Nee-san pulang duluan, sambil berkata 'Aku serahkan sisanya padamu,' dan Miu juga memutuskan untuk pulang sambil berkata 'Kalau ada apa-apa, minta tolong padaku!' jadi hanya aku dan Ioka yang pergi, sambil mengawasi Rosy yang sedang tidur. Kami berdua menghela nafas secara serempak.
"Aku tidak percaya Rosy juga kerasukan..."
"Itu benar-benar mengejutkan," aku menanggapi gumaman Ioka yang cemas.
Seharusnya ini adalah sesi belajar biasa, namun kekacauan tetap terjadi.
"Apa Nee-san mengatakan sesuatu yang aneh?"
Aku penasaran dengan percakapan mereka sebelumnya, jadi aku harus bertanya.
"... Hm, apa yang kamu bicarakan?"
"Tidak bisa membuatnya lebih jelas dengan jeda yang lama itu."
"Bukan apa-apa kok. Tapi, Kakakmu sepertinya orang yang baik."
"Sekarang aku bahkan lebih khawatir tentang apa yang dia katakan padamu."
"Muu! Lupakan tentang itu! Itu bukan sesuatu yang membuat bulu kudukmu berdiri!"
Aku penasaran. Tapi pada akhirnya, aku bisa menebak intinya. Pastinya, itu pasti tentangku. Dan aku tidak tahu apakah Nee-san memiliki informasi tentangku yang akan berharga bagi Ioka, tapi itu semua adalah keputusannya. Jika Ioka tiba-tiba mengatakan padaku bahwa dia memiliki seorang Kakak perempuan, aku juga ingin berbicara dengannya dan mendengar lebih banyak tentang Ioka. Aku juga tidak berusaha menyembunyikan apapun. Aku pikir begitu, setidaknya.
"Yang lebih penting lagi... Apa yang kamu dan Kakakmu bicarakan?" Ioka mengubah topik pembicaraan.
Sejujurnya, itu jelas lebih penting.
"Yah..." Berpikir sejenak, aku menjawab. "Kami sedang membicarakan tentang iblis."
"Dan apa sebenarnya yang dibicarakan tadi?"
"Ini rumit, jadi aku berpikir untuk memulai dari mana."
Nee-san mencoba mengusir iblis Rosy dengan paksa dengan mengorbankan keinginannya. Dan aku mendapati diriku tidak bisa mengatakannya pada Ioka, jadi aku membuat alasan yang tidak jelas.
"Pokoknya, aku yang akan mengusir iblis itu."
"Ayo kita lakukan ini bersama-sama, Aruha-kun! Jika kita menggabungkan kekuatan kita, kita tidak akan gagal!" Dia berkata dan meletakkan tangannya di tanganku.
Kehangatan yang tak terduga bertemu dengan tanganku yang dingin ini mengejutkanku, memaksaku untuk menarik kembali tanganku.
"Tunggu... Kamu ingin melakukan ini bersama-sama?"
"Tentu saja! Lagipula, kita-"
"Tapi kamu tidak punya waktu untuk itu."
"Meski begitu...!"
"Aku ingin kamu mewujudkan mimpimu sendiri. Kamu akan menjadi model nomor 1 di dunia, kan?"
"I-Itu benar, tapi...!"
"Kalau begitu, jangan buang-buang waktumu untuk mengusir iblis."
"Tapi bukan berarti kamu harus memikul semuanya sendiri!"
"Aku baik-baik saja, sungguh. Juga, sangat berbahaya jika kamu ada di sekitar sini."
"Begitu juga dengan kejadian dengan Miu-san! Kamu membahayakan dirimu sendiri."
"Tidak, sungguh. Kupikir itu-"
"Kamu pikir ... apa?"
Aku ceroboh dan melakukan kesalahan lebih dari yang kuinginkan. Pada kenyataannya, aku sudah memiliki gagasan tentang iblis Rosy. Tapi, pada tahap ini, itu hanya hipotesis. Aku tidak bisa mengatakannya pada Ioka.
"Apa aku benar-benar... tidak bisa diandalkan di matamu?"
Dia pasti merasa bahwa aku menyembunyikan sesuatu darinya, yang membuatku panik.
"Tidak, itu hanya-"
Tetapi sebelum aku bisa membela diri, aku mendengar erangan dari belakangku.
"Hngh..."
"Rosy! Apa kamu baik-baik saja?!"
"Apa kau sudah bangun?"
Ioka dan aku sama-sama memanggil namanya, saat Rosy perlahan-lahan mendorong tubuhnya.
"Are? Kapan Rosy tertidur? Kurasa tadi aku lagi belajar dan pergi ke kamar mandi, lalu tiba-tiba Kakak Pacar-san muncul..." Di sana, dia teringat kejadian selanjutnya, dan wajahnya menjadi pucat. "Ah! Benar! Apa itu tadi?! Sesuatu keluar dari Rosy!"
"Tenanglah, Rosy. Kmu saat ini sedang dirasuki oleh iblis."
"Ah, maksudmu iblis itu? Tapi, Rosy selalu jujur. Mengapa iblis merasukinya?!"
"Itu mungkin benar, tapi tidak diragukan lagi itu adalah iblis yang kita hadapi. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."
Ini agak aneh. Rosy menyebutkan bahwa salah satu anggota keluarganya pernah dirasuki iblis. Aku tidak tahu apakah itu ada hubungannya dengan iblis yang kita lihat hari ini... Tapi dia bilang dia berusaha untuk tetap jujur tentang perasaannya sejak saat itu. Dan aku tidak berpikir itu telah berubah akhir-akhir ini. Bahkan saat dia mengancam Ioka, dia menyadari itu dengan sendirinya.
Jadi, iblis macam apa yang merasuki Rosy?
"... Apa Rosy akan baik-baik saja? Aku tidak akan mati, kan?"
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku akan mengusirnya apapun yang terjadi."
Melihatnya sedih seperti itu, mengingatkanku bahwa dia masih SMP. Dari segi usia, dia bisa jadi seperti adik perempuanku. Dan aku tidak bisa membiarkan keinginannya dicuri begitu saja. Beberapa hal mengkhawatirkanku, tetapi aku tidak bisa menjadi orang yang meratapi kekhawatiran saat ini.
"Oke."
Jadi, ketika Rosy mengatakannya dengan anggukan samar, aku tahu bahwa aku sudah melakukan hal yang benar. Aku kemudian meminta Rosy untuk mengumpulkan barang-barangnya dan menemuinya di pintu masuk untuk memakai sepatuku.
"Ioka, aku akan mengantar Rosy pulang."
Namun, Rosy tidak menyukai hal itu, dia cemberut.
"Kamu tidak perlu melakukan itu. Rosy datang ke sini sendirian. Jadi, aku bisa pulang sendiri. Juga, habis kalian mau nganu, kan?"
""Tidak, kami tidak akan!""
Suaraku dan Ioka tumpang tindih dan kami saling berpandangan.
"Tuh, kan! Kalian sudah satu irama. Menikah saja sana," Rosy tertawa sepenuh hati, yang membuat Ioka berdehem dan menatap kami dengan tatapan meragukan sambil menekan dadanya.
"Yah, itu mungkin saja bisa terjadi di masa depan. Aku harus melihat apa kamu layak untuk mendapatkan tempat di samping orang yang akan menjadi model terhebat di dunia. Jadi, kurasa tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan hal itu?"
"Apa..."
"Apa yang kamu maksud dengan 'Apa...', Aruha-kun?!"
Otakku tidak bisa mengikuti apa yang sedang dibicarakan sehingga aku hanya bisa mengeluarkan suara tercengang, yang membuatku mendapat omelan dari Ioka.
"Hei, Pacar-san? Kalau kamu bosan dengan dinosaurus tirani ini, kamu selalu bisa datang dan menemui Rosy, oke?" Dia melingkarkan lengannya di lenganku, tapi perbedaan tinggi di antara kami membuat kami tidak seimbang.
Tentu saja, bukan itu yang dikhawatirkan Ioka.
"Menjauhlah darinya! Sial, sial!"
"Dawww, ini hanya sebentar! Kita berteman, kan? Kita berbagi hal yang sama."
"Tidak ada yang berbagi pacar dengan teman mereka! Dan Aruha-kun, apa tidak ada salahnya kamu mencoba melawan sedikit daripada-" Ioka memotong kalimatnya sebelum waktunya.
Atau lebih tepatnya, dia berhenti bergerak sama sekali. Tatapannya terpaku pada bagian luar pintu kaca.
"Ada apa?"
"Itu...!"
Aku menelusuri tatapannya, melihat ke luar kaca. Dan di sana, aku melihat bayangan hitam.
"Itu pasti...!"
Aku mengibaskan tangan Rosy dan berlari ke pintu kaca, membukanya. Namun, saat aku melangkah keluar, bayangan hitam itu sudah menghilang.
"Ioka, kamu melihatnya, kan?"
"Mm, aku melihatnya."
"Eh? Apa yang terjadi?"
Hanya Rosy yang bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Aku dan Ioka jelas melihat bayangan itu merayap, tapi sepertinya tidak terlihat oleh Rosy.
"Itu tadi... seekor anjing, kan?"
"Iya," Ioka mengangguk.
Kami berada di lantai 11 apartemen. Tidak mungkin seekor anjing liar yang menemukan jalan ke sini.
"Jadi itu pasti Iblis Rosy..."
Saat Ioka dirasuki, dia tidak bisa melihat kadal itu. Karena Rosy tidak melihat bayangan itu, itu hanya bisa berarti bahwa itu adalah iblisnya.
Pertanyaannya adalah... mengapa ia muncul sekarang?
Mungkin itu hanya imajinasiku, tapi rasanya seperti... anjing itu sedang melihat ke arah Ioka. Jika itu yang terjadi, maka aku harus mempertimbangkan lebih banyak kemungkinan.
Mungkinkah iblis mengincar Ioka? Aku lebih suka tidak memikirkan hal itu...
Bagaimanapun, ini berarti keinginan Rosy sedikit banyak berhubungan dengan dirinya.
Haruskah aku tinggal di sini untuk malam ini? Atau haruskah aku membawa Rosy bersamaku?
Jika Iblis... jika keinginan Rosy adalah tentang Ioka, maka dia tidak boleh berada di dekatnya. Itu akan menjamin keamanan yang lebih baik untuk Ioka.
"Rosy, ayo kita pulang."
"Hei, hei, bagaimana kalau kita menginap saja? Rosy sudah siap!"
"Tidak, kami tidak mau! Kamu dirasuki iblis, ingat?!"
"T-Tidak seperti kita bertiga!"
"Huuuh? Tapi kamu tidak ada masalah saat hanya ada Miu dan kami berdua, kan?" gerutu Rosy.
"Ini dan itu sangat berbeda!"
"Menyebalkan. Kalau begitu, Rosy mau pulang dulu. Sampai jumpa!" Dia menyatakan dan pergi melalui pintu depan.
"Ah, tunggu aku! Astaga... Anak itu nggak bisa diem, ya?"
Yah, memang seperti itulah dia pada akhirnya. Jika dia tetap jujur seperti itu dan membantu, aku merasa kita bisa mengusir iblis dalam waktu singkat.
"Aku harus mengejarnya."
Tapi sebelum aku bisa melangkah keluar dari pintu, Ioka memegang ujung bajuku.
"...Um, Aruha-kun?"
"Ya?"
"Kamu... akan langsung pulang, kan?"
"Tentu saja. Nee-san sudah menunggu di rumah... Maaf, aku akan ke sini besok pagi."
Mendengar itu, Ioka menarik kembali tangannya dan melambaikan kedua tangannya di depan wajahnya.
"Tidak, tidak! Karena kakakmu akhirnya pulang, kamu harus menghabiskan waktu bersamanya! Yah, aku tahu kedengarannya tidak masuk akal sekarang karena kamu harus mengusir iblis lain, tapi tetap saja..."
"Kamu mengatakan itu, tapi kamu akan lebih sibuk mulai sekarang, bukan?"
"Aku baik-baik saja, sungguh! Jangan khawatir tentang itu!"
"Benarkah? Apa kamu bisa membuang sampah sendiri?"
"Aku sudah berusaha keras akhir-akhir ini, bukan?!"
"Yang bener... Yah, aku bisa melihat usaha yang sudah kamu lakukan..."
Meski begitu, kata-kataku semakin lemah pada akhirnya. Aku yakin Nee-san ingin menghabiskan waktu bersamaku sekarang. Tapi, aku memiliki tugas untuk membantu Ioka dengan mimpinya. Sejenak, aku merenungkan keinginan siapa yang lebih kuat. Namun, Ioka pasti menganggap sikap diamku sebagai jawaban atas permintaannya dan menoleh ke arah pintu.
"Ditambah lagi, Rosy adalah saingan beratku. Aku tidak bisa memberikan yang terbaik jika dia tidak ada untuk mendorongku lebih tinggi."
Aku tahu betul bahwa itu adalah perasaannya yang tulus. Dan jika dia berkata demikian-jika mengusir iblis Rosy diperlukan untuk mencapai keinginannya sendiri-maka aku harus memprioritaskannya.
"... Oke. Tapi jika terjadi sesuatu, beritahu aku segera. Aku akan segera ke sana."
"Hee hee."
Aku merasa aneh karena Ioka mulai tertawa karena perkataanku.
"Maafkan aku, aku hanya berpikir kalau kamu terdengar seperti Shimizu-san."
"Maaf, aku tidak bermaksud sombong-"
"Tidak, jangan berkata seperti itu. Makasih, Aruha-kun."
"...Ya. Lakukan yang terbaik, Ioka."
Dengan kata-kata ini, aku menutup pintu di belakangku. Aku melihat sekeliling dan melihat Rosy berdiri di depan lift di kejauhan. Ketika dia melihatku, dia melompat beberapa kali sambil melambaikan tangannya. Tubuhnya yang tinggi semakin bertambah tinggi karenanya. Aku menggelengkan kepala karena tidak percaya, hanya untuk menyadari bahwa mungkin lift telah berhenti di sana selama beberapa waktu, jadi aku berlari ke arahnya.
Kami berdua masuk ke dalam lift bersama-sama dan aku menekan tombol untuk menuju lantai 1. Pintu otomatis yang tebal di depan kami tertutup dan lorong yang baru saja kulalui, menghilang di baliknya. Pada saat itu, aku teringat wajah Ioka saat dia melambaikan tangan kepadaku.
Mengapa... dia terlihat begitu khawatir?
Aku tahu bahwa itu tidak mungkin hanya karena iblis Rosy. Dia sering menunjukkan ekspresi seperti itu bahkan sebelum hari ini, dari waktu ke waktu.
Aku melirik ke arah Rosy, yang menatap layar di atas pintu, menghitung angka-angka yang berubah dengan mulutnya. Jika iblis tidak berhubungan dengan reaksi Ioka, mungkin itu adalah Rosy sendiri. Mungkin dia tidak suka kalau Rosy menunjukkan perhatiannya dan menjadi sangat lengket padaku. Tidak... Ini pasti salahku. Pada kenyataannya, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkannya. Aku berjanji akan selalu menjaganya. Dan aku akan menepati janji itu. Aku tidak akan mengesampingkan atau melupakannya. Tidak akan pernah. Tapi... aku rasa itu tidak cukup. Ada sesuatu yang lain yang aku butuhkan untuk memenuhi janji itu. Sesuatu yang bisa kuberikan pada Ioka. Tapi sebelum aku bisa mulai memikirkan apa itu, lift berhenti. Sesampainya di lantai dasar dengan suara gedebuk yang keras, aku dan Rosy melangkah keluar dari pintu.
* * *
Rumah Rosy cukup dekat dengan apartemen Ioka. Melihat peta di smartphoneku, terlihat bahwa kami harus melewati 6 stasiun dan 12 menit... Dengan menggunakan tiket kereta IC, kami melewati gerbang tiket dan bisa langsung naik ke kereta yang sudah menunggu. Duduk di kursi dengan pola kamuflase, kereta pun mulai melaju. Kereta relatif sepi, sehingga Rosy dengan santai bergerak ke kiri dan ke kanan, mengepakkan kakinya ke atas dan ke bawah. Biasanya aku akan memarahinya, tetapi aku membiarkannya karena dia tidak mengganggu siapa pun.
"Rosy."
"Hm? Iya?"
"Apa kau tahu apa keinginanmu?"
Aku memutuskan untuk melakukan serangan frontal, menanyakannya secara langsung tanpa bertele-tele. Namun, dia hanya menjawabku dengan nada seperti sedang bercerita kepada orangtuanya tentang apa yang terjadi di sekolah hari ini.
"Entahlah. Kalau Rosy tahu, aku pasti akan memberitahumu. Saat Ioka menggangguku, Rosy akan memberitahunya. Dan saat Rosy ingin mengatakan pada Miu betapa aku menyukainya, aku akan mengatakannya."
"Yah, itu masuk akal..."
"Miu menyukai Pacar-san, karena itulah dia dirasuki Iblis, kan? Jika itu Rosy, aku akan langsung jujur tentang hal itu."
"Itu tidak semudah kedengarannya. Setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda."
"Maksudmu dengan pikiran mereka? Atau dengan hati mereka?"
"Apa maksudnya?"
"Pikiran adalah saat kamu berpikir, kan? Dan hati adalah... Saat kamu merasa."
Aku mulai berpikir. Aku teringat kata-kata dalam bahasa Inggris itu.
Pikiran dan Hati. Apa yang kau pikirkan dan apa yang kau rasakan. Yang mana yang menjadi sasaran iblis?
Aku merasa bisa jadi keduanya atau sesuatu yang lain sama sekali.
"Yang mana yang kau pikirkan, Rosy?"
"Entahlah. Tapi... hati mungkin lebih penting, kan?"
"Entahlah..."
"Biasanya, Rosy benar tentang hal ini."
"Ya, aku tidak begitu yakin tentang hal itu..."
Mengingat dia mencoba menjatuhkan Ioka karena kesalahpahamannya. Karena itu, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan argumen itu.
Yang lebih penting ... hati, ya?
Rosy sebelumnya mengatakan bahwa dia berusaha untuk jujur dan terus terang. Dan ini seharusnya menjadi mekanisme pertahanan agar dia tidak dirasuki iblis. Memang terdengar seperti argumen yang meyakinkan. Meski begitu, ini juga merupakan fakta bahwa dia dirasuki iblis pada saat ini.
Tetap saja, ini tidak masuk akal. Ioka, Miu... dan sekarang Rosy. Tiga kasus yang terjadi di sekitarku. Ini... tidak mungkin normal, kan?
Karena semakin banyak penumpang yang berdatangan memenuhi kereta, aku dan Rosy terdiam sejenak. Dia juga memperbaiki postur tubuhnya agar tetap diam, tubuhnya kompak dan menjulang di atasku. Sepertinya dia benar-benar memperhatikan sekelilingnya dan memutuskan untuk mengabaikan sesuatu berdasarkan hal itu. Atau begitulah yang kupikirkan, tetapi dia tiba-tiba bergerak ke arahku, lebih dari yang seharusnya. Dia menatapku sambil tersenyum menggoda dan mengatakan kepadaku, bahwa dia memang sengaja melakukan itu.
Namun, aku harus mencari tahu keinginannya, yang bahkan tidak disadarinya. Sesampainya di tempat yang dimaksud, Rosy melompat dari kereta. Jadi aku bergegas mengejarnya, melewati gerbang tiket. Pergi sejauh enam stasiun dari stasiun Sakamaki berarti pemandangannya tidak jauh berbeda. Ada pusat perbelanjaan dengan stasiun kereta api yang terintegrasi, serta gedung perkantoran yang tak terhitung jumlahnya yang terbuat dari baja dan kaca. Hanya ada beberapa detail kecil yang berubah, tapi hanya itu. Bahkan Rosy tetap melangkah dengan penuh percaya diri saat ia berjalan melewati semua itu.
"Tapi kamu tahu, Rosy sedikit terkejut mendengar tentang iblis, tapi kerasukan itu mungkin yang terbaik."
"Apanya yang terbaik?"
"Muu! Jika Rosy kerasukan, kamu akan pergi berkencan dengannya, kan?"
"Penafsiran macam apa itu?! Aku hanya mengkhawatirkanmu-"
"Lalu, kita akan berfoto selfie dan mengunggahnya di media sosial agar Rosy bisa menyombongkan diri pada Ioka! Pasti dia akan senang!"
"Kenapa dia akan senang dengan hal itu..."
"Hah? Tapi Ioka selalu senang! Dia suka membual."
"Kau membuatnya terdengar seperti sebuah game pertarungan..."
Dan terlepas dari reaksi jengkelku, Rosy tampak benar-benar bingung. Aku berpikir untuk memberikan sanggahan lain, namun aku menyadari bahwa, di suatu tempat di dalam argumennya, dia mungkin ada benarnya. Mungkin Rosy lebih mengenal Ioka daripada diriku. Dan itu bukan hanya karena mereka berdua pernah kerasukan, bekerja bersama di agensi yang sama. Rosy memiliki intuisi aneh yang memungkinkannya untuk melihat lebih dalam. Namun hal itu juga membuatnya semakin sulit untuk memahami mengapa iblis merasukinya. Atau, mungkin dia hanya jauh lebih padat dalam hal dirinya sendiri.
"Hei... Kau benar-benar tidak tahu apa yang kau inginkan, kan?"
"Kenapa kamu bertanya?"
"Yah, tidak apa-apa kalau kau tidak tahu. Katakan saja kalau kau menyadari sesuatu."
Sai-san mengatakannya sebelumnya. Perubahan dalam penampilan fisik terkait dengan jarak antara dirimu dan keinginanmu. Dan jika kau menyadari apa keinginanmu dan menerimanya, tubuhmu akan mulai berubah... Seperti yang terjadi pada Miu. Tetapi karena Rosy tidak menunjukkan perubahan, dia pasti tidak menyadari keinginannya sendiri. Karena itu, jika proses berpikirku benar, maka Rosy adalah-
"Pokoknya, Rosy tidak sabar menunggu kencannya!"
"Sekali lagi, ini bukan kencan..."
Aku memegangi kepalaku karena aku tidak bisa menerima semua ini terjadi, saat Rosy menunjuk ke sebuah bangunan di kejauhan.
"Itu rumah Rosy!"
"Ini..."
Tampak seperti menara, tetapi ternyata hanya sebuah rumah susun raksasa. Melihat ke atas dari tanah, aku bahkan tidak bisa melihat bagian atasnya. Pasti setidaknya terdiri dari 30 lantai.
Siapa yang tinggal di sana?
Rosy berlari ke dalam dan menghilang dari pandangan, yang membuatku berpikir. Aku selalu melihatnya seperti serigala, tapi dia mungkin sebenarnya adalah seorang putri. Ditambah lagi, rambutnya yang pendek tiba-tiba terlihat jauh lebih panjang dari sebelumnya.
* * *
"Haa..."
Setelah kembali ke rumah, desahan keluar dari mulutku. Betapa polosnya aku, aku baru saja mengajak Nee-san ke sebuah kelompok belajar bersama teman-temanku, hanya untuk mengetahui bahwa salah satu dari mereka dirasuki iblis. Kedengarannya sederhana, namun kenyataannya situasinya terlalu serius. Tidak hanya itu, aku harus mencari tahu apa keinginan Rosy untuk berhasil mengusir iblis yang merasukinya. Namun pada kenyataannya, aku melebihi kapasitas. Aku tidak bisa menggambarkannya dengan baik. Aku melepas sepatuku dan berjalan ke ruang tamu, di mana aku disambut oleh Nee-san.
"Oh, selamat datang di kembali."
Dia duduk di sofa, membaca sebuah buku yang tebal dan tampak tua. Satu matanya yang ia arahkan ke arahku samar-samar menyipit dengan tatapan lembut. Hanya dengan melihat wajahnya saja sudah membuatku merasa emosional. Aku tidak pernah disambut ketika pulang ke rumah selama bertahun-tahun. Aku juga tidak pernah pulang ke rumah Nee-san hanya dengan duduk-duduk saja. Baru beberapa hari sejak dia kembali, tapi dia sudah terbiasa dengan kehidupannya di sini. Dan sejujurnya, dia tidak pernah menyimpan banyak barang miliknya. Setelah membeli barang-barang yang tidak dibawanya ke dalam koper, ia seperti tidak pernah pergi. Melihat dua sikat gigi di kamar mandi dan sampo baru di samping bak mandi, itu semua membantuku merasa damai.
Kamarnya tidak berubah sejak hari dia pergi dan karena aku secara teratur membersihkannya, dia bisa langsung masuk kembali. Dia sekarang sekali lagi tidur di rumah yang sama, bangun di rumah yang sama dan makan bersamaku di rumah yang sama. Meskipun ada jarak 3 tahun di antara kami, kami berusaha memutar waktu untuk kembali menjadi kakak dan adik seperti dulu. Meskipun begitu, kami bukan lagi sepasang kakak beradik biasa. Setelah kembali dari luar negeri, dia sekarang menjadi seorang peneliti iblis dan aku seorang pengusir iblis dalam pelatihan, mencoba mengusir iblis yang merasuki teman-temanku.
"Ada apa dengan wajahmu itu? Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak ada. Hanya saja, aku masih memikirkan cara mengusir Iblisnya."
"Kamu benar. Tapi, aku yakin kamu bisa melakukannya, Aruha."
Dia meletakkan buku yang dibacanya di atas meja dan menunjukkan senyuman kepadaku. Ketika aku duduk di sebelahnya, rasanya seperti aku akan tenggelam lebih dalam dan lebih dalam lagi ke sofa. Aku pasti sudah sangat lelah dengan semua yang terjadi. Tapi, aaku masih harus bertanya kepada Nee-san tentang iblis yang merasuki Rosy.
"Nee-san, kamu tahu kalau Rosy kerasukan hanya dengan melihatnya, kan? Apa kamu tahu sesuatu tentang keinginannya?"
"Sudah kubilang, kan? Aku bukan spesialis di bidang itu."
"Tapi bahkan spesialis di bidang itu pun tidak tahu."
"Hee hee. Meskipun sampai saat ini, kamu mengusir semua iblis lainnya dengan bantuan Sai-chan, kan?"
"Dengan bantuannya... adalah salah satu cara untuk menjelaskannya. Akan lebih akurat untuk mengatakan bahwa dia tidak melakukan apa-apa."
"Nah, sekarang, itu jahat sekali, Otouto-kun. Aku melakukan yang terbaik untuk mendukungmu dalam setiap usaha, ingat?"
Bersamaan dengan suara itu, wajah yang tidak asing lagi dengan kacamata muncul dari dapur.
"Oh, aku tidak tahu kalau kau sudah ada di sini, Sai-san."
"Jangan salahkan aku karena ingin bertemu Yomiko. Lagipula ada banyak hal yang bisa dibicarakan," katanya dan berjalan menghampiri kami sambil membawa dua cangkir.
Satu cangkir ia serahkan pada Nee-san dan cangkir lainnya ia minum sebelum meletakkannya di atas meja. Di dalam cangkir-cangkir itu terdapat cairan hitam, dengan aroma biji kopi yang menyeruak ke hidungku.
"Sayangnya aku tidak punya apa-apa untukmu, Otouto-kun. Hanya bagian Yomiko saja."
"Oh Sai-chan, bisakah kamu tidak bersikap kasar pada adikku? Ini, Aruha, kamu boleh mengambil sebagian milikku."
"Apaa? Kalau begitu dia bisa memiliki semua milikku dan aku akan mengambil setengah dari milikmu, Yomiko."
"Tapi itu akan membuatmu kekurangan, Sai-chan~"
"Tapi aku dapat bonus besar sebagai gantinya."
"Aku tidak pernah mengatakan apa-apa tentang menginginkannya, jadi tidak apa-apa..."
Melihat mereka berdua saling menyeringai, membuatku semakin lelah. Sementara aku pergi dengan yang lain, dia mungkin menggunakan waktu ini untuk mengejar ketertinggalan. Sejujurnya, aku tidak memiliki ingatan yang jelas saat itu, tapi sepertinya tidak banyak yang berubah di antara keduanya. Seperti yang dikatakan Sai-san, mereka masih bersahabat.
"Jadi, Otouto-kun, kamu punya keberanian untuk membenciku, berpikir aku tidak ada, jadi aku akan memberimu kesempatan untuk membela diri."
"Nee-san, Sai-san meninggalkankku sendirian ketika iblis yang merasuki Ioka pertama kali muncul. Dia pergi ke Inggris dan berpura-pura tidak ada."
"Itu bukan pembelaan, kamu melempar bom ke lapanganku sekarang."
"Sai-chan, apa itu benar?"
"Um... Yah, haha..." Sai-san mencoba untuk menepisnya dengan tertawa.
Mungkin dia hanya melakukan apa yang dia suka selama Nee-san tidak ada.
"Pokoknya, Sai-chan memang sedikit tidak biasa dalam hal pengusir iblis."
"Apa itu benar...?"
Nah, menilai dari semua yang dikatakan Nee-san kepadaku sebelumnya, aku pasti bisa melihat hubungannya.
"Tapi pikirkanlah seperti ini. Kamu sakit, namun kamu takut untuk dioperasi dan memperpanjangnya hingga akhirnya kamu meninggal. Bukankah lebih baik untuk segera mengatasinya dan mendapatkan perawatan yang kamu butuhkan?" kata Nee-san.
Untuk kali ini, Sai-san tidak hanya menurut saja, tetapi menyampaikan argumennya sendiri dengan ekspresi cemberut.
"Kamu bilang begitu, tapi tidakkah kamu merasa kasihan pada anak-anak itu? Mereka memiliki seluruh hidup mereka, masa depan mereka, di depan mereka, jadi bagaimana mungkin kita memaksa mereka untuk menyerah pada keinginan mereka hanya karena mereka kerasukan."
"Kamu terlalu berpegang teguh pada hukum alam. Beberapa penyakit tidak dapat disembuhkan hanya dengan bersikap hangat dan lembut kepada pasien. Bukankah itu sebabnya Shigumo-sensei dicap sebagai bidaah dan hampir dikucilkan? Iblis adalah fenomena yang ganas dan kuat, jadi kamu harus mengendalikannya dan-"
"A-aku sangat berjuang, oke?! Saat kamu pergi... dan aku tidak punya siapa-siapa yang bisa aku andalkan..." Semakin Sai-san berbicara, semakin banyak air mata yang mulai membanjiri matanya.
"Itu juga benar. Maafkan aku, Sai-chan sayang."
"Ya... aku senang kamu kembali, Yomiko," Sai-san melepas kacamatanya dan menyeka telinganya.
Tanpa Yomiko, Sai-san tidak punya siapa-siapa untuk diandalkan. Aku bahkan tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Dia mungkin seorang peneliti dan orang dewasa jika dibandingkan denganku, tapi bukan berarti dia mahakuasa. Tapi, bahkan jika itu mungkin terjadi...
"Sai-san, kau bersikap begitu sombong sepanjang waktu itu sementara kau tidak percaya pada kata-katamu sama sekali?!"
"T-Tidak, aku percaya diri, oke?! Aku adalah seorang peneliti dan aku sudah melihat ke dalam bidang khusus untuk mengusir iblis yang merasuki anak-anak sepertimu. Tapi... Ini tidak seperti aku memiliki banyak pengalaman... Jadi aku mungkin atau mungkin tidak memasang kedok yang kuat."
"Kupikir aku baru saja mendengar sesuatu yang menakutkan dan mengguncang bumi."
Melihatku bergetar ketakutan, ekspresi Sai-san melunak.
"Jika aku tidak terlihat cukup percaya diri, kamu hanya akan semakin khawatir, kan? Ketika menghadapi iblis, kamu harus tetap teguh dan tegas. Meskipun begitu, aku tidak menganggap metodeku salah. Baik Ioka-kun dan Miu-kun telah mempertahankan impian mereka karena itu. Bukankah itu hasil terbaik yang bisa kamu harapkan?"
Ketika aku mendengarkan Nee-san menjelaskan segala sesuatu tentang pengusiran iblis sebelumnya, aku merasa dia hanya mencoba untuk membengkokkan metode pengusiran iblis untuk kenyamanannya sendiri. Namun, dia tidak melakukannya karena dia lebih peduli pada dirinya sendiri dan dia melakukannya dengan mempertimbangkan orang yang dirasuki. Meskipun memiliki banyak kekurangan, Sai-san tetap berusaha untuk menjaga orang lain.
"Yah, aku siap untuk melewati batas itu jika keadaan benar-benar terlihat terlalu suram untuk dilanjutkan. Meskipun aku mungkin tidak bisa melakukannya sepertimu, Yomiko."
Mendengar itu, aku menanyakan pertanyaan yang selama ini ada di benakku.
"Apa Kakakku sehebat itu dalam mengusir Iblis?"
Mendengar pertanyaanku, wajah Sai-san bersinar seperti kembang api di langit malam.
"Dia tidak hanya luar biasa, biar kuberitahu. Dia seorang jenius. Aku adalah seorang pengusir iblis yang mengkhususkan diri pada kerasukan alami pada remaja, lebih merupakan bidang khusus daripada apapun. Tapi Yomiko berbeda. Dia spesialis dalam pemanggilan dan kontrak sihir. Dia diberitahu bahwa, jika dia melanjutkan penelitiannya selama beberapa tahun lagi, dia akan menjadi kandidat untuk menjadi profesor termuda dalam sejarah! Tapi, dia menghilang begitu saja! Belum lagi-"
"Sai-chan."
"... Maaf."
"Kamu hanya mempermalukanku lebih jauh jika kamu memujiku sebanyak itu."
"Pokoknya, Yomiko memang luar biasa!"
Setelah mendengarkan beberapa saat, Nee-san akhirnya turun tangan dan Sai-san menurunkan nada bicaranya secara drastis.
"Aku tidak tahu..."
"Tidak apa-apa. Kamu tidak perlu tahu apa-apa, Aruha."
Apa yang sedang dia teliti sementara dia pergi tanpa jejak?
Pada kenyataannya, pertanyaan itu masih membara di dalam diriku, tetapi ketika dia mengatakannya, aku tidak bisa menekan masalah ini lebih jauh lagi. Jika dia tidak mau memberitahuku, maka itu pasti sesuatu yang tidak perlu kuketahui. Namun, tidak perlu tahu dan tidak ingin tahu adalah dua hal yang berbeda. Aku harus belajar sebanyak mungkin jika aku ingin mengusir iblis yang merasuki Rosy.
"Nee-san, apa yang harus kulakukan untuk menjadi pengusir iblis yang lebih baik?"
"Kamu pasti ingin menyelamatkan temanmu, kan?" Mata kanannya langsung menyipit samar-samar. "Aku tahu kamu akan baik-baik saja. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku. Tidak perlu terburu-buru. Pertama-tama, kamu harus berbicara dengan Rosy-chan dan belajar lebih banyak tentang dia."
"Oke, aku mengerti."
Mendengar hal itu dari Nee-san membuatku percaya bahwa semuanya akan berhasil.
"Nee-san, kamu tidak akan pergi kemana-mana lagi, kan?"
"Tentu saja tidak. Kita akan selalu bersama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian. Karena... kamu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa."
"Baiklah..."
"Kamu pasti lelah, bukan? Istirahatlah, Aruha."
Kata-katanya membuat kelopak mataku terasa lebih berat. Perasaan lega dan damai menyelimuti tubuhku. Jika dia di sini bersamaku, maka aku akan baik-baik saja. Dia akan memberitahuku apa yang harus kulakukan. Dan setelah semuanya tenang, aku harus berbicara dengannya tentang Ioka. Dia mungkin bisa menemukan jawaban yang kubutuhkan. Dan saat kesadaranku perlahan-lahan melayang ke dalam jurang, aku mulai berpikir. Aku harus menyiapkan makanan untuk besok. Lalu mengambil kantong sampah yang menumpuk, menghangatkan air mandi, berbicara dengan-
Tunggu... berbicara dengan siapa? Untuk siapa aku melakukan semua itu? Mengapa aku harus melakukannya?
Saat aku tenggelam lebih dalam ke sofa, samar-samar aku bisa melihat Nee-san dan Sai-san bangun dan menuju ke beranda. Mereka sedang membicarakan sesuatu yang serius, dilihat dari ekspresi mereka. Nee-san mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakan ujungnya, lalu memberikannya pada Sai-san, yang menghirupnya.
Oh, Sai-san juga merokok?
Setelah kupikir-pikir, aku belum pernah melihatnya makan makanan ringan sejak Nee-san pulang. Saat kesadaranku mulai memudar, aku melihat Sai-san mengeluarkan sebuah tas transparan dengan sesuatu seperti pisau di dalamnya. Pisau itu pasti terbuat dari kuningan karena gagangnya yang berwarna keemasan memiliki sedikit karat berwarna hijau kebiruan. Ada juga sesuatu yang diukir di sana, tampak seperti binatang bertanduk. Cara tas itu ditutup dengan ritsleting mengingatkanku pada bukti atau petunjuk yang kau temukan di TKP dalam acara TV.
Mungkin dia membawanya dari Vatikan?
Kalau begitu, mereka pasti sedang membicarakan tentang penelitian baru yang muncul.
Dan saat asap rokok membuat lengkungan yang tidak wajar di udara, kesadaranku akhirnya melayang ke dalam kegelapan.