NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tsun'na Megami-sama to Darenimoienai Himitsu no Kankei V1 Chapter 3

 Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion 


Chapter 3 - Berteman dengan tetangga 

親睦する隣人

Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


*---Beep---beep, beep--beep---beep, beep---beep---*

"Uh……? Ah... sudah jam segini ya……"

Aku terbangun oleh suara alarm. Dengan kesadaran yang masih dalam keadaan setengah tidur, aku mematikan alarm tersebut.

Meskipun alarmnya sudah mati, mataku tak kunjung mau terbuka. Kelopak mata atas dan bawah terasa menempel erat karena gravitasi kantuk.

Pikiranku menjadi kabur. Ahh, ngantuknya……

Tadi malam, entah kenapa aku terlalu bersemangat dan tidak bisa tidur tepat waktu.

Ditambah lagi, sinar matahari musim semi yang masuk dari celah-celah tirai membuat rasa kantukku semakin menjadi-jadi. Orang-orang dulu sering berkata, 'Kamu takkan bisa bangun pada waktu fajar saat tertidur di musim semi' dan kurasa itu benar.

……Pengen bolos..... Tidak, tidak, tidak. Sewaktu berada di SMA Kuroba, aku sering membolos dan tidur di kelas tanpa banyak pikir. Saat ini, aku adalah seorang murid dari SMA Shiramine. Jika aku membolos sedikit saja, aku pasti akan tertinggal jauh dari pelajaran.

……Mungkin, kalau aku memohon dan berlutut pada Yukimiya, aku bisa saja mengejar kembali apa yang tertinggal, tapi itu tidak bisa aku lakukan karena harga diriku tidak mengizinkannya sejak awal. Lagipula, sepertinya aku takkan bisa merendahkan kepala di depan Yukimiya seumur hidupku.

……Tunggu, tunggu, apa maksudnya seumur hidup? Ini bukan seperti kita akan bersama selamanya, kan?

Pikiranku memang lamban. Bahkan saat ini pun, aku malah memikirkan hal-hal yang tidak perlu.

Haa... baiklah, selama masih dalam batas kemampuan, aku harus melakukan apapun yang bisa kulakukan.

Setelah menyelesaikan sarapan dengan bahan makanan yang ada di kulkas, serta mempersiapkan berbagai hal untuk pelajaran, waktu untuk berangkat pun tiba.

Aku bersyukur Yukimiya mau membantu memeriksa PR-ku. Jika tidak, aku pasti akan kesulitan menyelesaikan setumpuk PR di pagi hari.

Yah, tidak ada waktu untuk bermalas-malasan, kurasa aku harus cepat-cepat pergi ke sekolah.

Meninggalkan ruangan dengan sekantong sampah yang mudah terbakar, dan pada saat itu---

" "Huaaah~ ……Eh?" "

Di saat yang bersamaan, Yukimiya juga keluar dari sebelah, dan menguap lebar. Aku merasakan semacam deja vu.

Meski begitu, rasanya tetap saja canggung. Aku harus bertindak cepat dan menyapanya terlebih dahulu.

"Selamat pagi, Yukimiya."

"Eh, ya. Selamat pagi..."

Yukimiya membeku karena pertemuan yang tidak terduga itu. Namun, sepersekian detik berikutnya, dia memerah dan menatap tajam.

"...Kamu melihatnya?"

"Aku melihatnya."

"Jangan menjawab begitu cepat."

"Tidak, jangan khawatir. Aku sudah melihatnya, jadi tidak perlu membuat alasan lagi."

"Terserah padaku harus khawatir atau tidak. Lagipula, kalimat itu, kamu menyindir ucapanku kemarin, kan? Aku marah!"

"Maaf."

Dia menyadarinya, huh?

Yukimiya menatap tajam, lalu dengan cepat mengunci pintu dan berjalan meninggalkanku.

"...Hari ini aku pergi duluan, kamu harus berangkat setelah mengambil sedikit jeda waktu. Aku tidak mau ada orang yang melihatku bersamamu saat berangkat sekolah."

Dia benar-benar cerewet. Tidak, ini lebih terasa seperti seorang gadis puber yang tidak mau terlihat sedang bersama ayahnya.

Jika begitu kasusnya, maka akulah yang jadi ayah disini... Tunggu, kenapa harus aku?

"Baiklah. Selamat jalan."

"...Aku pergi."

Faktanya, dia bahkan masih mau menjawab salamku. Sungguh anak yang disiplin, menunjukkan betapa baik dia dibesarkan.

Namun begitu....

"Jangan lupa membuang sampah yang gampang terbakar."

"............"

Dia tiba-tiba berhenti, memerah, lalu berputar balik masuk ke dalam ruang apartemen, sampai pada akhirnya keluar lagi dengan tergesa-gesa sambil membawa kantong sampah dan berjalan menuruni anak tangga. Yukimiya itu secara mengejutkan sangat ceroboh.

Dari lantai dua apartemen, aku memperhatikan Yukimiya berjalan pergi.

Setelah membuang sampah, Yukimiya melirik ke arahku, lalu berpaling dan berlari kecil. Sungguh, tak peduli dari manapun aku melihatnya, dia terlihat lucu meski sering membuatku kesal---hmm?

Tiba-tiba, bayangan asing berkelip di sudut mataku.

Apa itu?

Di belakang Yukimiya, ada pria mencurigakan... mengenakan jas, bermasker, dan berkacamata hitam. Benar-benar terlihat seperti orang yang mencurigakan.

Dia tampak bersembunyi di balik tiang listrik, mengikuti Yukimiya dengan matanya... Eh, aku bukannya mau berprasangka buruk, tapi, apa itu penguntit?

...Benar, itu mungkin saja. Yukimiya---kalau mulutnya diam, tidak diragukan adalah gadis cantik yang sangat polos, dan orang-orang yang tidak tahu tentang kepribadian galaknya mungkin akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak heran jika muncul satu atau dua penguntit yang mengikutinya.

Tapi, aku belum pernah mendengar Yukimiya sendiri mengatakan bahwa dia menjadi korban penguntit... Bagaimanapun, sebelum semuanya menjadi rumit, mungkin aku harus menanyakan apa yang dia lakukan.

Aku turun ke lantai satu, berjalan sedikit memutar lalu mendekati pria yang bersembunyi di balik tempat persembunyian itu.

Tinggi badannya sekitar sama denganku, tapi dia terlihat lebih berotot. Jika aku memprovokasinya dengan buruk, mungkin dia akan membalas.

Sambil menggunakan payung lipat di tas sebagai senjata seadanya, aku berbicara kepada pria itu.

"Oi, kau!"

"---Agh!" 

Hee...!? Dia kabur. Dan meski pakai sepatu kulit, dia bisa berlari sangat cepat.

Sementara aku terpaku di tempat, sosoknya sudah hilang dari pandangan.

"Sebenarnya, aa-apaan tadi itu...?"

Bukankah dia benar-benar penguntit? Untuk berjaga-jaga, mungkin sebaiknya aku melaporkan ini ke polisi... Tidak, sebelum itu, mungkinkah aku harus bicara dengan Yukimiya dulu? Atau haruskah aku melaporkannya ke polisi setelah bicara dengan Yukimiya?

Sungguh... belakangan ini, terlalu banyak kejadian yang melibatkan Yukimiya.

Dengan helaan napas pendek, aku pun mulai berjalan menuju sekolah, menyusuri jejak Yukimiya sebelumnya.


◆◆◆


"Ha-Hazuki, tolong aku...!"

"Junya, ingusmu menjijikkan."

"Kau bilang apa ke sahabatmu!?"

Karena kau sahabatku itulah aku jadi bilang begitu! Oit, jangan mendekat! Ingusmu bisa menempel tau!

Begitu tiba di kelas yang sudah mulai membuatku terbiasa, Junya langsung datang sambil menangis dan meminta bantuan. Aku sudah menduga Junya akan bertindak seperti ini.

"Masalah PR kan? Memang jumlahnya banyak banget sih."

"Iya! Bahasa Inggrisnya baru kelar, tapi yang lainnya... sama sekali gak selesai! Haha, kau pasti juga belum selesai, kan? Sebagaimana sahabat sejati, ayo kita dimarahi bersama-sama!"

Sungguh asumsi yang kurang ajar. Dia berbicara dengan asumsi aku belum mengerjakan PR itu.

Yah, kalau bukan karena bantuan Yukimiya, aku juga pasti belum menyelesaikannya. Jadi, aku bisa mengerti perasaan yang ia alami. Mempertimbangkan bahwa PR sebanyak ini diberikan setiap hari... aku mulai merinding memikirkannya.

"Sudah selesai, PR-ku."

"......Heh."

Hah? Orang ini tertawa sinis? Terima pukulan ini.

"Aduh!? Apa yang kau lakukan!"

"Karena caramu mengolok-olokku itu menjengkelkan."

"Tidak, tidak, tidak. Hazuki-san, menurutmu sudah berapa lama kita berteman? Aku sangat mengerti tentangmu. Berbohong itu tidak baik, lho? Apa kau tak tahu pepatah yang mengatakan bahwa pembohong itu akan jadi seperti anak gembala dalam kisah 'The Boy Who Cried Wolf'?"

"Pepatah yang benar itu, 'pembohong itu awal dari pencuri'"


TL/N: Disini Junya mau bilang pepatah ttg berbohong tapi malah ngomongin cerita 'The Boy Who Cried Wolf'. Fyi, itu cerita populer ttg gembala yang suka bohong teriak" kalo ada serigala smpe akhirnya pas beneran ada serigala orang" pada gak percaya.

Untuk makna dari pepatah yang dibilang Hazuki itu kira-kira; Perbuatan atau kebiasaan kecil misalnya berbohong itu bisa berkembang jadi tindakan atau kebiasaan buruk lain yang lebih besar, misalnya mencuri.


"Eh, begitukah?"

Apa dia bakal baik-baik saja?

"Haa... sini biar kutunjukkan padamu. Satu botol jus untuk satu mata pelajaran."

*Gubrak!* "Kumohon tunjukkan!"

Orang ini, dia tiba-tiba berlutut di tengah kelas. Lihat, para gadis bahkan terlihat ketakutan. Dengan ini, aku sudah dipastikan tidak akan bisa mendapatkan pacar.

"Kau itu tidak punya harga diri sedikit pun, apa? Poo-taro?"

"Tapi, seriusan! Semua guru disini seram! Pelajaran kemarin itu sangat ketat!"

"Ya, memang benar."

Aku pernah dipelototi hanya karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari sensei... Aku baru beberapa hari di sini, dan aku masih tidak bisa terbiasa dengan gaya pembelajarannya.

"Nah, ini dia. Cepat kembalikan."

"Oooh, terimakasih Tuhan...!"

Junya, sambil meneteskan air mata, menerima buku PR-ku dan segera kembali ke tempat duduknya untuk mulai menyalin.

Jika kuingat dengan benar, dia juga ada kerja paruh waktu sepulang sekolah, kan? Bekerja sambil mengerjakan banyak PR seperti ini, benar-benar terlihat sulit.

"Hee, baik sekali. Inikah yang dinamakan ikatan antar pria?"

"Lebih karena dia adalah sahabatku, jadi aku tidak bisa mengabaikannya---Hm?"

Eh, sekarang aku ini bicara dengan siapa?

Aku menoleh ke arah suara itu. Dan, tiba-tiba saja, mataku bertemu dengan Kurotsuki, yang tengah duduk di kursi depan.

Apalagi, dia sangat-sangat dekat! Jika sedikit saja aku hilang keseimbangan, sepertinya aku bisa saja berakhir mencium hidungnya. Entah ini jarak yang biasa di sekolah khusus perempuan atau tidak, tapi jangan lakukan ini pada alumni sekolah khusus laki-laki, tahu!? Itu bisa membunuh kami!

Meski begitu, Kurotsuki nampak tidak peduli dan tersenyum manis.

"Nehehe~ Hazukichi, selamat pagi."

"Oh, se-selamat pagi...!?"

Dekat, eh, tunggu...!? Kau terlalu dekat! Aku bahkan terlambat bereaksi sejenak. Sungguh, jarak sekarang ini sangat berbahaya!


Tanpa sengaja aku mundur dan menjauh, tapi Kurotsuki hanya menertawakanku. Tidak, kau seharusnya lebih waspada, tahu? Kita tetaplah lawan jenis, dan kau malah datang sedekat itu.

"Apa, apa kau merasakan sesuatu? Lucunya~ Jarak seperti ini normal di antara para gadis."

"Aku ini laki-laki!"

"Oh, benar juga. Karena kita teman masa kecil, aku sama sekali tak memperhatikannya."

Harap perhatikan! Mohon perhatikan hal itu!

Terlebih lagi, dengan kancing yang terbuka sampai belahan dadamu terlihat begitu, kau malah meletakkannya tepat diatas meja! Memang menyegarkan mata, tapi aku jadi bingung harus mengarahkan pandanganku kearah mana!

Junya juga, kenapa kau meninggalkan PR-mu dan malah terus menatap ke sini! Kau seharusnya menyelesaikan PR daripada melakukan hal seperti itu!

"Wah~? Haha, laki-laki yang masuk di sekolah khusus laki-laki benar-benar tidak tahan dengan perempuan, ya?"

"Jangan mengejek. Semua laki-laki di masa remaja memang seperti ini."

"Benarkah? Kalau begitu... mungkin aku harus lebih menggodamu~?"

Dengan suara yang hanya bisa kudengar, dan dari sudut yang hanya bisa kulihat; dia membuka sedikit lebih lebar kemeja bagian depannya.

Di dalamnya, aku bisa melihat bra bermotif macan tutul yang sangat seksi... tunggu!?

"Kau tidak punya rasa malu...!" 

"Malu pada teman masa kecil? Tidak terlalu. Malah rasanya sangat normal."

Ah, begitu... Sepertinya hanya aku satu-satunya yang merasakannya disini. Ini sedikit membuatku frustasi.

Tapi kurasa memang sebaiknya kau tidak melakukan itu di kelas, tahu? Bukan hanya aku, laki-laki lain juga menatap ke arah sini dengan mata yang sangat bersemangat. Meskipun mereka mungkin tak bisa melihat dari sudut ini, tapi aku tahu pasti tentang imajinasi liar mereka yang sangat kuat.

Dan mereka bukan hanya menatap dengan intens, tapi juga berusaha melirik-lirik kedalam... Hei! kalian semua, itu sangat jelas. Niat kalian kelihatan sekali.

Aku sengaja batuk keras untuk memperingatkan mereka agar mengalihkan pandangan. Aku tahu perasaan mereka, tapi bukan karena merasa cemburu atau apa; aku hanya merasa sedikit kesal ketika teman masa kecilku dilihat dengan cara itu.

"Jadi, apa yang kau lakukan? Kau dari kelas lain, kan?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja, teman-temanku belum datang. Lalu karena bosan... aku pikir lebih baik menggoda Hazukichi saja~."

"Jangan main-main dengan perasaan laki-laki hanya karena kau sedang bosan!"

"Itu baik saja kan? Lagipula, aku dan Hazukichi teman masa kecil, kan?"

Itu tidak baik, sama sekali tidak baik! Apa kau lupa sudah berapa lama kita tidak bertemu? Apalagi kau sekarang sudah berubah menjadi gadis yang sangat cantik.

Saat aku menghela nafas dalam hati tanpa ingin ketahuan, Kurotsuki sedikit mencondongkan dirinya ke depan.

"Bagaimana, Hazukichi. Apa kau terkejut?"

"Ugh... begitulah."

"Nehehe, aku berhasil~"

Dia menunjukkan senyum secerah matahari dan membuat simbol 'peace' dengan dua jari tangannya.

Sial, dia imut sekali. Ini jenis keimutan yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Yukimiya. Jika Yukimiya bisa diibaratkan seperti kucing sulit didekati, maka Kurotsuki punya aura seperti anjing yang mudah akrab.

Entah karena bosan menggodaku atau sudah merasa puas. Kurotsuki mulai merapikan poni depannya menggunakan cermin kecil sambil berbicara.

"Hey, Hazukichi. Apa kau selalu berangkat pulang pergi dari kediaman orang tuamu ke sini? Bukannya itu cukup jauh? Kurang lebih, pasti memakan waktu sekitar satu jam sekali jalannya, kan?"

"Ah... tidak. Aku tinggal sendiri. Aku minta orang tuaku untuk memberikanku uang."

"Hee, enak juga ya bisa dapat izin semudah itu. Apa kalian memang sangat dekat?"

".....Lebih seperti mereka tidak tertarik padaku."

Kurotsuki tahu tentang situasi keluargaku, atau lebih tepatnya, hubungan antara anggota keluargaku. Aku juga sering menghabiskan waktu bersama Kurotsuki, dan dia pernah menghiburku saat aku menangis.

Aku rasa itu sebabnya dia menanyakan hal-hal seperti ini. Sebenarnya, ketika orang-orang bertindak seperti itu... entah kenapa aku tidak menyukainya.

...Ini pasti, seperti apa yang dikatakan Yukimiya. Sensasi ketika seseorang masuk ke dalam area-mu yang tidak ingin disentuh dengan sembarangan.

Melihat reaksiku, wajah Kurotsuki terlihat seolah menyesalinya.

"Ah, um. Ma-ma-maaf. Aku bukannya sengaja...!"

"Ah, tidak apa-apa. Tidak apa-apa kok. Aku mengerti."

Aku yang paling tahu kalau Kurotsuki... tidak, Yocchan, bukan tipe orang seperti itu.

Dulu, Kurotsuki selalu melihat ekspresi orang lain dan bersikap pasif. Benar-benar seperti anak kecil yang hanya bisa mengikutiku dari belakang. Aku merasa senang dengan perubahannya sekarang; dimana dia mulai bisa bicara dengan lebih berani. 

Tapi, Kurotsuki saat ini benar-benar merasa bersalah, dan wajahnya menjadi murung. Ekspresi murung seperti itu... tidak berubah dari dulu.

Mari kita tinggalkan topik ini. Karena jika kita teruskan, kita hanya akan membuat satu sama lain tidak nyaman.

"Daripada itu, bagaimana kabar paman dan bibi?"

"Ah... ya, baik. Kemarin saat aku cerita tentang Hazukichi, mereka bilang ingin kau datang ke rumah kami suatu saat nanti."

Meskipun aku dengan jelas mengalihkan pembicaraan, dia bisa memahami maksudku dan menunjukkan senyuman.

Memang benar, Kurotsuki memang sangat cocok dengan senyumannya.

"Begitu... baiklah. Nanti kalau semuanya selesai, aku akan main ke sana."

"Datanglah kapanpun. Papa dan Mama juga pasti senang kok."

Memang, dulu aku sering dibantu oleh mereka. Ini kesempatan bagus untuk memberi salam secara langsung.

Saat aku mengenang hari-hari itu, Kurotsuki mulai gelisah dan mencuri-curi pandang ke arahku. Huh, ada apa?

"Jadi, itu... Err, aku juga ingin... pergi bermain ke tempatmu, Hazukichi....."

"Tidak boleh."

"Langsung ditolak!?"

"Sama sekali tidak boleh."

"Kamu tidak perlu sebegitu menolaknya...!"

Tidak, tidak, mengundang seorang gadis ke apartemen laki-laki yang tinggal sendirian... apa yang kau pikirkan?! Tentu saja itu tidak boleh.

...Kecuali untuk Yukimiya. Itu pengecualian karena dia tetangga.

Lalu jika tidak berhati-hati, orang bisa tahu kalau aku tinggal bersebelahan dengan Yukimiya. Itu harus dihindari, benar-benar tidak boleh terjadi.

Kurotsuki memelototiku dengan wajah cemberut saat aku dengan tegas menolak. Itu tidak menakutkan sama sekali. Malahan, dia sebenarnya terlihat lucu.

"Muu... Dasar pelit."

"Kau menganggapku pelit pun biarlah. Ayo, sebentar lagi kelas dimulai. Kembalilah ke kelasmu sendiri."

"Oke."

Kurotsuki berdiri dengan cepat (mataku tertarik pada roknya yang terangkat sebentar tapi itu akan tetap ku jadikan rahasia) dan menjulurkan lidahnya sebelum meninggalkan kelas. Memangnya dia itu masih anak-anak ya?

Saat Kurotsuki yang punya kehadiran seperti badai itu pergi, aku bersiap-siap untuk pelajaran...

"Ha---zuki-kun~~~"

"Woah!?"

Apa-apaan? Junya... jangan bicara dari belakang seperti itu. Kau membuatku kaget!

"Hah, ada apa? Kau terlihat menakutkan."

"Bukan aku saja. Lihatlah...!"

"Hah? Whaah, kalian terlihat menjijikkan!"

" " "Kami akan memukulmu!" " "

Sebelum sempat menyadarinya, semua anak laki-laki di kelas sudah berdiri di sekelilingku.

Dengan kepalan tangan dan mata merah, air mata mengalir di wajah mereka. Hei, ini lebih menakutkan daripada film hantu. Benar-benar terasa sangat horor.

"Kami masih belum berbicara dengan perempuan, apalagi melakukan kontak mata dengan mereka…!"

"Yatsuhashi bajingan, kau bisa bicara dengan gadis secantik itu..."

"Apalagi katanya kau bisa punya koneksi dengan 'dewi es' yang terkenal itu lewat OSIS..."

"Tidak akan aku maafkan, tidak akan aku maafkan, tidak akan aku maafkan, tidak akan aku maafkan, tidak akan aku maafkan."

Hei, berhentilah menggunakan makian yang serius!

Ah, sudahlah, tenanglah kalian!


◆◆◆


"Ah... sungguh melelahkan."

Pada akhirnya, aku merasa seperti dikejar para laki-laki sepanjang hari.

Tidak, bukan hanya merasa, tapi memang benar aku dikejar. Karena itu juga, aku bahkan dimarahi ketua kelas. Tunggu, kenapa harus aku yang kena?

Aku hampir tidak bisa mengikuti pelajaran, ditambah lagi tatapan iri dari para laki-laki sungguh menyakitkan. Hari ini benar-benar menguras tenaga mental.

"Eh, kamu baik-baik saja? Tidak apa-apa?"

"Uh... yah, entah bagaimana."

Saat aku terkulai lemas di sofa rumah, Yukimiya yang sudah datang berkunjung tampak khawatir dan mengintip wajahku dari atas. Wajah manisnya terlihat jelas dari balik bukit lembut yang menjulang.

Aku tidak pernah menyangka Yukimiya akan mengkhawatirkanku... Ini membuatku sedikit terharu---

"Kamu masih bisa membuat makan malamku hari ini dan bekal besok?"

"Itu yang kau khawatirkan?!"

Kembalikan rasa terharuku...!

Melihat jam, sudah lewat pukul 18.00. Memang sudah waktunya untuk mulai membuatnya.

Aku memaksakan diri untuk bangun dan menuju dapur.

Yukimiya juga mengikutiku dari belakang seperti anak burung yang mengikuti induknya. Sepertinya dia sangat bersemangat ingin tahu apa yang akan aku buat.

"Yah, mari kita buat. Hari ini aku akan membuat omurice."

"Omu...!?"

"Kau suka omurice?"

"....! (mengangguk berkali-kali)."

Yukimiya mengangguk dengan mata bersinar.

Dia pasti sangat menyukainya... Ternyata aku tidak salah, dia memang suka sesuatu yang kekanak-kanakan.

Kalau begitu, mungkin dia akan lebih senang lagi dengan bekal besok.

"Biar aku menunjukkan caranya, jadi hari ini kau hanya perlu memperhatikan."

"Eh. Telurnya harus mengembang dan meleleh, tidak boleh tidak."

"Tenang saja. Akan aku buat mengembang dan meleleh."

"Seperti yang diharapkan dari Yatsuhashi-kun!"

Dia mengenakan celemeknya, lalu dengan penuh semangat menyiapkan buku catatan di tangannya.

Aku mengatakannya dengan percaya diri, tapi membuat omurice sebenarnya cukup sulit. Agar tetap mengembang dan meleleh, aku harus memastikannya agar dalamnya tidak terlalu matang.

Makanya, untuk hari ini, sebelum memberikan instruksi ini dan itu, aku memutuskan untuk mencobanya sendiri terlebih dahulu.

Pertama, aku membuat nasi ayam dengan menumis sayuran campur dan potongan daging ayam seukuran gigitan, lalu memberi bumbu dengan saus tomat, garam, dan merica, dan bahan lainnya.

Segera setelahnya, aku mulai membuat bagian omelet di wajan lain. 

Aku berusaha membuat telur mengembang sebanyak mungkin di bagian luar dan jadi meleleh sebanyak mungkin di bagian dalam, kemudian membentuknya menjadi bentuk oval. 

Sebelum bagian dalam telur jadi terlalu matang dan keras, aku meletakkannya di atas nasi ayam, memotong bagian tengahnya dan membukanya.

Sebagai sentuhan akhir, aku menuangkan saus tomat cukup banyak di bagian tengahnya, dan voila! Omurice sederhana tapi ala restoran pun tersaji sempurna.

"Selesai, ini omurice sederhana."

"Wah, luar biasa...! Telurnya berkilauan. Seperti permata...!"

"Aku senang kalau kau suka. Silakan makan."

"Benarkah? Tunggu sebentar."

"Eh?"

Yukimiya mengeluarkan tusuk gigi, lalu menulis sesuatu di buku catatan... apa yang sebenernya dia lakukan?

Memotong kertas catatan itu menjadi bentuk persegi, dia menempelkannya pada tusuk gigi dengan pita... ah, tidak mungkin.

"Selesai."

"Bendera, ya? Seperti yang ditusukkan pada omurice di menu anak-anak."

"Iya. Lihat, ini gambar nyanko loh."

"...Hah, nyanko?"

Eh... Itu, kucing?

Uhh, ya... sepertinya itu versi yang sangat disederhanakan. Tapi, tanpa bermaksud mengejek... itu sama sekali tak terlihat seperti kucing. Yah, jika kita memberi sedikit kelonggaran... mungkin bisa---tidak, bahkan dengan itupun aku masih tidak bisa melihatnya sebagai bentuk kucing.

Aku sudah memikirkannya sebelumnya, tapi Yukimiya sangat buruk dalam menggambar.

Dulu aku sering membuat coretan-coretan di kelas, jadi secara tidak sengaja aku jadi cukup baik dalam menggambar.

Namun begitu, mungkin karena reaksiku tidak seperti yang diharapkan, Yukimiya mendekat dan terus mengibar-ngibarkan bendera tepat di depanku.

"Tak peduli bagaimana kamu melihatnya, ini jelas-jelas nyanko. Lihat, coba perhatikan dengan baik."

Bahkan jika aku melihat lebih dekat, aku tak merasa itu terlihat seperti kucing... mungkin memang lebih baik kalau kita tidak membahas ini lebih lanjut.

"...Makanlah sekarang, sebelum dingin."

"Hei, ini nyanko, kan? Hei, lihat, lihat."

"Jika kau tidak makan, biarkan aku yang akan memakannya."

"Tidak boleh!"

Yukimiya buru-buru membawa omurice ke ruang tamu, menancapkan bendera buatannya sekali lagi, dan menatapku dengan wajah bangga.

"Jujur saja, kamu iri dengan bendera ini, kan? Huhuhu~"

"Ya, ya, begitulah. Aku iri, aku sangat iri."

Memangnya dia anak-anak?

Yukimiya, yang sangat bersemangat, mengambil beberapa foto dengan ponsel sebelum kemudian menyatukan kedua tangannya.

"Selamat makan."

"Yah, silakan."

Yah, aku ingin tahu apakah itu akan cocok dengan selera Yukimiya... Tidak, jika itu Yukimiya, apapun yang dimakan, dia mungkin akan menganggap itu enak.

"Waa~~~~!"

Dengan mata terpejam erat, Yukimiya mengayunkan kedua tangannya dengan liar. Sepertinya dia sangat menyukainya. Melihatnya senang seperti ini membuat usahaku tidak sia-sia.

"Enak?"

"...Ahem, ini cukup baik."

Apa-apaan? Padahal, wajahnya jelas-jelas menunjukkan kalau dia menikmatinya. Bahkan, nafasnya terlihat jadi lebih berat dari biasanya. Dia memang tsundere, sungguh.

Nah, aku juga harus segera membuat bagianku---Ah! Benar juga. Aku harus memberitahunya tentang kejadian pagi ini.

"Aku lupa mengatakannya. Yukimiya, apa kau pernah mengalami pengalaman buruk yang melibatkan penguntit atau semacamnya?"

"Eh, dari kamu?"

"Bukan."

"Bercanda."

Sial, orang ini. Kau seharusnya bisa membedakan apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan!

"Aku terluka."

"Eh, oh. Maaf, aku..."

"Bercanda."

"...Kamu berani juga ya."

Ya ampun. Apa aku membuatnya marah? Tapi, bisa melihat wajahnya yang panik... itu agak baru bagiku.

Dengan tatapan tajam, Yukimiya menatapku, lalu menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya.

"Aku ingin mengatakan ini sebagai candaan, tapi kalau seseorang pindah tepat di sebelahmu setelah pertama kali bertemu, wajar untuk berpikir begitu, kan? Lagipula, aku ini imut."

"Aku tak bisa berkata apa-apa."

Aku mengerti apa yang dikatakan Yukimiya. Jika aku berada di posisinya, aku mungkin juga akan merasa curiga seperti itu. ...Lalu, meski sulit bagiku untuk mengatakannya, tapi aku juga mengakui bahwa dia memang imut.

"Tapi, yang kumaksud itu, secara nyata."

"Tidak, sampai sekarang tidak ada... Ada apa?"

"Pagi ini, ada seorang pria tua yang menatap Yukimiya terus-terusan. Saat aku menyapanya, dia langsung kabur."

"Apa kamu gila!? Bagaimana bisa kamu lupa mengatakan hal penting seperti itu!?"

Dia memang benar. Tapi aku tidak akan mengatakan penjelasan apa-apa karena apa pun yang akan aku katakan mungkin hanya terdengar seperti alasan, meski sebenarnya aku memang benar-benar dikejar-kejar para idiot sepanjang waktu di sekolah. Jika saja itu tak pernah terjadi, aku pasti sudah melaporkan perihal penguntitan ini seperti biasa.

Yukimiya memegangi dahi, lalu dengan cepat mengubah ekspresinya; tampak sedang berpikir keras.

"Tapi, penguntit... Aku sama sekali tidak punya petunjuk. Sungguh, sampai sekarang aku tidak merasa pernah mendapatinya sama sekali."

"Baiklah... Setelah ini aku akan membuat laporan ke polisi. Hanya untuk berjaga-jaga."

"A-aku juga ikut."

"Tidak, aku baik-baik saja sendiri..."

"B-biarkan aku juga pergi juga. Lebih baik begitu supaya lebih meyakinkan juga, bukan?"

...? Kenapa dia jadi sangat panik---Ah! aku mengerti. Tentu saja, dia akan sendirian kalau kutinggal, dan pasti Yukimiya merasa takut. Aku tidak mau membayangkan jika sesuatu terjadi saat aku pergi melapor ke kantor polisi.

"Baiklah, kita pergi bersama."

"Ya, mari lakukan itu. ....Ada apa? Apa-apaan pandanganmu itu? A-aku bukannya takut. Ya, aku tidak takut, aku begini karena mungkin bisa saja malah kamu yang dicurigai sebagai orang mencurigakan. Aku ikut pergi itu juga demi kebaikanmu, tau... Hei!? kamu dengar, kan? Sungguh, itu benar. Semuanya memang benar begitu, oke?!"


◈ ⟡ Hari berikutnya ⟡ ◈


Setelah berkonsultasi dengan polisi tanpa masalah, mereka setuju untuk mempatroli area ini untuk sementara waktu.

Meskipun tidak sempurna, ini setidaknya akan membuat Yukimiya merasa sedikit lebih tenang. Selanjutnya, ketika pergi ke sekolah, mungkin aku harus memberitahu para guru juga.

Tapi, sebelum itu, aku harus memberikan bekal yang telah aku siapkan untuk Yukimiya.

Setelah semua yang terjadi, hari ini ada acara makan bersama yang disebut sebagai pertemuan persahabatan antar dewan OSIS. Apa yang kubawa ini akan menjadi kotak bekal khusus untuk Yukimiya.

Tentu saja, aku membeli kotak bekal yang khusus untuk perempuan. Aku akan meminta dia membayar ganti untuk ini juga nantinya.

Segera setelah aku menekan bel ruangan sebelah, Yukimiya membuka pintu. Sepertinya dia sedang menungguku datang. Dia terlihat seperti hewan peliharaan yang menunggu kepulangan majikannya.

"Aku membuatmu menunggu, ya?"

"Tidak, aku tak menunggu lama. Nah, ini bekal buat acara persahabatan hari ini."

"Bekal...!?"

Mata Yukimiya berbinar saat ia menerima bekal dariku. Dia terlihat sangat senang. Melihat reaksinya seperti ini, membuatku juga ikut merasa senang.

"Akan mengejutkan saat membuka isinya."

"Sudah tahu. Memang itulah kenikmatan sebenarnya dari bekal, kan? Aku sudah mencarinya di internet."

"...Bukan itu yang kumaksud, tapi apa kau belum pernah buat bekal sendiri?"

"Tak pernah. Biasanya selalu makanan dari koki pribadi atau kantin sekolah."

Begitu... dia memang benar-benar seorang 'nona muda' dari keluarga kaya. Ini pertama kali aku mendengar tentang seseorang yang punya koki pribadi. Sebagai orang yang suka memasak, aku ingin mencoba setidaknya sekali untuk bahan belajar. Entah bagaimana rasanya, aku penasaran betapa lezatnya itu.

"Yah, mungkin tak sebanding dengan buatan koki, tapi aku bisa menjamin rasanya."

"Tidak ada yang bilang itu tidak enak. Kamu selalu membuatnya untukku...... Terima kasih, aku akan memakannya sampai habis."

"...O-oh."

Memalukan sekali jika dia mengatakannya seperti itu. Mengalihkan pandangan dari Yukimiya; aku merasa canggung karena suatu alasan.

"Baiklah... yah, mau berangkat sekarang?"

"Eh, tunggu sebentar."

Yukimiya kembali ke dalam ruangan dan keluar membawa tas.

Dia menyimpan kotak bekal dengan hati-hati di dalam tasnya, lalu menatapku dengan wajah serius.

"Kalau begitu, mari kita pergi."

"Ya."

Yukimiya berjalan di depan, dan aku mengikuti beberapa meter dari belakang.

Alasan kami mulai berjalan ke sekolah bersama seperti ini adalah karena kami telah berkonsultasi dengan polisi kemarin.

Polisi akan bertindak waspada, tetapi masih ada batasan dalam pergerakan mereka. Maka dari itu, akan lebih baik jika Yukimiya bergerak bersama dengan seseorang yang dikenalnya.

Meskipun dari sudut pandang Yukimiya, dia tidak ingin kami terlihat pergi ke sekolah bersama, aku tetap memutuskan untuk berjalan mengikutinya dari beberapa meter di belakang sebagai kompromi.

Tunggu, bukankah malah aku yang akan terlihat seperti penguntit?

Namun begitu, aku lebih khawatir jika Yukimiya sendirian dan terlibat dalam suatu insiden... Jadi, hanya untuk sementara, aku harus menahannya.

Ketika kami terus berjalan, kami tiba di jalan utama dan mulai melihat beberapa siswa dengan seragam sekolah yang sama. Dari sini, hampir bisa dipastikan aman.

Ketika aku merasa lega, beberapa siswi melihat Yukimiya dan berlari-lari kecil mendekatinya.

"Yukimiya-san. Selamat siang."

"Selamat siang."

"Ketua OSIS, cuaca hari ini bagus juga, ya."

"Benar."

...Bukankah dia agak dingin terhadap siswi yang tersenyum dan menyapanya?

Belajarlah cara bertahan hidup lebih lagi. Dengan sifatnya yang begitu, aku jadi khawatir dengan alasan yang berbeda.

Menghela napas pelan, aku mempercepat langkahku seolah-olah ingin melewati Yukimiya. Di jalan besar ini, dikelilingi oleh semua orang. Mungkin aku tidak perlu lagi menjaganya.

Saat aku melirik ke arah Yukimiya, dia juga melihatku dari sudut matanya dan mata kami bertemu.

Hei, jangan lihat ke sini. Aku tak bisa bicara dengan orang lain untuk mewakilimu.

Aku mengalihkan pandanganku dari Yukimiya dan mencoba sedikit lagi untuk meningkatkan kecepatanku---

"Hooolaaa, Hazu~~~ki-chan"

"Ugh!?"

Ouch...! Jangan tiba-tiba memukul punggungku, Junya idiot.

Saat aku menoleh, Junya dengan seringai di wajahnya merangkul bahuku. Serius, berhentilah melakukan itu karena rasanya sangat gerah.

"Ini dia, jus yang kujanjikan. Dan lagi, mohon bantuannya untuk hari ini juga~"

"Hari ini juga? PR kemarin itu cuman sedikit, kan?"

"Jumlah PR dan apakah itu bisa diselesaikan atau tidak adalah masalah yang berbeda. Jadi, kumohon tunjukkan padaku lagi hari ini."

"Dasar bajingan. Haa... aku akan menunjukkannya saat kita sampai di sekolah"

"Yeay! Hehe, terima kasih!"

Orang ini benar-benar tak berubah sama sekali sejak dari masa Kuroba.

Dan, kalau kami terus dalam alur ini....

"Lihatlah, Yukimiya-san. Itulah yang disebut 'persahabatan antara anak laki-laki'...!"

"Eh? Ya, begitulah."

"Menurut Yukimiya-san, siapa yang jadi 'pemberi' diantara mereka? Pastinya Minase-kun... anak berambut coklat itu, yakan?"

"Pe... pemberi...?"

"Pasti Hazu-Jun ya! Minase-kun yang menerima, kan?"

"Tidak, itu Jun-Hazu!"

"Hazu-Jun...? Jun-Hazu...? Penerima...?"

Karena para Fujoshi itu terus berfantasi tanpa henti, serius, kumohon jauhi mereka.

Dan juga, kalian para Fujoshi gila, jangan menanamkan pengetahuan aneh pada Yukimiya. Aku jadi tidak tahu bagaimana harus bertemu tatap muka dengannya setelah pulang sekolah nanti.

"Aku penasaran apa yang gadis-gadis itu bicarakan. Mereka siswa yang sebelumnya ada di sekolah khusus perempuan, jadi kurasa mereka sedang membicarakan hal-hal rumit."

"Itu 100% pembicaraan aneh. Dan sebagian besar terjadi karena salahmu."

"Apa?"

Ini jadi semakin menakutkan karena dia tak bisa menyadarinya.

Melepaskan rangkulan tangan Junya dari bahuku, aku bergegas ke sekolah; menjauh dari keberadaan Yukimiya.

"Oh, ngomong-ngomong, siang ini aku mau main basket di gymnasium. Kau mau ikut, Hazuki?"

"Lewat. Hari ini aku ada rapat OSIS, jadi kami harus berkumpul saat istirahat siang."

"Seriusan? Rapat OSIS sampai istirahat siang, berat juga. Jadi beginilah cara lahir seorang budak pekerjaan."

"Siapa juga yang mau jadi budak pekerjaan? Aku malah tidak mau bekerja."

"Hoo... Jadi cita-citamu jadi suami yang hidup dengan uang istri, ya?"

"Jangan mengatakannya begitu. Sebut saja suami rumah tangga."

Tujuan hidupku adalah hidup tanpa bekerja sebisa mungkin. Setelah melihat orang tua yang sibuk bekerja, aku jadi tidak punya motivasi untuk bekerja.

"Tapi ya, di sekolah ini sepertinya kita bisa mencoba dapat pasangan kaya, bukan?"

"Tidak tidak, mustahil."

"Kenapa?"

"Secara logis, bahkan jika kita menyukai mereka, apa kau pikir mereka akan menyukai orang biadab seperti kita? "

"...Ya, memang mustahil."

"Kan? Mereka semua itu 'nona muda' dari keluarga terhormat. Tentu saja mereka akan menikah dengan seseorang yang pantas. Mungkin dengan anak dari pemilik perusahaan besar atau semacamnya."

"Dunia ini keras ya..."

Itu benar.


◆◆◆


Jam berputar begitu cepat, dan tiba-tiba saja sudah tiba waktu istirahat makan siang. Kami, anggota dewan OSIS dari pihak Kuroba, dan anggota dewan OSIS dari pihak Shiramine, berkumpul di ruang OSIS. Ini adalah kali kedua kami bertemu dan berkumpul dalam formasi ini.

Yukimiya, yang berdiri di depan papan tulis, melihat sekeliling ke semua anggota yang telah berkumpul dan perlahan mengangguk.

"Tentunya, sebagai bentuk pertemuan persahabatan pertama, kita akan memulai dengan acara makan bersama. Semua sudah membawa bekal masing-masing, bukan?"

Setelah kata-kata Yukimiya, semua orang mengangguk kecil. Di depan masing-masing orang, terdapat kotak bekal. Dan tentu saja, di depan Yukimiya juga ada, kotak bekal yang telah kuberikan kepadanya pagi ini. Aku merasa sedikit cemas, semoga saja dia menyukainya...

"Tapi, jika kita terus seperti ini, kita hanya akan makan dan itu saja. Jadi, aku berpikir untuk melakukan pergantian tempat duduk," kata Yukimiya.

Hmm, pergantian tempat duduk, huh? Memang benar, jika tidak, kita akan tetap bergaul dengan kelompok kita sendiri. Mereka dengan kelompok mereka, dan kita dengan kelompok kita, makan bersama dengan pergantian tempat duduk.... ini adalah ide yang bagus.

Tanpa kusadari, Yukimiya telah menyiapkan dua kotak kecil, dibagi berdasarkan jenis kelamin, dengan nama-nama anggota OSIS yang tampaknya telah ditulis pada selembar kertas di dalamnya. Dia mulai mengacak dan menarik kertas tersebut secara bergiliran, lalu menulis nama-nama tersebut di papan tulis; membentuk lingkaran dengan nama-nama yang telah diambil.

Rupanya, susunan meja akan diatur dalam bentuk lingkaran, dengan laki-laki dan perempuan duduk bergantian satu sama lain.

Hmm... memang, dengan cara ini, tidak akan ada pengelompokan berdasarkan jenis kelamin. Secara semi paksa, mereka juga harus berbicara. Ini punya arti yang bagus untuk pertemuan persahabatan...

" " " "Aa... ap-ap-apa...!?" " " "

Masalahnya adalah, orang-orang ini sangat tegang...

Tentu saja, aku juga merasa tegang, tapi tidak seberapa dibanding mereka. Aku sudah cukup terbiasa berinteraksi dengan Yukimiya. Namun, apakah orang-orang ini bisa bicara dengan perempuan secara normal atau tidak... itu membuatku khawatirkan.

"Hei kalian. Wajar saja kalau merasa tegang, tapi pastikan kalian memperdalam persahabatan. Cukup bucara biasa saja, secara normal."

"Tapi, tapi, tapi, Ketua...!"

"Tidak ada tapi-tapi. Persiapkan dirimu, kau ini laki-laki, kan."

"Ugh..."

Benar-benar, mereka ini jadi penakut di tempat yang aneh. Siapa yang sebelumnya suka berteriak-teriak ingin punya pacar?

Saat aku melihat ke arah orang-orang tegang, Yukimiya, yang sedang mengisi pengaturan tempat duduk, menepuk tangannya.

"Baik, susunan tempat duduk sudah ditentukan, silakan pindah."

Oh, sudah ditentukan ya. Mari kita lihat, di mana tempat dudukku...

...【Yukimiya】-【Yatsuhashi】-【Kurotsuki】...

.......

Oi, ini lelucon? Konspirasi? Atau kecurangan?

Melihat ke Yukimiya yang menentukan susunan tempat duduk, dia dengan sengaja mengalihkan pandangannya. Dia pasti... melakukannya. Karena dia sendiri tidak bisa berbicara dengan laki-laki lain, dia bersikap curang dan menempatkan aku di sebelahnya. Ini pertemuan persahabatan, tapi dia tidak punya niat untuk bersahabat sama sekali.

"Ini adalah keputusan final. Sekarang, mari kita pindah."

Sebelum aku sempat mengajukan keluhan, dia sudah cepat-cepat melanjutkannya. Mendengar kata-kata Yukimiya, semua orang pindah dengan kebingungan.

Haah... Tidak ada pilihan, aku juga harus pindah.

Saat aku membawa makan siangku dan berpindah, Yukimiya datang ke sebelah kiriku, dan Kurotsuki ke sebelah kananku.

"Nehehe~ Makan siang dengan Hazukichi, sudah lama sekali!"

"Iya. Tapi bukan hanya denganku, bicaralah juga dengan orang di sebelahmu."

"Yaa, yaa... aku tahu. Kamu, sekretaris dari Kuroba kan? Salam kenal~"

Di sebelah kiri Kurotsuki, ada sekretaris Kuroba yang menegang. Ia mengangguk-angguk seperti robot.

Seberapa tegang dia itu? Yah, wajar saja jika merasa tegang karena tiba-tiba duduk di sebelah gadis cantik, apalagi jika kamu tidak pernah terbiasa dengan perempuan.

"Ahaha! Kamu gugup ya, lucu sekali♪"

"Eh!? Eh, itu...!"

...Yah, biarkan saja mereka. Lebih penting lagi, ini dia.

Aku melirik kearah Yukimiya, yang memasang ekspresi asing seraya berfokus ke depan. Dia ini... apa dia mau pura-pura tidak tahu?

Mendekatkan wajah, aku berbisik ke Yukimiya dengan volume sepelan mungkin agar hanya dia yang bisa mendengar.

"Hei, Yukimiya. Kau pasti curang dengan urutan duduk ini."

"Apa maksudmu?"

"Kita makan natto malam ini."

"Maaf, aku memang melakukannya."

"Baguslah kau mau jujur."

Kalau begitu, seharusnya kau bilang dari awal. Astaga...

Selagi aku merasa tertegun, Yukimiya tampak merasa canggung dan memalingkan pandangannya.

"Jika aku berbicara dengan siswa laki-laki lain, hanya akan membuat suasananya menjadi canggung dan berakhir buruk. Lalu tujuan dari pertemuan ini pasti akan hilang..."

"Memang benar sih. Tapi kau harus berusaha bergaul dengan mereka juga."

"Itu mustahil. Karena hanya kamu yang bisa berinteraksi denganku meskipun aku bersikap dingin."

"Itu... pujian?"

"Ya, tentu saja."

Hanya imajinasiku saja atau memang tidak terdengar seperti aku sedang dipuji?

Saat saya menghela nafas pelan, Yukimiya berdiri untuk menarik perhatian semua orang.

"Baiklah, mari kita mula. Semuanya, mari katupkan tanga kalian... Selamat makan."

" " "Selamat makan." " "

Menanggapi ucapan Yukimiya, semua orang mengulangi salam. Apa yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Hari ini, mari kita nikmati makan siang bersama ini.

Saat aku membuka tutup kotak makan siang, yang pertama kali menarik perhatianku adalah potongan kaarage yang menjadi hidangan utama. Meskipun ukurannya kecil, ada cukup banyak di dalamnya.

Ditambah dengan irisan kubis dan salad kentang yang menambah variasi warna, serta tamagoyaki yang merupakan makanan dasar dalam kotak makan siang.

Nasinya juga bukanlah nasi putih biasa, melainkan nasi yang dimasak dengan rebung. Ini adalah hidangan musiman dan aku sedikit bersemangat untuk membuatnya.

---Aku juga sudah memasukkan beberapa stroberi ke dalam wadah terpisah untuk Yukimiya. Itu juga sedang musimnya sekarang.

Itu saja. Ini adalah bekal yang sangat sederhana, sesuai dengan ciri khas ku.

"Wah! Bekalnya Hazukichi kelihatan enak! Eh, kau tinggal sendiri kan? Ini kau sendiri yang buat?"

"Ah, ya kurang lebih."

"Keren! Eh, boleh coba sedikit? Gantinya nanti aku kasih kamu sosis gurita milikku!"

"Ya, ya."

"Yay!" 

Kurotsuki segera membawa karaage kedalam mulutnya, lalu tersenyum cerah. Aku lega rasanya masih enak meskipun sudah dingin.

Nah, sekarang bagaimana dengan Yukimiya?

"...........!"

Dia belum mencobanya, tapi matanya berbinar-binar. Aku rasa dia menyukainya. Yukimiya pernah bilang itu makanan favoritnya, jadi memilih untuk membuat karaage adalah keputusan yang tepat.

Rasanya senang ketika bekal yang kubuat disukai orang lain.

Meninggalkan semua itu, aku menyatukan tangan dan memasukkan sepotong karaage ke dalam mulutku.

"Hmm... enak."

"Kan?"

"Ada apa? Kenapa Kurotsuki terlihat sangat senang?"

"Hehehe. Yah, jika Hazukichi senang, aku juga ikut senang... begitulah."

"A-apa maksudnya?"

Merasa sedikit malu, aku mengalihkan pandanganku dari Kurotsuki dan memakan tamagoyaki.

Ya, manisnya pas. Tidak terlalu manis, sesuai seleraku.

Sambil mengunyah, aku melihat sekeliling dan sepertinya semua orang mulai membuat percakapan satu sama lain, meski sedikit demi sedikit, tapi suasananya jadi lebih hidup. Itu bagus. Kalau tidak, selain kami, semua orang akan diam, dan itu akan terasa seperti neraka.

Meskipun masih ada banyak rasa canggung di antara anak laki-laki. Tapi mereka berusaha sebisa mungkin untuk bersikap sopan. Sepertinya tidak akan ada masalah.

"Wah, seperti yang bisa diharapkan dari Ketua Yukimiya. Bekal makan siangmu itu kelihatannya enak.”

"Tidak, ini cuman bekal normal, bekal biasa."

Saat aku mendengar suara seperti itu dan melihat ke arah Yukimiya, aku melihat dua gadis sedang melihat ke dalam kotak bekal Yukimiya.

Aku minta maaf karena itu jadi bekal normal, sangat biasa...

Mungkin merasakan tatapanku, Yukimiya membuang muka. Oit, lihat aku.

"Ah, tidak usah pedulikan aku. Semuanya, kembali ke tempat duduk kalian. Ingat, hari ini acara pertemuan persahabatan."

"Baiklah. Tapi gantinya, Ketua Yukimiya, lain kali ajari kami masak, ya?"

"Aku mengerti, jadi cepatlah kembali"

"Baiklah, sampai jumpa lagi"

Dengan satu suara dari Yukimiya, dua anggota OSIS yang berkerumun bubar.

Memang tidak apa-apa, tapi orang ini benar-benar janji mau mengajari mereka cara memasak. Apa dia yakin?

...Ah, sepertinya tidak. Dia menatapku, meminta pertolongan.

Mau bagaimana lagi... Lain kali, mungkin aku harus memikirkan resep masakan yang mudah dibuat untuknya.

Dan kemudian, sekarang giliran Kurotsuki yang tertarik pada isi bekal Yukimiya, dia mencondongkan tubuhnya ke arahku.

Hei, hei, hei!? Kurotsuki. Jangan mencondongkan tubuh ke depan seperti itu! Dadamu kalah oleh gravitasi, dan terjadi sesuatu yang serius tepat di depan mataku...!

"Ne-ne, Hyouka-chan. Apa isi bekal makan siang milikmu?"

"Wakil Ketua OSIS Kurotsuki. Duduk dan makanlah dengan benar"

"Bolehkan, sedikit saja---Eh?"

Kurotsuki melihat bekal Yukimiya dan memiringkan kepalanya.

Hmm? Apa ada yang salah dengan itu? Padahal aku cukup berusaha keras membuatnya.

Aku menoleh ke arah Yukimiya juga.

...Tidak ada yang tampak aneh. Itu bekal biasa kan...?

"Umn, bekal Hyouka-chan dan bekal Hazukichi... sama?"

" "………" "

 .............

 .........................

 ...................................Ah.

"Itu tak benar."

"Tapi ada karaage, salad kentang, dan bahkan tamagoyaki-nya..."

"Tidak, tidak. Yah, ini susunan bekal yang sangat umum. Kebetulan, sekali bukan?"

"Kebetulan juga ada nasi rebungnya?"

"Itu sangat umum. Seperti nasi campur."

Ini akan berakhir buruk jika dia menggali lebih jauh.

Dengan bekal yang ada ditanganku sendiri, aku melahap isinya dengan cepat.

"Ah! Hazuki, apa-apaan cara makanmu!"

"Semua siswa SMA laki-laki seperti ini. Lagipula, aku juga sudah beli roti isi, jadi harus makan semuanya sebelum kehabisan waktu."

"Ugh, itu bisa membuatmu gemuk."

"Siswa SMA laki-laki, apa pun yang mereka makan, tidak akan gemuk."

"Alasan siswa SMA laki-laki terlalu serbaguna, bukan!?"

"Kau juga, kalau tidak segera makan, bekalmu pasti akan masuk ke dalam perut siswa SMA laki-laki ini."

"Tidak boleh! Ini punyaku!" 

Saat aku dan Kurotsuki ribut sambil makan siang, suasana seperti menjadi lebih baik, dan sepertinya semua orang juga merasa lebih santai. 

Sekarang, aku bahkan bisa berbicara dengan orang di sebelahku secara santai. Kurotsuki juga, tampaknya sedang asyik berbicara dengan seorang anak laki-laki lain. 

Memanfaatkan situasi itu, aku mencoba berbicara dengan Yukimiya. 

"Maaf ya, bekal tadi itu cuman bekal yang sangat biasa." 

"Ah, aku mengatakan itu hanya karena situasi..." 

"Aku tahu kok. Kalau aku ditempatkan dalam situasi yang sama, aku pasti menjawab seperti Yukimiya juga." 

"Kamu orang yang menjengkelkan." 

"Diam." 

"Cuman bercanda." 

Yukimiya mengambil sepotong karaage, mengunyahnya seolah menikmati rasanya. 

Sungguh, aku tak begitu mengerti apa yang dipikirkan Yukimiya. 

Setelah kotak bekal makan siangku kosong, aku memasukkannya ke dalam tas dan mulai makan roti isi yang telah kupbeli. Ini pertama kalinya aku makan roti dari kantin, tapi enak juga... Terkadang, makan roti seperti ini juga bagus. 

Saat aku terkesan dengan roti isi, Yukimiya yang telah melembapkan tenggorokannya dengan teh, mulai berbicara. 

"....Biasanya, aku pasti tidak bisa mengatakan ini dengan mudah." 

"Apa?" 

Dia tampak kesulitan mengatakan sesuatu. 

Yukimiya melirikku sebentar, lalu melanjutkan bicaranya. 

"....Enak. Makan siang hari ini, dan juga semua makanan sebelumnya... Terima kasih. Aku sangat berterima kasih padamu." 

"....Jadi, begitu." 

Aku tak bisa merespon lebih dari itu karena kata-kata terima kasih yang tidak terduga. 

Akan sangat lucu jika dia selalu sejujur ini... Dan lebih dari itu, aku senang karena usahaku sepertinya tidak sia-sia.

"Ya. ....Karena aku sudah mengatakannya, jadi untuk yang sekarang maupun yang sebelum-sebelumnya sudah jelas, oke?"

"Kamu bisa terus mengatakannya mulai sekarang." 

"Siapa tahu? Cuman kalau aku merasa ingin, aku takkan keberatan." 

Orang ini.... Aku masih tidak mengerti tentang Yukimiya. 

Saat aku dan Yukimiya terus bercanda seperti biasa, aku menyadari Kurotsuki menatap kami dengan tatapan tajam. 

Eh, kami tak bicara dengan suara yang keras kan...? lalu, ada apa? 

Yukimiya juga menyadarinya, ia menoleh ke Kurotsuki dengan kepala miring. 

"Wakil Ketua OSIS Kurotsuki, ada apa?" 

"Hmm...? Ah, tidak. Hanya berpikir, sepertinya kalian berdua jadi lebih dekat." 

"....Apa benar begitu?" 

Aku bingung saat dia bertanya padaku. 

Jadi lebih dekat...? Aku dan dia, jadi lebih dekat, ya.... Apa kami memang sudah jadi lebih dekat?

Seiring berjalannya waktu, kami bertemu wajah setiap malam, saling mengajarkan berbagai hal, melemparkan sarkasme dan omelan… Kami benar-benar tidak dekat, oke?

"Tidak, aku pikir tidak sedekat itu. Baru kurang dari seminggu sejak kita saling kenal, jadi kita tidak benar-benar tahu satu sama lain."

"Benarkah? Aku merasa seperti… suasana? Jarak? Atau sesuatu seperti itu, terasa lebih baik daripada sebelumnya. Lalu, kalian berbicara lebih banyak daripada saat di tangga."

Ah, itu saat ketika aku akhirnya tahu kalau Kurotsuki adalah teman masa kecilku, Yocchan.

Memang, pada titik itu, aku hampir tidak memiliki hubungan apa pun dengan Yukimiya… jika dibandingkan dengan saat ini, aku memang merasa kalau jarak diantara kami jadi sedikit lebih dekat.

Tapi hanya itu saja, dan tidak mungkin bagi kami untuk jadi lebih dekat melebihi itu.

"Mungkin bayanganmu saja."

"Iya, mungkin hanya perasaan Wakil Ketua OSIS Kurotsuki."

Atas kata-kataku, Yukimiya ikut setuju. Sepertinya dia memikirkan hal yang sama.

Namun, Kurotsuki sepertinya tidak puas. Ia melipat tangan dan memiringkan kepalanya.

"Aneh ya. Aku seharusnya sensitif terhadap hal-hal seperti itu. Jarak, suasana…"

Sambil mengatakan itu, Kurotsuki mengunyah makanannya.

Sensitif? Kurasa dia masih tidak mengerti. Manusia tidak bisa jadi dekat begitu saja. Kalau itu anak-anak, mungkin bisa, tapi beda lagi untuk remaja, itu adalah masa-masa yang sangat emosional.

Dan, entah apa yang dipikirkan Kurotsuki, dia mendongak ke wajahku.

"Lalu, kita dekat kan? Bagaimanapun, kita itu teman masa kecil."

"Kita terpisah selama lebih dari setengah waktu dari hidup kita, dan baru-baru ini bertemu secara kebetulan. Tidak bisa dikatakan kita dekat."

"Tapi dulu kita bermain bersama setiap hari."

"Bermain...? Lebih tepatnya kau selalu mengikuti di belakangku…"

"Apa katamu!?"

Mengabaikan Kurotsuki yang menatapku dengan tatapan tajam, aku menggigit roti. Tenanglah, itu semua fakta, kan?

Seperti biasa (?), saat kami berdua saling melemparkan candaan, aku mendengar suara bisikan dua gadis dari sudut mataku.

"Ternyata Wakil Ketua OSIS Kurotsuki, agak dekat dengan para laki-laki, ya?"

"Karena dekat dengan laki-laki, dia berusaha menggoda mereka…"

"Dengan memperlihatkan dada dan kakinya sebanyak itu… tidakkah dia merasa itu tidak sopan? Sebagai perempuan terhormat, itu memalukan."

...Aku terganggu.

Apa-apaan itu? Apa mereka begitu tidak suka ketika seseorang berpakaian sesuai dengan keinginannya? Hanya karena mereka berusaha bersikap sopan dan benar, tidak berarti mereka bisa memaksa orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kita adalah rekan satu OSIS, jadi kita harus akur... Meskipun, aku akan mengecualikan masalahku dengan Yukimiya untuk saat ini.

Saat aku cepat mengecek sekitar, sepertinya orang-orang di dekat kami juga merasakan ketegangan setelah mendengar omongan buruk mereka. Hal itu menyebar dan aku bisa merasakan atmosfer ruang OSIS jadi aneh. Dengan ini, tidak ada gunanya mengadakan pertemuan persahabatan.

Bagaimanapun, aku tak akan memaafkan mereka kali ini. Ini terlalu keterlaluan untuk Kurotsuki, dan itu juga akan merusak reputasi Yukimiya yang telah bersusah payah merencanakan acara pertemuan ini. Itu tidak boleh terjadi.

Saat aku berdiri dan hendak mendekati mereka berdua, Kurotsuki dan Yukimiya menarik bajuku dari bawah meja dan menggelengkan kepala mereka.

"Yu-Yukimiya, Kurotsuki."

"Duduklah."

"Betul. Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa."

...Bodoh. Wajah seseorang yang mengatakan mereka sudah terbiasa tidak seharusnya seperti itu, kau tahu?

Meskipun dia satu-satunya gadis yang terlihat berbeda di antara para gadis-gadis lainnya, apakah ada alasan mengapa dia berpakaian seperti itu, atau tidak... aku tidak tahu.

Tapi, itu bukan alasan bagi Kurotsuki untuk menahannya. Tidak ada alasan mengapa Kurotsuki harus dikritik habis-habisan.

Aku sudah memutuskan. Lagipula, sebagai seorang laki-laki, aku di sini harus mengatakannya dengan sekuat tenaga---


"BERHENTI, sekarang juga."


---Dengan tegas.

Seolah-olah efek suara yang pas untuk momen tersebut. Satu kalimat dari Yukimiya membekukan atmosfer didalam ruangan.

Bagi orang-orang yang tidak tahu mengapa ada ketegangan yang begitu tebal sebelumnya, mereka bingung dengan kata-kata tiba-tiba dari Yukimiya.

Ketika Yukimiya menatap tajam kepada dua orang yang baru saja mengucapkan kata-kata buruk, mereka gemetar meskipun berusaha tersenyum pahit.

"Oh, benar sekali. Ketua OSIS Yukimiya."

"Seperti biasa, pakaian dan perilaku Wakil Ketua OSIS Kurotsuki itu---"

"Aku sudah mengatakannya pada kalian. Apa kalian kurang bisa memahami kata-kata?"

Oh, wow... Yukimiya, benar-benar langsung mengatakannya.

Lihat. Kedua orang itu, menunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Tentu saja, penampilan Wakil Ketua OSIS Kurotsuki tidak bisa diterima. Sebagai seorang perempuan, ada terlalu banyak bagian yang terbuka adalah kesalahan. Mungkin kamu memang harus lebih menahan diri." 

"Uh, oh... Baiklah..."

Kurotsuki memegangi dadanya erat-erat atas pernyataan Yukimiya. Namun... aku bisa melihat kalau dia tidak mengambilnya terlalu berat. Sepertinya dia tidak merasa terlalu terluka dibandingkan dengan saat dia dicela oleh dua orang itu.

Yukimiya sepertinya memahami hal ini juga, dia menatap Kurotsuki dengan tatapan lembut. Apakah ini jenis hubungan yang mereka miliki? Secara mengejutkan, atau mungkin karena mereka sangat berlawanan, mereka bisa akur.

Namun, ketika pandangannya kembali kepada dua orang yang telah berbicara buruk, matanya segera kembali tajam.

"Penampilannya mungkin tidak layak dipuji, tapi hatinya lurus dan penuh pertimbangan. Dia aktif berbicara dengan para laki-laki juga, mencoba memperdalam persahabatan... Namun kalian, meskipun berpenampilan seperti perempuan sopan, kalian hanya mengatakan hal-hal buruk tentang orang lain, merendahkan mereka, seolah-olah kalianlah yang paling benar... Apa kalian mengerti apa yang ingin aku katakan?"

Dia berdiri perlahan, berjalan ke depan keduanya. Langkah demi langkah, perlahan.

Keduanya menegang dengan mata berkaca-kaca melihat tatapan dan suasana sedingin es.

"Orang-orang zaman dulu mengatakan hal yang baik. 'Lihatlah perilaku orang lain dan perbaiki dirimu sendiri...' Kalian harus menyadari bahwa kalian tidak dalam posisi untuk mengkritik orang lain. Jika kalian mewakili siswa Shiramine, jangan menjaga posisi kalian dengan merendahkan orang lain, tapi asah diri kalian sendiri untuk menjaganya. Jika kalian tidak bisa melakukan itu, sebagai Ketua OSIS, aku harus mempertimbangkan kembali perlakuan terhadap kalian berdua... Pikirkan itu baik-baik."

"B-baiklah..."

Wow... Yukimiya, benar-benar keren... tapi suasana jadi mati seketika. Bagaimanapun, suasana sudah hancur. Meskipun aku yang pertama kali mencoba menghancurkannya. 

Tudak apa, sebagai gantinya. Aku harus membantu disini.

Saat aku mulai bertepuk tangan dengan keras, orang lain juga tampaknya setuju dengan pernyataan Yukimiya, llau mengirimkan tepuk tangan dalam suasana yang lebih hangat.

Dua orang yang telah berbicara buruk tampak canggung. Mungkin ini akan menjadi pelajaran yang baik untuk mereka, mungkin....

Aku melihat kembali kearah Yukimiya, tapi dia mengabaikanku dan mulai lanjut menikmati bekalnya.

"Lihat perilaku orang lain dan perbaiki dirimu sendiri, huh? Itu kata-kata yang baik, apalagi untukmu."

"Baru-baru ini, aku juga sedang merenungkannya... Aku menjaga kebersihan kamarku.''

"Jadi begitu..." 

Kalau memang benar begitu, aku tak perlu begitu persuasif. Jika bisa membantu dia sampai pada pemikiran itu, aku senang.

Setelah itu, makan siang berlangsung tanpa insiden apa pun, dan pertemuan persahabatan pertama berakhir dengan sukses (?).

Yah, kedua orang itu terlihat canggung sepanjang waktu.

Lima menit sebelum lonceng akhir istirahat berbunyi. Setelah semua orang meninggalkan ruang OSIS, aku, Yukimiya, dan Kurotsuki mengunci pintu dan keluar.

Kurotsuki, masih terpengaruh oleh apa yang terjadi sebelumnya, dengan wajah yang menyesal, memeluk Yukimiya.

"Kenapa kamu memelukku? Wakil Ketua OSIS Kurotsuki, lepaskan aku."

Tiba-tiba dipeluk, Yukimiya terlihat bingung. Aku tidak menyangka Yukimiya bisa menunjukkan wajah seperti itu... menarik.

"Maafkan aku tadi, Hyouka-chan..."

"...Apa maksudmu? Aku bukannya melakukan sesuatu yang memerlukan permintaan minta maaf, kan?"

"Karena kamu marah untukku kan? Aku, meskipun terlihat seperti ini, sebenarnya penakut... aku lemah terhadap hal-hal seperti itu. Ahaha..."

Ah... mungkin memang begitu. Kurotsuki dulu pemalu dan sering diejek oleh anak laki-laki, jadi mungkin sekarang dia sangat sensitif terhadap perundungan dan mudah merasa terintimidasi. Mungkin dia mengalami semacam trauma dari masa lalunya.

Tapi Yukimiya, dengan wajah datarnya, hanya menghela nafas.

"Aku hanya tidak suka hal-hal seperti itu. Wakil Ketua OSIS Kurotsuki, kamu tidak perlu khawatir."

"Tapi..."

"...Jika begitu, aku lebih senang jika kamu mengucapkan terima kasih. Seperti biasa, dengan senyuman. Aku suka senyummu, tahu."

"! Y-ya! Terima kasih, Hyouka-chan!"

"Tapi, kamu perlu merubah sedikit gaya berpakainmu, oke?"

"Ugh... baiklah."

Kurotsuki melakukan apa yang diperintahkan dan mengancingkan satu kancing. Hanya satu, tapi itu sudah cukup mengubah suasananya secara drastis, menjadi lebih seperti gadis yang elegan. Meski tak mengubah fakta bahwa dia seorang gadis gal.

"Apa ini sudah oke?"

"Ya. Cocok untukmu."

"Hehe. ...Bagaimana denganmu Hazukichi, apa aku lebih baik dari yang sebelumnya?"

"Ya. Aku jadi tidak perlu bingung harus melihat kemana."

"Mesum!"

"Dasar mesum."

Apa salahnya...? Aku cuman seorang siswa SMA yang sedang dalam puncak masa-masa pubertas. Wajar saja kalau aku jadi terlalu memperhatikan hal-hal seperti itu.

Kurotsuki, sambil mengaitkan lengannya dengan lengan Yukimiya, menjulurkan lidahnya ke arahku.

"Tinggalkan saja Hazukichi mesum itu dan ayo pergi. Kelas sudah mau dimulai."

"Iya, begitu. Tapi, bisakah kamu melepaskan lenganku..."

"Kenapa? Kita ini teman, bukan?"

"Hanya hubungan antar Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS, itu saja... Eh, hei! Jangan menarik-narikku...!"

...Kenapa aku ditinggal sendirian setelah melihat persahabatan antar perempuan? Aku benar-benar merasa kesepian.

Yah, sepertinya mereka yang tadinya agak jauh satu sama lain sekarang menjadi dekat, jadi aku juga merasa lega.

...Eh? Jadi, perubahan jarak yang dikatakan Kurotsuki itu... seperti ini ya?

Dari pandangan orang lain, sepertinya jarak antara aku dan Yukimiya juga terlihat lebih dekat.

...Tapi itu tidak berarti kami berteman baik. Ya, lagipula kami tidaklah sedekat itu.


◆◆◆


"Syukurlah acara pertemuan itu akhirnya selesai."

"Iya. Ada beberapa hal tak terduga sih... tapi menyenangkan juga."

"Itu bagus."

Sepulang sekolah. Sekarang kami tidak berada di ruang apartemenku, melainkan berada di balkon kami masing-masing, seraya menikmati senja bersama.

Berada di ruang yang sama dengan Yukimiya tidaklah buruk. Tapi berbicara berdampingan di balkon seperti ini juga menyenangkan, menurutku. Atau lebih tepatnya, ada semacam perasaan bisa menjadi lebih jujur daripada berbicara berhadapan. Rasa ketika ada pembatas seperti ini, menurutku sangat cocok untuk kami saat ini.

Mungkin inilah yang disebut dengan langit merah saat senja. Langit berubah dari biru ke merah. Dari merah ke biru tua, menciptakan gradasi yang fantastis nan indah.

Kami tidak banyak bicara, tapi menikmati waktu diam seperti ini juga bagus.

Setelah diam untuk beberapa waktu, sebuah cangkir muncul dari seberang pembatas.

"Aku membuat kopi. Silakan jika kamu mau."

"...Aman?"

"Kali ini aku menggunakan sendok dengan benar, jadi tidak ada masalah."

"Baiklah. ...Terima kasih."

Aku menerima cangkir dan menyeruputnya.

Kopi yang sudah sedikit dingin itu, juga aroma yang keluar darinya sangat harum. Jauh berbeda dari yang sebelumnya.

"Bagaimana?"

"Enak. Ini aman."

"Syukurlah..."

Yukimiya tampak merasa lega, lalu perlahan menarik napas dan meminum kopinya sendiri.

"...Ngomong-ngomong, apa kedua orang itu baik-baik saja? Kau menegurnya cukup keras pada mereka siang hari, tidakkah mereka beralih membencimu?"

"Oh. Kamu baik sekali mau mengkhawatirkanku. Aku ingin tahu apakah besok akan turun hujan tombak."

"Kenapa kau berpikir begitu pada orang yang khawatir tentangmu!?"

"Itu hanya candaan. ...Setelah kejadian saat itu, mereka secara resmi meminta maaf padaku dan Wakil Ketua OSIS Kurotsuki. Bagaimana mereka berubah setelahnya, itu tetap tergantung pada diri mereka sendiri."

"Fiuhh..."

Menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu salah setelah diingatkan oleh orang lain... apa mereka bayi? Bahkan anak SD pun memiliki pemahaman tentang benar dan salah. Meskipun aku sendiri tidak mengenal anak SD manapun untuk memastikan apa memang begitu atau tidak...

"Yah, jika tidak ada peristiwa yang lebih dari itu, mereka mungkin akan baik-baik saja."

"Ya. ...Lebih dari itu, aku lapar. Boleh aku segera ke sana?"

"Ya. Hari ini ada sashimi. Aku akan mengajarimu cara menggunakan pisau. Dan juga ada sup miso. Akan kutunjukkan cara membuatnya, jadi silakan coba membuatnya, Yukimiya."

"Sashimi, sup miso...! Aku, akan berusaha keras."

Yukimiya melihat sekilas ke arah pembatas lalu kembali ke dalam ruang apartemennya.

Baiklah, sekarang aku juga harus menyiapkan makanannya.



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close