-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 5 Chapter 5

Chapter 5 - Perjalanan Sekolah

Pada hari itu, seperti yang diprediksi oleh prakiraan cuaca, langit biru terbentang sejak pagi. Namun, meskipun pada jam enam pagi, sinar matahari masih tampak lemah dan udara sangat terasa dingin. Bahkan di stasiun terbesar di dalam prefektur, masih sedikit orang yang berlalu-lalang. Semua orang menggenggam kerah jaket mereka dan berjalan dengan cepat.

Di salah satu sudut restoran cepat saji di dalam bangunan stasiun, Naoya dan dan yang lainnya berkumpul. Koyuki dan Sakuya, Yui dan Tatsumi, Arthur dan Claire juga terlihat seperti biasanya. Mereka membawa tiket kereta mereka masing-masing, dan sudah siap untuk memulai perjalanan.

Melihat mereka yang berkumpul, Emika berdehem,

    “Baiklah, karena sekarang semuanya sudah berkumpul, mari kita mulai saja. Ta-dah, inilah versi lengkap buklet perjalanan sekolah selama empat hari tiga malam.”

Mereka dengan senang mengeluarkan buklet terlipat yang terbuat dari selembar kertas fotokopi.

Yui dan Tatsumi terlihat heran setelah membukanya.

    “Wow, jadwal dan tempat wisatanya telah disusun dengan sempurna...”

    “Dan apa ini, daftar oleh-oleh rekomendasi...sudah seperti majalah kota ya.”

Sambil mengamati mereka, Naoya juga membuka buklet berisi enam belas halaman tersebut. Di sana, segala sesuatu tentang perjalanan belajar yang akan dimulai hari ini ditulis secara rinci. Tidak hanya jadwal sederhana, tetapi juga informasi tentang tempat wisata yang akan dikunjungi, biaya masuk ke fasilitas-fasilitasnya, daftar oleh-oleh, hingga catatan-catatan singkat...benar-benar panduan yang sangat lengkap.

    “Seperti yang diharapkan dari Ketua Komite. Sama seperti saat festival budaya waktu itu, kau selalu mengerahkan segalanya ya di setiap acara.”

    “Haha, malu deh kalau dipuji langsung begitu.” jawab Emika dengan bangga.

Meskipun ia seharusnya menulis dan mengedit buklet ini sendirian, tidak ada tanda-tanda kelelahan pada dirinya. Bahkan, wajahnya tampak bercahaya dan penuh kepuasan. Emika menepuk buklet itu dengan penuh sukacita.

    “Soalnya, ini perjalanan sekolah terakhirku bersama Koyuki-chan. Kami harus mempersiapkan diri dengan baik dan membuat kenangan yang tak terlupakan. Benar kan, Koyuki-chan?”

    “Ah benar juga ya...”

Koyuki yang sedang berada di sebelah Naoya, membuka bukletnya dan menganggukkan kepalanya.

Saat di Sekolah Dasar, Emika sudah pindah di pertengahan semester, jadi ini perjalanan sekolah pertamanya. Koyuki setuju dengan pendapat Emika dan juga sangat menantikannya hingga ia kesulitan tidur semalam. Meskipun begitu, ia tampaknya menjadi sedikit khawatir karena antusiasnya seakan-akan sedang menghadapi panggung terbesar dalam hidupnya.

Koyuki lalu dengan malu-malu mengatakan,

    “Kalau sudah kuliah nanti, ayo kita jalan-jalan bersama merayakan kelulusan atau apa gitu. Gimana?”

    “Tentu saja, bisa diatur itu. Tapi, kamu tahu...perjalanan sekolah pas SMA itu hanya sekali seumur hidup lho!”

Emika menggenggam tangannya dengan erat, matanya berbinar saat dia melanjutkannya.

    “Berbagi pengalaman luar biasa bepergian dengan beban tanggung jawab anak berumur 17 tahun...ini hanya terjadi sekali seumur hidup, jadi kita harus menghargainya! Lagi pula, ini adalah satu-satunya kesempatan kita berpergian dengan seragam sekolah secara legal!”

    “Tapi meski begitu, kamu terlihat terlalu bersemangat. Serius Emika, kamu terlalu berusaha keras, tahu.” ujar Koyuki, sambil mengangkat bahunya setelah melihat teman masa kecilnya yang terlalu bersemangat.

Di sisi lain, wajah Emika bersinar, dan dia menyipitkan matanya dengan ceria.

    “Ehh? Koyuki-chan, jangan mengatakan hal-hal menyedihkan begitu. Seharusnya kamu berterimakasih padaku, tahu.”

    “Hah? Aku berterima kasih kok karena kamu sudah membuatkan jadwalnya, terus kenapa...?”

    “Bukan, bukan itu maksudku.”

Emika menyeringai, lalu dengan sengaja menatap Naoya.

    “Aku sudah menyesuaikan jadwalnya biar Koyuki-chan bisa menghabiskan waktu perjalanan sekolah ini bersama Sasahara-kun yang kamu cintai. Kamu bisa bermesraan dengannya sepuasmu!”

    “A-Apa?! Aku tidak akan bermesraan dengannya di depan semua orang begini, bukan!?”

    “Ah, sudahlah. Aku bahkan sudah mencari dan mengumpulkan berbagai rencana kencan untukmu ketika kamu berkonsultasi padaku. Kamu bisa melihatnya di bagian akhir buklet☆”

    “Bentar...! Aku sudah bilang kalau itu rahasia, kan... Tunggu, aku bahkan tidak tahu tentang hal itu?!”

Wajah Koyuki memerah, dan meski dia marah, terlihat jelas dari kepanikannya bahwa Emika telah tepat sasaran.

Akibatnya, Naoya tersenyum, dan Koyuki pun menepuk bahunya.

    “Jangan senyum-senyum begitu, Naoya-kun! Aku hanya menyesuaikannya karena Yui-chan ingin pergi bersama Kouno-kun.”

    “Jangan khawatir, Koyuki. Aku bisa melihat sepenuhnya, seperti 'Terakhir kali itu perjalanan keluarga, tapi kali ini perjalanan sekolah! Karena tidak ada keluarga di sekitar dan di tempat yang tidak dikenal, jadi boleh kan kalau sedikit berani dan mengajaknya berkencan...! Kyaa!'. Aku bisa melihat kalau Koyuki sedang senang sekali.”

    “Apakah cuma ada musuh di sekelilingku?!”

Koyuki berseru sambil menyembunyikan wajahnya dengan tangannya.

Emika, yang menyaksikan kekalahan telak teman masa kecilnya, menghembuskan napas puas dan merasa senang.

    “Nah, ini dia interaksi yang selalu menghiburku. Rasanya seperti lagu penutup klasik dalam sebuah pertunjukkan langsung, bukan...”

    “Aku sepenuhnya setuju. Seperti yang diharapkan dari Suzuhara-senpai, kamu dapat mengerti dengan baik.”, ujar Sakuya sambil mengangguk setuju.

Dia dengan tenang menyantap menu yang tidak biasa dimakan bahkan oleh seorang siswa SMA dalam masa perkembangannya, seperti Triple Burger dengan Cola ukuran L dan kentang goreng ukuran L. Setelah merasa puas memakannya, Sakuya mengulurkan tangannya yang sudah diusap lembut kepada Emika.

    “Selama perjalanan sekolah nanti, aku mengandalkanmu untuk mengambil foto ya. Aku sangat menantikannya.”

    “Tentu, Sakuya-chan.”

Emika menggenggam tangan itu erat-erat.

Sepertinya mereka, termasuk dengan Koyuki, sering bermain bersama saat di sekolah dasar. Sekarang, setelah bertemu kembali, Emika dan Sakuya telah menjadi teman yang sangat dekat. Waktu yang telah berlalu dan minat yang sama membuat ikatan mereka semakin kuat.

Dengan mata berbinar-binar, Emika mengacungkan jempol dengan tangan satunya.

    “Sesuai janji, aku bakal mengunggah foto yang ku ambil ke cloud server bersama kita. Pokoknya dicek ya nanti. Nanti kita pilih foto-foto yang terbaik dan buatkan albumnya, oke!”

    “Tentu saja. Aku akan terus mengeceknya sepanjang waktu.”

    “Kalian berdua sedang berkomplot apa sih?!”

Koyuki yang awalnya terduduk di lantai, kembali berdiri untuk menyela dan memberikan komentar pada mereka.

Dengan ekspresi serius, dia menatap adik perempuannya. Meskipun tatapan matanya tajam, namun dia sepertinya sedikit terintimidasi oleh semangat mereka.

    “Btw, kenapa kamu dan Claire-chan ada di sini? Bukankah perjalanan sekolah kalian tahun depan?”

    “Aku cuma mengantar kalian saja. Setelah ini, aku akan membangunkan Sensei dan pergi ke sekolah.”

    “Sakuya-chan, kau benar-benar langsung terus menyerangnya ya.”

Baru beberapa hari yang lalu dia menyatakan akan membuat Kirihiko jatuh cinta padanya. Dan karena kejadian tersebut sedikit dipaksakan, tidak heran ia segera mengambil keputusan dan bertindak cepat. Namun di sisi lain, Kirihiko juga sangat terbantu akan hal itu. Sakuya selalu membangunkannya tepat waktu setiap pagi, bahkan terkadang memberinya camilan buatannya sendiri. Dia juga mengatur jadwalnya dengan sangat bagus.

    Apa yang harus aku lakukan, Sasahara-kun... Jika ini terus berlanjut, aku bakal segera kalah dengan telak...”

    “Loh, tidak apa-apa kan?”

Naoya hanya memberikan respon yang begitu singkat ketika Kirihiko mencoba berkonsultasi padanya dengan serius.

Sementara itu Koyuki, yang tidak tahu-menahu cerita dibalik semua itu, mengalihkan pandangannya ke Claire.

    “Haaah... Terus, bagaimana denganmu, Claire-chan?”

    “Aku juga cuma mengantar saja. Selain itu... ada beberapa urusan yang harus ku selesaikan.”

Claire memberikan senyuman lembut. Di sampingnya, Arthur terlihat asyik membaca bukletnya.

    “Kyoto... tempat di mana budaya Jepang kuno berakar... Bagus... Aku sangat menantikannya... Apa aku bakal bertemu dengan ninja?”

Sebagai seorang wibu, dia sangat bersemangat untuk pergi ke tempat wisata yang unik dalam perjalanan sekolahnya.

Setelah melemparkan pandangan tajam pada saudaranya, Claire tersenyum pada Emika.

    “Kalau tidak salah...namamu Emika-senpai, kan? Aku ingin berbicara padamu.”

    “Hm? Apa itu, Claire-san?”

Emika miringkan kepala bertanya-tanya.

Walaupun sikapnya terlihat santai, tampaknya Claire sebenarnya sedang cemas.

Dari matanya yang menyempit karena senyumnya, terpancar rasa cemburu yang terlihat samar.

Suasana yang tidak nyaman memenuhi ruang di antara mereka, dan Koyuki tanpa sadar menahan napasnya. Sementara Sakuya, pada kesempatan itu, pergi memesan Triple Burger lagi.

Di tengah keadaan itu, Claire menegakkan sikapnya dan menghadapi Emika dengan wajah serius.

    “Menikmati perjalanan sekolah bersama...menyenangkan, bukan. Dan di kelompok kalian ada Naoya-sama dan Yui-senpai bersama pasangannya masing-masing...terus ada Onii-sama dan Emika-senpai. Begitu kan ya?”

    “Mn. Terus kenapa ya?”

    “...Onii-sama itu milikku.”

Claire melemparkan pandangan tajam padanya sambil memeluk lengan kakaknya.

Ini membuat Arthur terkejut, matanya membulat dan dia menjadi panik.

    “Claire!? D-Duh, kenapa kau tiba-tiba begini...!”

    “Onii-sama, tolong diam.”

Claire memberi teguran tegas, lalu terus melanjutkannya tanpa ragu.

    “Di kondisi khusus seperti perjalanan sekolah, pria dan wanita yang tersisa cenderung menjadi dekat... Ini memang terlihat klise. Tapi Onii-sama sudah memiliki seseorang yang penting baginya. Tolong jangan lupakan itu.”

    “Oh, itu maksudmu. Jangan khawatir, jangan khawatir.”

Melihat Claire memberikan peringatan baginya secara terang-terangan, Emika melambaikan tangannya dengan ringan.

    “Kamu dan Arthur-kun adalah pasangan yang telah menunjukkan adegan yang sangat bergairah waktu festival sekolah kemarin, bukan? Tidak ada gunanya bagiku untuk mengganggu kalian. Lagipula, Arthur-kun itu bukan tipeku.”

    “Hmm, benarkah...? Bagaimana menurutmu, Naoya-sama?”

    “Tenang saja. Aku sama sekali tidak melihat adanya tanda-tanda yang mengarah ke situ.”

Bagaimanapun juga, Emika sudah terobsesi dengan Koyuki. Dia hanya menganggap Arthur sebagai “ekstra” dari pacarnya Koyuki. Setelah mengungkapkan hal itu, Claire mengelus dadanya yang menandakan bahwa dirinya sudah lega.

    “Oke deh kalau begitu. Maafin aku ya, Emika-senpai. Aku sudah mengatakan hal yang tidak sopan...”

    “Tidak apa-apa kok. Menurutku itu kekhawatiran yang wajar.”

    “Seperti yang diharapkan dari teman masa kecil Koyuki-sama...! Kemurahan hatimu benar-benar luar biasa!”

    “Hehehe, ya karena Claire-san juga sih. Aku sangat berterima kasih padamu.”

    “Eh? Apa yang sudah aku lakukan untuk Emika-senpai...?”

    “Tentu saja, hal yang sangat penting.”

Emika tersenyum lembut lalu menepuk pundak Claire.

    “Kalau Arthur-kun jadi karakter tunangan yang merusak kebahagiaan Koyuki-chan...aku akan melakukan segala cara untuk menyingkirkannya. Tapi ternyata kamu sudah berhasil mengurusnya, jadi itu menyelamatkanku dari banyak masalah. Terima kasih, Claire-san.”

    “Uh, uhm...iya, sama-sama?”

Claire mengangguk dengan bingung.

Koyuki semakin frustasi dengan teman masa kecilnya yang begitu ekstrem.

    “Bukannya harusnya Naoya-kun yang bilang begitu? Memangnya kamu itu menganggapku sebagai siapa, Emi-chan.”

    “Bagus deh, Koyuki. Kau punya banyak penjaga.”

    “Memangnya aku butuh banyak penjaga ya...?”

Koyuki menghela napas dengan kesal.

Dengan demikian, mereka dapat menghabiskan waktu luang mereka dengan berkumpul.

    “Oh, Onii-sama. Aku ingin mencoba snack bernama Namayatsuhashi ini!”

    “Oke, oke. Aku catat deh...tapi ada banyak variasi, ya. Ketua, apa ada yang bisa kau rekomendasikan?”

    “Hmm yang mana ya. Kalau aku sih suka yang rasa ubi. Btw, Claire-san, sampai kapan kamu akan memanggilnya 'onii-sama'? Bukannya kalian sudah berpacaran?”

    “Eh, umm, itu...aku agak malu kalau mengubahnya secara tiba-tiba, jadi...”

    “A-Aku juga belum siap kalau dipanggil dengan namaku...”

Mereka membicarakan oleh-oleh dan juga tentang cinta.

    “Nee, nee, Tatsumi. Apakah ada tempat di Kyoto yang ingin kamu kunjungi?”

    “Secara khusus engga sih. Jadi aku serahkan saja padamu ya.”

    “Iya kah? Kalau gitu, kita antre di kafe viral ini yang antreannya sampai tiga jam, oke!”

    “Tidak, jangan sekarang. Beri aku sedikit waktu, aku akan berpikir dengan keras.”

Mereka menghabiskan waktu dengan saling berdiskusi tentang tujuan mereka nanti dan waktu pun berlalu dengan santai.

Koyuki juga terus membolak-balikkan halaman bukunya dengan penuh semangat.

Hanya dengan membaca beberapa halaman, matanya langsung berbinar-binar.

    “Waaa, lihatlah, Naoya-kun. Ini adalah kuil untuk berdoa meminta keberuntungan dalam pernikahan. Dan tidak hanya untuk mengikat hubungan kedepannya, tapi juga untuk mempererat hubungan yang sudah baik sekarang. Jadi, tentu saja kita harus kesana...”

...Namun, setelah mengucapkannya dengan antusias, Koyuki terkejut dan terdiam. Dia berdehem dan kemudian berusaha mengubah ekspresinya seolah tidak terjadi apa-apa.

    “Tentu saja Naoya-kun pasti ingin kesana kan. Jadi tak ada pilihan lain, aku akan menemanimu. Anggaplah itu sebagai suatu kehormatan.”

    “Aktingmu itu sudah mau terbongkar, tidak usah repot-repot berpura-pura kuat.”

Naoya hanya bisa tertawa.

Ini adalah pemandangan yang biasa baginya sebelum acara besar.

Koyuki tampaknya menyadari hal itu, lalu dia berbisik dengan ragu dengan wajahnya yang memerah.

    “Tapi, selama perjalanan sekolah nanti, Naoya-kun bakal bersama dengan yang lainnya terus kan...?”

    “Iya benar, banyak sekali waktu bebasnya nanti.”

Jika mereka membuka jadwal yang dituliskan di buklet tersebut, hampir sebagian besar jadwalnya adalah waktu bebas.

SMA Otsuki memiliki budaya yang bebas, jadi setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih tujuan mereka sendiri di perjalanan sekolahnya.

Naoya dan yang lainnya memilih Kyoto sebagai tujuan mereka, tetapi ada juga pilihan seperti Hawaii atau Okinawa.

Meskipun ada beberapa kegiatan kelompok, sebagian besar lainnya diisi dengan waktu bebas. Selama mereka berkumpul pada waktu yang ditentukan, mereka diperbolehkan mengunjungi tempat-tempat wisata atau bahkan pergi ke tempat hiburan dan sebagainya.

Itu sebabnya para anggota yang berasal dari kelas yang berbeda ini berkumpul seperti ini, berdiskusi tentang tujuan perjalanan mereka. Meskipun mereka berkumpul pada pagi hari, semangat mereka tidak surut sedikit pun.

Koyuki berdehem dan berbisik pelan agar hanya terdengar oleh Naoya.

    “Aku terlalu bersemangat sekarang, rasanya aku tidak bisa mengendalikannya... jadi aku mencoba untuk menahan diri.”

    “Koyuki memang selalu berhati-hati ya. Kenapa kau tidak menikmatinya saja tanpa memikirkan hal-hal seperti itu.”

    “Tapi, tapi, ini adalah perjalanan sekolah pertamaku yang menyenangkan...! Aku selalu sendirian saat di sekolah dasar dan menengah...!”

Koyuki menutupi wajahnya dengan tangannya.

Bagi Koyuki, perjalanan sekolah adalah acara yang hampa dan membosankan, di mana dia menghabiskan waktunya sendirian membaca di bangku taman bermain atau hanya berdiam diri di ruang istirahat kuil.

    “Jadi, aku harus menahan diri mulai sekarang. Tidak boleh ada kesalahan...!”

    “Aku mengerti apa yang kau maksud, tapi jangan terlalu berlebihan.”

Karena Koyuki memiliki sifat yang serius, dia semakin terbebani dengan pemikiran itu.

(Padahal tadi dia menegur ketua kelas, tapi ternyata Koyuki sendiri juga terlalu serius menghadapinya...)

Namun, semua itu terjadi karena antusiasmenya yang berlebihan.

Untuk mengurangi ketegangan di wajah Koyuki, Naoya tersenyum lembut padanya.

    “Begini deh, apa definisi dari gagal di perjalanan sekolah seperti ini menurutmu?”

    “Umm... Misalnya terlambat saat waktu pertemuan dan akhirnya dimarahi yang lainnya...?”

Dengan wajah pucat, Koyuki mulai memikirkan kemungkinan lain yang terlintas dalam kepalanya.

    “Atau misal tempat yang ingin kita kunjungi tutup atau salah satu diantara kita tersesat...? Uuh, semakin aku memikirkannya, semakin buruk hal yang terlintas di dalam pikiranku...”

Koyuki semakin cemas.

Namun, Naoya tetap santai dan membalasnya dengan ringan.

    “Jangan khawatir. Itu semua akan tetap menjadi kenangan yang berharga.”

    “Eh, b-benarkah?”

    “Ya soalnya itu hal yang wajar. Ingat saat perjalanan keluarga kita baru-baru ini, memangnya hal-hal seperti itu tidak terjadi?”

Selama perjalanan menuju tempat liburan musim panas, Naoya dan Koyuki terpisah dari keluarga mereka dan melakukan kegiatan terpisah. Mereka turun di stasiun kecil, memakan bekal yang sudah disiapkan Koyuki, berjalan-jalan di pantai, dan kemudian terjebak dalam hujan lebat.

Meskipun mereka berakhir dengan situasi yang tidak menguntungkan begitu, tetap saja semua itu menjadi kenangan yang terekam jelas di hati mereka.

Namun, Koyuki mengernyitkan keningnya dan menggerutu.

    “Tapi...kali ini, bisa saja merepotkan Yui-chan dan yang lainnya. Berbeda dengan bersama keluarga sendiri.”

    “Mereka tidak akan merasa direpotkan kok. Benar kan, kalian semua?”

    “Eh, apa yang kamu bicarakan?”

Ketika mengajukan pertanyaan tersebut, Yui menatapnya dengan wajah terkejut.

Setelah dijelaskan secara singkat, dia langsung menggelengkan kepala dan tersenyum sambil tertawa.

    “Aah, jadi kamu khawatir dengan hal-hal seperti itu. Seperti biasanya ya, Koyuki-chan.”

    “K-Kenapa memang!? Bukannya wajar ya mengkhawatirkannya!?”

    “Ya mungkin benar sih, tapi tidak perlu sampai seserius itu kan.”

Yui tersenyum lebar dan menggenggam tangan Koyuki dengan erat.

    “Aku tidak akan merasa direpotkan dengan hal-hal sekecil itu. Kita itu berteman, kan?”

    “S-Sungguh?”

    “Tentu saja.”

Ketika Koyuki terlihat cemas, Emika juga menganggukkan kepalanya dengan tegas.

Dia meletakkan tangannya di atas tangan Yui, dan dengan pandangan yang lembut, dia berbicara perlahan.

    “Koyuki-chan yang sedih karena toko tujuannya tutup... Koyuki-chan yang tersesat dan menangis... Aku bisa mengambil foto momen-momen berharga seperti itu dari dekat, bukan? Aku malah sangat menantikannya, jadi tolong lakukan kesalahan sebanyak-banyaknya!”

    “Yui-chan oke sih...tapi Emi-chan, aku perlu mempertimbangkan sikapmu itu.”

    “Kenapa!? Kita kan teman masa kecil!”

    “Jangan berpikir kalau segala sesuatu akan diampuni hanya karena kita adalah teman masa kecil, oke!?”

Koyuki menepis tangan Emika dengan tegas.

Bagaimanapun juga, tampaknya keraguan yang ada di hatinya telah hilang.

Ketika wajah Koyuki sedikit lebih santai, Naoya berkata dengan lugas.

    “Ya, seperti itulah. Bagaimanapun juga, kenangan berharga pasti akan bertambah. Jadi jangan terlalu khawatirkan itu lagi.”

    “Oke deh...”

Koyuki menghembuskan napas kecil. Sepertinya semua kekhawatiran dan kegelisahannya sudah menghilang.

Tapi kemudian, dia mengubah ekspresi cemasnya menjadi senyuman yang nakal.

    “Fufu, Naoya-kun kadang bisa mengucapkan kata-kata yang baik begitu ya. Aku akan memberimu pujian. Tapi...sebagai pendampingku, kamu masih harus banyak belajar.”

    “Nah, bagaimana caranya untuk mendapatkan nilai sempurna?”

    “Uuu...”

Jawabannya sudah jelas. Ketika Naoya balik bertanya sambil menyeringai, Koyuki sedikit terbata-bata──akhirnya dengan pipinya yang memerah, dia dengan lembut menarik lengan baju Naoya.

    “Kalau kita bisa membuat banyak kenangan bersama selama perjalanan sekolah, aku akan memberikanmu nilai sempurna...”

    “Kalau begitu, aku akan berusaha keras. Kau bisa mengandalkanku, Koyuki.”

    “...Mn.”

Koyuki mengangguk dengan tulus, dan mengerahkan kekuatan ke tangannya yang sedang memegang lengan baju Naoya.

Melihat pemandangan itu, para anggota kelompok lainnya saling bertukar pandangan dengan lembut.

    “Sudah gas poll aja ni mereka...”

    “Dan kita akan terus melihatnya sepanjang perjalanan sekolah, ya?”

Tatsumi dan Yui terlihat enggan.

Sementara itu, Emika terlihat sangat terharu.

    “Uwaa...aku mungkin akan mati karena kelebihan stok gula di tengah perjalanan! Kalau begitu, Arthur kun, tolong fotokan mereka untukku ya!”

    “Eh!? Aku sih enggan mengamati mereka berdua dari dekat...”

    “Tolong jangan ganggu Onii-sama ku. Walaupun terlihat begitu, sebenarnya mentalnya dia itu lemah.”

Arthur dan Claire dengan lembut memberikan komentar.

Sementara Sakuya sudah kembali pada saat itu. Sambil memakan hamburger dengan lahap, dia membungkuk pada Naoya.

    “Jadi, Nii-sama. Tolong jaga Onee-chan ku ya.”

    “Hahaha, pasti kok. Bagaimanapun juga, dia itu kan calon tunanganku.”

    “Cerita itu masih berlanjut, ya...”

Ketika Koyuki masih sedikit kesal, waktunya mereka untuk pergi pun tiba.

Setelah berpisah dengan Sakuya dan Claire, Naoya dan yang lainnya memutuskan untuk berpindah ke titik berkumpul.

 

Kemudian waktu berjalan dengan cepat. Setelah berpindah dengan kereta api Shinkansen, setiap siswa menaiki bus untuk mengunjungi beberapa tempat terkenal. Jadwal hari pertama sangat padat, dan ketika mereka tiba di hotel, semua orang sudah sangat lelah.

Namun, energi anak SMA memang tidak terbatas.

Setelah makan malam dan mandi, semua siswa terlihat sudah sepenuhnya pulih dan mulai menjelajahi berbagai tempat di hotel dengan penuh semangat.

Setelah bersantai di onsen, Naoya merasa rasa lelahnya untuk hari ini sudah hampir hilang sepenuhnya. Dia menunggu di lobi dengan yukata-nya, dan tidak lama kemudian Koyuki datang.

    “Naoya-kun, coba dengar! Ini sangat menyenangkan lho...!”

    “O-Oh. Bagus, kan?”

Koyuki langsung mengatakannya begitu dia datang. Matanya berkilauan dan wajahnya bersinar. Sepertinya rasa khawatirnya telah hilang, dan ia bisa menikmati perjalanan sekolahnya dengan sepenuh hati.

Sambil tersenyum pada Koyuki, Naoya diam-diam menelan ludahnya.

    Yukata setelah mandi...

Sama seperti Naoya, Koyuki juga mengenakan yukata.

Yukata yang disiapkan oleh hotel terlihat sederhana, tanpa adanya hiasan apapun. Namun, kulit Koyuki yang memerah setelah mandi, keringat yang menetes di tengkuk lehernya, serta aroma manis yang menyebar... Semua hal yang menarik panca indera itu memiliki efek yang besar bagi Naoya. Rambutnya yang dikuncir tinggi membuat lehernya terlihat, dan hairbun (ikatan rambut yang berbentuk seperti bola) yang terlihat di belakang kepalanya terlihat sangat menggemaskan. Melihat penampilannya setelah mandi seperti ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Naoya. Dan ia juga pernah melihatnya mengenakan yukata saat festival sebelumnya. Namun, kombinasi dari semua ini tetap saja membuatnya tak bisa berpaling.

Saat dia terpesona dengan pemandangan itu, perasaan krisis melintas di pikirannya.

    Gawat... Penampilan gadis yang seimut ini pasti tidak akan dilewatkan oleh pria lainnya!

Tanpa sadar, dia melihat ke sekitarnya dengan hati-hati. Untungnya, para siswa lain sedang asyik berbincang-bincang, dan hanya sedikit yang memperhatikan mereka. Jika pandangannya bertemu dengan Naoya, mereka segera berpaling dengan cepat. Ternyata, mereka sudah tahu jika mereka berani melawannya, pasti akan merepotkan. Naoya pun merasa lega.

    Hmm...mungkin ini karena popularitasku meningkat. Dengan ini, tidak akan ada hama jahat yang berani mendekatinya.

Baginya, hal tersebut sepadan dengan reputasi yang telah ia dapatkan saat event festival sekolah sebelumnya dan yang lainnya. Namun, Koyuki sama sekali tidak menyadari adanya sesuatu yang terjadi di balik layar seperti itu.

Dengan penuh semangat ia menceritakan peristiwa hari ini kepada Naoya.

    “Tidak hanya dengan Yui-chan dan Emi-chan, aku juga bisa berbicara dengan anak-anak dari kelas lainnya! Dan aku bisa bertukar kontak dengan mereka yang menjadi teman sekamarku! Sungguh menakjubkan, bukan?”

    “Hee, syukurlah kau bisa menambah temanmu.”

    “Mn! Tapi...”

Di situlah senyum Koyuki sedikit menghilang. Dia menghela napas sambil menatap Naoya dengan pandangan yang kesal.

    “Para gadis itu sangat berterima kasih kepada Naoya-kun. Katanya setelah berkonsultasi denganmu beberapa waktu yang lalu, kesalahpahaman mereka dengan pacarnya berhasil diselesaikan dan mereka bisa rukun kembali.”

    “Ohh... Bagus dong kalau begitu.”, ujar Naoya sambil mengangkat bahunya.

Meskipun konsultasi percintaan itu masih tetap dibuka tanpa jadwal yang teratur, dia masih sering menerima ucapan terima kasih dari para kliennya. Dan ini menjadi pemandangan yang biasa tiap harinya. Namun, melihat Koyuki yang tampak cemburu, Naoya hanya bisa tersenyum masam.

    “Aku sudah bilang berkali-kali kan. Walau seandainya aku populer di kalangan perempuan pun, hatiku tetap hanya untukmu, Koyuki.”

    “Iya tahu, tapi tetap saja aku merasa terganggu!”

Koyuki berteriak dengan keras, kemudian memalingkan wajahnya dengan kesal.

Naoya menjadi populer adalah hal yang membuatnya senang. Namun, melihatnya dipuji-puji oleh para gadis adalah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan baginya. Sepertinya perasaannya yang bertentangan itu membuatnya bingung.

Koyuki merenung dengan wajah yang serius.

    “Mou...bagaimana kalau aku menyebarkan gosip buruk tentang Naoya-kun? Mungkin gadis-gadis itu tidak akan mendekatimu lagi. Aku akan bilang kalau kamu memiliki kepribadian yang buruk dan suka mempermainkan orang lain.”

    “Mungkin semua orang sudah tahu tentang itu.”

    “Oh iya... Benar juga ya... Sudah terlambat ya... Mn.”

    “Bukankah kau terlalu cepat menerima itu, Koyuki-san?”

Akan menjadi masalah jika ia menyadarinya terlalu dalam.

Setelah itu, mereka pun duduk di kursi ruang lobi dan terus mengobrol tanpa arah yang jelas.

Ada banyak kegiatan kelompok hari ini. Jadi mereka mengobrol tentang apa yang telah mereka lihat, apa yang menarik, apa yang telah mereka bicarakan di sana...dan berbagi kenangan satu sama lain.

Tanpa mereka sadari, sudah sekitar satu jam berlalu sejak mereka berada di ruang lobi.

Koyuki juga menyadari hal itu dan menguap dengan lebar sambil menggerutu.

    “Ah, hari pertama sudah mau berakhir...sungguh menakjubkan betapa cepatnya waktu berlalu.”

    “Iya, cepat sekali ya.”

Naoya juga tersenyum sambil melihat jam. Jam menunjukkan jam sembilan malam. Dan jam sepuluh adalah jadwal untuk mematikan lampu──meskipun mungkin hanya sedikit siswa yang akan mematuhinya──tetap saja, mereka hanya punya waktu satu jam lagi untuk berkumpul seperti ini.

    “Masih ada tiga hari lagi...”

Koyuki menatap jam dengan tatapan kosong. Ekspresinya terlihat agak sedih, dan Naoya dengan ceria berkata,

    “Masih ada tiga hari. Besok kita punya waktu luang, jadi kita bisa menikmatinya lebih dari hari ini.”

    “Y-Ya juga ya. Mempersiapkan untuk besok... Ah, iya.”

Koyuki menjadi termotivasi, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.

Naoya menyadari itu dan seketika membeku.

    “...Maukah pergi ke kamar Koyuki sekarang?”

    “Mn. Aku senang kamu bisa langsung mengerti. Langsung melewatkan banyak langkah ya.”

Koyuki mengangguk dengan santai seolah sudah terbiasa. Namun, dia mengatakannya lagi dengan jelas seolah-olah untuk memberikan penegasan.

    “Hari ini, aku menemukan snack yang enak. Jadi, aku membelinya juga untukmu, Naoya-kun...tapi tanggal kedaluwarsanya hanya sampai hari ini. Aku menyimpannya di kulkas kamarku, jadi ambil aja.”

    “Aku akan tanya lagi...di kamar siswi perempuan?”, Naoya bertanya ragu.

Tentu saja kamar siswa laki-laki dan perempuan terpisah, dan tidak diperbolehkan untuk mengunjungi kamar lawan jenisnya. Gedungnya pun juga terpisah, dan para guru mengawasi dengan cermat agar tidak terjadi pelanggaran.

Di tengah situasi seperti itu, Naoya pergi ke kamar perempuan. Bagi seorang pria, ini menjadi misi besar yang mempertaruhkan hidupnya. Meskipun Naoya biasanya tidak terganggu oleh hal-hal seperti ini, secara alami ia tetap merasa gugup. Hal itu terlihat di wajahnya, dan Koyuki pun tertawa terbahak-bahak.

    “Kenapa wajahmu begitu? Kamu terlalu berlebihan, tahu. Aku cuma ingin kamu mampir sebentar soalnya repot kalau aku harus bolak-balik mengambilnya. Setelah itu, kamu bisa langsung pergi.”

    “Tapi, apa kau yakin aku boleh ke sana...?”

    “Tidak masalah. Yui-chan dan yang lainnya pasti sedang bermain di ruangan lain. Jadi jangan khawatir, tidak ada orang di sana.”

Setelah menjawabnya, Koyuki berjalan dengan langkah ringan dan penuh semangat. Tampaknya mengundangnya ke kamarnya adalah perkara yang sepele baginya. Sepertinya iya ingin segera memberikan snack itu padanya dan mendengar tanggapannya. Jika tidak ada perempuan lain di sana, memang benar bahwa Naoya tidak perlu khawatir──.

    Kalau begitu...hanya ada kita berdua saja di kamar, kan?

Naoya menahan diri untuk tidak melontarkan keluhannya itu, dan ia pun mengikuti Koyuki dari belakang. Ia tidak ingin melewatkan perkembangan yang menarik ini.

Mereka berdua pun pergi menuju ke gedung tempat kamar perempuan berada──beberapa menit kemudian. Di depan pintu yang mereka capai dengan mudah, Koyuki menunjukkan ekspresi serius kepada Naoya.

    “Aku pikir kamu akan baik-baik saja, Naoya-kun...tapi aku kagum bagaimana kamu dengan mudahnya melewati pengawasan para guru.”

    “Eh, ini cukup mudah kan? Cukup membaca pola perilakunya dan melewati titik butanya saja.”

    “Apa benar semudah itu... Kamu bisa terus berjalan tanpa ragu begitu, padahal aku ketakutan di sini.”

Berjalan di belakang penjaga diam-diam, atau membiarkan Koyuki berjalan di depan untuk mengalihkan perhatian. Dengan sedikit trik seperti itu, misi penyusupan pun selesai. Meskipun Koyuki tampak bingung dengan hal yang tidak masuk akal tersebut, Naoya menghembuskan napasnya dengan lega.

    Aku punya gambaran kasar tentang jadwal patrolinya sekarang...tapi kurasa aku tidak perlu memberitahunya. Nanti dia malah semakin takut.

Namun, Koyuki tiba-tiba mengangkat kepalanya seolah-olah teringat akan sesuatu.

    “Mungkinkah, kamu baru saja menebak jadwal patroli guru-guru sekarang?”

    “...Koyuki, kau semakin peka, ya?”

    “Aku tidak butuh kepekaan yang seperti ini. Karena Naoya-kun, aku juga lama-lama menjadi aneh.”

    “Ah, Koyuki juga sudah unik kok sejak awal... Jadi tidak apa-apa.”

    “Sudah agak terlambat bagimu untuk mengatakannya, tapi ya sudah.”

Dengan ekspresi puas, Koyuki membuka kunci pintu dan masuk ke dalam kamar. Setelah merapikan barang-barang di dalamnya, dia memanggil Naoya yang berada di luar.

    “Kamu boleh masuk sekarang. Tapi, jangan berisik ya.”

    “Oh, maaf mengganggu...”

Dengan ragu, Naoya membuka pintu dan disambut oleh lantai tanah dan pembatas yang tinggi. Di baliknya, ada pintu geser yang terbuka lebar. Meskipun bangunannya berbeda, karena masih berada di hotel yang sama, tata letaknya hampir sama dengan kamar Naoya. Di balik pintu geser itu, ada lantai tatami dengan barang-barang para gadis yang diletakkan di sudut ruangan. Futon sudah ditata rapi dan segalanya sudah siap untuk dipakai tidur.

Tidak ada orang lain di dalam kamar tersebut selain Koyuki dan Naoya. Aroma manis seperti deodoran dan lotion menggelitik hidung Naoya, dan hal tersebut membuatnya semakin tegang.

    “...Maaf mengganggu.”

    “Kenapa kamu mengatakannya dua kali?”

Meskipun hampir tertekan oleh perasaan tidak nyaman, Naoya menguatkan diri untuk masuk ke dalam kamar tersebut.

Koyuki sedang menggeledah lemari es yang ada di pojok kamar, dan akhirnya ia mengeluarkan sebuah kantong kertas kecil.

    “Nah, silakan. Ini dia snack yang aku bilang tadi.”

    “Manju...?”

Di dalam kantong tersebut, ada manju berwarna biru. Naoya melihatnya bergoyang-goyang di dalam wadah plastik dan sedikit terkejut.

    “Hee, ini agak aneh. Di dalam manju itu ada ikan mas yang berenang.”

    “Iya kan! Ini sangat lucu dan enak...karena aku yang menemukannya!”

Wajah Koyuki terlihat berbinar-binar dan gembira.

Hari ini, sepertinya dia menemukan sebuah toko snack khas Jepang. Setelah memberi tahu Yui dan Emika, kabarnya dengan cepat menyebar ke seluruh gadis di kelas dan mereka semua membelinya dan memakannya bersama.

Koyuki membuatkan teh teko untuk Naoya, jadi ia memutuskan untuk menikmati hidangannya di tempat. Manju yang dingin terasa enak di mulut, dengan rasa manis yang tidak terlalu kuat dan segar. Cocok sekali dengan teh hangat. Naoya menikmati manju kecil itu dengan hati-hati dan menghela napas lega.

    “Enaknya. Terima kasih, Koyuki.”

    “Fufu, benar kan. Yang lain juga bilang enak.”

Dengan bangga, Koyuki tersenyum dengan puas. Sepertinya dia senang karena bisa bersenang-senang dengan teman sekelasnya.

    “Nah, lihat ini. Ada banyak snack lucu lainnya juga.”

    “Mana, mana?”

Dengan mata berbinar, Koyuki menunjukkan foto-foto yang diambilnya hari ini dengan ponselnya. Di antara foto selfie dengan Yui dan yang lainnya, ada banyak foto snack lainnya.

    “Hee, ada permen kucing juga ya. Kau tidak membelinya?”

    “Kadaluarsanya cepat habis, jadi aku tidak membelinya hari ini.”

Koyuki menggelengkan kepalanya dengan wajah kecewa.

Setelah memeriksa lokasi toko di peta, kerutan di dahinya semakin dalam.

    “Kalau melihat jadwal kita mulai besok, sepertinya aku tidak akan sempat ke sana lagi... Sayang sekali tidak bisa membeli oleh-oleh.”

    “Kalau begitu, lain kali saja.”

    “Lain kali...?”

Koyuki mengedipkan matanya.

Dan Naoya tersenyum santai sambil berkata,

    “Iya, lain kali. Nanti...ayo kita berdua ke sana.”

    “...Mn. Kita harus merencanakannya lagi.”

Meskipun terlihat sedikit malu, Koyuki tersenyum lembut.

Setelah dia juga mencicipi tehnya, dia mengintip ke arah wajah Naoya dengan ekspresi nakal.

    “Hari ini, aku merasa bisa menikmati semuanya dengan natural. Mungkin karena aku bisa membicarakannya dengan Naoya-kun tadi pagi.”

    “Senang bisa membantumu. Tapi menurutku, Koyuki sendiri juga akan baik-baik saja tanpa harus menerima saranku.”

    “Iya dong. Aku kan gadis yang sempurna. Kalau hanya mengobrol santai dengan teman-teman sekelas bukan masalah buatku. Tapi yah, aku agak gugup sedikit sih...”

Koyuki menggaruk pipinya dan alisnya sedikit tertekuk. Sepertinya dia masih belum bisa sepenuhnya mengatasi kegugupannya ketika berinteraksi dengan orang-orang baru.

Namun, dia terlihat sangat bahagia bisa mengenang kembali interaksinya dengan teman sekelasnya sambil tersenyum.

    “Karena Naoya-kun, kenanganku bersama yang lainnya semakin banyak. Tahun ini saja, rasanya sudah penuh sesak. Apa lagi yang akan kamu lakukan kedepannya?”

    “Hahaha. Kalau kau terlalu banyak protes, kau tidak akan bisa menghadapinya kedepannya. Aku akan terus memberikan kenangan untuk Koyuki dengan sepenuh hati.”

    “Fufu...benar juga.”

Koyuki tertawa kecil, dan tiba-tiba, percakapan di antara mereka terhenti.

Keheningan mengisi ruangan. Hanya suara angin kecil dari luar jendela yang terdengar, tidak ada tanda-tanda lainnya. Ruang-ruang lain juga terdengar sepi, seolah-olah mereka hanya berduaan di dunia yang luas ini.

Akhirnya, Koyuki membuka mulutnya. Pipinya sedikit memerah.

    “Nee, Naoya-kun, umm...”

    “I-Iya...”

Hanya sedikit kata-kata yang mereka ucapkan, dan keduanya merasa canggung saat saling memperhatikan. Meski begitu, mereka dengan jelas memahami perasaan mereka satu sama lain, dan Koyuki juga tahu bahwa dia sudah dipahami oleh Naoya. Hati mereka menjadi satu.

Saat Naoya perlahan mendekatkan wajahnya, Koyuki menutup kelopak matanya. Rasa gugup yang samar membuat bulu mata panjangnya gemetar, dan tetes keringat kecil turun di pelipisnya.

    Perkembangan yang klise, bukan...

Di perjalanan wisata sekolah, berciuman diam-diam di belakang semua orang. Sebagai pasangan yang sedang berbunga-bunga, mereka juga ingin merasakan momen tersebut.

Namun, tepat sebelum bibir mereka bersentuhan──.

    “Hahaha, itu lho...”

Suara riang terdengar dari lorong, dan Koyuki pun sangat terkejut.

    “O-Oh tidak... Naoya-kun! Sembunyi! Sembunyi!”

    “He!? Tunggu, tunggu! Itu terlalu──”

Tanpa menghiraukan protes tersebut, Koyuki dengan cepat menarik selimut di atas Naoya.

Dia sendiri bersembunyi di bawahnya, dan penyamaran pun telah selesai.

Kemudian, pintu kamar terbuka dengan keras. Mereka mendengar langkah-langkah dan menyadari bahwa para gadis telah kembali. Dari suara-suara itu, mereka tahu bahwa Yui dan Emika juga ada di antara mereka.

    Klise sekali...!

Masuk kamar para gadis dan bersembunyi di dalam selimut. Kesempatan untuk berciuman terlewat, tetapi ini adalah peristiwa yang klise.

Meskipun di dalam selimut gelap, tetap saja itu adalah Naoya. Hanya lewat kehadiran orang-orang saja, dia bisa tahu apa yang terjadi di luar.

Salah satu gadis yang baru saja kembali dengan ceria bertanya pada Koyuki.

    “Aku pulang~. Oh, cuma ada Shirogane-san saja ya?”

    “E-Eh, iya.”

    “Hmm?”

Meskipun Koyuki terlihat kaku, dia mencoba untuk mengelak dan menutupinya. Tanpa menanyakannya lebih lanjut, para gadis mulai berbicara dengan yang lainnya.

Ruangan tersebut menjadi ramai seketika. Naoya pun akhirnya tidak bisa terus berdiam diri. Ia lalu mencolek kaki Koyuki dan berbicara dengan berbisik.

    (“Oi, Koyuki. Ini benar-benar berlebihan...”)

    (“Aku tidak punya pilihan! Aku sangat malu kalau ketawan membawa pacar ke dalam kamar!”)

Wajah Koyuki menjadi merah padam dan ia memprotes dengan nada keras sambil mengintip sedikit ke bawah selimut. Dia melihat sekeliling dan berkata dengan nada putus asa.

    (“Aku akan mencari celah agar kamu bisa pergi. Jadi, diamlah sebentar!”)

    (“Haah...”)

Naoya hanya bisa memberikan jawaban samar.

Mereka berusaha menahan napas dan misi melarikan diri dari dalam kamar para gadis pun dimulai. Para gadis di kamar berbagi waktu dengan melakukan persiapan untuk besok atau hanya bercengkerama dengan santai. Meskipun seharusnya waktu untuk tidur sudah dekat, sepertinya tidak ada yang berniat untuk tidur.

    “Koyuki-chan, lihat ke sini. Oke, katakan 'cheese'!”

    “C-Cheese...”

Koyuki tersenyum canggung saat kamera diarahkan kepadanya oleh Emika.

Dia terlihat gelisah, khawatir apa yang ada di balik selimutnya terbongkar.

Sementara itu, Naoya sendiri berada dalam keadaan yang sangat sulit.

    Yu-yukatamu melorot, Koyuki...!

Kaki Koyuki masuk ke dalam selimut tempat Naoya bersembunyi. Oleh karena itu, di depan matanya ada sepasang kaki yang mengkilap. Tidak ada sehelai pun rambut dan kulitnya halus sempurna. Karena udara di dalam selimut menjadi lembap, ada sedikit aroma keringat tercampur di sana. Jika Naoya melihat ke atas, terlihat sekilas pakaian dalam merah muda Koyuki yang tersingkap dari yukatanya yang melorot.

Lalu...

    “Ahaha, kamu berhasil! Itu dia!”

    “Buffu!?”

    “Ah, maaf, Shirogane-san!”

Salah satu dari gadis-gadis itu melemparkan bantal dengan iseng, dan langsung mengenai wajah Koyuki.

Karena terkejut, kakinya di dalam selimut melonjak dan akhirnya Naoya berakhir dalam posisi memeluk Koyuki.

Naoya merasakan sensasi yang begitu lembut dan harum.

    “Hii...Kyaaa!”

    “Ugh!?”

Kesempatan bahagia itu hanya berlangsung selama satu detik, dan Naoya akhirnya ditendang keluar dari selimutnya. Dia tergelincir di atas tatami, memegangi kepalanya yang terbentur, dan merintih kesakitan.

    “Duh... Kau bilang aku harus tetap bersembunyi, tapi kau sendiri yang malah menendangku...”

    “M-Maaf... tapi, sekarang bukan saatnya untuk mengatakan itu, kan!?”

Koyuki panik, tapi dengan segera tersadar dan menoleh ke belakang.

Di sana, para gadis menatap Naoya dan Koyuki.

Wajah Koyuki pun menjadi pucat, ia berpikir 'Ini sudah berakhir...'.

Namun, berlawanan dengan kekhawatiran Koyuki, para gadis──.

    “Jadi, untuk rencana besok, kami berencana pergi ke sana.”

    “Ah, bagus juga itu. Kenapa kita tidak ikutan ke sana saja?”

    “Setuju! Kamu memang tahu tempat yang bagus ya, Ketua.”

    “Hehehe. Itu hasil dari penelitianku yang cermat, lho☆”

Mereka melanjutkan percakapan mereka seolah tidak terjadi apa-apa.

Koyuki hanya terdiam sejenak, kemudian dengan wajah memerah, dia berteriak protes.

    “Kenapa kalian semua tidak mengatakan apapun!?”

    “Eh?”

Mendengar itu, Yui dan yang lainnya saling menatap.

Setelah suasana hening tercipta di kamar, Yui menggaruk pipinya dengan wajah malu.

    “Karena... kita sudah tahu Naoya ada di sini, kan.”

    “...Hah?”

    “Iya kan, soalnya ada sandal laki-laki di depan pintu masuk.”

Para gadis lainnya juga menganggukkan kepala mereka dengan santai.

    “Di samping itu selimutnya juga menggelembung besar begitu, jadi normalnya pasti ada seseorang kan di dalamnya.”

    “Jadi...usahaku untuk menyembunyikannya sebelumnya, sia-sia!?”

    “Yap! Karena terlihat menyenangkan, jadi kita diam saja.”, jawab Emika dengan jelas.

    “~~~...!?”

Saat itu juga, ekspresi wajah Koyuki berubah dari merah menjadi sangat marah. Tentu saja, amarahnya ditujukan kepada Naoya. Dia mengambil bantal dan mulai memukul-mukulinya.

    “Mengapa kamu tidak mengatakannya sejak awal!? Naoya-kun pasti tahu kalau kita sudah ketahuan, kan!?”

    “Loh, aku sudah berusaha memberitahumu sejak awal...”

Naoya jelas sudah tahu bahwa mereka sudah ketahuan, dan dia sudah mencoba untuk memberitahunya.

Tapi akhirnya dia memilih untuk diam dan bersembunyi di dalam selimut karena──.

    “Pemandangan dari dalam selimut tadi sangat bagus...jadi aku ingin menikmatinya. Maaf ya.”

    “Bodoh! Mesum! Pergi dari sini!”

    “Oke. Maaf sudah mengganggu.”

Sambil menghindari bantal-bantal yang secara acak dilemparkan padanya, Naoya meninggalkan kamar.

Dari belakang terdengar suara marah Koyuki dan suara kagum dari para gadis.

    “Ternyata luar biasa ya, Shirogane-san.”

    “Iya. Melihat mereka berdua bermesraan begitu membuatku tersenyum.”

    “Fufufu... Potensi Koyuki-chan belum sepenuhnya terlihat, lho. Ke sini lagi saja besok. Aku akan menunjukkan foto-foto mesra yang lebih menakjubkan lagi.”

    “Kenapa Ketua terkesan seperti seorang pakar ya?”

    “Iya dong, itu karena aku teman masa kec...buffu!?”

Pidato kebanggaan Emika pun terputus dengan bantal yang dilemparkan oleh Koyuki.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter || 

Post a Comment

Post a Comment

close