NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Shaberanai Kurusu-san Kokoro no Naka wa Suki de Ippai V1 Epilog

Epilog

¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Pengingat:

【】: kata-kata Kurusu di tabletnya

() : suara hati orang lain yang dibaca/didengar oleh MC (Kaburagi)

 

“Bahkan jika kita ada di kelas yang berbeda, kita tetap berteman kan~!”

“Ya!”

Aku bisa mendengar mereka berbicara seperti itu saat aku berjalan di koridor.

Hari ini adalah upacara pembukaan di tahun keduaku bersekolah.

Dengan kata lain, hari ini para siswa akan mendapatkan kelas mereka yang baru.

Mungkin karena hal tersebut, aku telah melihat orang-orang saling bertukar janji seperti sebelumnya berkali-kali hari ini.

Terlihat damai, sungguh.

Aku melihat ke ruang kelas Kurusu dari koridor.

Setelah kejadian itu, mereka berdua yang sebelumnya bertengkar tampaknya menjadi lebih akur sekarang karena Kurusu telah menghentikan pertengkaran mereka.

Walaupun berbagai macam pikiran masih ada di benak mereka dan rasa dendam masih bergejolak di bawah permukaan, setidaknya suasana riang dapat terlihat di atas permukaan.

Hal-hal telah berubah menjadi lebih baik──atau begitulah nampaknya.

“Yah, itu bagus, bukan? Bahkan jika hubungan tersebut palsu, akan tetap terasa nyata jika kita menganggapnya nyata.”

Aku menggumamkan hal itu dan menghela napasku.

Bukanlah hal yang buruk jika orang-orang di kelas berusaha untuk menjaga suasana tetap ‘menyenangkan’, walaupun hal tersebut begitu rapuh dan perasaan mengganjal masih terasa di hati mereka masing-masing.

Meskipun mereka menyadari hal tersebut, mereka akan terus mempertahankannya.

Tapi begitulah kehidupan sosial, dan karena kita tidak tahu bagaimana perasaan orang lain, kita tidak punya pilihan lain selain mempercayainya.

Dan mungkin mereka bahkan tidak memikirkannya sejak awal.

Yah, terkadang lebih bahagia rasanya jika kita tidak tahu apa-apa.

Aku pergi ke UKS sambil memikirkan hal tersebut.

“Btw...hal penting apa yang dia maksud?”

Aku pergi UKS karena dipanggil oleh Kurusu.

Ketika dia mengatakan ini adalah 'pembicaraan penting', bukan panggilan seperti biasanya, rasa tegang yang aneh menghampiriku.

Awalnya aku pikir aku salah membacanya, tetapi pesan yang ada di ponselku benar-benar mengatakan hal tersebut.

Ketika aku tiba, aku melihat Kurusu sudah ada di sana dan membawa beberapa surat di tangannya.

Aku melihat sekilas isinya, tapi sepertinya itu surat dari para gadis sejak saat itu, dan Kurusu membacanya dengan seksama.

“Bagus, kan? Aku senang kau bisa berinteraksi dengan teman sekelasmu untuk terakhir kalinya.”

Aku sangat senang (...Aku tidak menyangka akan mendapatkan begitu banyak surat... Aku ingin berbicara dengan mereka lagi...)

Dia mengenali suaraku dan bereaksi seperti itu.

Dia tersenyum, meskipun senyumannya masih terlihat agak canggung, tapi bisa terlihat latihan senyumnya selama ini telah membuahkan hasil.

Dia terlihat sedikit bangga dengan senyumnya, mungkin karena dia merasakan respons positif dari orang-orang di sekitarnya.

Kurusu, yang menginginkan pendapat dariku, menatapku.

“Menurutku sudah terlihat bagus.”

Hasil dari latihanku (...Aku akan berlatih lagi, hingga memiliki senyuman yang manis seperti Kaburagi-kun...)

Kurusu menarik pipinya dan menggumamkan kata-kata ‘melatih senyum’ berkali-kali di benaknya.

Tapi…saat dia kembali menggumamkan ‘uisuki daisuki’ untuk melatih senyumnya, dia tiba-tiba seolah teringat akan sesuatu dan ekspresinya menjadi tegang.

“Ada apa, Kurusu? Apa terjadi sesuatu?”

Ada sesuatu yang ingin aku katakan pada Kaburagi-kun. Ini sangat penting (…Hal yang penting untuk dikatakan padamu)

“…Mn? Apa itu?”

Perasaan yang penting(...Aku akan menyesal jika aku tidak memberi tahunya sekarang. Aku ingin mengatakan kalau aku telah lulus dari ajarannya. Dan mengatakan kalau kita sudah setara sekarang)

“Hee...?”

Kurusu menatap lurus ke arahku.

Dia memiliki ekspresi serius di wajahnya, seolah-olah dia telah membuat semacam keputusan...

Tatapan itu mendorongku ke belakang dan suara aneh keluar dari mulutku.

…Ada apa dengannya tiba-tiba begini.

Maksudku, apa yang begitu penting...?

Aku tidak berpikir kalau dia akan menyatakan perasaanya────tidak, tidak, tidak!!

Hantaman ganda dari tatapannya yang mendadak serius dan suara dari hatinya membuat perasaanku begitu goyah.

…Tidak mungkin, kan?

Apa yang kau maksud dengan kau ingin berhenti untuk disebut sebagai muridku?

Apakah karena kau berpikir kalau seorang murid dan seorang guru tidak bisa jatuh cinta?

Tentu saja, itu akan menjelaskan mengapa dia ingin menyatakan dirinya sudah lulus...

Tunggu tunggu! Tapi untuk menyatakan perasaan, biasanya dilakukan di momen yang tepat kan, bukan yang mendadak seperti ini!?

Ah...tapi, itu mungkin saja terjadi dengan Kurusu...

Jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

Sangat kuat hingga terasa sakit, dan asam lambungku terasa seperti akan naik hingga ke tenggorokanku.

Apa yang harus aku lakukan...?

Aku selalu menghindari pengakuan cinta dari seseorang sebelumnya.

──Aku punya pacar yang merupakan seorang senior.

Aku sudah membuat aturan untuk berbohong dan menghindari mereka sebelum mereka menyatakannya.

Tapi Kurusu sudah tahu kalau aku tidak punya pacar.

Dan terlebih lagi, dia tersentuh oleh apa yang terjadi sebelumnya, lalu dia akan jatuh cinta padaku, dan dia akan memberitahuku bagaimana perasaannya...wajar saja bila itu terjadi.

…Lalu apa yang harus aku lakukan.

Tidak peduli seberapa banyak aku memikirkannya, tidak ada jalan keluar.

“H-hei, Kurusu...?”

Aku melihat ke arah Kurusu. Dan matanya terlihat sembab.

Mata yang manja dan memohon, mengingatkanku dengan Chihuahua...

Tatapannya itu tidak adil...

Aku menghela napas dan menatap wajahnya lagi.

Cara dia menatapku membuatku memutuskan──

(Tolong jadilah temanku...itu yang ingin kukatakan padanya. Tapi...ugh, ada debu yang masuk ke mataku. Aku jadi ingin meneteskan air mata)

“......”

...Hampa.

Dalam sekejap, aku merasa hampa.

Ya.

Aku mengerti. Tepat sekali.

Orang yang sangat serius seperti dirinya tidak akan tiba-tiba memutuskan untuk berkencan denganku...

Jadi kau ingin kita berteman...

Dia sudah mengatakan itu. Dia mengatakan sesuatu tentang kesetaraan...

Aku ingin mati karena merasa malu.

Aku seseorang yang bisa membaca pikiran, tapi aku merasa malu dengan kata-kata itu.

Aku memalingkan wajahku darinya dan berkata, ‘Kau tahu, Kurusu. Berteman itu tidak ada artinya jika hanya diungkapkan dengan kata-kata.’.

Apa maksudnya?

“Lihat, teman-teman sekelasmu juga sama, kan? Bahkan orang-orang yang tampaknya cocok satu sama lain bisa berakhir seperti itu. Maka dari itu aku tidak bisa berkomentar terhadap hubungan yang tidak bisa dipertahankan tanpa mengatakan ‘kita ini berteman, kan’.”

Banyak yang mengatakan kalau kita tidak akan bisa menyampaikan pesan kita kecuali kita bisa mengungkapkannya ke dalam kata-kata dengan jelas.

Orang-orang menginginkan kepastian, jadi mereka ingin merasa lega dengan mengatakannya.

Jadi...kata-kata itu murah. Bahkan jika kata-kata itu palsu.

Terlebih lagi bagiku, kata-kata itu lemah, dan hanya suara hati yang bisa mengatakan kebenaran.

Mungkin itu sebabnya aku bersikap dingin.

“Hubungan seperti itu, kau tidak perlu mengatakan apa pun untuk mengetahuinya. Yah, itu idealis.”

Kau tidak perlu mengatakan apa pun satu sama lain.

Sebuah hubungan di mana kita bisa saling mengerti satu sama lain. Itu hampir mustahil bagiku, tapi...

Saat aku memikirkan hal itu, Kurusu menulis Aku sangat menyukaimu. Aku ingin berteman denganmu dan tersenyum padaku.

Dalam hatinya, dia berkata dengan ekspresi puas di wajahnya, ‘Jika terasa lebih murah untuk mengatakannya dengan lantang, maka aku akan menuliskannya’.

“...Hahaha. Apa-apaan itu.”

Tawarannya untuk menjadi teman setengahnya terlihat seperti pengakuan cinta.

Disamping itu, bagaimana Kurusu membantahnya…

Aku pun tertawa terbahak-bahak melihatnya.

(...Jangan tertawa)

Dia juga merasa malu dengan apa yang dia tulis, dan tersipu dengan matanya yang tertunduk.

“Yap. Bisa dibilang seperti yang diharapkan dari Kurusu.”

Menanggapi jawaban singkatku itu, Kurusu tersenyum bahagia dan meringkuk di dadaku.

“...Kurusu?”

Matanya masih sembab dan dia menatapku.

Jika dilihat dari luar…maka dia akan terlihat seolah ingin menciumku.

Tetapi kenyataannya, dia hanya sedang menyembunyikan diri karena dia sangat senang memiliki seorang teman hingga dirinya hampir menangis.

Mengetahui hal ini, aku jadi tidak begitu kecewa dan menepuk punggungnya dengan lembut.

Hingga dia bisa merasa tenang, aku akan mendekapnya sebagai seorang ‘teman’.

Itulah yang aku pikirkan. Tapi, aku memutuskan untuk mengatakan satu hal lagi untuknya.

“Aku bisa saja jadi salah paham kalau begini…jadi berhati-hatilah.”

Suaraku adalah satu-satunya gema di tengah kesunyian di ruangan ini.

Dan di tengah-tengah suaraku itu, rasanya aku mendengar Kurusu mengatakan ‘suki’.

‘Suki’ yang dimaksudnya, apakah itu hanya sekedar ‘suka’ atau perasaan ‘cinta’?

Bahkan aku, yang bisa mendengar suara hati seseorang──tidak bisa memahaminya.

 

 || Previous || ToC || Next Chapter || 

0

Post a Comment



close