukkan bahwa aku juga tidak melakukan apa-apa.

Namun, tidak peduli berapa banyak aku memanggilnya, dia tetap saja tidak mau keluar.

Aku tidak punya pilihan lain selain meninggalkannya sendirian, dia meringkuk dan gemetar seperti binatang kecil.

Aku tidak ingin menariknya keluar dengan paksa, dan pakaiannya jadi semakin berantakan...

Sepertinya aku hanya bisa menunggu dan melihat.

Pada akhirnya, rasa malu Kurusu mereda ketika kakak perempuanku yang sudah sadar dari mabuknya mengunjunginya di kamarku.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||   

Post a Comment

Post a Comment

close