Chapter 3 - Gaun yang Sudah Usang karena Itu Sebuah Mahakarya
“Naskahnya sudah siap.”
Tepat satu minggu setelah kami pergi ke teater terbuka, aku menerima informasi itu dari Kotono. Setelah panggilan teleponnya, kami segera memutuskan untuk berkumpul di rumah Kasumi untuk membicarakan proses produksi filmnya.
Awalnya kami berencana untuk bertemu di restoran keluarga, tetapi kami segera mengganti rencana itu karena resiko tereksposnya Kasumi walaupun dia sudah lebih baik dalam menghilangkan auranya. Dan juga Kasumi mengatakan kalau dia merasa kesepian terus sendirian di rumahnya yang luas. Aku ingin memberitahunya untuk membatalkan saja sewanya, tetapi untuk alasan keamanan tampaknya itu tidak diijinkan. Ini situasi yang sulit.
Aku dan Kotono bertemu di stasiun yang paling dekat dengan apartemen Kasumi dan menuju ke sana bersama-sama, tapi reaksi Kotono terhadap apartemen itu, yang kupikir akan mengejutkannya, cukup mengecewakan karena reaksinya sangat lemah. Yah, pada akhirnya dia adalah seorang ojou-sama, jadi wajar saja. Apakah aku satu-satunya orang biasa di sini?, pikirku. Aku tahu itu, tapi tetap saja aku sedikit kecewa.
Berbeda dengan reaksinya saat datang, tampaknya dia lebih gugup saat Kasumi mengundangnya ke kamarnya. Jadi sepertinya bagi Kotono, kamar pribadinya lebih penting dibandingkan apartemennya yang mewah itu.
Kami pun memasuki ruang tamu dan duduk mengelilingi meja kaca.
“Maaf ya, butuh waktu yang lama bagiku untuk menyelesaikannya.”
“Tidak, tidak. Aku sendiri juga sedang mengerjakan tugas dan sebagainya. Dan terima kasih sudah ikut datang sepagi ini.”
“Sungguh. Kalau itu Miru, aku tidak akan pernah bisa membuat cerita dalam 10 hari begitu. Maksudku, bahkan jika aku punya waktu satu tahun, aku mungkin tidak akan bisa.”
Rapat produksi pun segera dimulai────namun ekspresi Kotono tiba-tibe menjadi muram.
“Sebelumnya, aku mau minta maaf.”
“Eh, ada apa memang?”
“Naskahnya, sebenarnya, baru jadi setengah jalan. Aku tidak yakin bagaimana baiknya untuk di bagian akhirnya. Jadi aku ingin kalian membacanya terlebih dahulu.”, ucap Kotono, sambil meletakkan naskahnya di depanku dan Kasumi.
Karya yang ditulis Kotono untuk kita berjudul “Selamat Pagi, Hantu”, sebuah cerita remaja tentang hantu gadis dan seorang gadis yang dapat melihat hantu dan tidak memiliki teman karena kemampuannya itu. Gadis itu bekerja sama dengan hantu yang tidak tahu bagaimana caranya untuk pergi ke surga, dan pada awalnya mereka mencarinya dengan melakukan berbagai percobaan. Namun, setelah berteman dengan hantu itu, dia menjadi enggan untuk terus bekerja sama karena dia tidak ingin kehilangan temannya. Kemudian, setelah itu, dia akhirnya menemukan cara untuknya agar bisa pergi ke surga.
“Jadi, aku akan berperan sebagai hantu dan Kotono-chan akan menjadi gadis yang tidak mempunyai teman itu.”, ucap Kasumi sambil tertawa dan menyetujuinya.
Sejujurnya, aku masih memikirkannya hingga menit terakhir apakah aku harus meminta tolong kepada Kasumi untuk berpartisipasi sebagai aktor. Tentu saja akan sangat bagus jika kita bisa membuat Kasumi memainkan peran itu, tetapi ada beberapa masalah seperti bagaimana terkenalnya dia di dunia luar dan auranya yang terlalu kuat.
Dan nyatanya, karena masalah yang terjadi saat festival sebelumnya membuat Kasumi sendiri menjadi khawatir. Tetapi ketika aku menyarankan padanya, “Memainkan peran lain bisa menjadi rehabilitasi bagimu untuk menjadi sesuatu selain ‘Miru Kasumi’ yang sudah tertanam di dalam dirimu.”, lalu dia menjawab, “Baiklah, aku ingin mencobanya.”. Sejujurnya, aku sendiri juga ingin membalaskan dendam untuk apa yang terjadi di festival, jadi aku sangat senang ketika dia menyetujuinya.
Jadi, ketika akhirnya diputuskan bahwa Kasumi akan bergabung sebagai pemeran dengan syarat menyembunyikan wajahnya, Kotono mengatakan, “Kalau begitu, jika aku memerankan peran yang satunya, kita tidak perlu mencari pemeran lainnya lagi kan?”. Dia juga memutuskan untuk bergabung sebagai pemeran, jadi kali ini kita bertiga akan melakukan syuting film bersama dari awal hingga akhir.
Aku benar-benar berhutang budi kepada Kotono karena telah menuliskan ceritanya, dan dengan kondisi akhir dimana Kotono dan Kasumi akan menjadi pemerannya, sudah sewajarnya juga bagi Kasumi untuk menyembunyikan wajahnya. Dan sepertinya perlengkapannya nanti juga tidak akan terlalu banyak menghabiskan uang.
Terlebih lagi, skrip ini sangat menarik!
“Sekali lagi, naskah yang ditulis Kotono ini benar-benar berkualitas tinggi. Aku jadi tidak sabar untuk segera memproduksinya. Yah walaupun bagian akhirnya belum diputuskan, tetapi aku yakin kita akan mendapatkan gambaran dengan sendirinya ketika proses syuting nanti. Jadi tidak apa-apa!"
“Be-benarkah?”
“Ah. Sudah lah, jangan terlihat menyesal. Itu hak pemeranmu.”
“Oke, aku juga akan menggunakan hak pemeranku!”
“Tapi…aku jadinya terlalu menyerahkan banyak hal ke penulis naskah dan aktor utamanya. Aku yang melibatkan kalian, tapi aku malah terlalu mengandalkan kalian.”
Sebenarnya, yang perlu aku lakukan hanyalah mengambil gambar dan mengeditnya. Awalnya aku merasa akan mulai mengalami banyak kesulitan nantinya, tetapi jika dipikir-pikir lagi, sepertinya aku tidak melakukan pekerjaan apapun.
“Tidak kok. Aku malah senang, bisa membantu Kashiwagi-kun melakukan apa yang kamu sukai.”
Kotono mengatakannya dengan wajah yang ceria dan melanjutkan kata-katanya dengan suara teredam.
“Selain itu, jika kamu terus melakukan ini, suatu hari aku juga...”
“Aku juga?”
Untuk sesaat, dia terlihat seperti memikirkan banyak hal, jadi aku menanyakannya balik. Tapi Kotono mengabaikannya begitu saja.
“Bukan apa-apa. Kalau begitu, kedepannya kita harus mendapat ijin dari sekolah untuk membuat film di sana!”
“Ah, kalau itu, Miru sudah menanyakannya pada sensei! Dan mereka memberikan penawaran yang bagus!”
“Maksudnya…”
“Dengan membersihkan kolam sekolah, kita bisa menggunakan ruang kelas yang kosong sesuka kita!”
Awalnya aku pikir Kasumi, yang merupakan Hantu Komunikatif, akan bisa mendapatkan ijin begitu saja dari sekolah, tapi sepertinya ijin itu bukanlah tanpa syarat. [TN: Hantu Komunikatif ini udah pernah aku singgung di LN Kurusu, intinya orang yang sangat pintar berkomunikasi, saking pintarnya orang lain sampai bilang dia hantu]
“Yah, aku belum begitu yakin sih kalau itu tawaran yang bagus atau tidak…tapi aku akan melakukannya, kalian berdua tidak perlu ikut.”
“Ah, jangan begitu. Kita semua akan melakukannya bersama-sama! Buat kenangan, buat kenangan!”
“Benar sekali, Kashiwagi-kun. Sudah terlambat untuk tidak mengajak kami.”
“…Terima kasih.”
Sungguh, aku merasa sangat diberkati dengan teman-temanku ini. Aku sangat beruntung memiliki dua teman seperti ini yang mau membantuku melakukan apa yang ku inginkan. Selama ini, pada dasarnya aku sendirian. Aku telah berpartisipasi dalam kegiatan klub sebagai pembantu, tetapi hanya sebagai orang luar di dalam tim yang sudah terbentuk. Aku tidak pernah berjalan searah dengan orang lain.
“Kalau begitu, mari kita cari hari yang cocok untuk kita dan berkumpul di sekolah nantinya!”
Mataku membara dengan kenyataan ini, lalu aku bergegas melanjutkan kata-kataku, dan mencoba menyembunyikan rasa maluku.
***
Di akhir bulan Juli, kami melewati gerbang sekolah, yang ramai dengan hiruk pikuk siswa yang mengikuti kegiatan klubnya. Kami pun berkumpul bersama dan langsung menuju ke tepi kolam renang.
“Wah, kolamnya cukup berlumpur, bukan?”
“Sepertinya sudah tidak digunakan sejak musim panas lalu. Mari kita berganti pakaian untuk bersih-bersih.”
“Benar. Pokoknya, jika kita tidak memulainya, ini tidak akan selesai...”
Jadi, meskipun kami sebenarnya ingin berbalik dari situasi yang lebih buruk dari yang kami bayangkan ini, kami pun mulai membersihkannya.
“Eh──, kenapa kalian berdua memakai pakaian yang sama?”
“Tidak, ini pakaian SMP kita.”
“Bagus, bagus, aku jadi iri〜〜”
“Begitukah? Tapi pakaian ini sangat jelek, bahkan banyak yang menyebutnya seragam penjara.”
“Kalau bisa sama dengan kalian berdua, Miru tidak apa memakai seragam penjara juga.”
“Tidak, itu jelas bukan ide yang bagus.”
Sementara Kasumi merasa iri, mata Kotono dipenuhi dengan api penolakan. Tentu saja, seperti yang diharapkan dari Kasumi, pakaian jelek ini…tidak, sepertinya jika Kasumi yang menggunakannya, masih akan terlihat bagus.
Kasumi pun lanjut membersihkan dengan menggunakan seragamnya, katanya dia tidak bisa menemukan pakaian lain di rumahnya. Dia memegang selang biru, dan dia terlihat seperti dalam iklan minuman lactobacillus (TN: Semacam Yakult kali ya).
“Uwaa”
Saat aku sedang memuja pesona Kasumi yang menyejukkan mataku, tiba-tiba aku dipeluk dari belakang.
“Eh”
“Ma-maafkan aku! Umm, lantainya licin sekali, dan jika aku bergerak sekarang, aku akan jatuh...”
Ternyata yang menabrakku dan memelukku adalah Kotono. Aku menoleh untuk melihat ke belakang, dan dari sudut mataku, aku melihat rambut hitamnya yang mengkilap berayun. Sesaat setelah aku melihatnya, aku merasakan sensasi yang aneh.
“Ah, oke. Pegangan saja padaku.”
Aku berhasil menjawab dengan tenang, tetapi sensasi lengan rampingnya yang mengencang di pinggangku membuatku merasa geli dan aneh. Satu-satunya hal yang menyelamatkanku adalah aku tidak bisa melihat wajah cantik Kotono.
“Apa sih yang kalian lakukan di sana? Sini ikut bersih-bersih sama Miru!”
Saat aku menunggu Kotono menemukan kembali keseimbangannya, sebuah suara akhirnya datang dari Kasumi, yang sedang bekerja keras di tempat yang sedikit lebih jauh dari kita.
“Wa, maaf. Kotono, apakah sudah tidak apa-apa sekarang?”
“Tidak, ini...”
“Kotono-chan, itu tidak adil! Curang ya kamu. Kamu pasti hanya ingin memeluk Ren-kun kan! Itu tidak adil! Itu khusus untuk Miru saja tahu!!”
Jadi dia menyadarinya ya. Ya, memang benar bahwa tingkah licik seperti ini memang hal yang sudah khusus dilakukan oleh Kasumi. Tapi jangan bangga dengan hal itu.
“Tentu saja tidak. Kotono berbeda dari Kasumi...”
“…Kalau memang iya, apa yang akan kamu lakukan?”
Aku mendengar suara yang teredam. Tangannya yang berada di pinggangku meremas lebih erat, dan aku merasakan sesuatu yang keras mengenai punggungku. Sepertinya itu kepala Kotono. Bagian kepalanya yang dimiringkan perlahan terasa lebih panas. [TN: Kotono mulai nih full offense.]
“…Kotono?”
Melihat penampilannya yang tidak seperti biasanya, aku────.
“Unya──!?”
“Kasumi!?”
Suara yang lucu dan aneh itu seketika membawa pikiranku kembali ke dunia nyata. Kotono, yang mungkin terkejut dengan suara Kasumi, akhirnya melepaskan tangannya dari pinggangku. Ketika aku melihat kembali ke arah Kasumi, aku melihat dia sudah berbalik dengan tangannya di lantai. Sepertinya dia terpeleset, dia tertegun dan bertumpu di lantai dengan tangan dan pantatnya.
“Kau tidak apa-apa!?”
Aku bergegas menghampirinya dan mengulurkan tanganku. Kemudian Kasumi tersenyum padaku.
“Ah──, mn. Mungkin.”, ucapnya dan dia berdiri dengan bantuanku.
“Aku tidak terluka kok, tapi seragamku basah kuyup.”
“Oh, iya. Ya sudah, tunggu saja sampai kering dan...ugh!?”
Ketika aku hendak mengatakan, “Beristirahatlah di tepi kolam renang”,
“Ah, tidak. Apa yang kamu lakukan, Kasumi-san?”
“Apa maksudmu, aku mau melepas pakaianku. Ini basah dan tidak nyaman.”
Seperti yang dia katakan, Kasumi mulai membuka pakaiannya. Tepat di hadapanku.
“Tu-tunggu!”
Aku berbalik dengan panik tepat saat kemejanya akan ditarik ke atas dadanya, dan melihat Kotono yang menatapku dengan tatapan kosong.
Astaga. Ini reflek yang normal, kan.
Aku tidak bisa berkata apa-apa, dan saat aku menggerakkan tanganku seolah-olah aku sedang mencoba beralasan, warna bunga sakura mekar di ujung pandanganku.
“Ren-kun, kamu sangat imut ketika malu begitu〜〜”
“Uwaaaaaaa!?”
Setelah mendengar suara itu, sensasi mendebarkan mengalir di punggungku. Sepertinya Kasumi, yang berdiri di belakangku, telah menyentuh punggungku dari bawah ke atas dengan jarinya.
“Fufufu. Kamu bisa melihatku kok sekarang.”
Aku melihat ke arah Kotono untuk mengkonfirmasi, dan dia mengacungkan jempol dengan tanpa berekspresi, jadi aku perlahan berbalik. Dan terlihat, Kasumi sudah mengenakan baju renang hitam putih.
“Jadi──bagaimana menurutmu? Aku terlihat cukup imut, kan〜〜”
Tidak hanya itu, dia terlihat begitu cantik. Dia memiliki kaki putih yang ramping dan paha yang terlihat sehat. Aku tahu dia pernah bekerja sebagai model gravure ketika dia masih menjadi idol, tapi sosoknya yang ramping dan terbuka ini sangatlah sempurna.
“I-iya, mungkin?”
Aku menjawabnya langsung agar tidak terdengar mencurigakan, tapi ternyata polisi Kasumi benar-benar tidak melewatkannya.
“Hmm...”
“Apaan sih.”
“Dimananya?”
“Eh”
“Kau ingin aku memberitahumu yang mana yang bagus kan?”
“I-iya, itu...”
Oke, pikirkanlah, diriku. Jika aku memberi tahunya di mana, bisakah aku mendapatkan skor yang tinggi tanpa terdengar mesum.
Berdoa kepada surga untuk meminta bantuan, aku berkonsentrasi untuk mengalihkan perhatianku dari Kasumi yang berada di depanku, dan berusaha keras untuk memikirkan jawabannya.
“Um, Ren-kun?”
“......”
Apakah desain baju renangnya? Tapi mungkin nanti dia akan marah kalau aku tidak menganggap dirinya imut.
“Yah, kamu tahu, maksudku, kamu terlalu serius melihatnya.”
“.........”
“Yah, aku tau aku imut, tapi…ah mou, sudah! Hentikan! Jangan menatapku lagi!”
“Eh”
Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sepertinya aku terselamatkan.
Kasumi meringkuk di tempat sambil bergumam, “Tunggu, ini benar-benar berbeda dari saat pemotretan…”, dan dia menatapku dengan mata berkaca-kaca.
“Aku tidak mau kamu melihatnya lagi karena ini memalukan. Tapi aku ingin tahu apa pendapatmu.”
“…K-Kau terlihat sangat imut.”
“Mn. Kalau begitu baguslah.”
Kasumi kemudian berdiri dan kembali membersihkan, dengan hanya mengenakan kemeja putih yang sedikit basah. Meskipun area terbukanya berkurang, dia masih mengenakan baju renang di bawahnya, yang sebelumnya mendebarkan bagi kami berdua.
“Maksudku, kenapa kau memakai baju renang di balik seragammu?”
“Karena sensei bilang kita bisa bermain di kolam renang setelah kita membersihkannya. Rasanya sudah aku beritahu di grup LIME kemaren, tapi...eh, bentar. Apa aku hanya memberitahukannya ke Kotono-chan?”
“Kamu menghubungiku secara pribadi, bukan?”
“Eh, seriusan? Maafkan aku ya Ren-kun. Tapi kamu tetap bisa menggunakan pakaian itu kan dan ikut bersenang-senang dengan kita.”
Tidak, aku tidak begitu ingin melakukannya sih. Bahkan walaupun dia terlihat menyesal, aku juga tidak berniat memakai pakaian renang sejak awal.
Tapi kemudian, aku memikirkan──────.
“Mou, tolong jangan menatapku diam-diam!”
“Kamu juga memakainya kan, Kotono-chan? Warna apa yang akhirnya kamu pakai?”
“Aku tidak akan melepasnya! Pokoknya tidak mau!”
“Yosh, aku akan menyiramkan air padamu.”
“Kasumi-san!?”
“Miru malu kalo hanya begini sendiri tahu! Jadi aku akan membawamu juga!”
“Tadi malam kamu bilang kamu tidak akan malu memakai baju renang karena kamu sudah biasa melakukan pemotretan!”
“Aku tidak menyangka rasanya akan seperti ini jika orang yang berbeda melihatnya!”
“Astaga! Kamu tahu tidak sih berapa puluhan ribu copy photobookmu yang sudah terjual? Setidaknya sudah dua digit jutaan orang yang melihat pakaian renangmu, jadi jangan coba-coba membawaku bersamamu!”
Kedua gadis itu tampaknya sudah mulai bermain kejar-kejaran dengan selang air. Mereka tampaknya sudah makin akrab satu sama lain.
Kotono, yang awalnya terlihat sangat gugup, tampaknya mulai dapat berbicara secara normal dengan Kasumi, sehingga mereka sekarang sudah nampak lebih seperti teman sekelas dibandingkan idol dan fansnya. Aku pun kembali ke pekerjaanku sendirian, tersenyum melihat mereka berdua.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Kotono, yang telah ditangkap oleh Kasumi, telah mengganti pakaiannya menjadi pakaian renang terusan berwarna hitam dan kembali ikut membersihkan kolamnya. Baju renang, dengan tali pita di bahunya, terlihat sangat cocok dengan persona polos Kotono. Meskipun pakaiannya tampak sederhana, namun seperti yang telah dipuji oleh Kasumi, penampilannya sangat luar biasa sehingga aku tergoda untuk menanyakan mengapa dia tidak pernah mencoba untuk menjadi model foto gravure.
Khawatir bahwa aku mungkin akan dibunuh jika teman sekelasku melihatku dalam situasi seperti ini, kami pun segera menyelesaikan tugas bersih-bersihnya dengan seksama dan pulang ke rumah setelah bermain dengan pistol air dan pelampung yang telah dibawa Kasumi.
Aku tidak akan pernah melupakan rasa es serut dari minimarket yang kami makan bersama dalam perjalanan pulang.
***
Tanggal 1 Agustus, di ruang kelas kosong yang telah berhasil kita dapatkan ijinnya, Kasumi mengucapkan dialognya dalam balutan gaun terusan dan topeng putih bersih yang menutupi mata dan hidungnya, yang dipersiapkan sebagai kostum untuk perannya sebagai hantu.
Pembuatan filmnya, yang dimulai sesegera mungkin, tidak berjalan semulus yang kita bayangkan, dan aku pun mengalami kesulitan.
“Aku ingin kau mengucapkan dialognya dengan sedikit lebih pelan.”
“’Karena tidak ada seorang pun yang bisa melihatku’.”
“Ah──...entah rasanya kurang pas.”
Ada dua masalah yang terjadi. Yang pertama adalah aku bukanlah sutradara yang cukup kompeten. Aku memiliki visi di kepalaku, tetapi itu bukan berarti aku memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk mengungkapkannya secara verbal. Karena itu, aku beberapa kali melakukan hal buruk seperti terus mengatkan “ada sesuatu yang kurang pas” dan tidak bisa memberikan arahan yang tepat. Aku menyadari hal ini.
Bahkan dalam situasi seperti ini, mereka tetap berusaha yang terbaik untuk memainkan peran mereka, tetapi ada masalah lainnya lagi.
“Kasumi, auramu terlalu kuat.”
“Auraku? Tadi kamu bilang gerakanku terlalu mencolok dan aku sudah berusaha mati-matian untuk tidak menjadi apa-apa!”
Inilah masalah yang kedua, aura dari Kasumi terlalu kuat. Setelah bertahun-tahun bekerja di industri hiburan, dia telah belajar bagaimana berperilaku dengan cara yang membuatnya terlihat sangat menonjol, dan sebagai hasilnya dia begitu menonjol di setiap adegannya.
Hal tersebut bukanlah keterampilan seorang aktor, melainkan keterampilan uniknya sebagai seorang idol, untuk menjadi yang terbaik di mana saja. Dan karena ini, Kasumi tidak bisa menjadi sosok hantu gadis itu dan tetap muncul di layar sebagai ‘Miru Kasumi’. Dalam hal memainkan perannya, Kotono jauh lebih baik.
Tentu saja, ini akan baik-baik saja jika memainkan peran utamanya, tapi dalam kasus ini, dia berperan sebagai hantu yang wajahnya disembunyikan, yang dimana, transparasi dan kerapuhannya adalah pesona utama dari peran itu. Jadi ini benar-benar tidak mudah.
“Maksudku, jika ini terus dibiarkan, kau hanya akan menjadi Miru Kasumi yang memainkan peran hantu. Padahal aku inginnya kamu berperan menjadi hantu yang ceria tapi terlihat kesepian dan seolah akan menghilang.”
“Ugh, kamu benar. Peranku sebagai hantu tampaknya sama sekali tidak menampakkan bahwa aku akan menghilang.”
“Benar kan. Alih-alih memudar, kau justru terlihat penuh vitalitas, seolah seperti hendak meraih bintang-bintang.”
“Aku juga bisa melihatnya.”
“Kamu juga? Apakah separah itu kelihatannya!?”, ucap Kasumi dan dia menatap tajam ke layar seolah-olah mencoba untuk mengkonfirmasi sesuatu.
“...Aku, sungguh, hanya bisa menjadi seorang idol kan.”
Dia tampak sedih dibandingkan frustasi. Seolah-olah dia menyesali keterikatannya sebagai idol yang masih tersisa di dalam dirinya, yang mana sudah dia putuskan untuk ditinggalkan.
Dalam perjalanan pulang hari itu. Setelah aku meninggalkan Kotono, Kasumi mengikutiku dan mengatakan kalau dia mau mampir ke minimarket.
“Kamu tahu, ‘Miru Kasumi’, mahakaryaku.”
“...Eh?”
“Ren-kun benar. Kamu sudah bilang padaku kalau memainkan peran lain akan menjadi rehabilitasiku untuk menjadi sesuatu yang lain selain ‘Miru Kasumi’, iya kan?”
Sambil mengatakannya, Kasumi menendang batu yang ada di pinggir jalan dengan kuat.
“Aku takut. Aku ingin menjadi diriku sendiri, tetapi aku sudah terlalu menyatu dengan pribadi ‘Miru Kasumi’ku, aku tidak bisa mengupasnya dengan benar.”
Kemudian, dengan ekspresi yang gelap, dia melanjutkan.
“Itu sebagian masalahnya, tapi selebihnya menurutku karena aku merasa cemas saja. Di festival budaya waktu itu, adalah pertama kalinya aku bisa sukses menjadi sesuatu selain ‘Miru Kasumi’. Aku mencoba untuk keluar dari metode yang memiliki peluang keberhasilan terbaik.”
“Mencoba keluar, huh?”
“Yah, misalnya, walaupun aktingku tidak begitu bagus, orang-orang yang datang untuk menonton akan tetap puas karena sudah melihat Miru Kasumi, kan? Itu caraku melewati berbagai macam drama yang aku perankan ketika aku masih menjadi idol.”
Setelah mendengarnya, aku pun mengerti. Aku sudah lama berpikir kalau Kasumi mengandalkan ingatannya dari masa idolnya yang dimana ‘Miru Kasumi’ berhasil karena sudah diterima oleh banyak orang. Jadi, dia selalu berpikir bahwa itulah cara yang terbaik, dan bahkan jika dia mencoba untuk keluar dari cara itu, secara tidak sadar dia akan mengkoreksi dirinya sendiri karena merasa cemas.
Aku yakin ini kasus yang sama denganku meskipun ada di level yang berbeda, yaitu ketika aku berpura-pura dan selalu melakukan semuanya dengan tidak serius, dan hanya menambah teman di LIME melalui koneksi yang dangkal. Sangat mudah untuk menjadi seseorang yang diinginkan, tetapi itu sangat menyakitkan.
“Aku harus membuang gaun usang ini sesegera mungkin...” [TN: Gaun disini itu maksudnya “persona” Miru Kasumi yang dia bahas itu.]
Kasumi mengatakannya, dan menatap ke kejauhan. Kasumi yang dulu tidak akan pernah mengatakan ini padaku. Aku yakin dia bisa mengatakannya kepadaku sekarang karena menurutnya kita akan bisa mengatasi ini bersama-sama.
“Aku akan memikirkannya juga. Aku akan mempelajari cara memberikan arahan agar Kasumi bisa memahami perannya dengan lebih mudah.”
“Yap, benar sekali itu. Ren-kun tidak pandai memberikan arahan. Aku akan memberi tahumu nanti buku apa yang Miru direkomendasikan. Terakado-san benar-benar pandai memberikan arahan, kan?”
“Astaga, siapa lagi itu Terakado-san?”
“Sutradara drama yang aku perankan sebelumnya?”
“Bagaimana bisa kau membandingkanku dengan seorang profesional sejati seperti itu!?”
“Waa, Ren-kun marah!”
Kasumi mengatakannya sambil tertawa dan berlari dalam garis lurus di sepanjang jalan menuju minimarket. Saat aku mengejarnya, aku berpikir tentang sesuatu yang melekat di benakku ketika kami saling berbicara sebelumnya.
Kasumi bilang bahwa festival budaya kemaren adalah pertama kalinya ia berhasil dengan baik di luar personanya sebagai Miru Kasumi. Namun, meskipun ia telah berkecimpung di industri hiburan sejak kecil, ia baru menjadi idol sejak berusia 12 tahun.
Disamping itu, meskipun ia sudah memulai karirnya sebagai aktris cilik, mengapa ia memutuskan untuk menjadi idol?
Catatan Penerjemah:
Sepertinya aku harus balik memberikan penjelasan untuk chapter ini, karena di bagian terakhir pasti sedikit membingungkan. Jadi maksud percakapan di bagian terakhir antara Miru dan Ren itu intinya tentang bagaimana Miru bisa melepas persona idolnya, persona Miru Kasuminya. Nah, hal yang buat aku bingung juga, persona idolnya Kasumi di volume sebelumnya kan disebut persona “Miruffy”nya ya, sementara persona “Miru Kasumi” itu persona dirinya sendiri yang pengen dia raih.
“Ada orang yang menyukai Mirufy, tapi tidak ada siapa pun yang menerima Miru Kasumi. Karena Miru yang asli sangatlah kacau. Dia tidak bisa akrab dengan orang-orang disekitarnya, dia membuat masalah dan orang-orang membencinya. Jadi, aku berusaha untuk tidak melihatnya dengan fokus ke dalam rutinitas idolku.”, itu salah satu dialog Miru di chapter 9 vol 1, terlihat kan persona idol itu persona “Mirufy”nya, sementara persona “Miru Kasumi” itu persona aslinya.
Makanya aku bingung kenapa disini malah dia pengen melepas persona “Miru Kasumi”nya, yang di vol ini dianggap sebagai persona idolnya. Aku gatau ini memang authornya yang tidak konsisten, atau keterbatasanku sebagai kang TL yang cuma modal MTL hiks…
Aku disini berusaha menjelaskan karena menurutku, aspek penting atau bahkan plot utamanya kan memang di perkembangan karakter Mirunya, yang pengen merubah personanya dia dari idol jadi gadis biasa. Jadi ya, itu saja sih~ Terima kasih yang sudah setia mengikuti series ini ^^
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment