Chapter 3 - A Story Made by Me and Himegi
Lusa adalah akhir dari Golden Week. Jika itu adalah aku yang biasanya, maka aku akan panik atau berdoa, memohon kepada bintang-bintang agar hari esok tidak pernah datang, tetapi sekarang bukan waktunya untuk menikmati kekonyolan seperti itu. Ya, berlalunya satu hari berarti batas waktu tinggal Touka-san di era ini semakin mendekati akhir.
Selama tujuh hari terakhir, Touka-san sering mengunjungi ruang perawatan kakaknya, yaitu Natsumi-san. Baginya, itu adalah reuni dengan kakaknya yang tidak akan pernah dia temui lagi. Pasti ada begitu banyak hal yang ingin dia ceritakan padanya, tetapi dia tidak bisa menceritakan itu semua. Namun, sebagai hasilnya, angka yang terukir di atas dadanya menjadi '2'. Dia harus kehilangan angka tersebut sebagai hukuman karena menceritakan kejadian di masa depan kepada Natsumi-san.
Sayangnya, menurut peraturan, angka yang terukir di dadanya tidak akan pernah bertambah. Dengan kata lain, tidak peduli apapun yang terjadi, besok malam waktu yang ajaib ini akan berakhir, dan dia sangat mengerti akan hal itu. Mungkin, itu juga sebabnya hidangan makanan hari ini begitu mewah. Aku tidak pernah menyangka, aku akan menikmati sukiyaki di hari yang bukan hari perayaan. Lalu, daging sapi ini … adalah daging sapi Matsuzaka. Meskipun memalukan, tetapi ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, melihat daging yang dikemas di dalam kotak kayu. Aku tidak tahu kalau orang-orang bisa mengemas daging dengan sesuatu selain nampan makanan.
Touka-san bergerak cepat menyiapkan sukiyaki untuk disantap.
“Ada apa?” tanya dia tiba-tiba.
“Tidak, kamu kelihatan sudah terbiasa, ya” balasku.
“Lagi pula, aku seorang istri muda.”
Tidak seorang pun, kecuali orang tuaku di rumah, yang akan percaya bahwa seseorang dengan kemampuan memasak yang sangat buruk, tetapi dalam waktu enam tahun, akan menjadi sebaik koki profesional.
“Yah, baru belakangan ini sih aku bisa membuat sesuatu yang bisa disajikan untuk orang lain.”
“B-Begitu, ya ….”
Itu artinya, selama masa-masa kuliahku, aku harus terus memakan senjata pemusnah itu. Ugh, membayangkannya saja sudah membuatku mual.
“Touka-san, ngomong-ngomong, dagingnya dari mana?”
“Ini adalah hadiah dari Nee-san,” jawabnya. Dengan begitu, maka aku harus berterima kasih pada Natsumi-san besok.
Kemudian, di atas meja, diletakkan sebuah kompor portabel dan panci sukiyaki ditempatkan di atasnya. Selanjutnya, lemak daging sapi dituangkan ke dalam panci dan terdengar suara mendesis yang menggugah selera dari dalamnya. Aku pikir itu hanyalah imajinasiku, tetapi baunya lima puluh persen lebih enak dari yang seharusnya.
“Baiklah, sekarang masukkan daging sapinya ....”
“—Tunggu! Aku akan mengabadikannya menggunakan smartphone-ku sebelum dimasukkan!”
Lagipula, 500 gram daging sapi itu harganya 70.000 yen dan sayangnya, aku tidak akan pernah memakannya lagi. Memikirkan hal itu, aku merasa harus mengambil fotonya. Kemudian, aku memotretnya.
“Ha-kun. Jangan lupa ambil foto bunga matahari ini juga.” Touka-san berkata sambil menunjuk ke sekuntum bunga matahari di dalam vas di ujung meja.
Bunga matahari ini, sepertinya didapatkan oleh Touka-san dari suatu tempat hari ini. Namun, pada musim seperti sekarang, bunga matahari sangatlah langka dan seharusnya tidak tersedia di toko-toko bunga sampai bulan Juni.
Apakah bunga matahari itu diimpor dari luar negeri, atau ditanam di rumah kaca?
“Orang tuaku akan iri jika mereka tahu.”
Karena kami selalu memakan daging sapi biasa, dan bedanya dengan daging senilai 70.000 yen benar-benar terasa. Serius, aku tidak tahu ada daging di dunia ini yang harganya sampai seperti itu.
“Itu terlalu berlebihan, dah. Kita masih bisa memakannya setiap tahun …,” kata Touka-san yang menatapku dengan ekspresi tercengang.
Aku akan membanggakan hal ini pada Kanako nanti. Kemudian, kami memasak dagingnya dan menuangkan bumbunya.
“Uwaaaaah! Aroma apa ini? Sangat enak!”
“Fufufu ... aku senang kamu menyukainya.”
Touka-san pun memasukkan sayuran, tahu panggang, dan jamur shirataki ke dalam panci dengan urutan tersebut.
“Sudah hampir siap,” ungkapnya.
Dia kemudian menyerahkan sebutir telur putih kepadaku, yang selanjutnya aku pecahkan, kutaruh ke dalam mangkuk kecil, dan mengaduknya.
“Lagipula, aku berada di sini kurang dari sebulan.” gumamnya, menatap kalender dengan ekspresi sedih di wajahnya.
Aku penasaran apakah Touka-san telah berhasil memenuhi tujuan kedatangannya ke dunia ini. Dengan melihat ekspresinya, aku tidak bisa menebak apakah dia sudah memenuhi itu atau belum. Yah, kalaupun aku bertanya padanya, dia tidak akan memberitahuku. Jadi, aku memutuskan untuk tetap tutup mulut sembari percaya bahwa dia pasti berhasil.
“Ayo, Ha-kun, silakan makan dagingmu,” katanya saat mengeluarkan sepotong daging sapi dari panci dan menaruhnya di mangkukku.
Kemudian, aku memasukkan daging itu ke dalam mulutku, dan ….
“──────!”
Aku tidak membutuhkan kata-kata untuk menjelaskannya. Rasanya amatlah lezat.
“Ini adalah pertama kalinya aku makan daging selembut ini.”
“Kamu melebih-lebihkan, ih ….”
“Tidak, aku tidak melebih-lebihkan, tahu?! Serius, ini baru pertama kalinya.”
“Ayo, ayo, silakan makan lagi.”
Mungkin senang dengan kata-kataku, dia kembali menaruh daging sapi yang sudah matang ke dalam mangkuk kecilku.
“Ini adalah yang paling aku inginkan …,” kata Touka-san sambil mengambil sake dari kulkas. “Minum sake …,” sambungnya.
Aku lupa bahwa orang di depanku ini adalah orang dewasa yang berusia lebih dari 20 tahun. Jadi baginya tidak ada larangan minum minuman yang beralkohol.
“Aku tidak meminumnya setiap hari, tahu?”
Memang benar, aku belum pernah melihatnya minum-minum setelah tiba di rumah ini sebelumnya.
“Hanya beberapa kali dalam setahun,” dia menambahkan.
Entah kenapa, dia mengedipkan mata ke arahku, tampak merasa senang karena bisa minum-minum. Selanjutnya, dia membuka sekaleng bir, menuangkannya ke dalam cangkir, dan meminumnya dengan penuh kenikmatan. Dari cara dia minum, itu cukup pemberani.
“Fiuh! Rupanya, ini enak sekali ….”
Di keluargaku, ayahku tidak suka minum-minum dan ibuku juga jarang minum. Mungkin karena itu, melihat seseorang minum di rumah menjadi sesuatu yang baru dan menarik bagiku.
“Aku sudah berjanji pada Ha-kun kalau aku tidak akan pernah minum kecuali saat dia ada, tapi karena dia ada di sini, jadi tidak masalah, kan?”
Touka-san tersenyum dan berbicara dengan fasih tentang janjinya dengan aku yang ada di masa depan.
“............”
Entah kenapa, indera keenamku mengatakan bahwa aku dalam bahaya.
***
Setelah selesai makan malam dan membersihkan dapur, Touka-san dan aku berada di ruang tamu bermain kartu remi millionaire. Ini adalah pertama kalinya aku dalam waktu yang lama menggunakan kartu untuk hal lain selain trik sulap. Jadi, sekarang aku hanya menikmati kesenangan bermain millionaire—Maaf, itu bohong! Aku sekarang dalam masalah besar! Seseorang tolong aku! Ya, aku diintimidasi oleh Touka-san.
“Ya! Aku menang! Ha-kun, cepat lepaskan pakaianmu …,” katanya.
Perlu kalian ketahui, padahal dia masih punya beberapa kartu yang tersisa di tangannya. Ya, dia bahkan belum menyelesaikan permainannya, tetapi dengan tiba-tiba menyatakan kemenangannya.
“E-Emm? Kartu yang ada di tanganmu itu?”
Dengan takut dan tangan yang gemetaran, aku menunjuk kartu yang berada di tangan Touka-san. Kemudian, dia menatapku tajam dan berkata, “Haa? Kamu tidak senang?”
“T-Tidak!”
“Kalau begitu buka bajumu!”
Bang, bang, bang, teriak Touka-san sambil memukul-mukul meja.
Touka-san sudah seperti ini sejak awal permainan, dia bertindak egois dan melakukan apa pun yang dia inginkan. Tentu saja, pada awalnya aku sempat menolak, tetapi … yah, tidak mungkin seorang yang lemah seperti aku bisa melawan tiran ini, dan aku berakhir ditundukkan sepenuhnya.
“Kita kehabisan minum, ya ….”
Namun, wajahnya sudah sepenuhnya merah dan tidak peduli bagaimana melihatnya, dia sudah benar-benar mabuk. Andaikata, ada seratus orang yang melihatnya, maka mereka semua akan secara gamblang mengatakan bahwa dia sedang mabuk. Di sisi lain, aku tidak punya pilihan selain melepas kaus kaki kananku. Kebetulan, sejak awal tidak ada aturan bahwa orang yang kalah harus melepaskan pakaiannya, seperti dalam permainan Yakyuken. Akan tetapi, entah bagaimana, si Pemabuk ini dengan seenaknya menambahkan aturannya sendiri. Sejujurnya, aku menyesal. Mengapa saat itu, aku tidak menyuruhnya berhenti setelah menghabiskan satu kaleng sake.
“Fiuh! Sekarang untuk ronde berikutnya!”
Sekarang, Touka-san tidak lagi menuangkan bir ke dalam gelas, tetapi langsung meminumnya dengan liar dari kaleng. Di atas meja, sudah ada enam kaleng bir kosong yang berjejer. Aku tidak tahu banyak tentang minuman keras mengingat aku masih di bawah umur, tetapi menurutku, jumlah minuman yang diminumnya sudah cukup banyak. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa membiarkan pemabuk ini terus meminumnya, dan bertekad dengan berani memperingatkannya.
“Touka-san, sudah cukup minum-minumnya! Jangan minum lagi!”
“Aku tahu, kok. Aku tahu ….” Sambil berkata begitu, dia malah membuka tutup minuman sake yang baru.
Sekarang, baru kumengerti, kenapa diriku di masa depan membuat dia berjanji untuk tidak minum di depan siapa pun selain diriku sendiri—Orang ini benar-benar pemabuk yang buruk!
“Ayo, Ha-kun, ayo acak kartunya.”
“Bolehkah aku memakai pakaian?”
“Tidak boleh!”
“B-Baiklah ….”
Sebagai informasi, jika aku kalah tiga kali lagi, maka aku harus menanggalkan celana, celana dalam dan kaus kaki kiriku, kemudian aku akan benar-benar telanjang bulat. Sebaliknya, berbeda dengan aku, dia masih mengenakan jumper rajutan biru tua dan celana jins biru yang sama. Dengan kata lain, dia belum melepas pakaiannya sama sekali. Aku sudah hidup selama enam belas tahun, tetapi tidak pernah sekalipun dipaksa memainkan permainan yang tidak adil seperti ini.
“Ayo, acak dengan cepat kartunya!”
“............”
Jujur saja, aku agak kesal dengan situasi ini. Maka, kali ini aku akan menang dengan sengaja melakukan kecurangan agar kartuku lebih menguntungkanku. Aku akan menjadi orang pertama yang menyerang, dan akan lolos dengan tidak membiarkannya memainkan kartu apa pun.
“Baiklah, tidak apa-apa yang kalah jalan pertama, kan?”
“Apa boleh buat, dah. Aku akan membiarkanmu jalan duluan.”
Kemudian—
“Aku menang. Sekarang, sudah cukup, ayo kita tidur.”
Karena aku curang, tentu saja, aku memenangkan permainan ini dengan telak. Aku pikir dia akan mengeluh dan memprotesnya, tetapi ternyata Touka-san cukup dewasa dalam menerima kekalahan. Namun, pemikiranku tersebut tidak bertahan lama, dan kemudian dia berkata padaku, “Begitu. Aku kalah, ya? Ha-kun, lepaskan!”
“Kamu kenapa, sih? Sudahlah, ayo berdiri, kita pergi ke kamarmu!”
Bermain millionaire seperti ini akan menjadi pertarungan yang tidak akan pernah berakhir. Menyadari hal itu, aku bangkit dari kursi dan meraih lengan Touka-san untuk membawanya ke kamar tidur. Akan tetapi, dia berkata—”Sudahlah, lepaskan saja!”
Sedangkan aku, berusaha sekuat tenaga melawannya. “Ah! H-Hei! Jangan tarik-tarik celanaku!”
“Diam! Aku benar-benar ingin melihatmu telanjang sekarang!” Sambil berteriak, dia menarik lepas celana dan kaus kakiku.
“Ahhh! Dasar mesum! Kamu sangat bejat! Dasar gadis cabul!”
Pada akhirnya, aku hanya tinggal mengenakan celana dalam. Apa-apaan ini? Ini adalah plot twist yang begitu aneh. Pada akhirnya, tidak peduli apakah aku kalah atau menang, sudah diputuskan bahwa aku harus dibuat telanjang bulat.
“Ghehehehehe … Sudah sebulan aku tidak melihat Ha-kun telanjang! Eh? Hah? Ha-kun, apakah tinggi badanmu menyusut?”
“Jangan ganggu aku!”
Atau mungkin, karena Touka-san sedang mabuk, dia berpikir bahwa aku adalah Ouji Hakuma dari masa depan?
“Sudah cukup main millionaire-nya.”
“Tidak! Aku tidak mau! Aku masih ingin bermain!”
Dia mulai bersikap manja seperti ana-anak yang sedang dalam masa rewelnya. Serius, orang ini punya kebiasaan buruk saat mabuk.
“Ah~. Baiklah, ini yang terakhir. Menang atau kalah, ini adalah pertandingan yang terakhir, kan?”
“Ya.”
Serius, karena yang menjadi lawanmu itu aku, aku bisa mendengarkan segala keegoisanmu ….
Pada akhirnya, kami memutuskan untuk memainkan permainan secara jujur, tanpa ada kecurangan. Aku bergantian membagikan kartu, dan ketika permainan dimulai …
“Baiklah, aku duluan. Umm, kartu As hati.”
Touka-san meletakkan kartu As hati di atas meja. Tiba-tiba saja, dia memainkan kartu yang kuat.
“Lewat ….”
Aku memiliki dua kartu joker di tanganku yang bisa mengalahkan kartu as hati itu, tetapi ini bukanlah waktu yang tepat untuk memainkannya, jadi aku lewat terlebih dahulu.
“Oke, kalau begitu, delapan hati-cut ….”
Aturan 8 hati-cut dalam millionaire adalah aturan yang memaksa giliran pemain berakhir ketika kartu dengan angka 8 dikeluarkan. Ya, jika nomor kartunya benar-benar 8, dia bisa melakukan itu.
“Ah, um ...? Touka-san, 8 cut-nya harusnya menggunakan kartu 8, kan? Tapi, ini adalah 5.”
Ya, kartu yang dia mainkan adalah 5 kriting. Tidak peduli bagaimana menafsirkannya, itu bukanlah angka 8, melainkan angka 5.
“Pokoknya, jika aku yang memainkan kartu, semuanya adalah angka 8!”
“Oh, ya?”
Mau tidak mau, aku dibuat terkejut dengan aturan yang dibuat olehnya sendiri. Maksudku, bahkan di masa-masa awal adanya Yu-Gi-Oh, tidak ada peraturan yang begitu buruk seperti ini!
Namun, tiba-tiba dia berdiri dan berkata, “Toilet ….”
“Sangat tidak sopan menanyakan pertanyaan ini kepada seorang wanita … tapi apa kamu mau muntah?” Aku bertanya dengan ragu-ragu. Jika dia mau muntah, maka aku berada dalam masalah.
“Ha-kun, kamu tidak peka seperti biasa, ya. Aku mau buang air kecil ….”
Aku lega mendengar kata-katanya, merasa senang bahwa dia tidak sedang ingin muntah.
“Bukannya kamu harus pergi ke toilet sekarang? “
Entah kenapa, Touka-san tidak beranjak dari tempatnya ataupun berlari ke toilet.
“Bawa aku ….”
“Heee?”
“Bawa aku ke toilet!”
Apa yang dia katakan? Dia ingin aku mengikutinya ke toilet?
“Ayolah, bawa aku!”
“Tidak, aku tidak mau! Dengar, kamu sudah dewasa, kamu bisa pergi ke toilet sendiri ....”
“Tidak mau …. Gendong aku! Peluk aku! Peluk aku~! Ha-kun gendong aku seperti seorang putri.”
“............”
Apa dia ingin aku memanjakannya? Jika iya, maka ini harusnya menjadi situasi yang membuatku senang, tetapi entah kenapa aku sama sekali tidak merasakan hal itu.
“Oh. Ayo, aku akan meminjamkanmu bahuku, ayo kita pergi ke toilet ….”
Bagaimanapun juga, aku malu dengan keadaanku yang seperti ini, yang hanya memakai celana dalamku. Lalu, aku mendekati Touka-san dan menawarkan bahuku.
“Eeeeeh! Kamu tidak menggendongku seperti seorang tuan putri?”
“Tidak, aku tidak mau. Daripada itu, lebih baik kamu buang air kecil di celanamu.”
“Uuuh, uuh …. Oke, berikan aku bahumu.”
Dia benar-benar istri yang sangat ingin dimanjakan. Kemudian, aku meminjamkan bahuku dan menuntunnya ke toilet.
“T-Tunggu! Jangan sentuh putingku!”
Touka-san mencolek-colek puting kiriku.
“Eh? Bukannya kamu suka disentuh di sini?”
“Aku tidak tahu! Lagian, rasanya sangat tidak nyaman, jadi hentikan!”
“Kamu selalu bilang begitu, tapi pada akhirnya kamu selalu kesenangan saat merasakannya! Akulah yang melatih tubuhmu seperti itu!”
Apa? Apakah Ouji Hakuma di masa depan dilatih oleh orang ini? Jika benar, aku jadi merasa sedikit rumit. Namun sekarang, lebih baik aku berpura-pura tidak mendengarkan hal itu. Ya, benar. Sebaiknya lupakan saja.
“Touka-san, setelah selesai menggunakan toilet, kamu bisa langsung tidur, oke?”
Sebenarnya, aku harus mandi dan menggosok gigi terlebih dahulu, tetapi hajat itu bisa ditunda sampai besok pagi. Hal yang penting sekarang adalah memastikan si Pemabuk ini tidur segera mungkin. Aku pun menekan sakelar lampu, membuka pintu toilet, dan mempersilakan Touka-san masuk ke dalamnya.
“Kalau sudah selesai, beritahu aku.”
“Tidak! Tetap di sini!”
“Apa?”
“Jika kamu pergi, aku akan … menangis. Aku akan menangis tanpa henti …,” katanya.
Aku membayangkan dia yang terus-terusan menangis. Melihatnya yang seperti itu akan terasa sangat menjengkelkan, tidak, lebih tepatnya aku tidak menyukai hal itu.
“Baiklah,” jawabku menurutinya.
Sebagai seorang laki-laki yang baik, aku memilih untuk menutup kedua telingaku dengan tangan. Namun, hari ini terasa sangat berat dan lambat. Yah, bisa dibilang hari yang khusus untuk kami berdua sampai akhir. Bahkan, setelah menutup telinga pun, aku masih bisa mendengar suara sayup-sayup air yang mengalir. Tidak lama setelah itu, gagang pintu toilet itu berputar, dan dia melangkah keluar.
“Eh? Apa? Hah? Haaaah?”
Hal yang tidak bisa kupercaya adalah, ketika keluar dari toilet, dia hanya mengenakan pakaian dalamnya. Ya, pakaian dalam putih dengan motif bunga yang seksi dan dewasa. Sebagai reaksi dari perasaan kaget, mataku dibuat berkedip beberapa kali. Kenapa dia hanya mengenakan pakaian dalam? Kenapa dia melepas pakaiannya?! Aku tidak mengerti! Jika ada yang bisa memahami situasi ini, tolong jelaskan padaku.
“Tolong kenakan pakaianmu!” kataku sambil berusaha berbicara dengan tenang.
“Terlalu merepotkan. Aku akan tidur seperti ini.”
Tidak ada gunanya kami berdebat di sini, dan akan lebih masuk akal jika aku memintanya untuk pergi ke kamarnya. Dengan pemikiran itu, aku memutuskan untuk mengantar Touka-san ke kamarnya.
“K-Kamu sudah cuci tangan?” tanyaku.
“Sudah. Aku sudah mencuci tanganku dengan benar, jadi tolong usap-usap kepalaku ...”
“Sekarang, ayo kita ke kamarmu sebelum kamu masuk angin.”
Aku mengabaikan permintaannya dan langsung menaiki tangga. Sesampainya kami di kamar tidur, aku membuka pintu dan berkata, “Touka-san, selamat malam.”
“Aku mau tidur denganmu, peluk aku erat-erat,” balasnya.
Apa karena dia sedang mabuk, atau memang dia yang bersikap sangat manja hari ini? Mungkinkah dia sedih karena harus berpisah denganku? Jika itu masalahnya, maka seharusnya aku bersikap lebih lembut padanya.
“Hah .... Tidurlah yang nyenyak, ya ….”
Memikirkan hal itu, aku memeluk erat tubuh lembutnya dengan tangan yang gemetaran. Meski secara samar-samar tercium bau alkohol, tetapi aromanya tetap saja wangi. Aroma yang membuatku nyaman, tetapi tidak merangsangku sama sekali.
“Selamat malam.”
“Ya. Selamat malam.”
Kemudian aku melepaskan tubuh Touka-san dan dia menyelam ke atas ranjang di kamarnya. Aku terlebih dahulu memastikan dia tertidur dan barulah menutup pintu di belakangku.
***
Setelah itu, aku membersihkan kaleng-kaleng sake yang sudah kosong, mengumpulkan pakaian-pakaian yang dilepaskan oleh Touka-san, mandi, mengeringkan rambut, dan kemudian mencoba untuk tidur. Ya, begitulah, tetapi aku tidak bisa tidur sama sekali. Ada tiga alasan mengapa aku tidak bisa tidur. Pertama-tama adalah karena aku makan terlalu banyak sukiyaki sampai perutku kekenyangan. Lalu yang kedua, adegan sebelumnya masih terngiang-ngiang di kepalaku. Benar, sebelumnya aku merasa kuat dan berkata pada diri sendiri bahwa aku tidak terangsang, tetapi sebenarnya semua itu adalah kebohongan semata! Kenyataannya, aku sangat bergairah.
Tidak diragukan lagi, aku pasti sangat bergairah ketika memeluk gadis yang sama dengan orang yang aku cintai! Apalagi, dia mengenakan pakaian dalam yang seksi seperti itu! Kalau ada orang yang tidak terangsang ketika berhadapan dengan hal seperti itu, aku ingin sekali bertemu dengannya.
Namun, tubuh Touka-san sangat lembut, kan?
“Tapi, alasan terbesarku tidak bisa tidur adalah ….”
Alasan ketiga dan terakhir adalah karena besok kami akan berpisah. Memikirkan hal itu, aku tidak bisa tidur sama sekali.
“Aku tidak bisa tidur ….”
Mungkin, mataku benar-benar merah sekarang. Sementara aku mengkhawatirkan hal itu, ada cahaya samar yang masuk ke dalam kamarku yang gelap. Cahaya itu berasal dari koridor, yang berarti ada seseorang yang membuka pintu kamarku. Orang tuaku baru akan kembali lusa. Itu artinya, satu-satunya orang yang bisa membuka pintu tersebut adalah Touka-san atau pencuri. Berdasarkan metode eliminasi di dalam pikiranku, kemungkinan besar itu adalah Touka-san. Jadi, dengan alasan yang tidak jelas itu, aku memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur.
Kemudian, aku mencoba memeriksa dengan penglihatan yang remang-remang untuk mengetahui siapa yang membuka pintu. Namun, seperti yang kuduga, Touka-san berdiri di ambang pintu. Hanya saja, dia tidak mengenakan pakaian dalam seperti sebelumnya, melainkan mengenakan lingerie hitam tipis yang memperlihatkan belahan payudaranya. Pinggangnya begitu ramping dan ada dua tonjolan payudara yang membulat. Mungkin karena penampilannya yang seksi, lengannya yang menjulur dari bahunya terlihat lebih menggoda dari biasanya. Di atas semua itu, ada angka 1 terukir di sekitar payudara kanannya. Rupanya, tanggal telah berubah.
“Ha-kun, kamu belum tidur?”
Mengatakan hal itu, Touka-san membanting pintu dan mengambil satu atau dua langkah ke arahku, memasuki kamarku. Semakin dia mendekat, semakin kuat pula tercium aroma sabun di sekeliling ruangan.
Sial! Baru tadi kamu berbau alkohol, tetapi kenapa sekarang aromamu sangat harum sekarang? Aku kesulitan menelan ludahku. Kemudian, Touka-san duduk dan menatap wajahku. Napasnya menerpa hidungku, membuatku sedikit tergelitik.
“Fufufu ... wajahmu yang seperti inilah yang aku suka.”
Selanjutnya, Touka-san dengan lembut memasuki tempat tidurku. Bahkan teman masa kecilku, Kanako, tidak pernah tidur di tempat tidurku sebelumnya, tetapi orang ini dengan mudahnya masuk begitu saja. Kami saling berhadapan dan jarak antara wajahku dengan wajahnya hanya seukuran kepalan tangan. Kalau saja aku sedikit lebih dekat, aku bisa menciumnya. Tentu saja, jantungku berdegup kencang.
Kenapa Touka-san bisa masuk ke tempat tidurku? Bagaimanapun, aku memutuskan untuk terus berpura-pura tidur dan membiarkan momen itu berlalu. Aku tidak ingin dia tahu kalau aku masih terjaga.
“Ha-kun ….”
“............”
“Terima kasih banyak … telah membantu keluarga kami ….”
─Eh? Keluarga? Apa yang dia bicarakan?
Apakah dia setengah tertidur? Namun kemudian, aku mendengar dia bernapas dalam tidurnya, yang menandakan bahwa dia benar-benar tertidur.
“Aku tidak bisa memintamu kembali ke kamarmu …,” bisikku.
Tidak ada yang bisa kuperbuat, jadi aku memutuskan untuk kembali tidur. Akan tetapi, tentu saja, tidak mungkin aku bisa tidur dalam keadaan seperti itu, dan aku dibuat terjaga sepanjang malam. Lalu, aku mencoba membuka mataku yang terpejam. Di hadapanku, ada seorang wanita yang sedang terbaring di sana, dengan wajah yang sama dengan orang yang aku cintai. Sekarang, aku mengerti alasan kenapa pangeran dalam cerita Putri Salju tiba-tiba mencium gadis yang baru saja ditemuinya. Mungkin, dia merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan sekarang.
“Oh … Aku tidak bisa tidur malam ini.”
Begitulah, malam tanpa tidur pun berlanjut.
***
Kemudian, pagi pun tiba. Kecuali, jika jam dinding itu tidak mati, maka sekarang mungkin pukul enam pagi. Sepertinya, aku hanya sempat tidur selama dua jam. Aku bangkit dari tempat tidur, dan menyadari bahwa Touka-san sudah tidak ada di sana. Kemungkinan, dia terbangun ketika aku sedang tidur dan meninggalkan kamar ini.
Aku meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu. Saat aku memasuki ruang tamu, Touka-san sedang membuat sarapan dengan gerakan yang cepat.
“Selamat pagi.”
“Selamat pagi, Ha-kun.”
Wajah Touka-san memerah. Apakah dia masih mabuk? Atau karena malu dengan perilaku buruk yang dia lakukan kemarin? Apapun itu, aku harus memberitahunya.
“Touka-san …,” panggilku.
“Y-Ya, ada apa?” jawabnya gugup.
“Apapun yang terjadi, jangan minum di depan umum, ya?”
“Y-ya!
Bahu Touka-san merosot saat mendengar kata-kataku, dan masih terlihat sedikit sedih tentang hal ini.
“Janji, ya?”
“Aku akan mengingatnya ….”
“Jadi, bagaimana dengan mabukmu?”
“Tidak ada masalah. Aku baik-baik saja, jadi tolong jangan menatapku dengan pandangan khawatir seperti itu. A-Aku minta maaf. Aku sangat menyesalinya ….”
Dengan suara yang hampir hilang, dia meminta maaf. Sepertinya dia sudah menyesalinya dan aku juga sudah memaafkannya.
“Yah, aku senang kamu sudah tidak mabuk lagi. Ada yang ingin aku minta Touka-san lakukan hari ini.”
“Aku?”
Benar, hari ini dia punya tugas penting. Aku tidak bisa membiarkan dia kembali ke masa depan sebelum dia menyelesaikannya.
“Touka-san, maukah kamu menikah denganku hari ini?”
***
Kemudian, setelah waktu makan siang. Natsumi-san dan aku menunggu di luar ruang perawatan. Kenapa kami duduk di bangku di koridor? Karena kami akan mengadakan upacara pernikahan kecil-kecilan di ruang perawatan Natsumi-san. Oh iya, ruangannya sekarang sedang digunakan oleh Touka-san untuk berganti pakaian dengan gaun pengantinnya. Tujuan dari kunjungan Touka-san kali ini adalah untuk mengabarkan pernikahannya kepada Natsumi-san.
Aku pikir dia mungkin berencana untuk menunjukkan kepada Natsumi-san video pernikahan yang sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Akan tetapi, terjadi suatu kesalahan. Dengan beberapa alasan yang tidak diketahui, smartphone merah Touka-san mengalami kerusakan, sehingga dia tidak bisa menunjukkan video pernikahan itu padanya. Aku sempat berusaha keras memperbaiki smartphone tersebut, tetapi sayangnya tidak ada yang bisa kulakukan dengan pengetahuanku yang sekarang. Sebagai gantinya, aku memutuskan untuk mengadakan upacara pernikahan di depan Natsumi-san hari ini. Yah, meskipun dibilang pernikahan, aku pikir ini hanya akan menjadi sesi pemotretan Touka-san dengan gaun pengantinnya.
“Oh, tidak! Hakuma-kun, kamu adalah laki-laki yang tampan, ya! Terima kasih banyak telah mengatur pernikahan hari ini untukku!” teriak Natsumi-san.
Natsumi-san sangat senang melihat Touka-san mengenakan gaun pengantinnya. Dia masih bisa mengucapkan banyak kata-kata ringan ketika berbicara, tetapi warna kulitnya jelas lebih buruk dan tubuhnya pun semakin kurus dari sebelumnya. Dia masih bisa berjalan dengan normal, tetapi aku tidak berpikir bahwa kondisinya akan membaik. Walaupun, aku tidak ingin memikirkannya, tetapi berapa lama lagi dia masih bisa hidup?
(TLN: Sad, dah ….)
“............”
“Hm? Ada apa dengan wajah seriusmu itu?”
“Serius, aku ragu apakah aku benar-benar akan bahagia.” Aku mengatakan isi pikiranku dengan jujur.
“Menurutku … mungkin akan rumit bagi sebagian orang untuk membicarakan apa yang terjadi setelah mereka meninggal. Tapi, setidaknya bagiku, rasanya campur aduk, sih ...”
Jika itu adalah cerita tentang seratus atau dua ratus tahun di masa depan, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun, ketika membicarakan tentang masa di mana dia sendiri sudah tiada dalam beberapa tahun lagi, itu membuatku merasa cukup pilu …. Kendatipun demikian, acara pernikahan ini adalah sesuatu yang patut dirayakan. Memikirkan hal itu, aku bertanya-tanya apakah yang kulakukan hari ini benar-benar untuk kepentingan Natsumi-san.
“Hakuma-kun, terlepas dari penampilanmu … kamu adalah anak yang sangat perhatian.”
“Apa itu pujian?”
“Aku hanya mengatakan dengan jujur apa yang aku pikirkan. Yah, bohong rasanya jika aku tidak merasa sedih, sih. Kalau bisa, aku ingin melihat pernikahan Touka-chan dengan mataku sendiri. Aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahannya secara langsung dengan mulutku sendiri ….”
“Mungkinkah … tindakanku padamu ini sangat kejam?”
“Menjadi sangat perhatian juga merupakan hal yang bagus, tahu? Malah sangat bagus, tapi kamu akan mendapatkan sebuah lubang di perutmu.”
(TLN: Pesan moralnya, perhatian dan peduli itu sangat bagus, tetapi jika berlebihan itu akan berdampak buruk pada diri sendiri, yang diibaratkan oleh Natsumi-san dengan kata-kata, sebuah lubang di perutmu.)
“Aku tidak suka itu …,” jawabku.
“Kalau begitu, carilah seseorang yang akan menjagamu dengan baik. Lebih baik lagi memiliki seseorang yang mau bersikap baik dan bersedia mendengarkan keluhanmu ketika kamu merasa lemah.”
“Aku akan mengingatnya.”
“Memang harus begitu.”
“Oh, ya. Terima kasih untuk dagingnya. Rasanya sangat lezat!” Aku membungkuk pada Natsumi-san dan berterima kasih padanya.
“Apa itu? Apa itu? Itu adalah hadiah perpisahan untuk Touka-san, yang akan kembali ke masa depan. Tapi lebih dari itu, aku akan sangat merindukannya ….”
“Aku juga akan merindukannya.”
Kebohongan besar jika aku bilang bahwa aku tidak akan merindukan Touka-san.
“Tetap saja, dia punya tempat di mana dia harus pulang. Itu adalah hal yang luar biasa ….”
“Ya, benar.”
Oleh karena itu, aku ingin mengantar kepergiannya dengan senyuman.
“Nah, bagiku, akhirnya aku bisa terbebas dari semua omong kosong romansa itu.”
“Ha-ha-ha-ha …. Jadi kamu tidak melakukan apa-apa selain menggerutu?” tanyaku heran
“Ya, dia selalu membual tentang suaminya. Yah, sepertinya ada yang lebih dari itu ….”
Entah kenapa, Natsumi-san menatapku.
“Terima kasih,” lanjutnya.
“Kenapa kamu berterima kasih padaku?” Dia menggenggam erat tanganku dengan tangannya.
“Pokoknya, terima kasih atas semuanya ….”
“Apanya …?” aku kebingungan.
Saat kami sedang melakukan percakapan ini, terdengar langkah kaki ringan seorang anak kecil yang muncul di hadapan kami. Dia adalah anak perempuan yang sebelumnya membawa buku bergambar di ruang perawatan itu. Dia tersenyum dan menunjukkan sesuatu kepada kami.
“Natsumi Onee-chan! Aku sudah menyelesaikan puzzlenya!”
Sesuatu yang dia tunjukkan kepada kami adalah sebuah puzzle. Ya, sebuah puzzle karakter terkenal yang bisa ditemukan di mana saja. Namun, meski gadis itu sangat senang karena telah berhasil menyelesaikannya, tampak jelas masih ada satu bagian yang hilang.
“Ada satu bagian yang hilang, kan?”
Walaupun ragu, aku tetap menunjukkan kepada gadis itu bahwa puzzle tersebut belumlah selesai. Akan tetapi, gadis itu tersenyum dan berkata kepadaku, “Karena aku kehilangannya, maka ini sudah selesai! Atau bisakah Onii-chan melakukan trik sulap untuk mengeluarkan sisa potongannya?”
“Maaf, aku bukan penyihir, jadi aku tidak bisa mengeluarkan potongan yang hilang.”
“Oh, begitu,” balasnya. “Onee-chan, terima kasih karena selalu membacakan buku untukku. Ini untuk bunga matahari yang kamu berikan kemarin!”
Gadis itu memberikan puzzle tersebut kepada Natsumi-san.
“Terima kasih.”
“Iya!”
Setelah puas dengan senyuman Natsumi-san, gadis itu melayang kembali ke tempat asalnya. Natsumi-san menatap puzzle yang belum terselesaikan itu dengan ekspresi penuh cinta.
Kemarin, aku berbincang-bincang santai melalui telepon dengan nenekku, yang sedang terbaring di tempat tidur karena cedera punggungnya. Melalui telepon, suaranya selalu terdengar ceria. Dia senang dengan kabar baik tentang keberadaan cucu-cucu barunya. Di akhir percakapan, nenekku bergumam, 'Seandainya saja kakekmu bisa melihat cucu-cucu barunya nanti’. Mendengar kata-katanya, membuatku merasa sedih.
Seandainya kakekku masih hidup, dia pasti akan menangis bahagia karena melihat kelahiran keluarga baru kami. Seandainya kakekku masih hidup, dia akan sangat senang melihat aku yang sudah tumbuh dewasa. Seandainya dia masih hidup, akankah dia merasa senang melihat trik sulapku? Aku membayangkan hal yang mustahil seperti itu. Aku yakin Touka-san juga merasakan hal yang sama sepertiku, di mana orang yang paling diharapkan ucapan selamatnya, justru sudah tidak ada lagi di sisi kita. Dalam artian tertentu, itu mungkin sebuah kutukan ….
“—Jawaban dari pertanyaanmu tadi …”
“Eh?”
“Aku berbicara tentang perasaan campur aduk saat mengetahui apa yang terjadi setelah meninggal dunia—”
“............”
“—Gadis itu, dia akan menjalani operasi yang sulit dalam beberapa bulan ke depan. Ya, operasi yang bisa saja membunuhnya jika gagal.”
“Aku tidak tahu tentang itu ….”
“Pada saat hasilnya diketahui, aku mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku hanya bisa khawatir,” katanya. “Kemudian, Touka-chan datang dari masa depan berkata bahwa operasinya akan berhasil. Ya, enam tahun dari sekarang, dia masih akan baik-baik saja dan bersekolah di sekolah dasar.”
“Oh, begitu.”
“Jujur saja, itu sangat membuatku kebingungan. Tapi, bidadariku telah membawakanku kabar gembira dari masa depan. Itu saja sudah cukup bagiku.”
Dia adalah orang yang luar biasa, benar-benar luar biasa. Bahkan, pada saat seperti ini, dia masih mampu mendahulukan masalah orang lain di atas masalahnya sendiri. Itulah mengapa, aku tidak bisa berhenti kagum melihat orang yang hebat ini.
“Onee-san, kamu terlalu perhatian kepada orang lain. Kamu bakalan mendapatkan lubang di perutmu, lho.”
“Fufufu .... Aku harus berhati-hati, ya.”
Aku tidak akan pernah melupakannya. Percakapan yang aku lakukan dengannya hari ini. Aku tidak akan pernah melupakan paras cantiknya yang kelihatan bahagia saat berada di sampingku.
“Yah, aku masih memiliki banyak penyesalan, tapi aku berharap aku bisa menjadi penulis buku bergambar dan membacakan buku-bukuku kepada para malaikat kecil.”
“Jadi, impianmu adalah menjadi penulis buku bergambar?” tanyaku memastikan.
“Benar. Meskipun begini, aku masih mendapat nilai terbaik di bidang seni di sekolah!”
“Aku juga ingin membacanya ….”
Aku tidak bisa mengatakan kepadanya, ayo buat buku bergambar sekarang. Karena, Natsumi-san sendiri sangat memahami kondisi tubuhnya sendiri. Lalu, lebih dari segalanya, dia pasti menyadari bahwa dia tidak punya waktu untuk berkarya.
“—Aku sudah siap.”
Aku mendengar suara Touka-san dari kamar perawatan. Mungkin salah dengar, tetapi suara Touka terdengar agak bergetar.
“Oh! Aku harus melihat penampilan cantik bidadariku dengan mataku sendiri! Hei, Hakuma-kun ... ikuti aku!”
“Baiklah.”
Lalu, kami membuka pintu kamar Natsumi-san.
“—Kyaaaaaaaaa! Itu dia! Sang bidadari telah turun!”
“Natsumi-san, berisik!”
“Nee-san, jangan berisik!”
Kami memperingatkan dia tentang matanya yang berbinar-binar dan suaranya yang keras. Dia akan batuk lagi jika terlalu bersemangat. Yah, kurasa Natsumi-san tidak bisa menahan dirinya, karena Touka-san yang mengenakan gaun pengantinnya benar-benar memiliki daya penghancur yang tidak terduga.
“Uuuuhh …. Kalian ternyata sangat serasi. Dan yang lebih penting lagi …. Woah! Uwaaa! Ini benar-benar gaun pengantin!”
Aku merasa bernostalgia saat melihatnya, teringat saat melihat Touka-san yang mengenakan gaun pengantinnya ketika berada di ruang tamuku, aku sangat terkejut sampai kehilangan kekuatanku. Adapun Touka-san, dia sangat gugup dan malu-malu. Aku kira, menunjukkan penampilan cantiknya di hadapan kakaknya, terasa jauh lebih istimewa sekaligus memalukan baginya.
“Ngomong-ngomong, apa kamu masih akan memakai hoodie itu, Hakuma-kun?”
“Untuk jaga-jaga, di dalam topi sutra ini, ada tuksedoku,” kataku sambil menunjukkan bagian dalam topi pada Natsumi-san.
“Tidak ada apa-apa di dalamnya.”
Lalu, dari dalam topi sutra itu, aku mengeluarkan sebuah tuksedo.
“Oh! Ini trik sulap, sebuah trik sulap!” Natsumi-san terkejut melihat tuksedo yang keluar dari dalam topi sutra itu. Kemudian, aku langsung menuju ke tirai di dekat jendela.
“Hakuma-kun, kamu lupa membawa tuksedomu.”
“Ups, permisi. Lihat, Tuksedo-kun, kemarilah!”
Aku memerintahkan tuksedo itu untuk mendatangiku.
“—Eh? Eeh? Eeeeeeh? Tuksedonya melayang!”
Seperti yang dikatakan Natsumi-san, tuksedo itu melawan gravitasi dan melayang di udara. Kemudian, aku memberi isyarat agar tuksedo itu mengambang.
“Whoa! Oh, whoa! Hakuma-kun, kamu adalah orang yang bisa mengendalikan pakaian!”
“Yah, mungkin karena aku adalah siswa yang agak aneh di sekolah, aku jadi pandai membuat benda-benda melayang.”
Aku menangkap tuksedo yang datang ke arahku dan bersembunyi di balik tirai. Kemudian—
“Ta-da-da-da!”
“Oh! Sekarang ini adalah trik, sebuah trik sulap! Dalam hitungan detik, kamu langsung berganti pakaian menjadi tuksedo!”
Natsumi-san bertepuk tangan. Ini adalah pertama kalinya aku melakukan trik sulap ini, tetapi kalau bisa membuat orang lain sebahagia ini, maka mencobanya adalah keputusan yang tepat.
“Fufufu … Nee-san, suamiku luar biasa, kan?”
“Memang, itu adalah trik yang sempurna.”
Itulah akhir dari sulapku. Adapun, bintang hari ini adalah Touka-san dan Natsumi-san. Aku berkata, dan mengeluarkan sebuah smartphone putih dari sakuku.
“Sekarang, ayo berdirilah berdampingan, kalian berdua. Aku akan mengambil fotonya.”
Mendengar perkataanku, Touka-san berjalan goyah dan kemudian berdiri di samping Natsumi-san. Aku merasa Touka-san terlihat seperti Himegi-san hari ini. Mungkin di depan kakaknya, dia kembali menjadi dirinya yang dulu.
“Aku akan mengambil fotonya. Ya, kataka ‘cheese’!”
Terdengar suara rana yang berderak.
“Touka-san, wajahmu kaku. Sekarang coba berlutut, supaya aku bisa mengambil foto dari posisi mata yang sama.”
“Uh-huh.”
Seperti yang aku instruksikan, Touka-san berlutut.
“Bagus. Ya, ayo sama-sama tersenyum dan katakan …. cheese!”
Bidikan foto mereka berdua ini merupakan suatu keajaiban. Kakak-beradik yang hidup di masa yang berbeda, tetapi bisa melampaui waktu dan mengukir kenangan bersama. Sejujurnya, aku sangat senang bisa membawa Touka-san bersamaku hari ini.
“Hakuma-kun, Touka-chan, terima kasih. Onee-chan, sangat bahagia sekarang.”
“Natsumi-san ….”
“Ngomong-ngomong, aku belum melihatmu menciumnya.”
““Apa?”“
“Tentu saja, kamu akan menciumnya, kan?”
Wajah Natsumi-san terlihat seperti seorang anak nakal.
“H-Hei, Nee-san! Itu agak …. “
“Eeeeeeetsss!” Natsumi-san menyela, “Berbicara tentang pernikahan, maka ada yang namanya ciuman sumpah! Nah, Onee-chan ingin melihat kalian berdua berciuman! Jika aku tidak melihatnya, aku akan bergentayangan di dunia sebagai hantu.”
Aku merencanakan semua ini hanya untuk melakukan sesi foto. Aku tidak menyangka Natsumi-san akan memanfaatkanku.
“Dengar, sekarang aku yang akan mengambil foto kalian.” Mengatakan hal itu, Natsumi-san mengambil smartphone-ku.
“Kalian berdua, jangan terlalu dekat denganku.”
Ini adalah situasi di mana aku tidak bisa menolak.
“Mau bagaiamana lagi. Ha-kun, cium pipiku ….”
“Heee?”
“Cepatlah,” kata Touka-san.
Aku merasa seperti terseret dengan pasrah oleh suasana, tetapi tidak ada yang salah dengan hanya mencium di pipi. Kemudian, dengan tangan gemetar, aku memegang bahu Touka-san yang ramping dan langsing. Adapun, bentuk bahu dan tulang selangkanya kelihatan jelas menonjol, semuanya sama dengan yang dipunyai Himegi-san. Namun, ini bukan perselingkuhan, kan? Ciumanku juga di pipi, bukan di mulutnya, jadi aman, kan?
Kemudian, aku menempelkan bibirku yang gemetar ke pipi kanannya dan menciumnya dengan lembut. Lembut, sangat lembut. Apakah ini sensasi dari pipinya Himegi Touka? Di sisi lain, wajahnya begitu merah padam. Hari ini, adalah pertama kalinya aku melihat Touka-san dengan ekspresinya yang tersipu seperti itu.
“Kalau begitu, Touka-chan, bisakah kamu mencium Hakuma-kun kali ini?”
““Eh?”“ Sekali lagi, kami serentak terkejut.
“Kalian tidak ingin arwah Onee-chan ini bergentayangan, kan?”
(TLN: Astaga ngancam wkwk.)
Natsumi-san tersenyum pada kami dan mengancam kami. Kami harus bersikap tenang padanya dan menuruti permintaannya.
“Touka-san ….”
Aku sempat ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian aku memutuskan untuk bersabar dan menawarkan pipi kiriku kepada Touka-san.
“Umm, baiklah ….”
Touka-san sedikit bingung, tetapi dengan lembut mencium pipi kiriku. Kemudian, saat sensasi sentuhan lembut itu meninggalkan pipi kiriku, aku menatap wajahnya yang tersipu malu. Tidak ada sosok seperti Onee-san yang tenang di sana, hanya ada seorang gadis muda yang lugu.
“Aku sudah menciummu berkali-kali, Ha-kun, tapi yang kali ini … terasa menyegarkan,” katanya seperti itu.
Mungkin, untuk mendinginkan wajahnya yang terbakar, atau menutupi rasa malunya, Touka-san mengipas-ngipaskan kedua tangannya ke wajahnya. Aku yakin wajahku juga semerah wajahnya sekarang. Lagi pula, manusia adalah makhluk yang aneh. Hanya dengan ciuman di pipi saja sudah membuat wajah seseorang terasa panas.
“Kukukuku … aku telah mengambil beberapa foto yang menarik.”
Natsumi-san mengembalikan smartphone-ku dengan raut wajahnya yang jahil. Di layar smartphone itu, ada fotoku dan Touka-san dengan wajah yang sangat merah, sampai-sampai jika ada orang yang melihatnya, mereka pasti akan mengira itu adalah balon yang berwarna merah. Kalau dipikir-pikir, wajahku benar-benar panas sekarang dan sepertinya sudah semerah wajah Touka-san.
“Aku akan pulang duluan …. Selebihnya, kalian berdua bisa bersantai.”
“Terima kasih, Ha-kun. Aku akan pulang nanti, jadi tetaplah di rumah.”
“Baiklah,” jawabku. “Touka-san ….”
Aku mengira aku harus mengucapkan salam perpisahan dengan Touka-san di sini, tetapi sepertinya dia akan pulang.
Aku merasa kasihan kepada Natsumi-san, tetapi sejujurnya aku senang karena Touka-san bisa menghabiskan sisa-sisa waktunya bersamanya.
“Touka-san, kuharap kamu tidak lagi memiliki penyesalan ….”
“Ya, terima kasih.”
Aku mengganti pakaianku, bertukar sapa dengan Natsumi-san, dan meninggalkan ruang perawatan ini.
***
TOUKA’S POV
“Dia anak yang baik, kan?”
“Ya. Aku bangga padanya.”
“Oh, begitu. Jagalah dia baik-baik, Touka-chan.”
Selama enam tahun ini, aku telah belajar tentang beratnya tanggung jawab. Ya, aku sudah dewasa. Aku mencintainya dan aku harus bertanggung jawab atas cinta itu.
“Jangan khawatir. Aku siap menghadapinya.”
“Kamu sudah menjadi orang yang kuat, ya.”
“Ya, karena aku sekarang sudah menjadi seorang istri.”
“Aku akan merindukanmu, tahu?” katanya lirih.
Tentu, aku juga akan sangat merindukanmu. Karena ketika aku kembali ke duniaku, kamulah satu-satunya yang tidak ada di sana.
“Nee-san, kamu mau nonton film?”
Aku mengeluarkan sebuah kotak DVD dari dalam tasku.
“Natsumi Nee-san, bukalah.”
“Ya? Kamu ingin aku membukanya?” balasnya bingung.
“Ya, kamu harus membukanya.”
Dia terlihat sedikit bingung, tetapi mengikuti instruksiku dan membuka kotak DVD itu.
“—Oh! Ini sekuel dari film yang aku dan Touka-chan tonton terakhir kali?”
Di dalam DVD tersebut terdapat disk sekuel film yang aku tonton bersama kakakku enam tahun yang lalu. Ya, itu adalah sekuel terakhir dari film yang kami tonton bersama-sama.
“Kamu bilang ingin menonton sekuelnya, kan? Ini, aku akan meminjamkan bahuku, ayo kita duduk di sofa.”
“Eh? Aku, mengatakan hal seperti itu?”
Memang benar. Tapi, bukan kamu yang sekarang, melainkan kamu yang hidup di masa yang sama denganku.
‘Aku yakin akan ada sekuelnya …,’ itulah yang kamu gumamkan saat kredit akhir film diputar.
Aku sempat merasa bersalah, karena telah melakukan kesalahan dalam memilih film yang akan kami tonton. Aku telah melihat pratinjau film tersebut sebelumnya dan memutuskan bahwa film itu berakhir dengan baik dan tidak akan ada sekuelnya lagi, tetapi kakak perempuanku itu secara naluriah tahu bahwa akan ada kelanjutan dari cerita tersebut. Prediksinya pun tepat, dan beberapa tahun kemudian, sekuel film tersebut dirilis. Ya, nalurinya benar-benar tajam.
“Tapi, kamu sudah tahu akan ada sekuelnya, kan?”
“Ya, sepertinya prediksiku benar.”
Kemudian, kami memasukkan disk ke dalam pemutar dan menonton TV.
“Ini sebuah keajaiban, kan? Kamu sudah menontonnya, Touka-chan?”
“Tidak, aku belum melihatnya. Aku merasa sangat menyesal dan tidak pernah berniat untuk menontonnya.”
Aku tidak sanggup melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh Natsumi Nee-san. Itulah sebabnya aku telah menghindarinya begitu lama. Aku mensugesti diriku sendiri bahwa hal-hal seperti itu tidak ada di dunia ini.
“Oh, begitu. Kamu tidak harus sekeras itu, lho …,” katanya pelan.
Setelah itu, gambar pun muncul di layar TV. Tidak pernah kusangka, akan tiba hari di mana kami akan menonton film dan duduk berdampingan lagi. Di layar, tokoh-tokoh yang kami lihat hari itu bergerak dengan gembira. Karakter awet muda dan abadi yang tidak akan pernah menua. Kehidupan di mana, kamu selalu bisa kembali ke masa lalu dan kembali ke adegan yang sama. Bahkan, aku merasa sedikit iri pada mereka. Aku sempat berpikir untuk tinggal di dunia tertutup seperti mereka.
Sejujurnya, isi film itu tidak masuk ke dalam pikiranku. Karena, aku punya hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan daripada menonton film.
“Hmm? Ada apa?”
“Bukan apa-apa, kok.”
Tangan Nee-san, begitu kurus. Bahunya, begitu kecil. Lalu wajahnya, tidak pernah terlihat begitu lemah seperti sekarang ini. Rambutnya juga … benar, dahulu dia memiliki rambut hitam nan indah, yang membuatku amat cemburu, tetapi sekarang …. Akan tetapi, tatkala menatap layar, jauh di dalam matanya masih berbinar dengan kegembiraan seperti dahulu. Ah, itulah senyumannya yang aku sukai. Senyuman yang selalu menyelamatkanku.
Kita adalah saudara perempuan yang sangat berbeda. Aku ingin sekali menjadi sepertimu. Ingin menjadi seorang gadis lugu dan ceria sepertimu. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum, dan seseorang yang bisa dengan mudahnya tersenyum. Aku ingin menjadi matahari sepertimu, menjadi sosok yang bisa menerangi dan membuat orang lain bahagia.
Kamu mengajarkan aku kebencian, tetapi tidak lupa menghadirkan betapa indahnya impian. Kamu turut mengajarkanku cinta, meski tidak menghindarkanku dari rasa takut. Kamu memberiku ikatan, sekaligus menciptakan rasa sakit yang tidak akan pernah terputuskan. Kamu memberiku berkat, meski meninggalkankanku dengan dosa-dosa. Kamu pergi dengan senyuman yang penuh kasih—dan pada akhirnya kamu kembali menjadi tanah.
Dua jam pun berlalu dalam sekejap mata, dan tayangan kredit diputar di layar TV.
“Hmm. Kurasa, sekuelnya adalah film yang biasa-biasa saja. Ya, bagian pertamanya jauh lebih menarik.”
“Fufufu ... Nee-san bohong, dah. Katakan saja kalau itu bagus.”
“Maaf, maaf. Karena aku ingin menjadi seorang kreator, aku punya prinsip untuk tidak akan pernah mengorbankan kualitas karyaku.”
“Ya. Memang begitulah seharusnya Natsumi Nee-san ….”
“Terima kasih. Aku senang masih bisa menonton film ini. Ya, aku benar-benar merasakannya di hatiku.”
“Aku juga senang bisa menontonnya bersamamu untuk terakhir kalinya.”
“Touka, akan seperti apa dunia ini enam tahun dari sekarang?”
“Itu adalah dunia yang indah. Dunia yang sangat indah. Aku bahkan ingin menunjukkannya padamu.”
Ya, dunia enam tahun dari sekarang akan menjadi dunia di mana semua orang tertawa. Dunia di mana semua orang bahagia.
“Begitu, ya ….”
Aah, aku ingin sekali membawanya pulang. Jika aku bisa membawa orang ini pulang ... betapa bahagianya aku? Pasti itu akan jaug lebih bahagia dan indah daripada sekarang.
“Aku juga ingin melihatnya … Tapi sayangnya, aku tidak bisa pergi ke sana.”
“Ya. Maaf, maafkan aku. Aku tidak bisa membawa Natsumi Nee-san bersamaku,” tangisku.
“Jangan menangis, Touka. Onee-chan tidak suka melihat wajahmu menangis … oke?”
“Maafkan aku. Maaf. Maafkan aku ….”
Dengan lembut, dia memelukku. Aku tahu betul siapa pemilik dari lengan yang kurus ini. Dialah kakakku yang selalu memelukku di kala aku sedih dan menangis.
“Astaga …. Kamu sudah lebih tua dariku, tapi kamu masih saja cengeng dan manja, ya ….”
“Ugh, ugh …. Hei, Nee-san! Jangan mati, kumohon jangan mati!” pintaku.
“Maafkan aku. Touka, aku benar-benar minta maaf. Aku sangat ingin bisa hidup lebih lama dengan kalian, tapi itu tidak mungkin.”
“Ugh. Aku punya sesuatu yang harus kuminta maaf padamu.”
“Tentang apa? Aku akan memaafkanmu sekarang ….”
“Aku … terlalu takut untuk pergi. Aku lari dari pemakaman … aku takut, amat sangat takut melihat Nee-san yang menjadi tulang-belulang!”
Aku tidak ingin mengakuinya. Aku tidak bisa mengakuinya. Karena kenyataannya, dia hanya punya waktu 20 tahun untuk hidup. Dia punya impian menjadi seorang penulis buku bergambar. Dia memiliki seseorang yang dia cintai. Dia bahkan tidak bisa masuk ke universitas yang diinginkannya. Dia punya banyak hal yang ingin dia lakukan. Namun, semua itu direnggut darinya tanpa izin. Aku berpikir bahwa hal yang tidak masuk akal seperti itu tidak boleh dibiarkan. Kami membencinya dan mengaggap itu sebagai diskriminasi. Aku mengutuknya sebagai hal yang tidak adil. Itulah sebabnya, aku tidak bisa mengantarkan jasad Nee-san untuk dikremasi karena alasan yang bodoh itu.
Namun, ternyata aku salah. Aku meyakinkan diriku sendiri dengan logika yang konyol, lalu lari dari kenyataan. Aku begitu bodoh, sangat bodoh sampai ke intinya. Pada saat aku menyadarinya, semuanya sudah terlambat. Aku sudah berada di tempat di mana aku tidak bisa kembali.
“Jadi begitu, ya ... kamu sudah begitu lama menderita. Onee-chan-mu ini, tidak akan membenci atau mendendam hanya karena Touka tidak menghadiri pemakaman.”
“Uhh, uuu … uuuu. Maafkan aku, maaf ….”
“Kalau kamu akan berakhir menyesal, kenapa kamu tidak pergi saja? Sungguh, bahkan Onee-chan juga akan menangis, lho ….”
“Maafkan aku. Nee-san, aku minta maaf.”
Kakakku terus menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut. Di saat itu, aku merasakan rindu akan tindakannya. Itu adalah kehangatan yang tidak akan pernah kembali kurasakan.
***
“Nih, bersihkan hidungmu ….”
“Sniff. Maafkan aku.”
“Berapa kali kamu harus meminta maaf?”
Laksana hujan yang pasti akan berhenti, maka manusia juga tidak bisa menangis selamanya. Memang menyedihkan untuk mengatakannya, tetapi beberapa jam adalah batas bagi manusia untuk menangis.
“Ini yang terpanjang. Setidaknya sejauh yang aku tahu ….” Natsumi Nee-san menatap jam dengan ekspresi kagum.
Sepertinya aku sudah menangis selama hampir dua jam.
“Pada hari Natsumi Nee-san meninggal, aku menangis selama lima jam ….”
“E-Eh serius? Entah kenapa, aku mulai merasa menyesal karena meninggal dunia ….”
“Maafkan aku ….”
“Daaaah! Tidak ada lagi yang namanya putus asa mulai sekarang! Ngomong-ngomong, Touka-chan, bisakah kamu mengambilkanku puzzle yang ada di atas meja?”
“Bisa.”
Aku mengambil puzzle itu dan menyerahkannya padanya.
“Touka, puzzle ini tidak punya cukup potongan untuk melengkapinya.”
“Benar.”
“Tapi, menurut Touka, apakah puzzle ini tidak berharga?”
“Aku tidak tahu.”
“Menurutku ini sangat berharga. Karena … hidup itu seperti puzzle ini sendiri, kan? Saat kamu hidup, kamu pasti akan selalu kehilangan sesuatu. Ketika kamu kehilangan sesuatu, biasanya akan menjadi seperti puzzle yang belum selesai ini. Tapi puzzle ini, dibuat dengan sungguh-sungguh oleh sahabatku. Aku merasa, bahwa ada nilai di dalamnya.”
“............”
“Hidup Touka pun sama seperti puzzle ini. Meskipun kamu kehilangan potongan diriku, kamu harus tetap menatap ke depan dengan ikhlas dan teguh. Jadi, aku berharap semuanya melakukan yang terbaik.”
Sambil mengatakan ini, dia mengulurkan jari kelingkingnya ke arahku.
“Ayo, janji jari kelingking.”
Aku mengaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya.
“Janji jari kelingking!” ucapnya.
“Jika berbohong …,” kataku ragu.
“Aku akan mengutuk suami Touka.”
“Eh?”
“Janji sudah dibuat!”
“Eh, T-Tunggu! Jangan lakukan itu ….”
“Tidak! Lain kali jika aku muncul di hadapan kalian, aku akan berubah menjadi roh jahat dan mengutuk Hakuma-kun!”
“Aku memang … membencimu … Nee-san!”
“Fufufu .... Ayo, Cinderella, kamu harus menemuinya sebelum keajaiban jam 12 sirna.”
Baiklah. Aku juga belum berterima kasih padanya di dunia ini.
“Ya. Selamat tinggal, Natsumi Nee-san.”
“Touka, kita tidak akan bertemu lagi, tapi ....”
Dengan gerakan lemah, dia menepuk dadaku.
“Aku akan berada di sini …. Bahkan jika aku mati, aku akan selalu ada di hatimu.”
“Ya ….”
Kami pun saling bertukar senyuman. Sayang sekali, tetapi waktuku bersamanya telah berakhir. Kemudian, aku bangkit dari sofa dan berganti pakaian dari gaun pengantin ke pakaian biasaku yang ada di dalam tas.
“Touka,” panggilnya.
“Ada apa?”
“Selamat atas pernikahanmu. Touka yang mengenakan gaun pengantinnya adalah hal terindah yang pernah kulihat.”
Kakak perempuanku kembali tersenyum, yang kubalas juga dengan senyuman. Senyumnya itu, benar, dia adalah matahari yang senantiasa kucintai.
“Terima kasih ….”
“Jangan terlalu sering bertengkar. Lagian, Touka sangat keras kepala, kan.”
“Aku akan baik-baik saja.”
“Sampai jumpa, Touka.”
“Sampai jumpa, Nee-san.”
Aku senang terlahir sebagai adikmu.
Dengan begitu, aku berpaling darinya. Meskipun aku tahu ini adalah perpisahan kami untuk selamanya.
***
Pukul dua puluh lebih saat Touka-san pulang. Tentu saja, dia telah berganti dari gaun pengantinnya ke pakaian kasualnya. Ya, dia mengenakan gaun rajut abu-abu yang dibelinya saat di pusat perbelanjaan. Ketika melihatnya, aku merasa seperti bernostalgia. Anehnya, meskipun belum sampai sebulan, tetapi rasanya sudah lama sekali.
Adapun mata Touka-san, merah dan sedikit bengkak. Tanpa perlu dijelaskan, aku sudah tahu bahwa dia baru saja habis menangis hebat. Namun, aku bisa menyadari bahwa ekspresinya ceria, atau lebih tepatnya dia merasa lega. Sepertinya dia telah melakukan apa yang harus dia lakukan. Sembari mengasumsikan hal itu, aku mengelus dadaku. Aku yakin bahwa semua lukanya telah disembuhkan oleh kakak perempuannya.
Kemudian, kami bergantian untuk mandi dan makan malam bersama seperti biasa. Untuk makanan terakhir kami, aku memutuskan untuk membuat nasi kari. Mengingat dia telah menemani kami selama hampir satu bulan, dan sebagai ucapan terima kasih terakhirku, aku mencari resep di smarthpone-ku, lalu memasak untuk pertama kalinya setelah aku tiba di rumah. Touka-san sangat senang ketika melihat nasi kari yang aku buat, dan menyantapnya dengan lahap.
Kemudian, kami pun menyantap makan malam terakhir bersama. Saat kami selesai makan dan mencuci piring, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Dalam dua jam lagi dia akan pergi dari dunia ini. Bohong rasanya, jika aku mengatakan bahwa aku tidak akan merindukannya, tetapi dia memiliki jalan hidupnya sendiri, begitu juga aku. Jadi, kami hanya akan berjalan di jalan yang sama sampai hari ini saja.
Kami memilih untuk menghabiskan waktu-waktu terakhirnya di kamarku. Dia mengatakan bahwa dia telah terbebas dari hukuman dan akan memberitahuku tentang apa saja yang terjadi di masa depan. Namun, aku dengan sopan menolak tawarannya. Memang, itu adalah tawaran yang menggiurkan, tetapi aku ingin merasakan sendiri pengalaman hidup dengan orang-orang yang aku sayangi di masa sekarang, sedikit demi sedikit. Selain itu, aku yakin bahwa masa depan yang akan aku jalani akan berbeda dengan masa depan yang telah dia jalani.
Faktanya, di dunia ini, aku berpapasan dengan Natsumi-san, yang tidak akan pernah aku temui. Jadi, bagiku, dunia Touka-san akan menjadi dunia yang bersifat ‘What If’ (Seandainya). Benar, itu adalah dunia ‘Seandainya’ yang serupa tetapi memiliki perbedaan. Jadi, daripada membicarakan tentang masa depan “What If” itu, aku memutuskan untuk membicarakan dengannya tentang peristiwa bulan ini, dan bercerita tentang impianku untuk masa depan, yang tidak pernah diketahui oleh Touka-san maupun aku.
“Bulan ini sangatlah berkesan.”
Bagaimanapun juga, saat aku pulang ke rumah seperti biasa, ada seorang wanita yang mengenakan gaun pengantin sedang duduk di ruang tamu. Ditambah lagi, karena orang dari masa depan ini adalah orang yang aku sukai, dan mengaku sebagai istriku, maka sulit bagiku untuk tidak terkejut.
“Perasaanku, separuh bernostalgia, dan separuhnya lagi merasakan hal yang baru.”
“Begitu, ya.”
“Ah! Banyak hal yang harus kulakukan saat aku kembali.”
“Serius?”
“Ya. Pertama-tama, kami harus berterima kasih atas pesta pernikahannya dan menulis kartu ucapan terima kasih. Setelah itu, ada acara tahunan untuk melihat bunga sakura. Lalu, ada pesta ulang tahun Harune, pindah ke rumah baru, dan kami harus membeli perabotan sekaligus peralatan elektronik rumah tangga. Juga, kami butuh mobil, dan setelah itu, kami harus pergi berbulan madu selama Golden Week … dan setelah itu ... yah, ada banyak hal yang harus dilakuan. Astaga, ini sangat sulit, dah!”
Meski mengeluh, wajahnya terlihat sangat bahagia saat dia menghitung dengan menggunakan jari-jarinya.
“Kelihatannya sulit, ya. Tapi kamu sepertinya bersenang-senang.”
“Ya. Maafkan aku Ha-kun, tapi aku benar-benar ingin melihat wajah semua orang sekarang.”
Aku diingatkan bahwa dia memiliki tempat untuk kembali. Dengan hal itu, aku ingin percaya bahwa pasti ada artinya mengapa dia datang ke dunia ini.
“Ha-kun, kumohon jaga Natsumi Nee-san dan keluarga kami di dunia ini. Aku ingin kamu bersamanya sampai akhir hayatnya.”
Aku tidak bisa dengan mudah menerimanya, karena ini adalah tanggung jawab yang amat besar.
“Aku akan mencobanya,” jawabku.
Sikapku itu tidaklah keren, tetapi hanya itu yang bisa kulakukan untuk saat ini.
“Ya, aku senang bisa datang ke dunia ini. Terima kasih, Ha-kun.”
“Aku juga. Terima kasih … telah mau datang ke dunia ini ….”
Kami saling mengungkapkan rasa terima kasih. Walau hanya satu kata yang singkat, tetapi amatlah berarti.
“Ha-kun, aku akan berganti pakaian dulu.”
Setelah itu, dia pergi ke kamar sebelah untuk bersiap-siap pulang, sedangkan aku pergi ke balkon di bagian belakang kamar. Aku merasa seperti tidak biasanya, karena ada banyak sekali lampu yang bersinar di langit malam. Beberapa saat kemudian, Touka-san muncul, mengenakan gaun pengantinnya, dan berdiri di sampingku. Lalu, aku melirik ke arah jam di dinding. Hanya tinggal sepuluh menit lagi sebelum tanggal berganti.
“Apa kamu melupakan sesuatu? Ini bukan tempat di mana kamu bisa masuk kembali jika melupakan sesuatu. Terutama jangan lupa jam sakumu.”
“Jangan khawatir. Aku akan selalu membawanya di dekatku.”
Sambil berkata demikian, dia mengeluarkan jam saku dari belahan dadanya, suatu tempat yang tepat untuk menyembunyikannya.
“Bagaimanapun juga … penampilanmu … luar biasa, ya.”
Singkatnya, Jika aku menggambarkan penampilan Touka-san yang sekarang, itu malah akan menjadi suatu kesalahpahaman. Dia memang mengenakan gaun pengantin yang mewujudkan cita-cita semua wanita di dunia, tetapi di saat yang bersamaan, dia membawa kantong kertas dari toko pakaian di kedua tangannya.
“Aneh juga, ya …. Sekarang aku mengerti bahwa kantong kertas bukanlah sesuatu yang harus dibawa oleh pengantin wanita.”
“H-Hei! Kamu mengatakan hal seperti itu di saat-saat terakhir! Jangan cekikikan!”
“Maaf, maaf. Tapi penampilanmu itu tidak cocok ….”
“Dasar, kamu sangat tidak sopan, ya ….”
“Kenapa kamu tidak membawa pulang tas bermerek yang kamu bawa sebelumnya?”
“Aku sudah berjanji pada ibu mertuaku untuk memberikannya.”
“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, sih.”
“Jangan khawatir, saat aku pulang nanti, aku akan meminta Danna-sama untuk membelikanku tas yang sama.”
“B-Begitu ya,” jawabku.
Wahai diriku di masa depan, aku tahu itu sulit, tetapi kamu harus bekerja keras untuk mendapatkan uang demi membeli tas itu. Kemudian, kami bersama-sama menatap langit malam. Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan menemukan hari di mana aku akan duduk di balkon ini dan melihat bintang-bintang bersama orang lain selain keluargaku.
“Terima kasih, Ha-kun,” katanya sambil menatap langit berbintang.
Suaranya lembut tetapi terdengar agak berat.
“Aku sudah mendengarnya tadi.”
“Aku sangat tidak menyukaimu pada awalnya. Setelah Nee-san meninggal, aku menutup diri, dan aku pikir itu sangat menyedihkan karena kamu mendatangiku dan memintaku untuk mengamati kegiatan klubmu setiap hari. Ada saat-saat ketika aku membencimu sepenuh hati, bertanya-tanya mengapa kamu tidak mau membiarkanku sendirian.”
Aku tidak pernah mengundang Himegi-san untuk mengamati kegiatan klubku. Ini bukanlah cerita tentangku yang sebenarnya.
“Ya, aku ingin sendirian, tapi kamu tidak mengizinkannya. Aku pikir kamu benar-benar menyebalkan. Aku pikir kamu pasti mendatangiku dengan motif tersembunyi. Jadi aku sepenuhnya menghindarimu, bahkan mengabaikanmu. Tapi, kamu tidak kunjung mau berhenti. Dasar penguntit! Jika kamu mengganggu gadis normal seperti itu, dia tidak akan pernah menyukaimu!”
“............”
“Tapi kamu beruntung, gadis yang kamu sukai ini tidaklah normal,” sambungnya.
Aku menganggap Himegi-san adalah gadis yang normal, tetapi ternyata, dia sendiri tidak berpikir bahwa dia normal.
“Oh, um! Ceritakan saja ketidakpuasanmu itu pada Danna-sama-mu! Dan apa yang bisa disukai dari pria seperti itu?”
Meskipun aku berkata demikian, tetapi setelah mendengar apa yang baru saja dia katakan, aku tidak melihat ada satu pun alasan yang bisa membuatnya menyukaiku.
“Apa yang kamu katakan! Danna-sama adalah pria paling keren di dunia! Dia adalah orang yang paling baik dan terkuat di dunia!”
Kemudian, dia memalingkan wajahnya ke arahku dan menatapku dengan tekad yang kuat di dalam matanya.
“Lihatlah, pria yang membuatku jatuh cinta, adalah seseorang yang menyelamatkan adikku! Adikku itu bahkan tidak ingin menyentuh biola, tetapi dialah yang membuatnya mengingat kembali kegembiraan saat bermain biola!”
“............”
“Bahkan, ketika orang tuaku di ambang perceraian, dia mencengkeram dada ayahku dan memarahinya! Kamu tahu, Danna-sama adalah satu-satunya orang di dunia yang bisa menantang ayahku, yang bahkan membuat orang dewasa takut!”
—Aku mengerti. Kamu telah melalui banyak hal sejak kehilangan Natsumi-san.
Berbeda dengan aku yang sekarang ... Ouji Hakuma yang itu tidak akan lari dari masalahnya ... dia menghadapi keluarga Himegi secara langsung dengan berani. Sebaliknya, untuk berdiri di samping orang ini, aku harus menyelesaikan banyak masalah dan memikul banyak tanggung jawab.
“Aku sangat, sangat berterima kasih kepadamu. Kamu menyatukan kembali keluarga kami yang hancur dan mempertemukanku kembali dengan teman-teman yang dulunya sudah aku jauhi.”
“Oh, kamu tahu! Menurutku, kamu harus mengucapkan kata-kata itu kepada Danna-sama-mu.”
“Tidak! Jika aku mengatakannya, dia pasti akan merasa tersanjung.”
Tidak salah lagi, dia memang istri Hakuma Ouji. Bahkan, dia sangat mengenali aku.
“Pria yang aku sukai itu, orang yang ceroboh, bodoh, tidak peduli dengan uang, tetapi serakah dengan barang, bejat, suka bercanda, dan berbahaya ….”
“............”
“Dia tidaklah sempurna, tidak dewasa, dan seringkali melakukan kesalahan, tetapi dia adalah orang yang kuat untuk menerima tanggung jawab. Dia orang yang berintegritas dan menggunakan bakat yang dia punya bukan demi kepentingannya sendiri, tetapi juga demi kebahagiaan orang lain.”
Ketika Touka-san datang dari masa depan, aku merasa bangga. Merasa sombong bahwa apa pun yang terjadi, aku akan berakhir dengan Himegi Touka. Namun, itu tidak sepenuhnya benar. Berdiri di sampingnya, tidak akan ada gunanya jika aku tidak siap menghadapi berbagai peristiwa kedepannya. Aku mengerti satu hal sekarang: cinta yang berdasarkan pada keegoisan sendiri, tidak akan membuatku memenuhi syarat untuk berdiri di sampingnya.
“Terima kasih telah menyelamatkan hati kami. Berkatmu, kami bisa menikmati hari-hari yang menyenangkan lagi.”
Sekarang, dia mengujiku untuk melihat apakah aku siap untuk terus mencintai Himegi Touka. Adapun, diriku yang satu lagi, siap memikul tanggung jawab itu, dan bertekad untuk berjalan berdampingan di jalan yang sulit dengan wanita ini. Jelas, untuk melakukan hal itu, dibutuhkan keyakinan dan keberanian yang luar biasa.
“Tapi aku minta maaf. Ouji Hakuma dan Himegi Touka bisa saja tidak akan menikah karena aku datang ke periode ini. Meski begitu, aku tetap ingin kamu dan Natsumi Nee-san bertemu.”
“Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk mencegah hal buruk itu terjadi.”
Aku akan berusaha semampuku untuk tidak membuat Himegi Touka bersedih. Ketika Kanako bertanya padaku apa yang kusukai darinya, aku hanya memutarbalikkan kata-kata untuk mengelak. Sejujurnya, sampai sekarang pun aku tidak bisa mengatakan apa yang membuatku tertarik padanya. Namun, aku benar-benar menyukainya, dan sangat senang bisa jatuh cinta padanya. Karena dia adalah orang yang luar biasa.
“Bagaimanapun juga, aku senang bisa jatuh cinta pada Ouji Hakuma.”
“Aku juga. Aku juga senang bisa jatuh cinta padamu.”
“Katakan juga kata-kata itu pada aku yang ada di dunia ini.”
“Ya. Aku akan kembali menyatakan cintaku padanya, aku janji.”
Kata-kataku ini tidak akan sampai ke hatinya yang sekarang ini … tetapi suatu hari nanti … pasti ….
Ketika angin malam berhembus, rambutnya yang indah berkibar. Lalu, untuk sekali lagi, mata kami saling menatap.
“Selamat tinggal, Ouji-kun.”
“Ya. Selamat tinggal, Himegi-san.”
Itu adalah kata-kata terakhir yang kami ucapkan dan kemudian, dia menghilang seperti hantu. Seolah-olah dia tidak pernah ada di dunia ini sejak awal.
Aku sama sekali tidak terkejut, bisa dibilang aku sudah siap untuk itu. Akan tetapi, perasaan yang sedikit sedih ini, mungkin memang kelemahanku. Ketika tiba saat mengucapkan selamat tinggal, semuanya berakhir begitu cepat. Masih banyak yang ingin aku ceritakan dengannya, tetapi aku akan menyimpannya untuk di lain waktu.
“Astaga, meskipun awalnya dia muncul dengan kekacauan, tetapi pada akhirnya dia pergi dengan begitu anggun, bahkan tidak meninggalkan jejak sedikitpun.”
Dengan apa yang hilang dan apa yang tersisa di dalam hatiku, aku terus melihat ke langit malam. Sambil berharap, aku bisa melihat langit malam yang indah ini bersamanya lagi. Aku ingin berbagi langit malam ini, bukan hanya dengan Himegi Touka yang kucintai, melainkan dengan dia yang juga mencintaiku.
Kemudian, terdapat satu bintang jatuh di langit. Aku mengharapkan perasaan yang baik-baik dalam cahaya yang bergemerlap itu. 'Semoga semua orang di masa depan, senantiasa tersenyum,’ harapku pada sebuah bintang ….
TL: Zho (YouthTL)
Post a Comment