-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 5 Chapter 2

Chapter 2 - Malam Ujian Hidup Bersama

Mereka berdua pun menghabiskan bento karakter yang telah dihidangkan, setelah itu.

    “Oke, menang lagi.”

    “Nnnaaaaaahhh!”

Teriakan putus asa Koyuki menggema di seluruh kediaman keluarga Sasahara. Di layar TV itu, terlihat karakter Naoya yang telah memenangkan suatu pertandingan. Di sampingnya, terlihat karakter Koyuki yang terbaring dan memalingkan wajahnya.

Koyuki memelototi Naoya yang duduk di sebelahnya. Tatapannya tajam seperti Medusa, namun matanya berkaca-kaca. Tetapi hal tersebut tampaknya tidak cukup untuk menundukkan Naoya.

    “Apa-apaan itu!? Kamu pasti curang!”

    “Loh, itu sesuai aturan ya. Oke, sesuai kesepakatan sebelumnya, karena best of 3 maka satu kekalahan lagi dan Koyuki yang akan membersihkan bak mandinya.”

    “Tidak, pokoknya itu tidak akan terjadi. Karena setelah ini…aku pasti yang akan menang!”

Koyuki menggertakan giginya dengan seluruh semangat juang yang bisa ia kerahkan.

Tidak ada suasana asam-manis pengalaman tinggal bersama di sana, hanya ada semangat juang pantang menyerah yang menggema di seluruh ruangan. Naoya pun diam-diam menundukkan kepalanya, walaupun ia sedikit kecewa karena ternyata ini tidak ada bedanya dengan kencan seperti biasa.

    Yah… Setidaknya aku bisa menahannya untuk sementara waktu.

Bento karakter yang ia sajikan untuk makan siang sebelumnya tidak hanya dipuji karena penampilannya, tapi juga karena rasanya. Koyuki mengunyahnya dan memakannya secara perlahan-lahan, dan akhirnya dia yang mencuci semua peralatan makannya. Suara air yang berasal dari tempat cuci piring dan suara senandung Koyuki, mendengar semua itu dari balik punggungnya membuat Naoya menutupi wajahnya dan bergumam,

    “Sulit sekali ini…”

    “Ada apa?”

Koyuki hanya tertegun, tapi bagi Naoya itu adalah situasi hidup dan mati.

    Kita benar-benar seperti pengantin baru sekarang! Tidak mungkin aku bisa bertahan dari situasi yang sangat menyenangkan seperti ini, bukan!?

Dan ini masih berlangsung hingga keesokan hari.

Meskipun dirinya tahu bahwa dia tidak boleh menyentuhnya, tetap saja dia tidak bisa menahan perasaan sedihnya. Jadi, ia pun membuat rencana.

    “Yosh, Koyuki. Karena kita senggang, ayo bermain game denganku.”

    “Haa? Itu yang aku benci dari anak laki-laki. Seharusnya kamu sudah berhenti bermain game di sekolah dasar, tahu.”

    “Ah, benar juga ya. Pasti itu agak sulit bagi Koyuki. Ya sudah, kalau begitu kita main yang lain──”

    “Oke, ayo kita main game saja! Aku tidak peduli kalau kamu akan memohon ampun padaku nantinya!”

Maka, sudah diputuskan bahwa mereka akan menggelar sebuah kompetisi.

Karena Koyuki sudah emosi, suasana manis pun menghilang, sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh Naoya.

Pertandingan berikutnya pun dimulai kembali. Masing-masing karakter yang dikendalikan oleh mereka bergerak melintasi layar ke segala arah. Sambil menggoyang-goyangkan controllernya, Koyuki menjulurkan lidahnya karena emosi yang sudah memenuhi dirinya.

    “Ayolah, tunduk padaku! Bukannya seharusnya kamu mengalah padaku?”

    “Kalau aku bermain tidak serius, Koyuki pasti tidak terima kan.”

    “Tentu saja! Kalau kamu menganggap remeh diriku, ini tidak akan menjadi pertandingan yang nyata!”

    “Oke, kalau begitu aku akan mengerahkan segalanya juga. Aku akan menggunakan special item yang aku dapatkan sebelumnya. Nih.”

    “Tidakkkkk!?”

Teriakan Koyuki menggema, dan seketika itu juga hasil pertandingan pun telah dapat ditentukan. Dengan begitu, Naoya akhirnya telah memenangkan ketiga pertandingannya.

Koyuki terlihat sangat terpukul untuk sementara waktu, namun tidak lama kemudian dia memalingkan wajahnya dari layar dan membusungkan dadanya.

    “Hmph. Bermain game dengan Naoya-kun yang memiliki kemampuan khusus memang sudah salah sejak awal. Jadi aku sama sekali tidak menyesalinya.”

    “Yah, tentu saja, tapi itu kalau kita memainkan game strategi perang. Kalau ini kan hanya game keterampilan biasa.”

    “Aku pasti akan mengalahkanmu lain kali, tunggu dan lihat saja nanti!”

Gertakan Koyuki tidak bertahan lama, dan dia langsung menyatakan perang.

Dia hanya duduk sambil menggerutu.

    “Ya Tuhan, yang kalah harus membersihkan bak mandi. Oke, akan aku lakukan.”

    “Yah, maaf ya jadi membuatmu melakukannya.”

    “Ugh...hanya di saat seperti ini saja aku akan melakukannya.”

Koyuki pun langsung meninggalkannya dan menuju ke kamar mandi. Tampaknya dia sudah hafal dengan tata letak ruangan di kediaman keluarga Sasahara.

Naoya melihatnya pergi dan menghela napasnya.

    “Fyuh… Dua puluh jam lagi…”

Liburan musim gugur tetap berjalan santai seperti biasanya, tetapi waktu akan segera berlalu. Jika hanya bersantai seperti ini, esok hari pasti akan segera tiba.

Tepat ketika Naoya bersantai setelah merasa semua berjalan sesuai dengan rencananya──.

    “Hummhummhumm~

Dia mendengar suara pancuran air dan senandung Koyuki dari kamar mandi. Kedengarannya seperti background music dari game yang baru saja mereka mainkan sebelumnya. Tampaknya dia tetap menikmati permainannya meskipun mengalami kekalahan telak.

Meskipun begitu──,

    Ini…entah mengapa rasanya tidak seperti dia sedang membersihkan bak mandinya, tapi sedang mandi di sana, bukan…?

Ada jarak tertentu di antara mereka, dan pintu ke ruang tamu pun tertutup.

Seharusnya begitu, tetapi tetap saja telinga jahat Naoya mendengar semua itu.

    “...Bukankah ini lebih buruk dibanding sebelumnya?”

Tentu saja, apa yang terlintas dalam benaknya saat ini adalah Koyuki dengan segala pesonanya.

Pipinya yang memerah, tetesan air yang mengalir melalui kulitnya yang lembut, melewati belahan dada dan pantatnya yang kencang…imajinasi itu diputar berulang-ulang di otaknya dengan sangat realistis. [TN: Astaga…ngelamun jorok]

    “Uhug...!”

Sungguh serangan kritikal yang komplit bagi Naoya. Naoya terkapar dan memegang dadanya karena detak jantungnya yang begitu kencang. Seharusnya dia tahu kalau ini semua akan terjadi jika ia memintanya untuk membersihkan bak mandi.

    Terbayang-bayang, dan tenggelam karena rencanaku sendiri…!

Naoya tidak bisa menjaga ketenangannya jika dirinya takluk dengan rencananya sendiri.

Sementara itu, dia masih bisa mendengar suara pancuran air dan senandung Koyuki yang tidak selaras──.

    Sial, mending cari udara segar dan mendinginkan kepalaku.”

Tepat saat Naoya hendak bangun, bel rumah berbunyi.

Kemudian, bel itu dibunyikan secara terus-menerus.

    “Iya, iya, aku ke sana!

Naoya bergegas menuju pintu depan seolah-olah terburu-buru oleh suara itu. Dia bahkan tidak repot-repot memeriksa kamera interkomnya. Ia lalu membuka pintu rumahnya dan menyapa tamu yang datang tersebut dengan senyuman.

    Terima kasih, Yui. Kau telah menyelamatkan hidupku.

    “Ehh, Kenapa?

Yui memiringkan kepalanya, dan masih mengulurkan jari telunjuknya ke bel kediaman Sasahara.

Tidak mungkin bagi Naoya untuk mengatakan bahwa masalah hidup-matinya telah diselamatkan oleh tamu yang tiba-tiba datang itu.

Kemudian seorang gadis kecil muncul dari belakang punggung Yui.

    Naoya onii-chan, halo!

    “Iya, halo. Lama tidak ketemu, Yuna.

Dia adalah adik Yui, yang beberapa waktu sebelumnya bertengkar dengan Koyuki karena memperebutkan Naoya. Yuna menyapa Naoya dengan tersenyum dan kemudian memeluk Naoya erat-erat di pinggangnya.

Dia dan Koyuki sekarang sudah memiliki ikatan persahabatan yang erat dan dia seharusnya sudah merelakan Naoya, namun tetap saja…dengan karakteristik polos seorang anak kecil, kedekatannya dengan Naoya masih tetap sama seperti sebelumnya.

Dia memberikan Naoya senyum yang berbinar-binar dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan polos kepadanya.

    Bagaimana dengan Koyuki-chan sejak saat itu? Apakah kalian sekarang semakin mesra?

    Tentu saja kami saling mencintai dan mesra. Sangat mesra sehingga anak kecil tidak boleh mendengarnya.

    Aaah, tidak mau! Katakan padaku, katakan padaku!

Semangat Yuna meningkat dengan cepat. Tampaknya berbicara tentang cinta sedang menjadi tren di kalangan anak perempuan sekolah dasar saat ini.

Yui pun meraih adiknya dan menariknya menjauh dari Naoya.

    Heii, Yuna. Kamu tidak boleh menanyakan hal-hal semacam itu. Kamu tahu tidak sih apa yang kamu bicarakan.

    Ta-ta-tapi... aku penasaran, tahu. Yui onee-chan tidak akan menceritakanku bagaimana mesranya onee-chan dengan Tatsumi onii-chan.”

    Bagaimana bisa aku menceritakannya dengan seorang adik perempuan di sekolah dasar... itu normal.

    Terakhir kali mereka berdua pergi ke pertunjukan kembang api dan karena bakiak Yui patah, Tatsumi harus menggendongnya di punggungnya saat perjalanan pulang.

    Naoyaa!? Aku tidak peduli bagaimana kamu mengetahuinya…tapi tidak perlu disebutkan juga, kan!?”

    “Woahhh! Itu seperti yang ada di manga-manga shoujo!

Yuna menatap kakaknya yang sedang menjalani masa muda yang gemilang. Yui dan Tatsumi tidak pernah berbicara dengan Naoya tentang hubungan mereka, tetapi karena mereka saling bertemu hampir setiap hari, Naoya jadi tahu segalanya.

     “Ya Tuhan...dah, nih. Ambil saja.

Yui memegang pelipisnya dan mengulurkan kantong kertas di tangannya. Di dalamnya terdapat ubi jalar dalam jumlah banyak. Bentuknya tidak beraturan, tetapi kulitnya berwarna cerah.

    Mereka sudah tiba dari pedesaan, jadi aku membagikannya lagi denganmu tahun ini. Apakah bibi dan paman di rumah?

    Keduanya sedang tidak ada di rumah hari ini. Aku akan memberitahu mereka nanti.

    “Mereka masih saja sibuk ya seperti biasa.”, ujar Yuna dengan senyum yang masam.

Dia mengenal orang tua Naoya selama lebih dari sepuluh tahun karena keluarga mereka akrab. Dia tahu betapa uniknya Housuke dan sudah tidak heran lagi jika ia jarang di rumah.

Sementara mereka membicarakan hal tersebut, mata Yuna berbinar dan menempel pada Naoya lagi.

    Jadi, Naoya onii-chan, apakah kamu senggang hari ini? Kalau begitu, mari bermain denganku dan yang lainnya! Ellis juga akan datang hari ini!

    “Ah, kedengarannya menyenangkan.

Yui mengangguk dan tersenyum jahat.

    Kami juga ingin membicarakan tentang event besar bulan depan nanti. Jadi kalau kamu senggang, datang saja.

    “Undangan yang menggoda sih, tapi...

Naoya menggaruk pipinya dan melirik ke belakangnya.

    “Aku tidak bisa melakukannya hari ini. Sedang ada urusan yang penting.

    “Loh, ada apa?

Yuna pun memiringkan kepalanya, dan tepat pada waktunya.

    Hei, Naoya-kun!

Langkah kaki datang dari belakang rumah, dan Koyuki muncul tak lama kemudian.

Lengan bajunya digulung ke atas dan rambutnya dikuncir ke belakang, mungkin untuk memudahkannya dalam bersih-bersih. Di satu tangannya ia memegang semprotan deterjen pembersih. Ketika dia melihat Naoya, dia mengangkat wajahnya──.

    “Aku kehabisan deterjen pembersih. Kalau kamu mau membiarkan orang lain membersihkannya, seharusnya dipersiapkan lebih dulu…ah.”

    “…Koyuki-chan?

    “Eh…Yui-chan dan Yuna-chan!?

Reaksi mereka begitu indah dan diluar ekspetasi.

Natsume bersaudara pun saling memandang, sementara Koyuki membeku.

Kemudian Yui meletakkan tangannya di pipinya dan berkata dengan jahil.

    “Membersihkan bak mandi di rumah pacar kita ketika orang tuanya kita tidak ada di rumah...? Kapan kalian berdua bisa sampai sejauh itu?

    “Bu-bukan begitu! Ini karena aku kalah saat bermain game!

Wajah Koyuki seketika menjadi merah dan menyangkalnya.

Tampaknya dia menyadari bagaimana dia terlihat oleh orang lain. Benar-benar perkembangan yang tampak sangat mencurigakan.

Di sisi lain, Yuna kecil menertawakan Koyuki dengan polosnya terus-menerus.

    “Begitu ya... Koyuki onee-chan dan Naoya onii-chan sudah menikah?”

    “Menikah?”

    “Soalnya, tidak mungkin kan Koyuki onee-chan akan membersihkan bak mandinya kalau tidak?”

Yuna tampak begitu peka, sementara Naoya hanya bisa menatap ke arah langit kelabu.  Bahkan dari mata Yuna yang polos, sudah jelas bahwa mereka terlihat seperti pengantin baru.

Setelah itu, Yui dengan perlahan menggelengkan kepalanya pada adiknya.

    “Tidak, Yuna. Pernikahan masih agak jauh.”

    “Oke deh. Kalau begitu, undang Yuna ke pesta pernikahannya ya nanti, aku akan mengenakan gaun yang sangat cantik!”

    “Tidak, kita tidak sedang berencana melangsungkan acara pernikahan! Apa yang kamu bicarakan, Yuna!”

    “Yah, aku dengar akhir-akhir ini banyak keluarga yang mengadakan acara pernikahan. Menurutku itu ide yang bagus! Kalau begitu, tunjukkan fotonya nanti ya, Koyuki onee-chan!”

    “Kok kamu bisa sampai tahu segitunya sih...! Jangan mengatakannya sambil tersenyum lebar begitu!”

Wajah Koyuki telah melewati tahap gurita yang mendidih dan semerah magma. Jika dia terus meneriakkan tanggapannya, dia mungkin akan pingsan karena kekurangan oksigen. Oleh karena itu, Naoya pun segera meluruskan keadaannya.

    “Sebenarnya, Koyuki seharusnya menginap di sini hari ini.”

    “Apa...?”

    “Tunggu, tunggu, Naoya-kun!?”

Yui tampak bingung dan Koyuki menjadi panik.

Naoya tidak mempedulikannya dan mencoba merangkum apa yang sebenarnya sedang terjadi. Pada saat Koyuki akhirnya tersadar dan memegang kerah baju Naoya, seolah seperti sudah menebak hal yang akan terjadi, Naoya sudah menyelesaikan penjelasannya.

Koyuki pun mengguncang Naoya dengan keras,

    “Mengapa kamu dengan mudahnya mengatakannya? Kenapa kamu begitu bodoh!?”

    “Karena kalau kau berbohong, pasti nanti akan disalahpahami... Maka lebih baik berbicara terus terang saja.”

    “Ugh... bagaimanapun juga, aku pikir tidak akan berakhir baik!”

Koyuki pun cemberut menggembungkan pipinya seolah-olah mulutnya seperti dipenuhi dengan acar plum. Sementara itu Yui meletakkan tangannya di dagunya dan mengatakan,

    “Oh, begitu ya... Jadi ini untuk meyakinkan kakeknya Koyuki... Kalian berdua masih saja berada dua-tiga langkah didepan pasangan lainnya. Orang biasa sepertiku tidak akan bisa mengikutinya, jadi aku sangat mengagumi kalian.”

    “Hahaha. Terima kasih banyak pujiannya, Yui.”

    “Aku yakin Naoya-kun sebenarnya 100% mengerti…dia itu sedang sarkas, tahu.”

Koyuki menatap Naoya dengan tatapan serius di matanya. Dan setelah menatap kakak-kakak yang ada disekitarnya, Yuna memiringkan kepalanya sedikit.

    “Koyuki-chan, apakah kamu menginap di rumah Naoya onii-chan hari ini?”

    “Yap, benar. Jadi, kita bukannya sudah menikah atau apa pun itu, kamu mengerti kan?”

    “Iya aku mengerti kok, umm, tapi...”

Koyuki kembali memberi pengertian pada Yuna, dan dia terlihat mulai mengerti. Tetapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan gelisah dan menatap Naoya dengan cemas.

    “Tidak ada yang lainnya di rumah, kan? Apakah kamu dan Koyuki akan baik-baik saja berdua?”

    “Heee?”

    “Eh...?”

Darah Naoya pun tiba-tiba terkuras dari pembuluh darahnya, sementara Koyuki di sampingnya hanya menatap dengan kosong. Ia perlahan-lahan menatap langit kelabu dan menutupi wajahnya.

    “Sungguh...aku tidak menyadarinya.”

    “Jangan hanya bergumam sendiri, Naoya-kun. Dan Yuna-chan, ada apa memangnya?”

    “Malam ini kan bakal ada badai besar yang datang. Tadi aku lihat itu di TV.”

    “Heee”

Koyuki memutar matanya. Sementara Yui, sambil terlihat khawatir, menambahkan,

    “Oh iya. Katanya badainya berubah arah secara tiba-tiba dan ada kemungkinan bakal terjadi pemadaman listrik.”

    “Eeeeee!?”

Di bawah langit yang mendung, suara Koyuki bergema. Angin yang bertiup melalui kulit terasa lembap, dan bau tanah tercium. Sepertinya hujan akan segera tiba. Yui mengangkat bahu pada Naoya dan Koyuki yang sedang tertegun.

    “Kalian berdua tidak tahu ya. Apakah kalian tidak menonton TV atau semacamnya?”

    “Tidak, aku kemaren terlalu fokus membuat bento karakter...”

    “Aku juga sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menginap...”

    “Hahaha. Kalian berdua benar-benar menjadi ceroboh kalau sudah terlibat satu sama lain.”

Yui terkikik melihat mereka dan tak satu pun dari mereka yang bisa membantahnya.

Normalnya, Naoya bisa memprediksi cuaca bahkan tanpa melihat ramalan cuaca, tetapi hari ini dia tidak punya waktu untuk memperhatikan hal-hal tersebut. Yui, yang juga khawatir dengan kedua pasangan yang terdiam itu, memberikan sarannya sambil tersenyum.

    “Kalau khawatir, kenapa kamu tidak pulang saja, Koyuki-chan? Atau bagaimana kalau kalian berdua menginap di tempatku? Aku pikir itu akan lebih aman.”

    “Yah... bisa saja begitu sih.”

Koyuki meletakkan tangannya di dagunya dan berpikir sejenak dengan wajah yang tampak serius. Menginap di luar saat terjadi badai, sudah seharusnya bagi dirinya untuk merasa cemas. Tetapi kemudian Koyuki mengangguk perlahan-lahan, dan terlihat ada tekad kuat di matanya.

Setelah menggelengkan kepalanya, dia memberitahu Yui dengan tegas,

    “Walaupun itu tawaran yang menggiurkan, tapi maaf aku akan menolaknya. Karena ini adalah kesempatan langka.”

    “Oho, Koyuki-chan, kamu sangat berani. Jadi mau ada badai atau tidak, tidak ada yang bisa mengganggu acara menginapmu bersama pacar kesayanganmu…begitu kan?”

    “Tidak, tidak! Bukan begitu maksudku!”

Ekspresi seriusnya tidak bertahan lama, dan Koyuki mulai terlihat kebingungan. Seolah sudah mengerti apa yang dipirkan oleh Koyuki, Naoya pun menambahkan,

    “Jika aku tidak hanya menahan diri untuk tidak menyentuhnya, tetapi juga melindungi Koyuki dalam badai...maka Ojii-san pasti mau tidak mau akan menerimaku. Ini adalah ujian yang harus bisa aku atasi.”

    “Hoo, begitu ya. Berani melompat ke dalam bahaya untuk membuktikan perasaan cinta pacarmu...kamu benar-benar wanita yang penuh gairah, Koyuki-chan!”

    “Yui-chan, kamu sengaja melakukannya, bukan…?”

Koyuki memberikan acungan jempol kepada Yui dan memberinya pujian.

    “Meskipun aku berkata begitu... Apakah menurutmu Naoya-kun akan baik-baik saja?”

    “Aman kok sepertinya. Soalnya persediaan darurat baru saja diperbarui.”

Terutama karena Housuke, keluarga Sasahara jadi cenderung terlibat dalam berbagai hal. Dan karena alasan tersebut, mereka sangat sadar akan pencegahan ketika terjadi bencana, dan selalu siap sedia dengan makanan yang diawetkan, lampu darurat, dan sebagainya.

Sambil menjelaskan hal ini, Naoya memberikan senyuman kecut pada Koyuki.

    “Aku baik-baik saja, tapi... bagaimana dengan Koyuki? Kau tidak terbiasa dengan kilatan dan petir, kan.”

    “Ugh... A-Aku tidak apa-apa kok. Mungkin...”

Kata “mungkin” di akhir ucapan tersebut adalah sebuah bisikan. Jelas Koyuki terlihat cukup takut, karena ia memang tidak terbiasa mendengar suara petir. Wajah Koyuki pun memerah dan ia meremas lengan baju Naoya.

    “Kamu akan melindungiku apapun yang terjadi, kan, Naoya-kun? Kalau tidak, aku tidak akan memaafkanmu.”

    “Tentu saja. Aku akan melindungimu dengan seluruh kemampuanku.”

Ketika Koyuki mengatakannya, Naoya hanya bisa mengangguk dengan tulus.

Melihat Naoya mengambil peran sebagai ksatria, ekspresi Koyuki dan Yui pun melunak. Ternyata Yui mengkhawatirkan mereka berdua, meskipun awalnya dia mengolok-olok mereka.

    “Lega rasanya kalau memang begitu. Tapi hubungi aku jika terjadi sesuatu.”

    “Huum. Terima kasih, Yui.”

Mereka akhirnya telah mencapai kesepakatan, tapi Yuna terlihat sedikit tidak puas. Dia mengerutkan keningnya dan membuka mulutnya.

    “Ih. Koyuki-chan, kamu jadinya tidak ikut ya hari ini.”

    “Maafkan aku, Yuna-chan. Bagaimana kalau kita keluar lagi lain kali?”

    “Ya. Aku baru saja dibelikan DVD baru Nyanjiro. Dan itu edisi terbatas. Ayo kita tonton bersama!”

    “Hee!? Apa itu versi terbaru dari SGP Foundation? Sebenarnya, aku belum menontonnya... Um, Yuna-chan. Kalau misalnya aku datang sekarang juga──”

    “Jangan goyah, jangan goyah.”

Untuk mengendalikan Koyuki yang mulai goyah dengan godaan tersebut, Naoya pun dengan kuat meraih bahunya dan menahannya.

Kemudian, setelah melihat Natsume bersaudara pergi, terlihat bahwa angin mulai bertiup. Kaca jendela bergetar, dan kertas-kertas karton yang berterbangan entah dari mana, terlempar ke langit dengan kencang. Di siaran TV, terlihat penyiar menganjurkan para warga untuk tidak keluar dari rumah. Pemandangan laut dengan ombak tinggi dan busa putih ditampilkan melalui siaran langsung, dan itu adalah tanda akan datangnya badai.

Koyuki terlihat sedikit murung saat dia mencolek kue yang dibawakan kakeknya.

    “Sepertinya benar akan ada badai. Tapi kenapa Papa dan Mama tidak memberitahu kita?”

    “Kurasa mereka berpikir bahwa akan baik-baik saja karena aku ada di sini. Mungkin.”

    “Keluargaku memang terlalu mempercayai Naoya-kun...mereka benar-benar terlalu buta dalam menilai seseorang.”

Meskipun Koyuki terlihat kesal dan berkata kasar, tampaknya dia sedikit bangga akan hal itu. Sepertinya ia senang karena Naoya mendapatkan pengakuan yang tinggi dari keluarganya.

    Tapi terkadang, rasanya aku lebih dianggap sebagai wali dibanding sebagai pacar…

Tanpa mengutarakan langsung komentar tersebut, Naoya pun mulai memakan kuenya. Rasanya tidak terlalu manis, dan buah di dalamnya terasa segar. Namun, ia tidak bisa menikmatinya begitu saja. Naoya lalu membuat daftar hal-hal yang harus dilakukan dan menetapkan prioritasnya di otaknya.

    “Aku akan memasak makan malam lebih awal dan mandi terlebih dahulu. Akan jadi masalah nantinya jika listrik padam.”

    “Y-Ya, benar juga. Aku memang menyerahkan makan siangnya padamu, tapi kali ini aku akan membantumu.”

Koyuki berusaha terlihat tegas, tetapi segera setelah itu ekspresinya melunak.

    “Kurasa aku mulai gugup. Menginap di rumahmu saja sudah istimewa... tapi rasanya sekarang lebih istimewa lagi.”

    “Oh, sudah lama sekali tidak menginap di rumah seseorang ya.”

    “Yup, sepertinya terakhir kali aku menginap di rumah Emi ketika masih sekolah dasar.”

Sembari menghela napas kecil, Koyuki menyipitkan matanya. Sepertinya dia teringat momen-momen ketika mereka tidur bersama di tempat tidur yang sama dan bercakap-cakap diam-diam hingga larut malam. Setelah meneguk teh hangat, dia tersenyum dengan terlihat geli.

    “Mungkin aku harus mengajaknya lagi setelah sekian lama. Aku juga ingin mengajak Yui, jadi kita bisa saja mengadakan acara menginap para gadis.”

    “Kalau itu, bulan depan juga akan terwujud, kan?”

    “Eh, bulan depan...?”

Koyuki tertegun sejenak. Tapi segera dia membuka matanya dengan lebar dan berseru,

    “Ah, benar juga! Nanti kan ada perjalanan sekolah!”

    “Kau lupa, kan? Kita bahkan tidak pernah membicarakannya.”

    “Yah, mau bagaimana lagi. Kita sangat sibuk akhir-akhir ini...”

Koyuki mengangkat alisnya dengan canggung, dan kemudian ia dengan lembut mengambil kalender di tangannya. Setelah membaliknya, ia menemukan empat hari di pertengahan bulan tersebut sudah dilingkari, itu adalah tanggal perjalanan sekolah selama empat hari tiga malam. Setelah menghitung mundur hari-hari yang tersisa, raut wajah Koyuki berubah dengan cepat.

    “Ternyata tinggal sebentar lagi... kita akan terlambat jika tidak segera bersiap-siap.”

    “Kau berlebihan, ini hanya perjalanan domestik selama tiga malam, bahkan perjalanan keluarga kita terakhir kali lebih lama.”

    “Seorang gadis harus melakukan banyak hal, tahu. Aku harus membeli buku panduan, membeli perlengkapan menginap yang baru ... ugh, uang sakuku nanti bakal cukup tidak ya.”

Koyuki pun benar-benar mulai khawatir. Banyak hal yang harus ia pikirkan agar bisa menikmati perjalanan sekolah sepenuhnya. Tapi kemudian Koyuki tiba-tiba menyadari tatapan Naoya dan mengerutkan keningnya.

    “Apa sih, kenapa kamu melihatku seperti itu? Apa kamu berpikir kalau aku itu kekanak-kanakan atau semacamnya?”

    “Tidak kok. Koyuki terlihat senang, jadi aku pun ikut bahagia.”, jawab Naoya sambil tersenyum padanya.

Di awal musim semi ketika mereka bertemu, Koyuki cukup gugup hanya dengan memasuki toko crepes bersama Yui dan yang lainnya. Namun sekarang, seperti yang bisa dilihat, dia tidak takut menghadapi hal-hal baru dan merasa bersemangat. Naoya menjelaskan bahwa hal tersebut menggemaskan baginya, lalu ia tersenyum dengan cerah dan melanjutkan,

    “Musim panas memang penuh dengan berbagai acara, tetapi musim gugur juga tidak kalah seru. Kita bisa bersenang-senang di festival sekolah waktu itu, jadi mari kita buat perjalanan sekolah nanti sebagai kenangan yang indah juga.”

    “Tentu saja. Dan juga di musim dingin...ah”

Koyuki tiba-tiba memotong kalimatnya. Lalu ia dengan canggung menoleh ke Naoya dan dengan takut bertanya──

    “Umm...apa kamu tahu ada acara apa saja di musim dingin?”

    “Tentu saja aku tahu. Ujian akhir, Natal...dan yang paling penting...”

Naoya pun merebut kalender dari tangan Koyuki dan membukanya ke halaman yang ia inginkan.

25 Desember.

Di tanggal tersebut, yang secara umum dikenal sebagai hari Natal, ditandai dengan ilustrasi kue ulang tahun.

    “Hari ulang tahun Koyuki. Benar, kan?”

    “Aku tidak ingat pernah memberitahumu!?”

Teriakan putus asa bergema di ruang tamu keluarga Sasahara. Koyuki pun menjauhkan diri secara fisik dan emosional dari Naoya, dan memberikan pandangan terkejut padanya.

    “Belakangan ini kepekaanmu sepertinya semakin meningkat... Tapi, apakah kamu benar-benar bisa menebak ulang tahunku hanya dengan melihatku saja? Bukankah itu terlalu menakutkan?”

    “Tentu saja tidak. Aku hanya mengetahuinya secara normal.”

    “Apakah Sakuya yang memberitahumu?”

    “Tidak, kau menunjukkan kartu pelajarmu ketika pergi ke bioskop sebelumnya. Saat itulah aku dapat melihatnya dengan sekilas.”

    “Penglihatan jelimu itu sama sekali tidak normal...”

Koyuki mengangkat bahunya dan menghembuskan napasnya dengan ekspresi jengkel.

    “Tapi, kamu benar. Karena bersamaan dengan hari Natal, seringkali ulang tahunku diabaikan...”

    “Kalau begitu, tahun ini kita rayakan ulang tahunmu dan Natal secara terpisah.”

    “...Benarkah?”, dengan raut wajah cemberut, Koyuki menatap Naoya.

Dan Naoya pun dengan tegas menyatakan,

    “Mn. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk merencanakan semuanya dan membuatmu bahagia.”

    “...Oke.”

Ekspresi Koyuki melembut dan senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Seolah terdapat partikel cahaya yang berkilauan pada matanya yang menatap kalender tersebut. Dia menggerai rambutnya dan dengan gembira berkata,

    “Fufu, sepertinya kamu sudah siap untuk menjadi pacarku. Aku cukup terkesan. Oh, iya...ngomong-ngomong...”

Koyuki merendahkan suaranya sedikit dan kemudian mengajukan pertanyaan sederhana,

    “Naoya-kun, kapan ulang tahunmu?”

    “Oh, bulan depan.”

    “H-Ho, begitu. Hmm, aku tidak tertarik sih. Hmm, bulan depan...eh?”

Saat itulah Koyuki terdiam. Ia mengambil kembali kalendernya dari Naoya dan menatap halaman bulan depan dengan tatapan yang begitu fokus. Setelah beberapa saat, dia menelan ludahnya dengan suara pelan dan kemudian mengambil napas dalam-dalam sebelum berteriak.

    “Bulan depan!?”

    “Mn, iya. Seminggu sebelum perjalanan sekolah.”

    “Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal!? Ini terlalu cepat!”

    “Bukan begitu, hanya saja waktunya tidak pernah pas.”

Bukan karena Naoya menyembunyikannya, tetapi karena sampai sekarang belum pernah ada pembicaraan tentang ulang tahun, jadi ia hanya lupa mengatakannya.

Naoya menggaruk pipinya sambil tersenyum getir.

    “Kalau aku mengatakannya duluan, rasanya seperti aku memaksamu untuk merayakannya. Jadi jangan khawatirkan itu.”

    “Jangan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal...”

Koyuki membuat wajah cemberut dan kembali memikirkan situasinya dengan serius. Berbeda dengan saat dia sedang memikirkan perjalanan sekolah, raut wajahnya saat ini penuh dengan kekhawatiran yang nyata.

    “Ini situasi yang buruk... Siapa yang menyangka kalau perjalanan sekolah nanti dan ulang tahun Naoya akan bertepatan. Dompetku dalam bahaya besar.”

    “Kau tidak perlu mengeluarkan uang untukku. Misalnya, Koyuki hanya perlu memeluk dan menciumku, itu sudah cukup sebagai hadiah ulang tahunku.”

    “Aku tidak akan melakukannya. Aku akan merayakannya dengan cara lain.”, balas Koyuki dengan tatapan yang dingin. Lalu…

Drrrrrrrttt!!! Swoshh!!

Kaca jendela bergetar dengan keras dan suara hujan yang deras menggema. Suasana di ruang tamu menjadi hening. Dengan hati-hati melihat keluar, mereka sadar bahwa awan semakin tebal dengan cepat. Hujan deras seperti peluru yang terbang di medan perang. Suara gemuruh petir terdengar dari kejauhan.

Badai sudah dekat.

Naoya dan Koyuki saling memandang dan menganggukkan kepala secara bersamaan.

    “...Meskipun menyenangkan bermesraan, mungkin kita harus menyelesaikan yang lain dulu.”

    “Nampaknya itu ide bagus... Meskipun kita tidak sedang bermesraan.”

Jadi, keduanya bekerja sama untuk membuat makan malam yang sederhana. Mereka duduk berdampingan, memotong sayuran, dan saling membantu dalam memasak sup miso. Mereka sudah sering memasak bersama sebelumnya, jadi mereka sudah terbiasa. Hanya saja, ini adalah pengalaman pertama mereka di dapur rumah Sasahara.

    Rasanya seperti pasangan pengantin baru...

Tentu saja, Naoya merasa gugup, dan Koyuki juga lebih pendiam. Setelah makan malam, mereka segera menyiapkan air mandi. Pada saat itu, matahari sudah benar-benar terbenam, dan hujan dan angin semakin kencang. Berita peringatan terus muncul di televisi.

Naoya lalu mempersilahkan Koyuki untuk mandi duluan, sementara dia menelepon.

    “...Jadi begitulah ceritanya... Apakah benar-benar aman jika dia tetap menginap di sini?”

    “Tentu saja.”

Sakuya menjawab dengan nada datar di ujung telepon. Suaranya selalu terdengar tanpa emosi, dan terlebih lagi melalui telepon terdengar seperti suara sintetis. Meski begitu, suaranya ringan, seolah-olah merasa sedang terhibur. Sakuya melanjutkan dengan nada ringan,

    “Meskipun disebut badai, kenyataannya tidak sebesar itu. Dan akan segera berlalu saat malam tiba. Mama dan Papa juga tidak terlalu khawatir. Mereka hanya menginginkanmu menghubungi mereka jika ada masalah, itu saja.”

    “Aku tahu aku bukan orang yang tepat untuk mengatakan ini, tapi bukankah mereka terlalu percaya padaku?”

    “Karena kamu adalah Nii-sama, badai seperti ini tidak akan menjadi masalah bagimu. Bahkan jika kamu terdampar di hutan belantara, kamu pasti bisa melewatinya dengan mudah berkat keahlian misteriusmu.”

    “Aku tidak sehebat itu. Mungkin hanya Ayah yang mampu melakukannya.”

Ketika dia terdampar di hutan belantara pada masa lalu, dia mengatakan dirinya duduk di punggung harimau dan menerima keramahan penduduk suku asli yang tidak bisa diajak berkomunikasi. Dia berhasil pulang dengan selamat dan tanpa cedera. Naoya merasa dirinya tidak sehebat itu. Mungkin.

    “Ya, berbicara tentang ayah mertua dan lainnya... Apakah Ojii-san tidak mengatakan apa-apa?”

    “Ojii-chan masih terkejut oleh masalah dengan Arthur-senpai, jadi dia menjadi pendiam.”

    “Ahh... Aku mengerti.”

Naoya mengangguk dalam-dalam. Hari ini seharusnya mereka membahas masalah pertunangan Arthur. Jika dia sedang terkejut akan sesuatu, hanya ada satu penyebabnya. Bukan karena Arthur tidak menerima pertunangannya lagi, tapi──

    “Sebenarnya, Arthur sudah memiliki seseorang yang dia sukai, tapi Ojii-san dengan mudah menerima statusnya sebagai tunangan Koyuki tanpa mendengarkan Koyuki terlebih dahulu. Jadi, sepertinya dia menyesalinya.”

    “Tepat sekali. Sepertinya dia menyadari bahwa dia terlalu terburu-buru dalam keputusannya.”

    “Tapi, menurutku, Arthur juga salah. Dia menerima status tunangannya hanya untuk menyerah dari Claire.”

    “Itu sebabnya, mereka jadi saling minta maaf satu sama lain terus-menerus dan percakapannya menjadi tidak kemana-mana.”

Intinya, rencana pertunangan pun akhirnya dibatalkan. Selain itu, sepertinya keluarga Koyuki dan James juga setuju untuk membantu biaya studi Claire di Jepang. Kakak beradik itu pun sangat terharu dan mereka mengungkapkan keinginannya untuk bisa membantu bisnis yang sedang dijalankan James di masa depan...kurang lebih begitu. Jadi sepertinya, semuanya tampak berakhir dengan damai.

Sakuya tertawa dengan suara datar yang terdengar sedikit dipaksakan.

    “Jadi, secara nyata dan resmi, kamu menjadi satu-satunya calon tunangan baginya. Selamat.”

    “Hahaha... Aku yakin Koyuki tidak akan menyutujuinya begitu saja.”

Tentang pertunangan dan pernikahan, hal tersebut terlalu berlebihan bagi Koyuki untuk saat ini. Meskipun begitu, Naoya...

    Menikah, ya...

Dia teringat akan mimpi yang dia alami tempo hari, dan dirinya menjadi sedikit gelisah. Dia menelan ludah di mulutnya secara diam-diam.

Tanpa menyadari hal itu, Sakuya memberikan semangat dengan ringan.

    “Baiklah, semoga sukses malam ini, Nii-sama. Memalukan memang bagi seorang pria untuk tidak menyantap makanan yang disajikan dihadapannya...tetapi kali ini kamu harus menahan diri.”

    “Yah, aku hanya perlu tidur saja, jadi tidak ada masalah... ah?”

Tiba-tiba Naoya merasakan suatu firasat dan melihat ke langit-langit. Dan segera setelah itu, seluruh rumah tenggelam dalam kegelapan total. Lampu langit-langit, televisi, dan bahkan peralatan listrik lainnya semuanya mati.

    “Hii... Kyaaaaaah!”

Dan sesuai dugaannya, suara jeritan putus asa terdengar dari dalam rumah yang gelap gulita itu.

Naoya menyalakan lampu darurat dan bangkit dari tempat duduknya.

    “Maaf, Sakuya-chan. Listriknya mati. Jadi agar bisa menghemat daya untuk sementara waktu, ku matikan dulu ya.”

    “Baiklah. Hati-hati kalian berdua.”

Setelah menutup panggilan, Naoya bergegas ke kamar mandi melalui koridor. Dia perlahan membuka pintu yang mengarah ke ruang ganti dan menerangi ruangan tersebut.

Di balik pintu kamar mandi, dia melihat sosok yang sedikit gemetar sambil membungkuk. Sepertinya pemadaman tadi terjadi saat dia sedang membersihkan tubuhnya karena terdengar suara shower.

    Artinya, Koyuki sekarang sedang telanjang, kan...

Tentu saja, karena dia sedang mandi.

Namun hal yang wajar ini sangat merangsang kekhawatiran Naoya. Dia menahan keinginannya untuk menelan ludah dan mencoba untuk tetap tenang saat berbicara.

    “Hei, apakah kau baik-baik saja, Koyuki?”

    “Uuu... Tiba-tiba lampunya mati...”

    “Ada pemadaman listrik. Mungkin sebentar lagi akan menyala kembali.”

Naoya mencari informasi tentang pemadaman melalui ponsel sebelum tiba di sini, dan ternyata wilayah pemadaman listrik sangat terbatas, termasuk rumah Sasahara. Jadi, seharusnya pemulihan listrik akan berlangsung lebih cepat.

Setelah meletakkan lampu senter di lantai, Naoya hendak meninggalkan ruangan──

    “Untuk sementara, aku akan meletakkan lampu senter di sini. Berhati-hatilah saat mengambilnya.”

    “Ah! Tunggu sebentar!”

Koyuki dengan panik berteriak untuk menghentikannya. Dan pintu menuju kamar mandi pun sedikit terbuka. Melalui celah itu, Koyuki dengan hati-hati menunjukkan wajahnya. Rambut peraknya menempel di pipinya yang sedikit memerah. Tetesan air jatuh dengan perlahan dan membasahi lantai ruang ganti. Bagian tubuhnya di bawah leher tersembunyi di balik kaca yang berembun. Namun, dalam kegelapan, garis tubuhnya terlihat dengan jelas. Payudara yang sedikit berlebihan dan posisi pusar yang tampak jelas.

Naoya telah melihatnya saat ia mengenakan pakaian renang, bahkan baru-baru ini dia melihatnya mengenakan kostum kelinci. Namun, pemandangan ini jauh lebih membangkitkan hasratnya dibandingkan melihatnya telanjang secara langsung.

Sambil diam membeku, Naoya tidak bisa bergerak. Kokoro menatapnya dengan mata berair.

    “Tetaplah di sini, atau kita putus, oke?”

    “I-Iya, aku tahu kau akan mengatakan itu...”

Naoya memalingkan pandangannya dengan canggung. Tidak baik untuk terus menatapnya seperti ini, pikirnya.

Dia menunjuk ke koridor dan berbicara dengan lembut untuk mencoba menenangkan anak itu.

    “Aku akan menunggu di luar. Aku mengerti kau takut, tapi tidak pantas bagiku untuk terus berada di ruang ganti begini.”

    “Kalau begitu, berbaliklah. Aku akan baik-baik saja jika kamu melakukannya.”

    “Ini menyiksaku, kau tahu...?”

    “Tidak ada pilihan lain...! Suasana gelap dan suara angin ini...jauh lebih menakutkan dari bayanganku!”

Koyuki, dengan wajah yang berkerut dan gemetar, hampir menangis. Jendela kamar mandi bergetar dengan keras, dan di luar sana, kegelapan malam terbentang. Jika ini adalah film horor, seorang pembunuh bertopeng akan muncul dengan pisau di tangannya. Tampaknya Koyuki telah mempertimbangkan antara rasa malu dan ketakutannya, dan yang terakhir tampaknya lebih dominan.

Melihat Koyuki seperti itu, Naoya hanya bisa menghela napas.

    “Di acara menginap ini, aku benar-benar tidak boleh menyentuhmu, tapi mengapa Koyuki menimbulkan situasi seperti ini? Apakah kau berniat untuk menjebak pacarmu?”

    “Ini adalah situasi yang tidak dapat dihindari. Jadi, berbaliklah!”

    “Oke, oke... Aku mengerti.”

Naoya pun berbalik menghadap dinding dengan kesal. Jika dia memaksakan diri untuk keluar dari sana, Koyuki mungkin saja akan mengejarnya dalam keadaan telanjang. Setelah mempertimbangkan mana yang lebih buruk, dia tidak punya pilihan selain memilih siksaan ini.

Naoya merasakan Koyuki mengangguk dengan puas di belakangnya.

    “Ya, tunggu saja di sana. Aku akan segera berganti pakaian...”

Pintu terbuka dengan bunyi “kiiii...” dan kemudian terdengar suara langkah kaki berdecit. Setelah itu, Koyuki menyeka tubuhnya di belakang Naoya.

Di ruang ganti yang sempit, dengan satu-satunya sumber cahaya adalah lampu senter, dan waktu terasa begitu lambat. Hanya dengan merasakan keberadaannya, Naoya bisa memahami bahwa sekarang Koyuki sedang menyeka punggungnya atau mendengar tetesan air yang jatuh dari rambutnya. Dan gambaran itu dengan jelas berputar di dalam pikirannya. Dia belum pernah mengutuk kepekaan inderanya seperti ini sebelumnya.

Kemudian, mungkin karena ingin melihat ke cermin, Koyuki mengubah posisinya. Akibatnya, pantatnya yang telanjang bersentuhan dengan tubuh Naoya──

    “Ah, maaf!”

    “Ugh...”

Naoya tidak punya pilihan selain meringkuk di tempat dengan tangan di kepalanya.

Meskipun mereka pernah berdekatan dengan menggunakan pakaian renang di kolam beberapa waktu yang lalu, dan di perjalanan wisata, mereka saling menghangatkan dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam. Naoya akhirnya menyadari bahwa dia telah melewati banyak kejadian yang ekstrem, tapi ternyata akan selalu ada yang lebih ekstrem lagi.

    “Ini benar-benar keterlaluan... Hukuman macam apa ini, sungguh...”

    “Sudah diam! Aku juga sangat malu, tahu...!”

Setelah berteriak terus-menerus, Koyuki pun selesai mengganti pakaiannya. Dia mengenakan piyama lembut yang dibawanya dari rumahnya. Dari celana pendeknya, kakinya yang ramping dan sehat terlihat cantik. Dengan pakaian seperti itu, akan cukup untuk membuat pacarnya merasa bersemangat hanya dengan melihatnya sekilas.

Namun, hati Naoya akhirnya sudah sepenuhnya tenang. Dan dia pun merasa lega.

    “Hanya dengan melihatmu memakai pakaian saja, aku jadi bisa merasa begitu tenang... Aku bahkan tidak pernah memikirkannya sebelumnya.”

    “Sial... Padahal aku ingin melihat reaksimu melihat piyama seorang pacar.”

    “Oh, sangat imut. Cocok sekali denganmu.”

    “Jangan mengatakannya hanya untuk sekedar berbasa-basi! Tapi...terima kasih, oke!?” ujar Koyuki dengan nada putus asa, lalu memalingkan wajahnya. Tampaknya dia menjadi malu setelah mengatakannya.

Saat itulah...

    “Duuaaaaar!”

    “Kyaaaah!?”

    “Whoaaa!?”

Suara petir mengguncang rumah, dan seketika Koyuki pun terkejut dan melompat tinggi.

Naoya mencoba mempertahankan ketenangannya dengan menghitung bilangan prima di kepalanya sambil memeluknya. Namun usahanya itu gagal ketika ia akhirnya merasakan kalau ternyata Koyuki sedang tidak memakai bra.

Gemuruh petir terus berlanjut. Di luar jendela, kegelapan total terbentang tanpa adanya cahaya jalanan, tetapi kilatan petir terus berkelebat di langit.

Koyuki, dengan keadaan setengah menangis, masih berpegangan pada Naoya.

    “Uuu... Petirnya terus bergemuruh...”

    “Nampaknya sudah mencapai puncaknya...”

Namun, menurut perkiraan, ini tidak akan berlangsung lama.

Asalkan pintu terkunci dengan rapat dan tetap menjaga ketenangan, seharusnya tidak akan ada masalah.

Naoya dengan lembut menarik tangan Koyuki dan tersenyum padanya.

    “Ayo pergi ke ruang tamu. Aku bisa meminjamkan gameku jika kau mau bermain. Kalau kau menggunakan headphone, bunyi petirnya akan terdengar sedikit lebih baik.”

Naoya hanya ingin keluar dari ruang ganti yang sempit ini sesegera mungkin. Namun, Koyuki tidak bergerak sama sekali. Sebaliknya, dia tetap memeluk Naoya dan menatapnya dengan tajam. Naoya bisa menebak maksudnya, tapi ia tetap bertanya untuk jaga-jaga.

    “...Kenapa kau tidak bergerak?”

    “Karena sekarang giliran Naoya-kun untuk mandi, kan?” ujar Koyuki dengan wajah kesal.

Dia dengan hati-hati melepaskan diri dari Naoya dan bersandar di dinding, dan melanjutkan dengan nada yang tinggi──

    “Jadi, aku akan menunggumu di sini. Bersyukurlah.”

    “Permainan apalagi sih ini!?”

Ini bukanlah pencapaian yang bisa diraih dalam dua bulan pacaran.

Mendapat celaan dari Naoya, wajah Koyuki pun memerah dan ia berteriak,

    “Bukan begitu! Aku hanya ingin mengatakan kalau aku tidak bisa meninggalkan pacarku yang sangat takut seperti ini begitu saja!”

    “Menurutku juga aneh kalau menemani pacar yang sedang mandi, tahu!”

Meskipun mereka terlibat dalam argumen di ruang ganti, Naoya tahu bahwa dia tidak akan bisa menang melawan Koyuki yang menangis. Akibatnya, kali ini Koyuki menghadap ke dinding dan Naoya buru-buru masuk ke dalam bak mandi.

    “Apakah kamu sudah membersihkan rambutmu dengan baik? Jangan lupa pakai kondisioner, oke?”

    “Sungguh, permainan macam apa sih ini...”

Karena merasa kesepian ditinggal sendirian selama mandi, Koyuki pun mulai cerewet, dan tentu saja itu membuat Naoya menjadi tidak nyaman.

Saat badai masih berkecamuk, Naoya segera menyelesaikan mandinya dan mengganti pakaiannya.

Dengan demikian, misi sementara mereka telah selesai.

Setelah kembali ke ruang tamu yang gelap bersama-sama, Naoya menepuk tangannya dan menyerukan,

    “Oke, ayo kita tidur sekarang.”

    “Eh...”

Koyuki dengan jelas tidak setuju dengan hal itu.

Dia pun menuju ke sofa di ruang tamu, memegang kakinya dan duduk bersila.

    “Karena ini waktu menginap yang spesial, kenapa kita tidak begadang? Jugaan besok kan hari Minggu.”

    “Tidak, tidak bisa. Di hari seperti ini, yang terbaik adalah tidur lebih awal.”

Dengan tegas, Naoya membuka fusuma (pintu geser) yang mengarah ke kamar bergaya jepang. Di ruang berukuran enam tatami ini, sebuah set futon sudah disiapkan. Dengan lampu darurat dan botol air yang sudah terisi penuh, sudah cukup nyaman bagi tamu untuk beristiharat di sana.

    “Jadi, Koyuki, gunakanlah ruang tatami ini.”

    “...Tidak mau.”

Koyuki hanya menggembungkan pipinya dengan kesal. Dia tetap duduk dalam posisi bersila dan tidak mau bergerak.

Melihat Koyuki seperti itu, Naoya hanya dapat mengangkat bahunya.

    “Aku mengerti apa yang ingin kau katakan, tapi... itu jelas diluar batas.”

    “Mengapa? Aku hanya ingin kamu menemaniku begadang karena aku tidak ingin tidur sendirian.”

Koyuki pun menunjuk ke arah jendela.

    “Bagaimana mungkin aku bisa tidur sendirian di tengah badai seperti ini? Apakah kamu berniat meninggalkan pacarmu yang berharga ini?”

    “Yah kalau perkara begadang sih tidak masalah, tapi kalau begadang begini...”

Meskipun situasinya cukup menggoda untuk bisa begadang bersama kekasih yang dicintainya dalam kondisi lampu yang padam, Naoya bisa menebak kelanjutannya jika ia memilih jalur tersebut.

    “Kalau memang begitu, tanpa ragu nantinya Koyuki akan menarikku ke dalam futonnya. 'Aku tidak mau sendirian'. Dan karena tidak bisa menolak, aku pun akhirnya akan menghabiskan malam bersamamu.”

    “Ugh... Entah kenapa aku tidak bisa sepenuhnya membantahnya...”

Koyuki pun kehabisan kata-kata. Dia pasti berpikir kalau dirinya mungkin akan melakukan hal seperti itu, mengingat hal yang pernah ia lakukan sebelumnya [TN: Kejadian pas Koyuki ngelindur terus nyium Naoya tiba-tiba di epilog vol 2~]. Meski begitu, Koyuki menoleh dan menatap Naoya, lalu bertanya padanya.

    “Tapi, Naoya-kun bukanlah orang yang akan melakukan sesuatu yang aneh padaku saat aku tertidur, kan...? Jadi tidak apa-apa kok.” [TN: Koyuki mode dere, lets go~]

    “Ugh... Itu curang, tahu.”

Kata-kata tersebut sungguh tidak adil. Memang benar, Naoya sama sekali tidak berniat melakukan hal seperti itu. Namun, jika terus berduaan dengannya, akan ada kemungkinan baginya untuk kalah dengan godaan. Naoya kemudian dengan sengaja menunjukkan senyuman yang santai dan mencoba menakut-nakutinya,

    “Apa kau yakin, aku ini juga seorang pria. Jadi mungkin saja aku akan sedikit menyentuhmu.”

    “...Ka”

    “Hee...”

Naoya seketika membeku. Bukan karena suara kecil Koyuki yang terdengar seperti nyamuk, tapi karena dia dapat mendengarnya dengan jelas dan memahami maksudnya.

Sebagai penegasan terakhir, Koyuki pun mengatakan dengan jelas sekali lagi,

    “Kalau itu Naoya-kun, aku tidak apa-apa.”

    “Ugh!?”

Itu adalah serangan kritikal. Naoya memegangi dadanya dan tertunduk di tempat. Kemudian, Koyuki mendekati Naoya dengan wajah yang memerah dan mendorongnya dengan keras.

    “Lagipula, kita berada di tempat tidur bersama saat aku sakit beberapa hari yang lalu. Apa masalahnya sekarang?”

    “Waktu itu Koyuki yang menyeretku masuk...dan itu lebih seperti sebuah kecelakaan.”

    “Sekarang adalah situasi darurat. Itulah sebabnya! Ayo, bawalah kartu atau apa pun! Malam ini masih panjang!”

    “Sungguh, dia begitu kuat jika dirinya terbuka...”

Naoya pun akhirnya putus asa dalam menghadapinya.

Naoya berdiri dengan terhuyung-huyung dan mulai bersiap-siap untuk bergadang. Karena ada pemadaman listrik, mereka tidak bisa bermain game konsol seperti yang mereka lakukan di siang hari, jadi mereka memutuskan untuk bermain permainan papan. Mereka menyalakan lampu darurat di ruang tatami yang gelap, sambil menyantap camilan dan minuman, mereka melanjutkan permainan sambil bercakap-cakap santai. Suasana santai ini jauh dari kesan romantis, dan mereka hanya menikmati waktu bersama mereka dengan tenang.

Kemudian, sekitar tengah malam.

    “Oh, listriknya menyala.”

Lampu di langit-langit kamar menyala dengan tiba-tiba. Ruang tamu menjadi terang, dan suara mesin pendingin di lemari es bergema pelan. Sepertinya pemadaman listrik telah pulih.

Sementara mereka tenggelam dalam permainan, badai tiba-tiba mereda. Tidak ada lagi suara angin dari luar jendela, semuanya menjadi hening.

Naoya pun segera memeriksa keadaan rumah setelah mengakhiri permainannya. Jendela tidak ada masalah, dan air pun mengalir normal. Sekarang tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Karena itu, Naoya segera kembali ke ruang tatami dan mengguncang bahu Koyuki.

    “Yosh. Sudah saatnya tidur, Koyuki.”

    “Munyu...”

Koyuki masih memegang kartu permainan papannya, dan seolah sedang berlayar tanpa tujuan. Kelopak matanya hampir terpejam, dan sepertinya dia akan segera memulai perjalanan ke dunia mimpi begitu dia berbaring. Naoya menyiapkan futon dan menggandeng tangannya untuk mengantarnya ke sana. Koyuki dengan patuh mengikutinya, tapi──

    “Ayo, tidurlah di futon. Aku akan naik ke lantai atas.”

    “Muu... Uu.”

Saat itu, Koyuki mengerutkan alisnya. Seperti anak kecil yang mengeluh, dia menggelengkan kepalanya dan meraih lengan baju Naoya.

    “Ndak mau... Jangan pergi.”

    “Jadi begini ya akhirnya...”

Kekuatan tangannya lemah, dan mudah untuk melepaskannya. Namun, itu adalah permintaan yang mustahil. Perkembangan ini sama persis seperti yang sudah Naoya tebak, dan dia sudah siap.

    “Hmm, kalau begitu...maaf mengganggu.”

    “Okey...”

Naoya membaringkan Koyuki diatas futon dan ia berbaring di sebelahnya. Untungnya, futon yang disediakan untuk tamu itu cukup besar. Meskipun mereka berbaring berdampingan, tubuh mereka tidak sampai keluar dari futonnya. Namun, bukan berarti ada ruang yang luas seperti kasur ukuran king-size. Oleh karena itu, tak bisa dihindari jika tubuh mereka pun saling bersentuhan. Kehangatan tubuh mereka masing-masing mengalir dari bagian tubuh mereka yang bersentuhan, dan tubuh mereka dari awal sudah lebih hangat setelah mandi air dingin sebelumnya.

Di samping itu, dari Koyuki tercium aroma shampo dan sabun tubuh yang dikenalnya dengan baik. Dikelilingi oleh aroma yang sama dengannya, rasanya terasa amat erotis. Tentu saja, Naoya merasakan detak jantungnya yang berdebar-debar, dan juga detak jantung Koyuki yang berdetak begitu keras.

Namun, Koyuki sepertinya sudah lebih mengantuk dibanding Naoya. Mungkin karena futon dan suhu tubuh Naoya yang terasa nyaman baginya, dia sudah sepenuhnya menutup matanya. Napas pelan keluar dari bibirnya dengan ritme yang lambat, menandakan bahwa dia hampir tertidur.

Melihat ekspresi tidurnya seperti itu, Naoya hanya bisa tersenyum getir.

    Aku tidak boleh menyentuhnya dalam situasi seperti ini ya, apakah aku melakukan dosa besar di kehidupanku sebelumnya...?

Mungkin dirinya adalah Raja Iblis Kejam yang telah menghancurkan dunia di kehidupan sebelumnya. Kalau begitu, maka ini adalah siksaan yang pantas baginya.

Sambil terus memikirkan hal-hal yang tidak berguna seperti itu, Naoya juga mulai diselimuti dengan rasa kantuk. Hari ini banyak hal terjadi, jadi rasa lelahnya jelas menumpuk. Kehadiran Koyuki membuat jantungnya berdebar-debar, tetapi pada saat yang sama juga memberikan rasa tenteram. Dan sepertinya perasaan itu juga sama dirasakan oleh Koyuki.

Di dalam ruangan yang sunyi, Koyuki mengucapkan kata-kata dengan suara lirih yang disertai dengan napasnya. Kata-kata jujur yang diucapkan dengan menggunakan kantuk sebagai alasannya──

    “Munya...Terima kasih selalu, Naoya-kun...”

    “Sudahlah. Cepat tidur.”

    “Mn... Jika aku berada di samping Naoya-kun...bahkan badai pun tak masalah.”

Dia tersenyum lembut dan menyentuh ujung hidung Naoya dengan hidungnya.

    “Nantikan hari ulang tahunmu... Aku akan merayakannya bersamamu seperti biasa.”

    “Terima kasih, Koyuki.”

    “Dan tahun depan, tahun depannya lagi, dan seterusnya, aku akan merayakannya...”

    “Iya, iya... Aku juga akan merayakannya.”

Mereka melanjutkan percakapan tanpa arah yang jelas, dan akhirnya tidur bersama dalam satu futon. Tidak perlu dikatakan bahwa malam itu mereka tidur nyenyak tanpa bermimpi.

 

***

 

Dan beberapa hari kemudian.

    “Maaf untuk sebelumnya...sungguh, aku benar-benar minta maaf!”

    “S-Sudah, tidak apa-apa. Tidak perlu segitunya, Ojii-san.”

Naoya tidak bisa melakukan apa-apa selain panik ketika James terus menundukkan kepalanya. Mereka bertemu di taman setelah dirinya dipanggil untuk bicara beberapa hari yang lalu, dan begitu mereka bertemu, inilah yang terjadi.

Mereka duduk berdampingan di bangku, dan sambil menundukkan kepala, James mulai berbicara dengan terbata-bata.

    “Kau adalah seorang anak yang lebih serius dari yang aku bayangkan. Aku mendengar bahwa kau dengan sangat baik menjaga Koyuki semalaman... Aku minta maaf karena telah meragukanmu.”

    “H-ha...”

Naoya hanya bisa tersenyum kaku. Setelah tidur nyenyak di futon yang sama dengan Koyuki, pada pagi hari, saat Housuke pulang dan James datang menjemput, mereka bertemu dengan tiba-tiba di depan pintu. Tanpa perlu menanyakan situasinya kepada Naoya yang menyambutnya, Housuke tersenyum dan berkata,

    “Yah, sepertinya masih bisa dibilang aman.”

    “Hampir saja ya...”

Walaupun ia tidak menyentuhnya tetapi mereka tidur di futon yang sama, jadi Naoya tidak bisa mengeluh. Malah, Naoya merasa sudah cukup diberi ampun dengan pertimbangan itu. Dengan keputusan Housuke, tampaknya James pun berhenti keras kepala dan akhirnya mengakui Naoya. Dia menundukkan kepalanya dan mengucapkan kata-katanya sambil mengeluarkan napas yang berat.

    “Sebenarnya...aku sudah tahu sejak awal. Koyuki terlihat sangat bahagia saat bersamamu... Aku yakin aku bisa mempercayakan anak perempuan itu padamu.”

    “Ojii-san...”

Naoya kehilangan kata-kata saat James mengucapkan itu. Dan sejenak, keheningan pun menyelimuti mereka. Tidak terlihat keberadaan anak-anak sekolah di taman hari ini, sehingga keheningan diantara mereka menjadi amat sangat terasa.

Akhirnya, Naoya menghembuskan napas panjang, dan setelah itu ia memutuskan untuk bertanya.

    “Sebenarnya, aku sudah lama punya firasat... Ojii-san pasti punya sesuatu yang disembunyikan dari Koyuki dan yang lainnya, bukan?”

    “...Kau memang anak seorang detektif yang hebat.”

James tersenyum tipis saat menatap langit yang berwarna abu-abu, dan dia melanjutkan kata-katanya dengan datar.

    “Beberapa waktu yang lalu, aku mendapat vonis penyakit kronis di rumah sakit. Sisa hidupku tinggal satu tahun, sepertinya.”

    “...Hah”

Naoya menganggukkan kepalanya dengan pelan. Dia merasakan firasat itu sejak pembicaraan tentang tunangan yang datang begitu tiba-tiba. Meskipun ada beberapa hal yang ingin ia katakan, dia memilih untuk tetap diam saat ini.

James menundukkan kepala sedikit dan suara gemetar keluar dari bibirnya.

    “Aku juga sudah menua. Aku sudah siap menghadapinya. Namun, setidaknya sebelum aku meninggal...aku ingin melihat cucuku dengan gaun pengantin.”

    “Jadi, itu sebabnya kau terus bersikeras dengan pertunangan itu.”

    “Tepat sekali.”

Setelah mengetahui bahwa waktu yang tersisa sudah sedikit, James menjadi sangat panik. Itu adalah awal dari kegaduhan pertunangan yang tiba-tiba diputuskan.

    “Tapi karena itu semua, bukan hanya Koyuki, kau dan Arthur juga menjadi terganggu. Aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar menyesal.”

    “Sudah, tidak perlu minta maaf.”

Ketika James kembali menundukkan kepala, Naoya menggeleng perlahan. Meskipun dia terlibat dalam situasi itu, Naoya sendiri tidak menderita kerugian apa pun. Malah dia merasa senang dengan acara menginap baru-baru ini dan hal-hal menyenangkan lainnya. Maka dari itu, dia menepuk bahu James yang sedikit sedih dengan lembut.

    “Aku mengerti situasi Ojii-san. Maka dari itu...ada beberapa hal yang ingin kukatakan.”

    “Mn... karena aku telah menyusahkanmu, aku akan menerima setiap kata yang kau ucapkan.”

    “Tidak, umm...aku minta maaf sudah mengatakan ini, tapi...”

Naoya ragu sejenak. Bukan karena dia bimbang untuk mengatakannya. Dia hanya sedang mencari kata yang tepat.

Namun, pada akhirnya dia tidak menemukan kata-kata yang lebih baik lagi...dan dia akhirnya mengatakannya dengan jujur.

    “Kemungkinan besar diagnosis penyakit itu...menurutku adalah sebuah kesalahan.”

    “Hah...?”

James terkejut dengan mata terbelalak. Tentu saja, Naoya tidak memiliki pengetahuan medis. Sebagai seorang siswa SMA biasa, dia tidak mungkin memiliki keterampilan seperti itu... Tetapi satu-satunya hal yang luar biasa tentangnya adalah dia memiliki intuisi yang sangat tajam. Seperti mengenali kebohongan, dia dapat mengenali orang yang memang menderita penyakit serius.

Orang seperti itu memiliki ciri-ciri yang bisa dibilang “wajah sekarat” yang melekat pada wajah mereka, dan bisa langsung terlihat olehnya. Karena dia tahu bahwa jika dia mengungkapkan hal itu, orang akan terkejut atau bahkan menganggapnya sebagai malaikat kematian, dia tidak akan membicarakannya sembarangan. Yui dan Tatsumi, teman masa kecilnya, juga tidak tahu tentang hal ini. Kecuali dalam kasus yang sangat genting, dia hanya akan menyarankan secara tidak langsung untuk pergi ke rumah sakit.

    Yah, jika dibandingkan dengan ayah, kemampuanku masih jauh... Ayah bahkan bisa menebak penyakit hanya dengan melihatnya.

Sepertinya ada banyak orang di dunia ini yang dapat melihat penyakit serius pada orang yang baru ditemui dan menyelamatkan nyawa mereka. Tapi itu bukanlah pokok pembicaraannya untuk saat ini. Lalu, ia melihat James dengan fokus sekali lagi.

Dari mata James terpancar cahaya yang kuat, dan napasnya juga normal. Tidak ada tanda-tanda kematian sama sekali.

    “Ojii-san dalam keadaan yang sehat. Bukan hanya satu tahun, kau seharusnya akan tetap sehat selama sepuluh tahun ke depan.”

    “...Hmph.”

James mendengarkan kata-kata Naoya dengan tenang. Namun, tiba-tiba ia tersenyum tipis dan kemudian meraih erat tangan Naoya. Dia menggelengkan kepala perlahan dan menegaskan suaranya.

    “Kau adalah seorang pemuda yang baik. Kau bahkan memberikan kata-kata yang baik kepada orang tua sepertiku.”

    “Eh, aku tahu dengan pasti kalau kau tidak akan mempercayainya, tapi ini adalah hal yang sebenarnya--”

    “Tapi aku sudah didiagnosis di rumah sakit terbesar di negara ini. Jadi tidak mungkin itu adalah sebuah kesalahan.”

    “Ma-Maka dari itu, tolong dengarkan aku...!”

James hanya tersenyum seolah dia sudah memahami semuanya dan ia tidak mau mendengarkan kata-kata Naoya.

Namun, hal tersebut sangatlah wajar.

    Tentu saja, lebih masuk akal untuk mempercayai kata-kata seorang dokter dibandingkan seorang siswa SMA yang amatiran sepertiku, kan!?

Jika Naoya berada di posisi yang sama, dia pasti tidak akan mendengarkannya juga. Sambil memegang tangan Naoya yang frustasi, James menatap lurus ke arahnya.

    “Terima kasih, Naoya-kun. Aku benar-benar senang kau menjadi tunangan Koyuki.”

    “A-Ah, iya. Aku merasa terhormat.”

    “Mungkin kau bisa mengabaikan ucapan orang tua yang sudah tidak lama lagi hidupnya ini. Tapi, jika memungkinkan, tolonglah...”

James menatap Naoya dengan tajam dan mengucapkan kata-kata dengan penuh semangat.

    “Tolong, buatlah Koyuki bahagia selama aku masih hidup. Aku mohon padamu.”

    “Eh, umm...”

Tentu saja, Naoya kehabisan kata-kata. Jika hubungan mereka terus berjalan dengan baik seperti ini, kecuali ada kecelakaan secara tiba-tiba, permohonan James akan terkabul. Saat Naoya mencoba mencari kata-kata untuk bisa meyakinkannya, wajah James perlahan menjadi pucat...akhirnya Naoya pun mengiyakannya. Meskipun ia dikatakan sebagai Raja Iblis yang tidak kenal ampun, Naoya masih memiliki hati nuraninya sendiri.

    “Baiklah, aku mengerti...”

    “Terima kasih...! Terima kasih, Naoya-kun! Aku percayakan Koyuki padamu!”

Saat James menangis dengan tersedu-sedu dan memeluknya, Naoya tidak bisa melakukan apa-apa selain memandang ke kejauhan. Meskipun ia sudah berhasil sepenuhnya untuk mendapatkan kepercayaan kakek Koyuki──

    Sekarang giliran Koyuki untuk meyakinkannya...

Tantangan berat berikutnya pun telah jatuh di pundak Naoya.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter || 

Post a Comment

Post a Comment

close