-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 5 Chapter 4

Chapter 4 - Hadiah Kejutan dan Keputusan Sakuya

Beberapa hari setelah berkumpul di rumah Kirihiko, setelah jam sekolah.

    “Oke, pertempurannya akan berlangsung di sini!”

    “Haa...”

Naoya dibawa oleh Koyuki dan mereka pun tiba di suatu tempat.

Tempat tersebut adalah toko kerajinan tangan.

Di sana terdapat berbagai macam bahan kerajinan tangan seperti benang wol dan kain, peralatan membuat kue, peralatan tukang kayu, dan peralatan kerajinan kulit yang lengkap. Banyak manekin berdiri berjejer, mengenakan kostum cosplay dengan sebuah pose.

Toko itu ramai dengan orang-orang di berbagai usia, semuanya memeriksa barang dengan pendangan yang profesional.

Keduanya tidak memiliki pekerjaan paruh waktu hari ini, sehingga mereka memiliki waktu luang.

Jadi ini adalah kencan...walaupun sepertinya tidak.

Koyuki berpaling menghadap Naoya dan dengan percaya diri berkata,

    “Oke, Naoya-kun. Ayo pikirkan bersama-sama barang kerajinan tangan apa yang bagus sebagai hadiah ulang tahunmu.”

    “Aku juga harus memikirkannya ya...”

Meskipun dia adalah pihak yang ulang tahunnya akan dirayakan.

Naoya pun hanya bisa tersenyum pahit, dan Koyuki mengendus dengan bangga.

    “Karena tidak ada gunanya menyembunyikan sesuatu dari Naoya-kun, kan. Kalau memang begitu, lebih baik aku bertanya langsung apa yang kamu inginkan.”

    “Ya benar sih, tapi kan ada faktor emosional...”

    “Itu mustahil untuk kita.”

Koyuki dengan tegas menyatakannya dan tersenyum nakal.

    “Jadi, sebagai gantinya, kita akan membuat kenangan yang hanya bisa kita buat. Memilih hadiah ulang tahun yang mengejutkan bersama-sama itu bukan hal yang biasa lho. Seru juga, kan?”

    “Wah, Koyuki lebih terbuka ya sekarang.”

    “Kalau tidak berpikir begitu, aku tidak akan bisa, tahu...”

Berbeda dengan Naoya yang merasa kesulitan, Koyuki menghela napas lelah. Tampaknya pertanyaan mendasar “Apa itu kejutan sebenarnya?” masih belum terjawab dalam pikirannya.

    “Tapi, hadiah buatan sendiri ya...”

Naoya melihat sekeliling sekali lagi.

Mereka berada di dekat pintu masuk toko, di mana peralatan kerajinan manik-manik ditampilkan.

Aksesoris yang berkilauan, yang dapat menggugah hati setiap wanita. Namun, Naoya tetap tidak tertarik.

Karena masalahnya──sambil mengambil set anting-anting buatan tangan, Naoya menggelengkan kepalanya.

    “Meskipun kita akan memilih hadiah buatan sendiri, Koyuki tidak terlalu mahir membuatnya, kan. Kau kan tidak ahli dalam hal-hal yang fokus pada detail.”

    “A-Aku bakal mahir kalau belajar, kok! Aku ini karakter yang jenius, tahu!”

Koyuki tidak menyangkal bahwa dirinya tidak terampil akan hal tersebut, dan hanya memalingkan wajahnya. Memang, dia yang dulunya bahkan takut memegang pisau, sekarang bahkan sudah cukup berkembang hingga bisa membuat sup miso sendiri.

Namun, Koyuki melanjutkan dengan ekspresi yang pahit.

    “Aku yakin aku bisa membuat apa saja, tapi...tolong jangan pilih yang terlalu sulit. Karena deadlinenya sebentar lagi, kan.”

    “Jangan menyebut ulang tahun pacarmu sebagai deadline.”

Meskipun memang waktu sudah mendesak, Naoya pikir ada cara yang lebih baik untuk mengatakannya.

Koyuki memegang kit-kit aksesoris tersebut dengan rasa antusias.

    “Kan ada kit bantuan seperti ini. Dengan benda ini, aku pasti bisa mengatasinya walaupun agak sulit. Toh bakal ada penasihat juga nanti.”

    “Penasihat... maksudmu Sakuya-chan?”

    “Iya. Kalau perkara ini, Sakuya ahlinya, kan.”

Koyuki memeriksa kit tersebut dengan serius. Dia seolah sedang memilih untuk dirinya sendiri dibanding untuk Naoya. Sambil menggenggam banya barang, Koyuki melanjutkan pembicaraannya tentang adik perempuannya.

    “Dia itu cukup terampil dengan tangannya. Jika dia diminta membuat kue, dia bisa membuatnya sebaik buatan toko, dan dia bahkan bisa membuat pakaian cosplay sendiri. Kalau aku mengandalkan Sakuya, kekuatanku pasti akan meningkat 100 persen!”

    “Memang benar bakatnya sangat beragam. Ah, bukankah anting-anting ini cocok untukmu, Koyuki?”

    “Wah, lucu! Ada kucingnya!”

Koyuki benar-benar terpesona dengan motif kucing hitamnya. Ia pun memasukkan barang tersebut ke dalam keranjang belanjaannya dengan hati-hati. Dan kemudian, satu per satu barang lainnya juga dimasukkan.

    “Aku akan membuatkan Sakuya juga sebagai biaya penasihat. Dia...tampaknya kurang bersemangat belakangan ini.”

Koyuki mengatakannya sambil melirik ke arah Naoya.

    “Naoya-kun juga pasti sadar. Dia terlihat sedikit aneh akhir-akhir ini.”

    “Ya, memang benar. Bahkan Koyuki pun menyadarinya.”

    “Apa maksudmu 'bahkan Koyuki', huh? Ya dia bahkan juga linglung di rumah, jadi wajar aku menyadarinya.”

Menurut Koyuki, Sakuya tampak tidak bersemangat dalam beberapa hari terakhir.

Dia terlihat tenggelam dalam pemikirannya. Biasanya dia selalu mengambil porsi makanan tambahan, tetapi kali ini ia menyisakannya lebih dari setengah. Ketika sesekali Koyuki mengajaknya bermain game, ia menolak. Bahkan ketika ia dipaksa untuk bermain, ia kalah.

    “Biasanya dia menggunakan taktik licik dan menang jauh...! Dia benar-benar tidak seperti biasanya. Ojii-chan juga sangat khawatir padanya.”

    “Apalagi James-san yang berpikir sebentar lagi akan meninggal ya...”

Kebetulan, masalah terkait sisa umur James masih belum terselesaikan.

Karena bahkan James khawatir akan hal itu, makanya Koyuki yang biasanya tidak peka pun juga jadi menyadarinya.

Di sisi lain, Naoya tidak terlalu terkejut. Karena baginya alasannya sudah jelas.

    Ya, itu pasti terjadi. Aku sendiri bisa melihat dengan jelas interaksi akrab antara Kirihiko-san dan Risa-san.

Bagi Naoya, memperkirakan perasaan Sakuya saat ini adalah hal yang mudah.

Namun, dia tidak akan mengungkapkannya di belakang orang yang bersangkutan.

Koyuki lalu menatap tajam wajah Naoya.

    “Tatapanmu itu... Kamu sudah tahu segalanya, kan?”

    “Yah, aku kan? Sudah jelas aku tahu.”

    “Tapi kamu tidak mau memberitahuku. Jadi...itu berarti masalah yang sensitif untuk Sakuya, kan!?”

    “Tepat sekali. Sepertinya Koyuki mulai memahamiku.”

Bagi Naoya, tidak ada yang namanya rahasia. Tidak terkecuali privasi orang lain── maka dari itu, ia sangat berhati-hati dengan apa yang ia katakan.

Ini bukan masalah yang boleh diungkapkan begitu saja.

Koyuki sepertinya menyadari hal itu dari sikap Naoya dan tampaknya dia cukup puas. Dia memegang dagunya dan terlihat berpikir.

    “Jika begitu, aku tidak akan terlalu menyelidikinya... Tapi ini bukan masalah yang serius, kan? Seperti dilecehkan seseorang atau berteman dengan orang yang buruk.”

    “Bukan masalah yang berbahaya kok, jadi jangan khawatir. Kalau begitu, aku juga akan memberitahumu.”

    “Benarkah? Kalau begitu...”

Koyuki memberikan anggukan kecil, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan kekhawatirannya. Dengan menghela napas dia berkata,

    “Sebenarnya, alasanku mengajakmu hari ini adalah untuk meminta saran dan untuk mengalihkan pikiranku. Dan aku akan bertemu seseorang di sini...”

Dia melihat-lihat sekeliling ruangan yang penuh dengan orang, dan Koyuki menggelengkan kepalanya dengan heran.

    “Dia tidak ada di sini... Belum datang kali ya?”

    “Tidak, dia sudah datang. Lihat, di sana.”

    “He?”

Yang ditunjuk Naoya adalah manekin-manekin dengan kostum cosplay. Ada pakaian pelayan dan karakter anime terkenal... Beberapa pengunjung wanita yang lewat bersemangat sambil mengelilingi salah satu manekin di antara mereka.

    “Wah, ini seragam SMA Otsuki. Jadi mereka juga bisa membuat yang seperti ini ya!”

    “Eh? Apakah tadi ada manekin seperti itu?”

    “...”

Sosok manekin itu adalah gadis dengan rambut perak dan mata biru yang terdiam dengan pandangan kosong. Koyuki yang akhirnya menyadarinya pun terkejut dan berteriak.

    “Sakuya!? Mengapa kamu menyamar sebagai manekin!?”

    “Onee-chan...?”

Setelah wanita-wanita itu pergi, Sakuya memalingkan wajahnya ke arah mereka. Gerakannya terlihat kaku seperti kipas angin gantung kuno, seolah-olah akan berhenti dengan suara berdesing. Hawa kehadirannya biasanya memang sangat lemah, tapi hari bahkan lebih parah lagi.

Setelah mengenali wajah kakaknya dan melihat-lihat di sekitar toko, Sakuya mengerutkan keningnya.

    “Di mana, ini...?”

    “Di mana, huh. Ini tempat kita janjian, tahu...”

    “...Ah, benar juga.”

Beberapa detik kemudian, Sakuya mengangguk. Meskipun pikirannya tampak jauh berada di tempat lain, dia mengangguk secara perlahan.

    “Seingatku aku meminta Claire untuk membawaku ke sini. Aku harus berterima kasih padanya besok.”

    “Apa kamu yakin sedang baik-baik saja...?”

Koyuki dengan gugup menyentuh dahi dan pipi adiknya.

Dia tampak bingung dengan situasi yang sangat tidak biasa pada adiknya ini.

Naoya pun juga menjadi cukup khawatir dan dengan fokus melihat wajah Sakuya.

    “Sakuya-chan, kalau kau memang sedang tidak fit, pulang saja, oke. Jangan memaksakan diri.”

    “Huum, aku baik-baik saja.”

Sakuya menggelengkan kepalanya dengan tegas. Koyuki pun merasa sedikit lega mendengarnya──

    “Be-Benar juga, ini kesempatan langka buat Sakuya untuk melihat kencanku dengan Naoya-kun dari dekat. Tidak mungkin kamu akan melewatkannya, kan.”

    “Mn, aku sangat menantikannya.”

    “...Tapi entah mengapa kamu terlihat kurang antusias dari biasanya? Apa kamu benar menantikannya?”

    “Tentu saja. Lebih baik kita melihat-lihat dulu, Nee-chan. Kalau tidak, akan keburu gelap.”

    “...”

Koyuki terdiam dengan wajah pucat.

Adiknya yang memiliki obsesi terhadap pasangan tersebut sedang tidak menunjukkan minatnya pada kencan ini.

Sungguh kejutan yang tak terduga. Koyuki tampak terkejut seolah-olah langit dan bumi terbalik.

Koyuki dengan wajah yang pucat pun menepuk tangannya.

    “Oke, mari kita minum teh dulu! Aku yang akan membayarnya! Kamu bisa memesan apa saja, Sakuya!”

    “Sudah, tidak usah. Aku juga sedang tidak lapar.”

    “Seriusan!? Sakuya yang bisa makan parfait dan nasi katsu ukuran jumbo sekaligus, bilang tidak lapar!? Ini... ini adalah akhir dunia!”

    “Kau baik-baik saja, Koyuki? Tenanglah.”

Naoya menopang Koyuki yang hampir pingsan dan dengan diam-diam menghela napas.

    Ini bukan waktu yang depan untuk memilih hadiah...

Dengan demikian, ketiganya meninggalkan toko tersebut dan memutuskan untuk istirahat di taman terdekat.

Di sekitar mereka, ada ibu-ibu yang membawa anak kecil dan orang tua yang sedang berjalan-jalan dengan anjingnya, sungguh terasa damai.

Mereka duduk di bangku yang berada sudut taman dan Sakuya memandang langit dengan tatapan kosong.

    “Langit...biru...”

Meskipun dia menatap awan yang berlalu, matanya hampir tidak fokus.

Dia sepenuhnya dalam keadaan tanpa kesadaran diri. Kehadirannya semakin memudar, bahkan burung pipit bisa mendarat di kepalanya.

Melihat adiknya dari vending machine yang terletak agak jauh, wajah Koyuki semakin pucat.

    “Apa yang harus kita lakukan, Naoya-kun. Aku tidak menduga kalau dia bahkan tidak pulih setelah mendampingi kencan kita...”

    “Yah, kencan hari ini sebenarnya untuk memilih hadiah ulang tahunku, kan? Dan dia hanya ikut saja, bukan?”

Namun, jika Sakuya dalam keadaan normal, dia pasti akan pulih dengan hal itu.

Naoya meletakkan uang ke vending machine dan menekan tombol secara acak. Ketika tiga kaleng minuman keluar, Koyuki tampak telah membuat keputusan. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan mengangguk dengan tegas.

    “Yosh. Aku...akan bertanya kepada Sakuya apakah ada yang mengganggu pikirannya.”

    “Oh, kali ini kau lebih proaktif. Padahal kau ragu-ragu saat bersama Yuna.”

Yuna, adik perempuan Yui.

Waktu itu Koyuki akhirnya bisa mendengarkan masalah Yuna karena didorong oleh Naoya. Namun, kali ini Koyuki dengan sukarela mencoba mendukung seseorang yang terlihat bermasalah.

Naoya kemudian menyipitkan matanya,

    “Ternyata Koyuki sudah makin dewasa ya.”

    “Bukan begitu. Karena kali ini adalah masalah penting bagi adikku yang sangat berharga.”, ujar Koyuki sambil mengerutkan keningnya dengan kesal.

    “Sakuya bisa menghadapi segalanya sendirian. Tentang diriku dan Sakuya, ya, kami menonjol dengan penampilan yang tidak seperti orang Jepang pada umumnya... Dulu kami sering dibully.”

Dalam kasus Koyuki, sepertinya sahabat masa kecilnya, Emika, yang melindunginya.

Namun, jika berbicara tentang Sakuya...

    “Sakuya sendirian berhadapan dengan para pembully itu dan akhirnya mereka malah jadi pengikutnya. Dia sangat kuat. Kalau sampai ada masalah yang membuatnya sampai tidak bisa berhenti memikirkannya...maka sudah jadi tugas seorang kakak kan untuk membantunya.”

    “...Iya, paham.”, Naoya tersenyum lembut.

Hati Naoya terasa hangat saat dia merasakan perasaan Koyuki, namun emosi lain juga perlahan muncul di dalamnya. Sebuah komentar pun keluar dari mulutnya.

    “Entah mengapa, aku jadi merasa cemburu.”

    “Hah? Apa maksudmu?”, Koyuki terlihat heran.

Melihat Koyuki yang heran, Naoya dengan jujur mengungkapkan perasaannya padanya.

    “Aku itu pacarmu, tapi aku tidak akan bisa menjadi saudaramu. Ikatan seperti itu memang unik. Jadi, aku tidak bisa menahan rasa iriku.”

    “Hehe, benar kan? Kami adalah saudara perempuan yang akrab.”, ujar Koyuki dengan bangga.

Perasaan senang melihat Naoya iri karena ikatan saudaranya dan perasaan senang karena bisa menunjukkan sisi baiknya pada Naoya, membuat Koyuki menjadi sangat bersemangat.

Saat itulah, semangat berjuangnya sudah mencapai puncak.

Sambil menunjuk ke arah adiknya yang sudah menunggu mereka kembali, Koyuki mendeklarasikan,

    “Jadi perhatikanlah, Naoya-kun! Akan ku tunjukkan ikatan saudara perempuan kami dari kursi yang spesial!”

    “Baiklah, sepertinya akan menyenangkan.”

    “Aku benar-benar khawatir denganmu, tahu. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan, tapi...kalau memang ada masalah, bicaralah denganku.”

    “Onee-chan...”

    “Kita hanya dua bersaudara saja, jadi jangan ragu-ragu.”

Koyuki menatap lurus adiknya. Mata Sakuya bergetar seraya dirinya meremas tangannya di atas meja. Setelah sebelumnya seolah dalam keadaan bermimpi, ia pun akhirnya terbangun.

Sakuya melirik wajah Naoya sebentar, dan kemudian menggelengkan kepalanya secara perlahan.

    “Iya. Mungkin lebih baik aku menanyakannya pada Onee-chan daripada terus-menerus merenung.”

    “B-Benar, kan?”

    “Yah, Koyuki juga pernah mengalaminya kok.”, ujar Naoya sambil mengangguk ringan.

Sakuya sepertinya telah mengambil keputusan. Dengan wajah yang lebih serius dari biasanya, ia mengeluarkan suara yang berat.

    “Sekali lagi, Onee-chan, ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”

    “Apa itu...?”

Koyuki menelan ludahnya dan membisu.

Suasana tegang melingkupi antara kedua saudari itu. Dan kemudian, Sakuya mengungkapkan pertanyaan pamungkasnya.

    “Kapan kamu menyadari kalau...kamu jatuh cinta dengan Nii-sama?”

    “...Hee?”

Koyuki mengedipkan matanya dan kehilangan kata-kata.

Cirp...cirp...

Keheningan pun jatuh kembali diantara mereka bertiga, dan suara burung merpati terdengar sesaat.

    “Eeeeeeeh!?”

Saat Koyuki dengan tiba-tiba berdiri dengan penuh semangat, burung-burung merpati yang terkejut beterbangan dengan cepat.

Di tengah-tengah bulu burung yang berjatuhan, Koyuki dengan tubuhnya yang gemetar membuka mulutnya.

    “Jangan bilang... Sakuya, kamu...kamu jatuh cinta dengan seseorang...!?”

    “Itu...aku sendiri tidak terlalu mengerti.”

Sakuya menggelengkan kepalanya. Sambil mengerutkan sedikit keningnya, dia berbicara dengan perlahan.

    “Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya, aku tidak tahu apakah perasaan ini hanya sebatas menyukai sebagai penggemar biasa atau aku benar-benar cinta dengannya. Itu sebabnya, aku terus-menerus memikirkannya...”

Sakuya mengatakannya dengan sedikit terbata-bata, lalu dengan ragu melanjutkan.

    “Waktu aku melihat orang itu berbicara dengan seorang wanita... Aku merasa sangat tidak nyaman.”

Perasaan dalam hatinya yang sudah sulit untuk ia pahami menjadi semakin kacau dengan kejadian itu. Dan karena merasa tidak nyaman, Sakuya juga merasa muak terhadap dirinya sendiri. Saat dia terus memikirkannya dengan penuh rasa kebingungan──Sakuya semakin tidak bisa menemukan keputusan di dalam hatinya.

    “Jadi, aku ingin mendapatkan saran dari Onee-chan yang telah memiliki pengalaman... Onee-chan?”

Sakuya tiba-tiba miringkan kepalanya. Mungkin karena kakaknya masih terdiam dan terlihat tubuhnya semakin gemetar.

Sementara Sakuya kebingungan, Koyuki tiba-tiba mengangkat wajahnya dengan bersemangat.

    “Adik perempuanku menggemaskan sekali!”

    “Ya?”

Dengan senyuman yang berkilauan, Koyuki menyatakannya dengan sepenuh hati.

Menghiraukan Sakuya yang bingung, Koyuki menepuk bahu Naoya dengan penuh semangat.

    “Naoya-kun, kamu dengar kan!? Adik perempuanku sedang jatuh cinta! Dan dia sedang menghadapi masalah asmara yang manis dan berkilauan, bukan!? Imut sekali dia, aku jadi bingung!”

    “Hahaha, syukurlah, Koyuki.”

    “Onee-chan, berhentilah. Itu belum pasti kan.”

Sakuya menatap tajam kakaknya yang bersemangat. Pipinya sedikit merah mungkin karena malu.

Biasanya, Sakuya yang mengolok-olok kakaknya, tapi hari ini sepertinya situasinya terbalik. Koyuki juga tampak lega karena ternyata masalahnya tidak sesuai dengan yang ia duga. Dengan aura kebahagiaan yang meluap-luap, dia mulai menyelidika dunia asmara adiknya.

    “Jadi, siapa orangnya? Teman sekelasmu?”

    “...Aku akan diam.”

Sakuya dengan segera membuang mukanya. Sepertinya dia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya sampai sejauh itu.

Melihat reaksinya, Koyuki pun merajut kecewa.

    “Muu, sayang sekali. Tentu saja kamu tahu kan, Naoya-kun?”

    “Tentu saja. Tapi, aku tidak bisa memberimu petunjuk. Karena Sakuya-chan sedang memelototiku.”

    “Pokoknya jangan pernah memberitahunya, Nii-sama. Kalau memang kamu tidak ingin mengganggu hubungan jangka panjang kita kedepannya.”

    “Aku juga tidak ingin dibenci dengan adik iparku, jadi aku akan tetap diam.”

    “Cih, kalian berdua kompak sekali.”

Koyuki menatap mereka dengan kesal sambil melipat tangannya dan merenung.

    “Apa aku juga akan tahu kalau aku bisa se peka Naoya-kun?”

    “Yah, Koyuki yang tidak peka begitu sudah pas kok. Kalau tidak, kau tidak akan bisa berpacaran dengan orang sepertiku.”

    “Ku rasa begitu... Kayaknya aku bakal tetap tidak peka begini seterusnya.”

Meskipun dia mengeluh dengan rasa frustasi, sebenarnya ada tanda-tanda kasih sayang di dalamnya.

    “Kita bicarakan saja itu nanti. Kamu akan membantuku kali ini, kan?”

Setelah melihat interaksi tersebut, Sakuya menatap tajam ke arah mereka berdua. Ia mengetuk meja dengan jari telunjuknya tanpa berusaha menyembunyikan kekesalannya, dan tekanan yang mengintimidasi muncul dari tubuhnya yang kecil. Dengan tatapan tajam dari balik kacamatanya, Sakuya melemparkan pertanyaan yang kritis.

    “Aku ingin segera memahami perasaan ini. Jadi, katakan padaku, Onee-chan. Kapan dan saat apa kamu sadar kalau kamu menyukai Nii-sama? Apa yang jadi pemicunya?”

    “Ugh... kamu tahu, Sakuya. Memang benar aku ingin membantumu... Tapi, apa aku harus mengatakannya di sini sekarang juga?”

Koyuki lalu menunjuk Naoya yang berada di sebelahnya dan lanjut berbicara dengan canggung.

    “Ini bukan hal yang bisa aku ungkapkan di depan Naoya-kun, tahu...”

    “Ah, kalau soal aku, jangan khawatir. Meskipun kau hanya bicara berdua dengannya, aku akan tetap tahu pembicaraan kalian nanti.”

    “Apa aku tidak punya privasi...? Ya, memang tidak kan...”

Koyuki menghela napas panjang. Sambil mendengus kesal, dia menyilangkan kakinya dan tertawa angkuh bak ratu.

    “Pada dasarnya, aku tidak begitu suka padanya, oke? Dia hanya sekadar cadangan atau mainan yang menyenangkan──”

    “Jangan bersikap sok keras sekarang. Cepat jawab.”

    “Iya... Maaf...”

Setelah mendapat tatapan tajam dari Sakuya, Koyuki menjadi ciut dan mengangguk dengan lesu. Dengan raut muka sedih dan putus asa, ia sepertinya menerima bahwa sudah tidak ada tempat lagi baginya untuk melarikan diri.

Namun setelah itu, Koyuki menggelengkan kepalanya sambil mencoba mengingat-ingat.

    “Hmm... tapi, kapan aku menyadarinya ya...hmm”

Dia menggelengkan kepala ke kiri dan kanan sejenak, bergumam ini dan itu. Sementara Sakuya memperhatikannya dengan gelisah.

Ekspetasi bahwa kakaknya akan memberikan pedoman yang jelas, terlihat dari matanya. Namun, sebaliknya, apa yang keluar dari mulut Koyuki dengan eskpresi cemberut di wajahnya adalah jawaban yang sangat tidak meyakinkan.

    “Aku tidak terlalu mengerti...”

    “Eh?!”

Sakuya mengeluarkan suara yang jarang terdengar darinya. Sepertinya jawaban tersebut sangat tidak diduga olehnya. Dengan wajah sedikit pucat, ia menelan ludahnya.

    “Tapi, Onee-chan, kamu sudah mengejar Nii-sama sejak awal kan. Tapi, bahkan kamu tidak tahu kapan kamu menyadari perasaan sukamu?”

    “Karena awalnya, perasaanku tidak begitu jelas.”

Koyuki mengangkat bahunya dan menggaruk pipinya tersipu malu. Dia lalu melirik Naoya dan melanjutkannya.

    “Aku hanya merasa 'Aku ingin berada di sisi orang ini' tanpa alasan yang jelas. Lalu aku mendekatinya... dan ya begitulah.”

    “Jangan seenaknya bilang “ya begitulah”. Sekarang dia itu pacarmu, tahu.”, sindir Naoya ke Koyuki.

Sehari setelah diselamatkan dari seorang pria yang berusaha menggodanya, Koyuki mencoba untuk berbicara dengannya di sekolah, dan dirinya benar-benar ditaklukkan. Koyuki masih memendam rasa kesalnya atas kejadian itu, sementara bagi Naoya, itu adalah kenangan yang menggemaskan.

Sakuya menatap kakaknya seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

    “Kamu mencoba mendekatinya dengan perasaan yang ambigu begitu...?”

    “Soalnya, itulah yang aku inginkan saat itu.”, jawab Koyuki dengan tegas.

    “Perasaan cinta itu awalnya memang selalu ambigu begitu, kan? Yang terpenting itu bukan soal menentukan perasaan apa yang kamu rasakan, tapi apa yang benar-benar ingin kamu lakukan.”

    “Apa yang ingin aku lakukan...”

Sakuya bergumam seolah terpesona dengan kata-kata Koyuki. Matanya yang awalnya memancarkan keputus asaan, mulai menujukkan sinarnya.

Kemudian, Naoya juga menimpali dengan lembut.

    “Sakuya-chan, apa yang ingin kau lakukan dengan orang itu?”

    “...Aku ingin berbicara dengannya.”

Sakuya menundukkan kepalanya, lalu berbicara dan mengungkapkan keinginannya yang sederhana.

    Aku ingin tertawa bersama tentang hal-hal yang konyol.

    Makan makanan yang lezat bersama juga...

Setelah mempertimbangkannya, Sakuya menghembuskan napas kecil. Ketika dia perlahan-lahan mengangkat wajahnya, senyuman cerah tampak dari wajahnya.

    “Mn. Tapi pada akhirnya...mungkin yang paling aku inginkan adalah berada di sisinya.”

    “Apa sih, pada akhirnya kamu sama sepertiku.”

Koyuki tertawa kecil setelah mendengar kesimpulan adiknya. Meskipun sikapnya terlihat bertolak belakang, mereka sebenarnya memiliki kesamaan yang mendalam.

    Enak ya punya saudara begitu. Saudara laki-laki ataupun perempuan.

Bagi Naoya yang merupakan anak tunggal, hal tersebut adalah pemandangan yang memukau. Ketika dia menyipitkan matanya, Koyuki melirik Naoya dengan pandangan nakal.

    “Oh, btw, Naoya-kun, bagaimana denganmu? Kapan kamu menyadari kalau kamu menyukaiku?”

    “Aku? Aku juga agak bingung kok awalnya. Karena aku tidak bisa menentukan jenis perasaan apa yang aku miliki terhadapmu, Koyuki.”

Naoya telah menjauhkan diri dari urusan percintaan selama hidupnya. Karena itu, dia bingung dengan perasaan cinta yang pertama kali dia rasakan. Meskipun dia pandai membaca pikiran orang lain, ternyata tidak dengan isi hatinya sendiri. Saat pertama kali ia menyadarinya, itu menjadi pengalaman yang berharga baginya.

    “Tapi, aku menyadarinya tidak lama kemudian. Kalau ternyata perasaanku ke Koyuki itu perasaan cinta.”

    “Fufu, begitu ya.”

Koyuki hanya memberikan respon yang singkat. Namun, senyuman malu-malu yang terlihat di wajahnya tidak dapat disembunyikan.

Tanpa menyadarinya, Koyuki dengan angkuh mengatakan.

    “Naoya-kun memang sederhana ya. Kalau ada gadis sempurna sepertiku yang mendekatimu, kamu bakal langsung takluk padanya begitu saja. Jadi bersiaplah, aku bakal mempertahankanmu tergantung dari tingkat kesetiaanmu, oke.”

    “Mn, tentu saja. Aku akan menjagamu sebaik mungkin selama sisa hidupku. Jadi bersiaplah juga, Koyuki. Oke?”

    “E-Eh... Iya aku sudah sangat siap kok. Btw...”

Wajah Koyuki sedikit menegang dan ia perlahan menjauh dari Naoya.

    “Kenapa ya kamu mengulurkan tanganmu begitu?”

    “Sepertinya matahari sudah mulai terbenam dan udaranya mulai dingin, bagaimana kalau aku menghangatkanmu sebagai tanda kesetiaanku.”

    “Tidak perlu! Aku tidak membutuhkan pelayanan semacam itu!”

    “Sudahlah, jangan ragu-ragu, Koyuki. Sini, melompatlah ke dadaku.”

    “Waaaa, jangan mendekatttt!?”

Dengan perlahan, jarak di antara mereka berkurang, tetapi Koyuki mendorong Naoya dengan sepenuh tenaga sambil hampir menangis. Melihat interaksi mesra yang biasa terjadi di antara pasangan tersebut, Sakuya menghela napas lega.

    “Rasanya seperti di rumah sendiri. Terbaik memang pasangan favoritku.”

    “Ah, Sakuya-chan sudah kembali seperti biasanya ya.”

    “Mn, akhirnya ketenanganku sudah kembali, jadi aku bisa menikmati lagi pemandangan ini. Terima kasih, kalian berdua.”

    “Sama-sama!!”

Koyuki berteriak dengan agak putus asa, dan segera melepaskan dari pelukan Naoya. Ia berdehem, walaupun dengan kondisi napasnya yang masih terengah-engah dan wajahnya yang merah.

Koyuki lalu mengatakan dengan tegas kepada adiknya.

    “Oke deh! Lakukan saja apapun yang kamu inginkan, Sakuya. Semuanya pasti akan segera jelas nantinya. Pokoknya, Onee-chan akan selalu mendukungmu!”

    “Mn, aku akan melakukan yang terbaik.”

Sakuya mengangguk pelan. Ekspresi wajahnya seperti biasa tidak berubah, tetapi ada keceriaan yang terpancar dari sana. Sepertinya dia telah membuat keputusan dalam dirinya.

Sakuya lalu perlahan bangun dan menunjuk toko kerajinan tangan sebelumnya.

    “Kalau begitu, sekarang ayo kita ke sana. Kamu ingin memilih hadiah ulang tahun untuk Nii-sama, bukan?”

    “Tentu saja! Aku mengandalkanmu, Sakuya. Aku akan menyiapkan hadiah kejutan terbaik dan membuat Naoya-kun terpana!”

    “Aku sudah tidak paham lagi arti kata 'kejutan' disini...”

Naoya tertawa kecil sambil mengikuti kedua saudara perempuan yang akrab tersebut. Mereka berbelanja bersama seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.

Setelah melihat-lihat, Koyuki membeli beberapa barang. Kemudian...

    “Lihat ini! Dengan ini aku akan membuatkanmu hadiah terbaik. Sebaiknya kamu bersiap-siap untuk menundukkan kepalamu dan menangis, oke! Hohoho!”, ujar Koyuki dengan riang sambil tertawa dengan keras.

Naoya memiliki firasat buruk akan hal itu, tetapi dia hanya tersenyum tanpa berkomentar apapun. Dan tentu saja, Sakuya juga merasakan hal yang sama, dan hanya tersenyum melihatnya.

 

Lalu, dua minggu kemudian. Di hari ulang tahunnya, Naoya mengunjungi tempat kerja Koyuki.

Koyuki telah bekerja sejak pagi, dan setelah waktu makan siang berakhir, sudah saatnya baginya untuk pulang kerja. Jumlah pelanggan di sana sudah mulai berkurang, dan suasana di dalam toko terasa tenang. Setelah Naoya dipersilakan duduk, Koyuki datang dengan pakaian kasualnya.

    “Kerja bagus, Koyuki.”

    “...Huum.”

Wajah Koyuki yang duduk di depannya terlihat cukup murung. Tidak berlebihan jika mengatakan dirinya sedang sangat kelelahan. Padahal pekerjaan paruh waktunya tidak begitu berat──dan Naoya telah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Ketika Naoya diam-diam memperhatikannya, Koyuki tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

    “Um, bukankah hari ini ulang tahunmu...?”

    “Mn, begitulah.”

Hari ini mereka berjanji untuk bertemu di sini dan pergi berkencan setelah Naoya menerima hadiah ulang tahunnya. Ini adalah ulang tahun pertamanya yang mereka rayakan bersama sebagai pasangan. Sudah jelas bahwa ini adalah hari yang istimewa.

Namun, raut wajah Koyuki berubah menjadi serius. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang pucat dan gemetar, lalu dia mengucapkan kata-katanya dengan suara lirih.

    “Ulang tahunmu...bisakah kita merayakannya bulan depan?”

    “Jangan konyol.”

Meskipun gadis cantik ini sering bersikap egois, tetap saja ada batasnya. Ketika Naoya dengan tegas menolaknya, Koyuki tiba-tiba merunduk di atas meja dan mengeluh.

    “Ini sudah tidak masuk akal sejak awal! Pertama kalinya aku membuat sesuatu seperti ini, dan tiba-tiba harinya sudah tiba! Rasanya terlalu singkat...!”

    “Kau sendiri sudah tahu deadlinenya, bukan?”

    “Jangan sebut itu deadline! Ini tuh bukan tugas atau pekerjaan, tapi tentang hadiah buatan tangan untuk pacarku!”

    “Koyuki sendiri kan yang bilang waktu itu. Yaudah, ayo makan yang manis dulu dan tenangkan dirimu.”

Naoya mencoba menenangkan Koyuki yang merasa kesal dengan nada yang santai. Kemudian, ia memesan es krim untuknya. Ketika pesanannya tiba, Koyuki mulai memakan es krim rasa ubi edisi musim gugur itu dengan perlahan. Meskipun begitu, ekspresi di wajahnya tidak kunjung membaik. Dan dengan suara yang terdengar seolah berasal dari dalam lubuk hatinya, dia mengeluh.

    “Seharusnya kamu sendiri sudah tahu kan sebelum hari ini...kalau aku tidak akan bisa menyelesaikannya sesuai dengan keinginanku.”

    “Ya jelas saja, kalau kau terlalu memikirkannya setiap hari.”

Setelah berbelanja di toko kerajinan tangan itu, Koyuki bekerja keras setiap harinya. Dan dari hari ke hari, wajahnya menjadi semakin tegang. Jadi meskipun bukan Naoya yang melihatnya, orang tersebut pasti tahu kalau Koyuki tidak membuat kemajuan yang baik.

    “Wajahmu sudah seperti Kirihiko-san waktu dikejar deadline, pucat sekali.”

    “Uuhh...ketahuan, kan.”

Setelah selesai menyantap es krimnya, Koyuki tertelungkup di atas meja dan mulai berbicara dengan nada gemetar.

    “Karena itulah... Maaf sudah mengatakannya, tapi aku akan senang kalau kamu bisa menunggu sampai bulan depan. Boleh ya...?”

    “Mn, tidak boleh. Aku tidak mau menunggu.”, jawab Naoya dengan tegas.

Tidak masalah sebenarnya bagi Naoya untuk menunggu menyelesaikannya. Namun dalam kasus ini, ceritanya berbeda.

    “Sebenarnya hadiah itu sudah jadi, kan? Kalau begitu, aku menginginkannya.”

    “Uughh...”

Koyuki mengeluarkan suara seperti katak yang sedang tertekan. Setelah memantapkan hatinya, ia mengeluarkan hadiah yang sudah dibungkus dari dalam tas. Kertas kado dan pita adalah yang ia beli di toko kerajinan tangan beberapa waktu yang lalu.

Ia memeluk hadiah itu erat di dadanya dan dengan susah payah mengeluarkan suaranya.

    “Sebenarnya sudah jadi...tapi hasilnya jelek, banyak kesalahan waktu aku merajutnya, dan bentuknya tidak rapi...”

Dengan tatapan penuh keraguan, ia mengungkapkan kekhawatirannya.

    “Sejujurnya, ini hasil yang gagal... Tapi, apakah kamu masih menginginkannya?”

    “Tentu saja. Itu hadiah yang sudah Koyuki buat dengan sepenuh hati, bukan?”

    “...Tapi ini tidak pantas disebut hadiah.”

    “Kalau memang begitu, buatkan aku lagi tahun depan.”

Naoya perlahan meraih tangan Koyuki yang tampak cemberut. Meskipun Koyuki mungkin akan marah jika ia mengatakan bahwa hasil akhirnya tidak penting, hadiah ini dibuat dengan penuh perasaan untuk Naoya. Tidak ada hadiah yang lebih berharga dibanding itu, bahkan jika itu adalah barang yang bernilai mahal. Melihat Koyuki membuatnya dengan penuh semangat dari dekat, hati Naoya terasa penuh.

    “Kalau Koyuki membuatnya lagi tahun depan, mungkin hasilnya akan lebih bagus. Jadi, sampai saat itu, aku akan merawat ini dengan baik.”

    “...Oke deh. Nn.”

Koyuki menyodorkan bingkisan tersebut sambil memalingkan wajahnya. Ketika Naoya mengucapkan kata-kata itu sebelumnya, sepertinya Koyuki sudah memperkirakannya sejak awal karena Koyuki hanya sedikit mengeluarkan perlawanan.

Tanpa pikir panjang, Naoya menerima bingkisan itu dengan penuh rasa syukur dan membukanya. Di dalamnya ada hadiah seperti yang telah ia harapkan. Hadiah tersebut berupa syal abu-abu sederhana, dengan beberapa bagian yang tidak sempurna seperti yang sudah diungkapkan oleh Koyuki. Walau begitu, syal itu terlihat rapi dan benangnya terasa lembut dan hangat.

Ketika Naoya menyembunyikan wajahnya dengan syal itu, ia bersorak kegirangan.

    “Syal yang bagus sekali! Terima kasih, Koyuki. Aku sangat menyukainya.”

    “Uuuu...! Lihat saja nanti! Aku bakal belajar lagi dan membuat sesuatu yang tidak kalah dengan yang dijual di toko tahun depan!”

Koyuki memerah dan menempelkan jari telunjuknya di depan hidung Naoya. Meskipun ia menyatakan perang secara langsung, tetap saja ia terlihat jelas sedang menyembunyikan rasa malunya.

Ketika Naoya mencoba memakai syal itu, kehangatan yang nyaman menyebar dari leher hingga seluruh tubuhnya. Akibatnya, wajah Naoya semakin mengendur.

    “Kalau begitu, aku akan menantikannya tahun depan. Dengan begitu ulang tahun terbaikku akan diulang kembali.”

    “Aarrgh... Melihatmu sangat bahagia begitu...”

Wajah Koyuki semakin memerah, lalu ia bergumam sambil menunduk. Ia terlihat sangat tidak tahan dengan sikap Naoya yang begitu serius.

    “Aku tidak menyangka hadiah buatan tangan bisa membuatku begitu bahagia. Kejutan memang tidak berlaku untukku, tetapi sebaliknya, selama dua minggu terakhir ini, aku tahu kalau pikiran Koyuki sepenuhnya terisi dengan hari ulang tahunku...”

Dalam kurun waktu itu, Koyuki selalu memikirkan tentang syal buatannya. Meskipun ia tidak pernah mengerjakannya di depan Naoya, ia tak henti-hentinya membaca buku tentang rajutan dan menonton video untuk mempelajarinya di waktu senggang. Mungkin karena Naoya bisa melihat usaha Koyuki begitu dekat, kehangatan syal yang ia kenakan terasa lebih berharga. Sambil menikmati tekstur syalnya, Naoya mengungkapkan pendapatnya dengan serius.

    “Dengan semua persiapan itu, aku jadi sangat bersemangat. Jika kau mau, berikanlah aku kejutan lagi.”

    “Itulah kenapa Yui-chan dan yang lainnya menyebutnya 'Special Play'.”

Koyuki menutupi wajahnya dan mengeluh dengan jengkel. Ia terlihat benar-benar kesulitan, tetapi secara diam-diam, jelas bahwa ia sedang merencanakan hal-hal seperti 'Bagaimana kalau kue berikutnya?'. Saat Naoya menyipitkan matanya pada Koyuki, ia melihat ke arah meja di belakangnya.

    “Apa kau sudah puas, Sakuya-chan?”

    “Ya, ini stok yang sangat bagus.”

    “Uwah!? Kamu ada di sini!?”

Koyuki terkejut dengan ekspresi yang tertunduk saat Sakuya mengintip melalui pembatas kursi. Sepertinya dia benar-benar tidak menyadari keberadaannya.

Sambil menenangkan denyut jantung yang berdegup kencang, Koyuki memperhatikan adiknya.

    “Sejak kapan kamu ada di sana...”

    “Beberapa saat yang lalu. Aku tahu titik pertukaran barangnya, jadi aku datang untuk mengintai.”

    “Kamu ini! Dan Naoya-kun, kenapa kamu membocorkannya!?”

    “Aku tidak membocorkannya. Koyuki kan yang menulisnya di kalender.”

Di ruang keluarga keluarga Shirogane, terdapat kalender yang di mana para anggota keluarga menuliskan jadwal-jadwal mereka di sana. Bagi Sakuya, benda tersebut adalah barang yang sangat berharga untuk memeriksa aktivitas targetnya.

Karena penyamarannya sudah terbongkar, Sakuya pun berpindah tempat duduk di sebelah Koyuki.

Ia juga membawa puding ala mode yang sangat besar. Sakuya dengan segera menyantapnya dengan sangat lahap, sementara Koyuki membulatkan matanya dengan keheranan.

    “Kamu sudah normal lagi ya... Padahal belum lama ini kamu terlihat sangat linglung.”

    “Aku adalah wanita yang bisa pulih dengan cepat.”

Sakuya mengangkat ujung bibirnya dan tersenyum dingin. Ia mengayunkan sendoknya seperti tongkat seorang konduktor dalam acara musik dan melanjutkan percakapannya dengan santai.

    “Karena aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan, aku hanya perlu terus maju lurus ke arah tujuan itu.”

    “Hee?”

Melihat sikapnya itu, Naoya sedikit terkejut.

    “Jadi, kau sudah mengambil keputusan, Sakuya-chan?”

    “Ya, dan persiapannya sudah lengkap.”

    “Eh, apaan tuh? Apa ada kelanjutan dari cerita sebelumnya──”

Ketika mata Koyuki bersinar dipenuhi rasa ingin tahu, pada saat itu...

    “Oh, apakah Sasahara-kun dan yang lainnya juga sedang di sini?”

Suara serak terdengar tak jauh dari mereka.

Ketika mereka melihat ke arah suara itu, terlihat Kirihiko sedang berdiri di sana. Ia mengenakan pakaian kasualnya dan hanya mengikat rambutnya dengan sederhana. Koyuki lalu memberikan salam padanya.

    “Halo, Kirihiko-san. Apakah kamu ke sini mencari Manajer? Dia ada di belakang, jadi aku panggilkan ya.”

    “Bukan Risa, aku dipanggil Sakuya-chan.”

    “Sakuya?”

    “Iya. Aku yang memintanya datang.”

Sakuya menganggukkan kepalanya dengan tenang.

Dengan begitu, Kirihiko juga bergabung dan duduk di sebelah Naoya.

Tanpa disadari, posisi duduk mereka seperti dalam sebuah acara kencan ganda (double date). Naoya yang mengetahui semuanya hanya memperhatikan perkembangannya, sementara Koyuki masih heran dengan pertemuan yang aneh ini.

Kemudian, Kirihiko yang memesan minuman dengan serius memulai pembicaraan.

    “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Kau bisa saja datang ke rumahku untuk membicarakannya kan.”

    “Hari ini, aku ingin menyatakan tekadku. Dan menurutku tempat ini lebih cocok.”

    “Tekad? Apaan memang?”

    “Sudah kuputuskan.”

Sakuya mengambil napas dalam-dalam dan dengan singkat mengungkapkannya.

    “Sensei, aku menyukaimu. Oleh karena itu, aku berencana untuk bersikap agresif denganmu mulai sekarang.”

    “Hah...?”

Kirihiko seketika tampak heran.

Tampaknya kata-kata tersebut tidak dapat langsung dicerna olehnya. Namun, setelah beberapa sepertinya kata-kata tersebut mulai memasuki pikirannya dan seketika──ia mengangkat suaranya.

    “Ya!?”

    “Itulah tekad yang ingin aku sampaikan padamu.”

Sakuya kemudian mengeluarkan bingkisan yang rapi dari suatu tempat.

Kertas pembungkus dan pitanya, semuanya dibeli bersama Koyuki waktu itu.

Kirihiko dengan ragu menerima bingkisan itu dan membukanya dengan hati-hati.

    “Karena Onee-chan juga membuatnya, jadi aku mencontohnya. Ini adalah syal rajut. Mungkin terdengar klasik tapi tolong terimalah ini dengan baik.”

    “Ya memang klasik...tapi bukankah ini terlalu serius ya sebagai permulaan!?”

Syal berwarna biru tua itu tidak berantakan seperti punya Koyuki, dan terlihat seperti sebuah produk jadi. Karena itulah, intensitas tekadnya terasa sangat kuat, dan Kirihiko menarik napas pelan.

Dia melipat syal itu, lalu menatap Sakuya dengan ekspresi serius.

    “Seingatku aku sudah pernah bilang sebelumnya, Sakuya-chan. Mungkin kau hanya kagum melihat ada orang dewasa yang dekat denganmu, tidak seperti yang kau bayangkan.”

    “Bisa jadi.”

Meski demikian, Sakuya hanya menganggukkan kepalanya dengan tenang, tidak sedikit pun menggoyahkan semangat perang yang tampak dalam matanya.

Dia terus berbicara dengan tenang sambil menatap mata lawannya.

    “Sejauh ini, aku selalu suka melihat Onee-chan. Tapi sekarang, aku juga suka melihat Sensei... Namun, ada perbedaan penting antara Onee-chan dan Sensei.”

    “Perbedaan penting...?”

    “Untuk Onee-chan, aku hanya suka melihatnya. Tapi, untuk Sensei...aku ingin terus berada di sisimu.”, jawab Sakuya dengan datar.

Tidak ada perubahan nada di dalamnya, dan itulah yang membuatnya terasa menakutkan.

    “Aku baru menyadarinya belakangan ini. Karena Sensei adalah orang yang sudah dewasa, mungkin Sensei memiliki hubungan pertemanan atau dekat dengan seseorang yang tidak aku ketahui. Dan aku tidak menyukainya...itulah yang aku rasakan.”

Sakuya kemudian mendeklarasikan perang dengan nada yang santai.

    “Oleh karena itu, sekarang aku akan menyerangmu dengan sepenuh hatiku. Aku tidak ingin menyesal nantinya.”

    “Ugh...”

Kiryuhiko hanya mengeluarkan erangan dari tenggorokannya.

Ketika dia dihadapkan langsung dengan tantangan terbuka tersebut, sepertinya dia tidak memiliki kesempatan untuk menghindar.

Dia menutupi wajahnya yang memerah dengan satu tangannya sambil berusaha mencari jalan keluar.

    “Tapi maaf... Jujur saja, Sakuya-chan, aku hanya bisa melihatmu sebagai seorang anak kecil. Dan aku rasa itu tidak akan berubah sesuai keinginanmu.”

    “Tidak masalah. Aku akan mengubahnya, tidak peduli berapa tahun lamanya.”

    “Ku-Kuatnya...”

Sakuya dengan keras kepala tidak mau mengubah tekadnya.

Setelah kebuntuan singkat──Kirihiko menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang.

    “Kalau memang niatmu begitu, aku pasrah saja.”

    “Kalau begitu...”

    “Oke, aku tidak akan memperlakukanmu seperti anak kecil lagi.”

Kirihiko menatap lurus Sakuya, menerima perasaannya secara langsung.

    “Kalau kau memang bisa menaklukanku, coba saja. Aku akan menerimanya.”

    “...Ya. Mohon kerjasamanya.”

Sakuya membungkukkan kepalanya sebagai jawaban.

Hubungan mereka tidak mengalami perkembangan apa pun, mereka hanya saling menyatakan perasaan mereka satu sama lain.

Meskipun begitu, Sakuya menunjukkan ekspresi yang cerah dan bersemangat. Langkah kecil yang diambilnya mungkin terlihat sepele, tetapi bagi dirinya itu adalah langkah yang sangat penting.

    Kau sudah berusaha keras, Sakuya-chan.

Naoya yang menyaksikan itu juga merasakan hangat di dadanya.

Dan di sebelahnya, Koyuki menelan ludah dengan canggung.

    “Sakuya... Kamu, tidak mungkin...”

Koyuki membuka mulutnya dengan ragu.

Setelah melihat-lihat wajah adik perempuannya dan Kirihiko, dengan terkejut ia berkata──.

    “Apakah kamu benar-benar serius mencoba menjadi asisten Kirihiko-san?”

    ““Ya!?”“

Sakuya dan Kirihiko secara bersamaan menatap Koyuki.

Keduanya sama sekali tidak bisa berkata-kata.

Maka, Naoya pun memberikan daftar menu yang sudah disiapkannya sebelumnya.

    “Koyuki, kau mau es krim lagi? Aku belikan ya buatmu.”

    “Eh, bolehkah? Tapi, kenapa...?”

Meskipun terkejut, tapi kemudian Koyuki memesan es krim stroberi.

Dengan begitu, suasananya pun menjadi normal kembali.

Sambil menggigit es krim yang sudah datang, Koyuki tersenyum bahagia.

    “Tapi, bagus sih kalau kamu mau kerja di tempatnya Kirihiko-san. Dia kan kerabat Naoya-kun dan bisa jadi sosok kakak yang baik. Aku bisa mempercayakan adik perempuanku yang lucu ini dengan tenang.”

    “Ah, jadi begitu ya pandanganmu terhadapku...”

    “Ya memang begitulah Onee-chan...”

    “Eh, kenapa kalian berdua melihatku seperti itu?”

Setelah mendapatkan tatapan tak percaya dari keduanya, Koyuki menjadi semakin bingung.

Namun, Naoya memberikan senyumanan lebar padanya.

    “Yah kita memang pasangan yang serasi, kan? Yang satu terlalu peka, yang satunya terlalu lemot.”

    “Hah? Apa maksudmu?”

Koyuki mengerutkan keningnya dengan kesal.

Namun, pandangan Koyuki segera beralih ke area belakang restoran. Dia mengangkat tangannya dan memanggil dengan suara keras.

    “Ah, Manajer! Kirihiko-san ada di sini!”

    “...!”

Sakuya tampak terkejut mendengarnya. Sementara semua orang memperhatikannya, Risa mendekati meja dengan langkah cepat dan menatap Kirihiko.

    “Oalah, kamu di sini toh, Kirihiko.”

    “Y-Ya, begitulah...”

Kirihiko menjawab dengan canggung sambil melihat ke sekeliling dengan gelisah. Meskipun dia telah memutuskan untuk menghadapi perasaan Sakuya, terasa canggung bagi Kirihiko jika ada orang yang dikenalnya mengetahui kalau dia berinteraksi dengan seorang gadis SMA. Sakuya memperhatikan percakapan tersebut dengan tatapan tajam. Meskipun dia membeku ketika berada di depan Risa beberapa waktu yang lalu, tapi tidak untuk hari ini.

    “Umm, Manajer.”

    “Mn? Adik perempuannya Shirogane kan, ada apa ya?”

Risa menjawab dengan santai. Dengan sikap menantang, Sakuya mengatakannya dengan tegas.

    “Aku tidak akan kalah.”

    “...Ya?”

Risa terkejut mendengar ucapan tersebut. Setelah sejenak berpikir, tampaknya dia tetap tidak bisa mengerti niat di balik pernyataan Sakuya. Risa kemudian meletakkan tangannya di pipinya dan miringkan kepalanya.

    “Ada apa ini...? Apakah aku melakukan sesuatu pada adik perempuan Shirogane?”

    “Oh, ah...jadi begitu. Itu sebabnya kau tiba-tiba menyatakan hal itu sebelumnya ya...?”

Setelah sadar, Kirihiko menggenggam kepalanya dengan tangannya.

Lalu Koyuki tiba-tiba menyadari sesuatu yang berkilau di tangan kanan Risa.

    “Oh! Itu, gelang yang kamu maksud sebelumnya kan, Manajer?”

    “Iya, kayaknya sih. Cocok tidak ya denganku.”

Dengan sedikit malu, Risa mengangkat gelang yang dihiasi dengan permata kecil tersebut.

    “Yap! Cocok banget denganmu!”

Koyuki mengangguk dengan senyum berkilau. Dalam matanya terlihat rasa kagum yang tulus. Lalu dengan semangat iya melanjutkan──,

    “Enak ya, Manajer. Mesra banget sama suaminya.”

    “...Hee?”

Setelah itu, Sakuya membeku mendengarnya. Kirihiko dengan wajah yang masam pun memberikan penjelasan.

    “Dia itu sudah menikah. Suaminya juga teman sekelasku, kita bertiga sudah saling kenal. Namanya Haruka, kita berbicara tentang minum bersama beberapa waktu lalu.”

    “Sudah jadi prinsipnya Risa-san saat bekerja untuk tidak memakai cincin.”

    “Humm...?”

Naoya menambahkan, dan Sakuya menekan pelipisnya sambil merenung sejenak. Dia mengangkat wajahnya yang sedikit tegang dan dengan suara pelan menatap Risa.

    “Kalau begitu... Apakah ada kemungkinan Manajer dan Sensei balikan lagi?”

    “Hah? Jangan membuat lelucon yang tidak lucu ya.”

Risa pun mengeretukan keningnya padanya. Bahkan tidak harus Naoya yang bisa melihat kalau dia merasa sangat jengkel dan muak dari lubuk hatinya.

Dia kemudian menatap tajam Kirihiko, mengangkat bahunya, dan berkata.

    “Dia terus mengomentari warna lipstikku dan bahkan lebih pandai dalam merawat kuku dibanding aku. Biarpun semua pria di dunia ini punah, aku tidak akan memilihnya.”

    “Makanya kita langsung putus dalam 3 hari kan? Bahkan aku sendiri juga merasa tertekan waktu itu.”

    “Toh kita mulai berpacaran karena iseng saja. Jadi itu adalah akhir yang bagus dan damai.”

Dengan begitu, mereka lebih cocok disebut teman masa kecil dibandingkan mantan sepasang kekasih. Interaksi mereka pun sederhana, dan ada ikatan persahabatan yang melampaui batas gender di antara mereka. Setelah memperhatikan itu dengan seksama, Sakuya perlahan menoleh ke arah Naoya.

    “Yang memberi tahuku kalau manajer adalah mantan pacarnya... Nii-sama, kan?”

    “Mn, tepat sekali.”

    “Mungkinkah... Kamu melakukannya untuk memprovokasiku?”

    “Hahaha, maaf ya. Aku pikir ini adalah kesempatan yang bagus.”

Naoya hanya tersenyum dengan gembira tanpa merasa bersalah. Sakuya terkejut dan terdiam. Namun, dia tidak menyangka semuanya akan berjalan sebaik ini. Koyuki yang masih belum memahami sepenuhnya cerita ini tersipu malu dan berkata dengan gembira.

    “Manajer sangat mesra dengan suaminya. Hampir setiap hari mereka janjian untuk pulang bersama setelah bekerja. Baru-baru ini mereka bahkan bergandengan tangan──”

    “H-Hei! Shirogane-san! Jangan sembarangan menceritakan hal semacam itu!”

    “Iya...iya...”

Melihat Risa panik, Sakuya menggertakkan giginya. Dengan transisi yang cepat dan tidak biasa, ia menegakkan tubuhnya dan menganggukkan kepalanya lagi pada Kirihiko.

    “Yah, karena sudah terlanjur begini, mohon kerjasamanya ya Sensei.”

    “Hah... Iya, mohon kerjasamanya juga.”

Situasi yang sudah terjadi, tidak akan bisa diulang kembali. Kirihiko juga sepertinya memahami hal tersebut, dan ia meresponnya dengan senyum yang canggung.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter || 

Post a Comment

Post a Comment

close