NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Mirai Kara Kita Hanayome no Himegi-san V1 Chapter 2

Chapter 2 - The Amazing Bride

Sejak saat itu, Himegi-san telah tinggal di rumah kami. Menurutnya jika dia kembali ke rumah orangtuanya, itu akan menimbulkan kebingungan yang tidak perlu. Mendengar alasannya, aku terdorong untuk mengkritiknya, mengapa dia tidak menunjukkan kepedulian semacam itu kepada keluarga Ouji, tetapi aku memilih menahan diri dan memutuskan untuk memperlakukannya dengan baik.
 
Ibu dan ayahku pun sangat gembira, dibuktikan dengan mereka yang menerimanya dengan sepenuh hati. Ayahku mengatakan kepada Himegi-san, ‘Kamu adalah istri anakku. Kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu mau, bukan sekadar untuk beberapa hari, tetapi boleh untuk seratus ataupun seribu tahun.’ Dengan begitu, sepertinya dia akan tinggal di rumah ini untuk sementara waktu.

Karena dia tidak membawa pakaian ganti, aku meminjamkan beberapa pakaianku padanya, seperti hoodie dan jersey favorit yang jarang kupakai. Tatkala Himegi-san melihat jersey itu, dia berkata, 'Wow, rasanya sangat nostalgia. Aku meminjam jersey ini pada pertama kalinya aku menginap di rumah ini!’ sambil mengenang kenangannya.

Aku sangat penasaran tentang alasan mengapa dia bisa menginap di rumahku, tetapi aku merasa akan menyesal jika aku bertanya padanya, sehingga aku memutuskan untuk menahan pertanyaan itu. Kemudian, setelah merasa bimbang sebentar, aku mengumpulkan keberanian untuk bertanya kepada Himegi-san, "Apakah pakaian dalammu baik-baik saja?" tanyaku.
 
Dia menjawab, ‘Aku lupa. Yah, tidak masalah sih jika kamu tidak punya, jangan khawatir, oke?’ Karena hal itu, aku mengendarai sepeda ke toko diskon sementara dia berendam di bak mandi di rumah. Tidak pernah terbayangkan olehku, bahwa akan tiba saatnya aku, yang merupakan seorang perjaka, akan membeli pakaian dalam wanita. Hari itu pun berakhir dengan tidurnya Himegi-san. Dia tidur di kamar tamu di lantai atas. Sedangkan aku, mencoba untuk tidur di kamarku, tetapi kata-katanya, ‘Aku adalah pengantin wanita yang telah ditakdirkan untukmu!’ terus saja menggema di dalam benakku, dan akhirnya aku hampir tidak bisa tidur pada hari itu.

—Keesokan harinya, dengan lingkar hitam di bawah mata, aku turun ke ruang tamu di lantai satu. Dari ruang tamu, aku mencium aroma gurih yang menggugah selera. Kuyakin, di balik pintu ini adalah dirinya. Saat memikirkannya—aku tidak mampu meletakkan tanganku pada gagang pintu seperti biasanya.
 
Bagaimana jika saat aku membuka pintu, bukannya Himegi-san yang ada di sana, melainkan ibu yang sedang sibuk memasak sarapan seperti biasa? Sejenak aku membayangkan situasi seperti itu, tetapi kemudian terdengar suara senandung ria wanita muda dari sisi lain pintu. Aku pun sadar bahwa apa yang terjadi kemarin bukanlah mimpi. Aku tidak tahu bagaimana harus memandangnya, tetapi melarikan diri bukanlah pilihan bagiku. Atas dasar itu, aku akan terus maju, meski perasaan bingung menyelimutiku.

Lalu, dengan sedikit tekad, aku membuka pintu ruang tamu.

"Selamat pagi, Ha-kun!" aku disambut dengan manis oleh seorang wanita yang mengenakan celemek. Dia mengenakan pakaian yang aku pinjamkan, rambutnya diikat ke belakang dengan erat, dan dia mengenakan celemek karakter misterius yang selalu dikenakan oleh ibu.

"Membalas sapaan orang yang menyapamu, adalah hal yang baik, lho."

"Oh, Selamat pagi ...."

"Ya, selamat pagi," dia seperti seorang kakak perempuan. Tidak, sebenarnya dia enam tahun lebih tua dariku, jadi wajar saja kalau dia seperti kakak perempuan.

"Kamu pasti lapar, kan? Jika tidak keberatan, maukah kamu mencoba sarapan istri barumu ini?" dia tersenyum dan menyiapkan sarapan di atas meja.

Aku duduk dan menatap menu pagi yang tidak biasa. Ada sandwich warna-warni yang tertata di atas meja.

"Aku tahu kok kalau Ha-kun lebih suka nasi, tetapi kita sepakat untuk memakan roti pada hari Sabtu dan Ahad, jadi kamu harus menerimanya hari ini."

"Bukan begitu, justru ini terlihat sangat lezat. Ini buatanmu sendiri?"

"Tentu saja. Ha-kun sangat menyukai sandwich ini."

"Hah? aku menyukainya?"

Rasanya aneh atau tidak nyaman ketika diberitahu bahwa aku menyukai sesuatu yang belum pernah aku makan sebelumnya. Namun, otakku mengidam-idamkan sandwich ini. Aku pun duduk di kursi, menggenggamnya dengan kedua tanganku dan mengambil sandwich yang diisi telur rebus, ham, alpukat … ummm, segala macam bahan.

"Bolehkah aku memakannya?"

"Ya, silakan."

Dengan menyatukan kedua tangan, lalu mengucapkan "Itadakimasu", aku memasukkannya ke dalam mulutku.

"L-Lezat. Ini sangat lezat."
Sekarang aku mengerti, tidak heran di masa depan aku menyukainya. Karena sandwich ini cukup enak.

"Yah, masalahnya cuma sulit untuk dimakan."

"Seperti biasa, kamu selalu mengatakan satu kata yang mengganggu," walau mengeluh, Himegi-san menatapku dengan wajah penuh percaya diri.
 
Dia melepas apronnya dan duduk di seberangku. Kemudian dia memberikan senyum malaikatnya padaku. Aku pun bertanya-tanya, akankah di masa depan aku memiliki senyum ini untuk diriku sendiri setiap hari? Jika benar, dia sungguh keterlaluan, ya.
 
"Di mana ayah dan ibu?"

"Mereka berdua sedang bekerja."

"Maaf, aku tahu ini tidak pantas saat sedang makan, tetapi aku punya beberapa pertanyaan."

"Ya, aku tahu itu tidak pantas, tetapi kamu sudah tidak tahan untuk bertanya kepadaku sejak tadi, jadi boleh saja, aku mengizinkannya."

"Oke, aku akan bertanya kepadamu."

Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya, tetapi yang paling ingin aku ketahui sekarang ini adalah, "Untuk saat ini, umm, apakah Ha-kun itu adalah panggilanku?"

"Eh, kamu baru saja menanyakan itu?"

"Tidak, aku sudah lama ingin menanyakannya, tetapi waktunya belum tepat …."

"Ohhhh~. Memang tipikal kamu sekali untuk menanyakan hal itu sebagai pertanyaan pertamamu, Ha-kun."

"Maaf, aku tidak memiliki pertanyaan yang bagus."

Walaupun pertanyaan itu terdengar sepele bagi Himegi-san, tetapi bagiku itu adalah pertanyaan yang penting.

"Aku mulai memanggilmu 'Ha-kun' setelah beberapa bulan kita mulai pacaran," kata dia.

Karena Himegi-san yang merupakan teman sekelasku, memanggilku dengan panggilan 'Ouji-kun', jadi aku merasa aneh jika orang dengan wajah yang sama memanggilku dengan sebutan yang berbeda.

"Kalau begitu, bisakah aku mengajukan pertanyaan yang serius?"

"Selama aku bisa menjawabnya."

"Jadi, pertanyaan nomor satu, bagaimana kamu bisa datang dari masa depan ke masa sekarang ini?"

Mustahil, ini tidak seperti dia memodifikasi mobilnya dan melakukan perjalanan waktu ke periode waktu ini dengan menaikinya, kan? Bagaimana mungkin dia datang dari masa depan ke periode waktu ini?

"Pertanyaan yang bagus. Sejujurnya, kupikir itu akan menjadi pertanyaan pertamamu tadi."

"Maaf aku tidak memenuhi harapanmu. Jadi, bagaimana kamu bisa berada di sini?"

"Sebelum aku menjelaskannya, aku harus menunjukkan ini dulu," dia mengambil sebuah benda dari saku depan apronnya dan meletakkan itu di atas meja.

"Jam saku?"

"Ya, beginilah cara aku kembali ke masa lalu."

Apa yang dikeluarkannya adalah jam saku antik lengkap dengan penutupnya. Warna jam saku tersebut adalah keemasan yang pudar, benar-benar cocok dengan kata ‘antik’.
 
"Ini terlihat seperti arloji saku yang dimiliki White Rabbit dari Alice in Wonderland. Bolehkah aku menyentuhnya?"

"Ya, tentu saja," dia memperbolehkannya.

Setelah mendapat izin, aku tanpa ragu menyentuh jam tangan itu, membuka tutupnya dan melihat dial jam.

"Angka waktunya ditulis dengan huruf romawi. Apakah jam ini buatan negara asing? Oh iya, ini rusak."

Jam saku itu tidak berfungsi. Jarum detik, jarum menit dan jarum jam bahkan tidak bergerak sedikitpun.  Aku mencoba memutar crown-nya ke kiri dan ke kanan, tetapi jarum jam itu sama sekali tidak mau bergerak.

"Sekarang itu normal."

"Apa maksudnya?"

"Sebelum aku menjelaskannya, aku harus memberitahumu bagaimana aku mendapatkan jam saku itu."

"Bagaimana mendapatkannya?"

"Pemilik asli jam saku itu adalah nenekku, dan aku mendapatkan jam tangan itu setelah aku memenangkan suatu permainan dengannya. Oh, ngomong-ngomong, nenekku itu seorang penyihir, tahu."

Kata-katanya itu seperti dia baru saja membuat sebuah pertunjukan yang luar biasa,

"Seorang penyihir?"

Setelah orang dari masa depan, sekarang ada penyihir. Aku tidak ingin membayangkannya, tetapi aku penasaran apakah alien atau zombie akan muncul dalam waktu dekat.

"Tidak terlalu mengejutkan lagi, ya?"

"Bukan, aku cukup terkejut, sih. Umm, wanita tua itu adalah seorang penyihir, kan?"

"Aku sendiri tidak tahu detailnya, tapi dia bilang dia bukanlah jenis penyihir yang bisa menembakkan api dari tangannya atau berubah menjadi naga. Menurutnya, dia sendiri adalah penyihir yang pandai membuat barang-barang aneh."

"Itu cerita yang menakjubkan."

Jadi, ada juga penyihir yang bisa berubah menjadi naga atau menembakkan api dari tangan mereka di dunia. Ternyata, dunia ini penuh dengan orang-orang yang luar biasa, lebih dari yang aku kira. Ini adalah fakta yang sulit aku terima bagi seorang anti-okultis sepertiku.

"Jika tidak rusak, bolehkah aku mencoba menggunakannya?"

Sudah tidak ada keraguan bahwa Himegi-san berasal dari masa depan. Lalu, mengapa aku mengajukan permintaan seperti itu? Itu karena keingintahuanku yang sederhana Jika memungkinkan, aku ingin menyaksikan momen perjalanan waktu dengan mata kepala sendiri.

"Aku ingin sekali memenuhi harapanmu, tetapi aku tidak bisa."

"Mengapa?"

"Aku akan menjelaskannya padamu sekarang," Himegi-san bangkit dari kursinya dan mendekatiku. Kemudian—

"──── Hee?"

Tiba-tiba, dia mulai melepas hoodie merahnya. Tentu saja, karena dia telah melepas pakaiannya, bagian atas tubuhnya hanya mengenakan bra—dengan kata lain, dia hanya mengenakan bra yang kubelikan kemarin.

"A-A-A-Apaan …."

Aku tidak mengerti mengapa dia tiba-tiba memutuskan untuk berperilaku seperti ini. Bagaimanapun, tidak pantas bagiku untuk menatap payudaranya Himegi-san, jadi aku mengalihkan pandanganku.
 
"Jangan malu-malu, lihatlah aku, Ha-kun."

"Tidak, tidak, bukannya aku malu atau apa sih … pada dasarnya itu bukanlah hal yang baik."

"Jika kamu tidak melihatku, maka tidak akan ada artinya."

"Tidak, tidak, tidak. Tidak peduli seberapa banyak kamu memintanya, aku tetap tidak bisa. Maafkan aku."

"Su-dah-lah. Lihat saja ke sini!"

Himegi-san meraih wajahku dan mengarahkannya ke arah dirinya. Kemudian dua buah payudara besar masuk ke dalam bidang pandangku. Ini sungguh tidak pantas, tetapi aku dengan canggung tertarik pada lemak yang besar itu. Bra yang berwarna hitam dan merah muda. Pemandangan yang terlalu menggairahkan bagi seseorang yang tidak memiliki pengalaman dengan wanita, seperti aku.

"Kamu melihat angka yang tertera di payudara kananku?"

"Eh? Angka?"

Pada bagian dada Himegi-san, terdapat angka ‘55’ yang tertulis dengan huruf berwarna hitam. Hmm? Kupikir kemarin itu ….

"Sepertinya kamu telah menyadarinya."

"Kemarin, itu tertulis 60, kan?"

"Benar. Angkanya kemarin adalah 60. Tapi hari ini menjadi 55. Apakah kamu tahu apa artinya?"

‘Apakah Anda tahu apa artinya ini?’ hanya seorang detektif hebat yang bisa memberikan jawaban instan. Aku yang orang biasa seperti ini, jelas saja tidak tahu.
 
"Tidak, aku sama sekali tidak tahu. Ngomong-ngomong, apakah itu tato?"

"Apakah kamu pikir ada tato yang hurufnya terus berubah-berubah di dunia ini?"

"Bukankah ada yang seperti itu di masa depan?"

"Tentu saja tidak. Dan juga, ini tidak ditulis dengan spidol, tahu. Ini adalah tanda perjalanan waktu. Bisa dikatakan, sebagai cap magis yang terukir dengan sihir."

"Cap magis?"

Sebuah kata yang sebelumnya pasti akan aku olok-olok dan tertawakan, tetapi sekarang aku bisa dengan mudah menerimanya. Yah, dia pasti telah meracuni aku. Saat aku berpikir seperti itu, aku masih merasa sedikit bingung.
 
"Ngomong-ngomong, apa arti angka itu?"

"Ini adalah angka yang menunjukkan berapa lama aku bisa bertahan pada era ini. Dengan kata lain, ini adalah angka yang menunjukkan batas waktu."

"Jadi, ketika angkanya mencapai '0', apakah itu berarti kamu akan kembali ke masa di mana kamu berada?"

"Iya. Ketika angka yang terukir pada tubuh ini menjadi nol, aku akan kembali ke masaku yang sebenarnya."

"Artinya, ada batasannya, ya."

Aku tidak tahu aturan seperti apa yang digunakan untuk mengurangi jumlahnya, tetapi mustahil untuk sengaja tinggal di dunia ini selamanya, kan?

"Sudahlah, karena kamu adalah Ha-kun, jelas kamu berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan payudara, kan?"

"Maaf. Aku salah paham bahwa kamu mengukir angka '60' karena ukuran payudaramu adalah 60 inci."

Saat mendengar kata-kataku, dia menekan dahinya dan menatapku dengan ekspresi kecewa.

"Enam puluh inci," katanya, "jika diubah ke dalam sentimeter, maka ukurannya berarti 152 sentimeter, kan!?  Tentu saja punyaku tidak sebesar itu, tahu?"

"B-Benar juga, ya."

"Ngomong-ngomong, ukuran payudaraku 95 H-cup. Dan seingatku, ukuranku sewaktu SMA adalah F-cup," Himegi-san mengungkapkan sesuatu yang luar biasa dengan wajah seriusnya.

Entah mengapa, Himegi-san yang mengenakan seragam sekolah terlintas di dalam benakku. Aku mengerti, jadi punya dia F-cup, ya. Itu saja sudah sangat besar, tetapi aku tidak percaya punya dia masih akan terus bertambah besar.

"Fufufufu ... wajahmu memerah, betapa imutnya."

"Jangan menggodaku."

"Maafkan aku. Belakangan ini, aku selalu diabaikan saat melontarkan lelucon seperti itu kepada Ha-kun, itulah mengapa saat melihat reaksimu itu menyegarkan, atau lebih tepatnya aku merasa nostalgia."

"Silakan saja untuk bernostalgia, tetapi tolong berhenti menggoda diriku."

Himegi-san pun membalas, "Kamu pelit," dan menggigit sandwichnya.

Benar. Ternyata, kesanku terhadapnya sedikit berbeda dengan Himegi-san yang aku kenal. Dalam pikiranku, Himegi Touka adalah seorang gadis pendiam dengan citra yang keren, tetapi sekarang dia kelihatan lebih jujur, humoris, dan ramah. Aku tidak tahu, apakah enam tahun yang telah berlalu mempengaruhi kepribadiannya, atau memang dia selalu seperti ini sejak awal, entah bagaimana, aku telah mempelajari sisi tak terduga dari dirinya.

"Kembali ke topik sebelumnya. Seperti yang aku katakan tadi, tentang perjalanan waktu yang dikatakan mustahil, selama angka-angka ini terukir, aku tidak akan bisa kembali ke masaku yang sebenarnya ataupun melompat ke masa yang berbeda."

"Jadi maksudmu, sekali menggunakannya, kamu tidak bisa menggunakannya lagi sampai angkanya menjadi nol?"

"Begitulah maksudnya."

"Sepertinya jam saku ini tidak sehebat yang aku kira."

Namun, tetap saja, ini masih merupakan item cheat yang luar biasa. Menurut pendapat pribadiku, item ini lebih berharga daripada semua penemuan yang ada di dunia. Jika seseorang mau, dia bisa dengan mudah kembali ke masa lalu dan mengubah sejarah, atau menghasilkan banyak uang dengan tiket lotre atau forex. Oleh karena itu, ini adalah barang yang sangat berbahaya, tergantung pada siapa yang menggunakannya.

"Aku mengerti, jika angka yang ada di dadamu itu berkurang, kamu akan kembali ke waktu di mana kamu berasal. Lalu, bagaimana dengan aturan pengurangan hitungan? Apakah jumlahnya tidak bisa bertambah?"

"Menurut penjelasan nenekku, hitungannya harus absolut berkurang '1' per harinya, dan seharusnya tidak ada penambahan angka."

"Singkatnya, kamu hanya bisa tinggal dalam periode waktu ini selama maksimum enam puluh hari. Hah? Lalu, mengapa angkanya menjadi '55' sekarang? Bukankah itu aneh?"

Jika angkanya hanya berkurang '1' per hari, maka seharusnya saat ini angkanya adalah '59', sebagaimana perhitungannya.
 
"Itu adalah hukuman," jawabnya.

"Hukuman?"

"Ya, kelihatannya sihir memiliki berbagai aturan untuk mencegah orang menyalahgunakannya."

"Jadi maksudmu, hitungan seharusnya hanya dikurangi '1', tetapi karena kamu melakukan sesuatu yang melanggar aturan, maka jumlahnya dikurangi '5' sekaligus?"

"Benar sekali."

"Apa yang kamu lakukan?"

"Mungkin spoiler."

"Spoiler?"

"Iya. Kemarin, aku mengatakan kepada keluarga Ouji tentang kejadian di masa depan. Pasti itulah penyebab mengapa hitungannya berkurang."

"Aku mengerti. Kalau begitu, semuanya masuk akal."

Jadi, ada tindakan yang sudah diterapkan demi mencegah penyalahgunaan.

"Aku tidak menyangka sih, spoiler seperti itu bisa menyebabkan jumlahnya berkurang sejauh itu," Himegi-san mengungkapkan kekesalannya, dengan menyandarkan pipi pada tangannya sambil cemberut.
 
Bagimu, mungkin ini hanya sebuah spoiler kecil, tetapi bagiku, ini adalah kejutan yang mendebarkan hati.

"Sekarang kita tidak bisa sembarangan membicarakan tentang masa depan, kan?"

"Nah, topik sandwich tadi dan, um, soal ukuran payudara juga harus diabaikan?"

"Ya. Itulah mengapa aku melakukan eksperimen. Aku juga tidak tahu bagian mana yang aman dan mana yang tidak. Jadi kita harus mencari tahu garis batas di mana aku tidak dikenai hukuman."

"Bukankah wanita tua itu telah menjelaskan semua rincian itu padamu?"

"Tidak sama sekali. Dia berkata, ‘Aku tidak perlu memberitahumu sampai sejauh itu’. Mungkin dia sendiri tidak sepenuhnya paham mengingat jam saku ini hanyalah salah satu dari sekian banyak item sihir yang dimilikinya."

"Item cheat ini hanyalah salah satu dari sekian banyak. Ini adalah cerita yang menakutkan."

"Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati."

Himegi-san mengucapkan kata-kata ini dengan ekspresi seriusnya. Aku pun merasakan tekad yang luar biasa kuat di wajahnya.

"Untuk saat ini, bisakah kamu mengenakan pakaianmu? Aku sudah memahami tentang angka-angka yang ada di dadamu sekarang."

"Oh, sudah selesai? Apakah kamu sudah memahaminya?"

"Ya, aku sudah memahaminya, jadi cepat kenakan kembali pakaianmu."

Himegi-san mengenakan kembali hoodie merahnya, dan berkata, "Padahal aku ingin kamu terus melihatnya".
 
"Aku punya banyak pertanyaan, tapi aku tidak tahu pertanyaan mana yang bisa membuatmu dihukum, karena itu aku tidak bisa dengan seenaknya bertanya."

"Baiklah, kamu bisa mengajukan satu pertanyaan terakhir. Tentu saja sejauh yang bisa kujawab."

"Oke, satu pertanyaan saja."

"Silakan."

"Mengapa kamu datang ke masa ini, Himegi-san?"

Secara pribadi, aku lebih tertarik pada pertanyaan ini daripada metode perjalanan waktu. Jika dia memilih kurun waktu ini dengan sengaja, bukan karena kebetulan, maka itu berarti dia memiliki suatu tujuan?

"Apa maksudmu?"

"Maksudku ya seperti yang kukatakan. Aku mendengarmu mengatakan bahwa, kamu melakukan perjalanan kembali ke masa lalu demi suatu tujuan. Bukankah begitu?"

"Ya, itu benar. Aku datang ke masa ini karena ada sesuatu yang sangat ingin aku lakukan. Itulah alasan aku melakukan perjalanan waktu."

"Apa itu?"

"Aku belum bisa mengatakannya kepadamu. Sekarang, aku belum bisa menjelaskannya tetapi intinya, aku datang ke masa ini karena tujuan tertentu," Himegi-san kemudian membungkuk kepadaku dan berkata, "Maafkan aku."

Pasti ada beberapa alasan yang tidak bisa dia jelaskan meskipun dia ingin menjelaskannya. Sejujurnya, aku sangat penasaran. Sangat menggangguku, tetapi aku tidak akan memaksa Himegi-san mengungkapkan tujuannya datang ke masa ini, karena hal itu justru akan membuatnya kesulitan. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menunggu dengan sabar sampai Himegi-san sendiri yang memberitahuku suatu saat nanti.

"Aku mengerti. Aku tidak akan menanyaimu lebih jauh tentang masalah ini. Tetapi jika ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu, jangan ragu untuk meminta bantuanku kapan saja."

"Terima kasih," balasnya.

Dia tertawa dan dengan elegan tersenyum padaku. Wajahnya itu, tidak henti-hentinya membuatku merasa bahagia.

"Sebenarnya, ada satu hal yang mengganggu pikiranku …," senyum Himegi-san berubah menjadi muram.

Aku bingung, apakah aku melakukan sesuatu yang membuatnya marah padaku?

"Umm, bisakah kamu berhenti memanggilku Himegi-san?"

"Eh!?"

"Memangnya, sejak kapan kita memanggil satu sama lain dengan panggilan yang asing?"

"Sejak kapan? Aku selalu memanggilmu Himegi-san, tahu?"

"Mulai sekarang, panggil aku 'Touka tersayang’."

"Secara umum, aku tidak menyukai panggilan itu, sih …."

Aku benci setengah mati, itu terdengar seperti teman masa kecil yang bodoh memanggil, ‘Takaki-kyun sayang'. Bahkan, sampai mati pun aku tidak ingin dipanggi begitu.

"Kalau begitu, aku akan mengalah dan panggil aku, 'Touka-san'."

Kedengarannya seolah-olah dia yang mengalah, tetapi sejak awal, permintaannya yang sebenarnya adalah dipanggil dengan nama 'Touka-san'. Mau bagaimana lagi, aku akan menyerah pada kemampuan negosiasinya yang bagus itu.
 
"Baiklah. Aku akan menurutimu."

Yah, itu jauh lebih baik daripada memanggilnya, 'Touka tersayang’.

"Fufufu. Bagus kamu jujur. Sekarang, coba panggil aku," pintanya.

"Touka-san."

Hanya dengan memanggil nama depannya saja, sudah cukup memalukan bagiku.
 
"Tidak buruk. Ya, kedengarannya bagus."
Tampaknya, hal ini telah menyentuh hatinya. Aku merasa Touka sedang mempermainkan aku, tetapi aku tidak akan mempermasalahkannya untuk saat ini.

"Ngomong-ngomong, apa rencana Ha-kun setelah ini?"

"Belanja, kan? Aku akan membelikan apa saja yang kamu butuhkan."

Aku ingat bahwa Touka-san memintaku untuk membeli kebutuhan sehari-harinya kemarin.

"Bagus sekali, kamu jujur. Untuk sekarang, kita perlu membeli kebutuhan sehari-hariku."

"Yah, tentu saja."

"Aku butuh pakaian dalam baru, sih. Aku ingin ganti bantal. Juga, sampo."

Himegi-san melepaskan ikatan rambutnya, dan menyentuh rambutnya sendiri dengan raut wajah yang tidak puas.

"Maafkan aku karena membiarkanmu menggunakan sampo murahku …."

Aku merasa sangat tidak enak karena membiarkannya menggunakan sampo yang harganya di bawah 1.000 yen pada rambutnya yang indah dan halus, meskipun hanya sekali.

"Jadi, kamu memotong rambutmu, ya?"

Aku tidak menyadarinya karena dia telah menata rambutnya kemarin, tetapi rambutnya yang sekarang sedikit lebih pendek daripada Himegi-san SMA yang kukenal.

"Hm? Memotong rambutku? …. Oh, ya, aku paham apa yang kamu maksud. Rambutku sewaktu masih SMA sedikit lebih panjang daripada yang sekarang, kan? Sebenarnya, aku punya dua masalah besar, sih."

"Masalah besar?"

"Ya, aku merasa bingung. Jika memungkinkan, aku ingin Ha-kun memberikan pendapatnya juga," dengan raut wajah yang gelisah, dia mengeluarkan smartphone dan dompet panjang dari tasnya, lalu meletakkannya di atas meja.

"Hm? Apakah ada masalah dengan keduanya?" secara sekilas, aku tidak melihat di mana letak masalahnya.

"Ya. Ini masalah besar, tahu. Aku ingin kamu melihat perangkat ini terlebih dulu. Sebenarnya, ini sudah berulah sejak pagi ini."

"Berulah? Bagaimana spesifiknya, sih?"

"Pokoknya, lihat saja. Kamu seorang pecandu gadget, kuyakin kamu tahu apa penyebabnya."

"Pecandu gadget, aku cuma suka komputer, jadi tidak terlalu paham tentang smartphone …."

Untuk sekarang, aku mengangkat smartphone merah itu dan memutuskan untuk memeriksanya.

"Nomor PIN empat digit itu adalah 1117."

"......1, 1, 1, 7, ya. Bukankah itu tanggal ulang tahunku?"

"Memangnya tidak boleh?"

"Bukan, bukan tidak boleh, sih."

Yah, ini sedikit lebih aman daripada menjadikan hari ulang tahunnya sendiri sebagai kata sandi. Kemudian, aku memasukkan kata sandi empat digit itu dan membuka layar smartphone-nya.

"Ngomong-ngomong, layarnya benar-benar indah, ya. Pergerakannya juga halus. Berapa sih refresh rate pada smartphone ini?"

"Re-Refresh rate"?

(TLN: Refresh rate adalah tolak ukur seberapa cepat sebuah layar smartphone dalam me-refresh pixel layar setiap detiknya. Intinya semakin besar frekuensinya maka semakin halus pergerakan layar smartphone-nya)

"Tetapi sejujurnya, desainnya sangat payah~. Seandainya aku adalah direktur perusahaan yang menjual smartphone ini, aku cukup percaya diri untuk menginjak-injaknya di depan para developer."

"Tapi, Ha-kun mengatakan bahwa ponsel ini bagus dan merekomendasikannya kepadaku …."

"Ehhhhh? Apakah aku yang merekomendasikan smartphone seukuran tablet ini kepadaku? Mustahil! Itu mustahil!"

"Heyy!"

"Itu karena aku lebih suka smartphone yang ukurannya kecil! Bisa-bisa aku kena tendonitis jika harus membawa smartphone yang begitu besar dan berat sepanjang hari."

Oioi, sejak kapan aku yang di masa depan beralih menyukai smartphone yang layarnya lebar?

"Ngomong-ngomong, berapa harganya?"

"Yah, harganya 300.000 yen …."

"Uwaaa! Mahalnya! Smarthpone masa depan itu mahal sekali! Harga yang tidak masuk akal! Dengan 300.000 yen, aku bisa merakit PC gaming berspesifikasi tinggi sendiri!"

"............"

"─ Seberapa tinggi tolok ukurnya? Seberapa besar panas yang dihasilkannya? Maksudku, mengingat ukurannya yang tidak hanya besar, tapi juga terasa tidak nyaman saat disentuh! Satu-satunya hal yang bisa dipuji adalah keindahan layarnya! Jika kamu menyebut ini sebagai smartphone masa depan, maka yang aku inginkan itu bisa melihat hologram melayang di atasnya, bodi smartphone yang transparan, atau setidaknya bisa berubah menjadi robot. Lagi pula, teknologi smartphone sudah mencapai batasnya pada tahap ini, kan?"

Meski begitu, ini adalah perangkat yang akan sangat diidam-idamkan oleh YouTuber yang melakukan streaming video untuk memperkenalkan gadget.

"Hey, pecandu gadget."

"Hm? Iya?"

"Jika kamu terus mengkritisi smartphone-ku seperti itu lagi, aku tidak akan ragu-ragu menggunakan kekerasan," Touka-san tersenyum dan menunjukkan kepalan tangannya kepadaku.

Dia memiliki senyuman yang manis, tetapi matanya tidak menunjukkan senyuman itu sendiri. Apakah dia benar-benar marah?

"Maafkan aku, aku terbawa suasana. Aku akan memeriksanya dengan benar, jadi mohon maafkan aku."

"Cepat cari tahu apa masalahnya!"

"S-Siap, aku mengerti."

Dengan fokus, aku menatap layar smartphone-nya dan menyadari ada beberapa aplikasi di yang tidak aku ketahui. Mungkin aplikasi-aplikasi itu dibuat dalam rentang enam tahun itu.
 
"Layar tidak freeze ataupun macet. Pergerakannya juga mulus, jadi kelihatannya tidak ada masalah. Apakah pengisian dayanya lancar?"

"Tidak ada masalah dengan pengisian dayanya, sih."

"Lalu, bagaimana kalau reboot dan shutdown?"

"Itu juga berjalan lancar."

"Ya? Lalu di mana letak masalahnya?"

"Sebenarnya, semua aplikasinya tidak berfungsi."

"Aplikasi?" mendengar kata-katanya, aku menyentuh beberapa aplikasi di layar.

"Benar sih, aplikasinya tidak mau bekerja. Apakah kamu pernah menjatuhkan smartphone-mu?"

"Tidak, aku tidak menjatuhkannya. Juga, aku tidak bisa menelepon."

"Kamu juga tidak bisa menelepon?"

"Ya, ketika aku mencoba menelepon nomormu, tetapi tidak ada tanggapan sama sekali."

"Bolehkah aku melakukan panggilan menggunakan smartphone-mu?"

"Ya. Ya, cobalah," karena Touka-san telah memberikanku izin, aku pun menyentuh aplikasi untuk melakukan panggilan.

"Hanya aplikasi ini yang merespons. Oh, begitu, jadi nomorku sudah terdaftar."

Nomor teleponku terdaftar di layar smartphone-nya. Karena kami menikah di masa depan, sangat wajar jika nomorku sudah terdaftar di sana. Aku tidak keberatan, tetapi tolong jangan ubah nama kontakku menjadi ‘Ha-kun tersayang’. Aku akan mengedit namanya nanti, tetapi sekarang mari kita hubungi smartphone-ku.

"Hmm. Ini jelas tidak terhubung."

Layar smarthpone-nya menampilkan 'jaringan seluler tidak tersedia'.

"Tidak mau berfungsi, kan?"

"Ya, tidak berfungsi, sih."

"Ah, ya! Cobalah hubungi smartphone-ku dari punyamu."

"Baiklah. Tolong beritahu aku nomornya."

Aku mengeluarkan smartphone putih dari saku dan memasukkan nomor smartphone Touka-san ketika dia secara lisan memberitahukan nomornya, lalu menelepon.
 
"Huh? Ini terhubung?"

Aku mendengar suara yang tidak asing lagi dari smartphone-ku, "Brrrrr," dan kemudian—

‘Iya?’

Dari sisi lain panggilanku, terdengar suara seorang gadis yang jernih dan indah, sama bagusnya dengan pengisi suara yang populer. Menurutku, pemilik suara ini pasti seorang gadis yang cantik dan rupawan. Namun, aku membayangkan pemilik suara yang sudah tidak asing lagi ini? Aku merasa seperti aku mendengarnya beberapa menit yang lalu.

"Halo?"

"Aku bisa mendengarmu. Permisi, tapi ini siapa, ya?"

"... Oh!"

Di sinilah akhirnya aku menyadari, siapa orang yang berada di sisi lain panggilan itu. Dia adalah Himegi Touka. Himegi Touka yang merupakan seorang gadis SMA di era ini!

"Konnichiwa~, Aku orang Sumeria yang punya darah keturunan Jepang, Makuha Jiou~, desu~" aku memutuskan untuk memerankan orang asing yang hanya bisa berbicara bahasa Jepang yang patah-patah.

(TLN: Sumeria, salah satu daerah di Iraq.)

‘Orang Sumeria yang punya darah keturunan Jepang, Makuha Jiou?’

"... Aku akan berusaha sebaik mungkin membantu dari stadion Mesopotamia di negara asalku~"

‘Y... ya?’

"Itulah karena, aku sangat menolak Jepang~!"

‘Eh? Apa? Hah?’

"Maaf, aku minta maaf! Aku dulunya datang ke Jepang karena ingin memenuhi impianku, tapi aku minta maaf! Selain itu, tempura dan sushi Jepang itu enak, lho!"

(TLN: Sorry kalau kalimatnya agak aneh, tapi itulah yang terbaik yang bisa kupikirkan. Sebaliknya, di-raw-nya memang begitu, si MC menggunakan campuran katakana dan hiragana dengan aksen Inggris-nya.)

Aku pun mengetuk tombol end call untuk mengakhiri panggilan. Kuyakin, Himegi-san pasti sedang berpikir bahwa dia mendapat telepon nyasar dari penunjuk untuk orang asing. Fiuh~, harus bisa berpikir cepat untuk bisa membodohinya.

"... dan Touka-san."

"Ada apa?"

"Mungkinkah kamu menggunakan nomor telepon yang sama selama bertahun-tahun?"

"Ya, benar. Aku menggunakan jaringan seluler yang sama sejak SMP, dengan nomor yang sama juga, sih."

"Jadi, rupanya begitu …."

"Apakah ada masalah?"

"Ini adalah masalah besar. Ternyata, ada dua kartu SIM yang identik di dunia saat ini."

"Ha-kun?"

"Iya?"

"Apa itu … kartu SIM?"

Aku memegang kepalaku, mengalami sakit kepala terburuk yang pernah ada. Kemudian, aku menjelaskan seluruh situasinya sekarang kepada wanita yang tidak tahu apa-apa sampai akhir ini.
 
"Ah, begitu ya. Jadi, kartu di smartphone-ku ini sama dengan kartu yang ada pada smartphone punyaku di masa ini? Jadi, mengapa smartphone ini tidak menerima panggilan?"

"Aku tidak terlalu paham tentang rincian teknis komunikasi, jadi aku tidak bisa menjelaskannya, tetapi kelihatannya, smartphone-mu yang di masa ini memiliki prioritas."

"Mengapa smartphone-ku yang ini tidak diprioritaskan? Aku merasa tidak tenang karena merasa kalah dengan diriku yang di masa lalu."

Mengapa dia bersaing dengan dirinya yang di masa lalu?

"Pokoknya, fitur panggilan smartphone merahmu ini tidak rusak," tegasku.

Sebelumnya, aku menukar kartu SIM smartphone-ku ke dalam smartphone merah ini dan mencoba menelepon orang tuaku, dan panggilan itu pun lancar tanpa masalah. Itu berarti fitur panggilan pada smartphone ini tidak mengalami gangguan. Namun demikian, meskipun fitur komunikasinya berfungsi, aku tetap tidak bisa membuka aplikasi lain.

"Aku tidak tahu mengapa aku tidak bisa menggunakan aplikasi lainnya. Memang aku tidak tahu, tetapi aku bisa berspekulasi."

"Bisakah kamu memberitahuku?"

"Bisa jadi bukan karena kerusakan, mungkin itu hanya sihir yang mencegahnya bekerja."

"Eh, benarkah begitu?"

"Ya, bisa saja itu dibatasi oleh sihir, kan?"

Sejujurnya, aku tidak bisa serta merta mengatakannya begitu, tetapi aku tidak memiliki penjelasan.
 
"Jadi, apakah itu berarti aku tidak bisa menggunakan Line, Instagram atau Twitter?"

"Ya, kurasa begitu. Yah, kalaupun ada kerusakan, tidak mungkin untuk diperbaiki."

Membawa smartphone yang baru ada enam tahun kemudian ini ke tempat perbaikan, berkemungkinan besar akan menyebabkan kebingungan.  Bagaimanapun juga, ini adalah benda yang bentuk ataupun wujudnya belum ada di era ini, jadi membawa smartphone yang seperti ini untuk diperbaiki, jelas akan menyebabkan kekacauan. Dalam hal itu, aku harus mengatakan bahwa smartphone ini juga berbahaya.

"Padahal, sampai kemarin, ini bisa digunakan secara normal …."

"Mungkin kamu bisa menggunakannya lagi jika kamu kembali ke waktu di mana kamu berada."

"Ha-kun, apakah kamu tidak bisa menyelamatkan video pernikahan yang kutunjukkan kemarin?"

"Aku berharap bisa melakukan sesuatu tentang itu, tetapi rasanya mustahil bagiku."
 
"Begitu ya …," dengan mengatakan itu, bahu Touka-san merosot dan dia menundukkan pandangannya. Melihat wajahnya yang seperti itu, aku ingin melakukan sesuatu, tetapi ini terlalu jauh di luar kemampuanku, sehingga aku tidak bisa berbuat apa-apa.
 
"Mau bagaiamana lagi, kan. Mari kita selesaikan masalah lainnya dulu," Touka-san mengambil dompet yang ada di atas meja.

"Ini cuma dompet, kan?"

"Ha-kun, bukan dompetnya yang menjadi masalah, melainkan isi yang ada di dalamnya."

"Memangnya apa isinya?"

Touka-san pun mengeluarkan lusinan uang kertas dari dompet panjang itu dan meletakkannya di atas meja.

"Eh? Apa ini?" tubuhku terdiam sejenak karena apa yang terjadi. Sesuatu yang mengejutkan seperti itu keluar dari dompet panjangnya.
 
"Ya, masalahnya adalah uang kertas ini," ungkapnya.

Uang yang keluar dari dompet panjangnya itu adalah uang kertas yang belum pernah kulihat sebelumnya. Sambil gemetar, aku mengambil selembar uang kertas tersebut.

"I-Ini bukan Yukichi … yang ada pada uang 10.000 yen …."

Aku berusaha sekuat mungkin meyakinkan diriku bahwa itu adalah uang kertas asing, tetapi pada uang tersebut mencantumkan, "Uang Keluaran Bank Jepang". Lalu, orang yang didesain di dalam uang kertas tersebut adalah orang Jepang, tidak peduli bagaimana aku melihatnya. Seingatku juga, uang kertas 10.000 yen yang baru ini seharusnya baru mulai beredar pada tahun depan.
 
"Mungkin aku adalah orang pertama yang mendapatkan uang kertas 10.000 yen ini."

"Fufufu. Pemikiran yang bagus."

"Tidak, itu tidak lucu. Sekadar memastikan, ini uang asli, kan?"

"Ya. Itu benar-benar asli, kok."

Ternyata memang benar. Sepertinya, Touka-san sungguhan berasal dari masa depan.

"Ngomong-ngomong, 150,000 yen yang di sana adalah harta yang aku punya."

"Dengan kata lain, kamu saat ini tidak punya uang? Apakah itu yang menjadi masalah kedua?"

"Ya, sepertinya begitu."

Uang ini tidak akan pernah bisa digunakan karena belum resmi beredar. Tidak, kalaupun kami membawa uang kertas 10.000 yen Yukichi yang biasanya dari masa depan, tentu juga tidak dapat digunakan. Seandainya kami melakukan itu, maka uang dengan nomor seri yang sama akan beredar di dunia ini.

"Kartu kredit juga tidak bisa digunakan, kan? Sementara waktu, berarti kita harus meminjam uang dari orang tuaku dulu?"

"Itu akan sedikit berlebihan. Ah, ya! Itu saja! Kita bisa menjualnya untuk mendapatkan uang, bukan?" Touka-san tampaknya memiliki pencerahan dan mencoba mengambil sesuatu dari tas mereknya.

"Touemon, apa yang akan kamu keluarkan dari tas masa depanmu kali ini?"

(TLN: Touemon, sarkas untuk Touka yang mirip seperti doraemon.)

"Kuyakin kamu akan terkejut," begitulah yang dia katakan. Sejujurnya, aku sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan keluar dari tasnya itu, tetapi kuyakin akan sangat terkejut saat melihatnya.

"Ini dia," dan dia mengeluarkan kartu yang ukurannya hampir sama dengan kartu tarot dari tasnya dan menaruhnya di atas meja dengan bunyi gedebuk.

"?????"

Aku sudah siap untuk terkejut, tetapi jauh dari apa yang aku bayangkan, dan sejujurnya, aku merasa kecewa.
 
"Tetteterete~e! Kartu monster!" (Sfx: Backsound doraemon saat mengeluarkan benda dari kantongnya.)

Tidak disangka, Touemon berhasil memulihkan anggapanku yang sebelumnya kecewa. Aku sedikit terkesan bahwa dia sebenarnya memiliki sisi yang lucu. Ngomong-ngomong, tiruan Doraemonnya sangat buruk sehingga aku merasa malu saat mendengarkannya—Namun, itu bukan masalah sekarang.

"Ini kartu-kartu dari game kartu yang populer, kan?" tanyaku.

Rasanya nostalgia. Aku ingat pernah mengumpulkan beberapa kartu sewaktu sekolah dasar. Kartu yang diletakkannya di atas meja itu adalah kartu monster naga yang sangat terkenal, bahkan aku sendiripun tahu.

"Aku mengambil ini dari seorang pria," jawabnya.

"Seorang pria?"

"Dia adalah seorang Pangeran Malang yang bernama Ouji Hakuma, tetapi yang mengejutkanku adalah dia mencoba untuk melakukan Papa-katsu."

"Hah? Papa-katsu?!"

(TLN: Papa-katsu itu istilah populer di Jepang pada tahun 2014 yang merujuk kegiatan/hobi om-om paruh baya yang biasanya dirahasiakan dari istrinya. Kegiatannya itu bisa merujuk pada kencan, seks, atau hobi-hobi tertentu. Untuk dalam konteks ini, si MC suka membeli barang mahal untuk hobinya.)

Oioi, apa sih yang aku lakukan di masa depan? Juga, kata yang mengganggu itu masih digunakan enam tahun dari sekarang.?

"Ngomong-ngomong, kartu ini harganya 100.000 yen."

"100,000 yen?"

"Ya, tanpa izinku lagi. Kamu selalu saja boros dalam menggunakan uangmu, atau mungkin itu hanyalah keserakahanmu."

"............"

Karena aku tidak bisa menyanggah keluhannya, aku memutuskan untuk tetap diam. Meskipun aku terkesan pengecut, tetapi menutup mulut adalah pilihan yang terbaik saat ini.

"Jadi, sejak kita tinggal bersama, aku yang bertanggung jawab untuk mengelola semua uang, tapi orang itu, dia telah membeli barang-barang seperti ini secara diam-diam di belakangku," Touka-san menatap kartu langka itu dengan raut wajah kecewa.
 
"Pokoknya, aku akan menjual kartu ini hari ini," lanjutnya.

"Eh? Dia membelinya dengan uangnya sendiri, kan?"

"Memang. Apakah ada masalah?"

Aku tidak akan membiarkanmu membantahku, Touka-san memelototiku dengan wajah seperti itu.

"Apa yang dimiliki suamiku adalah punyaku, dan apa yang aku miliki adalah punyaku."

Rupanya, dia bukan Doraemon tetapi Giant. Dari interaksi kami ini, sangat mudah untuk membayangkan seperti apa hubungan kuasa antara aku dan Touka-san di masa depan.

"Apabila kamu ingin menjualnya, kamu memerlukan izin orang tua. Pokoknya, aku akan mengunduh formulir persetujuannya nanti," kataku.

"Aku mengerti, di era ini aku masih di bawah umur, kan? Kalau begitu, aku tidak bisa menggunakan SIM ini," dengan raut wajah kecewa, dia mengeluarkan SIM dari dompetnya.

Aku melihat SIM di tangannya dan nama yang tertera di sana adalah ‘Himegi Touka’. Hee, ulang tahun Himegi-san adalah 25 Desember? Apakah alamat pada SIM adalah rumah orang tuanya? Jika memang begitu, berarti jauh dari rumahku. Oh, dia juga memiliki SIM motor …. Seperti yang kulihat, Surat Izin Mengemudi memiliki banyak informasi yang tertera di dalamnya. Sesuatu yang paling mencolok adalah waktu perpanjangan dan tanggal ketika dia mendapatkan lisensinya. Baik tanggal perpanjangan maupun tanggal perolehan lisensinya ditulis beberapa tahun di masa depan dari masa sekarang ini.
 
"Sepertinya, kamu memang berasal dari masa depan."

"Aku sudah berusaha memberitahumu selama ini, kan?"

"Mengapa kamu tidak menunjukkan lisensi ini terlebih dahulu?"

"Seandainya aku tunjukkan padamu, palingan kamu akan mengatakan bahwa itu palsu."

"Yah, jelas aku akan mengatakannya begitu, kan?"

"Kalau begitu, bukankah lebih baik menunjukkan video pernikahan kita kepadamu?"

"Jika kamu mengatakannya begitu, maka aku tidak bisa membantahnya. Bagaimanapun, tujuan kita hari ini adalah untuk mendapatkan uang dan membeli beberapa kebutuhan sehari-harimu untuk saat ini. Memang bisa sih jika mau membeli beberapa barang secara online, tetapi lebih baik membeli apa-apa yang kamu butuhkan langsung hari ini juga."

Juga, kita memerlukan smartphone pengganti.

"Ya. Mari kita pergi berbelanja setelah sarapan."

Dengan begitu, aku dan Touka-san pun pergi untuk berbelanja.

***

Pada dasarnya, aku menghabiskan sebagian besar hari libur dengan berada di dalam rumah. Dengan kata lain, aku adalah orang yang suka berada di dalam ruangan. Merakit PC, menyusun action figure, berlatih trik sulap.  Ketiga hal inilah yang biasanya menjadi rutinitasku pada hari libur.

Sebagai orang yang suka berada di dalam ruangan, ada beberapa tempat yang terkadang aku kunjungi pada hari libur, yaitu pusat perbelanjaan besar yang terletak sedikit di luar pinggiran kota sehingga agak sulit untuk dijangkau. Tempat seperti itulah yang kami kunjungi kali ini.

"Pokoknya, aku mau cari pakaian," katanya.

Rupanya, dia tidak menyukai set pakaian yang aku pinjamkan padanya. Sejujurnya, butuh banyak perjuangan untuk membawa kami ke pusat perbelanjaan ini. Setelah dipikir-pikir, hal itu langsung masuk akal. Sangat mudah membayangkan apa yang akan terjadi jika kami bertemu dengan kenalannya atau bertemu dengan dirinya sendiri, pasti akan terjadi kekacauan.

Itulah sebabnya aku bersikeras kepada Touka-san bahwa biar aku saja yang pergi sendiri. Aku berkata seperti itu padanya dan akan membelikan barang-barang apa saja yang dia inginkan. Namun, nasihatku itu tidak digubris dan dia langsung membawaku pergi.

Touka-san berkata, 'Aku hanya pernah ke pusat perbelanjaan itu beberapa kali, jadi kecil kemungkinannya dia akan bertemu denganku. Jadi tidak akan ada masalah', dia meyakinkanku. Tetap saja, aku tidak menyerah begitu saja dan menasihatinya bahwa akan menjadi masalah jika kami bertemu dengan teman-temannya yang lain. Kemudian, dia membalasku dengan tertawa dan berkata dengan penuh percaya diri, ‘Aku punya rencana rahasia.’. Pada akhirnya, aku menyerah dan segala sesuatunya berjalan sesuai keinginannya.

Entah bagaimana, aku selalu berpikir sejak dahulu bahwa dia adalah seorang gadis yang keras kepala, tetapi tidak pernah terbayangkan bahwa dia memiliki sisi yang sangat egois seperti itu. Meskipun aku menyadari sisi yang merepotkan itu, bukannya menurunkan rasa sukaku, justru aku semakin menyukainya, cinta benar-benar menghancurkan akal sehat seseorang.

"Sebelum membeli pakaian, kita harus menjual barang itu dulu."

"Ya. Pertama-tama, mari kita menjual kartu itu."

Ngomong-ngomong, rahasia yang dia katakan kepadaku adalah memakai masker dan kacamata hitam. Mungkinkah dia lebih bodoh dari apa yang aku bayangkan?

Kemudian kami tiba di sebuah toko kartu di pusat perbelanjaan, di mana kami akan menjual kartu langka dan formulir persetujuan yang ditulis oleh orang tua. Sebagai tambahan, ini adalah kali pertama aku mengunjugi tempat ini sejak sekolah dasar. Kemudian, seorang pria yang tampak seperti manajer toko kartu menatap kartu-kartu langka itu dengan ekspresi serius.

"I-Ini …," tangannya gemetar, dan matanya melebar melihat kartu langka yang kami serahkan.

Apakah ini sungguh mengejutkan?

"Aku tidak mengira bahwa aku bisa menyentuh dengan tanganku sendiri kartu yang hanya ada 30 buah di dunia," katanya.

"Benarkah? Hanya ada tiga puluh kartu di dunia?"

"Ya, kartu-kartu ini hanya diberikan kepada para pemenang turnamen, dan hanya ada 30 kartu di dunia. Kupikir ini palsu, tetapi jelas-jelas ini asli."

Ternyata, kartu ini jauh lebih langka daripada yang aku duga.

"Kondisinya sangat bagus. Aku akan membelinya seharga 200.000 yen," kata manajer itu.

"Dua ratus ribu yen!?"

Kartu 100.000 yen ditawari dua kali lipat dari harga aslinya. Di sini aku bisa menyadari mengapa kartu game Trading Card disebut seperti saham.
 
"Silakan!" Touka berkata dengan tegas. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda penyesalan dalam ekspresinya.

Pada akhirnya, kartu tersebut bisa dijual dengan harga 200.000 yen. Aku pun menyatukan kedua tanganku dan meminta maaf kepada diriku di masa depan, yang pada dasarnya tidak ada di masa ini. Hakuma Ouji di masa depan, aku akan menggunakan 200,000 yen ini untuk kebaikan, jadi tolong maafkan aku.

Adapun Touka-san, dia begitu merasa bahagia. Kelihatannya, dia senang karena kartu itu terjual dengan harga yang lebih tinggi daripada yang kami perkirakan.

"Kartu 100.000 yen dijual seharga 200.000 yen, seharusnya aku membawa lebih banyak."

"Jangan ucapkan pikiran jahat seperti itu," kataku.

Akan tetapi, ini berarti kartu yang hanya ada 30 di dunia, menjadi 31. Aku akan berpura-pura tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak tahu apa-apa tentang penjelasannya tadi.

Setelah meninggalkan toko kartu, kami memutuskan untuk pergi ke toko pakaian terdekat. Ketika memasuki toko, seorang pelayan toko wanita yang imut dan modis menyambut kami dengan senyuman dan ucapan, "Selamat datang!" Touka-san pun mulai diam-diam melihat-lihat pakaian di gantungan baju. Melihat ekspresinya yang serius, kupikir dia manis. Karena itu, aku menegaskan kembali bahwa aku sangat mencintainya.

"Aku telah memutuskan yang satu ini," dengan senyum lebar di wajahnya, Touka-san mengambil gaun berwarna abu-abu gelap. Kemudian dia memintaku untuk menunggu di sini sebentar, pergi ke kamar pas dan menutup tirai.

Nah, apa yang harus kulakukan? Aku tidak tahu harus bagaimana. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk duduk di bangku dekat kamar pas. Kemudian, dari kamar pas yang Touka-san masuki, terdengar suara baju yang dilepas, "Shi~shi". Entah mengapa, jantungku jadi berdebar-debar saat mendengar suara itu.

"............"

Mungkinkah Toka-san sekarang hanya mengenakan pakaian dalamnya?

Meskipun sadar seharusnya tidak membayangkan hal itu, tetapi aku bisa membayangkan dirinya yang berada di sisi lain tirai. Sementara memikirkan hal ini, seorang karyawan perempuan yang cantik dan modis, datang ke arahku dengan langkah yang ringan.

"Kamu punya kakak perempuan yang cantik, ya?" katanya.

"Eh?"

"Apakah kamu dan kakak perempuanmu itu berbelanja bersama hari ini?"

Rupanya, pemilik toko ini mengira bahwa aku dan Touka-san adalah kakak-adik. Dalam situasi seperti itu, apa yang harus aku katakan? Jika aku mengatakan, ‘Kami adalah suami-istri’, itu malah terdengar seperti aku yang terlalu percaya diri dan sejujurnya aku tidak menyukai itu. Namun, aku juga tidak ingin mengatakan bahwa ‘Dia adalah kakak perempuanku’. Yah, itu lebih baik daripada aku disalah artikan sebagai seorang gadis, seperti biasanya.

Pada akhirnya, ketika aku bingung apa tanggapan terbaik yang harus kukatakan, terdengar suara dari ruang pas tempat Touka-san masuki, "──Ha-kun, gaun ini terlalu ketat di bagian dadanya. Bisakah kamu mengambilkan ukuran yang lebih besar?"

"Eh? Kamu mengatakan satu ukuran yang lebih besar?"

"Ah, aku akan mengambilkannya untukmu," pelayan toko tersenyum ramah dan dengan cepat, membawa pakaian yang satu ukuran lebih besar ke ruang pas di mana Touka berada.

"............"

Sungguh menggelisahkan, berbohong di sini pun sama sekali tidak akan membantuku. Selain itu, akan menjadi masalah jika karyawan toko itu menanyaiku lagi.

"Touka-san, aku haus, aku akan pergi membeli minuman."

Sebenarnya, aku tidak terlalu haus. Ini hanyalah cara untuk kabur dari tempat ini.

"Oke …."

Aku lega bahwa Touka-san telah memberiku izin. Aku membayangkan, seandainya dia memintaku untuk bersabar dan menunggu sedikit lebih lama lagi, maka aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku pun berkata kepada pelayan toko, "Tolong bantu dia untukku," dan pergi meninggalkannya.

***

Aku sudah menduga akan memakan waktu cukup lama, tetapi cukup mengejutkan, Touka-san keluar dari toko baju itu dan bergegas menghampiriku yang duduk di bangku.

"Cepat juga, ya," kataku sambil menyerahkan secangkir kopi yang sedang kupegang.

Biasanya aku membeli minuman dari mesin penjual otomatis, tetapi kali ini aku sedikit royal dan memesan dua café au lait dari ritel kopi di lantai dua. Untuk pelajar sepertiku, membayar 700 yen untuk café au lait percangkirnya cukup menguras uang, tetapi aku tidak ingin terlihat pelit di depan Touka-san.

"Oh, kamu perhatian sekali!" pujinya.

"Aku tidak tahu apa yang kamu sukai sih, jadi aku memilih café au lait," jelasku.

"Terima kasih. Aku suka kok cafe au lait."

"Senang rasanya, jika kamu menyukainya."

"Hanya saja, ada sesuatu yang aneh ketika Ha-kun mengatakan tidak tahu apa yang aku sukai."

"Itu hanya perasaanmu saja, sih."

"Benar juga, ya," Touka-san menatapku dengan tajam.

Apakah dia ingin duduk di bangku sampingku? Menurutku begitu, jadi aku pindah dari tengah ke ujung bangku untuk memberi ruang baginya.

"Tidak, bukan itu maksudku. Sebelum mencemaskan hal itu, kamu mungkin harus mengatakan sesuatu kepadaku, kan? Ya, ada sesuatu yang harus kamu katakan kepada calon istrimu di masa depan."

"Apa yang kamu inginkan untuk makan siang?"

Touka-san terlihat jengkel saat mendengar kata-kataku. Ya, aku tahu itu salah, tetapi aku suka ekspresi cemberutnya ini. Aku memahami apa yang dia inginkan dariku dan kata-kata seperti apa yang dia inginkan aku ucapkan. Namun, setan di dalam diriku membisikkan kepadaku untuk mengatakan sesuatu yang berbeda. Karena itu, aku mengucapkan beberapa kata yang kurang tepat. Aku tidak pernah menyangka bahwa pada usiaku ini aku malah ingin menjahili gadis yang aku sukai.

"Kamu selalu saja seperti itu, ya Ha-kun?" ujarnya.

"Maafkan aku. Tidak pernah kusangka, bahwa aku juga punya sisi yang bengkok di dalam hatiku."

"Jadi, apa pendapat Anda tentang pakaian ini?" dia bertanya.

Ketika Touka-san keluar dari toko baju itu, tentu saja pakaiannya telah berubah. Hoodie merah yang dikenakan sebelumnya telah digantikan oleh gaun rajut berwarna abu-abu. Jika aku jujur mengatakan pendapatku tentang pakaian itu, kata pertama yang terlintas dalam benakku adalah 'erotis' atau 'seksi'. Namun, menurutku kata-kata itu bukanlah pujian bagi seorang wanita. Sebaliknya, gaun rajut ini ketat sekaligus menegaskan dengan jelas tubuh seksi Touka-san. Terutama, bagian dada yang terbuka menunjukkan belahan payudaranya yang besar dan itu sangat dewasa. Ya, begitulah, pakaian ketat yang hanya bisa dikenakan oleh orang-orang terpilih. Tetap saja, selain memanjakan mata, juga sangat merangsang bagi diriku yang masih remaja.

"Yah, itu cocok untukmu. Sangat menarik malah, seperti wanita dewasa," sambil menjaga ketenanganku, aku mengatakan kepada Touka-san bagaimana penilaianku yang sebenarnya tentang dia.

Kemudian, dia tersenyum dan tertawa, "Fufufu... Wajahmu memerah. Ternyata, Ha-kun memang sangat imut, ya."

"Terima kasih untuk itu," jawabku malu.

"Baiklah, aku telah melihat reaksi yang kuinginkan sekarang, lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"

"Perutku terasa sedikit lapar, dah," ungkapku.

"Kalau begitu, mari kita cari sesuatu yang ringan untuk dimakan."

"Baiklah. Kamu ingin apa?"

"Aku ingin takoyaki, sih."

"Kalau begitu, mari kita pergi ke food court, oke?"

"Oke. Mari kita pergi."

"Ah, biarkan aku yang membawanya."

Aku ragu apakah aku bisa menemaninya dengan baik, tetapi setidaknya aku harus membawa barang bawaannya.

"Terima kasih."

Touka-san tersenyum padaku dan memberikan sebuah kantong kertas di tangannya, yang kemudian aku ambil. Sepertinya itu berisi hoodie, jersey, kacamata hitam dan masker yang aku pinjamkan padanya.

"Apakah kamu mau berpegangan tangan?" dengan senyum wajahnya, Touka-san mengulurkan tangannya padaku.

"Aku merasa tidak enak dengan diriku yang ada di masa depan, jadi aku tidak bisa."

"Benarkah? Kurasa suamiku tidak akan cemburu dengan hal itu."

Meskipun dia sepenuhnya percaya kepada suaminya, tetapi jika istrimu bergandengan tangan dengan pria lain selain dirinya, dia mungkin—tidak, jelas dia akan cemburu. Sumbernya? Adalah aku sendiri. Tidak ada sumber lain yang bisa lebih dipercaya daripada itu.

"Baiklah, mari kita pergi."

"Apakah kamu tahu di mana tempatnya?"

"Tentu saja aku tahu. Setelah kita lulus SMA, Ha-kun dan aku biasa berkencan ke tempat itu," jawab Touka-san.

Memang sulit dipercaya, tetapi dari apa yang kudengar, dalam beberapa tahun ke depan, pusat perbelanjaan ini akan menjadi tempat kencan yang paling sering kami kunjungi.
 
"Oh, lift-nya baru saja turun. Ha-kun ayo kita masuk."

Aku masuk ke dalam lift seolah-olah mengikuti Touka-san. Di dalam lift, ada pasangan mahasiswa yang terlihat sedikit lebih tua dariku, dan prianya melihat Touka-san yang masuk ke dalam lift dengan tatapan penuh nafsu, sementara wanitanya yang cemburu menginjak kaki pacarnya itu. Meskipun aku tahu itu adalah hal yang tidak pantas, tetapi merasakan sedikit kesenangan saat melihat adegan tersebut. Setelah keluar dari lift, kami langsung menuju food court yang berada di lantai empat.

Selama kami berjalan menuju food court, semua orang baik pria maupun wanita, melirik Touka-san. Seperti yang kuduga, Touka-san menarik perhatian. Terlalu mencolok, bahkan. Suatu kebanggaan bagiku karena bisa berdiri di samping seseorang seperti dirinya, tetapi aku masih saja khawatir kalau kami mungkin saja akan bertemu dengan seseorang yang kami kenal. Memikirkan hal itu, aku merasa bahwa kami tidak boleh berlama-lama.

Aku menyarankan agar langsung pulang setelah menyantap takoyaki yang kami inginkan. Memikirkan hal ini, kami terus berjalan tanpa menyadari bahwa kami telah mencapai tempat tujuan. Food court ramai pada hari Sabtu, terutama oleh kaum muda. Percakapan bahagia dari orang-orang yang sebaya terbang ke sana kemari. Meski waktunya masih belum tengah hari, semua restoran ramai sampai batas tertentu, dipenuhi oleh orang-orang mengantre. Di antara mereka, yang memiliki antrean terpanjang adalah toko takoyaki yang kami cari.

"Ini benar-benar ramai, kan?"

"Ya, benar sih."

Aku dan Touka-san berdiri di ujung antrean sedangkan aroma takoyaki merangsang indra penciumanku.
 
"Sebelumnya memang sudah populer tahu, tetapi sejak diperkenalkan di TV, mereka menjadi semakin populer, kan?"

"Mengingatkan kembali akan kenangan …."

Ini mungkin berita terbaru dari sudut pandangku, tetapi bagi Touka-san yang datang dari dunia enam tahun kemudian, mungkin ini adalah kisah masa lalu yang panjang, kan?

"Apakah itu masih populer enam tahun kemudian?" tanyaku.

"Eh!?"

"Maksudku, apakah toko takoyaki ini masih sangat populer saat enam tahun kemudian?"

Entah mengapa, Touka-san terlihat malu.

"Oh, iya aku baru ingat! Berbicara tentang masa depan akan dikenai hukuman dengan penurunan angka, kan? Lupakan saja pertanyaan itu."

"Benar juga, ya. Aku akan berpura-pura tidak mendengarnya."

Setelah itu, sampai tiba giliran kami, Touka-san dan aku hanya mengobrol santai. Kemudian, ketika tiba saatnya, kami melihat daftar menu.

"Selamat datang!" sapa seorang pelayan wanita yang manis menyambut kami dengan senyum bisnisnya.

"Touka-san, berapa potong yang mau kamu pesan?" aku bertanya apa yang dia inginkan, tetapi dia tidak menjawab. Aku pun mengalihkan pandangan dari daftar menu yang sedang kuamati ke arah Touka-san.
 
"Hei, Touka-san?" aku memanggilnya.

Entah mengapa, Touka-san menatap wajah pelayan muda itu. Matanya memiliki semacam ekspresi seolah-olah dia telah melihat sesuatu yang tidak biasa.

"Ah, um ..." Ketika Touka-san memandangnya, si pelayan juga memiliki ekspresi bingung di wajahnya.

Apa yang terjadi? Jika dilihat dari ekspresinya, tampaknya tidak ada niat bermusuhan. Akan tetapi, aku pikir itu tidak sopan, dan hendak memperingatkannya, ketika—

"Delapan ..." katanya tiba-tiba.

"Eh?"

"Ha-kun mari kita pesan delapan buah."

"Y-Ya. Umm, delapan buah, tolong."

"Eh? Ya, baiklah. Delapan buah, ya?"

"Juga, mayones dan serpihan bonito kering sebagai toppingnya."

"Siap."

Ketika aku mencoba mengeluarkan dompetku, seketika Touka-san menghentikan aku.

"Biarkan aku yang membayarnya," katanya sambil mengeluarkan uang kertas 10.000 yen dari dompetnya dan menyerahkannya kepada pelayan toko.

"Aku ambil 10.000 yen-nya. Kembaliannya adalah ...." tepat saat petugas mengulurkan tangan untuk mengembalikan uang kembalian, Touka-san mencondongkan badannya ke depan, mendekatkan wajahnya ke telinga petugas, dan membisikkan sesuatu di telinganya.

"Eh? Bagaimana kamu tahu itu?"

"Tenang saja. Cukup ikuti saran dariku."

Pelayan itu jelas sekali kelihatan terkejut. Sebenarnya, apa yang dia katakan kepada pelayan toko itu?

"Oh, ini akan memakan waktu beberapa menit. Segera setelah siap, aku akan menghubungi Anda."

Pelayan yang kelihatan kebingungan itu, memberikan kami remote one touch call. Kemudian, kami mencari meja kosong untuk mendapatkan tempat makan.

"Ada meja kosong di sana!" Touka-san berkata sambil menunjuk ke sebuah meja kosong.

Kami menempati meja tersebut dan beristirahat sejenak.

"Apakah kamu penasaran tentang apa yang terjadi sebelumnya?" dia bertanya padaku.

"Penasaran, sih. Aku memang penasaran, tapi kali ini aku memutuskan untuk tidak bertanya."

Fakta bahwa dia berbisik, berarti dia tidak ingin ada orang lain selain pihak yang bersangkutan mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Jika begitu, ada baiknya untuk tidak bertanya. Jadi aku memutuskan untuk menyerah.

"Umm takoyaki tidak cocok dengan cafe au lait, kan?"

Astaga. Aku sangat kesal sampai-sampai aku lupa memesan minuman.

"Aku akan membeli minuman. Apa yang Touka-san ingin pesan?"

"Kalau begitu, aku mau teh."

"Oke." Tepat saat aku berdiri, One touch call berdengung.

"Sekalian, aku akan mengambil takoyakinya juga.

"Ya, silakan."

Dengan begitu, aku pergi untuk mengambil takoyaki sekaligus membeli minuman.

***

Aku berencana makan takoyaki dan langsung pulang ke rumah setelahnya. Karena aku sadar bahwa berbahaya untuk tinggal di sini lebih lama lagi. Itulah sebabnya aku mencoba membujuk Touka-san, tetapi dia mulai egois dan mengatakan bahwa dia ingin menonton film. Pada akhirnya, aku setuju untuk pergi ke bioskop bersamanya lagi. Jadi sekarang kami berada di bioskop di lantai atas pusat perbelanjaan.

"Tolong biarkan aku yang mentraktirmu di sini," kataku.

Dia membelikanku takoyaki sebelumnya, jadi sekarang akulah yang harus membayarkan tiketnya.

"Tidak apa-apa kok, biaya tiket untuk pelajar sepertimu tidaklah terlalu mahal. Jadi, biarkan aku mentraktirmu sebagai seorang onee-san."

"Tidak bisa begitu. Aku telah menerima uang dari ayah untuk menemanimu dengan baik, jadi aku pasti akan membayarnya."

Aku meminta Ayah untuk mengisi formulir persetujuan sebagai waliku, yang diperlukan saat menjual kartu tersebut. Pada saat itu, dia memberiku hadiah selembar uang Yukichi sambil memaku aku dengan kata-kata, 'pastikan kamu mengawal Touka-chan dengan benar'.

"Karena itu, dengan jujur aku mohon padamu kali ini."

"Baiklah, silakan saja."

Kami pun berjalan ke mesin tiket dan menatap layar.

"Yang mana yang mau kamu tonton?"

Sejujurnya, tidak ada film yang membuatku tertarik. Dengan begitu, aku menyerahkan pilihannya kepada Touka-san.

"Hmm …. Oh, mari kita pilih yang ini," Touka-san menunjuk ke layar mesin tiket. Film yang dia tunjuk adalah film animasi Jepang yang telah menarik begitu banyak perhatian publik karena ditayangkan dalam iklan TV setiap hari.

"Kamu belum pernah menonton ini?"

Seingatku, itu adalah film dengan pendapatan box-office lebih dari 20 miliar yen. Jika ada film seperti itu, kupikir dia pasti sudah menontonnya, tetapi dia malah belum menontonnya, sama seperti aku?

"Aku sudah menontonnya lima kali," dia menjawab dengan tegas dan lanjut berkata, "Pasti kamu belum pernah menonton film ini, kan?"

"Aku belum pernah menontonnya, sih …."

"Itu benar. Ngomong-ngomong, Ha-kun di masa depan menonton film ini dengan berlangganan, dan dia sangat kecanduan sampai-sampai dia pergi ke bioskop pada hari pertama rilis sekuelnya."

"Saat kamu mengatakannya seperti itu membuatku mulai penasaran."

"Yah, meskipun Ha-kun sangat marah ketika aku memberikan spoiler saat berada di sampingnya …."

"Tolong jangan berikan aku spoiler."

"Fufufu. Itu tergantung pada sikapnya Ha-kun mulai sekarang."

Sambil merasa tidak nyaman, aku membeli satu tiket untuk siswa SMA dan satu tiket untuk orang dewasa dari mesin tiket.

"Baiklah, 2,900 yen ...." aku mengeluarkan dompetnya dari saku dan—kresek, kresek, kresek!

"............"

"Ya? Apa yang terjadi?"

"Tidak, tidak ada apa-apa, kok."

Penayangan film tersebut akan dimulai dalam 20 menit. Sampai saat itu tiba, kami menghabiskan waktu di toko merchandise. Sebuah pengumuman telah disiarkan dan kelihatannya bioskop yang kami tuju pun sudah mulai dibuka, ditambah lagi terbentuknya antrean di pintu masuk. Kami juga ikut mengantre, dan menyerahkan tiket kepada pria di meja resepsionis.

"Apakah kamu yakin ingin menonton film ini?"

"Ya. Selain itu. aku merasa beruntung bisa menontonnya kembali di layar lebar," begitulah yang dikatakannya

Sekarang, mari kita lihat apakah film ini memang sangat bagus sampai-sampai aku yang di masa depan ingin menonton pada hari pertama rilis sekuelnya.  Adapun bioskopnya terlihat kosong karena sudah beberapa bulan sejak film-nya rilis. Iklan pun sedang diputar di layar lebar. Hanya dengan melihat gambar-gambarnya saja sudah membuatku secara pribadi merasa bersemangat. Tempat duduk kami berada tepat di tengah dan untungnya jauh dari pengunjung lain.

"Rasanya menyenangkan memiliki tempat untuk diri kita sendiri, kan?"

"Tentu saja."

Aku duduk dan mengeluarkan smartphone dari saku untuk mematikan dayanya.

—Seriusan?

"Ada apa?" tanya dia.

"Tidak, tidak ada apa-apa …."

Terdapat panggilan tak terjawab yang memenuhi layar smartphone-ku. Dari nomornya, itu berasal dari Himegi Touka yang ada di era ini. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caraku menjelaskannya kepada Himegi-san?
 
Aku berada dalam suasana hati yang sangat membahagiakan, tetapi seketika aku tersentak kembali ke kenyataan. Saat aku memikirkan hal itu, lampu-lampu di dalam bioskop sedikit meredup. Sepertinya film yang kami tonton akan segera dimulai.

Segera setelah cerita dimulai, aku terbawa ke dalam dunia film. Suara bass yang menggema gendang telingaku saja sudah membuatku merinding, dan keteganganku secara alami meningkat. Secara kebetulan, film ini bercerita tentang perjalanan waktu. Karakter utama, seorang gadis SMA, kembali ke masa lalu dan memberikan nasihat cinta kepada ibunya yang masih siswi SMA.

Sejujurnya, aku sempat berpikir bahwa media dan publik terlalu membesar-besarkan film ini, tetapi film ini … sejujurnya menarik. Plot-plot penting yang disisipkan dengan hati-hati ke dalam film. Ada struktur cerita yang tidak membuatmu bosan. Ceritanya yang berputar-putar, tetapi pada akhirnya menuju ke arah yang tidak terduga, dan aku terkejut bahwa plot-plot penting tersebut dijelaskan di sini. Setidaknya, adegan terakhir adalah yang terbaik. Mungkin, itu adalah akhir terbaik yang pernah aku lihat dalam sebuah film. Meskipun agak membuat kesal, tetapi tidak ada alasan untuk mengeluhkan ceritanya. Itu adalah film yang luar biasa sehingga aku merasa kasihan pada masa depanku yang sudah di-spoiler. Seandainya aku satu-satunya orang yang berada di dalam bioskop, aku akan berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah.

Setelah akhir cerita, lampu-lampu di bioskop menyala.

"Itu adalah film yang menarik …."
 
Touka-san, yang berdiri di sampingku, air matanya mengalir deras di pipinya. Aku cukup terkejut. Ada banyak adegan yang membuatku ingin meneteskan air mata, tetapi aku tidak menyangka kalau Touka-san sendiri juga meneteskan air mata.

"Seperti biasa, film ini sangat menggugah hati."

Jika boleh terus terang, ini sangat tidak terduga. Aku tidak menyangka matanya begitu basah, mengingat betapa kerennya dia yang biasanya. Aku pun jadi penasaran, sebenarnya adegan mana yang sangat menyentuh hatinya.

"Touka-san, ini," aku mengeluarkan sapu tangan dari sakuku dan memberikannya kepadanya.

"Terima kasih," dia mengambil saputangan dan menyeka air matanya.

Saat-saat seperti ini, kata-kata apa yang tepat untuk diucapkan, ya? Ini tidak bagus, tetapi aku tidak tahu apa hal terbaik yang harus dilakukan. Namun, aku yakin akan satu hal. Apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah menyukai wajah Touka-san yang menangis.

"Ha-kun, aku mau pergi ke toilet sebentar."

Setelah sedikit tenang, Touka-san yang matanya telah memerah, meminta padaku untuk menyelesaikan urusan fisiologisnya. Kami buru-buru melewati gerbang keluar dan dia berlari ke toilet wanita yang ada di aula bioskop. Aku pun dengan tenang menunggunya sampai dia keluar dari toilet wanita. Pada akhirnya, aku hanya bisa bersedih melihat wajah Touka-san yang menangis. Apakah lebih baik memeluknya dalam situasi seperti itu? Atau aku harus menghiburnya dengan kata-kata yang baik? Apapun itu, ini adalah pertanyaan yang sangat sulit bagiku.

"Aku harus memahaminya lebih keras."

Aku belum cukup baik untuknya. Tepat saat aku memikirkan itu, Touka-san keluar dari toilet wanita. Benar-benar cepat. Bahkan, belum satu menit sejak dia masuk ke dalam toilet. Belum lagi, dia telah menjelaskan kepadaku bahwa akan memakan waktu cukup lama untuk mengganti make-up-nya, jadi aku mengira harus menunggu lebih lama.

Anehnya, pakaian Touka-san telah berubah. Gaun rajut one-piece yang dia kenakan sampai beberapa menit yang lalu, yang menunjukkan lekukan tubuhnya, telah digantikan oleh pakaian yang lebih feminin yang tidak menunjukkan bentuk tubuhnya. Dia mengenakan rok kembang berwarna merah muda pastel yang lembut dan kardigan dengan kancing-kancing besar.
Ini adalah pakaian yang sangat menunjukkan musim semi. Dia terlihat anggun dan polos, dan menurutku, inilah hal terbaik yang bisa dia lakukan untuk memaksimalkan pesonanya. Namun tetap saja, bagaimana dia bisa mengganti pakaiannya dengan begitu cepat seperti seorang pesulap. Bahkan, aku sendiri ragu apakah mampu berganti pakaian secepat itu. Tidak, itu mustahil. Entah mengapa, dia membuat wajah yang begitu malu ketika matanya bertatapan dengan mataku.

Apa? Cincin nikahnya hilang dari jari manisnya. M-Mu-Mungkinkah, mungkinkah dia—

"Maaf Ha-kun, karena membuatmu menunggu ...."

Touka-san yang tersenyum keluar dari pintu toilet wanita, sedangkan aku membeku di tempat. Jika aku tidak salah, aku melihat dua wajah yang sama sekarang. Sungguh aneh, aku merasa seperti sedang diperlihatkan trik sulap. Oh, tidak, tidak, tidak, tidak! Sekali lagi, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak! Ini bukan waktunya untuk trik sulap! Ini adalah situasi yang sangat buruk! Bahkan, akan berubah menjadi lebih buruk!

"Apa? Aku pikir aku mendengar suara yang tidak asing lagi di belakangku ...."

Himegi-san yang dengan wajah bingungnya, mencoba berbalik ke belakang.
 
"──I, ini kebetulan, kan!"

Aku berseru dengan keras untuk menghentikannya saat mencoba berbalik. Dia yang tidak bisa mengabaikan aku, berhenti bergerak dan menatapku.

Apanya yang dia katakan, ‘Aku hanya pernah ke pusat perbelanjaan itu beberapa kali, jadi kecil kemungkinannya dia akan bertemu denganku’! Aku baru saja bertemu dengan Himegi Touka!

Aku pun memberi isyarat kepada Touka-san yang terdiam untuk segera berlari ke toilet. Dia yang menyadari gerakanku itu langsung masuk kembali ke dalam.

"A-Apa yang tiba-tiba kamu lakukan?"

"Tidak, hanya saja aku selalu melakukan gerakan ini pada jam-jam seperti ini."

"B-Begitu, ya?"

Sial! Aku baru saja membuat diriku terlihat seperti orang yang mengecewakan!

"Ngomong-ngomong, Ouji-kun, apakah kamu juga menonton film?"

"Itu benar. Sungguh kebetulan, ya!"

"Jadi, kamu di sini juga?"

"Ya, tiba-tiba saja aku ingin menonton film sih dan datang ke sini."

Apakah ini takdir yang tidak terduga? Atau ada seseorang yang sudah mengaturnya? Apapun itu, ini adalah situasi yang sangat buruk. Keduanya tidak boleh bertemu di sini sekarang. Tentu itu akan menyebabkan kekacauan yang besar. Bagaimanapun, aku harus memisahkan mereka sekarang. Dengan berpikir begitu, aku meraih tangannya dan membawanya ke mesin tiket tempat kami membeli tiket. Aku tidak punya pilihan selain membiarkan Touka-san melarikan diri sementara kami menonton film.

"Hei—T-Tunggu!"

"Kamu tahu cara membeli tiketnya, Himegi-san?"

"Kamu mengejekku? Tentu aku tahu cara membelinya."

"Kalau begitu, segera beli tiketnya! Orang-orang di belakang kita masih menunggu!"

"............"

Meski ekspresi bingung terpampang di wajahnya, Himegi-san mulai menyentuh panel di layar untuk membeli tiket. Rupanya, film yang mau dia tonton, secara kebetulan, adalah film animasi yang baru saja aku lihat sebelumnya.

"Oh, tolong belikan satu untukku juga," pintaku.

"Eh?"

"Aku akan mengganti uangnya nanti."

"Aah, oke."

Meski agak—tidak, sangat memaksa, tiket tersebut berhasil dibeli untuk kami berdua.

"Ini dia," dengan ekspresi tidak senang di wajahnya, Himegi-san menyerahkan tiketnya padaku.

"Terima kasih."

Jika dilihat, film ini akan segera ditayangkan dan sepertinya kami hanya punya waktu untuk membeli minuman.

"Oh, aku akan membelikanmu minuman."

"Tidak perlu repot-repot."

"Tidak, tidak, biarkan aku yang membeli minumannya."

Aku memaksanya untuk pergi ke konter makanan, meskipun dia sendiri kelihatan agak keberatan. Sebelumnya, aku tidak memesan minuman saat menonton film bersama Touka, tetapi sekarang aku sangat gugup sehingga kerongkonganku pun terasa kering. Namun, untungnya bagiku, waktu pemutarannya tidak bertepatan dengan yang baru saja kami lihat.
 
"Kamu mau minum apa?" tanyaku.

"Umm … aku mau minum es kopi."

"Mau popcorn, Himegi-san?"
"Tidak, aku tidak makan makanan ringan."

"Aku mengerti. Umm, aku pesan es kopi dan Zero Coke, tolong."

Aku memesan minuman kepada pelayan dan mengeluarkan dompet dari saku untuk membayar tagihan. Dan kemudian—

"Eh?" entah mengapa, Himegi-san melihat dompetku dengan ekspresi kosong.

"Ada apa?"

"T-Tidak."

"???"

"O, Ouji-kun."

"Ya?"

"Dompet itu …." Himegi-san menunjuk ke arah dompetku dengan jari yang gemetar.

"Hm? Oh, dompet ini? Ini adalah dompet velcro yang aku beli sewaktu masih SD."

Benar, aku telah menggunakan dompet velcro lama ini kurang lebih selama sepuluh tahun. Semacam dompet yang harusnya bisa kusebut sebagai temanku, dompet yang selalu ada mendukungku pada saat suka, maupun duka. Sreekk, Sreekk!

"Ya, aku tahu. Ngomong-ngomong, bisakah kamu hentikan suara itu, suaranya terdengar tidak nyaman?"

"Eeeh! Padahal suaranya bagus, lho …."

"Masih juga kamu lakukan itu, aku akan berpura-pura menjadi orang lain," dia mengancam.

"Oh, jangan begitulah."

Kelihatannya Himegi-san tidak mengerti betapa bagusnya dompet ini. Yah, karena aku sudah jelas bersalah, aku hanya akan menutup dompet ini dan menyimpannya di dalam sakuku. Setelah memutuskan itu di dalam hati, seketika aku ingat bahwa aku belum mengembalikan uang tiketnya, jadi aku mengambil kembali dompet itu dari sakuku dan—Sreek!

"────!"

Oh, dia memasang wajah cemberutnya padaku. Perlu kalian tahu, aku sudah mengembalikan uang tiketnya. Selanjutnya, setelah menerima minuman dari pelayan, kami langsung menuju gerbang masuk. Sesampainya di sana, tentu saja petugas yang sama berdiri di gerbang masuk, dan ketika kami menyerahkan tiket, dia memandang kami dengan ekspresi penasaran. Sepertinya, dia mengingat wajah kami dan memandang seolah-olah mengatakan, 'Apakah kalian mau menonton film yang sama lagi lagi?

"Apa-apaan dia itu? Dia melihat kita seolah-olah ada sesuatu yang tidak biasa."

"Ah, ha-ha-ha-ha! Cuma imajinasimu saja kali."

"Apa iya?" bersama dengan ekspresi ragu-ragu di wajahnya, kami memasuki ruang yang sama dan duduk di kursi yang berbeda dari kursiku yang sebelumnya. Seingatku, tadinya kami duduk di H 17 dan 18, mungkin? Kali ini kami berada di barisan G 17 dan 19, satu baris di depan kami.

...... Ah, begitulah. Inilah jarak antara aku dan dia sekarang. .......
 
Dengan sedikit kesedihan, aku mematikan smartphone-ku dan menunggu dengan tenang sampai film-nya dimulai. Ngomong-ngomong, tempat ini bahkan lebih sepi daripada sebelumnya.

"Hei, Ouji-kun?"

"Hm? Ada apa?"

"Pertama kalinya kamu menonton film ini?"

"Tidak, ini adalah kali keduaku, sih."

Justru, aku baru saja menontonnya tadi.

"Oh, kedua kalinya kamu menonton film ini …."

"Ya, aku sangat menantikan sekuelnya."

"Memangnya sekuelnya sudah ditetapkan?"

"Menurut perkiraanku, akan ada sekuelnya dalam waktu enam tahun."

"Mengapa enam tahun?"

Tidak baik untuk membicarakan hal itu lebih jauh lagi. Namun, dari apa yang baru saja dia katakan, membuatku sadar akan satu hal. Rupanya, ini adalah pertama kalinya Himegi-san menonton film ini. Kemudian, lampu pun meredup dan film ditampilkan di layar. Tentu saja, isi filmnya sama persis seperti sebelumnya. Biasanya, menonton film yang sama secara beruntun akan membosankan, tetapi film ini—entah kenapa, tetap menarik tidak peduli berapa kali menontonnya. Belum lagi, aku menyadari bahwa ada cara lain menikmati yang kedua kalinya.

Sementara sebelumnya, aku tidak tahu bahwa dialog karakter sampingan ini merupakan plot penting, dan banyak detail kecil yang tersebar dalam setiap adegan. Pertama kali aku hanya menikmati suasana dan ceritanya, tetapi melihatnya seperti ini, aku menyadari sudah melewatkan banyak hal yang tidak terduga. Di atas segalanya, aku merasa lebih bersimpati pada sang tokoh utama yang bertekad untuk melakukan yang terbaik. Aku mengerti, sangat mengerti hal itu. Aku mengerti bagaimana perasaan saat mengungkapkan cinta kepada seseorang yang kamu sukai tetapi ditolak. Kemudian, dalam adegan terakhir film, si tokoh utama pun harus memutuskan pilihan, memilih antara kebahagiaannya sendiri atau kebahagiaan ibunya. Pada akhirnya, gadis tokoh utama ini memilih keinginan ibunya setelah melewati keputusan yang sulit.

Mungkin karena terlalu terbawa perasaan terhadap karakter utama, aku menangis selama adegan terakhir. Air mataku tidak mengalir saat menontonnya pertama kali, tetapi kali ini, dengan sendirinya mengalir di pipiku. Film ini memang bagus. Sama sekali berbeda saat menonton film di rumah. Aku akan membeli pamfletnya juga pena dan gantungan kuncinya saat pulang nanti.

Aku yakin, Himegi-san pasti menangis. Sebelumnya, dia meneteskan begitu banyak air mata. Karena itu, aku sangat yakin dia akan kembali menangis. Sambil berpikir demikian, aku melirik ke arahnya. Parasnya cantiknya yang disinari secara samar-samar oleh cahaya layar, tidak terlihat ada sedikitpun air mata yang mengalir di pipinya. Dia menatap layar dengan ekspresi dingin di wajahnya, seperti yang aku bayangkan. Meskipun dia menangis seperti itu tadinya, tetapi sekarang matanya bahkan tidak lembab.

Tidakkah film ini menyentuh hati seperti yang aku alami untuk pertama kalinya? Bagaimanapun, mengetahui apa yang aku lihat barusan, reaksinya itu mengejutkan. Kemudian, karena aku begitu terpaku pada Himegi-san, dia menyadari tatapanku dan menatapku. Mata kami bertemu dalam keheningan.
Himegi-san menatapku dan bereaksi sedikit terkejut. Sepertinya, dia tidak pernah menyangka bahwa aku sedang menangis. Dia melihatku, yang membuatku malu karena wajahku yang sedang menangis terlihat oleh gadis yang kusukai.

Aku pun merogoh saku untuk menyeka air mataku dengan sapu tangan. Eh, apa? Sapu tanganku tidak ada. Ah iya ... sapu tanganku berada dengan Touka-san sekarang. Saat aku memikirkan hal itu, Himegi-san secara diam-diam menawarkan sapu tangannya padaku. Aku menerima kebaikannya dan menyeka air mata dengan sapu tangan yang dipinjamkannya. Bersama dengan itu, aku bisa mencium aromanya yang wangi dan lembut.

***

Setelah penayangan film, rencananya aku pulang sendirian, tetapi ada beberapa hal yang terjadi sehingga aku dan Himegi-san menuju ke food court bersama. Dia sangat ingin makan takoyaki. Mendengar permintaannya, sejenak aku berpikir bahwa akan rumit nantinya jika kami pergi ke restoran takoyaki itu bersama-sama. Atas dasar itu, aku merasa keberatan dan berusaha menolaknya dengan sekuat tenaga. Namun, usulanku itu ditolak dengan satu kata, yaitu 'tidak'.

Yah, mungkin akan akan lebih baik untuk berada di dekatnya daripada membiarkan dia pergi food court sendirian dan membuat segalanya menjadi lebih rumit. Lagi pula, setiap kali aku mengusulkan sesuatu, Himegi Touka selalu saja menolakku. Tatkala memikirkan hal itu, aku sungguh penasaran bagaimana keadaan Himegi yang satu lagi. Ini juga sudah dua jam berlalu sejak insiden di toilet. Aku ingin percaya bahwa dia sudah pulang sendirian, kecuali dia idiot.
 
Dia tidak berkeliaran di pusat perbelanjaan ini, kan? Sebenarnya ini membuatku gelisah dan ingin menghubunginya, tetapi dia tidak dalam keadaan bisa menggunakan smartphone-nya.

Dan kemudian kami mencapai food court.
 
"Ngomong-ngomong, Himegi-san, kamu suka takoyaki, ya?"

"Tidak sampai terlalu, sih. Entah bagaimana mengatakannya, tetapi ada sesuatu yang membuatku ingin makan takoyaki sekarang."

"Oh, begitu …."

Jika pilihan filmnya sama, maka keinginan pun sama. Mungkin dasar-dasar perilaku mereka tidak berubah setelah enam tahun lamanya. Tidak seperti sebelumnya, tidak ada pelanggan di depan toko takoyaki, mungkin karena waktunya, dan beruntungnya kami tidak perlu mengantre seperti sebelumnya. Kebetulan, orang yang memasak takoyaki di depan kasir adalah pelayan wanita yang melayani kami sebelumnya. Kuharap, itu adalah pelayan yang berbeda. Kumohon, jangan sampai dia menyadari kami. Sambil berdiri di depan kasir, aku berdoa di dalam hati.

"Ah!"

Percuma, pelayan tersebut memperhatikan kehadiran kami. Keringat dingin pun mengalir di punggungku. Mengapa aku harus gugup hanya untuk membeli takoyaki?
 
"Kalian datang ke sini lagi?" katanya dengan santai, mungkin karena ini adalah kunjungan kedua kalinya. Aku tidak keberatan dia berterus terang, tetapi kata-kata itu sangat menyulitkan aku.
 
"Lagi?" Himegi-san melihat ke arah pelayan toko dengan wajah penasaran.

Menurutku, itu adalah reaksi yang wajar dan reaksiku pun akan sama jika berada di posisinya.

"Benar. Terima kasih atas saranmu sebelumnya. Kamu memberikanku keberanian. Mungkin, aku akan berbicara dengan polisi saat perjalanan pulang hari ini."

"Berbicara? Saran? Polisi?" banyak tanda tanya yang muncul di atas kepala Himegi-san.

Yah, sangat wajar, tetapi tidak mungkin dia bisa memahami apa yang sedang terjadi.

"Permisi, bolehkah aku memesan takoyaki?"

Jika aku membiarkan pelayan ini terus berbicara, dia akan memberinya beberapa informasi yang tidak perlu dan aku tidak akan mampu mengendalikan situasinya. Jadi, aku memotong pembicaraan mereka dan memesan takoyaki.

"Oh, maafkan aku. Silakan pesan."

"Um, 12 buah, dengan mayones sebagai toppingnya. Kamu mau minum apa, Himegi-san?"

"Teh oolong."

"Teh oolongnya dua, tolong."

Karena tidak ada pelanggan lain sekarang, aku menerima 12 takoyaki yang sudah tersedia sekaligus minumannya, sedangkan Himegi-san yang menyelesaikan pembayaran. Saat itu, ketika aku mencoba mengeluarkan dompet dari saku untuk membayar, Himegi-san menghentikan aku dengan tekanan tanpa kata-katanya. Rupanya, dia tidak menyukai dompet Velcro ini.

Sesudahnya, pelayan toko tersebut melambaikan tangan pada Himegi-san dengan senyum riang. Sepertinya, nasihat yang diberikan Touka-san tadi kepadanya adalah nasihat yang sangat berharga. Namun, Himegi-san, yang tidak tahu tentang situasi seperti itu merasa sedikit aneh.

"Pelayan toko itu, apakah dia mengira aku orang lain?"

"Mungkin, menurutku juga begitu, sih."

Hal yang lebih penting lagi, aku perlu istirahat. Tidak kusangka, bahwa hanya membeli takoyaki saja akan sangat melelahkan. Aku memilih duduk di meja yang kosong dan tentu saja, Himegi-san duduk di seberangku.

...... Nah, apa-apaan ini. Ini situasi yang tidak terduga. Kemarin, aku ditolak, dan hari ini aku berkencan dengannya. Hidupku dibuat seperti roller coaster.

Kemudian, Himegi-san menyatukan kedua tangannya dan mengatakan "Itadakimasu", mengambil takoyaki dengan tusuk gigi, lalu memakannya dengan lahap. Karena mereka adalah orang yang sama, gerakan yang mereka lakukan saat makan terlihat seperti Touka—tidak sama persis, tetapi hampir sama.

"Ada apa?" tanya dia.

"Tidak, kamu terlihat cukup bagus untuk tampil di iklan TV."

"Terima kasih. Tapi hati-hati untuk tidak berlebihan dalam memuji, karena bisa dianggap tidak sopan, lho."

"Aku hanya mengekspresikan opini jujurku saja, sih," dan kemudian aku menyantap salah satu takoyaki. Ya, rasanya sangat lezat, empuk di bagian dalam dan renyah di bagian luar.

"Apa pendapatmu tentang film tadi?" aku bertanya.

"Ya, itu bagus. Bisa dikatakan menarik. Aku yakin dia akan puas."

"Dia?" aku mengulanginya.

"Bukan apa-apa, kok. Tapi, aku ingin berbicara denganmu tentang hal lain."

"Tentang apa?"

"Ouji-kun, um, apa kamu akrab dengan kartu?"

"Kartu?"

"Ya, yang satu ini …." Himegi-san mengeluarkan smartphone dari sakunya dan menunjukkan gambar tertentu.

"............" aku terdiam.

"Ada apa?"

"Tidak, ini adalah game Trading Card yang sedang populer, kan?"

Gambar yang ditunjukkan Himegi-san kepadaku, secara kebetulan, adalah kartu yang sama dengan yang baru saja dijual oleh Touka-san.

"Apa kartu ini sangat populer?"

"Yah, itu yang paling populer di dunia sekarang. Kamu menginginkan kartu ini?"

"Adik perempuanku sangat menyukainya. Dan sebentar lagi dia berulang tahun, jadi kupikir akan menghadiahkan ini."

"Begitu."

Kamu, kakak perempuan yang baik, ya …
 
"Tapi aku tidak punya keberanian untuk pergi ke toko itu sendirian," dia melanjutkan.

"Oh, memang benar bahwa agak sulit bagi seorang wanita untuk masuk ke sana sendirian."

"Benar sekali."

"Jadi, kamu ingin aku menemanimu pergi ke sana?"

"Terus terang, itulah apa yang ingin aku coba katakan."

"Oke, tapi menurutku, kartu yang ada di dalam foto ini sangatlah mahal."

Karena, aku baru saja menjualnya seharga 200.000 yen. Seharusnya harganya lebih mahal dari itu sekarang.

"Namun, haruskah kita pergi ke toko kartu itu dulu dan baru memutuskan apa yang harus dilakukan?"

"Terima kasih, itu akan sangat membantu."

"Tidak, aku juga senang bisa membantumu."

Jika aku bisa sedikit membersihkan namaku dengan cara ini, maka ini adalah harga yang kecil untuk dibayar. Sambil memikirkan hal ini, aku mengambil tusuk gigi dan mencoba menusuk takoyaki, tetapi sebelum aku menyadarinya, wadah takoyaki itu sudah kosong. Bukannya, aku baru saja memakan dua?

"Aku akan pergi ke toilet, dulu. Sekalian membuang sampah-sampah itu juga."

"Terima kasih. Aku akan menunggu di sini."

Aku bangkit dari kursiku sambil membawa sampahnya ke tempat sampah, dan langsung pergi ke toilet.

***

Sekembalinya aku dari toilet, aku menyaksikan peristiwa yang mungkin terjadi sekali dalam seumur hidup. Seorang pria yang tidak kukenal sedang duduk di kursi yang baru saja aku duduki. Dia tampak seperti seorang berandalan. Dia mengenakan tank top untuk memamerkan otot-ototnya, terlihat seperti anak yang nakal.  Adapun Himegi-san, dia menatapnya dengan penuh kebencian tanpa sedikitpun perasaan terintimidasi oleh pria itu. Tentu saja, dia tidak akan pernah menunjukkan permusuhan seperti itu terhadap orang yang dikenalnya. Dengan kata lain, tidak ada keraguan bahwa mereka saja bertemu dan aku cukup yakin dia sedang diganggu.

Aku menghela napas panjang dan mendekati pria itu sambil berkata, "Ah! Kalau begitu, ayo main tebak-tebakan denganku. Aku akan menebak apa yang baru saja kamu makan."

"—Takoyaki," pria itu langsung menyela.

"Haa?"

"Jawabannya adalah takoyaki."

Pria itu menyadari kehadiranku dan memelototiku, menatapku dengan tajam dari atas kepala hingga ujung jari kakiku. Kemudian, dengan senyuman yang jelas-jelas meremehkanku, dia menatapku lagi, mengancamku, "Siapa kamu?"

"Nah, inilah kuisnya. Siapakah aku?" kataku.

"Hah? Apakah kamu bodoh?"

Itulah seharusnya perkataanku. Aku tidak memiliki hak untuk mengeluh tentang tindakannya yang mencoba merayu Himegi-san. Namun, terus-menerus mengganggu seseorang yang tidak tertarik jelas sesuatu yang salah, bisa dikatakan sebagai sesuatu yang menjengkelkan. Jadi, jika pria ini tidak ingin menyerah, aku akan memberinya sedikit pelajaran. Itulah yang aku pikirkan.

(TLN: 灸 sebenernya menggunakan karakter itu yang merujuk pada teknik moksibusi/semacam teknik pengobatan akupuntur China yang berdasarkan konteks itu seperti ngasih pelajaran. Namun, karena sepertinya sulit dipahami, jadi aku ganti ‘Pelajaran’)

"Ouji-kun, kamu tidak perlu berurusan dengan idiot itu. Mari kita abaikan saja dia," dengan mengatakan itu, Himegi-san berdiri dari kursinya.

"Jika kamu berkata begitu, maka aku akan mematuhimu."

Kami mengabaikan dia dan beranjak pergi. Ketika aku mengira pria itu sudah menyerah, tetapi secara mengejutkan, dia justru mengikuti kami dengan senyum penuh keberanian di wajahnya. Itu membuatku sedikit kesal. Maksudku, tidakkah si idiot ini sadar bahwa dia itu sudah tidak punya harapan? Jujur saja, akulah yang merasa paling tidak nyaman sekarang. Kami sedang bersenang-senang pada kencan ini dan sekarang dia mengganggu, membuat suasana hatiku menjadi buruk. Seandainya dia terus mengikuti kami, aku tidak akan memberi dia ampun.

Memikirkan hal itu, aku berhenti dan memelototi pria yang menyeringai sinis itu. Jarak di antara kami pun adalah setatapan muka. Orang-orang di sekitar menyadari kehadiran kami dan mulai berbisik, seolah-olah akan terjadi perkelahian. Pria itu mengabaikan tatapanku dan memanggil Himegi-san, yang terlihat gugup di belakangku.

"Hei, mau ikut berkendara denganku sekarang? Aku punya mobil yang sangat keren, lho. Lebih menyenangkan berkencan denganku daripada dengan pria yang terlihat seperti gadis di sana, kan?" ejeknya.

—Dia memprovokasiku. Aku dikenal sebagai pria yang santun oleh semua orang kecuali orang tuaku dan Kanako, tetapi setelah diejek sampai sejauh ini, bahkan aku tidak bisa menahannya lagi. Apalagi, aku telah memutuskan untuk tidak akan pernah membiarkan siapapun mengolok-olok nama dan penampilanku. Aku akan menghajar pria ini dengan caraku sendiri.

"Aku memarkirnya tepat di sana, ayo kita pergi," katanya.

"Bagaimana kamu akan menyalakan mobil jika kita tidak memiliki kuncinya?"

"Apa?"

"Seperti yang aku bilang, bagaimana kamu akan membuka pintu jika kamu sendiri tidak memiliki kunci mobilnya?"

Aku tertawa kecil dengan ekspresi mengejek di wajahku. Kemudian, pria itu menyadari sesuatu dan dengan ekspresi panik di wajahnya, dia mencari-cari sesuatu di saku celananya.

"Hah? Apa? Kuncinya tidak ada di sini!"

"Mungkin ini adalah kunci yang kamu cari?" aku mengatakan itu, sambil mengeluarkan suara gemerincing dengan kunci mobil yang kupegang di tanganku, dan memprovokasi dia sebisaku.

"Ah! I-Itu kunci mobilku!"

"Hah? Kuncimu? Apa sih yang kamu bicarakan?"

"Kunci yang ada di tanganmu itu adalah milikku!" bentaknya.

Lalu, aku membungkus kunci di tanganku dengan kedua tangan seperti sedang membuat onigiri (nasi kepal), dan meremasnya. Dan kemudian, lihatlah? Kunci mobil di tanganku telah menghilang.

"Di tanganku tidak ada yang namanya kunci mobil, kan?" aku membuka tanganku untuk menunjukkan bahwa tidak memiliki kuncinya.

"Hei! Kuncinya hilang! Di mana kunciku, dasar bajingan!"

"Mungkin ada di sini," aku menunjuk ke dada kananku dengan senyum lebar di wajah aku.

"Sial! Kembalikan saja!"

"Tidak, tidak, bukan saku dadaku, mungkin saku dadamu?"

"Oh! Saku dadaku?"

"Ya, ya, ya. Mungkin saja itu berpindah ke saku dadamu?" pria itu meragukan kata-kataku, tetapi masih memasukkan jarinya ke dalam saku bajunya sendiri.

"Tidak mungkin ada di sana, dasar tolol!"

"Hah!"

Aku kemudian menarik kunci mobilnya dari saku dada pakaianku. Lagi dan lagi, dengan membunyikan suara gemerincing, aku memprovokasi lawan.

"──── dasar bajingan!"

Pria itu melompat ke arahku dengan ucapan yang dipenuhi kebencian. Aku adalah tipe orang yang tidak suka kekerasan dan kekuatanku juga di bawah rata-rata. Tidak ada keraguan sedikitpun, seandainya kami berkelahi, jelas aku tidak punya kesempatan untuk menang. Lawanku ini pasti berpikir demikian, sehingga tanpa ragu menggunakan kekerasan untuk menekanku. Itulah sebabnya, dia mulai mengayunkan kepalan tangannya dengan niat memberikan hantaman penuh. Jika kepalan tangan kanan itu mengenaiku, sudah pasti akan terhempas tanpa perlu dipertanyakan lagi. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi. Pria itu justru jatuh dan terduduk. Tidak mengerti apa yang telah terjadi, dia melihat sekelilingnya dengan perasaan gelisah dan akhirnya menyadari sesuatu yang melekat pada tangan kirinya.

"Agh. B-bagaimana bisa … ada borgol di pergelangan tanganku?"

Pada pergelangan tangan kiri pria itu terdapat borgol dengan rantai panjang. Itu adalah salah satu item asliku yang terbuat dari rantai timah anjing besar.

"Tanganmu yang satunya lagi terikat di pagar, jadi kamu tidak bisa datang ke sini, Idiot."

"Oh, sialan! Lepaskan! Lepaskan ini dariku!" pria itu menarik borgol dengan sekuat tenaga.

Dia harus memiliki kekuatan sekuat terminator untuk mematahkan borgol itu.

"Tidak sampai kamu meminta maaf padanya. Minta maaf dulu padanya dengan tulus, maka aku akan dengan senang hati mengembalikan kedua kunci ini."

Terdengar samar-samar tertawaan dan tepuk tangan meriah dari sekitaran penonton. Situasinya pasti sangat memalukan bagi pria itu. Memang benar, entah karena marah atau malu, wajah pria itu menjadi semerah tomat.

"Jadi, apa kamu bersedia meminta maaf?" tanyaku sekali lagi.

"Diam! Aku akan membunuhmu sendiri!"

"Kalau begitu, aku akan meninggalkan kuncinya di sini," kataku sambil meletakkan kunci mobil dan kunci borgol di lantai.

"Dasar bajingan! Kamu sengaja meletakkannya di tempat yang hampir tidak bisa aku jangkau! Bawa mereka lebih dekat kepadaku!"

"Tidak. Jika kamu menginginkan kuncinya, mengapa kamu tidak meminta kepada orang-orang yang ada di sekitarmu?" dilihat dari reaksi penonton, sepertinya tidak ada orang yang terlihat ingin membantunya.

"Baiklah, karena kami sibuk, kami akan pergi diri di sini."

"Hei!"

Dalam upaya terakhirnya, pria itu mengacungkan jari tengah dan menantangku. Kelihatannya, kami memang tidak ditakdirkan untuk berteman. Dengan mengikuti apa yang pria itu lakukan, aku melakukan sedikit perlawanan.

"Ah! Maaf! Aku terpeleset!" membuat wajah licik dan menendang kunci yang berada di lantai dengan kakiku. Kedua kunci itu meluncur dan mendarat di bawah mesin penjual otomatis. Kemudian, dengan sengaja, aku menyatukan kedua tangan di hadapan pria tersebut dan dengan santai meminta maaf ke arah dia yang sudah haus darah.

"Dasar bajingan!"

"Sekarang, inilah kuisnya. Siapakah aku?"

"Kurang ajar, tolol, sialan, bajingan, kotoran!"

"Tidak, jawabannya bukan kotoran. Aku juga tidak ingin menjadi kotoran."

Ehem, aku berdehem, dan membuat ekspresi tajam dan bermartabat. Kemudian aku berpaling dan berkata kepadanya, "Jawaban yang benar adalah Sang Pangeran yang melindungi Sang Putri! (garing)"

Sudah diputuskan! Ini adalah keputusan yang sangat keren! Siapapun di luar sana yang punya smartphone, silakan ambil fotonya, edit dan kirimkan ke smartphone-ku.

"Mari kita pergi ke toko kartu, Himegi-san," aku berkata sembari meraih tangannya yang lembut. Dan kemudian, kami meninggalkan kerumunan dan si pengganggu yang kelihatan terperangah itu.

***

Kemudian, kami pun tiba di toko kartu yang dituju.

"Ada begitu banyak jenis kartu ya …."

Himegi-san menatap kartu-kartu yang dipajang di dalam etalase kaca dengan wajahnya yang terkesima. Sepertinya, reaksi terkejut itu karena melihat variasi kartu yang lebih banyak daripada yang dia bayangkan.

"Ah! Kartu ini … adalah yang diinginkan Harune …," katanya saat melihat sebuah kartu di dalam etalase. Kartu yang dilihat Himegi-san adalah kartu yang dijual Touka-san sebelumnya. Kemudian, dia menghitung jumlah angka nol yang ditampilkan di bawah kartu.

"Satu, sepuluh, seratus, seribu, sepuluh ribu, sepuluh ribu … lima ratus ribu yen!" teriaknya.

Mengejutkan, kartu itu dijual seharga 500.000 yen. Harga yang begitu mahal. Akan tetapi, mereka adalah profesional dan jelas sudah memutuskan bahwa harga ini bisa diterima oleh orang-orang.

"Ouji-kun, kamu benar, itu harga yang fantastis …." bagi Himegi-san yang tidak tertarik pada permainan kartu, harga itu akan terdengar tidak masuk akal.

"Bukan hal yang tidak mungkin untuk membelinya, tetapi memberikan kartu ini kepada siswa SD akan berdampak tidak baik bagi pendidikan mereka."

"Bukan hal yang tidak mungkin untuk membelikannya, ya?" gumamku.

Sebaris kata yang tidak mengejutkan terucap dari orang yang berada di puncak kekayaan di kota ini. Ngomong-ngomong, manajer toko kartu memandang kami dengan tatapan ‘Mereka lagi?'.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" dia bertanya.

"Apa yang harus kita lakukan?" aku mengulanginya.

Aku tidak terlalu kenal dengan permainan kartu ini. Jadi, aku tidak tahu jenis kartu apa yang populer sekarang. Maksudku, jika kami membeli kartu yang populer, ada kemungkinan besar bahwa si adik perempuannya itu punya. Ini adalah tantangan yang cukup sulit.

"Hmm?" aku berpikir.

"Ada apa?"

"Lihat itu," aku menunjuk ke sebuah action figure yang dipajang di dalam etalase. Di bawah figur itu terdapat tulisan tangan "POP" dengan klaim: 'Monster Naga populer dalam bentuk 3D! '

(TLN: POP adalah singkatan dari Point of Purchase, biasanya sebagai penanda atau unsur promosi dalam pajangan.)

"Dragon Figure?"

"Ya, Dragon Figure. Naga dalam gambar itu adalah naga yang sama dengan naga 500.000 yen yang kamu sebutkan sebelumnya."

"Memang, mereka terlihat sama."

"Harganya cukup mahal, 20.000 yen, tetapi dibandingkan dengan kartu yang ingin kamu beli, itu lebih masuk akal, kan?"

"Memang."

"Bagaimana dengan Dragon Figure itu sebagai hadiah untuk adik perempuanmu?"

"Ya, itu ide yang bagus. Aku akan membeli figure itu," kata Himegi-san.

Dengan sedikit ragu-ragu, dia mengambil sebuah figur yang disusun di samping mesin kasir dan membawanya ke meja kasir. Sepertinya, masalah hadiah untuk adiknya telah terselesaikan.
 
"Terima kasih," ucapnya.

"Tidak masalah, kok."

Kami pun meninggalkan toko kartu dan sekarang berada di ambang pintu masuk pusat perbelanjaan. Alasan kami berada di sini adalah karena dalam sepuluh menit, sebuah mobil akan datang untuk menjemput Himegi-san. Himegi-san sempat mengatakan bahwa dia bisa pulang sendiri, tetapi aku memutuskan untuk tetap bersamanya sampai dia masuk ke dalam mobil. Bukannya aku berniat untuk memainkan peran sebagai pacar, tetapi menurutku itu adalah tanggung jawabku untuk mengawasinya sampai akhir, karena aku menunggu di sini sampai mobilnya tiba.

"Terima kasih untuk semuanya hari ini. Adik perempuanku itu pasti akan senang."

"Tidak, aku senang kok bisa sedikit membantu."

Langit yang sudah terlihat berwarna jingga disertai semilir angin musim semi yang menyenangkan, dengan lembut mendinginkan wajahku yang sedikit malu. Aku pun berpikir, sebuah keluarga dengan orang tua dan anak pastilah akan sangat menyenangkan, bisa tersenyum dan berpegangan tangan saat mereka pulang ke rumah mereka.

Pada saat itu, balon-balon biru menari-nari di langit senja. Himegi-san dan aku tertegun ke arah hal tersebut. Balon-balon tersebut pastilah balon yang mereka bagikan di pintu masuk. Namun tiba-tiba, tepat di depan kami, seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga tahun menangis. Sambil berbaring di tanah, dia menangis dan menunjuk ke arah balon-balon yang melayang di langit. Rupanya, dia menangis kencang karena melepaskan balon yang dia pegang. Sang ibu pun berusaha dengan tenang menenangkan si anak, meskipun dia sedikit kewalahan. Bisa dibilang, mereka baru saja berbelanja bersama dan sedang dalam perjalanan pulang.

"Oh, kasihan sekali. Aku akan pergi membelikannya balon," Himegi-san berdiri dari bangkunya.

Akan tetapi, aku menghentikannya dan berlari ke arah anak laki-laki yang menangis, lalu berkata, "Hei, pakaianmu nanti akan kotor," dan membuat anak itu berdiri. Dia merasa cukup bingung, karena tidak menyangka akan didekati oleh orang lain selain ibunya.

"Balon warna apa yang kamu mau?" tanyaku pelan, dan dia menangis sambil berkata, "hijau".  

Balon hijau, ya. Nah, aku punya satu di sakuku.

"Ini, coba perhatikan baik-baik tanganku," seperti seorang alkemis, aku menggenggam kedua telapak tanganku seperti roti.

"Maksudmu, kamu mau makan?" dia mencoba menebak.

"Nah, bagaimana menurutmu?"

Kemudian, secara perlahan aku menggerakkan telapak tangan hingga terpisah dan muncul sebuah balon hijau dari dalam tanganku, perlahan-lahan membesar.

"Uwaa!"

Syukurlah, mata anak itu terbuka lebar dan terkesima sebagaimana umumnya terjadi. Sang ibu juga terkejut dengan kejadian yang tak terduga ini, tetapi dia tertawa dan bertepuk tangan. Reaksi seperti ini benar-benar membuatku merasa bahwa aku telah melakukan trik sulapku.
 
"Ya, aku sudah menaruh kartu remi di dalam balon agar balon itu tidak terbang lagi," kataku, menyerahkan balon hijau yang ada kartu reminya kepada anak itu.

"Wow, ada kartu remi kecil di dalam balon," anak laki-laki itu melihat balon dengan wajah penasaran.

"Jangan sampai memecahkannya, lho."

"Terima kasih, Onee-san!" katanya

"............"

Dengan senyum lebar, anak itu mengucapkan terima kasih. Akan tetapi, apa aku salah mendengarnya? Dia baru saja memanggilku onee-san?

"Maaf. Aku minta maaf. H-Hei, dia itu Onii-san, lho," ibunya menundukkan kepalanya kepadaku.

"Eeeehh! Dia Onii-chan?! Tapi, dia terlihat seperti Onee-san, tahu?!"

"M-Memang dia terlihat seperti Onee-san, tapi dia itu Onii-chan!"

Di belakangku, Himegi-san tersenyum, mencoba untuk menahan tawanya. Aku sungguh akan menangis sekarang, jadi seseorang tolong lakukan trik sulap untuk membuatku tersenyum juga.

"Terima kasih banyak atas balonnya!"

"Tidak apa-apa, aku senang jika bisa membuatmu bahagia."

Setelah itu, anak tersebut berjalan ke tempat parkir bersama ibunya, melambaikan tangan kepadaku sekuat tenaga.

"Kamu benar-benar hebat. Aku sudah dengar sih kalau kamu sungguh pandai dalam hal sulap," Himegi-san terlihat lebih bangga daripada aku saat dia menatap orang tua dan anak yang berpegangan tangan itu.

"Yah, lagi pula, aku masihlah wakil ketua klub trik sulap."

"Borgol-borgol tadi dan balon-balon yang barusan itu, dari mana asalnya?" bersama ekspresi penasaran di wajahnya, dia dengan lembut menyentuh tubuhku.

"Kontak tubuh yang berlebihan dengan pesulap itu dilarang. Tolong jangan lakukan itu."

Sentuhan ringan saja tidak cukup untuk membongkar trikku. Tidak, tetapi sebagai anak laki-laki, mau tak mau akan merasa canggung ketika gadis yang aku sukai menyentuh tubuhku.

"Tidak keluar burung merpati putih atau apa begitu, kan?"

"Aku hanya menyimpan benda-benda tidak hidup."

Meskipun aku punya burung beo putih di kamarku ….

"Fufufu ... Aku sedikit lega sih kalau Ouji-kun bukanlah anak laki-laki yang seperti mereka katakan di sekolah."

"Umm, apakah maksudmu adalah nama panggilan yang memalukan itu?"

Setelah suatu insiden, aku diejek oleh para siswa di sekolah sebagai ‘Pangeran yang malang'.

"Oh, kamu tidak menyukainya?"

"Akan bohong namanya jika mengatakan itu tidak menggangguku, tetapi tidak sampai juga menyinggung perasaan, sih."

"Yaah, aku sedikit terkejut dengan kata-katamu ‘Jawaban yang benar adalah Sang Pangeran yang melindungi Sang Putri!’, tetapi sayangnya dompetmu itu mengecewakan, ya?" katanya.

Rupanya, dia masih belum memahami keunggulan dompet Velcro. Kemudian sebuah mobil hitam yang sudah tidak asing lagi berhenti di depan kami. Ini adalah mobil mewah yang selalu menjemput Himegi-san dalam perjalanan pulang-pergi sekolah. Dari kursi pengemudi mobil mewah, seorang wanita dengan seragam pembantu yang familiar melangkah keluar.

"Nona, aku di sini untuk menjemput Anda," dengan nada tenang, sang pelayan membungkukkan kepalanya kepada Himegi-san.

Seperti biasa, pelayan itu tidak berekspresi atau mungkin dia adalah android. Saat aku memikirkan hal itu, pelayan berambut pirang itu melirik ke samping dan melihat aku.

"Selamat malam," aku menyapa pelayan itu, tetapi dia tidak ada balasan, mungkin tidak mendengar suaraku. Ya, ya, pastinya begitu.

"Jika kamu mau, aku bisa mengantarmu pulang, Ouji-kun."

"Eh, tidak apa-apa, terima kasih. Aku menghargai tawaran itu, tetapi aku akan pulang menaiki bus hari ini."

"Oh, kalau begitu kurasa ini adalah perpisahan kita."

"Ya, sepertinya begitu. Aku bersenang-senang hari ini, jadi sampai jumpa."

"Ya, sampai jumpa hari Senin."

Sayang sekali, tetapi itu cukup untuk hari ini. Aku melambaikan tangan pada Himegi-san saat dia masuk ke kursi belakang mobil. Dia membuka jendela mobil dan mengangkat tangannya ke arahku.

Ah, bagaimanapun, dia tetap saja imut!

"Sampai jumpa, Makuha Jiou-kun, si orang Sumeria keturunan Jepang," dia tersenyum dan berkata dengan nada sarkastik, yang membuatku tidak bisa mengabaikannya.

"K-Kenapa kamu mengatakan itu?"

"Karena aku pernah mendengar suara itu sebelumnya."

"Ya, ya. Aku Makuha Jiou, orang Sumeria keturunan Jepang."

Aku tahu kalau aku berbohong, dia akan segera membongkarnya, jadi aku memilih mengatakan yang sebenarnya.

"Rupanya benar, ya. Kamu menanyakan nomorku kepada Chikada-san atau Takashi, kan?"

"Yah, kurang lebih begitulah. Maafkan aku, ini semua salahku, jadi tolong jangan menyalahkan keduanya."

Aku merasa bersalah, karena harus menggunakan mereka berdua sebagai alasan untuk menutupi ini. Bagaimanapun, akan menjadi sangat rumit jika aku memberitahu dia sumber informasi yang sebenarnya. Namun, yang lebih penting lagi, Takashi! Kenapa dia memanggil orang itu dengan nama depannya? Hubungan seperti apa yang kalian punya? Aku penasaran, sangat penasaran, tetapi ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya.

"Aku tidak marah, kok."

Seperti yang dia katakan, Himegi-san sungguh kelihatan tidak marah.

"Aku memaafkanmu kali ini, tapi lebih baik jangan menyebarkan nomor teleponku tanpa izin."

"Oke. Aku tidak akan melakukan apapun tanpa seizinmu, Himegi-san."

"Aku percaya padamu. Memang, aku tidak terlalu mengenalmu sampai hari ini, tetapi menurutku, kamu adalah orang yang layak dipercaya."

"Terima kasih."

Kata-katanya menyentuh hatiku dan membuatku terharu. Di sisi lain, aku merasa sedikit bersalah karena menyimpan suatu rahasia darinya. Aku pun ragu apakah aku ini benar-benar seorang pria yang berintegritas seperti itu.

"Untuk saat ini, aku akan menyimpan nomormu," katanya.

"Apa aku boleh menyimpan nomormu juga?"

"Ya, karena mungkin saja aku punya sesuatu yang ingin didiskusikan tentang adik perempuanku, jadi tambahkan saja," Himegi-san memberiku izin untuk menyimpan nomornya dan akan segera kusimpan nanti setelah sampai di rumah.

Mobil yang ditumpangi Himegi-san pun meninggalkan pusat perbelanjaan. Aku melambaikan tangan kepada mereka sampai tidak bisa melihat mereka lagi.

"Ah, begini ya rasanya. Jadi seperti ini yang namanya bahagia itu …."

Pada akhirnya, aku berkeringat dingin, tetapi pada dasarnya itu adalah momen yang membahagiakan.

"Kamu baik sekali sama dia, ya."

"────!"

Aku terkejut, karena dari belakang aku mendengar suara orang yang baru saja mengobrol denganku.

"Kamu belum pulang ke rumah?" tanyaku.

"Apa, kamu ingin aku pulang?"

"Bukan, bukan begitu maksudku …."

"Yah, kamu lebih senang bermain-main dengan diriku yang masih muda, kan?"

"Dari tadi, kamu memperhatikan kami?"

"Ya, aku menonton kalian dari kejauhan."

"Kamu bukanlah penonton, tetapi lebih seperti penguntit."

"Penguntit? Itu keterlaluan. Aku hanya memperhatikan ke mana kalian pergi, lho?"

Entah kenapa, aku malah seperti dihantam oleh banyak omong kosong ….

"Tapi yang lebih penting lagi, aku belum pernah begitu dipermalukan seumur hidupku hingga kamu meninggalkanku sendirian saat berkencan lalu pergi dengannya."

"Aku sungguh minta maaf tentang itu. Maksudku, kamu cemburu pada dirimu sendiri?"

"Memangnya tidak boleh?"

"Menurutku, tidak salah sih …."

Dia memiliki kepribadian yang sangat menjengkelkan.

"Yah, tapi kamu layak mendapat pujian karena melindunginya dari pria itu. Seperti yang diharapkan dari Ha-kun."

"Terima kasih."

"Tapi aku benar-benar tidak menyukai kalimat terakhirmu, ‘Jawaban yang benar adalah Sang pangeran yang melindungi Sang Putri!’, merinding aku dibuatnya!" Touka-san mengatakan demikian dan menunjukkan lengan putihnya yang indah.

Ngomong-ngomong, dia sama sekali tidak merinding, dah.

"Juga, aku juga bingung apakah harus memberitahumu atau tidak, tetapi dompetmu itu sangat payah."

Bagaimanapun juga, orang yang sama akan menunjukkan ketidaksukaan yang sama pula ….

"Jadi, ada apa dengan semua barang bawaanmu itu?"

Touka-san membawa kantong tas kertas yang lebih banyak daripada yang bisa dia pegang.

"Aku merasa tertekan, jadi aku belanja secara impulsif!"

"Eeee~, lalu bagaimana dengan uangmu hari ini?"

"Aku tidak punya lagi sepeser pun."

Touka-san dengan terus terang mengatakannya, yang mana belum pernah aku saksikan kejujurannya seperti itu.

"Ah~, aku lelah hari ini. Bisakah kita pulang sekarang?"

"Ya, kamu benar. Aku juga lelah. Mari kita naik bus untuk pulang."

Dengan itu, aku mengambil lebih dari separuh barang bawaan Touka-san dan perlahan-lahan berjalan menuju halte bus. Sesampainya kami di halte bus, sebuah bus sudah menunggu sehingga kami bergegas masuk ke dalam bus. Kami sudah menyerah untuk duduk di bus karena begitu penuhnya, tetapi untungnya ada kursi kosong. Aku pun memeriksa apakah ada orang tua atau wanita hamil di antara penumpang yang berdiri. Kemudian, aku membiarkan Touka-san duduk di kursi yang kosong, karena dari apa yang aku lihat, tidak ada penumpang yang memiliki kriteria seperti yang aku cari.

"Terima kasih," tuturnya.

"Setidaknya inilah yang bisa aku lakukan," dan kemudian bus mulai berangkat menuju tujuan berikutnya.

Seiring dengan keberangkatan bus, Touka-san menguap keras.

"Kalau mengantuk, tidur saja. Aku akan membangunkanmu saat kita sampai di tujuan."

"Bolehkah aku memintamu melakukan itu? Aku terlalu bersemangat … pada pagi … hari … ini …."

Dia pun memejamkan mata, dan setelah beberapa saat aku bisa mendengarnya bernapas pelan dalam tidurnya. Tampaknya Touka-san telah beranjak ke dunia mimpi.

"Selamat tidur," kataku padanya dengan volume yang tidak mengganggu orang-orang di sekitarku. Sampai kami tiba di tujuan, maka aku akan menjaganya.

***

[TOUKA-SAN POV]

Ini adalah teori pribadiku, bahwa 'masalah' yang tidak dapat diselesaikan adalah 'kutukan' itu sendiri. Itulah sebabnya, aku hidup dengan kekhawatiran yang belum terselesaikan sejak hari itu, dan mungkin masih terus dikutuk.

Di dalam gereja yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan, ada empat orang—aku yang mengenakan gaun pengantin, suamiku yang mengenakan tuksedonya, adik perempuanku sebagai fotografer, dan nenekku sebagai penyihir. Saat kami berpikir bahwa acara pernikahan kami telah berakhir lancar sehingga bisa beristirahat sejenak, nenekku yang selalu terlambat—tidak, setelah kami menyelesaikan semuanya dia tiba-tiba muncul. Sudah enam tahun sejak aku melihatnya, yakni sejak hari itu.

Kemudian, dia berbicara dan menantangku untuk bermain. Aku tidak akan menceritakan detailnya, tetapi aku memenangkan permainannya dengan mudah dan dia memberiku jam saku sebagai hadiah. Hebatnya, jam saku itu mampu digunakan untuk melompati waktu. Dengan kata lain, bukan tidak mungkin untuk kembali ke masa lalu. Dengan jam saku ini, aku bisa kembali ke masa enam tahun yang lalu.

Dari sana, nenekku mulai berbicara dengan lancar tentang jam saku. Rupanya benda ini adalah kebanggaan dan kegembiraannya di antara sekian banyak benda ajaibnya.

"—Hanya itu yang harus aku katakan tentang hukumannya."

"Intinya adalah tidak melakukan hal-hal buruk di masa lalu, kan? Jadi, apa sebenarnya yang harus aku lakukan agar angkanya tidak turun?"

"Aku tidak perlu memberitahumu sejauh itu."

"Hei!"

Kamu masih saja bersikap kerasa kepala, Nek!

Bagaimanapun juga, hari ini adalah hari pernikahanku, dan menurutku sudah sepantasnya dia bersikap sedikit lebih baik padaku daripada biasanya. Tidak, mengharapkan sesuatu dari orang yang keras kepala ini adalah suatu kesalahan yang besar.

"Jadi, bagaimana caraku bisa kembali ke masa lalu?"

"Jangan terburu-buru, aku akan menjelaskannya kepadamu. Pertama-tama, jam saku itu tidak bisa pergi ke masa depan."

"Aku mengerti. Berarti, ini hanya bekerja untuk pergi ke masa lalu …."

Bukan masalah. Hal yang aku inginkan adalah kembali ke masa lalu.

"Peraturan nomor dua, kamu hanya bisa kembali dalam kurun waktu yang genap bertepatan satu tahun."

"Artinya?"

"Itu berarti dia tidak bisa kembali ke waktu kemarin atau enam bulan yang lalu, kan?" suamiku yang duduk di bangku menyela dari samping.

"Itu brilian, Muko-Dono. Tidak seperti cucuku, kamu memiliki kemampuan berpikir yang tanggap."

(TLN: Muko-dono semacam panggilan "Nak Mantu" untuk laki-laki)

"Jadi, karena hari ini adalah tanggal 14 April, waktu paling minimal untuk kembali ke masa lalu adalah tanggal 14 April yang lalu, kan?" lanjut suamiku lagi.

"Itulah yang aku maksud."

Intinya, jika aku menggunakan jam saku ini hari ini dan kembali ke enam tahun yang lalu, aku hanya bisa kembali ke tanggal 14 April saat enam tahun yang lalu.

"Peraturan nomor tiga, kamu tidak bisa kembali ke masa lalu jika tidak bisa membayangkan kenangannya di dalam dirimu."

"Lagi-lagi aturan yang rumit."

"Jika kamu punya masalah dengan itu, maka kembalikan saja."

"Tidak mau. Jadi maksud Nenek, aku tidak bisa kembali ke masa lalu jika aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi pada hari di mana aku ingin kembali?"

"Benar sekali."

"Aku mengerti. Jadi, bisa dikatakan bahwa apapun yang terjadi, kita tidak bisa kembali ke masa ketika kita belum lahir, begitu?"

"Kamu benar-benar pintar, Muko-dono," nenekku memujinya.

"Tidak, bukan begitu. Jadi malu rasanya …," suamiku terlihat bahagia ketika nenekku memujinya.

Nenekku itu tipe yang membenci orang lain, tetapi entah mengapa dia sangat menyukai suamiku.
 
"Tidak masalah. Aku juga tidak ingin kembali ke zaman Edo atau zaman Showa."

Ya, aku cuma ingin kembali ke enam tahun yang lalu. Selain itu, aku tidak tertarik.

"Tapi ini enam tahun. Bahkan, satu tahun yang lalu saja, aku tidak bisa langsung mengingat apa yang pernah aku lakukan, sedangkan ini enam tahun yang lalu …."

Jika sehari atau dua hari yang lalu, aku masih bisa mengingatnya. Namun, akan berbeda dengan enam tahun yang lalu, bahkan apa yang aku lakukan pada bertepatan pada hari ini saja, aku sama sekali tidak mengingatnya. Kalau begitu, karena tidak ada pilihan lain, aku akan berusaha sebaik mungkin mengingat kembali peristiwa yang terjadi pada bulan April enam tahun yang lalu.… Tidak berhasil, aku tidak bisa mengingat dengan jelas peristiwa apa saja yang terjadi bertepatan dengan tanggalnya.

"Enam tahun yang lalu di bulan April adalah tahun di mana pesta ulang tahunku dibatalkan," adik perempuanku yang mengenakan gaunnya mengingat kembali peristiwa enam tahun yang lalu.

Memang, enam tahun yang lalu pesta ulang tahunnya dibatalkan karena suatu kejadian.

"Enam tahun yang lalu di bulan April .... Kalau diingat-ingat, bukankah saat itu ada seorang gadis di toko takoyaki yang dibunuh oleh seorang penguntit?"

"Ya. Memang ada kejadian seperti itu."

Insiden itu benar-benar tragis. Karena terjadi di kota kami, jadi aku masih mengingatnya dengan jelas.

"Ah, ya, ada seorang gadis dengan nama itu. Lusa depan, akan genap enam tahun yang lalu," suamiku mengeluarkan smartphone-nya dan mencari tahu insiden itu di sebuah situs web.

"Aku masih ingat menonton berita tersebut di rumah orang tuaku," katanya.

"Aku masih di sekolah dasar, jadi aku tidak begitu mengingatnya."

"Jadi, kamu ingin pergi saat lusa?" mengatakan hal ini, suamiku tersenyum padaku.
 
Sudah jelas, Ha-kun mengerti bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan aku. Dia selalu begitu mendukung dan dengan lembut menyemangati aku dan itu juga alasan mengapa aku jatuh cinta padanya. Aku terpikat oleh kebaikan dan kekuatannya. Aku memutuskan untuk hidup sampai akhir bersamanya. Akan hal itu … aku ingin memberitahunya. Mengungkapkan padanya dari lubuk hatiku, bahwa aku bersyukur dengan adanya dia.
 
"Ah! Kalau diingat lagi, hari dimana aku mengakui perasaanku pada Touka adalah tanggal 14 April."

"Eh? Pengakuan?"

"Benar, lho. Saat itu, aku memanggilmu ke sebuah ruangan kosong di sekolah dan kamu menolakku mentah-mentah. Kamu tidak ingat?"

"Ah! Aku ingat sekarang! Seingatku, Ha-kun menyatakan perasaannya kepadaku dan aku menolaknya. Apakah itu pada tanggal 14 April?"

"Ya, benar. 14 April."

Dengan kata-kata itu, kenangan samar-samarku kembali membanjiri.

"Ya. Itu adalah tanggal 14 April, kan?"

Kemudian, aku melihat jam yang ada di gereja. Waktu sudah lewat 23:50. Rupanya, aku tidak punya waktu untuk kembali dan bersiap-siap.

"Bukankah lebih baik pergi hari ini?" Ha-kun menyemangatiku dengan lembut ketika aku merasa sedikit cemas. Seperti yang aku duga, suatu kebahagiaan bisa menikahi pria ini.

"Ya, kalau begitu mari kita bertemu lagi dalam 60 hari. Baiklah, aku akan pergi—"

"—Tunggu sebentar."

Nenekku menghentikan aku yang mau melakukan perjalanan waktu.

"K-Kenapa? Aku sudah tidak punya banyak waktu lagi sebelum tanggalnya berubah!"

"Itulah mengapa kamu harus mendengarkan aku. Aturan keempat, ketika kamu melakukan perjalanan waktu, kamu akan muncul di tempat kamu berada. Jadi, jika kamu melakukan perjalanan waktu di sini sekarang, kamu akan berada di gereja ini enam tahun yang lalu. Apabila ada orang yang berada di sini enam tahun yang lalu dan kebetulan kamu tiba-tiba muncul, jelas akan terjadi kekacauan."

"Benar, akan kacau seandainya saja seseorang tiba-tiba muncul."

"Lalu, bagaimana dengan melakukan perjalanan waktu di bilik toilet?"

"Itu akan lebih baik."

Saran yang bagus. Jika demikian, aku akan menuju toilet terdekat—

"Aku belum menyelesaikan ceritaku."

"Masih ada lagi?"

"Bahkan jika kamu berada di masa lain selama 60 hari, maka itu hanya akan memakan waktu di masa ini selama 60 detik. Itu berarti kamu hanya akan pergi selama satu menit di masa ini."

"Bukan hal yang bagus itu, mah. Akan menyeramkan jika ada orang dewasa yang menghilang selama 60 hari."

Jika aku menghilang selama satu menit, maka tidak masalah. Bagaimanapun, aku selalu merasa bersalah karena menghilang selama enam puluh hari, tetapi mendengar penjelasannya, itu membuatku lega. Meskipun perjalanan waktu ini memiliki banyak batasan, setidaknya aku tidak perlu khawatir tentang hal yang satu ini.

"Aku senang mendengarnya. Jika Touka menghilang selama dua bulan, polisi pasti akan mulai menyelidiki dan ayah mertuaku mungkin akan membawaku ke gunung dan menguburku di sana. Sejujurnya, aku bingung bagaimana menjelaskan semua ini, tetapi setelah mendengar penjelasan itu, aku tidak perlu khawatir," kata suamiku.

"Itu saja yang perlu kukatakan. Nak, apakah kamu punya pertanyaan?"

"Ya. Apa yang terjadi pada gaun pengantinku ketika kembali ke masa lalu?"

"Iya? Apa maksudmu?"

"Seperti Terminator, aku tidak akan tampil telanjang, kan?"

"Aku tidak tahu apa itu terminator, tetapi kamu akan tetap berpakaian. Jika kamu mau, kamu bisa membawa cukup banyak barang di tanganmu."

"Serius?! Jadi, aku bisa membawa tas ini juga, ya?"

"Jika cuma itu, tidak akan menjadi masalah. Nak, pejamkan matamu, putar mahkota jam sakumu dan ingatlah hari di mana kamu harus kembali. Kemudian kamu akan kembali ke enam tahun yang lalu."

"Terima kasih. Aku sungguh amat bersyukur kali ini."

"Hmph! Itu tidak perlu. Aku penasaran kamu ini mirip siapa …."

"Dari pengamatanku, kalian berdua kelihatan mirip."

""Haaah!""

"Tidak jadi …."

"Oke, aku akan kembali ke masa lalu."

Aku menghampiri suamiku tercinta dengan tas dan jam saku di tanganku.

"Ya?" dia kebingungan.

"Berdirilah, kita perlu mengucapkan salam perpisahan satu sama lain, tahu."

Aku membuat suamiku berdiri dan mencium bibirnya.

"Uwaa! Ini lebih intens daripada ciuman ikrar."

Mungkin hanya beberapa menit bagi Ha-kun tetapi bagiku itu akan terasan berbulan-bulan. Bohong rasanya jika aku mengatakan tidak merindukannya. Karena itu pula, aku mengecup bibirnya dengan sepenuh hati.

"Hei, hei! Kalian tidak lupa bahwa aku ada di sini, kan?"

"Benar, tuh. Kalian tidak boleh bermesraan di depan kerabat kalian!"

Karena adik perempuanku dan Kuroneko mungil itu protes, mari kita hentikan ciuman itu sampai di sini.

(TLN: Mungkin Kuroneko ini adalah julukan yang merujuk pada neneknya Touka-san)

"Oh, tapi Ha-kun dan Harune, kalian akan duduk di lantai sampai aku kembali."

""Eh? Mengapa?""

"Apakah kalian tahu apa ini?" dengan wajah sedikit marah, aku menunjukkan kepada mereka barang-barang yang dibeli suamiku tanpa izin dari tasku.

"B-Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?"

"Pengawasanku tidak bisa dikelabui, tahu."

Ketika aku penasaran dengan apa yang mereka berdua lakukan secara diam-diam, lagi-lagi mereka membeli barang mahal tanpa seizinku! Tentu saja, aku merebutnya dari kurir sebelum sampai ke suamiku.

"Tidak habis pikir, memberikan kartu seharga 100,000 yen kepada gadis SMA demi mencoba membuatnya menyukaimu, itu sama saja seperti Papa-katsu (sugar daddy)!"

"Papa-katsu? Lagi-lagi istilah nostalgia …."

Maksudku, aku senang kalau dia menyayangi adik perempuanku, tetapi tingkahnya itu terlalu memanjakannya.

"Pokoknya, kartu ini disita!"

"Pelit! Itu kartu yang Ha-kun janjikan untuk diberikan padaku, jadi kartu itu punyanya Harune."

"I-Itu benar, lho. Aku berjanji akan memberikan kartu itu sebagai hadiah jika dia memenangkan kontes biola, karena itu aku bekerja keras untuk mendapatkannya," timpal suamiku.

"Diam! Siswa SMA tidak memerlukan kartu yang seharga 100.000 yen."

Juga, hanya aku yang boleh memanggilnya Ha-kun seperti itu.

"K-Kamu berlebihan!" adikku tidak terima.

"Aku tidak menerima keluhan. Jika kamu benar-benar menginginkan sebuah kartu, belilah dengan uangmu sendiri."

"Jika siswa SMA ingin menikmati masa muda mereka, jelas mereka tidak punya waktu untuk bekerja paruh waktu ..."

—GRRRRR!

"Ugh! T-Tenanglah! Jadi, Touka, tolong jangan terlalu marah, begitu …."

"Pokoknya, saat aku kembali, kalian berdua akan mendapat ceramah. Persiapkan diri kalian!"

"Ya?"

"Dasar tidak adil!"

Dengan wajah sedih Ha-kun duduk berlutut dan menunggu. Tentu saja, adik perempuanku, Harune, duduk di sampingnya dengan wajah kesalnya.
 
"Muko-dono mengalami kesulitan juga, ya …."

Dengan wajah heran, si Nenek Kucing itu naik ke pangkuan suamiku yang sepenuhnya pasrah.
 
"Touka-nee—"

"Ada apa?"

"Hati-hati, ya."

Harune terlihat sedikit khawatir. Yah, bagaimanapun juga aku akan kembali ke masa lalu, jadi wajar saja jika dia mengkhawatirkan saudarinya.
 
"Juga, aku ingin kamu memastikan pesta ulang tahunku berjalan dengan lancar," lanjutnya.

"Eh? Kenapa?"

"Karena, ketika pesta ulang tahunku dibatalkan, orang itu benar-benar tertekan …."

Memang benar, orang itu begitu kecewa ketika pesta ulang tahun Harune dibatalkan.

"Dan Harune selalu saja menyesalinya. Jika aku bisa kembali ke hari itu, aku pasti akan bermain biola. Jadi, tolong, kembalilah ke enam tahun yang lalu dan yakinkan aku!"

"Oke. Aku akan memasukkan ini sebagai salah satu tujuanku."

Harune sangat gembira saat mendengar kata-kata itu. Kukira dia akan menjadi sedikit lebih dewasa sekarang karena sudah menjadi siswi SMA, tetapi tetap saja dia seorang anak-anak.

"Harune, apakah ada sesuatu yang ingin kamu katakan padanya?"

"Aku ingin kamu memberitahunya bahwa aku memenangkan kompetisi biola, seperti yang telah dijanjikan."

"Oke. Aku pasti akan menyampaikan pesan itu."

Sebenarnya aku berterima kasih padanya. Kuyakin dia ingin kembali ke enam tahun yang lalu dan menceritakan segala macam hal kepadanya di masa itu. Namun untuk kali ini, aku ingin dia menyerahkan peran itu padaku.

"Ah! Dan katakan padanya bahwa aku lebih cantik dan lebih populer di SMA daripada Touka-nee."

"Haa? Siapa yang bilang kamu lebih cantik dari aku?"

"Yaitu Harune, gadis SMA yang ceria dan energik!" dengan mengatakan itu, Harune meletakkan tangannya di dekat wajahnya dan berpose dengan gaya yang mengejek.

"Haa~. Kamu sungguh idiot jika berpikir bisa menandingi kecantikanku hanya karena masih muda."

Yah, anggap saja dia tetap bandel dan ceria seperti biasanya.

"Oh, itu benar. Aku akan memberikan Touka kotak ini sebagai hadiah," kata Ha-kun, dan entah dari mana dia mengeluarkan kotak DVD lalu mengulurkannya kepadaku. Aku pun mengambilnya dan memeriksa isinya.
 
"Isinya kosong?"

"Ini adalah hadiah untuk Onee-san mu. Sesuatu akan muncul saat Natsumi-san membukanya."

"Jadi ini adalah trik sulap khasmu. Oke, aku akan memberikannya."

"Touka, berhati-hatilah."

"Terima kasih. Aku akan kembali nanti!"

Aku melambaikan tangan kepada mereka dan meninggalkan gereja dengan rasa cemas sekaligus harapan di hatiku. Kemudian, aku berlari ke kamar mandi yang gelap di dalam hotel.

"Umm, saat memutar mahkota arloji saku ini, ingatlah tanggal 14 April enam tahun yang lalu," gumamku.

Seperti yang dijelaskan oleh nenekku, aku memejamkan mata dan berkonsentrasi, memutar mahkota arloji saku, lalu mengingat hari ketika Ha-kun menyatakan cintanya padaku. Sejujurnya, aku sedikit takut. Aku khawatir bahwa tatkala aku kembali ke masa lalu, kepalaku akan pusing dan merasakan sakit di sekujur tubuhku. Namun, ketakutanku itu sia-sia karena ketika aku membuka mata, aku disambut oleh cahaya yang terang. Mataku pun sedikit sakit karena terlalu lama berada dalam kegelapan dan kemudian memeriksa dadaku.

"Seperti yang dijelaskan oleh nenek, bahwa benar ada angka 60 yang tertera di sana."

Ternyata, perjalanan waktu berhasil. Aku juga tidak merasakan sakit, justru merasa lebih baik.

"Sekarang aku hanya perlu memastikan bahwa aku berada di masa enam tahun yang lalu," itulah yang aku pikirkan, dan ketika aku mencoba meninggalkan ruang toilet itu—

"Hei, hei, dari mana asalmu?"

Aku mendengar suara anak kecil di belakangku. Dengan hati-hati aku berbalik, terlihat seorang anak kecil yang duduk di toilet dengan wajah seolah-olah dia telah melihat sesuatu yang aneh. Dilihat dari usianya, dia pasti seusia dengan saudara kembarnya Ha-kun. Dia berpakaian dengan gaun merah muda yang lucu. Menuruku, dia adalah seorang anak yang diundang ke pernikahan seseorang.

Namun, perkiraanku saat melakukan perjalanan waktu ke dunia ini harusnya sudah lewat jam 23:00, tetapi ternyata aku keliru, dan sepertinya ada sedikit kesalahan mengenai waktu.

"Kamu muncul begitu saja, apakah kamu seorang penyihir?"

Merasa penasaran, mata gadis itu berbinar-binar, dan bertanya dengan cara yang aneh—atau malah hal yang wajar. Karena aku melakukan perjalanan kembali ke masa lalu dengan sebuah item dari seorang penyihir, bisa dibilang aku adalah seorang penyihir.

"Ya, aku adalah seorang penyihir."

"Sudah kuduga …." dia melipat tangannya, merasa yakin dengan apa yang dia bayangkan.

Syukurlah yang ada di bilik toilet ini adalah gadis kecil, bukan orang dewasa.

"Jangan beritahu siapapun tentang hal ini, oke?"

Meskipun aku sendiri berpikir bahwa itu adalah alasan yang sangat buruk, tetapi gadis itu malah berkata, "Baiklah. Ini adalah rahasia antara aku dan Onee-chan, kan?" sambil tersenyum dan meletakkan jari telunjuknya ke mulutnya.

"Terima kasih."

Aku berterima kasih kepada gadis itu dan setelah memastikan tidak ada orang di luar, aku pun meninggalkan toilet tersebut. Untungnya, hanya ada gadis kecil itu yang berada di toilet. Bagaimanapun juga, suatu kesalahan besar karena mengikuti ide suamiku yang merencanakan perjalanan waktu di dalam toilet.

"Aku tahu itu, suamiku adalah seorang Pangeran yang Malang, kan?" sambil bergumam seperti itu, aku keluar dari hotel dan mencari taksi.

Aku pun segera melihat taksi, menghampiri, dan menaikinya. Tentu saja, pengemudinya cukup terkejut saat melihat pakaianku. Yah, siapapun jelas akan bersikap seperti itu saat melihat mempelai wanita yang mengenakan gaun pengantin keluar dari aula pernikahan.

Untuk saat ini, aku berpikir tentang tempat yang akan kutuju. Sembari memikirkannya, ada sedikit perasaan menyesal karena datang ke sini tanpa memiliki rencana. Terbayang untuk pulang ke rumah orang tuaku, tetapi hal tersebut pasti akan menyebabkan kegaduhan besar dengan diriku yang masih SMA. Lebih dari itu, sangat mudah membayangkan kegaduhan seperti apa yang akan terjadi di dalam rumah.

Kalau begitu, haruskah aku menemui Kanako? Tidak, enam tahun yang lalu, Kanako dan aku belumlah begitu akrab, jadi akan sulit untuk mengandalkannya. Satu-satunya orang yang akan membantuku dalam situasi seperti ini dengan senyuman adalah keluarga itu—Sebuah keluarga terlintas di dalam kepalaku.

Aku yakin bahwa keluarga Ouji akan menerimaku dengan tangan terbuka, meskipun kami belum pernah bertemu sebelumnya. Dengan memikirkan hal itu, aku memberitahu sopir taksi alamat keluarga Ouji dan memintanya untuk membawaku ke sana. Dia masih menyalakan mobil walau kelihatan ragu-ragu. Selama perjalanan pun, sopir taksi tersebut mengajukan banyak pertanyaan padaku. Rupanya, dia salah mengira bahwa aku adalah seorang pelarian yang melarikan diri dari pernikahan.

Dengan menghela napas panjang, aku mengambil smartphone yang ada di dalam tas dan memeriksa waktu. Anehnya, waktu yang ditampilkan pada smartphone-ku sama dengan tahun sebelum aku melakukan perjalanan ke masa lalu.

Seiring berjalannya waktu, aku sampai di tempat tujuan. Aku mengeluarkan dompet dari tas dan menyerahkan uang 10.000 yen kepada sopir tersebut. Dia yang menerima uang 10.000 yen itu menatapku dengan bingung, lalu berkata dengan sopan, "Nona pelanggan, aku akan kesulitan jika kamu memberiku uang mainan."

"Eh? Mainan?"

Ah! Benar juga! Enam tahun yang lalu, uang kertas 10.000 yen akan menggunakan gambar Yukichi!

"Emm, Ojou-chan apakah kamu tidak punya uang?" tanya dia.

"Tentang uangnya, orang-orang di rumah ini yang akan … membayarnya."

Dengan tangan gemetar aku menunjuk ke rumah putih keluarga Ouji. Maaf, tetapi aku akan meminta ayah mertuaku untuk membayar taksinya. Setelah itu, meskipun aku merasa bersalah, aku meminta ayah mertuaku untuk membayarnya. Akhirnya, aku menjelaskan semuanya, tanpa sedikitpun kebohongan, kepada mereka yang tidak mengerti situasinya.

Ayah dan ibu mertuaku bingung pada awalnya, tetapi ketika aku menunjukkan kepada mereka video pernikahan yang aku minta adik perempuanku ambil, yakni Harune, mereka berdua pun menerima semuanya dengan tulus sebagaimana yang telah aku harapkan. Setelah itu, mereka menyambutku dengan senyuman dan menjamuku.

Aku tidak pernah berpikir bahwa mereka akan merayakan pernikahanku di masa ini juga. Kalau dipikir-pikir, ketika kami pertama kali bertemu, mereka memesan sushi untuk kami bersama dan menerima aku dengan senyuman riang, seperti yang mereka lakukan sekarang. Aku merasa sangat bangga karena bisa menjadi bagian dari keluarga dengan orang-orang yang luar biasa ini. Seakan-akan merasa lega, membuatku menanti-nanti untuk bertemu dengan suamiku yang berada pada enam tahun yang lalu.

***

"Touka-san …. Bangun, Touka-san," tubuhku bergetar.

"Touka-san, Touka-san …."

Padahal, aku sedang nyenyak-nyenyaknya tidur … siapa sih yang membangunkan aku?

Ketika aku membuka mata, aku melihat suami tercintaku menatap dengan raut wajah yang heran.
 
"Apa? Ha-kun, kamu menjadi lebih muda?"

"Ucapan yang klasik, tetapi terima kasih banyak," balasnya.

Rupanya, aku belum sepenuhnya sadar.

"Kita akan segera sampai, jadi harap bersiap-siap," lanjutnya.

Aku menguap dengan keras dan mengangguk padanya. Meskipun kembali ke masa enam tahun yang lalu akan membuatku merasa nostalgia, tetapi ternyata aku justru menjadi lebih bersemangat. Ini aneh. Sesuatu yang seharusnya sudah kuketahui, tetapi entah kenapa terasa seakan baru pertama kali mengalaminya. Sejujurnya aku merasa seperti di rumah sendiri. Mungkin, aku tidak akan pernah bosan meski tinggal di sini dalam waktu yang lama. Namun, di sisi lain, dunia ini tetap saja bukanlah duniaku. Aku sangat menyadarinya. Aku paham bahwa aku hanyalah orang asing di dunia ini, dan tidak diizinkan untuk tinggal di sini terlalu lama.

Pekan depan, aku akan pergi menemui orang itu. Aku akan menemuinya dan berbicara sebanyak yang aku bisa tentang apa yang telah terjadi sejauh ini. Itulah sebabnya aku datang ke dunia ini.

"Apakah kamu baik-baik saja?"

"Eh?"

"Kamu kelihatan gelisah, dari ekspresimu kelihatannya rumit."

"Mungkin begitu. Tetapi jangan khawatir, aku baik-baik saja."

Menanggapi perkataanku, Ha-kun memberikanku sebaris kata, "Jangan pernah ragu untuk meminta bantuanku," sesuatu yang dapat aku andalkan.

"Oh, benar juga. Ada satu hal yang aku lupa beritahukan kepadamu, Touka-san."

"Ya, apa itu?"

"—Selamat datang di dunia enam tahun yang lalu," tuturnya.

Ada senyuman yang sangat aku sukai, yang dengan senyuman itu, tiada yang perlu aku takutkan. Mari kita akhiri apa yang telah hilang pada hari itu. Dengan demikian, aku percaya bahwa di masa depan, aku akan tersenyum sama seperti dia sekarang.

 

TL: Zho (YouthTL)


Prev Chapter || ToC || Next Chapter 

0

Post a Comment



close