Penerjemah: Rion
Proffreader: Rion
Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.
Prolog 1
Kenapa Tuhan Begitu Jahat?
"...Apakah punya perasaan untuk mendukung seseorang itu penting?"
"Ya! Mendukung seseorang itu juga berarti bahwa kamu akan menghormati serta memposisikan dirimu dalam perspektif mereka. Jika kamu melakukan itu, menurutku pandangan yang kamu lihat juga akan berubah."
"Menghormati ya... memang benar. Terkadang perasaan cinta berlebihan membuatku terlalu memaksakan beberapa hal..."
"Apa yang kukatakan hanya satu dari banyaknya sekian sudut pandang cara berpikir. Tetapi jika kamu benar-benar mencintai seseorang, daripada memaksanya, lebih baik pertimbangkan juga perasaan orang itu, oke?"
"Terima kasih! Berbicara dengan Shironaka-san membuatku merasa jauh lebih baik!"
"Aku senang mendengarnya. Jangan simpan perasaanmu sendiri, oke?"
Ketika aku mengatakan itu, dia tersenyum puas, memberikan jempol.
Mengembalikan senyum, dia berbalik dan meninggalkan ruang kelas dengan langkah yang ringan.
Menonton sosoknya yang menjauh, aku merasa ekspresiku secara alami menjadi lembut.
"Kuharap semuanya berjalan dengan baik."
Aku, Shironaka Mahiro, merupakan seseorang yang umumnya dikenal sebagai 'penasihat'.
Yah, begitulah menurut penilaian orang-orang di sekitarku.
Aku tidak ingat kapan mulai disebut seperti itu, tetapi orang sering mengatakan hal-hal seperti 'Berbicara dengan Shironaka-san membuat pikiranku tenang' atau bahkan memanggilku 'Mahiro-Mama'.
Karena itu, anak-anak dari kelas lain sering datang untuk berbicara padaku... Oh, kadang-kadang, kelasku bahkan disebut sebagai 'tenda ramalan' dan itu cukup merepotkan, tahu?
Aku bukanlah seorang ahli, dan mengakui diri sebagai seorang peramal, yang pada dasarnya hanyalah seseorang dengan pengetahuan dangkal, merupakan suatu kelancangan bagi orang yang benar-benar mempelajari hal itu.
Aku tidak secara proaktif mendengarkan masalah orang lain, tapi pertanyaan mulai dari percintaan, studi, rencana masa depan, hingga masalah memasak sering kali ditanyakan kepadaku
Aku tak punya pengalaman hidup yang cukup untuk bersikap superior, jadi aku selalu bertanya-tanya, apakah saran-saran yang kuberikan benar-benar bisa membantu...?
Tapi ketika orang-orang datang untuk meminta saran, itu juga membuatku untuk selalu berpikir, "Aku harus melakukan yang terbaik."
Tapi sungguh, tidak banyak hal yang bisa aku bicarakan, kamu tahu?
Aku hanya memberikan saran-saran yang memungkinkan untuk membuat apa yang mereka inginkan terwujud dan membagikan pendapat pribadiku sendiri.
Jelas ada sangat banyak hal yang tidak kuketahui sama sekali, dan kurasa tidak semua orang setuju dengan semua yang aku katakan.
Meskipun begitu, hanya dengan berbicara terkadang dapat membuat perasaan seseorang jadi lebih baik. Maka dari itu, aku mendengarkan untuk membantu mencerahkan sedikit suasana hati mereka, sambil berharap untuk kebahagiaan semua orang.
Tentu saja, aku akan senang jika mereka benar-benar menemukan kebahagiaan didalamnya, hehe...
Tapi, asal tahu saja, meskipun aku memberikan saran dan nasihat untuk masalah orang lain, masalahku sendiri hampir tidak mudah teratasi...
Entah mengapa, hal-hal tidak tampak bergerak maju ketika menyangkut urusanku sendiri.
Contohnya, seperti hubunganku dengan satu orang yang istimewa... Ahaha, mungkin hanya itu satu-satunya kekhawatiranku.
Tetapi jika aku terus melakukan hal-hal baik, aku yakin suatu hari nanti akan datang balasan yang baik pula untukku!
Jika Tuhan itu memang benar adanya, aku yakin mereka pasti selalu mengawasiku!
Ya, ya, pasti benar! Tidak ada keraguanku untuk hal itu!
Jadi kumohon, Tuhan, bantulah aku untuk menjalin ikatan dengan orang yang selama ini aku cintai!
---Itulah apa yang samar-samar aku pikirkan di suatu hari sepulang sekolah.
Matahari awal musim panas begitu menyilaukan, namun sangat hangat, menciptakan suasana yang hampir membuat seseorang merasa ingin tidur.
Di tengah ini, sahabat terdekatku duduk di dekat jendela, belajar seperti biasa.
Satu jam yang singkat menuju pekerjaan paruh waktunya selalu berlalu begitu cepat.
Saat aku melirik temanku, dia dengan tekun menggerakkan pena, sepenuhnya tenggelam dalam pelajarannya.
Kadang-kadang, ketika dihadapkan dengan masalah yang sulit, dia akan mengernyitkan kening, menatap kertas seolah siap untuk berperang dengan pertanyaan itu sendiri.
Pemandangan yang agak lucu... Sungguh, dia selalu begitu tekun dan rajin.
Nama temanku adalah Shogo Kido. Aku sudah mengenalnya sejak lama, dan aku biasa memanggilnya "Kik-kun".
Dia selalu mengancingkan rapi seragamnya sampai ke atas, dan bahkan hanya dari pakaiannya, aku bisa merasakan betapa besar keseriusan yang dia miliki.
Namun begitu, karena ekspresi seriusnya yang terlihat sedikit garang, beberapa orang mungkin malah menganggapnya sebagai bentuk intimidasi.
Aku bertanya-tanya, jika dia terus seperti itu... apakah dia akan mendapatkan kerutan permanen di kemudian hari?
Saat aku merenungkan hal ini, sepertinya dia menyadari pandanganku.
Dia mengangkat wajahnya, dan untuk sesaat, mata kami bertemu.
Aku dengan tergesa-gesa mengalihkan pandangan ke buku catatan di meja, tetapi aku masih bisa merasakan tatapan matanya yang terarah kepadaku.
"Um, ada apa?"
Dengan lugas, aku memulai percakapan, dan dia memberikan senyum getir, berkata, "Itu seharusnya kalimatku," sebelum menghapus sesuatu yang ditulisnya dengan penghapus.
Lalu, seolah menemui masalah sulit lainnya, dia meletakkan tangan di dahinya dan menggerutukan sesuatu.
Hmm... Tunggu, apakah ekspresinya sedikit lebih serius dari biasanya?
Seolah-olah dia sedang terbebani oleh sesuatu... Ah, kalau begitu, mungkin sebaiknya aku mencoba berbicara dengannya sedikit.
Berpikir begitu, aku melihatnya, dan sekali lagi, mata kami bertemu.
"Mahiro selalu terlihat bahagia dan tersenyum ya."
"Apa menurutmu begitu?"
"Lihatlah. Kamu selalu tersenyum, bukan? Kamu sangat berbeda denganku."
"Memang, tapi ini mungkin lebih baik daripada memiliki wajah muram menyeramkan seperti Kik-kun, kan?"
"Biarkan saja. Ini adalah sesuatu yang aku miliki sejak lahir, bukan karena aku yang secara sengaja terlihat begitu."
"Tapi jika kamu menyadarinya, aku pikir kamu seharusnya berusaha tampil sebaik mungkin. Kata orang, kesan seseorang ditentukan oleh penampilan mereka, dan Kik-kun sendiri punya tampang yang bagus sejak awal, jadi jika kamu menerapkannya, kamu pasti akan menjadi orang yang populer!"
"Orang yang populer, ya. Aku merasa tidak ada permintaan seperti itu..."
"Ada permintaannya lho~. Jadi, berikan senyumanmu!"
Ketika aku menyarankan hal ini, dia membuat wajah sulit dan berkata singkat, "Tidak."
Sungguh disayangkan....... padahal aku ingin sekali melihatnya tersenyum, meskipun dia pasti terlihat kikuk.
"Ngomong-ngomong, Mahiro. Apa kamu ingat seberisik apa istirahat makan siang kemarin?"
"Aku ingat. Ramai sekali, bukan? Ada pengakuan cinta di depan umum dan anjing yang tiba-tiba masuk ke lapangan sekolah. Um... jadi, kenapa kamu peduli dengan masalah anjing itu?"
"Hei. Jangan putuskan sendiri tentang apa yang akan aku bicarakan."
"Eh, .....bukan?"
Ketika aku miringkan kepala dalam keterkejutan, Kik-kun menggaruk pipinya dan menjawab dengan nada tersinggung, "Bukan..."
Perubahan sikapnya lucu, dan saat aku melihatnya sambil tersenyum, dia menatapku dengan tidak setuju.
"Maaf. Hanya saja menurutku lucu jika kamu membuat ekspresi seperti itu, yang berbeda dari biasanya. Dalam artian yang baik, tentunya."
"Hah. Lucu bukanlah pujian untuk seorang pria, tahu?"
"Benarkah? Kalau kamu tipe pria yang sulit didekati, malah terlihat lucuu, lho? Itu disebut 'gap moe.' Kamu melakukannya!"
"Aku tidak benar-benar senang melakukannya. Lagipula, apa bagusnya Gap?"
"Nah, nah~. Tentu ada sejumlah orang yang terkesan oleh 'gap moe.' Ngomong-ngomong, aku kemungkinan juga salah satunya?"
"Wow, dengan senyuman itu... ini hanya lelucon, kan?"
"Hehe, dengan artian yang baik tentunya~"
"Hanya menambahkan 'dengan artian yang baik' bukan berarti bisa membuat segalanya diterima, tahu?"
Dia mendesah berat dan mengangkat bahunya dengan frustrasi.
"Tapi bukannya ini tidak biasa? Kik-kun, kamu biasanya tidak pernah tertarik pada topik seperti ini sebelumnya."
"Yah... itu normal bagi seorang pelajar SMA untuk tertarik pada hal-hal seperti itu."
"Hehe. Itu benar, mungkin~"
Saat aku mengatakan itu, pandangannya sebentar bergerak ke arah langit-langit, lalu kembali dengan cepat.
...Cukup jelas.
Dia mungkin merasakan nada sugestifku.
Ada sedikit rasa gelisah dalam wajahnya yang biasa serius, dan dia segera terbatuk-batuk seolah menutupinya.
"Aku benar-benar terkesan. Aku pikir anak itu sungguh berani menyatakan perasaan didepan banyak orang... itu saja."
"Memang butuh keberanian~ Tapi ketika berbicara mengenai pengakuan cinta, bagaimana cara untuk menyampaikannya juga sangat penting. Jadi kurasa itulah sebabnya hal itu dilakukan di depan umum. Sulit untuk mengatakan tidak ketika ada begitu banyak perhatian yang tertuju padamu."
"Aku tak suka pemikiran itu..."
"Oh! Itu hanya contoh hipotetis! Bagaimanapun juga, situasi itu sangat krusial!"
"Bahkan jika aku berada dalam posisi yang sama, aku akan mengatakannya di tempat yang sepi."
"Hehe. Aku bisa memahaminya. Dalam situasi itu, aku mungkin akan membeku jika ada banyak yang menonton."
"Benarkah?"
"Dalam hal ini, sepulang sekolah seperti sekarang adalah waktu terbaik. Tidak ada orang lain di sekitar."
"Aku mengerti... setelah kamu menyebutkan, mungkin sekarang memang waktu yang terbaik untuk itu..."
Ketika dia mengatakan itu, Kik-kun menjadi diam, dan ruang kelas terbenam dalam keheningan yang khidmat.
Dia menyilangkan lengan, mengenakan ekspresi bingung, tampaknya sedang bergulat dengan sesuatu.
Ada apa? Mengapa tiba-tiba dia menjadi diam...? Dalam situasi seperti ini, tidak boleh tergesa-gesa; aku harus menunggu sampai dia mulai berbicara.
Dengan berpikir begitu, aku diam-diam terus menunggu.
Setelah beberapa saat hening, dia perlahan-lahan membuka mulutnya.
"Err... begini, Mahiro."
"Hmm, apa?"
"Apa... ada seseorang yang kamu sukai?"
"...Huh?"
Sebuah suara aneh keluar dari mulutku sebagai respons terhadap pertanyaan yang tidak terduga.
Meskipun aku berusaha menjawab, hanya terdengar suara kikuk yang mengatakan, "Me-Menyukai seseorang?"
Tetapi dia tidak tampak khawatir tentang respons canggungku.
Sebaliknya, dia menatapku dengan sungguh-sungguh dengan ekspresi serius.
"Maaf, tiba-tiba seperti ini. Tapi... aku benar-benar ingin tahu."
"A-apa ini sesuatu yang harus aku jawab...?"
"Yeah. Harus kamu jawab, Mahiro."
"Ugh... tegas sekali..."
Dia menatap lurus ke arahku.
Jantungku berdebar lebih cepat dari sebelumnya saat melihat tatapan itu.
Apa yang harus aku lakukan... keseriusan dan ketegangan aneh ini lebih banyak daripada biasanya!
Tunggu-tunggu, situasi dan suasana ini... tidak mungkin kan?
Apa dia... benar-benar akan menyatakan perasaannya!? Sekarang!?
Jadi, dia sengaja membawa topik pengakuan kemarin untuk saat ini!? Tidak, tidak, tidak!! Tidak mungkin!
Tenanglah, Mahiro... tarik napasmu dalam-dalam.
Aku menghembuskan napas dalam, mencoba mengatur pikiranku.
Tidak, tunggu... kamu tidak mungkin salah, Mahiro.
Memang benar aku dan Kik-kun sudah menghabiskan waktu bersama, cocok satu sama lain, dan sudah dekat sejak kecil.
Bahkan, ada kalanya ketika orang-orang mengira bahwa kami adalah pasangan!
Bahkan dalam hubungan seperti itu, mustahil bagi seseorang untuk mengungkapkan perasaannya dalam situasi seperti ini.
Ah! Tapi Kik-kun memang memiliki beberapa kualitas unik dan sedikit aneh sejak awal, jadi memang ada kemungkinan kalau dia akan benar-benar mencoba mengatakan sesuatu...
Jika itu benar... jika itu benar-benar terjadi, aku akan sangat bahagia sampai mati, tapi, ...tapi jika ini hanyalah kesalahpahamanku saja, aku akan mati karena malu.
Baiklah, aku perlu mengkonfirmasinya di sini. Oke, mari kita dengarkan....
"Um, Kikkun. Apa... kamu secara kebetulan ingin memberitahuku sesuatu yang penting?"
"Yeah."
"Apakah itu... ehm, tentang, penga...kuan atau semacamnya?"
"...Y-yah, benar. Itu dia..."
"...Uh, hei..."
Ahhhhh, aku sangat malu!!
Tetapi aku tak boleh terbawa suasana. Ini belum tentu berarti dia menyukaiku!
...Aku mengetahui hal ini karena aku sudah mengenal Kikkun sejak lama.
Pola ini merupakan pola naik turun! Jangan salah!!
---Tunggu, tunggu, kenapa aku menggila sendirian begini...?
Berkat nada sedikit tsundere dalam pikiranku, rasa malu berputar-putar dan ketenanganku kembali.
Aku berhasil menampilkan ekspresi yang tenang dan tersenyum.
"Um, baiklah... mungkinkah aku salah paham dengan apa yang kamu katakan tadi?"
"Salah paham?"
"Tentu saja! Ketika Kikkun bertanya tentang orang yang kusukai, itu hanya berarti 'disukai' dalam 'hubungan yang baik', tanpa makna lain yang lebih dalam... bukan?"
"Tidak, bukan begitu. Ini lebih tentang cinta atau cenderung ke aspek romantis. Ini bukan tentang menyukai seseorang sebagai pribadi."
"Aku mengerti. Tapi, mengapa aku...?"
"Aku ingin tahu perasaanmu..."
Wajah seriusnya selalu terlihat malu-malu. Namun, di dalamnya terpancar perasaan putus asa darinya.
...Apa ini serius?
Ap-apa yang harus kulakukan!?
Bukankah ini benar-benar bukan kesalahpahaman!?!?
Jika Kik-kun mengatakannya... ak-aku juga perlu mempersiapkan diri, bukan?!
Aku hanya perlu merespons dengan 'Iya', 'Aku mau', atau 'Aku juga menyukaimu' kan!?
Dengan tekad, aku menatap matanya.
Baiklah... mari kita lakukan ini!
"Hei, Mahiro."
"I-iya!"
Aku sangat gugup hingga suaraku meninggi, tapi dia menatapku dengan mata ramah yang tidak seperti biasanya.
Lalu pada akhirnya, dia mulai mengatakannya...
"Jadi Mahiro, adik perempuan dan juga teman masa kecilku... mereka menyatakan perasaannya kepadaku. Menurutmu, apa yang seharusnya aku lakukan?"
Sejenak aku terdiam. Wajahku hampir menjadi 'kosong' sejenak.
"Aku mengerti... haha..."
Gelak tawa kering adalah satu-satunya yang keluar dari mulutku.
Memang benar pengakuan, ya... tetapi sebagai seseorang yang menerima, bukan orang yang menyatakan. Ya, ya, betapa sulitnya...
---Tunggu! Kenapa bisa berakhir seperti ini!?!?
Situasi gila macam apa yang membuat dia bisa dapat pengakuan dari dua orang!?!?
Oh, benar juga, saat ini aku bahkan juga menyukainya...!
Jika aku mengatakan sesuatu di sini, aku mungkin akan mempersulit segalanya...
Aku menyimpan pikiran itu dan tersenyum padanya.
Apapun itu... aku hanya ingin mengatakan satu hal.
Ayolah! Tuhan, bagaimana engkau bisa begitu kejam padaku~~!
Post a Comment