NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tsun'na Megami-sama to Darenimoienai Himitsu no Kankei V1 Chapter 2

 Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion 


Chapter 2 - Tetangga bisa belajar 

隣人は学び得る

Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


"Yah, tidak buruk. Aku bisa mengatakan itu cukup enak."

"Apa rasanya terlalu pedas?"

Sepulang sekolah, ketika aku sedang memasak di rumah, Yukimiya datang seperti yang dijanjikannya, dan berkata begitu.

Padahal, kemarin kau sampai menyanyikan lagu kari (lirik dan musik oleh Yukimiya Hyouka), kan? Sebenarnya kau itu benar-benar menikmatinya, kan?

Sungguh, dia orang yang tidak bisa jujur.

"Tapi, kau juga cukup senang, kan? Dari reaksi itu, aku bisa menebaknya."

"Tidak, tidak ada yang perlu disenangi dari hal ini. Tak peduli jika itu kari buatan sendiri atau nasi yang baru dimasak. Aku sama sekali tak gembira atau sebagainya."

"Itu tidak mungkin."

"…Tidak ada yang tidak mungkin."

Kau harus melihat mataku dulu sebelum membantah!

Yah, matanya sudah didominasi oleh keinginan untuk makan. Itu terlalu jelas, Yukimiya. Mengingat dia hanya makan malam dengan mie instan, lauk siap saji dari supermarket, atau bento dari minimarket, aku bisa mengerti perasaannya.

"Sekali lagi, aku datang untuk mengembalikan Tupperware-mu... terima kasih."

"Tidak, masalah."

"Hah?"

"Maaf."

Itu hanya candaan. Kau sendiri juga suka bercanda, kan?


TL/N: Jadi candaan si MC disini itu make ungkapan dari dialek kansai secara gak tepat dan berakhir bikin si Akimiya bingung.


Saat aku melihat Tupperware yang Yukimiya berikan dengan tawa kecil, itu sudah dicuci bersih. Mungkin dia menggunakan banyak sabun untuk menghilangkan minyak... Yah, lain kali aku akan mengajari dia mencuci dengan air panas agar lebih mudah menghilangkan noda minyak.

Saat aku hendak menerima Tupperware, hidung Yukimiya bergerak-gerak kecil, dan pandangannya mulai tertuju ke dalam ruang apartemenku.

"Eh? Ah, hari ini aku membuat steak dan salad kentang. Selagi ada diskon daging setengah harga di minimarket."

"Steak... kentang..."

---Grrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...

...Perut yang mudah ditebak.

Ketika aku melihat Yukimiya dengan perasaan hangat, dia tiba-tiba memalingkan wajahnya.

"Bukan aku."

"Aku tak bilang apa-apa. Sungguh... sebenarnya, aku sudah menyiapkan satu porsi untuk Yukimiya juga. ...Mau makan?"

"……………………………………………Tidak mau."

"Sebentar..."

Itu sama sekali tidak terdengar seperti penolakan.

Sambil tersenyum masam, aku memasukkan Tupperware lain yang telah kusiapkan ke dalam kantong kertas.

Steak, salad kentang, dan baguette. Selain itu, aku juga membeli paket tomat ceri untuk keseimbangan nutrisi. Meskipun namanya begitu, salad kentang bukanlah salad seperti biasanya.

Aku menyesuaikan jumlahnya agar tidak terlalu banyak untuk Yukimiya.

"Nah, ambil ini."

*gulp* "...Te-terima kasih..."

Yukimiya menelan ludah, sampai suara itu terdengar. Matanya terpaku pada kantong kertas berisi Tupperware. Melihat reaksinya yang begitu senang membuatku merasa puas sudah membuatnya.

"Uh... Aku benci tomat ceri."

"Jangan manja. Kau tidak akan bisa tumbuh besar---"

"Apa????"

"...Itu salah ucap."

Tidak, aku bahkan tak mengatakan apapun tentang apa dan di mana bagian yang kusebut. Dia terlalu paranoid.

Ketika aku menjadi gugup di bawah tatapan dinginnya yang biasa, Yukimiya menghela nafas dan menundukkan matanya.

"Ya, ya, akulah pihak yang menerima disini, jadi tidak sepantasnya bagiku untuk mengeluh. ...Aku akan memakannya, aku akan berusaha..."

"Oke. Kalau sisa, kau bisa kembalikan besok saja."

"Baik."

...Entah kenapa, aku merasa seperti sedang memberi makan kucing liar yang kelaparan.

Walaupun tidak bisa selamanya seperti ini... Ah, benar juga

"Kalau mau, bagaimana jika sementara waktu aku memasak makan malam untukmu?"

"Boleh!?"

Uhh, dekat sekali...!

Dia pasti senang dengan saranku, matanya berbinar-binar saat wajahnya mendekat. Dia terlihat sangat luar biasa, walaupun cuman wajahnya saja.

Saat aku sedikit menjauh, Yukimiya terbatuk-batuk; mungkin merasa malu menyadari bahwa dia sudah terlalu mendekat ke arahku.

"Yah, k-kalau Yatsuhashi-kun bersikeras menawarkan masakannya seperti itu, aku tidak keberatan---"

"Kalau begitu, aku urungkan saja."

"…………"

Ya ampun, dia terlihat seperti mau menangis.

"Bercanda kok. Hanya bercanda. Tapi sebagai gantinya, kita harus membagi biaya bahan-bahannya. Sedangkan untuk syaratnya, kau juga harus ikut belajar memasak."

"...Eh, aku juga?"

"Ya. Aku tidak bisa terus menerus membuatkan makanan untukmu, jadi aku ingin kau juga ikut belajar. Dengan begitu, kau bisa membuat apapun yang kau suka, kapan pun itu. Sebelumnya, apa ada makanan yang kau sukai?"

"...Kaarage."

"...Karaage, huh?"

"Ada apa ?"

"Tidak, bukan apa-apa."

Dari reaksinya terhadap kari kemarin, steak, dan sekarang karaage yang disebut sebagai makanan favorit, dia sepertinya suka hal-hal yang agak kekanak-kanakan.

"Hmm... Yukimiya, kau suka biskuit?"

"! ...Ya, aku suka."

Oh? Lihatlah reaksinya.

"Kau suka cokelat?"

"Suka."

"Kau suka macaron?"

"Suka, suka!"

"Kau suka kue?"

"Sangat suka!"

"Yah, begitu. Sayang sekali aku tidak bisa membuat semua itu."

"!?"

Wajahnya yang tadi bersemangat seolah jatuh terperosok kedalam jurang. Ekspresi Yukimiya yang berubah-ubah seperti ini, pasti tidak akan pernah bisa dilihat di sekolah.

Aku minta maaf. Jadi, jangan menatapku seperti itu.

"Ahaha... lain kali aku akan belajar cara membuatnya. Aku belajar membuat kue, dan Yukimiya belajar memasak. Ayo kita latihan bersama."

"...Baiklah. Tapi jangan yang terlalu mahal oke? Aku juga sedang mengatur biaya hidupku."

"Aku tahu. Aku juga bukannya punya banyak uang, kita akan melakukannya dengan cara paling hemat. Mulai besok aku akan mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah dengan benar."

Memangnya, seorang 'nona muda' yang khawatir tentang uang itu bagaimana, ya?

"Kalau begitu, untuk jaga-jaga, mari bertukar ID aplikasi pesan. Itu bisa mempermudah berbagai hal. Rasanya sangat membantu jika Yukimiya bisa memberitahuku apa yang ingin dimakan."

"Kalau sampai kamu menyalahgunakannya, aku akan menggantungmu."

"Tidak akan."

Apa maksudnya dengan menggantung? Leherku? Menakutkan, ucapannya selalu menakutkan.

Setelah bertukar ID, nama 'Hyouka' terdaftar di ponselku.

Entah bagaimana, ini pertama kalinya aku mendapatkan ID dari seorang gadis seumuranku.

Meski pihak lain adalah Yukimiya, tapi aku tetap senang dengan apa yang terjadi.

"Kalau begitu, aku harap kita bisa bekerja sama mulai besok."

"Oke, sampai jumpa lagi."

Seolah tidak ada lagi urusan, Yukimiya bergegas kembali ke ruang apartemennya sendiri.

Dia pasti tidak bisa menahan diri lagi. Yah, steak memang tidak bisa dimakan setiap saat. Bahkan aku juga tidak bisa makan daging sapi kecuali ketika mendapatkannya dengan harga murah.

Masuk ke dalam ruangan dan mulai menyiapkan makanan... aku mulai menyadari sesuatu.

Kalau dipikir-pikir, ini berarti aku akan bertemu Yukimiya setiap hari, bukan?

Di sekolah, kami berada di kelas yang berbeda, jadi hanya bisa bertemu di koridor.

Itu membuat beban mentalku jadi lebih ringan... tapi, bukankah apa yang kulakukan ini seperti sedang mencekik diri sendiri? Harus menghadapi tatapan dinginnya setiap hari... pasti sangat berat.

...Meskipun, kemarin saat kami bersih-bersih bersama, rasanya tidak begitu... yah, mungkin akan baik-baik saja.

Aku ingin percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Tunggu, semuanya... pasti... baik-baik saja... kan?

...Tidak ada gunanya khawatir---Eh?

"Steak indah, membuatku senang♪ Salad kentang juga ikut serta♪ Baguette yang renyah garing♪ Tapi, tapi tomat itu tidak ya~♪"

"Ah, lagi."

Kali ini lagu tentang steak... ini pasti kebiasaan Yukimiya. Menyanyikan hal-hal yang membuatnya senang.

Sambil mendengarkan lagu yang entah kenapa terasa enak didengar dari sebelah, aku pun duduk di sofa dan mulai makan malam.

Meski hanya terpisah oleh dinding, kami makan malam bersama.

Itu membuatku senang, dan aku pun tak bisa menahan senyumanku.


◆◆◆


"Hey, hey, Hazuki! Hoooi, Hazuki!"

Keesokan harinya, saat aku pergi ke sekolah, Junya yang sangat bersemangat menghampiriku di pintu masuk. Rasanya menyebalkan, aku lelah karena kejadian kemarin, jadi aku tidak mau repot-repot mendengar dia yang bicara terlalu keras---Oi, apa-apaan? Jangan malah merangkulku, ini terlalu gerah.

"......Ah, selamat pagi. Apa kabar? Kau terlihat sangat bersemangat."

"Hahaha. Aku sekarang sangat-sangat membara...! Bagaimana mungkin aku tidak bersemangat!? Karena kupikir, aku tidak akan punya kesempatan untuk bisa mendapatkan pacar seumur hidupku!"

"Hee, jadi kau sudah punya pacar?!"

"Tidak, belum. ...Ugh! Bisakah kau berhenti memandang dengan wajah yang seolah mengatakan 'apa yang kau bicarakan' itu?"

Tidak, tidak, tidak. Dari suasana dan alur pembicaraan tadi, aku hampir berpikir dia sudah punya pacar. Tunggu, kalau dia bahkan belum punya, lalu untuk apa semangat tadi?

"Haa... dengar ya, Hazuki. Jika kita terus menjadi siswa di sekolah laki-laki, kemungkinan untuk mendapatkan pacar selama masa SMA hampir mustahil. Karena tidak ada kesempatan bertemu. Tapi lihat sekarang! Ada banyak pilihan! Di mana pun kau melihatnya, ada perempuan disana, dan di mana pun kau mencium, ada aroma yang harum yang menyebar! Bagaimana bisa aku tak bersemangat dengan situasi ini?!"

"............"

"Ei, jangan mundur. Jangan mundur terlalu jauh."

Ya ampun... menjijikkan. Aku muak dengan pernyataannya tadi.

"Kau terlalu berlebihan."

"Ini bukannya berlebihan! Kalau kita tetap menjadi siswa di sekolah laki-laki, kau tidak akan tahu berapa banyak kesulitan yang harus dihadapi untuk mendapatkan pacar!"

Aku tidak tahu. Setidaknya, orang yang terus menerus membicarakan tentang pacar mungkin tidak akan pernah mendapatkannya. 

Perempuan pun pasti akan takut jika mereka didekati oleh laki-laki yang mendengus mencium bau dengan mesum seperti itu.


Yah, meskipun aku memberi Junya saran untuk berhenti, dia mungkin tidak akan mendengarkannya. Aku tidak terlalu mengerti, tapi dia sangat bersemangat.

"Fufufu... masa SMA yang penuh dengan bunga asmara masih tersisa dua tahun lagi... Akan kutunjukkan bahwa aku bisa mendapatkan pacar selama aku masih di sini!"

"Semoga beruntung~"

"......Sebaliknya, kenapa semangatmu begitu rendah?"

"Kurasa aku juga menginginkannya, tapi aku tidak terlalu mempermasalahkan apakah punya satu atau tidak.”

"Wow! Inilah sebabnya kau masih perjaka!"

"Aku tak mau dengar itu darimu!."

"Aku memang perjaka. Tapi, aku berbeda dengan perjaka melankolis sepertimu yang pura-pura tidak butuh seorang pacar."

Bajingam ini membuatku marah. Sial, aku ingin memukulnya.

Tapi, jika terus bicara tentang pacar dan perjaka seperti ini, sungguh, mendapatkan pacar mungkin benar-benar hanya akan menjadi sebuah mimpi. Lihatlah sekitar, para gadis bahkan mulai menatap dengan pandangan aneh.


"Lihat, lihat! Itulah 'persahabatan laki-laki' yang sebenarnya..."

"Kira-kira... apa yang berambut coklat itu yang pertama menyerang...?"

"Menurutku, dia malah tampak seperti pihak yang menerima 'godaan'."

"Eh, lalu?! Apa yang berambut hitam itu 'penyerangnya'?"

" " "Fufufufufu~" " "


Apa mereka benar-benar menatap kami dengan pandangan aneh!?

Junya, yang tidak menyadari tatapan itu, masih melingkarkan tangannya di bahuku dan terus berceloteh tentang ini dan itu, dan melakukan apapun yang dia inginkan.

Cukup sialan! Sekarang, aku memang tidak butuh seorang pacar. Tapi karena dia, bahkan di masa depan pun aku mungkin tidak akan bisa mendapatkan pacar.

"Cukup, jangan merangkul bahuku, lepas!"

"Eh? Tapi di Kuroba kita biasa melakukan ini, kan?"

"Kau tahu, jika ada rumor yang beredar bahwa kau suka sesama laki-laki, bukan hanya tidak bisa dapat pacar, tapi itu pasti akan jadi masalah besar!"

"Aku dalam masalah! Menjauh kau, dasar gey menjijikkan!"

Kau tahu apa yang kau sebut itu? Itu sungguh tidak masuk akal, dan aku akan memukulmu.

Bahkan meski seperti ini, aku pun juga sedikit berharap bisa punya pacar, jadi tolong jangan melibatkanku denganmu.

Saat aku mengganti sepatu di rak sepatu, Junya berkata, "Ngomong-ngomong," dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain.

"Bagaimana dengan 'dewi' itu?"

"......Bagaimana dengan apa?"

Aku tidak bisa berhenti menjadi waspada terhadap senyum licik Junya.

Apa yang dia sebut sebagai 'dewi' itu, tentu saja, berarti Yukimiya Hyouka.

Tiba-tiba bertanya seperti ini, apa dia tahu sesuatu tentang yang terjadi di apartemen......? Tidak, tidak, aku tak berpikir itu mungkin.

Namun, Junya tidak menyadari bahwa aku waspada, dan masih menyunggingkan senyumnya.

"Kemarin lusa ada rapat OSIS, kan? Bagaimana itu? Apa dia benar-benar seperti yang dirumorkan; seorang gadis yang sempurna, keren, dingin, dan anggun?"

".....Guhaha!"

"Kenapa kau tertawa?"

Apa boleh buat. Bagian mananya dari dia yang keren dan anggun? Dingin mungkin iya, tapi itu seperti es seratus derajat di bawah nol!

.....Yah, di rumah, dia mungkin cukup manis untuk bisa membalikkan kesan pertama itu.

"Junya, aku hanya ingin mengatakan satu hal, rumor hanyalah rumor. Akan lebih baik jika kau hanya menyimpan angan-anganmu didalam hati."

"Heh...? Kau mengatakan sesuatu yang sulit, Hazuki."

"Hanya karena kau itu bodoh."

"Apa kau bilang!?"

Sambil terlibat dalam percakapan yang tidak berarti seperti biasa, kami naik tangga menuju ruang kelas.

Dan, dari atas tangga, seorang gadis turun.

Yang pertama menarik perhatian adalah kaki indah nan berisi yang terlihat dari rok pendeknya.

Saat aku perlahan menatap ke atas, dia tidak mengenakan blazer. Lengan kemejanya digulung, dan beberapa kancing di bagian dada dibuka, menunjukkan sesuatu yang lebih penuh daripada yang dimiliki Yukimiya... meskipun, ini mungkin tidak sopan untuk dipikirkan.

Saat aku melihat lebih tinggi lagi, ada rambut pirang yang sangat mencolok. Itu cukup jarang ditemui di sekolah khusus perempuan. Ciri khasnya adalah poni yang disisir ke samping dengan bagian bawah lurus dan ujungnya sedikit dikeriting.

Riasannya cukup mencolok, ala gadis-gadis gal. Namun dari wajahnya yang terawat, aku bisa merasakan kesan keanggunan darinya.

Dengan kata lain, dia adalah gadis gal yang cantik. Seorang gadis cantik dengan vektor yang berbeda dari Yukimiya.

Jika ini pertama kalinya bertemu, aku pasti akan merasa gugup. Karena gadis cantik seperti ini, jarang sekali bisa ditemui.

Namun, ini bukan kali pertama aku melihatnya. Dia adalah anggota OSIS Shiramine yang juga hadir dalam rapat antar OSIS kemarin lusa.

Melihat penampilannya yang mencolok seperti ini meskipun dia anggota OSIS Shiramine, itu agak mengejutkan...

Saat aku terpaku sambil terus memandang, sepertinya dia juga menyadari keberadaanku, dan balik memandang dengan ekspresi bingung.


Tanaka Note: Awowkwkwkw, jidatnya lebar amat, kek lapangan bola.


Err, ini... yah, mungkin aku harus menyapanya, sebagai sesama anggota OSIS.

"Ah... um, selamat pagi."

"Oyoyo? Ya, selamat pagi."

Suasananya sangat santai. Aku pikir karena dia juga siswa di sekolah khusus perempuan, dia akan mengucapkan sesuatu seperti 'Salam sejahtera,' namun ternyata dia lebih santai; seperti yang bisa dilihat... Dan berkat itu juga, aku bisa merasa lebih rileks tanpa perlu merasa terlalu tegang.

...Eh, tunggu, Junya kemana? Dia baru saja ada di sampingku... kan?

Ketika aku melihatnya, Junya, yang tanpa kusadari telah menaiki tangga sampai ke atas, berbalik ke arahku dengan wajah yang sangat tegang.

"H-Hazuki. Aku, pergi... duluan."

"Oh, heh?"

Kenapa dia bicara terbata-bata... oh, tentu saja. Kami, siswa yang sebelumnya berasal dari sekolah khusus laki-laki, hampir tidak punya kekebalan emosional terhadap gadis-gadis dalam satu tahun ini. Aku sendiri juga sama, tetapi setelah berinteraksi dengan Yukimiya sejak dua hari lalu, aku menjadi lebih terbiasa berbicara dengan para gadis.

Kalau terus begini, punya pacar mungkin memang jadi mimpi yang sangat jauh... Semoga berhasil, Junya. Aku mendukungmu...

Saat aku mengirimkan dukungan dalam hati, gadis gal itu menatap Junya yang pergi dan miringkan kepalanya.

"Hee, apa itu? Benar-benar lucu. Dia terlalu gugup, kan?"

Dia mengatakan itu tanpa terlihat sedang tertawa, wajahnya benar-benar datar. Sungguh, gadis gal itu menakutkan.

"Ah... bukannya aku berusaha membela, tapi jangan terlalu banyak menertawakannya. Meski terlihat begitu, tapi dia benar-benar berusaha keras supaya bisa dapat seorang pacar."

"Benarkah? Tapi ya, kalau dia sendiri terlihat sembrono dan dangkal, mungkin akan sulit bersaing dengan gadis-gadis anggun di Shiramine."

Ya, aku tahu itu.

Gadis gal yang cantik itu melangkah menuruni tangga dan datang sangat dekat sambil tersenyum padaku---Eh, terlalu dekat! Wajahnya terlalu cantik. Dia juga wangi, plus kalau aku lihat ke bawah... aku bisa menyaksikan 'lembah yang dalam' sedang menyapa...!

Saat aku tanpa sadar memalingkan wajah, gadis gal itu tampak kesal.

"Ei, Hazukichi. Mengalihkan pandangan dari wajah teman masa kecil yang sudah lama tidak kau temui, itu tidak sopan, kan?"

"Eh? Hazukichi?"

Aku secara spontan berbalik ke arahnya saat mendengar panggilan yang terasa sangat akrab itu.

Hanya teman-teman dari masa kanak-kanak sajalah yang memanggilku dengan cara itu.

Yatsuhashi Hazuki. Diambil dari Hazuki, menjadi Hazukichi.

Itu berarti, aku bersekolah di TK yang sama dengan gadis ini.

.............Siapa dia? Aku tak bisa mengingatnya. Karena dia memakai makeup, mewarnai rambutnya menjadi pirang, dan berpayudara besar.... Serius, besar sekali! Meski tidak akan kukatakan.

"Err... maaf, kita sama-sama anggota OSIS, kan? Boleh tahu namamu?"

"Kemarin, aku sudah memperkenalkan diri!"

"Maaf, aku sangat gugup sampai tidak mendengarkan apa pun."

Ini benar-benar serius. Ini pertama kalinya aku berbicara dengan seorang gadis setelah setahun. Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap, bahkan rasanya ingin sekali muntah karena itu.

Gadis cantik bergaya gal itu menghela napas seolah-olah terkesan, lalu menatapku dengan tatapan tajam. Ugh, aku minta maaf oke...?

"Sungguh... Hazukichi, kau benar-benar tidak pernah berubah dari dulu. Jadi, mungkin kau akan mengerti jika aku bilang ini? Hazukichi, ku Yocchan."

Yocchan? ....Ah... Ahh!!!

"Yocchan! Kurotsuki Youko!"

"Itu dia! Jawaban yang tepat!"

Gadis cantik bergaya gal, yang sekarang dikenali sebagai Kurotsuki Youko. Julukannya adalah Yocchan.

Memang benar ada. Kami berada di TK yang sama, dan juga di SD yang sama hingga kelas tiga.

Kami tidak pernah bertemu lagi setelah Yocchan pindah sekolah... Benar-benar tidak pernah diduga akan bertemu lagi dengannya di tempat seperti ini.

Kurotsuki menunjukkan senyum lebar, tapi segera beralih ke tatapan tajam lagi.

"Ngomong-ngomong, kau terlalu lambat menyadarinya. Padahal aku langsung menyadari di pertemuan OSIS dua hari lalu. Dan lagi, kau selalu buru-buru pulang setiap kali aku mencoba berbicara."

"M-maaf."

Meskipun dia mengatakan terlambat, bahkan jika aku mendengarkan namanya dengan benar, mungkin aku tidak akan bisa mengenalinya. Karena gambaran Kurotsuki Youko yang dulu dan yang sekarang sangat berbeda.

Bagi kami yang berteman sejak kecil, gambaran Kurotsuki Youko adalah...

"Kau yang dulu kan lebih pendiam, lembut, tenang, kelam, selalu murung, cepat menangis, tidak suka laki-laki, dan selalu mengikutiku dari belakang, seperti karakter introvert khas yang digambarkan dalam anime---"

"Buruk sekali ucapanmu, tahu! Itu benar-benar hinaan! Aku bisa menangis, tahu!?"

Aku bukan bermaksud menghina. Semua itu adalah fakta yang murni.

Aduh, sakit, sakit! Jangan menendangku dengan ujung kakimu. Aku minta maaf, aku minta maaf!

"Tapi tetap saja... kau benar-benar berubah. Aku tidak pernah membayangkan kau akan menjadi seorang gal."

Tetapi lebih dari itu, aku terkejut karena dia jadi gadis cantik. Dia berubah terlalu banyak dari yang terakhir kali.

"Nishishi~ Aku pikir tidak akan ada yang berubah jika terus meringkuk dan murung. Mungkin ini bisa disebut denut SMA?"

"Di sekolah khusus perempuan?"

"Orang tuaku hanya mengizinkan aku masuk ke sini. Mulai dari SMP aku belajar makeup, latihan fisik untuk membentuk tubuh, supaya terlihat bagus dari segala sudut. Bagaimana, seksi dan imut kan, diriku yang ini?"

Kurotsuki mengambil pose yang memamerkan bentuk tubuhnya.

Memang, dia terlihat indah dari berbagai aspek.... Tapi aku jadi merasa sulit menentukan harus melihat kearah mana saat teman masa kecilku mengambil pose seksi seperti ini.

"Ooh? Kenapa, kenapa~? Hazukichi, mukamu merah padam loh?"

"Tidak, siapa pun pasti---"

"Fufu, kau masih polos ya? Lucunya~"

Jangan mengejekku...

Saat aku merasa sulit untuk menemukan tempat melihat yang tepat, beberapa siswi yang lewat melihat ke arah kami dan berbisik satu sama lain.


"Lihat itu. Lagi-lagi Kurotsuki-san berpakaian tidak pantas..."

"Apalagi di depan seorang laki-laki, mengambil pose seperti itu..."

"Benar-benar berniat menggodanya. Tidak layak disebut sebagai seorang gadis terhormat."


...Apa katanya?

Ketika aku menatap tajam ke arah mereka, siswi-siswi itu tampak ketakutan dan berlari menjauh.

Begitukah cara kalian menilai orang lain... dan merendahkan mereka? Haruskah aku membuka kancing seragam kalian juga? Ha? Kalian mau dihakimi juga karena ketidaksenonohan publik, hah? Maukah kalian menjadi noda hitam bagi Shiramine kalian yang terhormat? Hah!

"Hey, berhenti membuat wajah seperti itu, Hazukichi. Kau terlihat seperti berandal yang siap berkelahi. Lagipula, aku tidak apa-apa..."

"Tidak, meskipun kau tidak apa-apa, aku tak bisa menerimanya. Orang-orang yang menilai dari penampilan saja, mereka bukan orang baik. Kalau mau, aku bisa bicara keras-keras kepada mereka."

"Tidak usah!"

Kurotsuki mencubit ujung bajuku, menunjukkan senyum yang tampaknya tidak terlalu mempermasalahkan semuanya.

Sesuai dengan namanya, Youko, ia benar-benar seperti matahari.

"Aku menyukai diriku yang sekarang. Apa pun yang orang lain katakan, aku tidak peduli."

"...Kalau Kurotsuki sendiri merasa begitu, maka... itu mungkin baik-baik saja."

"Ya, ya, tidak apa---Eh, Kurotsuki? Seperti dulu, panggil saja aku Yocchan, itu lebih baik kan?"

Sepertinya dia tidak suka aku memanggilnya Kurotsuki, dan membuat wajah cemberut paling parah yang pernah aku lihat. Tapi meski dia bilang begitu...

"Kita sudah berbeda dari saat di TK maupun SD, dan aku tidak bisa hanya memanggilmu Youko begitu saja. Sebagai gantinya, aku akan memanggilmu Kurotsuki."

"Aku tidak keberatan dipanggil Yocchan..."

"Tidak bisa seperti itu. Jangan meremehkan remaja laki-laki yang baru keluar dari sekolah khusus laki-laki."

"Tunggu, kau membanggakannya? Hee~"

"Bajingan ini..."

"Hehehe. Bercanda, bercanda. Yah, ini sangat khas dari Hazukichi."

Ugh, jangan pukul punggungku, itu sakit.

Sial, melihat senyum tanpa beban dari Kurotsuki membuat keburukan dirinya menghilang. Meski hanya sesekali, dulu dia juga sering tersenyum seperti itu. Bahkan dengan perubahan dirinya yang begitu besar, masih ada hal-hal yang tidak berubah walaupun sudah bertahun-tahun lamanya.

Dan juga, jangan sembarangan menepuk punggung laki-laki! Siapa tahu aku bisa jatuh cinta karena itu?

Saat aku merasa geli dan mengalihkan pandangan dari Kurotsuki, dia melihat ke belakangku dan berkata, "Ah!" Seolah datang seseorang yang dia kenal.

Kurotsuki bahkan terlihat sangat senang, pasti dia seseorang yang sangat akrab dengannya.

Keputuskan untuk menoleh---itu adalah Yukimiya Hyouka.

Wajahku secara refleks menjadi kaku.

Namun, Kurotsuki menyapanya dengan ceria.

"Hyouka-chan, halo!"

"Wakil Ketua Kurotsuki, selamat pagi. Harap lakukan sapaan dengan benar."

"Ya! Selamat pagi!"

"Bagus. ...Dan juga kepada Ketua OSIS Yatsuhashi."

"...Selamat pagi."

...Kenapa ya? Rasanya sikapnya berbeda antara saat berbicara dengan Kurotsuki dan saat denganku. Yah, mungkin wajar jika dia berbeda sikap antara teman sekelas dan laki-laki sepertiku.

"Jadi, Kurotsuki itu wakil ketua ya."

"Keren kan. Bagaimana?"

"Orang tidak bisa dinilai hanya dari penampilannya saja..."

"Haa!? Bahkan Hazukichi sendiri tidak cocok jadi ketua OSIS!"

"Aku jadi ketua OSIS karena punya pengaruh tersendiri, tahu?"

Itu bohong. Aku menjadi ketua OSIS hanya karena tidak ada kandidat lain, jadi secara otomatis akulah yang terpilih. Juga sepertinya, poin prestasi akademikku juga meningkat karena itu. Yah, untuk sesaat... biarkan aku sedikit berbangga. Lagipula aku juga laki-laki yang ingin tampil keren, tahu?

Saat aku dan Kurotsuki saling melempar candaan, Yukimiya tampak mencondongkan kepalanya dengan tanda tanya.

"Kalian berdua tampak sangat akrab ya. Lalu... Hazukichi?"

"Kami berdua berasal dari TK yang sama loh. Bahkan SD pun kami jalani bersama sampai setengah jalan, mungkin bisa dibilang kami teman masa kecil? Begitulah, aku memanggilnya Hazukichi. Ah! Bagaimana kalau Hyouka-chan juga memanggilnya begitu? Jika cara memanggilnya berubah, mungkin kalian bisa jadi lebih akrab---"

"Tidak perlu."

Tanggapannya terasa seperti tebasan pedang.

Suasananya dingin sekali, seolah dia yang kemarin-kemarin hanyalah mimpi belaka.

Yukimiya melirikku dan dengan lembut menghela nafas sebelum pergi. Seriusan? Melihat wajah seseorang lalu menghela nafas itu terlalu kasar, tahu!

"Ah, sepertinya nggak berhasil, ya? Mungkin juga karena masalah saat pertemuan OSIS sebelumnya... Padahal, aku benar-benar ingin kalian berdua bisa lebih akrab."

"Aku sih baik-baik saja seperti ini."

"Mana boleh begitu! Kita hidup bersama di sekolah gabungan ini, jadi harus benar-benar akrab!"

Akrab... ya. Meskipun di apartemen tidak bisa dihindari, tapi apakah di sekolah kita harus bersikap akrab?

Jika aku bisa akrab dengan gadis cantik seperti itu, kehidupan sekolahku mungkin akan menjadi lebih berwarna, tapi sepertinya akan sulit. Lagipula, aku punya sedikit masalah dengan kepribadiannya. Dia adalah contoh sempurna dari 'bunga yang indah memiliki duri'.

Tepat pada saat itu. Lonceng yang menandakan dimulainya kelas berbunyi, dan Kurotsuki tampak seperti ingin berkata 'Aduh'.

"Ah! Aku mau pergi ke toilet! Sampai jumpa, Hazukichi! Nanti kita bicara lagi ya!"

"O-oke. Sampai jumpa."

Kurotsuki turun dari tangga seolah sedang melompat-lompat; meski dia mengenakan rok pendeknya.

Ada banyak hal yang ingin kukatakan seperti jangan melompat dengan rok pendek atau gadis tidak seharusnya membicarakan tentang pipis... tapi untuk sekarang, aku juga harus bergegas ke kelas agar tidak terlambat.


Hari berlalu dengan damai (walaupun pelajaran berjalan sangat cepat sampai-sampai otakku hampir korslet), dan tibalah waktu pulang sekolah. Hari ini tidak ada rapat rutin, dan setelah kelas selesai, aku bersiap untuk pulang.

Mulai hari ini, aku harus mengajarkan Yukimiya tentang semua pekerjaan rumah. Aku harus kembali dan menyiapkan segala sesuatunya.

Saat aku berpikir demikian, Junya yang telah selesai bersiap untuk pulang mendekatiku.

"Hai Hazuki. Mau main bersama setelah pulang? Kita kan bersekolah di tempat yang agak jauh dari tempat asal. Sambil jalan-jalan, kita makan ramen yuk."

"Ah... Maaf ya. Sepertinya untuk sementara waktu aku tidak akan bisa ikut kemanapun sepulang sekolah."

"Karena urusan OSIS?"

"Kurang lebih begitu."

"Ha... Ya sudahlah, kalau sudah bicara tentang Shiramine yang terhormat ini, pekerjaan OSIS memang sibuk ya. Oke, oke, aku mengerti."

"Maaf ya."

"Tidak apa, santai saja~"

Junya melambaikan tangan; berkata 'sampai jumpa' dan pergi dari kelas bersama teman lain sambil bersenandung.

Aku juga, jika bisa... ingin ikut bersama mereka. Namun, aku sudah punya janji dengan Yukimiya, dan aku tidak bisa mengingkari janji pada hari pertama.

Selain itu, makan di luar pasti membuat pengeluaran untuk makan meningkat. Karena aku tinggal sendiri dan mendapatkan uang dari orang tua, aku harus memikirkan hal itu...

Meskipun di sekolah ada kantin, makanan di kantin Shiramine itu mahal. Menu termurah pun harganya lebih dari lima ratus yen. Aku terkejut melihat harganya. Memang benar-benar terasa seperti kantin sekolah yang dulunya merupakan sekolah khusus perempuan kelas atas.

Ngomong-ngomong, sepertinya Yukimiya makan di kantin bersama teman-temannya, bahkan setiap hari. Sepertinya dia tidak pernah kesulitan soal uang. Yah, itu bisa dimaklumi karena dia juga seorang gadis dari keluarga kaya.

Karena biaya hidupku bergantung pada orang tua, aku harus berhemat sebisa mungkin... dan juga harus belajar. Karena aku diizinkan tinggal sendiri, jika nilai turun, aku tidak tahu apa yang akan mereka katakan.

Sambil menaruh rasa iri pada teman-teman yang bebas pergi bermain, aku meneguhkan kembali tekadku dan berangkat pulang untuk menunggu Yukimiya.


◆◆◆


Kembali ke apartemen, aku berganti mengenakan pakaian yang tidak akan jadi masalah kalaupun kotor.

Sambil memegang memo yang merangkum jadwal hari ini, aku mulai menyiapkan apa saja yang diperlukan. 

Meskipun begitu, apa yang akan kami lakukan hari ini hanyalah dasar dari segala dasar. Tidak, mungkin ini bahkan tidak layak disebut dasar karena apa yang kami lakukan itu sendiri hanya sesuatu yang sangat sederhana. Bahkan tidak perlu terlalu bersiap... mungkin. 

Setelah melakukan semua persiapan, yang tersisa hanyalah menunggu Yukimiya.

Melihat jam di ruangan, waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 16.30. 

Sudah cukup larut. ...Tapi masih belum datang... tunggu, kenapa aku malah terlihat seperti sedang menanti-nantikannya? Haa... lebih baik mengerjakan PR sambil menunggu. 

Aku memutuskan untuk mengerjakan PR di meja ruang tamu sambil menunggu. Sesuai dengan reputasinya sebagai sekolah bergengsi, laju pembelajaran di Shiramine sungguh cepat. Tingkat kesulitannya juga jauh lebih tinggi dibandingkan sekolahku sebelumnya.

Meskipun aku termasuk seseorang yang punya nilai baik di Kuroba, aku masih saja merasa hampir tidak mampu mengikuti.

Belum lagi jumlah PR ini. Tidak masuk akal jika harus menyelesaikan sebanyak ini dalam satu hari. Rasanya seperti terus-terusan mengerjakan PR saat liburan musim panas.

"Haa... ayo lakukan yang terbaik."

Sambil menatap tajam cetakan dan catatan, aku mulai mengerjakan soal dengan pikiran kosong, sampai tiba-tiba---bel berbunyi.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Entah bagaimana, kurang lebih satu jam telah berlalu.

Aku tidak ingat memesan barang apa pun. Jadi, itu pasti Yukimiya. Butuh waktu lama sekali sampai dia akhirnya datang.

Ketika aku melihat layar interkom, benar saja, itu adalah Yukimiya. Dia tampak sedikit tegang, sambil merapikan poni rambutnya.

Jika itu Yukimiya, mungkin lebih cepat jika aku langsung membukakan pintu untuknya.

"Ya, tunggu sebentar---"

Oh... oh...?

Tidak ada keraguan bahwa Yukimiya lah yang ada di sana ketika pintu terbuka, tapi tentu saja dia tidak dalam balutan seragam sekolah.

Dia mengenakan kaos putih dan celana agar mudah bergerak. Mungkin untuk mengantisipasi dinginnya malam di awal musim semi atau mencegah agar kakinya tidak terlihat, dia memakai legging berwarna hitam.

Rambutnya diikat dengan gaya pony tail, memberikan nuansa yang sangat berbeda dibanding biasanya.

"Selamat malam, Yatsuhashi-kun."

"Ah, ehm, selamat malam."

Aku kehilangan kata-kata melihatnya dengan pakaian kasual yang tidak terduga.

Ya, siapapun sudah pasti... juga akan merasa seperti ini... ya kan?

"...Apa? Ada yang aneh dengan penampilanku? Aku sengaja memakainya supaya gampang bergerak."

"...Tidak, tidak ada yang aneh. Masuklah."

"Aku akan masuk ya."

Sepertinya Yukimiya tidak peduli akan reaksiku, dia masuk ke dalam ruang apartemen dengan wajah dingin.

Aku juga, tidak perlu merasa khawatir. Yukimiya datang hanya untuk belajar mengenai pekerjaan rumah. Aku hanya perlu mengajar, itu saja.

Tidak perlu khawatir, tidak perlu bingung, tidak perlu... ah, harumnya...

Rupa-rupanya dia baru saja mandi, aku bisa mencium aroma sabun dan sedikit wangi lavender. Mungkin itulah alasan mengapa dia sedikit terlambat.

...Eh, jangan pedulikan hal itu! Mengendus-endus aroma gadis... aku bukan laki-laki cabul!

Setelah menggelengkan kepala, aku kembali ke dalam dan Yukimiya tampak sedang asyik melihat-lihat ruang tamu dengan rasa penasaran.

"Kamu benar-benar menjaga kebersihannya ya? Aku terkejut."

"Benar kan? Tempat ini merupakan kastil kebanggaanku."

"Memang, melihat tempat sebersih ini... rasanya aku jadi ingin merapikan tempatku---Eh?"

Yukimiya menoleh ke buku PR yang aku tinggalkan terbuka. Ini memalukan jika dia terus melihatnya begitu.

"Ini, jawabannya salah loh."

"Eh, serius?"

"Harusnya cukup menggunakan rumus ini. Dan, kalau jawabannya salah di sini, berarti jawaban sebelumnya juga... lihat, salah."

Yukimiya menjelaskan sambil menulis persamaan di bukuku.

Penjelasannya sangat mudah dimengerti. Tidak seperti cara mengajar otomatis dari guru, dia menjelaskan poin-poin penting dan mengapa bisa jadi seperti itu dengan tepat.

"Hee... Jadi begitu caranya."

"Yatsuhashi-kun, mungkinkah kamu kurang di bagian kepala?"

"Berhenti meledekku secara langsung!"

"Cuman bercanda. Kalau kamu bisa mengerjakan bagian ini, berarti dasar-dasarnya sudah kamu kuasai. Ingatlah hal-hal yang harus diperhatikan, kalau sudah begitu tidak akan ada masalah."

Oh... Aku mendapat banyak pelajaran darinya. Padahal seharusnya akulah yang mengajari dia tentang pekerjaan rumah.

Saat aku melihat lagi bagian yang diajarkannya, Yukimiya berkata, "Ah."

"Maaf. Aku tak sengaja melihatnya... Sekarang, ayo ajari aku tentang pekerjaan rumah."

"Tidak, aku yang harus berterima kasih. Kau sudah membantuku, terima kasih."

Seperti yang bisa diharapkan dari ketua OSIS Shiramine. Gaya mengajarnya bagus dan aku bisa memahaminya dengan cepat.

Kami membereskan meja dan menuju ke dapur.

Begitu masuk ke dapur, Yukimiya mengenakan celemek pink yang dibawanya dengan lipatan rapi; terlihat seolah dia sengaja membelinya untuk ini.

Warnanya lembut dan cantik, bisa dibilang warna peach.

Aku pikir warna biru akan cocok dengan imej Yukimiya, tapi warna hangat seperti ini juga sangat cocok dengannya...

Setelah mengikat pita di belakang, lekuk tubuh yang halus terbentuk dari dada hingga pinggang. Dadanya tidak terlalu besar, namun karena pinggangnya sangat ramping, bagian itu secara alami terlihat lebih menonjol dari biasanya. Sungguh, ilusi optik itu menakjubkan.


..Tunggu, bukankah pitanya terlihat mau copot? Terlepas dari semua hal tentang penampilan luarnya, ternyata dia juga merasa cukup canggung. Dia tidak mengikat pita dengan benar, sehingga bagian dadanya sedikit longgar.

Tapi seandainya aku mengatakan itu sekarang, aku mungkin berakhir dapat kritikan habis-habisan oleh dirinya yang punya harga diri tinggi... Begitu, mungkin lebih baik aku mengabaikannya saja.

"Oke, aku siap. ...Ada apa?"

"Tidak, tidak ada apapun."

Ugh! Dia menyadari arah pandanganku. Kalau aku terus-menerus menatap, dia bisa menggigitku... aku harus berhati-hati.

Sambil mengalihkan pandangan, aku berdiri di samping Yukimiya.

"Jadi, hari ini aku akan mengajarimu cara menggunakan api. Kau bisa menyalakan kompor, kan?"

"Kompor?"

...Mustahil, ini bercanda kan? Bahkan dia juga belum pernah menggunakan kompor...

"Semua peralatan dalam gedung apartemen ini sama. Jika kau memutar kenop sepenuhnya, api akan menyala. Kau bisa menyesuaikan kekuatan api dengan memutar ke arah sebaliknya. Itu saja."

"Kelihatannya mudah. Jadi, jika aku memutarnya sampai penuh, itu akan jadi kekuatan api maksimal, kan?"

"Tentu saja begitu. Sekarang, tolong didihkan air dengan kompornya."

"Fufu, serahkan padaku."

Entah kenapa, anak ini begitu percaya diri meskipun dia belum pernah melakukannya.

Yukimiya mengamati sekeliling dapur.

Kemudian, dia meraih ketel listrik dan meletakkannya di atas kompor... tunggu, apa?

"Yap!"

Menyala! Dia menyalakan api!?

"Whoooaaa! Apa-apaan, apa yang kau lakukan Yukimiya!?"

Karena panik, aku mematikan api dan memasukkan ketel listrik ke dalam wastafel.

Syukurlah, hanya sedikit terbakar, dan bukannya meleleh.... Tidak, tidak, ketel listrik tidak seharusnya meninggalkan bekas bakar. Lagipula, ini ketel listrikku!

Yukimiya tampak sedikit ketakutan, mungkin kaget dengan suara kerasku yang tiba-tiba.

"A-apa? Kan kamu sendiri yang bilang didihkan airnya."

"Ketel, harusnya pakai ketel biasa! Atau panci juga bisa!"

"Ketel biasa? Panci?"

...Oi, seriusan?

"Kau tidak punya?"

"Kamu pikir aku punya?"

Sudah kuduga. Ruang apartemen miliknya saja mengenaskan, tidak mungkin ada perlengkapan masak disana. ...Tapi begitu, kenapa malah menjawab dengan nada seolah-olah dia yang menang? Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, rasanya aku ingin sekali memukulmu.

"...Jadi, biasanya kau merebus air untuk mie instan menggunakan ketel listrik?"

"Iya. Cukup tekan satu tombol, sangat praktis."

"...Lalu, kau pikir benda ini bisa digunakan di kompor juga?"

"Bukankah seharusnya begitu?"

"Bukan! Ini ketel 'listrik', tahu!"

"Aku memang merasa itu aneh, tapi karena kamu bilang didihkan air di kompor..."

Tapi itu tidak berarti kau harus langsung meletakkan ketel listrik di atas api.

Ahh... aku sudah merasa lelah meskipun ini baru awalan... tidak, aku tak boleh menyerah. Jika aku menyerah sekarang, aku tidak akan bisa mengatasi tantangan yang akan datang.

Mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, aku meraih ketel.

"Dengar, kali ini kita akan mendidihkan air dengan ketel 'biasa'. Nah, inilah ketelnya. Saat kau menutup tutupnya dan airnya mendidih, kau akan mendengar bunyi 'pii' bernada tinggi. Itu adalah tanda kalau apinya harus dimatikan."

"Suara? Bagaimana bisa?"

"...Ehm... kenapa ya?"

Aku belum pernah memikirkannya... tapi, itu tidak penting sekarang.

"Lebih baik kau mencobanya dulu."

"Aku penasaran, tapi... aku akan memeriksanya nanti."

Punya semangat belajar itu bagus, tapi tolong sekarang fokus ke pekerjaan rumah, oke? Kalau tidak... bisa-bisa ada kebakaran. Maaf, aku bercanda. Pikiranku terlalu buruk.

Yukimiya mengisi teko dengan air, menutupnya, dan menyalakan kompor.

Ini adalah proses yang sudah dilakukan sebelumnya. Tidak ada masalah sama sekali... Meskipun pertama kali dia menggunakan teko listrik, tapi biarlah. Aku akan memaafkannya.

"Seberapa besar api yang dibutuhkan?"

"Sesuaikan apinya sampai ke tepi ketel. Nyala api saat ini terlalu besar.''

"Aku mengerti."

Sedikit membungkuk, dia dengan hati-hati mengatur nyala api.

Dia benar-benar serius meskipun itu hanya hal kecil. Hebat, heba---eh!?

"Ada apa, Yatsuhashi-kun?"

"T-t-t-tidak ada, jangan khawatir...!"

"Benarkah? Jangan lakukan apapun dulu. Aku jadi terganggu."

Ini bukan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi tinggi!

Yukimiya kembali membungkuk dan dengan seksama melihat ukuran api sambil menyesuaikannya.

Hmm, hei, hei...! K-kalau kau membungkuk seperti itu, aku bisa melihat hal-hal yang seharusnya tidak aku lihat...!

Namun begitu, Yukimiya tampaknya kesulitan mengatur api dan tidak terlihat sadar tentang bagaimana penampilannya. Orang ini sungguh kikuk.

Tapi karena itu juga, bagian atas bajunya terbuka lebar dan aku bisa melihat ke dalam. Bra tipis dan berwarna peach seperti apronnya juga ikut terlihat. Lebih dari itu, karena kurangnya volume di bagian dada, aku bisa melihat lebih jauh ke perut dan pusarnya... Tidak, Aku ini sedang mengintip apa!?

Segera aku mengalihkan pandangan. Aku tidak tahan dengan rasa bersalah ini. Atau lebih tepatnya, hati remajaku yang baru keluar dari sekolah khusus laki-laki tidak bisa menahan ini.

Dan tepat saat itu, Yukimiya selesai mengatur api; dia berdiri bangga dengan tangan di pinggul. Kenapa dia merasa bangga dengan hal sepele?

"Selesai. ...? Kenapa kamu sedikit membungkuk?"

"Bukan apa-apa. A-aku cuman mengidap penyakit kronis. Jangan khawatir. Selain itu, kau harus mengikat celemekmu lebih erat."

"Eh? Oh, benar. Mulai terlepas."

Saat Yukimiya mengikat kembali tali celemeknya, aku memeriksa api di kompor dan ternyata sudah sesuai dengan apa yang kuinstruksikan.

"Oke. Sekarang tinggal menunggu sampai mendidih. ...Kalau sudah mendidih, mau kopi? Meskipun cuman kopi instan, sih..."

"Kopi... Baiklah. Biar aku yang membuatnya."

"Kau bisa meminumnya?"

"Jangan meremehkan aku. Meski biasanya minum kopi kaleng, tapi aku sering minum sampai-sampai aku ingat rasanya."

Membayangkan Yukimiya minum kopi kaleng... hanya membayangkannya saja sudah sedikit lucu.

"Kalau begitu, aku serahkan padamu. Aku mau kopi hitam."

"Baik, serahkan saja padaku. Ini mudah."

Karena insiden pemanasan ketel listrik tadi, aku jadi agak khawatir.

Benarkah ini akan baik-baik saja?

"Kalau begitu, Yatsuhashi-kun, silakan lanjutkan mengerjakan PR-mu. Melihat kondisinya, masih butuh waktu lebih lama lagi."

"Kamu baik-baik saja, Yukimiya?"

"Fufu~ Aku bisa menyelesaikannya dalam satu jam."

Satu jam!? Cuman melakukan itu!?

Hah... Sesuai ekspektasi, apa lagi yang bisa kukatakan? Lagipula, dia 'luar biasa' karena dia adalah ketua OSIS dari sekolah itu.

"Baiklah, aku serahkan hal ini padamu. Permukaan ketel sudah pasti panas, jadi jangan sentuh bagian selain pegangannya. Untuk kopi instannya... ada di sana. Kalau takarannya..."

"Tidak masalah."

"...Benarkah?"

"Ya, serahkan saja padaku."

"Baiklah, terima kasih."

Untuk sementara, aku serahkan dapur pada Yukimiya dan kembali ke ruang tamu.

PR-ku sendiri tinggal sedikit. Mari lakukan yang terbaik disini.

Aku menyebarkan lembar kerja, dan mulai mengerjakan dengan merujuk pada catatan pelajaran dan buku teks.

Selain matematika yang sedang aku kerjakan, masih ada bahasa Inggris dan ilmu pengetahuan. Aku tidak bisa bersantai.

Selain itu, jumlah PR untuk setiap mata pelajaran sangat banyak. Mereka mengharapkan ini untuk diserahkan dalam satu hari, sekolah bergengsi... memang tidak pernah memberikan kesempatan untuk bersantai.

Saat aku fokus pada soal-soal PR, Yukimiya duduk di sebuah kursi kecil yang disiapkan di dapur, tampak memperhatikan aku.

Awalnya kupikir itu hanya perasaanku saja dan mulai mengabaikannya... tapi lama-kelamaan tatapannya jadi semakin jelas. Dia memang memperhatikan aku.

"Apa?"

"Ah. Apa?"

"Kau terus memperhatikan aku."

"Aku bukannya memperhatikan. Kamu terlalu percaya diri."

Dia ini... Ahem. Baiklah, PR lebih penting sekarang.

Keheningan sesaat kembali terjadi.

Namun, sepertinya Yukimiya masih tertarik padaku. Aku bisa dengan jelas merasakan pandangannya dari waktu ke waktu.

"---Kamu terlihat kesulitan."

"Iya, kalau di Kuroba, jumlahnya cuma setengah dari ini."

"Ooh..."

...Apa ya? Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.

"Aku cuma mau bilang, jangan menggodaku. Aku juga sedang berusaha keras."

"Tidak, bukan itu. Aku juga memiliki perasaan untuk mendukung orang yang berusaha keras."

Sambil berkata begitu, Yukimiya meremas-remas jari-jarinya.

Agak aneh... seperti bukan Yukimiya. Meski tidak layak bagiku bilang begitu, diatas apapun aku tetaplah seseorang yang tidak begitu mengenal gadis ini.

"Apa yang terjadi? Kalau punya kekhawatiran, aku bersedia mendengarkan."

"Bukan, bukan itu masalahnya. Hanya saja... dari lusa hingga hari ini, aku merasa cuman akulah yang dapat bantuan..."

Dapat bantuan?

...Ah, aku mengerti. Seperti membersihkan atau mengajari tentang pekerjaan rumah. Ini hanya karena aku ingin melakukannya, jadi tidak perlu baginya untuk khawatir.

"Jadi, aku bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu..."

"Membuatkan kopi sudah cukup."

"Tapi itu... bisa dilakukan tanpaku juga."

"Memang."

Sebenarnya, membuat kopi bisa saja dilakukan dengan ketel listrik.

Namun, sepertinya Yukimiya tidak puas dengan jawaban itu, dan dia memelototiku.

Tidak... apa dia cuman menatapku biasa? Aku tidak yakin. Tatapan dingin Yukimiya bisa diartikan sebagai apapun.

"Aku belajar banyak darimu, terutama tentang hal-hal yang tidak bisa aku lakukan. Tapi ini tidak boleh jadi satu arah. Aku juga ingin memberikan sesuatu sebagai balasan."

"Jadi, kopi itu..."

"Bukan itu. Aku ingin melakukan sesuatu yang hanya bisa aku lakukan."

Sesuatu yang bisa dilakukan oleh Yukimiya?

...Tidak bisa, aku tidak tahu. Aku sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang apa yang bisa dilakukan oleh Yukimiya.

Sesuatu yang bisa dilakukan oleh Yukimiya... bisa dilakukan... bisa dilakukan... Tidak, tidak! Karena secara biologis aku laki-laki dan dia perempuan, pikiran-pikiran tidak sehat mulai mengalir di kepalaku. Itu tidak etis, dan jika aku meminta sesuatu seperti itu, aku bisa dihukum secara sosial. Sial, apa pun yang aku minta, khayalan remaja di masa pubertas menggangguku.

Saat aku menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran jahat itu, Yukimiya memalingkan muka tersipu; mungkin merasa malu.

Hei, jangan membuat wajah seperti itu, itu hanya akan membuatku semakin memikirkan hal-hal tidak senonoh lebih jauh lagi!

Menelan ludah yang terasa menggumpal di tenggorokan, aku mencoba terlihat tenang dan mencondongkan kepala.

"Err... maaf. Saat ini, aku tak bisa memikirkan apapun."

"M-maka dari itu... umn, bagaimana kalau aku membantumu belajar?"

"Belajar?"

Aku mencondongkan kepala lagi, kali ini karena terkejut dengan usulan yang tidak terduga. Tidak pernah terpikir bahwa dia akan menawarkan untuk mengajariku belajar.

"Apa itu baik-baik saja?"

"Ya. Aku ini peringkat satu di sekolah, tahu? Kurasa aku adalah orang paling cocok untuk ini."

"P-peringkat satu...!?" 

Aku memang sadar kalau dia itu pintar, tapi aku tidak menyangka bahwa dia adalah yang teratas.

"Ah, jangan salah paham. Aku cuman tidak mau berhutang budi."

"Hah...?"

Aku tidak tahu apa yang bisa disalahpahami dari itu... tapi, mendapat kesempatan untuk diajari oleh siswa peringkat satu adalah sesuatu yang jarang terjadi. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak.

"Kalau Yukimiya tidak keberatan, aku ingin kamu mengajariku."

"Baiklah. Bagaimana kalau kita mulai malam ini?"

"Oke. Aku mengandalkanmu."

Ini berarti kami akan bersama sampai larut malam... Uh, aku mulai merasa sedikit gugup. Menghabiskan malam dengan teman sekelas, apalagi seorang gadis cantik seperti itu...

"....Eh? Tunggu, Yukimiya. Apa ini berarti setiap hari?"

"Tentu. Kamu mengajariku pekerjaan rumah setiap hari, jadi itu wajar kalau aku membantumu belajar setiap hari juga."

"...Termasuk Sabtu dan Minggu?"

"Ya."

Bagaimana dengan privasiku!?

Itu bukan ide bagus, atau lebih tepatnya, mungkin lebih baik jika kita menghargai waktu pribadi masing-masing...!

"S-serius? Mari kita ambil waktu rehat di akhir pekan, oke?"

"...Lalu bagaimana dengan makananku hari itu?"

"Eh... yah, aku akan tetap membuatnya."

"Kalau begitu aku akan tetap mengajarimu belajar."

"Kenapa bisa!?"

"Kamu membuat makanan untukku, jadi tidak adil kalau cuman aku yang mendapat manfaat dari ini."

Dia terlalu kaku! Harusnya kau menerimanya saja!

Saat aku hendak menegurnya, tiba-tiba teko memancarkan suara nyaring.

"Kyaa...! Aku kaget... suaranya sekeras ini!"

"Oi, matikan apinya. Itu sudah cukup!"

"Ah, benar juga!" 

Yukimiya spontan mematikan api.

Akhirnya, suara bising berhenti, dan menjadi tenang. Itu pasti mengganggu tetangga. Sungguh...

Yukimiya menuangkan air panas ke dalam dua cangkir yang telah disiapkan dan memberikan satu kepadaku.

"Ini, kopinya."

"......Terima kasih."

Aku merasa seperti usulanku tentang rehat belajar di akhir pekan telah diabaikan---Blergh!?

*Bhogh! Ghogh! Ghogh!*

"Kamu kenapa? Dinginkan dulu sebelum minum, sungguh... Nah, ini tisu."

"T-tidak...! Berapa banyak bubuk kopi yang kau masukkan!?"

"Eh? Berapa banyak...? Sekitar satu sentimeter dari dasar?"

"Itu terlalu banyak!"

Ini terlalu pahit untuk diminum! Ada apa dengan 'serahkan saja padaku' yang kau katakan tadi!?

"Ah, lebay sekali. Kopi itu tidak akan berubah, tak peduli berapa banyak yang kamu masukkan. Hwek...!? *Ghogh, ghogh* !"

"Lihat kan?"

Menyenangkan rasanya melihat mata Yukimiya yang berkaca-kaca. Tapi lebih dari itu, aku perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi rasa pahit di mulut ini.

Untuk sementara, kami berdua minum air, dan makan cokelat yang disimpan di kulkas untuk menghilangkan rasa pahit di mulut. Ugh, masih pahit. Seberapa pahit kopi ini sebenarnya? 

"Aneh. Bukankah kopi itu seharusnya jadi lebih enak semakin banyak kamu memasukkannya?"

"Jika kau terus menambahkan kecap asin ke dalam masakan, rasanya pasti akan terlalu asin untuk dimakan. Begitulah persamaannya."

"Benarkah?"

"......Maaf, perumpamaanku tadi buruk."

Aku menyesal. Tidak mungkin bagi Yukimiya yang mana tidak pernah memasak bisa memahami metafora tentang memasak. 

"Bagaimanapun, yang penting adalah jumlah yang tepat. Ada sendok teh, jadi satu sendok penuh itu cukup. Jika kau tipe orang yang suka kopi dengan rasa kuat atau membuat hanya untuk sekedar menghilangkan kantuk, kau bisa menambahkan dua sendok lagi."

"Jadi cukup segitu saja ya... Aku belajar sesuatu..."

Dia menulisnya dalam notepad yang telah disiapkan, lengkap dengan menggambar ilustrasi yang terbilang buruk. Namun itulah yang menunjukkan betapa rajinnya dia, atau lebih tepatnya, betapa seriusnya dia... Jika boleh kukatakan, itu benar-benar mencerminkan sifat khas dari Yukimiya.

"Kau sudah mengingat cara menggunakan kompor dan bagaimana mengatur api, kan? Jika bukan hanya untuk merebus air, api yang terlalu besar bisa membuatnya cepat gosong. Jadi, ingatlah kalau pengaturan api sangat penting dalam memasak."

"Aku mengerti."

Huff... Siapa sangka hanya mengajarkan cara menggunakan kompor saja bisa membuatku selelah ini... Aku khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Berikutnya, kita akan belajar cara menjemur pakaian... Ini mudah. Untuk kemeja dan sejenisnya gunakan hanger. Untuk pakaian dalam dan aksesoris kecil, gantungkan pada hanger dengan jepitan. Untuk handuk, cukup gantung langsung di tali jemuran."

Ketika kami keluar dari ruang tamu ke balkon, kebetulan pakaian yang aku jemur di pagi hari sudah tergantung di sana.

Sambil menunjukkan pakaian tersebut; aku menjelaskan, diikuti anggukan Yukimiya sebagai respon.

"Aku agak paham tentang ini. Aku selalu melakukannya. Tapi, bukankah lebih enak pakai pengering langsung?"

"Kau tidak tahu? Ada pakaian yang bisa menyusut kalau dikeringkan dengan pengering. Yah, jika tidak ada waktu... mungkin pakai pengering memang tidak masalah."

"Tidak tahu. Aku belum pernah menggunakan itu sebelumnya."

Begitu ya.

"Pengering memang praktis, tapi sebisa mungkin lebih baik menjemur di luar. Pakaian yang dijemur di luar terasa lebih nyaman saat dipakai."

Yukimiya bergumam dan melangkah keluar balkon, meregangkan lehernya untuk melihat ke dalam ruangan di sisi lain dari pembatas.

"......Bisa terlihat."

"Ya, karena kita memang tetanggaan."

"Kamu tidak berpikir untuk mencuri pakaian dalam yang kujemur di luar, kan?"

"Ngawur."

"Hya!?"

Aku menepuk dahi Yukimiya. Serius, dia ini menganggapku apa?

......Kejadian lusa adalah kecelakaan, jadi aku berharap itu tidak dibahas lagi.

"Sakit! ...Aku akan menuntutmu atas kekerasan terhadap wanita!"

"Berhenti, serius, itu tidak lucu."

"Cuman bercanda."

Kalau bercanda, tolong katakanlah itu dengan cara yang lebih terlihat seperti sedang bercanda! Kau membuatku takut.

Aku segera mengenakan celemek setelah berlari ke ruang tamu untuk melarikan diri dari Yukimiya---yang memelototiku sambil mengatakan itu hanya sebuah lelucon.

"Sudah waktunya, mari kita buat makan malam. Makan malam hari ini adalah ikan rebus."

"Ikan...?! Aku mau Bream Fish, Bream Fish!"

"Tidak mungkin aku bisa beli sesuatu yang semewah itu. Hari ini kita akan membuat ikan lidah (Flounder/Plaice Fish). Itu mudah dibuat, jadi ayo sini."

Yukimiya kembali dari balkon dan memakai kembali celemek yang dia lepas sebelumnya.

"Tapi, apa masak ikan rebus itu mudah? Rasanya seperti itu sulit, dan aku tidak suka jika bumbunya jadi tidak meresap."

"Ikan, seberapa lama pun kau rebus, bumbunya tidak akan meresap. Isi dari ikan rebus itu tetap akan putih, kan?"

"......Benar juga."

"Jika kau mencoba membuatnya meresap sampai ke dalam, lemak dalam dagingnya akan hilang semua dan ikannya menjadi kering. Jika terbiasa, kau bisa melakukannya dalam kurun waktu sepuluh menit, jadi ingatlah itu."

"Ya, aku mengerti. Aku akan berusaha."


◆◆◆


Selepas makan ikan lidah yang direbus, nasi, sup miso, acar, dan salad selada, Yukimiya tampak puas dan menempelkan tangannya bersamaan. Yukimiya yang sekarang, dia bahkan sudah berani untuk minta tambah nasi.

"Huff... Terima kasih atas hidangannya."

"Oh. Bagaimana menurutmu?"

"...Lumayan."

"Seharusnya kau bisa jujur mengatakan kalau itu enak."

"Aku sudah jujur mengatakan bahwa itu lumayan."

Tak peduli seberapa besar kau tidak ingin mengungkapkan perasaan jujurmu di hadapanku, kau tetap tidak perlu membuat alasan apa pun sekarang karena sudah sangat menikmatinya seperti itu. 

Yukimiya mengelap mulutnya dengan tisu, lalu berdiri sambil berkata, "Nah."

"Aku akan mengecek cucian. Setelahnya, mari kita belajar."

"Hm? Oh, ya. Menjemur pakaian di luar pada malam hari tidak baik, jadi sebaiknya gunakan pengering. Akan merepotkan jika orang-orang mengetahui bahwa kau itu perempuan yang tinggal sendiri."

"Baiklah."

Mengantarnya keluar, kami pergi bersama menuju ke pintu depan.

Yukimiya, yang memakai sepatu yang imut, tersenyum sedikit dan menoleh ke arahku.

"Kalau begitu, aku pergi."

"...Sampai jumpa lagi."

Aku memperhatikan Yukimiya pergi dari pintu depan, lalu kembali mengerjakan PR-ku sendirian.

...Sampai jumpa lagi, huh? Agak geli rasanya kalau dipikir sekali lagi.

Merasa sedikit malu, aku mulai fokus mengerjakan PR di depanku. 

Saat aku terus menunggu, Yukimiya akhirnya kembali dengan membawa PR-nya sendiri setelah beberapa saat.

"Terima kasih sudah menunggu. Kalau begitu, mari kita mulai. Kita akan selesai jam 10 malam, jadi kita akan sangat serius sampai saat itu."

"Ah, tolong bersikap lembutlah..."

Tanpa sadar, sebuah senyum tegang terbentuk di wajah Yukimiya ketika ia membuka buku catatan dan menulis beberapa kata.

Apa yang dia tulis itu? ...'Hukum sebab dan akibat'?

"Yatsuhashi-kun, kamu pasti tahu kata 'karma' kan? Singkatnya, apa yang kamu lakukan akan kembali padamu. Itulah artinya."

"...Y-yah, kurang lebih begitu."

"Baru saja kamu, saat aku membuat kesalahan, berteriak padaku. Aku benar-benar terluka."

"Kau tidak pernah terlihat seperti itu sama sekali."

"Kamu tidak bisa tahu apa yang ada di hati orang lain, kan?"

Pada titik itu, jelas sekali bahwa dia tidak terluka. Tapi, aku sendiri juga tidak punya kecerdasan yang cukup untuk membantah kata-katanya, sial.

Dengan senyum buatan yang lebar, Yukimiya menempatkan penggaris di telapak tangannya, lalu membuat suara *klik* dengan pukulan penggaris itu.

"Gantinya, aku akan mengajarmu dengan keras...! Bersiaplah!"

---Eek!


"Haa... Baiklah, hari ini cukup sampai di sini."

"Uhh..."

Ugh, itu lebih sulit dari apa yang kubayangkan.

Tapi berkatnya, PR-ku selesai... meski otakku serasa mau meledak. Yukimiya, terlalu tidak kenal ampun...

Membiarkan otakku beristirahat dengan menundukkan kepala di meja, Yukimiya melihat jam di ruangan dan tiba-tiba berkata, "Ah."

"Sudah waktunya, aku akan pulang."

"Ah, sudah waktunya ya? Terima kasih untuk segalanya."

"Apa yang kamu katakan? Aku yang seharusnya berterima kasih kepadamu, kita sama-sama diuntungkan dalam hal ini."

Meski dikatakan ini impas, aku tetap merasa kalau diriku lebih banyak diperlakukan keras. Ini lebih dari sekedar balas dendam.

Saat aku mengantar Yukimiya ke pintu, dia berbalik perlahan.

...Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa? Lupa sesuatu?"

"...Tidak, tidak apa-apa. Selamat malam."

"Oh... Ya, selamat malam."

Yukimiya melambai, dan aku membalasnya juga.

Hingga pintu tertutup, Yukimiya terus menatap ke arahku, seolah ingin memastikan apakah aku tetap memperhatikannya.

Ini membuatku merasa sedikit geli. Tentu saja, dalam artian yang baik.

Sebelum mencuci piring, aku keluar ke balkon untuk melihat langit. Meski sudah musim semi, aku merasa sedikit dingin tanpa jaket... Tapi, yah... suhu ini cukup nyaman untukku yang sedang merasa panas.

Dalam tiga hari ini, rasanya hidupku telah berubah drastis. Aku tidak pernah membayangkan akan begitu dekat dengan Yukimiya.

Bukan teman, bukan juga sohib sekolah. Tentu saja, bukan pasangan romantis pula.

Kalau harus diumpamakan, mungkin hanya sekedar tetangga.

Ya, tepatnya memang begitu. Sebuah jarak yang sepertinya sangat cocok bagi kami.

*Kriik*

"Hah... hmm?"

Aku mendengar suara jendela dibuka dari pintu sebelah... ah, mungkin untuk ventilasi.

"Humph, hum~ hooon♪ Lalalalaaa♪"

Dia selalu berada dalam suasana hati yang baik; menyanyi dengan suara yang indah... meski sebaiknya dia berhenti bersenandung dengan jendela terbuka seperti itu. Sebab, perilakunya itu bisa saja mengganggu tetangga.

...Ngomong-ngomong, ini kali pertama bagiku mendengar nyanyiannya secara langsung, bukan melalui dinding. Suaranya tidak teredam dan masuk dengan jelas ke telingaku.

Sambil memandangi bulan dan mendengarkan nyanyian Yukimiya, kelopak bunga sakura yang berguguran terbawa arus angin hingga mewarnai langit malam.

Ya... kurasa malam-malam seperti ini bagus juga...

"Taruh handuk di atas, mari kita jemur~♪ Gantung juga kaosnya di hanger~♪"

Haha, dia pandai juga membuat parodi dengan lirik lagu.

Suara nyanyian Yukimiya entah bagaimana membuatku terpesona, lambat laun aku jadi sangat fokus mendengarkannya. Liriknya memang aneh, tapi ini terasa seperti konser yang diadakan hanya untuk aku... membuatku merasa sangat rileks.

Bersamaan dengan lagu yang ia nyanyikan, aku juga bisa mendengar suara halus lipatan pakaian. Sepertinya dia sedang melipat bajunya. Bagus sekali. Sepertinya dia benar-benar melakukan pekerjaan rumahnya dengan baik.

"Celana dalam dan bra lalalalala~♪"

...Celana dalam dan bra? Meskipun aku berpikir tidak mungkin... eh, milik Yukimiya?

Aku jadi ingat. Aku sudah pernah melihat celana dalam hitam yang seksi itu di kamarnya. Dan juga bra berwarna peach yang baru saja kulihat tadi.

Lalu, apa yang terbayang bersamaan dengan itu adalah perut dengan lekuk dan pusarnya yang indah...

Mau tak mau, aku membungkuk karena terdistraksi dengan berbagai hal yang kupikirkan.

Sial, apa yang aku pikirkan...! Padahal aku baru saja merasa sangat rileks!

Baiklah, untuk sekarang ini, aku harus mendinginkan kepalaku dengan angin malam.

Meletakkan lengan di pagar balkon, aku menikmati angin malam yang menyapu ringan di bagian pipi.

Aah... Nyaman sekali.

Saat aku terus termenung, aku merasakan pintu kasa terbuka dan Yukimiya... ah.

"Ah!"

"Ah..."

Menoleh ke arah suara itu, ...mata kami bertemu. Ya, sangat tepat sekali.

Yukimiya terlihat kaget. Wajahnya perlahan menjadi merah, dan mulutnya bergerak-gerak tanpa suara.

"...Aku tak dengar apapun."

"Itu jelas kata-kata dari seseorang yang sudah mendengar semuanya!"

Benar sekali.

Yukimiya, dengan rasa malu, menatapku tajam lalu berpaling dengan kesal untuk menghadap angin malam. Sepertinya dia tidak memilih untuk kembali ke dalam. Mungkinkah dia berpikir kalah jika kembali ke dalam sekarang? ...Yah, sesuatu seperti itulah yang mungkin dipikirkan Yukimiya.

Waktu berlalu tanpa sepatah kata pun.

Situasinya canggung, sungguh sangat canggung.

Tidak tahan dengan keheningan, aku berbicara dengan Yukimiya untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang bisa dibicarakan.

"Err... nyanyianmu, bagus sekali. Aku sempat kaget."

"...Dari semua hal, kamu malah mengungkit itu lagi, huh?"

"...Maaf."

"...Haa. Tidak, jangan khawatir. Lagipula itu memang sudah terdengar, jadi tidak ada gunanya membuat alasan sekarang."

Tidak, sewaktu perutmu berbunyi, kau bersikeras dengan membuat banyak alasan, kan? Yah, mungkin suara perut dan suara parodi lagu adalah dua hal yang berbeda.

Seakan tidak lagi meributkan aku yang mendengar nyanyiannya, Yukimiya memegang pagar balkon dan menatap langit.

"...Ibuku, dia suka bernyanyi. Dia sering menyanyikan berbagai lagu, dan juga menyanyi bersamaku. Dia juga membuat lagu secara spontan, dan selalu membuatku tertawa."

"Whoa, ibumu terdengar luar biasa."

"Ya, sungguh..."

Setelah itu, suara Yukimiya tidak lagi terdengar, dan aku secara refleks merentangkan leherku untuk melihat dia dari seberang pembatas.

Bukannya menghilang, dia hanya tenggelam dalam pikiran. Apakah dia merindukan masa-masa itu...? Ataukah dia merasa sedih? Entahlah, aku tak bisa memastikannya.

"Yukimiya...?"

"...Eh, ah. Tidak, bukan apa-apa. Jangan khawatir."

"...Baiklah."

Rasanya seperti dia tidak mau aku menggali lebih dalam.

Beberapa hari yang lalu, Yukimiya juga mengatakan hal serupa. Tidak masuk ke bagian sensitif seseorang, lalu juga tidak ingin orang lain masuk ke bagian sensitifnya. Itulah kesan yang diberikan Yukimiya sekarang.

Meskipun merasa sedikit canggung, tiba-tiba Yukimiya berkata, "Ah."

"Dibanding itu, Yatsuhashi-kun. Lusa hari Jumat, kan? Kamu tidak lupa tentang acara perkenalan itu?"

"Hmm, kita semua makan bersama di ruang OSIS. Tentu saja aku tidak melupakannya."

Menu dari bekalnya sudah diputuskan. Jika aku mulai menyiapkannya dari malam besok, itu pasti akan cukup. Aku selalu membuat bekal, jadi tidak perlu terlalu bersiap-siap untuk hal itu. Tapi, karena mungkin akan dilihat orang lain... aku harus membuatnya dengan sungguh-sungguh.

...Eh, tunggu? Bekal?

"Ngomong-ngomong Yukimiya, apa rencanamu untuk bekalnya?"

"............"

Dari seberang pembatas, Yukimiya memalingkan wajah; mungkin enggan menatap ke arahku.

Oi, tunggu. Jangan bilang...

"Kau tidak mungkin belum memikirkannya, kan...?"

"Te-tentu saja aku sudah memikirkannya. ...Aku berencana membeli beberapa makanan siap saji dan memindahkannya dalam kotak bekal..."

Haa... begitu. Jawabannya kurang lebih seperti yang bisa aku duga. Ini adalah jawaban terburuk yang bisa kubayangkan.

Tapi, orang lain pasti langsung menyadarinya, apakah bekal itu makanan siap saji atau bukan. Dan jika itu terjadi, mitos mutlak tentang Yukimiya Hyouka yang sempurna dan tak bercela pasti akan runtuh seketika 

Hmm... tak ada cara lain.

"Haruskah aku membuat bagian untukmu juga?"

"Boleh!"

Seperti yang kuduga, dia langsung tertarik. Mudah ditebak ya, Yukimiya.

"Ya, aku selalu membuat bekal, jadi tak ada bedanya membuat untuk satu atau dua orang."

Nah, karena sudah diputuskan, aku harus menyiapkan lebih banyak bahan.

Namun, entah mengapa, dia segera membuat wajah tegang dan terbatuk-batuk, lalu menarik kepalanya kembali.

"Ah, tapi itu tidak benar. Kamu sudah membuatkan aku makan malam, dan sekarang bekal juga..."

"Jangan khawatir. Tak ada perbedaan dalam usahanya."

"Tapi..."

"Tenang saja. Aku akan menghitung biaya bahan bekalnya secara terpisah. Itu sama-sama menguntungkan, kan?"

Faktanya, memasak untuk dua orang bisa lebih mudah daripada hanya untuk satu orang. Sisa bekalnya juga bisa aku gunakan untuk makan siang di hari libur.

Dari balik pembatas, Yukimiya mengintip dengan ragu.

"Kalau begitu, bolehkah aku mengandalkanmu...? Terima kasih banyak..."

"Serahkan padaku. Tapi jangan terlalu pilih-pilih, oke?"

"Tenang saja. Satu-satunya hal yang tidak kusukai cuman natto."

"Kalau begitu, lain kali aku akan menyajikan masakan penuh natto untukmu."

"Eh?"

"Aku bercanda."

"Yatsuhashi-kun, aku membencimu. Hmph!"

Yukimiya kembali masuk ruangan dengan kesal.

Ya ampun, apa aku membuatnya marah? Padahal, ini hanya ucapan terima kasih karena telah membuatku sibuk selama tiga hari ini. Fufu, nanti aku sepertinya harus benar-benar memasakkan natto untuknya. Natto itu enak sekali, tahu?

...Ngomong-ngomong... mungkin karena jarak kami terhalang oleh pembatas, aku merasa bisa melihat sisi Yukimiya yang lebih jujur dari biasanya.

Kalau mau melakukan percakapan secara tenang di masa depan, mungkin ada baiknya kalau kami berbicara di balkon seperti ini...

Bagaimanapun, kurasa aku harus membereskan piring lalu pergi tidur sekarang.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close